Bercerminlah! Agar Tahu Kekurangan Kita

Jika kita ingin orang lain berbuat baik pada kita, maka berbuat baiklah pada orang lain,  karena orang lain adalah cermin kita

BENAR memang kata orang, jikalau kita ingin terlihat lebih baik maka bercerminlah. Karena dengan cermin kita bisa mengetahui kotoran atau noda di wajah kita, sekecil apapun itu, bahkan pada bagian-bagian yang tak bisa dijangkau oleh pandangan mata.

Tapi sayang, tidak semua orang bisa bercermin, lebih tepatnya tidak mengetahui fungsi cermin yang sebenarnya. Apalagi cermin kehidupan kita. Rasulullah ﷺ telah bersabda

المؤمن مرآة المؤمن

“seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.”

Untuk mendapatkan hasil yang sempurna, seyogyanya kita mengetahui langkah-langkah penggunaan cermin yang benar. Berikut ini beberapa poin yang berhasil pernulis rangkum dari berbagai kata-kata bijak.

Mencari kesalahan, kekurangan juga kotoran yang ada pada diri kita (instropeksi diri). Mungkin kita tidak sadar, bila ternyata baju yang kita pakai itu sobek atau bolong.

Begitupun dalam keseharian kita. Bagaimana kita bisa mengetahui kesalahan, kekurangan dan keburukan diri kita jika tanpa melalui orang lain, sabda Rasulullah ﷺ

انّ احدكم مرآة اخيه

“sesungguhnya setiap dari kalian adalah cermin bagi saudaranya.”

Terkadang kita terlena dengan hanya mencari-cari keburukan orang lain, mengumbar kesalahan orang lain, tapi kita tidak pernah melihat dan mengoreksi keburukan, kesalahan dan kekurangan diri kita sendiri. Wajar saja jika pepatah mengatakan, “semut di seberang laut tampak, gajah di pelopak mata tak tampak.“

Itulah kesalahan dan kelalaian kita yang perlu di benahi. Maka dari itu, sebelum kita menilai orang lain, nilailah diri kita sendiri.

Seperti maqolah;

حاسبوا قبل ان تحاسبوا

“koreksilah diri kalian sebelum kalian dikoreksi (dihisab)”

Caranya? Bisa dengan bertanya pada orang lain apa saja kesalahan dan kekurangan kita, atau dengan meresapi kritikan atau ejekan orang lain atau bahkan teman kita sendiri. Khusnudzon sajalah.

Bila dia mengkritik, bukan berarti dia benci atau sengit. Justru itu merupakan bukti bahwa dia sebenarnya perhatian pada kita dan ingin kita merubahnya.

Itu merupakan peluang bagi kita untuk mengoreksi dan menyadari kesalahan serta kekurangan kita, walaupun kebanyakan dari kita jika dikritik malah marah-marah, termasuk saya. Astaghfirullahaládzim.

Mengetahui kesalahan yang kecil atau bahkan yang tidak bisa terjangkau oleh pandangan mata (tidak kita sadari). Sering kita merasa apa yang telah kita lakukan sudah dirasa benar tapi belum tentu menurut orang lain seperti itu, karena memang dia melihatnya dari sisi yang berbeda sehingga terkadang kita tidak menyadari kesalahan itu sendiri atau juga dalam gagasan, pendapat kita.

Sehingga Imam Syafi’i pernah berkata

 رأينا صدق يحتمل الخطاء و رأي غيرنا خطاء يحتمل الصدق

“Pendapatku benar tapi juga masih bias salah, dan dapat selainku salah, tapi juga masih bisa benar.”

Memperbaiki kesalahan dan bertaubat lebih baik. Setelah kita mengetahui kesalahan kita, tentu kita juga ingin memperbaikinya supaya tidak terulang lagi.

Seperti kata pepatah “keledai tak akan pernah jatuh ke lubang yang sama”. Dalam hal itu tentu juga kita membutuhkan orang lain.

Tujuannya, supaya kita bisa tahu cara yang benar dalam memperbaiki diri, pendek kata “menyelesaikan masalah tanpa menambah masalah”.

Dalam hal ini mungkin bisa dengan meminta nasehat, pertimbangan atau kita bicarakan dengan teman. Bahasa gaulnya curhat atau kalau menurut santri musyawarah. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ

ما خاب من استشار و لا ندم من استخار

“Tidak ada ruginya orang yang bermusyawarah, dan tidak ada sesal orang yang beristikharah.”

Meneliti ulang hasilnya (evaluasi diri). Setelah kita selesai memperbaikinya, coba kita periksa kembali, siapa tahu masih ada suatu yang tidak benar atau kurang pas.

Dalam suatu maqolah dikatakan

إذا تّم الأمر بدأ نقصه

“Ketika suatu perkara telah sempurna, baru akan nampak kekurangannya.”

Cobalah kita tanyakan lagi pada orang lain, sudah benarkah kita dalam menyikapi dan memperbaikinya? Hal ini bertujuan agar kita mencapai klimaks yang sempurna.

Menyamakan/membandingkan dengan orang lain (barometer standarisasi). Jika kita ngefans pada seorang idola, atau kita melihat orang yang baik, tentu kita ingin meniru dan mengikuti gayanya, katakanlah biar kita sama, setidaknya mirip dia.

Begitupun sebaliknya, bila kita melihat seseorang itu jelek, tentu kita tidak ingin seperti  dia. Itu manusiawi memang.

Terkadang kita juga perlu menempatkan seseorang sebagai barometer standaritas diri kita. Mau kita jadikan seperti apa diri kita tak lepas dengan memandang orang lain sebagai tolak ukurnya. Siapa orangnya, itu terserah Anda.

المرء مع من احبّه

“Seseorang itu akan bersama dengan orang yang ia sukai kelak di hari kiamat.”

Dan seperti apa dia, ya itulah perwujudan kita setelah menirukannya. Jika kita melihat kesempurnaan pada diri orang lain maka jangan hanya kita melihat hasilnya, karena bisa saja itu akan menjadi bayangan semu bagi kita, fatamorgana dan kamuflase belaka.

Tapi cobalah kita menilik prosesnya, bagaimana dia bisa mencapai kesempurnaan itu, supaya kita bisa menemukan dan melihat bayangan yang benar-benar nyata.

Atau juga ketika kita tidak ingin menemukan bayangan dalam cermin terlihat buruk maka janganlah memperburuk diri kita. Dalam arti, jika kita tidak ingin orang lain menyakiti atau menghina kita, maka jangan sampai pernah kita menyakiti atau menghina orang lain, pun juga kita ingin dia berbuat baik pada kita maka berbuat baiklah padanya. Karena orang lain adalah cermin nyata bagi kita.

“Apabila baik (amal kita) maka baik pula (balasannya) dan bila buruk (amal kita) maka buruk pula (balasannya).”

Semoga Anda bisa bercermin dan sayapun juga. Amin.*

HIDAYATULLAH

Bahaya Politisasi Agama bagi Indonesia

Pada era globalisasi yang semakin maju ini, politisasi agama telah menjadi salah satu isu yang sangat kontroversial dan berbahaya di berbagai belahan dunia. Politisasi agama merujuk pada upaya pemanfaatan dan penyalahgunaan agama oleh aktor politik untuk kepentingan politik mereka sendiri. Berikut ini bahaya politisasi agama bagi Indonesia.

Fenomena ini mengancam keragaman, kestabilan, dan keharmonisan sosial dalam masyarakat yang beragam keyakinan dan kepercayaan. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi bahaya politisasi agama dalam konteks sosial dan politik serta implikasinya yang serius.

Salah satu bahaya terbesar dari politisasi agama adalah terjadinya polarisasi masyarakat. Ketika agama digunakan sebagai alat politik, perbedaan keyakinan yang seharusnya menjadi sumber kekayaan budaya dan pemahaman saling menguntungkan, justru berubah menjadi pemicu konflik dan perpecahan.

Politisasi agama sering kali memperkuat garis pemisah antara kelompok agama yang berbeda, menimbulkan sentimen anti-agama, dan menciptakan suasana sosial yang penuh ketegangan. Hal ini mengakibatkan terjadinya polarisasi sosial yang memperburuk hubungan antar kelompok, mengancam toleransi, dan menghancurkan ikatan sosial yang selama ini dibangun.

Selain itu, politisasi agama juga dapat mengganggu proses demokrasi yang sehat. Ketika agama digunakan sebagai alat politik, maka keputusan politik dan kebijakan publik sering kali tidak didasarkan pada pertimbangan rasional atau kepentingan umum, melainkan dipengaruhi oleh pertimbangan agama yang sempit. Hal ini mengarah pada diskriminasi terhadap kelompok minoritas, pelanggaran hak asasi manusia, dan pembatasan kebebasan beragama.

Politisasi agama juga sering mengabaikan pemisahan antara agama dan negara yang merupakan prinsip dasar dalam sistem demokrasi sekuler. Ketika agama dijadikan instrumen politik, integritas lembaga-lembaga negara dapat terkikis dan korupsi politik semakin merajalela.

Lebih lanjut, politisasi agama dapat memberikan ruang bagi kelompok-kelompok ekstremis untuk meraih kekuasaan dan menyebarkan ideologi radikal. Dalam situasi politik yang terpecah belah, kelompok-kelompok ekstremis seringkali memanfaatkan situasi tersebut untuk memperkuat pengaruh mereka dan mempromosikan agenda mereka yang intoleran dan kekerasan.

Politisasi agama menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan gerakan-gerakan radikal yang memicu terorisme dan kekerasan agama. Hal ini mengancam keamanan nasional dan membahayakan keselamatan masyarakat secara keseluruhan.

Selain bahaya-bahaya tersebut, politisasi agama juga dapat merusak tatanan sosial dan ekonomi suatu negara. Ketika agama digunakan sebagai sarana politik, fokus pembangunan dan perbaikan masalah sosial-ekonomi sering kali terabaikan.

Sumber daya dan energi yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat, justru teralihkan untuk kepentingan politik yang sempit. Hal ini menghambat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan ketidakadilan sosial yang lebih besar.

Langkah untuk Mengantisipasi Politisasi Agama

Untuk menghadapi bahaya politisasi agama, langkah-langkah perlu diambil secara kolektif oleh pemerintah, lembaga keagamaan, masyarakat sipil, dan individu. Pertama, penting untuk memperkuat prinsip pemisahan agama dan negara dalam konstitusi dan kebijakan publik.

Pemerintah harus menjaga kemandirian lembaga-lembaga agama dari campur tangan politik, sementara lembaga keagamaan harus menghindari jatuh ke dalam perangkap politik yang dapat merusak otoritas moral mereka.

Kedua, pendidikan yang inklusif dan berorientasi pada nilai-nilai universal harus ditekankan. Masyarakat harus diajarkan tentang pentingnya toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan penolakan terhadap diskriminasi berbasis agama.

Pendidikan agama harus mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi agama sebagai sumber kedamaian dan kerukunan, bukan sebagai alat politik. [Baca juga: Fenomena Gairah Beragama].

Terakhir, dialog antar agama dan dialog antarkelompok harus ditingkatkan. Melalui dialog yang konstruktif, kelompok-kelompok agama dan politik dapat mencari kesamaan dan membangun pemahaman saling menguntungkan.

Kerjasama antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat sipil dapat membantu mengatasi kesalahpahaman, mempromosikan perdamaian, dan memperkuat keragaman.

Politik dan agama adalah dua domain yang berbeda dengan peran dan tujuan yang berbeda pula. Politisasi agama membahayakan keragaman, kestabilan, dan keharmonisan sosial.

Untuk membangun masyarakat yang inklusif, adil, dan damai, kita perlu menghindari politisasi agama dan memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi, kebebasan beragama, dan pemisahan antara agama dan negara.

Dengan begitu, kita dapat melangkah menuju masa depan yang lebih baik, di mana agama dihormati sebagai sumber inspirasi pribadi tanpa terjebak dalam politik yang merusak.

Demikian penjelasan bahaya politisasi agama bagi Indonesia. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Meski Hujan, Jamaah Haji Semangat Dirikan Sholat Arbain

Jamaah haji ingin mendirikan sholat jamaah selama 40 kali di Masjid Nabawi.

Madinah diguyur hujan deras disertai petir dan angin kencang sekitar pukul 17.55 Waktu Arab Saudi atau bertepatan dengan masuknya waktu salat magrib.

Kondisi tersebut tidak menghalangi antusiasme jamaah berbondong-bondong datang ke Masjid termasuk calon haji dari Indonesia untuk melaksanakan ibadah Arbain.

Seperti yang dilakukan pasangan suami istri lanjut usia (lansia) Wartono dan Ismoyowati, calon haji dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah yang salat Magrib dan Isya di Masjid Nabawi meskipun istrinya menggunakan kursi roda.

Hal sama juga dilakukan Zainuddin dan Surinah, jamaah haji kloter l asal Kabupaten Lingga Kepri memutuskan untuk tetap melaksanakan ibadah Arbain meski turun hujan.

“Saya sudah melaksanakan ibadah Arbain sejak Subuh kemarin. Sudah target sampai selesai, dapat 40 waktu,” ujar Zainuddin, Kamis (25/5).

Jamaah calon haji kloter pertama yang tiba di Bandara Amir Muhammad Bin Abdul Aziz (AMAA) Madina pada Rabu 24 Mei 2023 ini baru bisa melaksanakan ibadah haji pada tahun ini karena pada 2020 terhalang pandemi. Begitu juga pada 2022, Zainuddin tidak bisa berangkat haji karena istrinya harus menjalani operasi.

“Alhamdulillah tahun ini bisa berangkat haji,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Sita (46) jamaah haji kloter l ini mengaku tetap melaksanakan ibadah arbain meski turun hujan.

“Mumpung masih di sini, jangan melewatkan Arbain,” katanya.

Selain Masjid Nabawi, hujan juga mengguyur Bandara Internasional Pangeran Amir Mohammad Bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah. Ini merupakan kali kedua hujan mengguyur kawasan tersebut.

Hujan deras disertai angin kencang tersebut terjadi sekitar pukul 17.15 WAS. Landasan dan pesawat yang biasanya terlihat juga tertutup tingginya curah hujan. Tidak hanya itu, angin kencang juga menerbangkan benda benda seperti plastik yang ada di area bandara

Sebelumnya, hujan disertai angin kencang juga melanda bandara tersebut pada pukul 19.30 WAS ketika jamaah haji asal embarkasi Jakarta Bekasi (JKS) dan jemaah dari Pakistan baru keluar dari ruang pemeriksaan Imigrasi. Jamaah calon haji Indonesia yang baru di bandara langsung mengucap syukur.

sumber : Antara

Pahala bagi Orang Tua yang Mengajak Anak Pergi Haji dan Umroh

Orang tua yang mengajak anak pergi haji umroh mendapat pahala yang sama dari anaknya.

Menunaikan ibadah haji merupakan salah satu perintah agama Islam bagi pemeluknya yang mampu, diwajibkan sekali dalam seumur hidup. Orang tua juga perlu menanamkan kecintaan berhaji ke Baitullah pada anaknya.

“Jika memang mampu dan memungkinkan, ajaklah anak-anak menunaikan ibadah haji dan umroh. Sebab, pemandangan Ka’bah, Masjidil Haram, Shafa, Marwa dan semua syiar yang ada di tanah suci akan membekas dalam hati mereka,” kataPengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi’i Jember, Ustaz Abdullah Zaen Lc.,MA, melalui pesan Telegram.

“Demikian pula dengan kalimat talbiyah, doa orang yang berthawaf, sholatnya orang-orang yang bertaubat, lantunan dzikir tahlil dan yang lainnya di padang Arafah, serta permintaan orang-orang yang berhajat akan mempengaruhi jiwa anak, dengan izin Allah ta’ala. Lebih dari itu kita juga akan mendapat pahala dari haji mereka,” lanjut Ustadz Abdullah.

Dikisahkan bahwa di musim haji ada seorang ibu mengangkat anaknya seraya berkata kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam,

“أَلِهَذَا حَجٌّ؟” قَالَ: “نَعَمْ وَلَكِ أَجْرٌ”.

“Apakah anak ini mendapat pahala haji?” Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjawab, ”Ya, dan engkau juga mendapat pahala”. HR. Muslim dari Ibn Abbas radhiyallahu’anhuma.

“Ini bagi mereka yang mampu. Adapun untuk mereka yang kurang mampu, maka bisa mengenalkan anak tentang ibadah haji ini dengan berbagai sarana yang ada. Bisa menggunakan buku bergambar atau video atau yang lainnya,” ujar Ustadz Abdullah.

“Tanamkan dalam jiwa anak kecintaan terhadap ibadah haji dan tanah suci Mekah. Bisa diawali dengan cara mengajarkan pada mereka saat shalat, bahwa mereka menghadap ke arah Ka’bah yang ada di Makkah. Jika ada rezeki lebih ajarkan mereka untuk menabung untuk menunaikan ibadah haji, sekalipun nominal uang yang dimilikinya kecil,” lanjut Ustadz Abdullah.

Ustadz Abdullah menjelaskan, hajinya anak kecil dianggap sah, sebagaimana disebutkan di atas. Hanya saja dia tidak dianggap telah menunaikan haji fardhu. Sehingga bila sudah baligh dan mampu, maka dia wajib menunaikan haji lagi. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari mazhab yang empat. Bahkan ada yang mengatakan sudah ijma’.

Hukum tersebut berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam,

“أيُّمَا صَبِيِّ حَجَّ ثُمَّ بَلَغَ فَعَلَيْهِ حَجَّةً أُخْرَى”

“Siapa saja anak kecil yang melakukan haji, kemudian dia baligh, maka wajib baginya untuk menunaikan haji lagi”. HR. Ibn Abi Syaibah dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, dan dinilai sahih oleh Ibn Hajar.

“Jadi, umroh dan haji yang dilakukan anak yang belum baligh, dianggap ibadah sunah. Tidak dinilai sebagai haji atau umroh wajib baginya. Wallahu ta’ala a’lam,” kata Ustadz Abdullah.

IHRAM

Cerita Jamaah Haji 119 Tahun Akhirnya Sampai ke Tanah Suci

Jamaah haji Harun berharap sampai ke tanah tempat para nabi mendakwahkan tauhid.

Seorang kakek berjalan setapak demi setapak menuju pintu keluar Gedung F1 Asrama Haji Sukolilo Surabaya. Sambil tertatih, tangannya dipegang Musdi, keponakan sang kakek.

Namanya Harun bin Senar. Kelahiran 1 Juli 1904 , atau kini usianya mencapai 119 tahun. Asalnya dari Dusun Karang Duak, Desa Pangbatok, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan, Madura. Harun adalah jamaah haji tertua di Indonesia untuk musim haji tahun ini.

Harun tercatat sebagai jamaah haji yang berangkat dari Embarkasi Surabaya. Dia masuk pada Kelompok Terbang (Kloter) 6. masuk ke asrama haji pada Rabu (25/5), dan terbang ke Tanah Suci pada Kamis (26/5).

Di sekitaran gedung tempatnya transit sehari di asrama haji, Harun mengenakan batik haji Indonesia warna hijau kombinasi ungu lengan panjang, berkopiah hitam kombinasi oranye dan bersarung coklat tua kombinasi garis coklat muda.

Saat diajak berbincang, Harun lebih banyak tertunduk. Karena faktor usia, pendengarannya sedikit terganggu. Komunikasinya juga hanya bisa menggunakan Bahasa Madura.

“Kakek Harun tidak bisa Bahasa Indonesia. Ngomongnya juga agak sedikit keras agar beliau dengar,” ujar Musdi, yang Bahasa Indonesianya tidak terlalu lancar.

Dia bercerita keseharian Harun di rumah. Kadang ia berjualan ayam di pasar. Saat masih belum seusia sekarang, ia ke pasar menggunakan sepeda kayuh, namun kini berjalan kaki.

Kepalanya terus tertunduk ketika berbicara, hanya sesekali menghadap lawan bicaranya, tapi tidak lama tertunduk lagi. Di jari tengah tangan kanannya melingkar tasbih digital berwarna putih kombinasi hitam.

Harun menjadi salah seorang anggota jamaah yang bisa disebut beruntung. Pada 2017, ia memutuskan untuk mendaftar haji ke salah satu KBIH dekat desanya, dan mendapat jatah berangkat ke Tanah Suci pada 2046.

Namun, kebijakan Pemerintah yang memprioritaskan jamaah berusia lanjut untuk berangkat tahun ini, membuat namanya masuk menjadi calon haji. “Hanya” menunggu enam tahun, namanya tercatat masuk kuota salah satu jamaah haji.

Setelah mendapat kabar dan diminta melunasi kekurangan biaya haji, tanpa pikir panjang Harun yang sudah lama ingin mengajak keponakannya berhaji segera membayarnya.

Dua sapi betina miliknya dijual. Hasilnya dibayarkan lunas untuk biaya beribadah ke Tanah Suci. Nama Harun dan Musdi pun lolos.

Bahkan, dari data medis tim kesehatan, semua hasilnya terkonfirmasi bahwa Harun dalam keadaan baik dan tak ada rekomendasi obat-obatan khusus yang harus dibawa, kecuali vitamin C beserta rekomendasi beristirahat yang cukup.

Dari sisi makanan, Harun juga tidak merepotkan, yang terpenting ada sayur dan kuah. Untuk minum ia selalu minta air putih hangat, khususnya air putih hasil dimasak.

Ketika ditanya kisah perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah, Harun langsung menegakkan kepala. Memorinya seolah teringat dan semangat bercerita saat ia masih duduk di bangku sekolah.

Ia, bahkan masih bisa menyanyikan lagu “Nippon” dengan jelas. Nada dan liriknya juga masih dilantunkannya dengan semangat. Terlebih ia mengaku saat sekolah kerap mendapat pelajaran Bahasa Jepang, bukan Bahasa Melayu.

Dari Madura ke Madinah

Pergi ke Mekkah dan Madinah adalah impiannya sejak lama. Harun bercerita sangat ingin menunaikan ibadah rukun Islam yang kelima dengan keluarga, namun takdir berbicara lain. 

Dari enam kali pernikahannya, semua istrinya sudah meninggal dunia terlebih dahulu. Baru pada beberapa tahun terakhir ini, Allah SWT mengizinkannya untuk berkunjung ke Baitullah, tapi seorang diri, hanya didampingi sang keponakan.

 “Saya menikahnya setelah istri meninggal dunia, enam kali. Anak-anak sudah keluarga semua, cucu, cicit juga. Ada yang sudah meninggal, ada yang masih ada,” tuturnya.

Harun adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Kakak dan adiknya, semua juga sudah wafat.

Di hadapan Ka’bah, ia ingin berdoa memohon kepada Allah SWT untuk selalu diberi keberkahan. Lalu, tak lupa akan mendoakan seluruh keluarga, kerabat, masyarakat Pamakesan, Jawa Timur, dan Bangsa Indonesia pada umumnya.

Ia juga mendoakan agar seluruh masyarakat Tanah Air selalu sehat, diberi umur panjang dan dilancarkan rezekinya.

Keberadaan Harun dalam rombongan jamaah haji tahun ini didengar oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Tanpa pikir panjang, orang nomor satu di Pemprov Jatim itu bergegas ke Asrama Haji Sukolilo.

Ketika Harun bertemu Khofifah

Meski hanya bertemu kurang dari sejam, Khofifah kaget bercampur kagum karena Harun masih bisa membaca Alquran.

Saat itu, Harun didampingi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Husnul Maram beserta sejumlah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Surabaya lainnya.

Bertempat di Posko Bidang Lansia, Gedung Ar Roudho, Harun disambut Khofifah dan mengajaknya berbincang. Husnul Maram mendadak menjadi penerjemah bahasa saat keduanya berbincang.

“Ternyata, Mbah Harun ini rutin membaca Alquran dan tanpa kaca mata. Karena memang waktu beliau banyak, sehingga setiap saat bisa membaca Alquran. Kemudian beliau juga istikamah melakukan shalat malam,” ucap Khofifah.

Ketua Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama itu menyampaikan bahwa shalat malam dapat mengingatkan bahwa masing-masing manusia sebetulnya punya hajat, sehingga kemudian dimunajatkan di saat ibadah malam, maka insya Allah hajat itu diijabah oleh Allah SWT.

Saat itu terungkap bahwa Harun tidak berkenan disiapkan kursi roda. Karena itu, bagi Khofifah, tekad dan semangatnya itu luar biasa. Khofifah berdoa semoga Harun beserta seluruh jamaah calon haji Indonesia, terutama asal Jatim, diberikan kesehatan, kelancaran dan menjadi haji yang mabrur.

Orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut secara khusus meminta Harun untuk mendoakan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jatim, di Tanah Suci nanti agar bahagia selalu, aman, nyaman, dan berkah.

Perhatian ke jamaah lansia

Pemerintah Provinsi Jatim melakukan berbagai upaya komprehensif untuk memberikan pelayanan maksimal bagi para jamaah calon haji, terutama yang berusia lanjut (lansia).

Bahkan, saat memimpin Apel Kesiapan Petugas Haji Indonesia Embarkasi Surabaya-Jawa Timur Tahun 2023 di Halaman Gedung Negara Grahadi Surabaya beberapa waktu lalu, Khofifah secara khusus menekankan pentingnya perhatian yang ekstra bagi jamaah lansia.

Pemprov Jatim berkomitmen untuk selalu berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag maupun dengan para petugas haji, termasuk dengan Kadinkes Jatim serta Dirut RSU Haji yang lokasinya berada persis di sebelah Asrama Haji Sukolilo. 

Petugas haji jangan sampai lengah dalam mengawal kesehatan para jamaah calon haji, terutama berusia lanjut, sehingga mobilitasnya juga bisa cepat dilakukan bila dibutuhkan.

IHRAM

Fatwa Ulama: Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Terkena Sihir?

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Fadhilatus syekh, terdapat keterangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau terkena sihir. Oleh karena itu, kami ingin engkau menjelaskan kepada tentang tersihirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan juga, apakah tersihirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu bisa membatalkan kenabian?

Jawaban:

Terdapat hadis dalam Ash-Shahihain dan juga (kitab hadis) selain keduanya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terkena sihir (HR. Bukhari no. 3228 dan Muslim no. 2189). Akan tetapi, sihir tersebut tidak memiliki pengaruh dari sisi penetapan syariat atau wahyu. Sihir tersebut maksimal hanya sampai pada satu pengaruh di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merasa melakukan sesuatu, padahal sebetulnya tidak. Sihir yang mengenai beliau itu dilakukan oleh seorang Yahudi bernama Lubaid bin Al-A’sham. Dialah yang mengirim sihir tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala menyelamatkannya, sampai-sampai turunlah wahyu berkaitan dengan hal itu. Beliau pun meminta perlindungan dengan membaca surah Al-Falaq dan An-Nas.

Sihir tersebut tidak memiliki pengaruh terhadap kedudukan kenabian. Karena sihir tersebut tidak memiliki pengaruh yang berkaitan dengan wahyu atau ibadah, sebagaimana (penjelasan) sebelumnya. Sebagian orang mengingkari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terkena sihir, dengan argumentasi bahwa perkataan (keyakinan) tersebut berarti sama saja dengan membenarkan perkataan orang-orang kafir yang mengatakan,

إِذْ يَقُولُ الظَّالِمُونَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلاَّ رَجُلاً مَّسْحُوراً

(yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata, ‘Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang terkena sihir.’” (QS. Al-Isra’: 47)

Akan tetapi, keyakinan bahwa Nabi itu terkena sihir tidaklah berkonsekuensi menyetujui perkataan orang-orang zalim (kafir) tersebut yang menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terkena sihir. Hal ini karena orang-orang kafir itu mengklaim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terkena sihir yang berpengaruh terhadap perkataan beliau dari wahyu. (Orang-orang kafir mengklaim) bahwa syariat yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanyalah dari igauan (halusinasi) sebagaimana halusinasi orang yang sedang terkena sihir. Adapun sihir yang terjadi pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu tidak memiliki pengaruh sedikit pun terhadap wahyu kenabian, dan tidak pula berpengaruh sedikit pun terhadap ibadah. Kita tidak boleh mendustakan suatu berita (hadis) yang sahih dengan pemahaman kita yang tidak benar terhadap dalil-dalil yang lain.

***

@Rumah Kasongan, 29 Syawal 1444/ 20 Mei 2023

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Fiqhul Ibadat, hal. 70-71, pertanyaan no. 40.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85081-apakah-nabi-shallallahu-alaihi-wasallam-terkena-sihir.html

Apakah Kewajiban Berjilbab Termasuk Masalah Khilaf?

Kewajiban perempuan mengenakan hijab –selain perintah Al-Quran—juga merupakan perkara yang sudah disepakati (ijma’), yang tidak ada khilafiyah

SEBAGAIMANA diketahui bahwasannya syari`at mewajibkan kepada kaum perempuan  untuk menutupi rambut dan kepala serta leher. Hal itu diwajibkan di saat melaksanakan shalat serta untuk menghindari pandangan laki-laki selain mahram.

Namun, apakah ada perbedaan para ulama dalam masalah ini? Para ulama menyebutkan bahwasannya kewajiban untuk menutup seluruh anggota badan kecuali wajah.

Dan perkara itu merupakan ijma’  (kesepakatan) para ulama. Dan dilarang kepada laki-laki baligh untuk melihatnya.

Nukilan Ijma’ para ulama tentang wajibnya menutupi kepala perempuan

Banyak dari kalangan ulama yang menyampaikan bahwa kewajiban menutup kepala dan rambut merupakan perkara yang telah disepakati. Di antara mereka adalah:

1.        Al Hafidz Ibnu Al Qaththan mengutip dari Al Muwadhdhah, ”Wajib bagi seorang perempuan untuk menutupi seluruh badannya kecuali wajahnya. Jika ia melakukan hal itu, maka shalatnya sempurna menurut kesepakatan.” (Al Iqna` fi Masa`il Al Ijma`, 1/344).

2.        Ibnu Al Mundzir juga menyatakan, ”Para ulama bersepakat atas perempuan merdeka yang baligh bahwa ia mengenakan khimar (kain penutup kepala) di kepala jika melaksanakan shalat. Dan atas perempuan jika ia melaksanakan shalat sedangkan kepalanya terbuka seluruhnya maka shalatnya rusak. Dan ia harus mengulanginya.” (Al Austah fi As Sunan, 5/69).

3.        Demikian pula Ibnu Hazm Adz-Dzahiri menyatakan, ”Mereka (para ulama) bersepakat bahwa rambut perempuan merdeka serta tubuhnya, kecuali wajah dan tangannya, merupakan aurat.” (Maratib Al Ijma`, hal. 29).

4.        Syamsuddin Ibnu Qudamah menyatakan, ”Adapun selain wajah dan dua telapak tangan dan dua telapak kaki ia adalah aurat berdasarkan ijma`.” (Asy Syarh Al Kabir, 1/459).

5.        Muwaffaquddin Ibnu Qudamah juga menyatakan, ”Para ulama bersepakat atas perempuan merdeka yang baligh bahwa ia mengenakan khimar (kain penutup kepala) di kepala jika melaksanakan shalat. Dan atas perempuan jika ia melaksanakan shalat sedangkan kepalanya terbuka seluruhnya maka ia harus mengulanginya.” (Al Mughni, 1/430).

6.        Imam An Nawawi mengatakan, ”Dan haram bagi laki-laki baligh melihat aurat perempuan merdeka yang bukan mahram.” Lantas, Kamaluddin Abu Al Baqa` Ad Dumairi berkata,”Ini adalah perkara yang tidak ada khilaf di dalamnya.” Kemudian ia melanjutkan,”Dan yang dimaksud dengan aurat di sini adalah aurat ketika shalat, yakni selain wajah dan dua telapak tangan.” (Najm Al Wahhaj, 7/19).

Ijma’ Sumber Hukum setelah Al-Quran dan As Sunnah

Imam As Subki menyatakan bahwa ijma’ adalah kesepakatan ahlul halli wal aqdi dari umat Rasulullah ﷺ atas suatu persolan dari berbagai persoalan. Dan yang dimaksud dengan ahlul halli wal aqdi di sini adalah para mujtahidin. (Al Ibhaj, 2/349).

Ijma’ sendiri merupakan sumber hukum selain Al Qur`an dan As Sunnah. Berdasarkan beberapa dalil, salah satunya dari As Sunnah:

لَا تَجْتَمِعَ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ))))

Artinya: Tidaklah umatku bersepakat dalam kesesatan.

Hadits itu diriwayatkan Imam Ahmad dan lainnya melalui berbagai jalur. Al Hafidz As Sakhawi mengatakan, ”Ia adalah hadits yang masyhur matannya dan memiliki banyak syawahid (penguat dari segi matan) baik secara marfu` atau lainnya.” (Maqasid Al Hasanah, hal. 717).

Salah satu jalur periwayatan hadits ini yang diriwayatkan Imam At Tirmidzi dan Imam Al Hakim dari Ibnu Abbas dihukumi hasan sanadnya oleh Syeikh Abdullah bin Ash Shiddiq Al Ghumari. (Al Ibtihaj bi Takhrij Ahadits Al Minhaj, hal. 183).

Pentingnya Mengetahui Masalah Ijma’dalam Menggali Hukum

Siapa saja yang berfatwa dan melakukan ijtihad maka ia harus mengetahui apakah masalah itu adalah masalah ijma`, sehingga ia tinggal mengikutinya. Ataukah masalah itu masalah yang mana para ulama berbeda pendapat, sehingga ia bisa melakukan ijtihad. (Qawathi` Al Adillah, 2/306).

Imam Ibnu Qudamah menyatakan, ”Wajib begi setiap mujtahid dalam setiap persoalan melakukan tinjauan pertama kepada ijma`. Jika ia mengetahui bahwasannya hal itu adalah ijma`, maka ia tidak perlu meninjau dalil lainnya. (Raudhah An Nadhir, 2/389).

Walhasil, kewajiban perempuan mengenakan hijab merupakan perkara yang sudah disepakati, sehingga klaim bahwasannya hal itu merupakan perkara khilafiyah tidak bisa diterima. Wallahu `alam bish shawab.*/Throriq, LC, MA, pengasuh rubrik fikih Majalah Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Viral Ronaldo Selebrasi Sujud, Bolehkah Pemain Bola Sujud Syukur?  

Bolehkah pemain bola sujud syukur? Cristiano Ronaldo tengah viral di media sosial. Pasalnya, bomber mantan pemain Manchester United itu sukses mencetak gol krusial melalui tendangan dari luar kotak penalti yang mengantar klub barunya, Al-Nassr meraih kemenangan penting di Saudi League.

Lebih lagi, mantan pemain Manchester United tersebut tidak merayakan golnya dengan selebrasi ikoniknya, melompat sembari mengatakan “siuuu”, tetapi terlihat seperti memperagakan gerakan sujud syukur dengan sang pemain meletakkan kepalanya di tanah saat dikerubungi rekan-rekan setimnya.

Sujud syukur dalam permainan sepak bola merupakan fenomena yang banyak dilakukan oleh pemain bola, khususnya pemain bintang muslim, semisal Sadio Mane, Mohamad Salah, dan Karim Benzema. Lantas, bagaimana hukum melakukan sujud syukur pemain bola?

Sujud syukur adalah salah satu bentuk ibadah dalam agama Islam yang dilakukan sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat atau keberhasilan yang diterima. Sujud syukur dilakukan dengan cara meletakkan dahi, hidung, kedua tangan, lutut, dan ujung jari kaki pada permukaan yang bersih.

Dalam konteks pertandingan sepak bola, sujud syukur yang dilakukan oleh pemain setelah mencetak gol atau meraih kemenangan tidak termasuk dalam kewajiban utama agama Islam. Hal ini karena sujud syukur dalam Islam dikerjakan dalam konteks ibadah dan dilakukan di tempat-tempat ibadah seperti masjid atau rumah.

Namun, secara prinsipil, sujud syukur merupakan tanda rasa syukur kepada Allah SWT, yang merupakan nilai baik dalam agama Islam.

Berdasarkan keterangan dalam beberapa riwayat, anjuran sujud syukur bersumber dari hadis Nabi yang menyatakan sahabat Abi Bakrah melihat Rasulullah melaksanakan sujud syukur ketika memperoleh nikmat.

عَنْ أَبِى بَكْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَتَاهُ أَمْرٌ يَسُرُّهُ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شُكْرًا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ رَوَاهُ الخمسة إلا النسائي

Artinya: “Dari sahabat Abu Bakrah ra, Rasulullah saw bila mendapat sebuah kenikmatan yang menyenangkannya atau menggembirakannya, maka ia turun bersujud sebagai bentuk syukur kepada Allah swt,”

Lantas apakah boleh sujud syukur boleh tanpa wudhu atau dalam keadaan tidak suci? Menurut Imam Muhammad Ali As-Syaukani dalam kitab Nailul Authar Syarah Muntaqal Akhbar, jilid III halaman 120, bahwa sujud syukur dapat dilakukan tanpa dalam keadaan berwudhu [suci]. Artinya, siapa saja yang mendapatkan nikmat dari Allah, diperbolehkan melaksanakan sujud syukur, kendatipu tidak dalam keadaan suci.

وليس في أحاديث الباب ما يدل على اشتراط الوضوء وطهارة الثياب والمكان. وإلى ذلك ذهب الامام يحيى وأبو طالب وليس فيه ما يدل على التكبير في سجود الشكر

Artinya: “Pada hadits bab ini tidak ada riwayat yang menunjukkan syarat wudhu, kesucian pakaian, dan tempat sujud. Ini merupakan pandangan Imam Yahya dan Abu Thalib. Di sini juga tidak ada keterangan yang menunjukkan keharusan takbir untuk sujud syukur.

Demikian penjelasan terkait viral Ronaldo selebrasi sujud, bolehkah pemain bola sujud syukur? Smeoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Larangan KDRT dalam Al-Qur’an dan Hadis

Kekerasan dalam Rumah Tangga [KDRT] meliputi berbagai bentuk penyalahgunaan fisik, emosional, seksual, atau ekonomi terhadap anggota keluarga. Dalam Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan yang suci, didasarkan pada cinta, kepercayaan, dan saling menghormati antara suami dan istri. Untuk itu,  ada larangan KDRT dalam Al-Qur’an dan Hadis.

Lebih lanjut, kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena yang memprihatinkan di berbagai belahan dunia, termasuk dalam konteks masyarakat muslim. Namun, penting untuk diingat bahwa Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, menekankan pentingnya perdamaian, kasih sayang, dan saling menghormati dalam hubungan antar manusia.

Dalam Islam, terdapat larangan yang tegas terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Agama Islam mengajarkan kasih sayang, saling pengertian, dan keadilan dalam hubungan antara suami dan istri. Kekerasan fisik, verbal, atau emosional terhadap pasangan hidup tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam.

Larangan KDRT dalam Al-Qur’an

Kitab suci umat Islam, Al-Qur’an, memberikan pedoman yang jelas terkait hubungan suami-istri dan larangan terhadap kekerasan. Berikut adalah beberapa kutipan teks Arab yang relevan dari Al-Qur’an, yang melarang KDRT. Pertama ayat Al-Qur’an Q.S ar Rum [30]; 21:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Berdasarkan ayat tersebut, tergambar jelas bahwa termask tujuan dalam rumah tangga dan pernikahan merupakan keterpaduan sakinah, penuh rasa cinta dan memiliki kasih sayang antara suami dan istri.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh  Imam Fakhruddin Ar Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib menjelaskan bahwa  ketentraman dalam rumah tangga dapat dirasakan dari pasangan. Untuk mewujudkan Sakinah, mawadah wa rahmah dibutuhkan dari dua belah pihak–tidak hanya istri bagi suami juga sebaliknya suami bagi istri.

Kedua Allah berfirman dalam Q.S al Hujarat [49]; 11 tentang larangan menyakiti dan mencela orang lain. Pasalnya, perbuatan tersebut, termasuk perbuatan yang dibenci Allah. Allah berfirman;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok).

Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.

Ketiga, firman Allah dalam Q.S al Baqarah [2]; ayat 234;

نِسَآؤُكُمۡ حَرۡثٌ لَّكُمۡ فَأۡتُواْ حَرۡثَكُمۡ أَنَّىٰ شِئۡتُمۡ ۖ وَقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُمۡ ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّكُم مُّلَٰقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

Istrimu adalah ladang bagimu. Maka, datangilah ladangmu itu (bercampurlah dengan benar dan wajar) kapan dan bagaimana yang kamu sukai. Utamakanlah (hal yang terbaik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menghadap kepada-Nya. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin.

Selain Al-Qur’an, terdapat pula Hadis, yaitu perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW, yang memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai larangan kekerasan dalam rumah tangga. Berikut adalah salah satu Hadis yang relevan:

Pertama, Nabi tidak pernah memukul istri-istri nya, justru memberikan cinta dan kasih sayang pada pasangannya. Nabi bersabda;

ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ، ﻗﺎﻟﺖ: «ﻣﺎ ﺿﺮﺏ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺷﻴﺌﺎ ﻗﻂ ﺑﻴﺪﻩ، ﻭﻻ اﻣﺮﺃﺓ، ﻭﻻ ﺧﺎﺩﻣﺎ

“Aisyah berkata bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidak pernah memukul apapun dengan tangannya, tidak memukul wanita dan pembantu.” (HR Muslim).

Kedua, Dalam sebuah hadis yang bersumber dari Imam Bukhari, dijelaskan bahwa seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangganya, yang bertugas memberikan cinta dan kasih sayang pada keluarganya. Suami juga diberikan amanah dan tanggung jawab yang sangat besar untuk melindungi anak dan istrinya dari segala musibah.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ

Dari Abdullah, Nabi SAW bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.

Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai tanggung jawabany. Juga seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.” (H.R Bukhari).

Ketiga, hadis dari Abu Daud yang melarang memukul istrinya. Nabi bersabda;

“Janganlah kalian memukul hamba Allah perempuan, yaitu istri-istri kalian. Lalu Umar datang kepada Nabi dan berkata ada istri yang membangkang kepada para suami. Lalu Nabi memberi keringanan memukul mereka.

Namun setelah itu banyak wanita mengadu kepada keluarga Nabi karena dipukul suaminya. Nabi bersabda; Sungguh perempuan-perempuan mendatangi keluarga Muhammad yang mengadu atas perbuatan suaminya. Para suami (yang suka memukul) bukan orang-orang terbaik di antara kalian.” (HR. Abu Dawud)

Keempat, dalam hadis Ibnu Majah dijelaskan bahwa Rasulullah bersikap baik pada istrinya. Berbicara tentang keluarga, istri adalah orang pertama setelah suami. Nabi bersabda;

خيركم خيركم لأهله، وأنا خيركم لأهلي

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR Ibnu Majah).

Hal ini menegaskan pentingnya memperlakukan pasangan hidup dengan penuh kasih sayang, penghormatan, dan keadilan. Kekerasan dalam rumah tangga tidak diperbolehkan dalam Islam, dan umat Islam diwajibkan untuk menjaga hubungan harmonis dengan pasangan hidup mereka.

Demikian penjelasan terkait larangan KDRT dalam Al-Qur’an dan Hadis. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Dulunya di Madinah Banyak Penyakit, Lalu Nabi Muhammad SAW Ucapkan Doa ini

Ada kisah yang kerap luput dari perhatian banyak orang tentang sejarah kota Madinah di Arab Saudi. Kisah ini diriwayatkan dari Siti Aisyah RA.

Dalam riwayat itu, sebagaimana ada dalam terjemah kitab Shahih Muslim, Aisyah berkata, “Ketika kami baru tiba di Madinah, ternyata kota ini adalah kota banyak penyakit, sehingga Abu Bakar dan Bilal pun sakit.”

Kemudian ketika Rasulullah SAW melihat para sahabatnya banyak yang mengalami sakit, maka beliau SAW berdoa:

اللَّهُمَّ حَبِّبْ اِلَينَا المَدِيْنَةَ كَمَا حَبَّبْتَ مَكَّةَّ اَو اَشَدَّ وَ صَحِّحْهَا وَ بَارِكْ لَنَا فِى صَاعِهَا وَ مُدِّهَا وَحَوِّلْ حُمَّا هَا اِلَى الجُحْفَةِ

Latin:

Allahumma habbib ilaynal madiinata kamaa habbabta makkata aw asyadda wa shohhihhaa wa baarik lanaa shoo ‘ihaa wa muddiha wa hawwil hummaa haa ilal juhfah

Artinya:

Ya Allah, jadikanlah Madinah kota yang kami cintai, seperti Engkau menjadikan Makkah kami cintai, bahkan lebih dari itu. Jadikanlah Madinah suatu kota yang sehat, dan berkatilah gantang dan takarannya (perekonomian) untuk kami, serta buanglah penyakitnya ke Juhfah. (HR Muslim)

Dalam riwayat lain, dari Sahal bin Hunaif RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah menunjuk dengan tangannya ke Madinah, sambil beliau bersabda, “Sesungguhnya Madinah itu adalah sebuah Tanah Haram yang aman.” (HR Muslim)

Diriwayatkan pula dari Jabir RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Nabi Ibrahim AS menjadikan kota Makkah sebagai Tanah Haram, dan aku pun menjadikan kota Madinah sebagai Tanah Haram, yaitu antara kedua bukitnya yang berbatu-batu hitam itu. Karena itu, jangan dipotong pohon-pohonnya dan jangan dibunuh hewan buruannya.” (HR Muslim)

Dari Abdullah bin Zaid ibnu Ashim RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Nabi Ibrahim AS membangun kota Makkah menjadi Tanah Haram, dan mendoakan kemakmuran untuk penduduknya. Aku membangun kota Madinah menjadi Tanah Haram sebagaimana Nabi Ibrahim mengharamkan Kota Makkah dan mendoakan kemakmuran untuk penduduknya sebagaimana Nabi Ibrahim mendoakan penduduk Makkah.” (HR Muslim)

IHRAM