Manusia Sejatinya tak Ada yang Bisa Disombongkan

Dalam Alquran, tepatnya pada Surah An-Nahl Ayat 22 dijelaskan bahwa orang-orang yang mengingkari Keesaan Allah dan sifat-sifat-Nya termasuk orang yang sombong. Karena kesombongannya membuat ia tidak mau mendengarkan dan memahami kebenaran yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, atau tidak mau menerima kebenaran yang disampaikan Rasulullah SAW.

Padahal sangat nyata ajaran Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW untuk kebaikan umat manusia di dunia dan akhirat.

اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ ۚفَالَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ قُلُوْبُهُمْ مُّنْكِرَةٌ وَّهُمْ مُّسْتَكْبِرُوْنَ

Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), dan mereka adalah orang yang sombong. (QS An-Nahl: 22)

Ayat ini mengandung arti, Allah menegaskan bahwa Tuhan yang seharusnya disembah umat manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Jika demikian maka tidak ada alasan bagi orang yang menyaksikan bukti-bukti tersebut untuk tidak beriman kepada Allah dan hari akhirat.

Hati mereka yang tidak beriman mengingkari hakikat-hakikat kebenaran tentang Keesaan Allah, dan mereka adalah orang yang sangat sombong karena mendustakan risalah Nabi Muhammad SAW.

Tafsir Kementerian Agama menjelaskan ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa Tuhan yang wajib disembah dan ditaati oleh seluruh manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Penegasan dengan Yang Maha Esa, memberikan pengertian yang pantas disembah hanyalah Dia.

Oleh sebab itu, Dia pulalah yang wajib ditaati oleh seluruh manusia dan tidak boleh mengangkat tuhan-tuhan yang lain sebagai sekutu-Nya. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa orang-orang kafir mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan yang lain karena tidak mau mengakui keesaan Allah, janji dan ancaman-Nya, serta terjadinya hari akhir. Itulah sebabnya maka mereka membangkang terhadap apa saja yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, meskipun berita yang disampaikan itu mengandung berita tentang kekuasaan dan kebenaran Allah serta luasnya nikmat yang diberikan kepada manusia.

Hati mereka telah tertutup, meskipun telah diberitakan kepada mereka bahwa peribadatan mereka itu tidak benar. Karena seharusnya yang berhak disembah adalah Allah Yang Maha Esa, namun mereka tetap tidak mau percaya. Di akhir ayat, Allah SWT menegaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang sombong dan tidak mau menerima kebenaran.

Mereka tidak mau tunduk kepada kebenaran, tetap mengingkarinya, dan bertaklid buta mengikuti nenek moyang mereka.

Allah SWT berfirman: Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan. (QS Shad: 5)

Dan apabila yang disebut hanya nama Allah, kesal sekali hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat. Namun apabila nama-nama sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka menjadi bergembira. (QS Az-Zumar: 45)

Bahkan mereka berkata, “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka.” Dan demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekedar pengikut jejak-jejak mereka.” (QS Az-Zukhruf: 22-23)

Tidak dapat diragukan lagi, sesungguhnya Allah telah mengetahui keingkaran orang-orang musyrik itu terhadap wahyu yang telah diberikan kepada Nabi Muhammad SAW yang mereka sembunyikan dalam hati mereka. Allah juga mengetahui apa yang mereka nyatakan terhadap Nabi Muhammad SAW serta tuduhan mereka bahwa Nabi membuat berita-berita palsu.

Di akhir ayat dijelaskan bahwa Allah tidak suka kepada orang-orang sombong yang tidak mau percaya kepada keesaan-Nya dan enggan mengikuti seruan para Nabi dan Rasul-Nya. Pernyataan ini menunjukkan betapa murka dan bencinya Allah kepada mereka dan sikap mereka yang tidak mengerti akan kedudukan diri mereka.

Di ayat lain, Allah SWT mengancam bahwa orang-orang yang sombong akan dimasukkan ke neraka Jahanam. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (QS Al-Mu’min: 60)

Rasulullah SAW bersabda: Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya ada kesombongan sebiji sawi, dan tidak akan masuk neraka orang yang di hatinya ada iman sebiji sawi, kemudian berkatalah seorang laki-laki, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau seorang laki-laki ingin agar bajunya bagus dan sandalnya bagus? Kemudian Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya Allah indah, menyukai keindahan. Kesombongan itu ialah tidak mau menerima kebenaran dan menghina manusia.” (Riwayat Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari Ibnu Mas’ud)

IHRAM

Tujuh Syarat Wajib Haji, Apakah Kamu Termasuk?

Haji menurut bahasa adalah menyengaja sesuatu. Menurut Ahli Fikih, haji maknanya adalah menyengaja mengunjungi Baitul Haram (Ka’bah) untuk mengerjakan ibadah. Haji merupakan salah satu rukun Islam yang hanya wajib dikerjakan bagi yang mampu menunaikannya. Apa definisi mampu dalam kewajiban haji? Apa saya syarat wajib haji?

Untuk memahami kriteria “mampu” tersebut maka kita harus tahu apa saja syarat wajib haji, Sheikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy (918 H / 1512 M) dalam kitab Fathul Qarib menjelaskan

وشرائط وجوب الحج سبعة أشياء الإسلام والبلوغ والعقل والحرية ووجود الزاد والراحلة وتخلية الطريق وإمكان المسير

“Syarat wajib haji itu ada tujuh hal: Islam, baligh, berakal, merdeka, ada bekal, ada kendaraan, perjalanan aman, memungkinkan melakukan perjalanan.”

Jadi syarat haji itu ada tujuh perkara, di antaranya:

  1. Islam. Orang yang tidak Islam maka tidak wajib menunaikan ibadah haji.
  2. Baligh. Orang tersebut telah memasuki usia baligh, jika tidak maka haji tidak wajib baginya,
  3. Berakal. Maka orang gila dan memiliki keterbelakangan berfikil maka tidak wajib.
  4. Merdeka, tidak wajib haji bagi orang yang bersifat sebaliknya. Namun sekarang sudah tidak ada lagi penggolongan orang merdeka dan budak.
  5. Ada bekal beserta tempatnya jika memang diperlukan. Sebab terkadang seseorang tidak membutuhkan bekal atau tempat, karena ia adalah orang yang berdekatan dengan negara Makkah.

Termasuk syarat dalam point adanya bekal adalah memiliki kelebihan bekal untuk pembiayaan orang yang menjadi tanggungannya selama kepergiannya sampai pulang. Maka ia tidak boleh meninggalkan keluarganya dalam keadaan kekurangan sedangkan ia pergi berhaji.

  1. Ada kendaraan yang layak baginya, dengan membeli atau menyewa. Hal ini jika antara orang itu dengan negara Makkah jaraknya ada 2 marhalah keatas (80.640 km).  Jika ia mampu menempuh perjalanan Haji akan tetapi membutuhkan waktu perjalanan di luar kebiasaan hari-hari yang dipergunakan menempuh perjalanan dua marchalah (80.640 km), maka baginya tidak wajib Haji, sebab terdapat dharar.
  2. Perjalanannya aman. Yaitu ia telah memperkirakan bahwa perjalanannya aman, sebatas keselamatan yang layak pada setiap tempat. Apabila seseorang merasa tidak aman atas dirinya, hartanya dan kehormatannya, maka tidak wajib mengerjakan Haji.

Jadi mampu disini tidak hanya mampu menjalankan ibadah haji, tapi terdapat beberapa aspek mampu yang harus terpenuhi seperti dalam point lima, enam dan tujuh. Wallahu’alam.

BINCANG SYARIAH

Menikah atau Naik Haji Dahulu, Mana Lebih Utama?

Di antara yang sering ditanyakan nitizen adalah menikah atau naik haji dahulu, mana yang lebih utama? Simak penjelasan ulama berikut ini. (Baca juga: Pelaksanaan Ibadah Haji Sebelum Islam Datang).

Nikah dan haji, keduanya merupakan ibadah dalam syariat agama Islam yang tujuannya sama-sama baik. Pernikahan dilakukan dengan tujuan keberlangsungan keturunan dalam menciptkan keluarga sakinahmawaddahwar rahmah, sementara naik haji dilaksanakan dalam rangka penyempurna rukun Islam kita.

Dalam tatanan praktiknya di negara tercinta kita ini, antara pernikahan maupun haji, keduanya sama-sama membutuhkan biaya yang terbilang cukup banyak. Seorang pria yang hendak meminang perempuan idamannya, ia harus mempersiapkan biaya untuk mahar, walimah, dan tentu yang paling penting adalah kemampuan memberikan nafkah baik berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal. Jika kita taksir, biayanya hampir sama dengan Ongkos Naik Haji (ONH).

Problemnya adalah, jika seseorang sudah baligh dan hanya memiliki harta yang bisa menunjang salah satunya saja antara ongkos nikah atau ongkos haji, maka manakah yang lebih diprioritaskan, menikah dahulu atau naik haji dahulu? Mari kita simak ulasannya:

Imam Abu Ishaq As-Syirazi dalam kitabnya Al-Muhadzdzab menyatakan,

وان احتاج إلى النكاح وهو يخاف العنت قدم النكاح لان الحاجة الي ذلك علي الفور والحج ليس علي الفور

Artinya: Jika seseorang butuh menikah dan dia takut zina, maka didahulukan nikah, karena kebutuhan untuk nikah dalam hal ini lebih mendesak, sementara haji bukanlah ibadah yang sifatnya mendesak.

Pernyataan Imam Abu Ishaq As-Syirazi di atas kemudian dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh Al-Muhazzab,  juz 7, hal: 49 bahwa sebaliknya jika tidak ditakutkan adanya perzinahan, maka penggunaan harta untuk membayar Ongkos Naik Haji (ONH) lebih diutamakan.

Pernyataan Imam Asy-Syirazi dan Imam Nawawi dilandaskankan pada kenyataan bahwa hukum menikah yang bisa berubah-ubah tergantung pada kondisi, seperti misalnya nikah menjadi wajib jika ditakutkan adanya fitnah jika tidak disegerakan, sedangkan di sisi lain kewajiban haji sifatnya bukanlah kewajiban fauriyyah (segera) namun bersifat at-taraakhi (boleh ditunda).

Oleh karena itu, pada persoalan ini, tinggal melihat pada kondisi yang bersangkutan, apabila ia memang sudah ingin sekali untuk menikah, maka segerakan menikah dengan menggunakan uang yang ada, sebaliknya jika tidak terlalu ingin menikah, maka uang tersebut digunakan untuk mendaftar haji.

BINCANG SYARIAH

Pengorbanan dalam Ibadah Haji

Haji adalah merupakan rangkaian ibadah yang sarat pengorbanan, di samping merupakan ibadah rohaniah, badaniah, dan maliyah (jiwa, raga, dan harta). Haji juga ibadah yang sarat akan nilai-nilai luhur, pengorbanan, pemberian, dan kesungguhan.

“Mereka yang telah melakukan perjalanan haji pasti mengerti makna pengorbanan, makna pemberian, dan makna kesungguhan yang terbingkai indah dalam rasa syukur kepada Allah Ta’ala,” kata Rustam Koly Lc, MA dalam bukunya “Haji dan Pengorbanan”.

Sehingga yang tampak darinya adalah kesungguhan dalam menempa diri ke arah yang lebih baik. Betapa tidak, harta, keluarga, dan handai tolan serta kampung halaman ia tinggalkan demi mendekatkan diri kepada Allah serta mengharapkan karuniaNya, di saat banyak dari manusia tidak mendapatkannya. 

Mengapa Harus Berkorban? Pengorbanan adalah bumbu utama kehidupan, tanpanya hidup ini hambar tanpa rasa, sama halnya dengan cinta. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pengorbanan adalah bukti cinta dan cinta membutuhkan pengorbanan. 

“Pengorbanan yang tulus memberikan nuansa kebahagiaan tersendiri, yang tidak dapat diukur dengan nilai materi, terlebih demi seseorang yang spesial dan istimewa dalam hidup yang hanya sekali,” katanya.

Melalui pengorbanan manusia mengikis sifat kikir dan egois dalam diri yang hanya akan menyesakkan dada karena bertentangan dengan fitrah nurani. Oleh sebab ini Allah mengukur kadar cinta manusia terhadapNya melalui pengorbanan, sejak umat Nabi Adam hingga umat Nabi Muhammad SAW.

“Pada sejarah panjang perjalanan manusia, pengorbanan dan penebusan diri merupakan karakter tertinggi manusia-manusia pilihan. Bahkan ia tergolong sifat terpuji yang dikhususkan oleh Allah bagi hamba-hamba pilihanNya,” katanya.

Rustam Koly mengatakan, ada tiga macam bentuk pengorbanan:

Pertama, pengorbanan jiwa dan raga, kedua, pengorbanan harta, ketiga pengorbanan keluarga. Banyak ayat dalam Alquran yang membaha tentang pengorbanan.

Di antaranya surah At-Taubah ayat 111 Allah SWT berfirman yang artinya. 

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.”

Dalam surah Ali Imran ayat 92 Allah SWT juga berfirman. 

“Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan kebajikan yang sempurna sehingga kamu menafkahkan dari sesuatu yang kamu cintai, sesungguhnya Allah pasti mengetahuinya.”

Dalam surah At-Taubah ayat 24 yang artinya. Katakanlah: “Jika ayah, anak, saudara, istri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah, RasulNya, dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.” Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”. 

IHRAM

Kapuskes Haji Minta Calon Petugas Agar Ingatkan Jamaah Jangan Forsir Ibadah

Kepala Pusat Kesehatan Haji Budi Sylvana meminta petugas penyelanggara ibadah haji Arab Saudi bidang kesehatan mengantisipasi jamaah haji melakukan aktivitas berlebihan.

Peringatan itu disampaikan Budi saat  memberikan pengarahan kepada 98 peserta latih petugas penyelanggara ibadah haji Arab Saudi di Lakespra, Selasa (10/5/2022).  

“Tolong antisipasi dari sini kita sudah mulai beredukasi,” kata Budi Sylvana saat memulai memberikan pengarahan. 

Budi mengatakan, pihaknya telah mendapatkan informasi bahwa ada jamaah haji melakukan umroh sampai berkali-kali. 

Aktivitas berlebihan ini tidak direkomendasikan karena bisa membuat jamaah haji kelelahan sehingga mudah sakit dan bisa sampai meninggal.  

“Bahwa ada informasi jamaah kita ada yang sebelum Armuzna mereka melakukan umroh satu hari 11 kali,” ujarnya. 

Pada kesempatan tersebut, Budi menceritakan pengalaman umrohnya selama lima hari saat awal Ramadhan kemarin. Saat hari pertama sampai ketiga kondisi baik-baik saja sehingga bisa melaksanakan sholat lima waktu di masjid. 

“Saya kebetulan dari Arab Saudi umroh lima hari di sana.  Hari pertama oke, hari kedua oke, hari ketiga oke masih semangat bahkan sampai sholat Subuh, sholat Isya semuanya di masjid,” katanya. 

Namun apa yang terjadi dari aktivitas yang berlebihan itu? Ternyata kondisi tubuh tidak bisa mengikuti aktivitas selanjutnya karena sudah kelelahan. Pada akhirnya tidak bisa lagi melaksanakan sholat lima waktu di masjid. 

“Begitu kita umroh pulang kondisi teman-teman sudah drop, termasuk saya. Besoknya Subuh ke masjid lewat, Zuhur ke masjid lewat, Ashar Magrib di masjid lewat,” katanya. 

Budi mengatakan tubuhnya yang dinyatakan paling bugar di Kementerian Kesehatan ketika melakukan aktivitas berlebihan, pada akhirnya kondisi fisiknya menurun alias drop. Apalagi jamaah haji melaksanakan umrah umrah berkali-kali, pasti akan kelelahan yang amat sangat. “Kalau kita paksain pasti akan kelalahan. Karena kita sudah test ombak,” katanya. 

Untuk itu Budi meminta petugas kesehatan haji selalu memberikan edukasi agar jamaah haji dapat mengatur aktivitasnya. Jangan sampai tiba pada saatnya jamaah haji tidak bisa melaksanakan rukun dan wajib haji karena sakit. 

“Kita membawa jamaah sehat ke Arab Saudi bukan membawa jamaah sakit. Kita ke Arab Saudi membawa jamaah dalam kondisi sehat  intinya pulangnya dalam kondisi sehat,” katanya. 

IHRAM

Istiqamah Setelah Ramadhan

Tidak terasa, waktu begitu cepat berlalu, dan bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan berlalu sudah. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang celaka karena tidak mendapatkan pengampunan dari Allah Ta’ala selama bulan Ramadhan, sebagaimana yang tersebut dalam doa yang diucapkan oleh malaikat Jibril ‘alaihissalam dan diamini oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni (oleh Allah Ta’ala )” (HR Ahmad (2/254), al-Bukhari dalam “al-Adabul mufrad” (no. 644), Ibnu Hibban (no. 907) dan al-Hakim (4/170), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani).

Salah seorang ulama salaf berkata: “Barangsiapa yang tidak diampuni dosa-dosanya di bulan Ramadhan maka tidak akan diampuni dosa-dosanya di bulan-bulan lainnya” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 297)).

Oleh karena itu, mohonlah dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar Dia menerima amal kebaikan kita di bulan yang penuh berkah ini dan mengabulkan segala doa dan permohonan ampun kita kepada-Nya, sebagaimana sebelum datangnya bulan Ramadhan kita berdoa kepada-Nya agar Allah Ta’ala  mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan dalam keadaan hati kita kita dipenuhi dengan keimanan dan pengharapan akan ridha-Nya. Imam Mu’alla bin al-Fadhl berkata: “Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal shalih) yang mereka (kerjakan)” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174)).

Lalu muncul satu pertanyaan besar dengan sendirinya: Apa yang tertinggal dalam diri kita setelah Ramadhan berlalu? Bekas-bekas kebaikan apa yang terlihat pada diri kita setelah keluar dari madrasah bulan puasa?

Apakah bekas-bekas itu hilang seiring dengan berlalunya bulan itu? Apakah amal-amal kebaikan yang terbiasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah puasa berakhir?

Jawabannya ada pada kisah berikut ini:

Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya) rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan, maka beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang shaleh adalah orang yang rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 313)).

Demi Allah, inilah hamba Allah Ta’ala  yang sejati, yang selalu menjadi hamba-Nya di setiap tempat dan waktu, bukan hanya di waktu dan tempat tertentu.

Imam Asy-Syibli pernah ditanya: Mana yang lebih utama, bulan Rajab atau bulan Sya’ban? Maka beliau menjawab: “Jadilah kamu seorang Rabbani (hamba Allah Ta’ala  yang selalu beribadah kepada-Nya di setiap waktu dan tempat), dan janganlah kamu menjadi seorang Sya’bani (orang yang hanya beribadah kepada-Nya di bulan Sya’ban atau bulan tertentu lainnya)” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 313)).

Maka sebagaimana kita membutuhkan dan mengharapkan rahmat Allah Ta’ala di bulan Ramadhan, bukankah kita juga tetap membutuhkan dan mengharapkan rahmat-Nya di bulan-bulan lainnya? Bukankah kita semua termasuk dalam firman-Nya:

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد}

Hai manusia, kalian semua butuh kepada (rahmat) Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS Faathir: 15).

Inilah makna istiqamah yang sesungguhnya dan inilah pertanda diterimanya amal shaleh seorang hamba. Imam Ibnu Rajab berkata: “Sesungguhnya Allah jika Dia menerima amal (kebaikan) seorang hamba maka Dia akan memberi taufik kepada hamba-Nya tersebut untuk beramal shaleh setelahnya, sebagaimana ucapan salah seorang dari mereka (ulama salaf): Ganjaran perbuatan baik adalah (taufik dari Allah Ta’ala  untuk melakukan) perbuatan baik setelahnya. Maka barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan, lalu dia mengerjakan amal kebaikan lagi setelahnya, maka itu merupakan pertanda diterimanya amal kebaikannya yang pertama (oleh Allah Ta’ala), sebagaimana barangsiapa yang mengerjakan amal kebakan, lalu dia dia mengerjakan perbuatan buruk (setelahnya), maka itu merupakan pertanda tertolak dan tidak diterimanya amal kebaikan tersebut” (Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 311)).

Oleh karena itulah, Allah Ta’ala  mensyariatkan puasa enam hari di bulan Syawwal, yangkeutamannya sangat besar yaitu menjadikan puasa Ramadhan dan puasa enam hari di bulan Syawwal pahalanya seperti puasa setahun penuh, sebagaimana sabda Rasululah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di bulan Syawwal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh” (HSR Muslim (no. 1164)).

Di samping itu juga untuk tujuan memenuhi keinginan hamba-hamba-Nya yang shaleh dan selalu rindu untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan puasa dan ibadah-ibadah lainnya, karena mereka adalah orang-orang yang merasa gembira dengan mengerjakan ibadah puasa. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar): kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah” (HSR al-Bukhari (no. 7054) dan Muslim (no. 1151)).

Inilah bentuk amal kebaikan yang paling dicintai oleh AllahTa’ala dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Ta’ala  adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit” (HSR al-Bukhari (no. 6099) dan Muslim (no. 783)).

Ummul mu’minin ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika mengerjakan suatu amal (kebaikan) maka beliau Shallallahu’alaihi Wasallam akan menetapinya” (HSR Muslim (no. 746)).

Inilah makna istiqamah setelah bulan Ramadhan, inilah tanda diterimanya amal-amal kebaikan kita di bulan yang berkah itu, maka silahkan menilai diri kita sendiri, apakah kita termasuk orang-orang yang beruntung dan diterima amal kebaikannya atau malah sebaliknya.

{فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ}

Maka ambillah pelajaran (dari semua ini), wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat” (QS al-Hasyr: 2).

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن

الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 6 Ramadhan 1433 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthani, MA.

Sumber: https://muslim.or.id/10042-istiqamah-setelah-ramadhan.html

Rahasia Di Balik Berkah Hujan

Ada rahasia di balik berkah hujan yang tidak banyak diketahui manusia., yaitu setiap tetes airnya diiringi satu malaikat., menurut Al-Hafizh Ibnu Katsir

Hidayatullah.com | UMUMNYA kita menganggap hujan sebagai kejadian normal. Kita memperbincangkannya sebagai fenomena fisika atau kejadian alam yang biasa.

Padahal, apa yang sebenarnya terjadi di balik hujan itu, di alam metafisika, seringkali tidak terpikirkan.

Menurut Al-Qur’an, hujan merupakan salah satu ayat Allah, sebagaimana firman-Nya;

وَمِنۡ اٰيٰتِهٖ يُرِيۡكُمُ الۡبَرۡقَ خَوۡفًا وَّطَمَعًا وَّيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَيُحۡىٖ بِهِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا ‌ؕ اِنَّ فِىۡ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوۡمٍ يَّعۡقِلُوۡنَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.” (QS. Ar-Ruum: 24).

Air hujan adalah salah satu tanda kekuasaan Allah sering kita abaikan begitu saja. Kita pun lupa memperhatikannya. Dalam Surah Yusuf: 105.
Allah menyindir kenyataan ini:

وَكَأَيِّنْ مِّنْ اٰيَةٍ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّوْنَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُوْنَ
“Dan berapa banyak tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling darinya?”

Rahasia di Balik Air Hujan

Padahal, ada banyak keajaiban metafisika di balik turunnya hujan. Sebab ada rahasia di balik berkah hujan yang tidak banyak diketahui manusia.

Tahukah Anda bahwa setiap tetes airnya diiringi satu malaikat? Al-Hafizh Ibnu Katsir menulis dalam al-Bidayah wan Nihayah (I/105), “Mika’il diberi tugas untuk mengurusi hujan dan tetumbuhan, yang mana dari keduanya diciptakan aneka rezeki di dunia ini.

Mika’il mempunyai sejumlah pembantu. Mereka melaksanakan perintahnya atas perintah Tuhannya.

Allah yang memerintahkan malaikat secara langsung membawa air hujan. Mereka menggerakkan angin dan awan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah.

Telah diriwayatkan kepada kami bahwa tidak setetes pun air hujan yang turun dari langit melainkan ia disertai seorang malaikat yang akan menetapkan di mana tempatnya di muka bumi.”

Jika demikian, sungguh kita tidak tahu sebanyak apa malaikat yang turun ketika hujan mengguyur kampung kita, kota kita, pulau kita, negeri kita, seluruh dunia.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya;

كَذَٰلِكَ يُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ

“Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri.” (QS. Al-Muddatsir: 31).

Karena itulah bedanya berkah hujan dan air sumur. Mungkin, ini pula rahasia di balik mustajabnya doa di saat hujan turun.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya: “Carilah (waktu) terkabulnya doa pada saat bertemunya pasukan (di medan perang), dilaksanakannya shalat, dan turunnya hujan.” (Riwayat asy-Syafi’i dalam al-Umm).

Hadits mursal-shahih, dan terdapat penguatnya dalam Sunan Sa’id bin Manshur dengan sanad maqthu’-jayyid, dan dihukumi mursal).

Hujan Berkah dalam Islam

Hujan adalah rahmat Allah dan penuh berkah, sehingga Rasulullah ﷺ pernah membuka sebagian bajunya agar terbasahi oleh sebagian dari airnya.

عَنْ أَنَسٍ ، قَالَ : قَالَ أَنَسٌ : ” أَصَابَنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَطَرٌ ، قَالَ : فَحَسَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَوْبَهُ حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ ، فَقُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا ؟ قَالَ : ” لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى ”

Anas RA berkata, “Kami bersama-sama Rasulullah ﷺ pernah ditimpa hujan, lalu Rasulullah ﷺ menyibakkan pakaiannya, sehingga hujan menimpa (tubuhnya). Kami bertanya: Wahai Rasulullah, kenapa engkau lakukan hal ini. Baginda ﷺ menjawab: Karena ia adalah makhluk yang Allah baru ciptakan. (Sahih Muslim).

Menurut Syaikh Muhammad Fu’ad Abdul Baqiy, maksudnya: “hujan merupakan rahmat Allah, dan ia baru saja diciptakan oleh-Nya (alias masih fresh), sehingga beliau pun berusaha mendapatkan berkahnya.”

Berkah hujan tidak hanya yang kasat mata.Berkah hujan lainnya adalah menyingkirkan gangguan setan.

Allah Azza wajalla berfirman:

اِذۡ يُغَشِّيۡكُمُ النُّعَاسَ اَمَنَةً مِّنۡهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيۡكُمۡ مِّنَ السَّمَآءِ مَآءً لِّيُطَهِّرَكُمۡ بِهٖ وَيُذۡهِبَ عَنۡكُمۡ رِجۡزَ الشَّيۡطٰنِ وَلِيَرۡبِطَ عَلٰى قُلُوۡبِكُمۡ وَيُثَبِّتَ بِهِ الۡاَقۡدَامَؕ

“(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).” (QS: Al-Anfal: 11)

Hanya saja, akibat ulah manusia sendiri, kesegaran rahmat Allah ini banyak ternodai di zaman sekarang. Asap industri, pembangkit listrik berbahan bakar fosil, dan kendaraan bermotor telah mengubah sifat air hujan menjadi beracun dan membahayakan, terutama di kawasan China, Eropa Barat, Rusia, dan daerah arah anginnya. Jelas, Sunnah Nabi tadi tidak bisa ditiru di tempat-tempat tersebut. Aduh, betapa ruginya!

Apa Manfaat Air Hujan?

Sudah sangat jelas, berkah hujan yang diturunkan Allah untuk penduduk bumi. Di antara berkah hujan adalah manusia dapat minum darinya, serta hewan-hewan ternak dan melata.

Ketika hujan datang mengguyur, bumipun akan menjadi hijau karenanya, udara sejuk menyegarkan menyeruak ke berbagai penjuru arah, menjadikan dunia terasa begitu subur, indah dan berseri. Oleh karena itu, air dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :

وَجَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ كُلَّ شَىۡءٍ حَىٍّ‌ ؕ اَفَلَا يُؤۡمِنُوۡنَ

“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?.” (QS: Al-Anbiyaa:30).

Berkah hujan menjadikan munculnya rezeki berupa buah-buahan dari bumi.

الَّذِىۡ جَعَلَ لَـكُمُ الۡاَرۡضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَآءَ بِنَآءً وَّاَنۡزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَخۡرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزۡقًا لَّـكُمۡ‌ۚ فَلَا تَجۡعَلُوۡا لِلّٰهِ اَنۡدَادًا وَّاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

“Dialah Allāh Zat yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dari hujan itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Maka dari itu janganlah kamu mengadakan sekutu bagi Allāh padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 22).

Berkah hujan juga dapat menumbuhkan buah-buahan, pepohonan, tanaman dan rerumputan

Berkah hujan sebetulnya tidak turun begitu saja, namun sudah diukur dengan sangat cermat. ‘Ali bin Abi Thalib berkata, “Tidak setetes air pun yang turun (dari langit) melainkan dengan suatu takaran di tangan seorang malaikat. Namun, ketika banjir (di zaman) Nabi Nuh terjadi, Allah mengizinkan air (untuk turun) tanpa melalui (takaran dari) para penjaganya, sehingga air pun menenggelamkan gunung-gunung.

(Pada saat itu), ia keluar (begitu saja). Itulah yang dimaksud dalam firman Allah:

اِنَّا لَمَّا طَغَا الۡمَآءُ حَمَلۡنٰكُمۡ فِى الۡجَارِيَةِ ۙ‏

“Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (para leluhur)mu ke dalam bahtera.” (QS: al-Haqqah: 11).

Tidak sedikit pun angin yang turun melainkan dengan suatu takaran di tangan seorang malaikat; kecuali pada hari (terjadinya bencana terhadap) kaum ‘Ad. Sebab, Allah mengizinkannya (untuk turun) tanpa melalui (takaran dari) para penjaganya.

Lalu, ia pun keluar (begitu saja). Itulah makna firman Allah: “…dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang.” (QS. Al-Haqqah: 6).

Yakni, angin yang memberontak dan tidak mampu dikendalikan oleh para penjaganya.” (Lihat: Tafsir ath-Thabari, penafsiran Qs. al-Haqqah: 6).

Riwayat diatas mauquf kepada ‘Ali, namun mustahil dari hasil ijtihad beliau sendiri. Berita-berita gaib semacam ini biasanya langsung bersumber dari Rasulullah ﷺ.
Ada riwayat lain yang senada, bersumber dari Ibnu ‘Abbas yang statusnya marfu’, meski sanad-nya lemah. Riwayat terakhir ini dikutip Abu asy-Syaikh dalam al-‘Azhamah, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, juga Ibnu Jarir sendiri di tempat yang sama.

Terlepas dari status sanad-nya, sebetulnya makna hadits ini dibenarkan oleh banyak ayat Al-Qur’an, diantaranya:

وَأَنزَلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۢ بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّٰهُ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ وَإِنَّا عَلَىٰ ذَهَابٍۭ بِهِۦ لَقَٰدِرُونَ

“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (QS: Al-Mu’minun: 18).

Juga, firman Allah lainnya:

وَالَّذِىۡ نَزَّلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءًۢ بِقَدَرٍ‌ۚ فَاَنۡشَرۡنَا بِهٖ بَلۡدَةً مَّيۡتًا‌ ۚ كَذٰلِكَ تُخۡرَجُوۡنَ

“Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan), lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati. Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Az-Zukhruf: 11).

Kemudian, dalam surah al-Hijr: 21-22 dijelaskan pula:

وَاِنۡ مِّنۡ شَىۡءٍ اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآٮِٕنُهٗ وَمَا نُنَزِّلُهٗۤ اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعۡلُوۡمٍ‏
وَاَرۡسَلۡنَا الرِّيٰحَ لَوَاقِحَ فَاَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَسۡقَيۡنٰكُمُوۡهُ‌ۚ وَمَاۤ اَنۡتُمۡ لَهٗ بِخٰزِنِيۡنَ

“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan suatu ukuran yang tertentu. Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.”

Alhasil, hujan sebenarnya bukan sesuatu yang biasa-biasa saja. Sebab, ia merupakan salah satu ayat Allah. Dan, selalu ada keajaiban di dalam ayat-ayat-Nya. Wallahu a’lam.*

Oleh: Alimin Mukhtar

Penulis pengasuh PP Arrahmah, Batu, Jawa Timur 

HIDAYATULLAH

Penduduk dan Adat Istiadat di Makkah

Sistem administrasi pemerintahan Kota Makkah dipimpin oleh seorang Wali Kota (disebut Amir) yang ditunjuk oleh pemerintah Arab Saudi. Dalam pekerjaannya Amir ini dibantu oleh majelis dewan kota yang dipilih oleh masa masyarakat setempat sebanyak 14 orang.

“Kota Makkah juga merupakan ibukota dari provinsi Makkah,” kata KH Mudatsir Muslim dalam bukunya “Panduan Perjalanan Kota Makkah dan Madinah”.

Kota ini juga memiliki nama lain di antaranya Ummul Quro pusat kota. Allah berfirman yang artinya.

“Demikianlah kami wahyukan kepada Muhammad Alquran dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada umul quro (penduduk Makkah) dan penduduk negeri-negeri sekelilingnya” (Alquran surat as-syura ayat 7).

Kota Makkah disebut Ummul Quro karena Makkah menjadi kota yang paling padat kegiatannya. Makkah juga disebut Al-Baladul Amin (kota yang aman) dan tentang hal ini Allah SWT berfirman dalam surah At-Tin yang artinya, “Demi Al-Balad Al-Amin ini (Makkah).”

Dan juga disebut Ma’ad (tempat kembali). Tentang penamaan ini Allah dalam surah Al-Qashash ayat 85 berfirman, yang artinya.

“Sesungguhnya, Dzat yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.”

Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud “tempat kembali” adalah Makkah. Tafsir Al-Jalalain, untuk surah Al-Qashash ayat 85.

Makkah juga dikenal Al-Baitul Haram. Allah dalam surah Al-Haj ayat 26 berfirman, yang artinya.

“(Ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf.”

Seperti budaya Arab pada umumnya, adat sopan santun berkaitan dengan pemisahan gender, pakaiaan tata cara makan. Pria dan wanita tidak diperbolehkan bercampur dalam satu ruangan.

Pemisahan ruangan biasa ditemukan di tempat umum, seperti rumah makan, kecuali hotel berbintang. Pria dan wanita tidak bersalaman di muka umum. Wanita harus menjaga sikap dan penampilan. Wanita tabu berdandan dan memakai lipstik ketika berada di tempat umum.

Pakaian yang digunakan oleh pria di Makkah adalah baju longgar yang dilengkapi dengan lingkaran kepala yang terbuat dari gulungan katun. Sedangkan untuk wanita, berpakaian baju panjang, gamis (abaya) dan berkerudung bila keluar rumah, serta dilarang berpakaian ketat (membentuk tubuh).

“Bagi pendatang tidak wajib berpakaian semacam ini. Namun tetap berpakaian sopan dan tidak menampakkan aurat,” katanya.

Wanita tidak diperbolehkan menggunakan jasa taksi sendirian. Harus ada teman atau keluarga yang menemani. Selain itu, wanita tidak diperkenankan mengemudikan kendaraan sendiri.

“Jika antri untuk suatu keperluan, terdapat jalur khusus untuk wanita karena jalur wanita dan pria dipisahkan,” katanya.

Orang Makkah selayak orang Arab pada umumnya, memiliki kebiasaan makan bersama dalam satu nampan besar dengan menggunakan tangan kanan (tanpa sendok), sambil duduk di karpet. Apabila diundang orang Arab, maka tamu laki-laki makan lebih dulu, baru kemudian tamu perempuan.

Kota Makkah dikenal sebagai kota dagang. Mata pencaharian penduduk Makkah adalah berniaga. Selain dikenal kota dagang, ekonomi juga bertumpu dengan pertanian dan peternakan serta pelayanan jasa untuk jamaah haji di antaranya usaha perhotelan dan penginapan.

IHRAM

Hukum Menggabungkan Puasa Qada Ramadan dengan Puasa Syawal

Menggabungkan puasa qada Ramadan dengan puasa 6 hari Syawal disebut dengan “tadakhulul ibadaat” atau “tasyrikun fiin niyah“. Yaitu, satu amalan ibadah yang diniatkan untuk melakukan dua ibadah atau lebih sekaligus.

Apakah bisa menggabungkan niat puasa qada Ramadan dengan puasa Syawal? Pendapat terkuat yang kami pegang adalah TIDAK bisa digabung karena dua alasan:

Pertama: Puasa Syawal adalah “mutabi’ah” (mengiringi) puasa Ramadan.

Kedua: Puasa Syawal adalah ibadah “maqshudah binafsiha“‘ yaitu ibadah yang menjadi tujuan yang berdiri sendiri.

Ada pendapat lain juga, yaitu bisa digabungkan. Hal ini karena jika seseorang melakukan puasa qada 6 hari selama bulan Syawal berarti secara zahir dia sudah termasuk puasa 6 hari di bulan Syawal. Akan tetapi, tidak mendapatkan keutamaan puasa setahun penuh karena zahir hadis juga menunjukkan bahwa pahala setahun penuh apabila telah tuntas puasa Ramadan, lalu diikuti puasa Syawal. Jadi, yang terpenting tetap saja motivasinya harus qada atau menuntaskan puasa Ramadan dahulu baru puasa Syawal.

Berikut pembahasan poin di atas:

Pertama: Puasa Syawal adalah “mutabi’ah” (mengiringi) puasa Ramadan

Contoh ibadah mutabi’ah adalah salat sunah rawatib, yaitu salat qabliyah (sebelum salat wajib) dan ba’diyah (setelah salat wajib). Apakah bisa digabung niat ibadah salat rawatib sekalius salat wajib? Tentu tidak bisa. Oleh karena itu, pada ulama membuat kaidah fikih yang berbunyi,

إذا كانت العبادة تبعاً لعبادة أخرى فإنه لا تداخل بينهما

“Apabila ibadah tersebut ‘mengiringi’ (mutabi’ah) dengan ibadah lainnya, maka tidak bisa ‘tadaakhul’ (digabungkan niat) di antara keduanya”

Kedua: Puasa Syawal adalah ibadah “maqshudah binafsiha” yaitu ibadah yang menjadi tujuan yang berdiri sendiri

Para ulama membagi dua jenis ibadah yaitu ibadah “maqashudah binafsiha” dan ibadah “laisat maqshudah binafsiha“. Ibadah “maqshudah binafsiha” adalah ibadah yang menjadi tujuan dan berdiri sendiri seperti ibadah salat wajib, puasa wajib, zakat, dan lain-lainnya. Adapun ibadah “laisat maqshudah binafsiha” adalah ibadah yang bukan menjadi tujuan utama. Artinya, ibadah tersebut yang penting dilakukan sesuai dengan alasan yang menjadi ibadah tersebut diperintahkan, meskipun ibadah itu dilakukan dengan ibadah lainnya

Contohnya adalah salat tahiyatul masjid. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فإذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يركع ركعتين

“Jika seseorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah dia duduk sampai dia mengerjakan salat dua rakaat.” (HR. Muslim)

Jika seseorang masuk masjid, yang penting adalah dia salat dua rakaat sebelum duduk dengan jenis ibadah salat apa pun. Misalnya, salat qabliyah dua rakaat atau salat sunah wudu dua rakaat. Jadi dalam hal ini, niat ibadahnya bisa digabungkan dalam satu salat (dua rakaat) antara salat tahiyatul masjid dengan salat qabliyah atau salat sunah wudu.

Adapun ibadah yang kedua-duanya adalah “maqshudah binafsiha“, maka tidak dimungkinkan penggabungan niat ibadah. Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan kaidahnya,

إذا كانت العبادة مقصودة بنفسها ، أو متابعة لغيرها ، فهذا لا يمكن أن تتداخل العبادات فيه

Apabila ibadah tersebut adalah maqshudah binafsiha atau mutabi’ah (mengiringi) ibadah lainnya, maka tidak mungkin dilakukan tadakhul ibadah.” (Liqa’ al-Bab Al-Maftuh, 15: 51)

Apabila puasa qada Ramadan digabungkan dengan puasa sunah Syawal, maka tidak mendapatkan keutamaan puasa setahun penuh. Syekh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah menjelaskan,

وأما أن تصوم الست بنية القضاء والست فلا يظهر لنا أنه يحصل لها بذلك أجر الست، فالست تحتاج إلى نية خاصة في أيام مخصوصة. نعم

“Apabila Engkau puada enam hari Syawal dengan sekaligus niat puasa qada, maka tidak mendapatkan pahala puasa setahun. Puasa enam hari Syawal membutuhkan niat khusus (niat sendiri) pada hari-hari yang khusus.” [Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/12597]

Apabila menghendaki qada Ramadan sekaligus ibadah yang lain (tadakhul), bisa dilakukan ketika puasa puasa Senin-Kamis, puasa Ayyamul Bidh (puasa pada tanggal 13,14, dan 15 setiap bulan Hijriyah), atau puasa 3 hari setiap bulan (pada hari apa saja setiap bulan hijriyah). Demikian semoga bermanfaat

***

@Lombok, pulau seribu masjid

Penulis: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/75210-hukum-menggabungkan-puasa-qadha-ramadhan-dengan-puasa-syawal.html

Rabithah Sarankan Kemenag Komunikasi dengan Calhaj yang Gagal Berangkat

Rabithah Haji Indonesia menyarankan Kementerian Agama (Kemenag) membangun komunikasi dengan jamaah yang tahun ini tidak bisa diberangkatkan meski sudah menunggu lama.

Seperti diketahui Pemerintah Arab Saudi membatasi usia maksimal 65 tahun yang bisa berangkat haji tahun ini.  

“Yang perlu dipersiapkan bukan pengumuman nama-nama jamaah. Menurut saya adalah kaitan dalam pembinaan dan memberikan sebuah penguatan psikologis kepada jamaah itu yang perlu dilakukan kepada siapapun yang tidak bisa diberangkatkan,” kata Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin, saat dihhubungi Republika.co.id, Jumat (6/5/2022).   

Ada yang mengatakan tidak semua jamaah haji Indonesia bisa menerima adanya aturan dari Pemerintah Arab Saudi, bahwa maksimal usia 65 tahun yang bisa diberangkatkan. Untuk itu Kemenag perlu membangun komunikasi kepada jamaah yang sudah menunggu lama namun tidak bisa diberangkatkan karena faktor usia. 

“Karena tidak semua orang bisa menerima, mungkin saja orang yang sudah menunggu lama ternyata tidak keangkat,” ujarnya.  

Misalnya, kata dia, di daerah Indramayu dari 1.400 calon jamaah haji yang siap diberangkatkan, rata-rata usianya sudah 52 tahun. Meski demikian usia tersebut belum tentu tahun ini bisa diberangkatkan semuanya.  

“Di Indramayu mau disisir itu umur 65 tahun ke bawah itu ternyata mentok angkanya ke 52 tahun. Berarti orang yang akan berangkat besok itu rata-rata 52 tahun ke atas. Itu Indramayu dengan 1.400, itu pun kalau terangkat tahun ini,” katanya.  

Jadi kata dia, dari 1.400 jamaah haji Indramayu itu otomatis orang yang masih di usia 52 sampai 65 tahun itu yang akan berangkat haji pada tahun ini. Sementara orang yang sudah usia 66-67 tidak bisa berangkatkan.   

“Itu harus diberikan pemahaman karena psikologisnya terganggu kalau pemerintah tidak memberikan pencerahan, pembinaan, kemudian sosialisasi yang pas,” katanya.  

Karena pasti di lapangan jamaah haji yang yang usia 66 baru lewat duq bulan akan bertanya-tanya, mengapa dia tidak bisa diberangkatkan. Padahal dia sudah menunggu bertahun-tahun lamanya, ditambah harus rela menunggu karena Covid-19.  

“Mengapa sih kami yang 66 tahun tidak diangkat padahal hanya selisih dua bulan misalnya. Jadi kalau lebih dua hari saja itu sudah tidak ada toleransi,” katanya.  

Kekecewaan dan penyesalan inilah yang perlu dibangun komunikasinya oleh Kemenag dan para penyelenggara bimbingan ibadah haji. Sehingga ketika mereka melihat jamaah yang diberangkatkan tidak depresi.   

“Pasti psikologi jamaah terganggu. Maksud saya ini yang perlu diperhatikan skema-kema gangguan psikologis orang yang tidak berangkat. Ini yang perlu diperhatikan, itulah perannya para pembimbing haji di seluruh Indonesia,” katanya.  

Untuk itu dia menyarankan Kemenag segera membentuk tim untuk memberikan edukasi kepada jamaah yang tahun ini tidak bisa diberangkatkan. 

Kemenag harus bisa meyakinkan bahwa batas maksimal 65 tahun itu merupakan aturan dari pemerintah Arab Saudi bukan dari pemerintah Indonesia.  

“Bagaimana memberikan pemahaman kepada jamaah bahwa ini aturan, kita harus taat dengan aturan. Karena yang mengatur bukan kita, yang mengatur adalah negara yang kita kunjungi, aturan ini tidak bisa di intervensi oleh siapapun,” katanya.   

IHRAM