Doa Agar Selamat dari Gangguan Orang-Orang Dzalim

Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mengajarkan kepada kita doa agar selamat dari gangguan orang-orang dzalim.

Seperti doa Nabi Musa as yang memohon perlindungan kepada Allah dari kebengisan Fir’aun :

قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

Dia berdoa, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim itu.” (QS.Al-Qashash:21)

Maka Allah Swt menyelamatkan Nabi Musa as sebagaimana Allah menyelamatkan para utusan dan wali-waliNya.

ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْۚ كَذَٰلِكَ حَقًّا عَلَيۡنَا نُنجِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

“Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beri-man, demikianlah menjadi kewajiban Kami menyelamatkan orang yang beriman.” (QS.Yunus:103)

Dan karena keselamatan dari orang-orang dzalim adalah nikmat yang besar maka ketika Nabi Musa as selamat dari Fir’aun dan sampai ke Negeri Madyan, seorang yang sholeh berkata kepadanya :

لَا تَخَفۡۖ نَجَوۡتَ مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zhalim itu.” (QS.Al-Qashash:25)

2. Begitupula Nabi Nuh as ketika menaiki kapal, Allah memerintahkan agar beliau memuji dan bersyukur kepada Allah atas selamatnya beliau dari orang-orang dzalim.

فَإِذَا ٱسۡتَوَيۡتَ أَنتَ وَمَن مَّعَكَ عَلَى ٱلۡفُلۡكِ فَقُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي نَجَّىٰنَا مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan apabila engkau dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas kapal, maka ucapkanlah, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zhalim.” (QS.Al-Mu’minun:28)

3. Al-Qur’an juga menceritakan kepda kita kisah seorang wanita mukmin yaitu istri Fir’aun ketika ia berdoa :

وَنَجِّنِي مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim,” (QS.At-Tahrim:11)

Dia memohon agar diselamatkan dari kekejaman Fir’aun dan semua perbuatan buruk yang telah Allah haramkan bagi hamba-Nya.

Dan salah satu doa dari Nabi Muhammad Saw adalah :

وَانصُرنِي عَلَى مَن ظَلَمَنِي وَأَرِنِي مِنهُ ثَأرِي

“Dan tolonglah aku dari mereka yang mendzalimiku. Dan bimbinglah aku dalam menuntut balas.”

Keselamatan dari orang-orang dzalim dan kekejaman mereka adalah anugerah Allah yang sangat besar kepada hamba-Nya. Kita harus selalu bersyukur ketika kita hidup dengan rasa aman dan tidak dibayangi gangguan orang-orang dzalim. Ini adalah anugerah yang sangat besar nilainya !

Dan jangan lupa untuk terus berdoa agar Allah menyelamatkan kita dari kebusukan orang-orang yang dzalim dan agar mereka tak punya kuasa atas diri kita.

Tapi bukan berarti tugas kita hanya berdoa saja. Kita harus menjalani sebab-sebab dan syarat-syarat lainnya untuk menghadapi orang-orang yang dzalim. Namun senjata yang tak kalah penting adalah doa ! Dan ini yang sering kita lupakan.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Setan Ingin Menguasai Jiwamu

Allah Swt Berfirman :

ٱسۡتَحۡوَذَ عَلَيۡهِمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ فَأَنسَىٰهُمۡ ذِكۡرَ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ حِزۡبُ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱلشَّيۡطَٰنِ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ

“Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan setan. Ketahuilah, bahwa golongan setan itulah golongan yang rugi.” (QS.Al-Mujadilah:19)

Ayat ini berbicara tentang orang-orang munafik yang menjual dirinya kepada setan. Mereka menampilkan diri sebagai orang yang beriman dihadapan Rasul Saw namun dibelakang mereka bersekongkol dengan kaum yahudi untuk menyerang Islam.

ٱسۡتَحۡوَذَ عَلَيۡهِمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ

“Setan telah menguasai mereka..”

Setan telah menguasai seluruh kehidupan mereka. Pikiran mereka telah dikuasai agar tidak condong pada kebenaran. Jiwa mereka telah dikuasai agar tidak mengikuti jalan yang lurus dan hidup mereka dikuasai untuk selalu melakukan kerusakan.

فَأَنسَاهُمۡ ذِكۡرَ ٱللَّهِۚ

“Lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah.”

Mereka tenggelam dalam kebatilan secara total. Mulai dari ucapan, sikap hingga perbuatan. Mereka menganggap kebatilan itu adalah kebenaran sehingga mereka terus mengikutinya.

أُوْلَٰٓئِكَ حِزۡبُ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ

“Mereka itulah golongan setan.”

Kenapa disebut golongan setan ?

Karena mereka selalu mengikuti langkah setan, mendukung gerakannya, mengikuti seruannya. Diajak setan menuju neraka, mereka menyahuti namun ketika diajak oleh Allah menuju surga, mereka pun menolak dengan congkaknya.

أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱلشَّيۡطَٰنِ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ

“Ketahuilah, bahwa golongan setan itulah golongan yang rugi.”

Diri dan keluarga mereka semua sungguh merugi kelak di Hari Kiamat. Mereka kehilangan nikmat surga dan lebih memilih siksaan neraka.

Maka tentu kita harus mengambil pelajaran dari sifat orang-orang munafik ini, antara lain :

1. Jangan pernah mengikui kesesatan dan bisikan setan yang selalu ingin menguasai diri kita.

2. Berusahalah untuk selalu sadar karena kelalaian adalah pintu bagi setan untuk menguasai diri kita.

3. Selalu memohon pertolongan kepada Allah dengan banyak berdzikir dan beribadah.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

3 Golongan Manusia Paling Buruk Kedudukannya di Hari Kiamat

Terdapat 3 golongan yang paling buruk kedudukannya saat kiamat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, umat manusia dianjurkan untuk berbuat baik kepada manusia lainnya dan menjauhi segala perbuatan yang dibenci Allah SWT. 

Dengan demikian, kita tidak termasuk golongan manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah. Dalam hadits, Rasulullah SAW telah mengkategorikan beberapa golongan manusia yang paling buruk kedudukannya di hari kiamat kelak. 

Di antaranya, manusia yang ditakuti karena kekejiannya, suami yang mengumbar urusan ranjang, dan golongan manusia yang menggadai akhiratnya untuk dunia. 

Pertama, yaitu golongan manusia yang ditakuti karena kekejiannya. Sebagimana diterangkan dalam hadits: 

عن عائشة رضي الله عنها قالت، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم، يا عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ وَدَعَهُ أَوْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ

Dari Aisyah RA berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hai Aisyah, sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang dihindari oleh manusia karena takut kejelekannya.” (HR Muslim, hadits no 4693) 

Islam sangat mencela seseorang yang berbuat keburukan terhadap orang lain. Bahkan, dalam hadits tersebut Nabi SAW mengkategorikan orang yang dihindari orang lain karena kekejiannya sebagai manusia yang paling buruk. 

Artinya, orang yang tidak peduli terhadap orang lain, bersikap negatif dan berperangai buruk terhadap orang lain merupakan manusia terburuk di muka bumi, meskipun ia adalah ahli shalat dan suka beribadah mahdhah.

Kedua, suami yang mengumbar urusan ranjang. Mengumbar urusan ranjang bersama pasangannya termasuk golongan manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah. Karena, bersenggama atau hubungan suami istri merupakan salah satu ibadah rohani yang tak boleh diceritakan kepada orang lain.  

Dari Abu Sa’id RA, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda: 

عن أبي سعيد رضي الله عنه قال أن النبي صلى الله عليه وسلم قال ‏أن النبي صلى اللّه عليه وآله وسلم قال ان من شر الناس عند اللّه منزلة يوم القيامة يفضي إلى المرأة وتفضي إليه ثم ينشر سرها‏ .

“Sesungguhnya di antara orang yang terburuk kedudukannya disisi Allah pada hari kiamat kelak adalah seorang laki-laki yang mengetahui rahasia istrinya atau seorang istri yang mengetahui rahasia suaminya kemudian menceritakan rasa itu kepada orang lain.” (HR Muslim dan Ahmad).

Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam kitabnya Fiqih Wanita menukilkan riwayat hadits tersebut. Dia menyimpulkan bahwa sesungguhnya dilarang membicarakan secara panjang lebar mengenai apa yang terjadi pada saat melakukan hubungan badan dengan istri kepada orang lain.  

Cerita itu dikecualikan kepada ahli medis yang berkaitan dengan penyakit yang diderita oleh suami atau istri. “Akan tetapi, diperbolehkan membicarakannya bersama dokter jika berkenaan dengan penyakit yang ada pada istri maupun suami,” katanya. 

Ketiga, golongan manusia yang menggadai akhiratnya untuk dunia. Kedudukan manusia yang menggadai akhiratnya untuk kepentingan dunia juga sangat buruk di hadapan Allah kelak di akhirat.   

عن أبي أمامة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من شر الناس منزلة عند الله يوم القيامة عبد أذهب آخرته بدنيا غيره

Dari Abu Umamah, sesungguh Rasulullah Saw bersabda: “Di antara orang yang paling buruk kedudukannya pada Hari Kiamat adalah seseorang hamba yang menghancurkan akhiratnya demi merebut dunia milik orang lain.” 

KHAZANAH REPUBLIKA

Akhlak Rasulullah Kepada Pembantunya

Rasulullah Saw adalah seorang utusan Allah ta’ala yang mempunyai misi utama  dalam penyebaran Islam berupa menyempurnakan Akhlak manusia. Sebagaimana yang diakui sendiri oleh Rasulllah saw dalam sabdanya  :

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak” (H.R Bukhari)

Sebagai seorang yang menjadi Uswatun Hasanah bagi umatnya, Rasulullah selalu menunjukkan akhlak yang paling baik kepada seluruh manusia. Baik kepada manusia yang mempunyai kedudukan tinggi ataupun kepada manusia biasa bahkan kepada seorang pembantu/pelayan beliau sendiri pun beliau selalu menampilkan akhlak yang paling baik.

Ini diakui sendiri oleh salah seorang pelayan beliau sendiri, Anas bin Malik. Sebagaimana pengakuan Annas bin Malik; “Rasulullah saw adalah orang yang paling baik Akhlaknya.”  Kebaikan Akhlak Rasulullah saw tersebut dirasakan sendiri oleh Anas bin Malik selama beliau mengabdi menjadi pelayan bagi Rasulullah saw. Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang terdapat dalam kitab Shahih Muslim dan Sunan Abi Daud.

Didalam dua hadis tersebut dimuat salah satu pengalaman Anas bin Malik yang mendapatkan perlakukan baik dari Rasulullah saw, yaitu ketika ia mengelak untuk melaksanakan suatu  perintah dari Rasulullah. Padahal beliau adalah seorang pembantu Rasulullah yang memang tugasnya adalah melayani seiap keperluan Rasulullah saw.

Kisah tersebut adalah, seperti perkataan Anas bin Malik “Suatu hari beliau (Rasulullah) menyuruhku untuk melakukan suatu keperluan. Aku (Anas) merespon perintah Rasulullah dengan jawababan ”Demi Allah aku tidak akan pergi” padahal dalam hatiku, aku ingin melaksanakan perintah Rasulullah itu. Anas bin Malik melanjutkan perkataannya “Kemudian aku pergi hingga aku melewati anak-anak yang sedang bermain dipasar.””

Tak lama kemudian, tiba-tiba Rasulullah datang dari belakang dan memegang bajuku sambil tertawa. Kemudian beliau berkata “Wahai Anas… pergilah sebagaimana yang aku pesankan tadi.” Aku menjawab “Baik ya Rasulallah, aku akan pergi.”

Anas berkata “Demi Allah, aku telah melayani beliau selama 7 sampai 9 tahun,  namun aku tidak pernah mendapati beliau mengomentari perbuatanku, seperti “Mengapa kamu melakukan begini dan begini?”. Begitupun ketika aku tidak melakukan sesuatu, beliau juga tidak pernah berkomentar  “Kenapa kamu tidak melalukan begini dan begini.

Begitulah sang Rasul yang selalu menampilkan akhlah terbaiknya sekalipun terhadap pelayan beliau sendiri. Semoga kita sebagai manusia yang telah rela menjadi Ummat dari Rasulullah dapat memeladini akhlak yang telah diajarkan oleh Rasulullah tersebut. Allhumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad.

BINCANG SYARIAH

Jangan Suka Memprovokasi Sesama Muslim

Di antara perbuatan tercela yang merusak persaudaraan, merusak persatuan, mengganggu stabilitas dan merupakan perbuatan setan, adalah tahrisy atau provokasi sesama Muslim.

Definisi tahrisy

Al Baghawi mengatakan:

التحريش : إيقاع الخصومة والخشونة بينهم

“Tahrisy adalah memicu adanya saling bertengkar dan saling berbuat kasar antara sesama Muslim” (Syarhus Sunnah, 13/104).

Ibnu Atsir mengatakan:

التحريش : الإغراء بين الناس بعضهم ببعض

“Tahrisy adalah memancing pertengkaran antara orang-orang satu sama lain” (Jami’ Al Ushul, 2/754).

Tahrisy adalah perbuatan setan

Provokasi antara sesama Muslim atau tahrisy adalah perbuatan setan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ قد أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ في جَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَلَكِنْ في التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ

Sesungguhnya setan telah putus asa membuat orang-orang yang shalat menyembahnya di Jazirah Arab. Namun setan masih bisa melakukan tahrisy di antara mereka” (HR. Muslim no. 2812).

Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ على الْمَاءِ، ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ منه مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فيقول: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، فيقول: ما صَنَعْتَ شيئا، قال ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فيقول: ما تَرَكْتُهُ حتى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ، قال: فَيُدْنِيهِ منه، وَيَقُولُ: نِعْمَ أنت فَيلتَزمُهُ

Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air. Kemudian ia mengutus para tentaranya. Tentara iblis yang paling bawah adalah yang paling besar fitnah (kerusakan) nya. Salah satu tentara iblis berkata: saya telah melakukan ini dan itu. Maka iblis mengatakan: kamu belum melakukan apa-apa. Kemudian tentara iblis yang lain datang dan berkata: Aku tidak meninggalkan seseorang kecuali setelah ia berpisah dengan istrinya. Maka tentara iblis ini pun didekatkan kepada iblis. Lalu iblis berkata: kamulah yang terbaik, teruslah lakukan itu” (HR. Muslim no. 2813).

Dalam hadits ini juga setan melakukan tahrisy sehingga suami dan istri saling berpisah.

Tahrisy termasuk namimah

Al Imam Ibnu Katsir mengatakan:

النميمة على قسمين: تارة تكون على وجه التحريش بين الناس وتفريق قلوب المؤمنين فهذا حرام متفق عليه

“Namimah ada dua macam: terkadang berupa tahrisy (provokasi) antara orang-orang dan mencerai-beraikan hati kaum Mu’minin. Maka ini hukumnya haram secara sepakat ulama” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/371, Asy Syamilah).

Apa itu namimah? Adz Dzahabi mengatakan:

والنمام هو الذي ينقل الحديث بين الناس وبين اثنين بما يؤذي أحدهما أو يوحش قلبه على صاحبه أو صديقه بأن يقول له قال عنك فلان كذا وكذا

Nammam (pelaku namimah) adalah orang yang menukil perkataan dari satu orang ke orang lain atau antara dua orang untuk menimbulkan gangguan pada salah satunya, atau memprovokasi salah satu dari mereka terhadap yang lain atau terhadap temannya. Yaitu dengan mengatakan: ‘si Fulan mengatakan tentang kamu demikian dan demikian’” (Al Kabair, 217).

Contohnya, si A berkomunikasi dengan B via whatsapp, lalu B menyebutkan sesuatu yang kurang bagus tentang C. A lalu screenshot chat dari B tersebut kemudian di kirim kepada C, ini namimah!! Allahul musta’an.

Dan namimah ini merupakan dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تُطِع كل حلاف مهين هماز مشاء بنميم

Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,yang banyak mencela, yang kian ke mari menebar namimah” (QS. Al Qalam: 10-11).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ

Tidak masuk surga pelaku namimah” (HR. Muslim no. 105).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah mendengar rintihan orang yang disiksa dalam kuburnya, beliau bersabda:

فقال يعذبان وما يعذبان في كبير وإنه لكبير كان أحدهما لا يستتر من البول وكان الآخر يمشي بالنميمة

Dua orang ini sedang diadzab dalam kubur. Dan mereka tidak diadzab karena sesuatu yang mereka anggap besar, namun besar (di sisi Allah). Yang pertama di adzab karena tidak menutupi auratnya ketika buang air kecil, yang kedua diadzab karena melakukan namimah” (HR. Bukhari no. 216, Muslim no. 292).

Beliau juga bersabda:

إنَّ شرارَ عبادِ اللهِ من هذه الأُمَّةِ المشَّاؤونَ بالنميمةِ ، المُفرِّقون بين الأحبَّةِ الباغونَ للبُرآءِ العنتَ

Seburuk-buruk hamba Allah adalah orang yang suka melakukan namima. Ia memisahkan orang-orang yang saling mencintai, pengkhianat terhadap orang-orang yang baik” (HR. Ahmad, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2849).

Ahlul hikmah mengatakan:

النَّمَّامُ شُؤْمٌ لَا تَنْزِلُ الرَّحمة على قوم هو فيهم

“Tukang namimah (adu domba) adalah racun yang membuat suatu kaum tidak mendapat rahmat Allah selama masih ada mereka”.

Maka hendaknya jauhkan diri kita dari tahrisy dan juga namimah, karena ini perbuatan yang sangat busuk dan tercela.

Dekatkan bukan jauhkan

Maka ketika dua pihak dari kaum Muslimin sedang bertikai, maka wajib mengusahakan perdamaian antara keduanya bukan malah memprovokasi. Allah Ta’ala berfirman:

وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ

“Dan damaikanlah orang yang berselisih di antara kalian” (QS. Al Anfal: 1).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ألا أُخبِرُكم بأفضلَ من درجةِ الصيامِ والصلاةِ والصدقةِ ؟ قالوا : بلى . قال : صلاحُ ذاتِ البَيْنِ ، فإنَّ فسادَ ذاتِ البَيْنِ هي الحالقةُ

Maukah kalian aku kabarkan amalan yang menyamai derajat puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat menjawab: tentu wahai Rasulullah. Beliau bersabda: mendamaikan orang-orang yang berseteru. Karena orang semakin merusak keadaan orang-orang yang berseteru, dialah pembuat kebinasaan” (HR. At Tirmidzi no. 2509, ia berkata: “shahih”).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

وظيفة المسلم مع إخوانه، أن يكون هيِّنًا ليِّنًا بالقول وبالفعل؛ لأنَّ هذا مما يُوجب المودَّة والأُلْفَة بين الناس، وهذه الأُلْفَة والمودَّة أمرٌ مطلوبٌ للشَّرع، ولهذا نهى النَّبيُّ عليه الصلاة والسلام عن كل ما يُوجب العداوة والبغضاء

“Tugas setiap muslim terhadap saudaranya adalah hendaknya ia berlapang-lapang dan berlemah lembut dalam perkataan dan perbuatan. Karena inilah yang menimbulkan kecintaan dan keterikatan hati di antara manusia. Dan kecintaan serta keterikatan hati ini adalah perkara yang dituntut dalam syariat. Oleh karena itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang semua hal yang bisa menimbulkan permusuhan dan saling membenci” (Syarah Riyadis Shalihin, 2/544).

Maka ketika ada saudara seiman yang berselisih, damaikan bukan provokasi, dekatkan bukan jauhkan. Semoga Allah memberi taufik.

***

Diringkas dari forum ahlalhdeeth.com tulisan Abu Abdillah Hamzah An Naili dengan beberapa tambahan

Penyusun: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

Apakah Doa Bisa Mengubah Takdir?

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Pertanyaan:

Ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya doa dan takdir bisa saling mengubah. Doa bisa menolak sebagian takdir atau bencana, sebagaimana berbuat baik kepada orang tua akan memberkahi (menambah kebaikan) umur seorang hamba. Kami memohon penjelasan bagaimana kaidah dalam masalah ini?

Jawaban:

Terdapat dalam hadis Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,

إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه، وإن القضاء لا يرده إلا الدعاء، وإن الدعاء مع القضاء يعتلجان إلى يوم القيامة، وإن البر يزيد في العمر

“Sesungguhnya seorang hamba terhalangi dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur.” (HR. Ahmad no. 22438, Ibnu Majah no. 22438, dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Al-Musnad)

Maka, perbuatan berdoa itu adalah bagian dari takdir, dan takdir itu pasti terjadi. Atas kehendak Allah-lah terjadi dan tercegahnya segala sesuatu. Dia juga yang menakdirkan dan mencegah segala sesuatu baik dengan sebab doa, sedekah, atau amal salih. Dan Dia menjadikan perkara-perkara ini sebagai sebab-sebab dari semua itu (rizki, panjang umur, dll), yang tidak lepas dari ketetapan-Nya.

Suatu takdir bisa saja diperbaiki dengan takdir lain. Takdir dan doa saling mendahului satu sama lain. Contohnya, ketika Anda menggembala kambing atau unta, terkadang Engkau mendapati mereka di ladang yang sangat baik. Ini terjadi karena takdir Allah. Terkadang Engkau mendapati mereka berada di ladang yang cukup baik dan terkadang Engkau dapati mereka di ladang yang buruk dan tandus. Ini juga karena takdir Allah. Bahkan terkadang yang buruk adalah perlakuanmu kepada mereka. Namun yang menjadi kewajiban bagimu adalah berusaha memastikan bahwa hewan ternak tersebut dalam keadaan baik serta menjauhkannya dari keburukan. Namun, semua ini terjadi atas takdir Allah.

Hal tersebut serupa dengan apa yang dikatakan ‘Umar radiyallahu ‘anhu kepada orang-orang terkait turunnya tha’un (wabah menular) di Syam yang merupakan wilayah kaum Muslimin. ‘Umar memerintahkan agar manusia masuk ke rumahnya masing-masing dan melarang orang-orang masuk ke Syam (karena sedang terjadi tha’un). Sebagian orang berkata, “Bukankah ini bentuk lari dari takdir Allah?” ‘Umar radiyallahu ‘anhu pun berkata,

نفر من قدر الله إلى قدر الله

“Kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah (yang lain).”

Maksudnya, kita tetap di Syam adalah atas takdir Allah dan kita kembali (ke tempat asal) juga atas takdir Allah. Semuanya adalah takdir Allah. Maka, kita (hakikatnya) berlari dari takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain.

Sebagaimana Engkau berlari dari keburukan dengan bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla. Engkau berlari dari penyakit dengan melakukan pengobatan menggunakan jarum, biji-bijian, atau obat yang lainnya, semuanya adalah bentuk lari dari takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain. Kemudian ‘Umar membuat permisalan kepada manusia, dia berkata,

أرأيتم لو كان إنسان عنده إبل أو غنم فأراعها في روضة مخصبة أليس بقدر الله؟ وهو بهذا مشكور- فإن راعها أو ذهب بها إلى أرض مجدبة مقحطة أو أرض خالية من الماء والعشب لكان مسيئا -وهو بقدر الله

“Tidakkah kalian melihat ketika seseorang menggembala unta atau kambing ke sebuah ladang yang subur, bukankah itu terjadi atas takdir Allah? Dan hal ini wajib untuk disyukuri. Jika dia menggembala atau membawanya ke ladang yang tandus dan gersang, atau ladang yang tidak tersedia air dan rerumputan, maka hal ini akan merugikannya. Dan ini juga terjadi atas takdir Allah.”

Kesimpulan, sesungguhnya ketika manusia mengikuti sesuatu yang benar, itu adalah takdir Allah. Dan ketika dia mengikuti sesuatu yang salah, itu juga merupakan takdir Allah. Seluruhnya terjadi karena takdir Allah. Kita berlari dari takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain. Kalaupun manusia bermaksiat, maka maksiatnya terjadi dan dia tidak bisa berdalil untuk lepas dari hukuman yang telah Allah syariatkan. Hal itu (maksiat dan hukuman) juga merupakan takdir Allah. Maka, tegaknya hukuman adalah karena takdir Allah. Maksiat apa pun yang terjadi juga merupakan takdir Allah. Seseorang memperoleh yang halal adalah takdir, memperoleh yang haram adalah takdir. Akan tetapi, dia diperintahkan untuk memperoleh yang halal dan dilarang untuk memperoleh yang haram, dan semuanya terjadi karena takdir Allah.

Tidak mungkin seseorang keluar dari takdir Allah. Akan tetapi, dia diperintahkan untuk berusaha memperbaikinya. Dia diperintahkan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Allah menjadikan baginya (manusia) akal pikiran, Allah ciptakan baginya kemampuan memilih untuk membedakan antara yang satu dan yang lainnya. Oleh karena itu, manusia hendaknya menyalahkan dirinya jika dia tunduk kepada keburukan dan kemaksiatan, seperti mabuk-mabukan, zina, dan selainnya.

Hendaknya, dia (manusia) bersyukur ketika dia condong untuk berbuat taat, berpegang teguh pada ketaatan, istiqamah dalam ketaatan, karena dia memiliki akal, kehendak, kemampuan memilih, serta kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang mudharat, yang benar dan yang salah. Demikianlah syariat dan takdir Allah subhanahu wa ta’ala. Allah jalla wa‘ala tetapkan takdir bagi hamba-Nya dan memberi akal kepada para hamba-Nya yang dapat mereka gunakan untuk membedakan yang benar dengan yang salah, membedakan petunjuk dan bimbingan Allah dengan kesesatan, dan membedakan petunjuk Allah dengan selainnya.

Sumber: Mauqi’ Ibn Baz, https://bit.ly/2IH2S4U

Penerjemah: Rafi Pohan

Artikel: Muslim.or.id

Melawan Hawa Nafsu adalah Jalanmu Menuju Surga

Allah Swt telah menjelaskan pada setiap hamba-Nya bahwa jalan keselamatan dari api neraka hanya bisa di lalui dengan berjihad melawan hawa nafsu dan tidak menuruti dorongan keinginan syahwatnya.

وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ – فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).” (QS.An-Nazi’at:40-41)

Seorang mukmin sejati adalah yang selalu memiliki rasa takut dalam hatinya dan selalu memikirkan akibat di balik permintaan hawa nafsunya.

Mengabaikan dorongan hawa nafsu memang sangat berat namun layaknya obat yang pahit, kesulitan dan kepahitan itu akan membawa pada keselamatan dan kebahagiaan.

Lalu apa yang bisa membantu kita untuk melawan hawa nafsu?

1. Meningkatkan pengenaln kita terhadap Allah Swt. Sehingga kita tau bagaimana posisi kita dihadapan Sang Pencipta sehingga memiliki rasa takut kepada-Nya dan khawatir akan siksa-Nya.

2. Selalu mengingat dan memikirkan kematian. Bahwa ajal itu sangatlah dekat dan bisa datang kapan saja.

Seringlah mengingat bagaimana nasib kita kelak sendirian di alam kubur. Lalu dibangkitkan dan dihadapkan dalam Mahkamah Allah Swt. Untuk dimintai pertanggung jawaban atas semua amal perbuatan kita di dunia.

Lalu darisana lah hasil rapot kita akan muncul, apakah kita akan dituntun menuju surga atau dihempaskan ke neraka.

Seorang hamba yang mengenal Allah dan takut kepada-Nya tidak akan berani melawan Allah dengan bermaksiat kepada-Nya. Namun terkadang ia tergelincir dalam kesalahan namun ia segera menyesali kekhilafan manusiawinya dan segera kembali kepada Allah.

Sebenarnya, hanya ada dua jalan dan tidak ada jalan ketiga.

Jalan istiqomah dalam mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan ini adalah kehidupan yang sesungguhnya dan kebahagiaan yang sebenarnya.

Dan yang kedua adalah jalan mengikuti desakan hawa nafsu dan kelalaian.

Allah Swt berfirman :

ثُمَّ جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ

“Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS.Al-Jatsiyah:18)

فَإِن لَّمۡ يَسۡتَجِيبُواْ لَكَ فَٱعۡلَمۡ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهۡوَآءَهُمۡۚ وَمَنۡ أَضَلُّ مِمَّنِ ٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ بِغَيۡرِ هُدٗى مِّنَ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti keinginan mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti keinginannya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”
(QS.Al-Qashash:50)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Bagaimana Kita Bersikap Kepada Ahli Maksiat Yang Telah Bertaubat?

llah Swt Berfirman :

وَإِذَا جَآءَكَ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِـَٔايَٰتِنَا فَقُلۡ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡۖ كَتَبَ رَبُّكُمۡ عَلَىٰ نَفۡسِهِ ٱلرَّحۡمَةَ أَنَّهُۥ مَنۡ عَمِلَ مِنكُمۡ سُوٓءَۢا بِجَهَٰلَةٖ ثُمَّ تَابَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ وَأَصۡلَحَ فَأَنَّهُۥ غَفُور رَّحِيم

Dan apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu, maka katakanlah, “Salamun ‘alaikum (selamat sejahtera untuk kamu).” Tuhanmu telah menetapkan sifat kasih sayang pada diri-Nya, (yaitu) barang-siapa berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertobat setelah itu dan memperbaiki diri, maka Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.Al-An’am:54)

Dalam ayat ini, Allah Swt ingin mengajarkan kepada Baginda Nabi Saw dan semua yang mengikuti beliau tentang cara berhubungan dengan sesama kaum mukminin.

Kaum mukminin yaitu mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhir, terkadang mereka dikalahkan oleh hawa nafsu sehingga menyimpang dari jalan yang benar. Namun, tak lama mereka pun sadar dan bertaubat serta kembali kepada Allah Swt.

Nah, pertanyaan kita hari ini adalah :

“Bagaimana kita bersikap terhadap mereka yang beriman lalu terjerumus dalam maksiat dan kemudian bertaubat?’

وَإِذَا جَآءَكَ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِـَٔايَٰتِنَا

“Dan apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu…”

Jika orang mukmin datang kepadamu, apakah ia ia kaya atau miskin, punya kedudukan atau rakyat biasa, siapapun mereka sambutlah dengan salam.

فَقُلۡ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡۖ

Katakanlah, “Salamun ‘alaikum (selamat sejahtera untuk kamu).”

Sambutlah dengan kehangatan salam dan berikan kedamaian di hatinya dengan salam.

Setiap manusia (khususnya dari kalangan orang mukmin) harus mendapat sambutan dan penghormatan dari kita sebagai sesama mukmin. Bukalah pintu selebar-lebarnya bagi mereka. Karena Allah Swt selalu membukakan pintu bagi hamba-Nya yang ingin masuk menuju pintu Allah dan Rasul-Nya.

فَقُلۡ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡۖ كَتَبَ رَبُّكُمۡ عَلَىٰ نَفۡسِهِ ٱلرَّحۡمَةَ

Maka katakanlah, “Salamun ‘alaikum (selamat sejahtera untuk kamu).” Tuhanmu telah menetapkan sifat kasih sayang pada diri-Nya.

Siapapun yang mengharapkan dan memohon Rahmat Allah, maka selamat datang dalam luasnya Rahmat yang tak terbatas.

Siapapun yang melakukan kesalahan lalu ingin memperbaikinya.

Siapapun yang menyimpang lalu ingin kembali.

Dengarkan sambutan Allah kepada mereka !

أَنَّهُۥ مَنۡ عَمِلَ مِنكُمۡ سُوٓءَۢا بِجَهَٰلَةٖ

“(yaitu) barang-siapa berbuat keburukan di antara kamu karena kebodohan.”

Kesalahan seringkali dilakukan karena kebodohan, kelalaian atau pengaruh lingkungan yang membuatnya jauh dari Allah Swt.

ثُمَّ تَابَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ وَأَصۡلَحَ فَأَنَّهُۥ غَفُور رَّحِيم

“kemudian dia bertobat setelah itu dan memperbaiki diri, maka Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Kemudian mereka sadar dan menyesal lalu bertaubat dengan sungguh-sungguh dan bertekad mengambil lembaran baru dalam kehidupannya untuk meraih Ridho Allah. Maka ucapkan selamat datang kepada mereka dalam luasnya Rahmat Allah dan Ampunan-Nya.

Begitulah kita dituntut untuk bersikap kepada saudara kita yang bermaksiat lalu ingin bertaubat. Bila Allah membuka pintu rahmat yang seluas-luasnya kepada mereka, lalu bagaimana kita akan menutupnya untuk mereka ?

Apabila Allah telah menetapkan Rahmat dalam Diri-Nya lalu bagaimana kita akan menetapkan sikap “kaku dan keras” dalan diri kita ?

Ayat di atas ingin mengajarkan bahwa ketika kita menemui seorang yang ahli maksiat dan ingin kembali, maka jangan pernah kau patahkan harapannya. Tumbuhkan harapan di hatinya bahwa Allah selalu membuka pintu baginya untuk kembali. Tiada kata terlambat walau ia telah habiskan banyak umurnya untuk maksiat. Karena Rahmat Allah tak terbatas.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Salah Satu Alasan Mengapa Islam Ajarkan tak Berkeluh Kesah

Islam mengajarkan umatnya tak mudah berkeluh kesah

Jika kita renungkan dengan baik, sejatinya setiap hari marupakan hari baik yang telah dipersembahkan Allah SWT Sang Pencipta untuk para hamba-Nya. 

Oleh sebab itu, sudah sepatutnya hidup untuk dijalani dan dinikmati bukan diratapi. “Jalanilah hari ini dengan keyakinan bahwa “saya tidak sendiri menjalani hari ini. Ada Allah Yang Mahabesar menemani saya dan pasti segala yang terbaik telah dipersiapkan-Nya bagi saya,” kata Pengasuh taklim Majelis Daarul Muhibbin, Habib Abdurrahman. Rahman Habsyi, menyampaikan pesan hikmahnya, Selasa (2/12).

Habib Abdurrahman mengatakan, orang bijaksana adalah mereka yang mampu berbahagia sekalipun melalui masa-masa sulit. Terus berusaha mensyukuri semua nikmat yang telah Allah berikan kepada kita setiap harinya. “Alihkan dan fokuskan pikiran anda kepada segala rahmat dan anugrah dari Allah, di hari ini, bahkan dalam setiap hari,” katanya.

Hari kemarin telah berakhir tadi malam, jadi jangan lagi membawa masalah-masalah kemarin untuk hari ini. Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadits riwayat ad-Dailamy sebagai berikut:

لَيْسَ البِرُّ في حُسْنِ اللِّبَاسِ وَالزِّيِّ، وَلكِنَّ البِرَّ السَّكِيْنَةُ وَالوَقَارُ. الديلمي في مسند الفردوس “Kebaikan itu bukan ada pada pakaian dan penampilan, melainkan kebaikan itu terletak pada ketenangan dan keteguhan.”

“Nikmatilah harimu yang penuh berkah ini,” kata Habib Abdurrahman sembari menambahkan, “Life is not be endured, but to be enjoyed. Hidup tidak untuk dipikul, tetapi untuk dinikmati,” kata Habib mengutip Hubert H Huphrey.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Muslim Nampak Miskin, Kafir Hidup Kaya

Mungkin pernah terbetik di dalam benak kita, kenapa kita yang seorang muslim, hidupnya jauh lebih sengsara, ketimbang mereka yang hidup di dalam kekafiran. Padahal seorang muslim hidup di atas keta’atan menyembah Allah ta’ala, sedangkan orang kafir hidup di atas kekufuran kepada Allah.

Wahai saudaraku seiman, janganlah heran dengan fenomena ini. Karena seorang shahabat Nabi yang mulia pun terheran sambil menangis. Beliau adalah ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu. Berikut ini kami nukilkan kisah ‘Umar yang termuat dalam kitab Tafsir Surat Yasin karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah.

Suatu hari ‘Umar mendatangi rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau sedang tidur di atas dipan yang terbuat dari serat, sehingga terbentuklah bekas dipan tersebut di lambung beliau. Tatkala ‘Umar melihat hal itu, maka ia pun menangis. Nabi yang melihat ‘Umar menangis kemudian bertanya, “Apa yang engkau tangisi wahai ‘Umar?”

‘Umar menjawab, “Sesungguhnya bangsa Persia dan Roma diberikan nikmat dengan nikmat dunia yang sangat banyak, sedangkan engkau dalam keadaan seperti ini?”

Nabi pun berkata, “Wahai ‘Umar, sesungguhnya mereka adalah kaum yang Allah segerakan kenikmatan di kehidupan dunia mereka.”[1]

Di dalam hadits ini menunjukkan  bahwa orang-orang kafir disegerakan nikmatnya oleh Allah di dunia, dan boleh jadi itu adalah istidraj[2] dari Allah. Namun apabila mereka mati kelak, sungguh adzab yang Allah berikan sangatlah pedih. Dan adzab itu semakin bertambah tatkala mereka terus berada di dalam kedurhakaan kepada Allah ta’ala.

Maka saudaraku di jalan Allah, sungguh Allah telah memberikan kenikmatan yang banyak kepada kita, dan kita lupa akan hal itu, kenikmatan itu adalah kenikmatan Islam dan Iman. Dimana hal ini yang membedakan kita semua dengan orang kafir. Sungguh kenikmatan di dunia, tidaklah bernilai secuil pun dibanding kenikmatan di akhirat.

Mari kita bandingkan antara dunia dan akhirat, dengan membaca sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Demi Allah! Tidaklah dunia itu dibandingkan dengan akhirat, kecuali seperti salah seorang dari kalian yang mencelupkan jarinya ke lautan. Maka perhatikanlah jari tersebut kembali membawa apa?” (HR. Muslim)

Lihatlah kawanku, dunia itu jika dibandingkan dengan akhirat hanya Nabi misalkan dengan seseorang yang mencelupkan jarinya ke lautan, kemudian ia menarik jarinya. Perhatikanlah, apa yang ia dapatkan dari celupan tersebut. Jari yang begitu kecil dibandingkan dengan lautan yang begitu luas, mungkin hanya beberapa tetes saja.

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa perhatiannya ‘Umar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak tega, hingga menangis melihat kondisi Nabi yang terlihat susah, sedangkan orang-orang kafir hidup di dalam kenikmatan dunia.

Sebagai penutup tulisan ini, akan saya petikkan kisah seorang hakim dari Mesir, beliau adalah Al-Hafizh Ibnu Hajr. Suatu hari Ibnu Hajr melewati seorang Yahudi yang menjual minyak zaitun, yang berpakaian kotor, dan Ibnu Hajr sedang menaiki kereta yang ditarik oleh kuda-kuda, yang dikawal oleh para penjaga di sisi kanan dan kiri kereta.

Kemudian Yahudi tersebut menghentikan kereta beliau dan berkata, “Sesungguhnya Nabi kalian telah bersabda, ‘Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan Surga bagi orang kafir[3] Engkau adalah Hakim Agung Mesir. Engkau dengan rombongan pengawal seperti ini, penuh dengan kenikmatan, sementara aku di dalam penderitaan dan kesengsaraan.”

Ibnu Hajr rahimahullah menjawab, “Aku dengan nikmat dan kemewahan yang aku rasakan ini dibandingkan dengan kenikmatan di Surga adalah penjara. Ada pun engkau dengan kesengsaraan yang engkau rasakan, dibandingkan dengan adzab yang akan engkau rasakan di Neraka dalah Surga.”

Orang Yahudi itu lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.” Masuk Islam lah orang Yahudi tersebut.

Penulis: Wiwit Hardi Priyanto


MUSLIM.or.id