10 Sebab Dihapuskannya Dosa

PERNAHKAH kita bayangkan seberapa besar dosa yang telah kita lakukan dan seberapa besar amalan yang sudah kita kerjakan? Dalam pembahasan kita kali ini adalah amalan dihapuskanya dosa kita.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu mengatakan: “Dosa-dosa itu akan mengurangi keimanan. Jika seorang hamba bertaubat, Allah Subhanah wa taala akan mencintainya. Derajatnya akan diangkat disebabkan taubatnya.

Sebagian salaf mengatakan: Dahulu setelah Nabi Dawud alaihissalam bertaubat, keadaannya lebih baik dibandingkan sebelum terjatuh dalam kesalahan. Barangsiapa yang ditakdirkan untuk bertaubat maka dirinya seperti yang dikatakan Said ibnu Jubair radhiyallahu anhu,

“Sesungguhnya seorang hamba yang melakukan amalan kebaikan, bisa jadi dengan sebab amalan kebaikannya itu akan memasukkannya ke dalam neraka. Bisa jadi pula seorang hamba melakukan amalan kejelekan akan tetapi membawa dirinya masuk ke dalam surga. Hal itu karena ia membanggakan amalan kebaikannya. Sebaliknya, hamba yang terjatuh ke dalam kejelekan membawa dirinya untuk meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Taala, kemudian Allah Subhanahu wa Taala mengampuni kesalahan-kesalahannya.”

Telah disebutkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda: “Amal-amal (seorang hamba) tergantung amalan-amalan yang dikerjakan pada akhir kehidupannya.”

Sesungguhnya kesalahan/dosa seorang mukmin akan dihapuskan dengan sepuluh sebab, sebagai berikut:

1. Bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Taala kemudian Allah Subhanahu wa Taala mengampuninya. Karena seseorang yang bertaubat dari sebuah dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa.
2. Meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Taala kemudian Allah Subhanahu wa Taala mengampuninya.
3. Mengerjakan amalan-amalan kebaikan, karena amalan-amalan kebaikan akan menghapuskan amalan-amalan kejelekan.
4. Mendapatkan doa dari saudara-saudaranya yang beriman. Mereka memberikan syafaat kepadanya ketika masih hidup dan sesudah meninggal.
5. Mendapatkan hadiah pahala dari amalan-amalan saudara-saudaranya yang beriman agar Allah Subhanahu wa Taala memberikan manfaat kepadanya dari hadiah tersebut.
6. Mendapatkan syafaat dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
7. Mendapatkan musibah-musibah di dunia ini yang akan menghapuskan dosa-dosanya.
8. Mendapatkan ujian-ujian di alam barzakh yang akan menghapus dosa-dosanya.
9. Mendapatkan ujian-ujian di padang Mahsyar pada hari kiamat yang akan menghapuskan dosa-dosanya.
10. Mendapatkan rahmat dari Arhamur Rahimin, Allah Subhanahu wa Taala.

Barangsiapa yang tidak memiliki salah satu sebab dari sebab-sebab yang bisa menghapuskan dosa-dosa ini, janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya ini adalah amalan-amalanmu. Aku menghitungnya untukmu kemudian Aku membalasinya untukmu. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah ia memuji Allah, dan barangsiapa yang mendapatkan selain daripada itu maka janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri.”

[Diambil dari Risalah Tuhfatul Iraqiyah fi Amalil Qalbiyyah hal. 32-33, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu]

INILAH MOZAIK

Pinjaman Terbaik untuk Allah SWT dan Kegemaran Ibnu Qayyim

Ibnu Qayyim gemar melakukan sedekah dan menikmatinya.

Suatu hari Umar bin Khattab ra membikin makanan yang terbuat dari kurma dan susu. Lalu datanglah seorang miskin, berdiri di muka makanan itu, dan Umar pun memberikan makanan itu kepadanya. Maka, orang-orang berkata kepada sang khalifah,

”Wahai Amirul Mukminun, orang miskin ini tak tahu kualitas makanan itu. Makanan yang lebih rendah pun sudah cukup baginya.” Jawab Umar, ”Wahai kaumku! Si Miskin ini adalah pencari pinjaman yang diutus oleh Allah kepadaku dan meminta pinjaman dariku. Kalau Si Miskin ini tidak tahu (akan nilai makanan), namun Tuhan Si Miskin ini tahu.” 

Narasi di atas adalah satu bagian kecil saja dari taburan kisah luhur para sahabat yang diilhami oleh firman Allah dan bimbingan Rasul-Nya. Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan kita agar mau ‘memberi pinjaman’ pada-Nya, yaitu dengan menafkahkan harta, jiwa, dan raga di jalan Allah. Firman Allah:

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka, dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS 57: 18).

Menurut Ibnu Abbas, qardhan hasana (pinjaman yang baik) adalah semua jenis sedekah selain zakat, seperti silaturahim, menjamu tamu, dan selain keduanya. Rasulullah adalah contoh paling agung dari seorang pemberi sedekah. Santunan yang dilakukannya adalah santunan dari seorang yang tak pernah takut miskin.

Ibnu Qayyim menulis dalam Zad al-Ma’ad: Memberi dan bersedekah adalah sesuatu yang paling disukainya. Kebahagiaan yang dirasakannya dengan memberi, jauh lebih besar dari kebahagiaan orang yang menerima dermanya. Rasulullah adalah orang yang paling dermawan. Tangan kanannya laksana angin bertiup. Bila seseorang dihimpit suatu kebutuhan tertentu, beliau pasti memprioritaskan orang itu ketimbang dirinya. Sedekah yang dilakukannya pun kaya dengan variasi. Kadang dengan memberi makan, kadang pula dengan memberi pakaian.

Suatu saat dalam bentuk hibah, di saat lain dengan sedekah. Kadang dengan hadiah, kadang dengan membeli sesuatu lalu memberikan kembali uang pembayaran plus dagangannya pada si pedagang. Pada kali lain dalam bentuk utang yang kemudian dikembalikan lebih banyak, lebih baik, dan lebih utama.

Atau, membeli sesuatu dan membayar dengan harga di atas semestinya. Kegemaran bersedekah tak hanya dilakukannya sendiri, tapi juga diperintahkan dan dianjurkannya. Bila melihat orang yang pelit, beliau mengajaknya agar bersikap dermawan. Tiap orang yang bergaul dan bersahabat dengannya, serta dapat melihat keteladannya, niscaya terdorong untuk bersikap toleran dan murah hati. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Dengki Membuat Rugi

DENGKI atau hasad adalah sikap yang sangat tercela. Yaitu sikap seseorang yang tidak senang apabila melihat saudaranya mendapatkan kenikmatan, keuntungan atau karunia. Ia mengharapkan semua kebaikan itu sirna dari saudaranya, dan kalau bisa berpindah kepada dirinya.

Sebagaimana firman Allah SWT, “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya..” (QS. Ali Imran [3]: 120)

Dengki sangatlah tercela karana penyakit ini bisa menyebabkan berbagai penyakit lain yang tidak kalah busuknya. Yaitu dengki bisa mendatangkan rasa dendam, permusuhan, fitnah hingga kemunafikan yang merupakan dosa besar.

Betapa berbahayanya dengki itu, sampai-sampai Allah memperingatkan kita dari karakter dengki. Allah berfirman, “Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh. Dari kejahatan makhluk-Nya. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (QS. al-Falaq [113]: 1-5)

Seperti seorang pedagang yang kiosnya bertetanggaan dengan pedagang lain. Mereka berjualan barang-barang yang kurang lebih sama. Namun, kios pedagang X lebih ramai dikunjungi pembeli dibanding kios pedagang Y. Lantas, pedagang Y tidak suka atas apa yang terjadi pada pedagang X. Ia berharap dirinyalah yang mendapat keuntungan, bukan X. Timbul kegelisahan dalam hati Y, sehingga ia berpikiran negatif, mengharap apa yang dialami X, terjadi pada dirinya. Bahkan ia mengharapkan karunia yang dirasakan X itu berakhir.

Pendengki adalah orang yang paling rugi. Dia berbuat zalim, tapi yang dirugikan dan menderita adalah dirinya sendiri. Kedengkiannya pada orang lain tidak akan mengubah apa yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya. Takdir Allah terhadap seseorang tak pernah bisa dihalang-halangi oleh seorang pun atau sesuatu apa pun.

Malangnya seorang pendengki adalah ia akan semakin bertambah nelangsa dan menderita, jika pemberian Allah kepada orang yang didengki itu semakin bertambah. Kedengkian adalah bukti kurang iman. Dengki itu bukti tidak rida pada perbuatan Allah terhadap hamba-Nya. Dengki itu sikap ingin mengatur Allah sesuai hawa nafsunya. Tentulah dengki itu sikap yang tak punya adab. Yaitu adab terhadap Allah, Tuhan semesta alam.

Padahal sesungguhnya Allah berbuat sesuai kehendak-Nya pasti dengan ke-Mahaadilan-Nya. Harusnya kita bersyukur atas apa yang telah Allah karuniakan kepada kita, dan juga turut bersyukur atas apa yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang beriman lainnya.

Setiap orang mendapatkan kapling ketentuannya masing-masing. Jangankan satu kampung, bahkan kakak adik saja atau kembar sekalipun tetap saja berbeda. Rezeki, kemampuan, postur tubuh, jodoh dan hal lainnya tidak akan sama.

Allah SWT memerintahkan sesama muslim untuk saling mendukung, membantu, mendoakan dan turut merasa gembira atas kegembiraan yang sedang dirasakan oleh sesama muslim. Inilah yang disebut dengan sikap ghibthah, sikap yang bertolak belakang dengan dengki.

Para ulama menerangkan bahwa ghibthah adalah rasa ingin mendapatkan kenikmatan atau keberuntungan yang didapatkan oleh orang lain, tanpa diiringi hawa nafsu yang menginginkan kenikmatan atau keberuntungan itu hilang dari orang yang mendapatkannya. Orang yang ghibthah juga tidak merasa benci manakala melihat orang lain mendapatkan nikmat atau keberuntungan.

Inilah yang dimaksud dengan ghibthah pada hadis berikut ini. Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada hasad yang dianjurkan- kecuali pada dua perkara, (yaitu) (1) orang yang diberikan pemahaman al-Quran lalu dia mengamalkannya di waktu-waktu malam dan siang; dan (2) orang yang Allah karuniai harta lalu dia menginfakkannya di waktu-waktu malam dan siang.” (HR. Muslim)

Ghibthah terhadap dua orang yang dijelaskan dalam hadis ini merupakan sikap yang baik. Bolehkah kita ghibthah pada urusan dunia? Hal ini memiliki hukum asal yaitu boleh. Seperti kita ingin memiliki kendaraan seperti yang dimiliki oleh saudara kita, maka itu diperbolehkan.

Namun, perlu kita waspadai sesuatu yang hukumnya boleh akan menjadi tercela jika berlebih-lebihan. Demikian juga ghibthah dalam urusan dunia. Ini seperti yang terjadi pada kaum Qarun. Ketika mereka melihat kemewahan dan kekayaan Qarun, maka mereka berangan-angan memiliki kemewahan seperti Qarun. Hal ini diterangkan oleh Allah dalam surah al-Qashash ayat 79-80.

Adapun ghibthah yang dianjurkan adalah ghibthah dalam urusan akhirat. Imam Nawawi menjelaskan yang dimaksud dengan ghibthah dalam urusan akhirat adalah terhadap dua orang yang melakukan dua perbuatan sebagaimana disebutkan dalam hadis yang dipaparkan sebelumnya, atau perbuatan yang semisal dengannya.

Ghibthah dalam urusan akhirat akan mendorong kita menjadi semakin semangat dalam beramal saleh. Melihat orang yang hafiz al-Quran, maka kita menjadi semangat menghafal al-Quran. Melihat orang yang gemar bersedekah, maka kita menjadi semangat bekerja agar bisa leluasa sedekah. Demikianlah contoh ghibthah dalam urusan akhirat.

Abu Dzar al-Ghifari pernah menceritakan bahwa sebagian sahabat Rasulullah berkata kepada Beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya itu telah pergi membawa pahala yang banyak. Mereka salat sebagaimana kami salat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sementara kami tidak bisa melakukannya).”

Rasulullah bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian sesuatu untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih (subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (Allahu akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (laa ilaha illallah) adalah sedekah, menyeru kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari yang munkar adalah sedekah, dan persetubuhan salah seorang dari kalian (dengan istrinya) juga sedekah.”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah jika di antara kami menyalurkan syahwatnya (kepada istrinya) juga mendapatkan pahala?” Beliau bersabda, “Bagaimana pendapat kalian, seandainya ia menyalurkannya pada yang haram, bukanlah itu berdosa? Maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, dia juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Sahabatku dengki adalah perkara yang buruk. Lawanlah dengki dengan ghibthah. Semoga kita tidak tergolong orang-orang yang merugi karena sesungguhnya dengki hanya mendatangkan dosa dan menyengsarakan diri sendiri. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZIK

Ini Salah Satu Sebab Matinya Hati Manusia…

TAKABUR secara umum terdiri dari 3 jenis yaitu :

1. Takabur kepada Allah Ta’ala, sebagaimana yang dilakukan oleh Raja Namrud, Raja Firaun dan Abu Lahab.
2. Takabur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga jauh dari taat kepada ajaran dan perilaku Rasulullah.
3. Takabur kepada sesama makhluk Allah, seperti takabur karena memiliki harta yang banyak, ilmu, amal, dan nasab dihadapan orang lain.

Diantara ciri-ciri manusia yang suka berperilaku sombong/ takabbur adalah sebagai berikut :

1. Sikap memuji diri. Sikap ini muncul karena merasa dirinya memiliki kelebihan harta, ilmu pengetahuan, dan keturunan atau nasab. Oleh karena itu ia merasa lebih hebat dibanding orang lain.

2. Merendahkan dan meremehkan orang lain. Sikap ini bisa diwujudkan dengan mamalingkan muka ketika bertemu dengan orang lain yang dikenalnya, karena merasa lebih baik dan lebih hebat darinya.

3. Suka mencela dan membesar-besarkan kesalahan orang lain, Orang yang takabbur selalu menyangka bahwa dirinyalah yang benar, baik, dan mulia serta mampu malakukan segala sesuatu. Sedangkan orang lain dianggap rendah, kecil, hina dan tak mampu berbuat sesuatu. Bahkan orang lain dimatanya selalu berbuat salah.

Bahaya Sikap Takabur:

– Sikap tercela yang sangat dibenci oleh Allah (QS An Nisa: 36)
– Dibenci oleh orang lain karena keangkuhannya (QS Lukman: 18)
– Dapat mematikan hati manusia (QS Al Mukmin: 35)
– Tidak mensyukuri nikmat Allah (QS Al Israa: 83)
– Akan dimasukan ke dalam neraka (QS An Nahl: 29)

[mutiaraislam]

INILAH MOZAIK

Menjadi Teladan yang Menginspirasi

Hal terberat bagi seorang guru atau ustadz bukanlah agar ilmu sampai dan dipahami oleh muridnya, tetapi bagaimana menjadi teladan yang baik sehingga memotivasi dan menginspirasi dalam semangat ilmu, amal, dan akhlak yang mulia. Demikian juga para orang tua pada anak-anaknya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi teladan yang baik bahkan memotivasi para sahabat yang menjadi murid-murid langsung beliau.

Allah Ta’ala berfirman,

ﻟَّﻘَﺪْ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃُﺳْﻮَﺓٌ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ ﻟِّﻤَﻦ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺮْﺟُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﺍْﻷَﺧِﺮَ ﻭَﺫَﻛَﺮَ ﺍﻟﻠﻪَ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab: 21).

Para ulama dahulu sangat paham bahwa murid mereka tidak hanya mengambil ilmu darinya, tetapi juga mencontoh penerapan ilmu mereka berupa adab dan akhlak yang baik.

Perhatikan kisah Imam Ahmad bin Hanbal yang mempunyai banyak murid, akan tetapi mayoritas muridnya tidak mencatat ilmu, namun ingin sekedar bertemu dan melihat Imam Ahmad yang merupakan sumber motivasi mereka dalam berilmu dan beramal. Hal ini karena Imam Ahmad telah memberikan contoh yang baik berupa ilmu, amal, dan akhlak yang mulia.

Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata,

كان يجتمع في مجلس أحمد زهاء خمسة آلاف – أو يزيدون نحو خمس مائة – يكتبون، والباقون يتعلمون منه حسن الأدب والسمت

“Hadir di majelis Imam Ahmad ada sekitar limaribu orang atau lebih. Limaratus orang menulis (pelajaran), sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya.”[1]

Demikian juga kisah yang dibawakan oleh ulama besar Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu, beliau memiliki ilmu yang banyak dan diakui. Beliau juga melihat langsung teladan ilmu, amal, dan akhlak mulia dari guru beliau yaitu syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Ketika mereka merasakan sempit akibat ujian dunia, mereka segera mendatangi gurunya. Belumlah mereka mendengar wejangan dan nasihat dari gurunya, baru bertemu saja dengan gurunya, mereka sudah merasakan ketenangan dan hilanglah rasa sempitnya. Hal ini karena guru mereka benar-benar memberikan contoh teladan yang baik serta kesabaran yang luar biasa.

Ibnul Qayyim berkata,

وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه، فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة

“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah) jika ditimpa perasaan takut yang berlebihan, timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, maka kami mendatangi beliau, dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.”[2]

Demikian juga kita sebagai orang tua, jika mendidik anak di rumah harus memberikan contoh teladan terlebih dahulu kepada anak-anak kita:

-Jika ingin anak kita shalih/shalihah, sebagai orangtua harus berusaha shalih dan shalihah

-Jika ingin anak rajin shalat, sebagai orangtua harus rajin shalat di rumah untuk mencontohkan (ayah shalat wajib di masjid dan shalat sunah di rumah)

-Jika ingin anak menghafalkan Al-Quran, kita pun berusaha menghafalkan Al-Qur’an di rumah walaupun sedikit, sering membaca Al-Quran di rumah

Khususya bagi para suami dan para ayah, Andalah yang menjadi teladan utama bagi istri dan anak-anak Anda. Perhatikan perkataan ulama berikut

إن عصيت الله رأيت ذلك في خلق زوجتي و أهلي و دابتي

“Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku, dan hewan tungganganku.”

Tugas dari para ayah yaitu menjaga keluarganya dari api neraka.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim [66] :6).

Demikian semoga bermanfaat

Penulis: dr. Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/35553-menjadi-teladan-yang-menginspirasi.html

Sedekah Pintu Kemuliaan

Allah menjanjikan pahala dan kemuliaan bagi orang yang bersedekah.


Dari Abu Umamah bin Shuday bin ‘Ajlan RA, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda, “Wahai anak Adam, sesungguhnya jika kamu memberikan kelebihan hartamu, maka itu sangat baik. Jika tidak, itu sangat jelek bagimu. Kamu tidaklah dicela karena kesederhanaanmu. Dahulukan orang yang menjadi tanggunganmu. Sebab, tangan di atas (orang yang memberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (orang yang meminta).” (HR Muslim).

Hadis tersebut mengingatkan kita agar senantiasa bersedekah. Saat diberi kelebihan harta, alangkah terpujinya jika mau berbagi dengan sesama. Bagi seorang mukmin yang tidak sanggup bersedekah dengan harta, sesungguhnya pintupintu kebaikan lainnya selalu terbuka lebar. Tak melulu soal harta, sedekah bisa berupa apa saja, bahkan berbahagia dengan kebahagiaan sesama mukmin pun merupakan sedekah.

Sedekah bisa berupa perilaku dan tutur kata yang baik, membantu pendengaran orang yang tuli, membantu orang buta berjalan, menjenguk orang yang sakit, memberikan senyuman kepada sesama, berwajah ceria, berbuat adil, dan memberikan nafkah kepada keluarga. Rasulullah SAW bersabda, “senyummu kepada saudaramu adalah sedekah, ajakanmu terhadap kebaikan adalah sedekah, bantuanmu terhadap orang yang tak bisa melihat adalah sedekah, menyingkirkan batu atau duri di jalanan itu sedekah, dan membagi isi timbamu kepada timba saudaramu itu juga sedekah.” (HR Tirmidzi).

Allah menjanjikan pahala dan kemuliaan bagi orang yang bersedekah. Bahkan, Allah sendiri yang lebih tahu balasan apa yang pantas diberikan. Firman-Nya, “sesungguhnya orangorang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS al-Hadid: 18). Pada ayat lain Allah berfirman, “Dan, apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya.” (QS Saba: 39).

Bahkan, Allah akan memelihara pahala orang yang bersedekah. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “barang siapa yang bersedekah senilai satu butir kurma dari hasil usaha yang halal, di mana Allah tidak akan menerima kecuali yang baik (halal), maka sesungguhnya Allah akan menerima dengan tangan kanan-Nya, kemudian memeliharanya untuk orang yang bersedekah itu, sebagaimana salah seorang di antara kalian memelihara anak kuda, sehingga sedekah itu menjadi sebesar gunung.” (HR Bukhari dan Muslim).

Membiasakan diri bersedekah merupakan sikap terpuji. Tidak semua orang mampu melakukannya. Diperlukan latihan agar menjadi perilaku keseharian dan membentuk sikap mental dermawan. Ketika sudah terbangun sikap dermawan dalam diri seseorang, ia akan senantiasa berupaya memberikan apa yang bisa diberi setiap harinya. Hidupnya selalu optimistis. Yakin bahwa apa yang diberikan, hakikatnya bukan berkurang, justru bertambah. Sungguh mulia orang yang menjadikan kebiasaan bersedekah sebagai jalan hidupnya.

Kebiasaan bersedekah akan menghindarkan kita dari rakus dan pelit. Keduanya adalah sumber kebusukan yang bisa merusak hati, memicu timbulnya cinta dunia, dan ambisi buta untuk menguasai harta. Beruntunglah orang yang terpelihara dari sikap kikir sebagaimana Allah berfirman, “Siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS at-Taghabun: 16) Oleh karena itu, biasakan diri kita untuk bersedekah setiap hari, memberikan kebahagiaan meski hanya dengan senyuman dan berwajah ceria. Wallahu a’lam.

Oleh: Agus Sopian

KHAZANAH REPUBLIKA

Jumat adalah Hari Nikahnya Para Nabi dan Wali, Siapa Saja?

Sejumlah nabi dan sahabat menikah pada Jumat.

Jumat merupakan hari yang istimewa dalam Islam. Hari Jumat juga disebut sebagai hari raya Islam. Sebab di hari ini, ada sejumlah peristiwa besar yang terjadi dan menjadi hari yang di dalamnya terdapat waktu yang mustajab untuk berdoa.

Di hari ini pula disunahkan untuk memperbanyak amalan dalam beribadah. Dari keistimewaan dan keutamaan hari Jumat itulah, ada anjuran untuk melangsungkan akad nikah di hari Jumat. Dewan Pakar Aswaja Center PCNU Jombang, Gus Yusuf Suharto, mengatakan bahwa hari Jumat juga menjadi hari pernikahan para Nabi dan wali. 

Dia menukilkan pendapat dari Syekh Abu Nashr dalam as-Sab’iyyat fi Mawaidz al-Bariyyat. Syekh Abu Nashr menuturkan pendapat sebagian ulama bahwa ada tujuh nabi dan wali yang menikah pada Jumat.

Mereka di antaranya, Nabi Adam dan Hawa, Nabi Musa dan Shafura, Nabi Sulaiman dan Bilqis, Nabi Muhammad dan Khadijah, Nabi Muhammad dan Aisyah, dan Nabi Yusuf dan Zulaikha. Sementara di kalangan sahabat ialah Sayyidina Ali dan Fathimah.

Gus Yusuf juga menukilkan riwayat bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya oleh Anas Ibn Malik tentang Jumat. Rasulullah kemudian menjawab, bahwa Jumat adalah hari silaturahim dan hari pernikahan.

Anas lantas bertanya, “Mengapa begitu?” Rasulullah menjawab, bahwa pada Jumat itulah para nabi menikah.

Sementara itu, Ibnu Qudamah mengatakan dianjurkan untuk melakukan akad nikah pada hari Jumat. Sebab, beberapa ulama salaf menganjurkan hal itu. Ada beberapa ulama yang melakukan demikian, termasuk Samurah ibn Habib, Rasyid bin Said, dan Habib bin Utbah. 

Hal ini juga dinyatakan oleh an-Nafrawi al-Maliki dalam al-Fawakih ad-Dawani, bahwa dianjurkan khitbah (lamaran) dan akad nikah di hari Jumat setelah ashar, karena mendekati waktu malam. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Baca Alquran tak Tahu Arti, Ini Empat Faedahnya

MENURUT penjelasan dari Ustaz Ahmad Sarwat Lc, selain ayat Quran juga banyak hadis nabawi yang menganjurkan kita untuk membaca Alquran, tanpa menekankan pentingnya kita mengerti maknanya, di antaranya sebagai berikut:

1. Orang yang Baca Alquran dengan Yang Tidak Baca Berbeda

Salah satu nash hadis secara tegas membandingkan orang yang membaca Alquran dengan yang tidak membaca Alquran. Dari Abu Musa Al-Asy`arit berkata, Rasulullah bersabda, “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran bagaikan buah limau baunya harum dan rasanya lezat. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Alquran bagaikan kurma, rasanya lezat dan tidak berbau. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran bagaikan buah raihanah yang baunya harum dan rasanya pahit, dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Alquran bagaikan buah hanzholah tidak berbau dan rasanya pahit.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari hadis ini jelas sekali bahwa sekedar membaca Alquran atau tidak membaca sudah membedakan kedudukan seseorang. Berarti ada nilai tersendiri untuk sekedar membaca Alquran.

2. Bersama Malaikat

Hadis ini juga sangat eksplisit menyebutkan tentang orang yang membaca Alquran, yaitu dijanjikan Allah akan di tempat bersama dengan para malaikat. Dari `Aisyah Radhiyallahu `Anha berkata, Rasulullah bersabda, “Orang yang membaca Alquran dan ia mahir dalam membacanya maka ia akan dikumpulkan bersama para Malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang yang membaca Alquran dan ia masih terbata-bata dan merasa berat (belum fasih) dalam membacanya, maka ia akan mendapat dua ganjaran.” (HR Bukhari Muslim)

Semakin tegas lagi ketika lafaz hadis ini menyebutkan kasus orang yang membaca Alquran dengan terbata-bata yang tetap saja akan diberikan pahala. Jelas menunjukkan tentang pentingnya membaca Alquran.

3. Bacaan Quran adalah Syafaat

Selain itu juga kita temukan adanya dalil yang menyebutkan tentang salah satu fungsi bacaan Quran sebagai syafaat yang akan menolong kita di hari akhir nanti. Dari Abu Umamah Al-Bahili berkata, saya telah mendengar Rasulullah bersabda, “Bacalah Alquran!, maka sesungguhnya ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi ahlinya.” (HR Muslim)

4. Diberi Pahala per Huruf

Dan semakin tegas lagi pentingnya membaca Alquran ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Dari Abdullah bin Mas`ud berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Alquran) maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan akan dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan “Alif lam mim” itu satu huruf, tetapi “Alif” itu satu huruf, “Lam” itu satu huruf dan “Mim” itu satu huruf.” (HR At Tirmidzi dan berkata, “Hadits hasan shahih).

Betul-betul disebutkan bahwa membaca Alquran itu berpahala dan pahalanya dihitung perhuruf, di mana setiap huruf akan dikalikan sepuluh kebajikan. Semua dalil ini menunjukkan bahwa sekedar membaca Alquran tanpa memaham arti, juga sudah mendatangkan pahala. Namun kalau kita bandingkan dengan dalil-dalil yang lain, tentu pahalanya akan menjadi lebih berkah, lebih banyak dan lebih besar, manakala kita pun juga mengerti dan paham makna bacaan yang kita baca.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. []

INILAH MOZAIK

Bagaimanakah Suami dalam Menyikapi Kesalahan Istri?

Sebagai pemimpin keluarga seorang suami harus paham bagaimana menyikapi kesalahan istrinya

Suami, Pahamilah Kekurangan Istrimu

Di antara sebab awetnya sebuah rumah tangga adalah sikap suami yang pemaaf dan memahami kekurangan istrinya sebagaimana umumnya wanita yang lain. Ketika seorang istri berbuat kesalahan, maka tidak perlu setiap kesalahan istri itu harus ditegur, apalagi dijadikan sebagai sebuah masalah yang besar dan serius. Apalagi kemudian ditegur dengan kasar. Akan tetapi, hendaklah suami memilah dan memilih, manakah di antara kesalahan tersebut yang perlu ditegur, dan manakah kesalahan yang tidak perlu ditegur, alias dibiarkan saja. 

Tidak Semua Kesalahannya Harus Ditegur

Hal ini sama persis sebagaimana kita menyikapi kesalahan dan keteledoran anak kecil. Anak kecil belumlah sempurna akalnya. Kadang anak kecil berlari ke sana ke mari tanpa henti, membuat rumah berantakan, tidak bisa diam dan tenang. Akan tetapi, hal ini bisa kita maklumi. Tinggal kita awasi saja untuk memastikan keamanannya. 

Berbeda halnya jika anak kecil tersebut melakukan kesalahan yang serius, barulah ditegur. Misalnya, dia mengeluarkan kata-kata dan ungkapan (umpatan) kasar yang seharusnya tidak boleh diucapkan. Jika semua kesalahan anak kecil ditegur, yang muncul hanyalah stres dari orang-orang yang menegurnya.

Begitu juga menyikapi kesalahan dan keteledoran istri. Tidak perlu semuanya ditegur. Ketika istri salah sedikit, suami langsung menegur dan memarahi. Ini sikap seorang suami yang kurang tepat. Akan tetapi, sekali lagi, hendaknya suami memilah dan memilih, manakah di antara kesalahan tersebut yang memang perlu dan layak untuk ditegur. 

Pahami Kapan Memaklumi dan Kapan Harus Menegur

Misalnya, pada pagi hari, suami meminta istri untuk membuatkan teh panas. Biasanya dengan senang hati sang istri akan membuatkan. Akan tetapi, pagi itu istri baru agak malas dan tidak mau melaksanakan perintah suami. Dalam kondisi ini, hendaklah suami maklum, dibiarkan saja, toh dia juga bisa membuat teh panas sendiri. Kita maklumi saja, mungkin istri baru ingin santai-santai, mungkin baru tidak fokus, dan pemakluman yang lain. 

Atau suatu sore sepulang kerja, kondisi rumah masih berantakan, makanan pun belum disiapkan. Ternyata istri ketiduran, dan belum lama bangun. Hal semacam ini hendaknya dimaklumi, dan tidak perlu dijadikan masalah besar.

Akan tetapi, ketika suatu saat istri membentak-bentak suami, maka kesalahan ini tidak bisa ditolerir sehingga perlu (langsung) ditegur dan diluruskan.

Teladan Terbaik dalam Menyikapi Kesalahan Istri

Apa yang kami uraikan di atas adalah teladan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyikapi kesalahan-kesalahan istrinya. Demikianlah praktik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menegur istri beliau, sebagaimana yang diceritakan dalam firman Allah Ta’ala,

وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ

“Dan ingatlah ketika nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka ketika (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada ‘Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan ‘Aisyah) kepada Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan (membiarkan) sebagian yang lain (kepada Hafsah). 

Maka ketika (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan ‘Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya, “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab, “Allah yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal telah memberitakan kepadaku.” (QS. At-Tahrim [66]: 3)

Kita mengetahui bahwa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita-wanita utama dan pilihan. Suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan beberapa perkara kepada istrinya, yaitu ibunda Hafshah radhiyallahu ‘anha, dan berpesan kepada Hafshah agar tidak menceritakannya kepada siapa pun. Akan tetapi, Hafshah radhiyallahu ‘anha tidak menunaikan wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hafshah justru menceritakan perkara tersebut kepada ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. 

Lalu, Allah Ta’ala pun memberi tahu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal kejadian tersebut. Sehingga akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegur Hafshah atas sebagian kesalahannya saja, dan membiarkan (memaklumi) kesalahan yang lain. 

عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ

“ … lalu Muhammad memberitahukan sebagian (kesalahan yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan (membiarkan) sebagian (kesalahan) yang lain (kepada Hafsah) … “

Demikianlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menegur istrinya. Yaitu, beliau menegur sebagian kesalahan saja, dan memberikan toleransi atas sebagian kesalahan yang lain. Kurang lebihnya, jika seorang istri memiliki sepuluh kesalahan misalnya, tegurlah tiga, empat, atau lima kesalahan saja (yang memang betul-betul perlu ditegur). Dan biarkan (tidak menegur) sisa kesalahan yang lainnya. [1]

Motivasi Agar Mudah Memaafkan Kesalahan Istri

Allah Ta’ala juga memotivasi kita untuk mudah memafkan kesalahan dan keteledoran orang-orang yang berada di bawah kita. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin, dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah. Dan hendaklah mereka memaafkan (secara lahiriyah) dan berlapang dada (yaitu, memaafkan secara batin). Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nuur [24]: 22)

Semoga uraian singkat ini dapat menjadi masukan dan bahan renungan untuk para suami.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53282-bagaimanakah-suami-dalam-menyikapi-kesalahan-istri.html

Wanita Itu Bagaikan Gelas Kaca

Jadilah suami yang pandai menjaga perasaan istrinya

Menjaga Gelas-Gelas Kaca

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui sebagian istrinya, sementara Ummu Sulaim bersama mereka. Maka beliau berkata, 

وَيْحَكَ يَا أَنْجَشَةُ، رُوَيْدَكَ سَوْقًا بِالقَوَارِيرِ

“Hati-hati wahai Anjasyah, pelan-pelanlah jika sedang mengawal gelas (piala) kaca (maksudnya para wanita, pent.).” (HR. Bukhari no. 6149 dan Muslim no. 2323) 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan Anjasyah agar tidak terlalu semangat dalam melantunkan syair ketika menggiring unta. Karena kalau terlalu semangat, unta-unta itu akan berjalan dengan sangat cepat. Padahal, di dalam rombongan ada para wanita. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingatkan agar Anjasyah memelankan lantunan syairnya, karena dia sedang mengawal gelas (piala) kaca, yaitu para wanita yang ada dalam rombongan.

Suami Berusaha Menjaga Hati Istri

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa wanita itu bagaikan gelas kaca …

Jika gelas kaca itu jatuh dan pecah, hampir mustahil bisa diperbaiki dan dikembalikan seperti semula. Berbeda halnya dengan gelas aluminium atau gelas besi.

Jadi, untuk para suami, perhatikanlah hal ini. Janganlah Engkau membuat hatinya terluka, karena akan sulit penyembuhannya. 

Seorang istri, bisa jadi dia sanggup melaksanakan banyak perkerjaan rumah tangga di satu waktu. Dalam kondisi hamil, istri masih bisa memasak, membersihkan rumah, itu pun sambil menyuapin anak yang masih kecil, dilanjutkan dengan menyeterika pakaian. Seorang suami dengan badan yang kekar, mungkin hanya mampu menggendong anak tidak lebih dari setengah jam. Berbeda dengan sang ibu yang tahan berjam-jam lamanya. Sungguh ketahanan fisik yang luar biasa.

Akan tetapi, sekali bentakan suami yang dia dengar dan rasakan, semua tubuhnya tiba-tiba lemas dan tidak berdaya. Lau dia pun hanya bisa menumpahkan air matanya di atas bantal, tidak membalas bentakan suaminya karena tingginya kedudukan suami di matanya.

Sekali saja suami memukulnya, rasa sakit dalam hatinya tidak akan pernah hilang, meskipun bisa jadi secara fisik tidak berbekas sama sekali.

Jadi ingatlah. wahai para suami, istri (wanita) itu bagaikan gelas-gelas atau piala kaca. Hati-hatilah dalam bersikap dengan para istri. Karena kalau sebuah kaca itu sudah pecah, sangat sulit untuk dikembalikan seperti keadaannya semula. 

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53273-wanita-itu-bagaikan-gelas-kaca.html