Pahala untuk Orang yang Membaca Alquran Terbata-bata

Orang yang membaca Alquran meski terbata-bata tetap mendapatkan pahala.

Allah SWT memberikan keutamaan kepada hambaNya yang membaca Alquran. Meskipun, seorang hamba itu membacanya dengan terbata-bata.

Dalam sebuah hadits disebutkan:


عَن عَائِشَةَ رَضي اللٌهُ عَنهاَ قَالَتُ:قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلٌي اللٌهُ عَلَيهِ وَ سَلٌم الَماهر باِلقُرانِ مَعَ السَفَرَةَ الكِرَامِ الَبَرَرَةِ وَاٌلَذِي يَقُراٌ القُرانَ وَيَتَتَعتَعُ فِيه وَهُوَ عَلَيهِ شَاقٌ لَه اَجَران (رواه البخارى ومسلم وابو داوود والترمذى وابن ماجه).


Dari Aisyah r.h.a berkata bahwa Rasulullah saw.bersabda, “Orang yang ahli dalamAlquran akan berada bersama malaikat pencatat yang mulia lagi benar, dan orang terbata-bata membaca Alquran sedang ia bersusah payah (mempelajarinya), maka baginya pahala dua kali.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud)

Maulana Muhammad Zakariyya Al Khandahlawi dalam kitabnya yang berjudul Fadhilah Amal menerangkan, maksud orang yang ahli dalam Alqurab adalah orang yang hafal Alquran dan senantiasa membacanya, apalagi jika memahami arti dan maksudnya.
Dan yang dimaksud ‘bersama-sama malaikat’ adalah, ia termasuk golongan yang memindahkan Alquran al-Karim dan Lauh Mahfuzh, karena ia menyampaikannya kepada orang lain melalui bacaannya.

“Dengan demikian, keduanya memiliki pekerjaan yang sama. Atau bisa juga berarti, ia akan bersama para malaikat pada hari Mahsyar kelak,” kata Maulana Zakariyya.

Sementara, orang yang terbata-bata membaca Alquran akan memperoleh pahala dua kali; satu pahala karena bacaannya, satu lagi karena kesungguhannya mempelajari Alquran berkali-kali. Tetapi bukan berarti pahalanya melebihi pahala orang yang ahli Alquran.

Orang yang ahli Alquran tentu saja memperoleh derajat yang istimewa, yaitu bersama malaikat khusus. Maksud yang sebenarnya adalah, bahwa dengan bersusah payah mempelajari Alquran akan menghasikan pahala ganda.

“Oleh karena itu, kita jangan meninggalkan baca Alquran, walaupun mengalami kesulitan dalam membacanya,” kata Maulana Zakariyya.

KHAZANAH REPUBLIKA


Keutamaan Belajar Alquran dan Mengajarkannya

Ada keutamaan untuk orang yang belajar Alquran dan mengamalkannya.

Allah SWT memberikan keutamaan kepada orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad yang berbunyi:


عَن عُثَمانَ رَضِىَ اللٌهُ عَنهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صٌلَى اللٌهُ عَلَيهِ وَسَلٌمَ خَيُركُم مَن تَعلٌمَ القُرانَ وَعَلٌمَهَ . ) رواه البخاري وابو داود والترمذي والنسائ وابي ماجه هكذا في الترغيب وعزاه الى مسلم ايضا لكن حكي الحافظ في الفضح عن ابي العلاء ان مسلما سكت عنه ).

Dari Utsman RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang belajar al Qur’an dan mengajarkannya.” (HR Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah)

Maulana Muhammad Zakariyya Al Khandahlawi mengatakan di dalam kitab Fadhilah Amal, dalam sebagian besar kitab, hadits diriwayatkan dengan menunggukan huruf wa (artinya dan), sebagaimana terjemahan di atas. Dengan merujuk terjemahan di atas, maka keutamaan itu diperuntukkan bagi orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain.

Namun dalam beberap kitab lainnya, hadits itu diriwayatkan dengan menggunakan huruf aw (artinya ataw), Sehingga terjemahanya adalah, “Yang terbaik di antara kamu ialah orang yang belajar Al-Quraan saja ataw yang mengajarkan alquraan saja.”

Dengan demikian, maka keduanya mendapatkan derajat keutamaan yang sama .
Alquran adalah inti agama. Menjaga dan menyebarkan sama dengan menegakan agama. Karenanya sangat jelas keutamaan mempelajari Alquran dan mengajarkannya, walaupun bentuknya berbeda-beda.

“Yang paling sempurna adalah mempelajarinya, dan akan lebih sempurna lagi jika mengetahui maksud dan kandungannya. Sedangkan yang terendah adalah mempelajari bacaannya saja,” kata Maulana Zakariyya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Orang Pertama Yang Menerjemah Alquran ke Bahasa Inggris

Alquran merupakan kitab suci yang mengajarkan nilai yang tak usang. Kandungannya benar-benar mengagumkan. Meskipun ia diturunkan lima belas abad silam, namun nilai-nilainya bisa diadaptasi dalam kehidupan masyarakat modern. Mungkin orang tak percaya, tapi ini kenyataannya. Ajaib. Karena keistimewaan inilah semua orang berhak membacanya dan merenungkan makna-maknanya. Tidak hanya orang Arab. Orang non Arab pun butuh mengetahuinya. Inilah yang menjadi alasan Alquran diterjemahkan ke berbagai Bahasa. Menjawab kebutuhan manusia di setiap zaman.

Penerjemahan Alquran juga dilakukan ke Bahasa Inggirs. Bahasa komunikasi nomor satu di jagad ini. Lalu siapa yang berjasa pertama kali menerjemah kitab suci ini ke dalam Bahasa Inggris? Berikut ini kisahnya.

Si Penerjemah

Penerjemah itu adalah Sir Abdullah Yusuf Ali. Seorang muslim berkewarga-negaraan Inggris yang berasal dari Pakistan. Ali lahir pada 14 April 1872 di Kota Bombai, India. Saat itu India tengah dijajah oleh Inggris. Ia terlahir dari keluarga muslim dan dididik dengan pendidikan islami. Melalui perhatian dan bimbingan keluarganya, ia berhasil menghafal 30 juz Alquran. Ia pun mampu berkomunikasi dengan Bahasa Arab dan Inggris dengan lancar.

Kemampuan Bahasa Inggris Abdullah Yusuf Ali tak sembarang. Ia kuliah sastra Inggris di beberapa universitas Eropa, seperti di Universitas Leeds. Kemudian ia juga memiliki kesungguhan dalam memepelajari Alquran dan tafsiran para sahabat Nabi.

Abdullah Yusuf juga memiliki andil dalam pembangunan masjid ketiga di Amerika Utara. Sebuah masjid yang dinamai Masjid ar-Rasyid yang terletak di Kota Edmonton Alberta, Canada. Yang dibangun pada Desember 1938.

Kemampuannya juga terdengar oleh Muhammad Iqbal (pemikir India/Pakistan). Ia menunjuk Abdullah Yusuf Ali sebagai direktur Islamic College of Lahore, India (karena dulu Pakistan masih menjadi wilayah India). Setelah itu ia kembali ke Inggris dan wafat di London. Ia dimakamkan di Inggris, di pemakaman khusus muslim di Brockward-Suri, dekat Werkneck.

Awal Kisah

Buku The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentaryadalah karya fenomenal Abdullah Yusuf Ali. Terjemah Alquran Bahasa Inggris ini dicetak pada tahun 1934. Kemudian dicetak berulang-ulang dan disebarkan ke berbagai penjuru. Karya ini kemudian menjadi terjemahan Alquran yang paling banyak beredar dan paling banyak digunakan oleh negara-negara yang berbahasa Inggris.

Sebenarnya, Sir Abdullah Yusuf Ali bukan orang pertama yang menerjemah Alquran ke dalam Bahasa Inggris. Sebelumnya ada George Seale, orientalis Inggris [1697-1736]. Serta Muhammad Marmadok, [19 Mei 1875-1936], seorang Muslim Inggris. Namun Sir Abdullah Yusuf Ali yang lebih dikenal sebagai penerjemah pertama. Dan terjemahannya juga lebih dikenal dibanding karya dua orang pendahulunya. Mengapa bisa demikian? Jawabnya, karena terjemah Abdullah Yusuf Ali lebih menarik. Ia tidak hanya menerjemah kata per kata. Namun selain memberikan padanan kata yang lebih sempurna, Abdullah Yusuf Ali juga memberikan tafsiran ringkas dan mudah dari masing-masing ayat.

Dalam bagian pengantar dari karya terjemahnya, Abdullah Yusuf Ali menyatakan:

Saudara-saudaraku yang aku hormati, apa yang aku persembahkan di hadapan Anda sekalian adalah tafsir Alquran al-Karim dengan Bahasa Inggris. Aku terjemahkan kata per kata dari teks aslinya. Namun buku ini bukanlah semata-mata alih bahasa saja. Tetapi juga memuat penggambaran tentang makna-maknanya semampu yang aku pahammi dari teks asli untuk kusajikan pada Anda sekalian. Sudah seharusnya buku ini bersesuaian antara teks aslinya dengan hasil terjemahnya secara detil. Tapi itu terbatas dengan kemampuan penaku. Aku ingin agar Bahasa Inggris sendiri menjadi Bahasa Islam (yang bisa sepadan nilai rasanya dengan Bahasa Arab pen.). Namun hal itu mustahil. Tapi aku berusaha semampuku untuk menghadirikan ke hadapan Anda terjemah yang sepadan, yang membantu Anda dalam memahami Alquran al-Karim.

Abdullah Yusuf Ali menghabiskan 40 tahun usianya untuk menyempurnakan terjemah ini. Karena apa yang ia lakukan, Allah membuat namanya dikenang karena jasa dan usahanya yang besar. Bahkan Syaikh Ahmad Deedat dalam ceramah-ceramahnya, sering menyebut nama Abdullah Yusuf Ali dan jasa besarnya menerjemahkan Alquran. Ia juga menganjurkan agar orang-orang memilih Alquran terjemahannya.

Para sastrawan Inggris memuji kemampuan Bahasa Abdullah Yusuf Ali. Mereka sebut ia sebagai Shakespeare Inggris. Ia adalah rujukan dalam Bahasa Inggris dan gramatikanya.

Terjemahannya tidak hanya bermanfaat sebagai alih Bahasa. Tapi juga menginspirasi banyak orientalis untuk belajar Bahasa Arab dan Islam. Semoga Allah merahmatinya dan membalas jasanya dengan balasan yang terbaik.

Sumber: https://lite.islamstory.com/ar/artical/10838/اول-من-ترجم-القران

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6327-orang-pertama-yang-menerjemah-alquran-ke-bahasa-inggris.html

Prof Terry Mart: Alquran Petunjuk untuk Sains

Seorang pembicara dalam semiar Alquran Before Technologies di Universitas Indonesia Islamic Book Fair (UIIBF) 2018. Prof Terry Mart mengatakan Alquran merupakan panduan dan petunjuk bagi sains, bukan buku sains.  “Di dalam Alquran terdapat tanda-tanda sunnatullah, hukum alam yang mengajak orang untuk berpikir,” jelas dia di Balairung UI, Depok, Rabu (21/11).

Misalnya, dahulu guru mengajarkan bahwa babi haram dengan alasan sains. Bahwa di dalam daging babi banyak mengandung cacing pita. Tetapi ternyata dibuktikan cacing pita dapat dibersihkan.

Saat ini penelitian membuktikan bahwa DNA babi dekat dengan DNA manusia, meski DNA paling dekat dengan manusia adalah simpanse. Sehingga banyak eksperimen transplantasi pun banyak dilakukan menggunakan DNA babi. “Pemikiran saya, ketika seseorang memakan sesuatu yang memiliki DNA yang mirip dengan dirinya, maka dapat dianggap sebagai kanibal,”jelas dia.

Dampak dari kanibal secara teori evolusi adalah sulitnya mereka untuk berkembang sehingga mengakibatkan kepunahan pada akhirnya. Terry juga menjelaskan contoh lain dari Alquran yang menjadi petunjuk bagi orang yang berpikir. Di dalam Alquran terdapat ayat sunnatullah, hukum alam tetang pergantian siang dan malam.

Bagi orang yang berpikir, tentu mereka akan mencari secara logis bagaimana siang dan malam dapat muncul bergantian. Tentu mereka akan mengamati benda-benda langit yang menjadi petunjuk tanda-tanda alam tersebut.

Sebagai peneliti Fisika nuklir, Terry berusaha untuk menjadi ilmuwan yang sejalan dengan keyakinannya sebagai Muslim. Banyak buku-buku yang dipelajarinya untuk menambah keimanannya sebagai seorang ilmuwan.

Tiga buku yang menjadi favoritnya adalah buku //Bible, Quran and Sains Modern tulisan Maurice Bucaille. Buku ini menjelaskan bahwa tidak ada kontradiksi antara Islam dan ilmu pengetahuan modern.

Kedua, buku Perjuangan Melawan Ortodhoksi dalam Islam karangan Abdus Salam. Dia menyebut rel agama dan rel sains berjalan di jalan berbeda.

Abdus Salam bersama Steven Weinberg merupakan penerima nobel Fisika. Karya sumbangsihnya pada penemuan persatuan lemah dan interaksi elektromagnetik antara unsur dasar, termasuk, inter alia, perkiraan arus netral lemah.

Abdus Salam merupakan seorang Muslim yang semakin bertambahnya usia semakin bertambah keimanannya. Namun Weinberg fisikawan Amerika yang sebenarnya Yahudi, menjadi Atheis karena pemikirannya.

Ini membuktikan bahwa agama apapun, sains terlepas dari agama. “Rel mereka terpisah meskipun satu kali dapat bertemu, tetapi jika bercampur maka akan ada masalah,” ujarnya.

Tetapi Terry tidak berhenti dalam kedua buku tersebut. Dia melanjutkan perjalanan membaca pada buku ketiga dari seorang ilmuwan Timur Tengah, yang menyebut bahwa dalam menginterpretasikan Alquran itu berlapis-lapis. Lapis pertama dilakukan oleh orang awam secara harfiah. Sedangkan lapis kedua dilakukan oleh peneliti yang menggiatkan pada aktivitas ilmuwan.

“Buku ketiga inilah yang membuat saya yakin, bahwa sains dan agama dapat berjalan beriringan, karena Alquran merupakan sebuah panduan untuk sains,” jelas dia.

Bersahabat dengan Alquran

Sesulit apapun kehidupan yang sedang dijalani, sekeras apapun perjuangan yang sedang dihadapi pasti akan terasa lebih ringan dan mudah jika dalam melaluinya ada sahabat yang selalu setia menyertai, dibanding jika semuanya harus ditanggung seorang diri.

Sebaliknya, sehebat apa pun pencapaian keberhasilan yang kita raih dan sedahsyat apapun penghargaan yang kita dapatkan akan terasa tak berarti apabila tidak ada siapapun untuk berbagi. Demikianlah dalam hidup ini pun akan menjadi sangat miris jika selamanya harus dijalani sendiri.

Oleh karena itu, dalam menjalani hidup ini, kita membutuhkan sahabat setia yang akan menjadi pengobat hati di saat sedih, penawar duka di saat luka, dan perisai jiwa di saat bahagia. Lantas siapakah sahabat sejati itu?

Jawabannya sangat jelas bahwa sahabat sejati bukanlah sahabat yang pandai mencederai, bukanlah sahabat yang senantiasa melukai, dan bukan juga sahabat yang selalu memuji.

Sahabat sejati adalah dia yang dapat menunjukkan jalan yang benar untuk menjadi pribadi yang dirindu oleh Ilahi, menjadi pribadi yang setiap aktivitasnya merupakan bentuk aktualisasi diri dan membentuk pribadi rabbani yang memiliki akhlak terpuji. Maka, sahabat sejati yang dapat menjadi kekuatan untuk setiap hamba adalah Alquran al-Kariim.

Seperti kita pahami bersama bahwa Alquran adalah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya dan menjadi petunjuk untuk setiap manusia. Lebih dari itu, dapat disimpulkan secara umum bahwa Alquran merupakan panduan utama yang dapat dijadikan sahabat sejati dalam mengarungi kehidupan agar sesuai dengan maksud dan tujuan Allah (Maqashid as-Syariah).

Sebagaimana Allah berfirman, “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan (Alquran). Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS al-Maidah: 15-16).

Oleh karena itu, kita harus bisa bersahabat dengan Alquran karena Alquran adalah mukjizat abadi (mukjizat khalidah). Keberadaannya diyakini sebagaimana kata pepatah “tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan” dan akan senantiasa relevan di setiap waktu dan zaman (shalih fi kulli zamanin wa makanin).

Untuk menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati, tentu kita harus memosisikan dan memperlakukannya seperti kita memperlakukan sahabat dalam hidup ini. Cara kita memperlakukan sahabat dalam hidup seringkali menjadikannya sebagai teman curhat, mendengar nasihatnya, mengikuti petuahnya, dan ingin selalu dekat di sisinya. Bahkan, sering kali kita tidak bisa dipisahkan dalam jarak dan waktu.

Begitu pun ketika Alquran sudah menjadi sahabat sejati dalam kehidupan kita. Maka, tentu kita akan membuatnya terasa istimewa dalam hidup kita.

Banyak cara untuk bisa mengistimewakan Alquran agar menjadi sahabat sejati dalam hidup. Berikut ini adalah empat cara yang dapat dilakukan untuk menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati yang istimewa:

Pertama, melafazkannya atau membacanya. Aktivitas membaca Alquran merupakan cara yang paling awal untuk bisa menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati dalam kehidupan kita. Aktivitas membaca Alquran dapat dimaknai dengan melakukan rutinitas yang disusun secara sistematis dalam mengalokasikan waktu untuk bisa membaca Alquran.

Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Alquran, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafaat bagi orang-orang yang bersahabat dengannya.” (HR Muslim).

Kedua, menghafalkannya. Kegiatan untuk bisa menghafal Alquran adalah langkah kedua yang dapat menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati yang terpatri dalam hati dan tertera dalam jiwa. Sebagai sebuah kitab suci yang dijadikan pedoman hidup, ternyata Alquran merupakan satu-satunya kitab suci yang mudah dihafal di antara kitab samawi lainnya.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS al-Qamar (54) ayat 17, “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran itu?” (QS al-Qamar [54]: 17).

Ketiga, menadaburinya. Langkah ketiga untuk bisa menjadikan Alquran sebagai sahabat sejati dalam kehidupan adalah dengan berusaha untuk memahami dan menadaburinya. Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an menuliskan bahwa disunahkan membaca Alquran dengan tadabur (berusaha merenungkan kandungan maknanya) dan tafahum (berusaha memahami kandungan maknanya).

Keempat, mengamalkannya. Langkah pamungkas yang harus dipastikan untuk bisa bersahabat dengan Alquran adalah berusaha untuk mengamalkan setiap ayat yang terkandung di dalamnya.

Proses untuk bisa mengamalkan ini dapat dipahami dengan cara menjadikan setiap aktivitas kita sesuai dengan tuntunan Alquran, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi.

Di antara aktivitas yang bisa dilakukan sebagai bentuk dari pengamalan Alquran, misalnya, menghargai waktu, menjaga hubungan baik dengan tetangga, tidak berlebih-lebihan dalam berperilaku, dan berusaha untuk menghindari transaksi ribawi.

Langkah-langkah untuk bisa mengamalkan Alquran merupakan kegiatan yang Rasulullah SAW sebutkan agar menjadi manusia yang paling baik. Sebagaimana dalam sebuah sabdanya, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya (mengamalkannya).” (HR Bukhari).

Maka, melalui penjelasan di atas, sudah saatnya setiap kaum Muslimin bisa menjadikan Alquran sebagai sahabat sejatinya, yaitu dengan berakhlak sebagaimana akhlak Alquran, menerapkan manajemen hidup sebagaimana manajemen Alquran, cara bergaul ala Alquran dan semua urusan yang senantiasa disandarkan kepada nilai-nilai Alquran.

Surat An Nas Terjemah, Tafsir dan Asbabun Nuzul

Surat An Nas merupakan surat ke-114 dalam Al Quran. Berikut ini terjemah Surat An Nas, asbabun nuzul dan tafsirnya dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah.

Yang perlu dipahami di awal, artikel ini bukanlah tafsir baru. Kami berusaha mensarikan dari lima tafsir di atas agar ringkas dan mudah dimengerti, bukan membuat tafsir tersendiri yang kami sangat jauh dari kapasitas itu.

Terjemah Surat An Nas

Berikut ini Surat An Nas dalam tulisan Arab, latin dan terjemah bahasa Indonesia:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ . مَلِكِ النَّاسِ . إِلَهِ النَّاسِ . مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ . الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ . مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

(Qul a’uudzu birobbinnaas. Malikin naas. Ilaahin naas. Min syarril waswaasil khonnaas. Alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas, minal jinnati wan naas)

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.

Asbabun Nuzul Surat An Nas

Surat An Nas terdiri dari enam ayat. Kata An Nas yang berarti “manusia” diambil dari ayat pertama. Ia disebut pula surat Qul a’udzu birabbin naas. Bersama surat Al Falaq, keduanya disebut al mu’awwidzatain. Yakni dua surat yang menuntun pembacanya menuju tempat perlindungan.

Surat Al Falaq disebut al mu’awwidzah al ‘ula. Sedangkan Surat An Nas disebut al mu’awwidzah ats tsaaniyah.

Bersama Surat Al Falaq, oleh Al Qurthubi juga disebut al muqasyqisyatain. Yaitu yang membebaskan manusia dari kemunafikan.

Surat ini turun bersama surat Al Falaq. Menurut pendapat Hasan, Atha’, Ikrimah dan Jabir, Surat An Nas adalah surat makkiyah. Ini merupakan pendapat mayoritas. Namun ada juga yang berpendapat Surat An Nas adalah madaniyah berdasarkan riwayat Ibnu Abbas dan Qatadah.

Kafir Quraisy Makkah berupaya mencederai Rasulullah dengan ‘ain. Yakni pandangan mata yang merusak atau membinasakan. Lalu Allah menurunkan dan mengajarkan Surat Al Falaq dan Surat An Nas ini kepada Rasulullah untuk menangkalnya. Ini asbabun nuzul yang menjadi tumpuan pendapat bahwa Surat An Nas makkiyah.

Sebagian ulama lebih detil menyebut surat An Nas merupakan surat ke-21 yang turun kepada Rasulullah dari segi tertib turunnya. Yakni sesudah Surat Al Falaq dan sebelum Surat Al Ikhlas.

Asbabun nuzul yang menjadi dasar pendapat ayat ini Madaniyah, surat ini diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saat seorang Yahudi Madinah bernama Lubaid bin A’sham menyihir beliau.

Lubaid bin A’sham menyihir Rasulullah dengan media pelepah kurma berisi rambut beliau yang rontoh ketika bersisir, beberapa gigi sisir beliau serta benang yang terdapat 11 ikatan yang ditusuk jarum. Lalu Allah menurunkan Surat Al Falaq dan An Nas.

Setiap satu ayat dibacakan, terlepaslah satu ikatan hingga Rasulullah merasa lebih ringan. Ketika seluruh ayat telah dibacakan, terlepaslah seluruh ikatan tersebut.

 

Surat An Nas ayat 1

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.

Kata qul (قل) yang berarti “katakanlah” membuktikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat Al Quran yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Seandainya ada sesuatu yang disembunyikan, demikian Tafsir Al Misbah, yang paling wajar adalah menghilangkan kata qul ini.

Dalam Tafsir Al Azhar diterangkan, qul (قل) “katakanlah Wahai utusanKu dan ajarkanlah juga kepada mereka.”

Kata a’uudzu (أعوذ) terambil dari kata ‘audz (عوذ) yakni menuju kepada sesuatu untuk menghindar dari sesuatu yang ditakuti.

Rabb (رب) mengandung makna kepemilikan dan kepemeliharaan serta pendidikan yang melahirkan pembelaan serta kasih sayang. Dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran disebutkan, Ar Rabb adalah Tuhan yang memelihara, Yang mengarahkan, Yang menjaga dan Yang melindungi.

Sedangkan an nas (الناس) berarti kelompok manusia. Berasal dari kata an naws (النوس) yang berarti gerak, ada juga yang berpendapat dari kata unaas (أناس) yang berarti tampak. Kata an nas terulang sebanyak 241 dalam Al Quran. Kadang kata ini digunakan Al Quran dalam arti jenis manusia seperti Surat Al Hujurat ayat 13 atau sekelompok tertentu dari manusia seperti Surat Ali Imran ayat 173.

Surat An Nas ayat 2

مَلِكِ النَّاسِ

Raja manusia

Kata Malik (ملك) artinya raja, biasanya digunakan untuk penguasa yang mengurus manusia. Berbeda dengan Maalik (مالك) yang artinya pemilik, biasanya digunakan untuk menggambarkan kekuasaan si pemilik terhadap sesuatu yang tidak bernyawa. Maka wajar jika ayat kedua ini tidak dibaca maalik dengan memanjangkan huruf mim sebagaimana dalam Surat Al Fatihah. Demikian penjelasan Tafsir Al Misbah.

Al Malik, kata Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Quran, adalah Tuhan Yang berkuasa, Yang menentukan keputusan, Yang mengambil tindakan.

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar, Malik (ملك) berarti penguasa atau raja, pemerintah tertinggi atau sultan. Sedangkan jika mimnya dipanjangkan menjadi Maalik (مالك) artinya adalah yang memiliki.

“Dipanjangkan membaca mim ataupun dibaca tidak dipanjangkan, pada kedua bacaan itu terkandung kedua pengertian: Allah itu memang Raja dan Penguasa yang mutlak atas diri manusia. Allah Mahakuasa mentakdirkan dan mentadbirkan sehingga mau tidak mau, kita manusia mesti menurut peraturan yang telah ditentukanNya yang disebut sunnatullah,” kata Buya Hamka.

Surat An Nas ayat 3

إِلَهِ النَّاسِ

Sembahan manusia

Kata ilah (إله) berasal dari kata aliha – ya’lahu (أله – يأله) yang berarti menuju dan bermohon. Disebut ilah karena seluruh makhluk menuju serta bermohon kepadaNya dalam memenuhi kebutuhan mereka. Pendapat lain mengatakan kata tersebut awalnya berarti menyembah atau mengabdi sehingga ilah adalah Dzat yang disembah dan kepadaNya tertuju segala pengabdian.

Sayyid Qutb menjelaskan, al ilah adalah Tuhan yang Mahatinggi, Yang mengungguli, Yang mengurusi, Yang berkuasa. Sifat-sifat ini mengandung perlindungan dari kejahatan yang masuk ke dalam dada, sedang yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana cara menolaknya karena ia tersembunyi.

Ketika menafsirkan Surat An Nas ayat 1 sampai 3 ini, Ibnu Katsir menjelaskan:

Ketiga ayat yang pertama merupakan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu sifat rububiyah, sifat mulkiyah dan sifat uluhiyah. Dia adalah Tuhan segala sesuatu, Yang memilikinya dan Yang disembah oleh semuanya. Maka segala sesuatu adalah Makhluk yang diciptakanNya dan milikNya serta menjadi hambaNya.

Orang yang memohon perlindungan diperintahkan agar dalam permohonannya menyebutkan sifat-sifat tersebut agar dihindarkan dari godaan yang tersembunyi, yaitu setan yang selalu mendampingi manusia. Karena tidak seorang manusia pun melainkan memiliki qarin (pendamping) dari kalangan setan yang menghiasi fahisyah hingga kelihatan bagus olehnya. Setan juga tidak segan-segan mencurahkan segala kemampuannya untuk menyesatkan melalui bisikan dan godaannya. Yang terhindari dari bisikannya hanyalah orang yang dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Rasulullah bersabda, “Tidak seorang pun dari kalian melainkan telah ditugaskan terhadapnya qarin yang mendampinginya.” Sahabat bertanya, “Termasuk engkau juga ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya. Hanya saja Allah membantuku dalam menghadapinya akhirnya ia masuk Islam. Maka ia tidak menyuruh kecuali hanya kebaikan.”

Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan dalam Tafsir Al Munir, “Karena sifat kasih Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, Allah mengajari kita tentang tata cara untuk berlindung dari setan manusia dan jin. Dia memberitahu kita tentang tiga sifatNya; rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah. Dengan sifat-sifatNya tersebut, Allah akan menjaga hamba yang meminta perlindungan dari kejahatan setan-setan dalam agama, dunia dan akhirat.”

Surat An Nas ayat 4

مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ

Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi

Kata syar (شر) pada mulanya berarti buruk atau mudharat. Lawan dari khair (خير) yang berarti baik. Ibnu Qayyim Al Jauziyah menjelaskan, syar mencakup dua hal yaitu sakit (pedih) dan yang mengantar kepada sakit (pedih). Penyakit, kebakaran, tenggelam adalah sakit. Sedangkan kekufuran, maksiat dan sebagainya mengantar kepada sakit atau kepedihan siksa Ilahi.

Kata al waswas (الوسواس) awalnya berarti suara yang sangat halus. Makna ini kemudian berkembang menjadi bisikan-bisikan, biasanya adalah bisikan negatif. Karenanya sebagian ulama memahami kata ini dalam arti setan. Karena setan sering membisikkan rayuan dan jebakan dalam hati manusia.

Sedangkan kata al khannas (الخناس) berasal dari kata khanasa (خنس) yang artinya kembali, mundur, bersembunyi. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna sering kali atau banyak sekali. Dengan demikian ia bermakna, setan sering kali kembali menggoda manusia pada saat ia lengah dan melupakan Allah. Sebaliknya, setan sering kali mundur dan bersembunyi saat manusia berdzikir dan mengingat Allah.

Saat menafsirkan Surat An Nas ayat 4 ini, Ibnu Abbas menjelaskan, “Setan bercokol dalam di atas hati anak Adam. Apabila ia lupa dan lalai kepada Allah, setan menggodanya. Apabila ia ingat kepada Allah, maka setan bersembunyi.”

Surat An Nas ayat 5

الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ

yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia

Kata Shudur (صدور) artinya adalah dada, yang dimaksudkan adalah tempat hati manusia. Maka ketika menjelaskan ayat ini, Syaikh Wahbah menjelaskan: “Yang menebarkan pikiran-pikiran buruk dan jahat di dalam hati. Dalam ayat tersebut disebutkan kata ash shudur karena dada adalah tempat hati. Pikiran-pikiran itu tempatnya di hati, sebagaimana dikenal dalam dialektika orang-orang Arab.”

Apakah ayat ini menyangkut bani Adam saja sebagaimana lahiriah ayat atau termasuk jin juga? Ibnu Katsir mengutip pendapat bahwa jin pun termasuk dalam pengertian an nas ini.

 

Surat An Nas ayat 6

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

dari (golongan) jin dan manusia

Kata min (من) dalam ayat ini bermakna sebagian. Karena memang sebagian manusia dan jin melakukan bisikan-bisikan negatif, tidak semuanya. Allah mengabadikan ucapan jin dalam Surat Al Jinn ayat 11:

“Dan sesungguhnya di antara kami ada yang shalih-shalih dan ada juga di antara kami yang tidak demikian halnya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS. Al Jin: 11)

Ada pula yang berpendapat min di ayat ini berfungsi menjelaskan sehingga artinya adalah yaitu.

Kata al jinnah (الجنة) adalah bentuk jamak dari jinny (الجني) yang ditandai dengan ta’ marbuthah untuk menunjukkan bentuk jamak muannats. Kata jinn berasal dari akar kata janana (جنن) yang berarti tertutup atau tidak terlihat. Anak yang masih dalam kandungan disebut janin karena ia tidak terlihat. Surga dan hutan yang lebat disebut jannah karena mata tidak dapat menembusnya. Dinamai jin karena ia makhluk halus yang tidak terlihat.

Seluruh makhluk yang menggoda dan mengajak kepada kemaksiatan disebut setan, baik dari jenis jin maupun manusia. Setan jin tersembunyi tapi setan manusia tampak.

Abu Dzar Al Ghifari pernah ditanya seseorang, “apakah ada setan manusia?” Ia pun menjawab ada lalu membaca firmanNya:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Dan demikian itu, Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk memperdaya.” (QS. Al An’am: 112)

Ibnu Katsir menjelaskan, Surat An Nas ayat 6 merupakan tafsir dari Surat An Nas ayat 5. Sebagaimana pengertian setan dalam Surat Al An’am ayat 112 tersebut.

Sayyid Qutb menjelaskan, bisikan jin tidak dapat diketahui bagaimana terjadinya. Namun dapat dijumpai bekas-bekas pengaruhnya dalam realitas jiwa dan kehidupan.

“Adapun mengenai manusia, kita mengetahui banyak tentang bisikan mereka,” lanjutnya dalam Tafsir Fi Zilalil Quran. “Kita mengetahui pula bahwa di antara bisikannya itu ada yang lebih berat daripada bisikan setan jin.”

Beliau kemudian mencontohkan teman yang membisikkan kejahatan kepada temannya. Ajudan atau penasehat yang membisikkan kepada penguasa. Provokator yang memprovokasi dengan kata-katanya. Penjaja syahwat yang menghembuskan bisikan melalui insting. Dan bermacam pembisik lain yang menggodan dan menjerumuskan sesama manusia.

Penutup

Maka untuk menangkal bisikan-bisikan setan itu, baik dari golongan jin maupun manusia, kita harus memohon perlindungan kepada Allah. Surat An Nas ini mengajarkan demikian. Membaca Surat An Nas adalah bagian dari upaya perlindungan diri dari semua bisikan itu. Namun tidak hanya membacanya.

“Dan sesungguhnya engkau berlindung kepada Allah dari perdayaan setan itu ialah dengan meninggalkan apa yang disukai setan. Bukan semata-mata hanya berlindung diucapkan mulut,” tegas Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.

Demikian Surat An Nas mulai dari terjemah, asbabun nuzul hingga tafsir. Yakni disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Wallahu a’lam bish shawab.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Alquran dan Teori Bing Bang

Kita meyakini jika langit dan bumi dan segala yang ada di semesta ini diciptakan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Dialah pencipta langit dan bumi..” (QS al-An’am [6]:101)

Dalam teori astrofisika, muncul beberapa teori soal terciptanya bumi dan semesta. Salah satu teori yang dipercayai adalah alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap.

Peristiwa ini, yang dikenal dengan “Big Bang”, membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal.

Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan penjelasan yang cukup masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta.

Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Alquran 1.400 tahun lalu.

Dalam Alquran, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan dalam ayat ini. “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS az-Zariyat [51]:47)

Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Alquran dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti alam semesta. Dengan kata lain, dalam Alquran dikatakan bahwa alam semesta “mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.

Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.

Pada awal abad ke-20, Fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.

Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus “mengembang”.

Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Alquran pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Alquran adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS al-Anbiya [21]:30)

Kata ratq yang diterjemahkan sebagai “suatu yang padu” digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan “Kami pisahkan antara keduanya” adalah terjemahan kata Arab fataqa, dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari ratq.

Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat fatq. Keduanya lalu terpisah (fataqa) satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta.

Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk “langit dan bumi” yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan ratq ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk fataqa (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk. Allahua’lam. n dari berbagai sumber

Lantunan Alquran Buat Sang Gangster Menangis

Sved Mann lahir di Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur). Di Jerman Timur, Sved tumbuh dalam lingkungan yang skeptis soal agama.

“Biasanya aku tersenyum sinis saat melihat atau bertemu mereka yang memeluk keyakinan tertentu, termasuk Muslim,” katanya.

Saat berusia 12 tahun, Tembok Berlin runtuh. Ia pun bertemu situasi yang sama sekali berbeda. Wilayah itu lebih banyak dihuni kaum imigran yang inferior. “Kami menjadi sampah masyarakat. Kami (Sved dan kaum imigran) adalah orang-orang kulit hitam Amerika yang tinggal di pemukiman terisolasi,” ujarnya.

Sved perlahan mencontoh perilaku sosial di lingkungan barunya itu. Ia segera memiliki referensi baru tentang bagaimana hidup di dunia barunya dari para imigran yang menjadi kawannya. “Aku banyak melakukan hal buruk, seperti mencuri dan kejahatan lainnya,” kenangnya.

Suatu hari ia bertemu seorang imigran asal Turki, adik seorang imam masjid lokal yang kemudian menjadi kawan dekatnya. Kedekatan itu me mung kinkan sang teman mengenalkan agamanya, Islam, pada Sved si apatis.

Suatu hari, kawan Sved mengatakan kepada kakaknya bahwa ia ingin membawa Sved pada Islam. Sang imam tak menanggapinya dengan serius dan hanya berkata, “Dia (Sved)? Tidak mungkin.” Tetapi, ia tetap pada pendiriannya dan menga takan kepada kakaknya bahwa ia akan segera bertemu kembali dengan Sved yang ber agama Islam.

Imam masjid itu lalu bepergian selama tiga bulan. Dan, saat kembali, ia dikejutkan oleh sapaan Sved terhadapnya. “Ia berkata, ‘Assalamualaikum’. Rasanya sulit mempercayai itu saat itu hingga aku pun bertanya kepadanya, ‘Apa yang terjadi kepadamu?’” kata sang imam.

Lantunan Alquran saat Subuh

Sved menemukan keyakinannya setelah berdiskusi panjang dengan kawan dekatnya itu suatu malam. Setelah membicarakan banyak hal ten tang Islam, kata Sved, ia segera memiliki keinginan untuk pergi ke masjid bersama sang teman.

Ia menambahkan, keterpanggilannya untuk memilih Islam turut di pengaruhi oleh pengalamannya pada suatu Subuh, di mana ia mendengar seorang anak membaca Alquran. “Tiba-tiba aku menangis, tak tahu mengapa. Aku tak mengerti bahasa Arab, tidak memahami apa yang dibacanya. Tapi, seolah hatiku secara jelas memahami nya,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.

Ia menambahkan, peristiwa itu terasa begitu jaib baginya. “Itu pengalaman yang luar biasa. Aku adalah seorang gangster dan tiba-tiba bisa menangis.”

Ketika sebuah proyek independen pembuatan film dokumenter tentang agama dan budaya di Jerman menemuinya dan bertanya tentang perpindahan agamanya, Sved menjawab, “Aku tidak akan mengatakan bahwa aku berpindah agama. Mereka hanya menjelaskan banyak hal tentang Islam padaku dan aku mencoba memahaminya.” Ia melanjutkan, “Tidak ada perpindahan agama dalam Islam. Allah juga berkata dalam Alquran, ‘Tidak ada paksaan dalam agama (QS al-Baqa rah:256)’,” jawabnya ringan.

Ia menuturkan, sebelum mengamal kan ajaran Islam, dia telah melaku kan pencarian, tetapi tak meluangkan cukup waktu untuk itu. “Tapi, aku selalu percaya Tuhan. Dan, aku senang akhirnya menemukan Islam.” Sved tampak tak ingin memusing kan alasan di balik pilihannya pada Islam. “Aku lebih suka mendes kripsikan keislaman ku de ngan ‘seseorang telah menge nal kanku pada Islam dan aku menuju agama itu’,” katanya.

“Karena, pada akhir nya semuanya adalah Islam,” tandas Sved berusaha menekankan jawabannya pada makna kata ‘Islam’, yakni berserah diri.

Tak Pernah Tinggalkan Shalat

Sved mengikrarkan syahadat 11 tahun lalu dan mengganti nama depannya menjadi Sayed. Sejak itu, ia banyak membaca untuk memperdalam pengetahuannya tentang Islam. Dari sang imam yang pernah meragukannya, Sayed belajar membaca Alquran. Ia juga mempelajari bahasa Arab untuk dapat memahami Kitabullah tersebut.

Bagi Sayed, Islam adalah menyerahkan keinginan diri di bawah kehendak Tuhan. “Mengapa aku mau melakukannya? Karena, dengan itu nanti aku akan bertemu dengan Penciptaku dan surga-Nya agar aku berhak atas itu. Itulah Islam menurutku saat ini,” ujarnya saat ditanya tentang esensi Islam.

Karena itu, sejak bersyahadat, Sayed tak mau meninggalkan shalat lima waktu dengan alasan apa pun. Shalat baginya adalah keluar dan mengistirahatkan diri sejenak dari dunia dan seluruh isinya.

“Kita membersihkan diri dan menghadap Sang Pencipta.”

Ia menambahkan, shalat tak menjadi masalah bagi segala aktivitasnya. “Tak ada alasan untuk meninggalkannya. Setiap orang pasti bisa menemukan tempat untuk berwudhu, membasuh diri, dan mendirikan shalat,” tambahnya.

Kini, selain merasakan ketenangan dan keteraturan hidup, Sayed mengaku, ia menemukan hal berharga lainnya dalam Islam. “Ketika kamu menjadi seorang Muslim, kamu mungkin kehilangan teman, tetapi kamu mendapatkan saudara,” ujarnya.

Setelah berislam, Sayed merasa menemukan keluarga baru dan saat itu juga menjadi anggotanya. “Itu sesuatu yang tidak bisa kuperoleh dari gereja-gereja di Jerman.”

Masyarakat Aceh Segera Miliki Alquran Terjemahan Bahasa Ibu

Masyarakat di Provinsi Aceh akan segera memiliki Alquran terjemahan dalam bahasa Aceh atau bahasa ibu,

“Penerjemahan Alquran dalam Bahasa Aceh telah masuk pada tahap akhir, yaitu telah berada pada tahapan validasi akhir sebelum dilakukan proses cetak oleh Kementerian Agama RI,” kata Ketua Panitia Abdul Rani di Banda Aceh, Kamis (2/8).

Ia menjelaskan terjemahan Alquran dalam bahasa Aceh tersebut telah dibahas dalam Workshop Validasi II yang di dalam kegiatan tersebut menghadirkan tim penerjemah dan para pakar sebelum proses percetakan.

“Ini merupakan pertemuan terakhir tim penerjemah dengan para pakar dan tim lainnya sebelum naik cetak. Sebelumnya juga telah dilakukan beberapa kali workshop/seminar, serta workshop validasi pertama dan ini merupakan yang kedua,” katanya.

Ia mengatakan penerjemahan Alquran ke dalam bahasa Aceh merupakan program kerja sama Puslibang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, yang ditandatangani pada Maret 2017.

“Tim penerjemahan Alquran telah bekerja sejak ditandatangani MoU untuk menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Aceh, beberapa kali telah berdiskusi untuk menyamakan persepsi dalam penggunaan bahasa,” katanya.

Rektor UIN Ar-Raniry Prof Warul Walidin mengatakan Alquran terjemahan memiliki fungsi yang sangat luar biasa bagi generasi di masa mendatang, karena mereka dapat mempelajari Alquran dengan terjemahan dalam bahasa ibu.

“Kita dapat memperkenalkan Alquran kepada anak-anak kita secara langsung dari bahasa Ibu, ini sangat strategis dan luar biasa, sehingga dapat dipahami dengan baik,” kata Warul.

Keistimewaan Alquran

Alquran adalah kitab suci yang diturunkan Allah SWT ke pada Nabi Mu hammad SAW. Alquran memiliki beragam keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab suci yang lain nya. Alquran adalah kitab yang paling mudah untuk dihafalkan, sebagaimana janji Allah SWT.

Keistimewaan Alquran tak mungkin luput dari orang-orang Muslim untuk terus mengamal kan perintah-perintah yang ter kandung di dalamnya. Kehidupan manusia sejak pertama kali lahir ke dunia hingga kematian menjemput tak akan lepas dari kabar yang sudah termaktub dalam Alquran.

“Alquran sudah jauh-jauh ha ri menceritakan kehidupan ma nu sia sejak masih di dalam kandungan hingga malaikat penca but nyawa datang menyapa. Al quran juga sudah mengabarkan kelompok manusia mana yang akan masuk surga dan mana yang masuk neraka,” kata Ustaz Adi Hidayat saat mengisi kajian bu lanan bertema “Hari Alquran” di Masjid Istiqlal, Jakarta, belum lama ini.

Alquran dari surah al-Fatihah hingga surah an-Naas, saat diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah bacaan biasa. Allah SWT ingin manusia mengambil hidayah dari setiap kandungan di dalam Al quran. Alquran dari surat perta ma hingga terakhir adalah pedo man hidup manusia.

Tempat di mana Alquran diturunkan adalah bukti Alquran me rupakan pedoman bagi umat ma nusia. Hal itu terlihat bagaimana Alquran diturunkan di tengah kelompok/kaum yang tertinggal, kaum yang bodoh, kemudian Alquran meninggikan derajatnya.

“Alquran turun di tengah kaum yang bodoh, kaum yang sangat tinggi tingkat kriminalitasnya. Kemudian Allah SWT turunkan Alquran di tengah kaum tersebut. Alquran turun mengubah peradaban manusia pada saat itu. Bagaimana Persia ditaklukkan, Romawi dikalahkan, Islam maju menyebar hingga datang ke nu santara,” katanya.

Ternyata kuncinya sebagai mana diajarkan oleh Ra su lullah SAW adalah membaca Alquran, memahami, dan kemudian meng atualisasikan perintah yang ter kandung di dalamnya dari surah al-Fatihah hingga surah an-Naas.

Alquran sudah mengabarkan ke pada manusia untuk merawat kan dungan. Alquran mengabar kan kepada manusia cara menyu sui yang baik dan berbagi tugas antara suami-istri. Alquran me nga barkan kepada manusia cara mendidikan keturunannya agar dekat dengan Allah SWT, patuh terhadap orang tua, dan tidak pernah lewat shalat lima waktu.

Alquran mengabarkan kepada manusia cara bergaul dengan ma nu sia yang lainnya. Jangan sam pai pergaulan itu mengeluarkannya dari takwa kepada Allah SWT. Alquran mengabarkan ke pada manusia untuk berpasangpasangan dengan cara menikah. Alquran juga mengabarkan ma nu sia cara mencari rezeki yang baik dan halal.

Alquran juga mengabarkan perihal kehidupan di akhirat. Di hadapan ribuan jamaah yang hadir, Ustaz Adi Hidayat meng ungkapkan bahwa kelompok an biya (para nabi), orang-orang syu hada, dan orang-orang ber iman akan menempati tingkatan surga yang paling tinggi.

“Anda ikuti amalan nabi, An da akan bersama nabi di surga, ting galnya di taman surga, Anda bisa melihat Allah SWT tanpa hijab. Surga itu luasnya seluas bumi dan langit. Adapula surga kelas paling bawah. Yang perlu kita khawatirkan adalah ada orang-orang yang masuk surga tanpa hisab, ada orang-orang yang masuk neraka tanpa hisab,” katanya.

Dengan penuh semangat, Us taz Adi menjelaskan bahwa orang-orang yang memiliki sedi kit amat kebajikan dan lebih be rat amal buruknya, ia akan ma suk neraka, bahkan bisa masuk ne raka tanpa hisab. Neraka pa ling tinggi dikhususkan untuk orang-orang munafik dan orangorang kafir. “Ingat baik-baik, orang-orang munafik yang mengingkari ayat-ayat Allah dan suka mengolok-olok orang lain yang ingin berubah menjadi baik, di sebut munafik oleh Alquran, dan balasannya adalah neraka Jaha nam bersama orang-orang kafir,” katanya.

Sementara neraka yang paling ringan diperuntukan mereka yang malas beribadah, mencerca orang muda, suka mengejek orang muda yang gemar ibadah, tetapi dirinya sendiri tidak ada ibadah kecuali sedikit saja. “Orang-orang seperti ini akan me nempati neraka paling ri ngan,” katanya.

Mengutip ayat Alquran, Ustaz Adi menjelaskan, neraka paling ringan itu adalah apabila seseorang dicelupkan ke dalamnya, akan meleleh kulit hingga ubunubunnya. Disebutkan kulit, kare na kulit adalah bagian perasa pa ling peka. “Orang ini akan dimasukkan ke dalam api neraka, ke mu dian diangkat, kemudian di masukkan lagi, begitu seterusnya. Satu hari di akhirat sama dengan 1.000 tahun di dunia,” katanya mengingatkan.

Selain surga dan neraka, kata Ustaz Adi, ada pula kelompok orang yang tidak ingin melihat orang-orang di neraka. Mereka sangat gembira melihat orangorang di surga. Kelompok ini ber ada di tempat yang paling tinggi, atau dikenal “Al-‘Araf”, sebagaimana salah satu nama surat di dalam Alquran.

Di akhir ceramahnya, Ustaz Adi mengajak umat Islam membumikan Alquran. Sebab Al quran akan menjadi pendamping manusia kelak di akhirat. Bah kan, banyaknya hafalan seseorang akan menjadi tabungan un tuk meningkatkan derajatnya di hadapan Allah SWT di akhirat kelak.