Tag: Dosa Besar
Selingkuh adalah Dosa Besar
Perselingkuhan adalah bencana yang menimpa banyak rumah tangga di sekitar kita, wal’iyadzubillah. Karena jauhnya masyarakat kita dari ilmu agama, merebaknya maksiat dan banyak panutan buruk yang dicontoh oleh masyarakat.
Selingkuh yang kami maksud di sini adalah memiliki hubungan asmara dengan orang lain, padahal sudah memiliki pasangan dalam pernikahan yang sah. Adapun selingkuh terhadap pacar, tidak perlu kita dibahas karena pacaran sendiri itu jelas keharamannya. Sedangkan poligami, itu tidak disebut selingkuh. Karena poligami jelas disyariatkan dalam agama.
Selingkuh dalam definisi di atas, adalah dosa besar. Karena di dalamnya terkandung beberapa dosa besar. Di antaranya:
Khianat
Suami atau istri yang selingkuh, ia telah berbuat khianat kepada pasangannya. Makna khianat dijelaskan ar Raghib al Asfahani rahimahullah:
الخيانة مخالفة الحق بنقض العهد في السر
“Khianat adalah melanggar hak dan merusak perjanjian secara sembunyi-sembunyi” (Al Mufradat, 305).
Dan khianat adalah dosa besar. Allah ta’ala berfirman:
وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ
“Allah tidak akan memberi hidayah terhadap tipu daya orang-orang yang berkhianat” (QS. Yusuf: 52).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
آيَةُ المُنافِقِ ثَلاثٌ: إذا حَدَّثَ كَذَبَ، وإذا وعَدَ أخْلَفَ، وإذا اؤْتُمِنَ خانَ
“Tanda orang munafik ada tiga: jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar janji, jika diberi amanah ia berkhianat” (HR. Al Bukhari 6095, Muslim no.59).
Mujahid bin Jabr Al Makki mengatakan:
المكر والخديعة والخيانة في النار، وليس من أخلاق المؤمن المكر ولا الخيانة
“Makar, penipuan dan khianat, pelakunya diancam neraka. Makar dan khianat bukanlah akhlak seorang Mukmin” (Makarimul Akhlak, karya Al Khara’ithi, hal. 72).
Perbuatan khianat juga akan menghilangkan keberkahan dalam keluarga, sehingga rumah tangga akan terasa suram, sesak dan sempit, walaupun perbuatan khianatnya tidak diketahui. Anas bin Malik radhiyallahu’anhu mengatakan:
إذا كانت في البيت خيانة ذهبت منه البركة
“Ketika khianat terjadi di suatu rumah, akan hilanglah keberkahan” (Makarimul Akhlak, karya Al Khara’ithi, hal. 155).
Al Ghisy (Curang)
Makna al ghisy (الغش) secara bahasa adalah:
الغِشُّ: كتم كل ما لو علمه المبتاع كرهه
“al ghisy adalah seorang penjual menyembunyikan sesuatu yang jika diketahui oleh pembeli maka ia akan membencinya” (Adz Dzakhirah lil Qarafi, 5/172).
Dalam bahasa kita, ghisy artinya curang; berlaku tidak jujur; main belakang. Dan orang yang selingkuh pasti akan melakukan ghisy. Karena ia menyembunyikan hubungan gelap dari pasangannya yang jika pasangannya mengetahui, tentu ia akan membencinya. Padahal al ghisy adalah dosa besar. Dari Ma’qal bin Yasar radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ما مِن عبدٍ يسترعيه اللهُ رعيَّةً يموتُ يومَ يموتُ وهو غاشٌّ لرعيَّتِه إلَّا حرَّم اللهُ عليه الجنَّةَ
“Siapapun yang Allah takdirkan ia menjadi pemimpin bagi rakyatnya, kemudian ia mati dalam keadaan berbuat ghisy (tidak jujur) kepada rakyatnya. Pasti Allah akan haramkan ia surga” (HR. Al Bukhari no.7150, Muslim no.142).
Dan suami adalah pemimpin dan rakyatnya adalah keluarganya. Namun tentu saja bukan hanya suami yang dilarang berbuat ghisy, istri pun dilarang. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ ، فَلَيْسَ مِنَّا ، وَمَنْ غَشَّنَا ، فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa mengacungkan senjata kepada kami (kaum Muslimin), bukan bagian dari kami. Barangsiapa berbuat ghisy (curang) kepada kami (kaum Muslimin), bukan bagian dari kami” (HR. Muslim no. 147).
Dan ghisy itu tidak hanya terlarang dalam jual-beli, namun dalam semua perkara. Syekh Ibnu Baz menjelaskan:
الغش في جميع المواد حرام ومنكر؛ لعموم قوله صلى الله عليه وسلم: ((من غشنا فليس منا)) وهذا لفظ عام، يعم الغشَّ في المعاملات، وفي النصيحة، والمشورة، وفي العلم، بجميع مواده الدينية والدنيوية
“Ghisy dalam semua perkara itu haram hukumnya dan merupakan perbuatan munkar. Berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: “Barangsiapa berbuat curang kepada kami (kaum Muslimin), bukan bagian dari kami”. Hadits ini lafaznya umum. Mencakup ghisy dalam semua muamalah, dalam nasehat, dalam musyawarah, dalam ilmu dan dalam semua perkara agama dan dunia” (Majmu’ Fatawa Bin Baz, 24/61).
Dusta
Perbuatan selingkuh pasti tidak akan lepas dari dusta. Sedangkan dusta adalah dosa besar. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ
“Sesungguhnya Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang yang melebihi batas lagi pendusta” (QS. Ghafir: 28).
Dan dusta itu akan menyeret seseorang ke dalam neraka. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ يَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ؛ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَالْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكتب عند الله كذاباً
“Wajib bagi kalian untuk berlaku jujur. Karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur, ia akan ditulis di sisi Allah sebagai Shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kepada perbuatan fajir (maksiat) dan perbuatan fajir membawa ke neraka. Seseorang yang sering berdusta, akan di tulis di sisi Allah sebagai kadzab (orang yang sangat pendusta)” (HR. Muslim no. 2607).
Selingkuh Membawa Kepada Banyak Maksiat
Perbuatan selingkuh, selain terjerumus dalam dosa-dosa besar di atas, juga akan membawa kepada banyak maksiat lainnya. Di antaranya:
Zina
Perbuatan selingkuh terkadang membawa kepada perbuatan zina. Padahal Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’: 32).
Berduaan dengan lawan jenis yang non mahram
Perbuatan selingkuh terkadang diwarnai perbuatan berdua-duaan dengan pasangan selingkuhnya, dan ini adalah perbuatan maksiat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Bersentuhan dengan lawan jenis yang non mahram
Perbuatan selingkuh biasanya juga diwarnai berpegangan tangan dan bersentuhan dengan pasangan selingkuhnya, dan ini juga perbuatan maksiat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan mahramnya)” (HR. Ar Ruyani dalam Musnad-nya, 2/227, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447).
Safar dengan lawan jenis yang non mahram
Orang yang berselingkuh terkadang sampai melakukan perjalanan jauh (safar) dengan pasangan selingkuhnya. Padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
لا تُسافِرُ المرأةُ ثلاثةَ أيامٍ إلا مع ذِي مَحْرَمٍ
“seorang wanita tidak boleh bersafar tiga hari kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari 1086, Muslim 1338)
Beliau juga bersabda:
لا يخلوَنَّ رجلٌ بامرأةٍ إلا ومعها ذو محرمٍ . ولا تسافرُ المرأةُ إلا مع ذي محرمٍ
“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya, dan tidak boleh seorang wanita bersafar kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Zina hati
Orang yang berselingkuh hampir bisa dipastikan ia melakukan zina hati, walaupun tidak melakukan zina badan. Zina hati adalah membayangkan, mengangankan dan menginginkan orang yang tidak halal baginya. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه
“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al Bukhari no. 6243).
Tabdzir (mengeluarkan harta pada perkara yang tidak layak)
Orang berselingkuh akan mengeluarkan harta untuk melakukan selingkuh, padahal harta tersebut tidak layak dikeluarkan untuk selingkuh. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Sesungguhnya orang yang melakukan tabdzir itu adalah saudaranya setan” (QS. Al Isra: 27).
Imam Asy Syafi’i rahimahullah menyatakan,
التبذير إنفاق المال في غير حقِّه
“At Tabzir artinya membelanjakan harta tidak sesuai dengan hak (peruntukan) harta tersebut” (Al Jami li Ahkam Al Qur’an, 10/247).
Menyia-nyiakan keluarga
Orang yang berselingkuh, padahal ia sudah memiliki keluarga, biasanya akan membuat ia enggan kepada keluarganya sampai akhirnya menelantarkan keluarganya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no.1692. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih, dan disetujui oleh Adz Dzahabi).
Dan perbuatan maksiat lainnya.
Maka jelas selingkuh itu perbuatan yang sangat rusak, maksiat di atas maksiat. Semoga kita dijauhkan dari perbuatan rusak ini.
Semoga Allah memberi taufik.
Penulis: Yulian Purnama, S.Kom
Artikel: Muslim.or.id
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/61570-selingkuh-adalah-dosa-besar.html
Dosa-Dosa Besar yang Disebutkan Nabi Muhammad
Nabi Muhammad menyebutkan sejumlah dosa besar.
Sebagai Muslim yang baik, ada kalanya menghindari perbuatan yang dilarang oleh Allah sehingga kita tidak membuat dosa. Sebab, dosa akan membuat kita menuju api neraka. Rasulullah SAW dalam haditsnya menjelaskan beberapa dosa-dosa besar yang seharusnya kita hindari. Hal ini ditegaskan dalam buku Al-Lu’lu’ wal Marjan : Hadits-Hadits Pilihan yang Disepakati Al-Bukhari-Muslim oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi.
Dari Abu Bakrah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian aku beritahu apa dosa yang paling besar?” Tiga kali. Mereka berkata, “Tentu, wahai Rasulullah.” Kemudian beliau bersabda “Menyekutukan Allah dan durhaka terhadap orang tua.” Rasulullah lalu duduk, bersandar, dan berkata, “Jauhilah perkataan palsu.” Beliau terus mengulang-ulangnya sampai kami mengatakan semoga beliau diam,” (HR Al-Bukhari di dalam Kitab Kesaksian, bab kesaksian palsu).
Sementara Hadits Anas, dia berkata “Rasulullah SAW ditanya tentang dosa-dosa besar. Beliau bersabda, ‘Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh nyawa, dan kesaksian palsu,” (HR Al-Bukhari di dalam Kitab Kesaksian bab kesaksian palsu).
Sedangkan dari dalam hadits Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah ketujuh hal itu?”. Beliau bersabda, “Syirik kepada Allah, membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada hari peperangan, dan menuduh zina pada wanita yang menjaga kesucian, beriman, dan lalai,” (HR Al-Bukhari di dalam Kitab Wasiat, bab firman Allah).
Cara Menyikapi Dosa Besar Menurut Syekh Ibnu Athaillah
Syekh Ibnu Athaillah memberikan kiat menyikapi dosa besar
Setiap manusia pernah melakukan dosa kecil dan sebagian di antaranya melakukan dosa besar. Syekh Ibnu Athaillah dalam Kitab Al-Hikam menerangkan bagaimana cara menyikapi dosa besar.
“Suatu dosa besar jangan sampai menghalangi kamu dari berperasangka baik (husnuzan) kepada Allah. Sesungguhnya siapa yang mengenal Allah pasti akan menganggap dosanya tidak seberapa dibandingkan dengan keluasan kemurahan Allah.”
Terjemah Al-Hikam karya Ustadz Bahreisy menambahkan penjelasan perkataan Syekh Ibnu Athaillah tersebut. Ustadz Bahreisy menerangkan, merasa besar suatu dosa itu sikap yang baik, jika mendorong untuk berbuat tobat serta berniat tidak akan mengulanginya.
Tapi jika merasa besarnya dosa itu membuat putus harapan terhadap rahmat dari Allah, merasa seolah-olah rahmat dan maaf dari Allah tidak akan dapat memaafkannya, maka perasaan semacam ini lebih berbahaya dari dosa yang telah dilakukannya. Sebab putus harapan dari rahmat Allah adalah perbuatan yang termasuk dosa besar, itu seperti perasaan orang kafir.
Abdullah bin Masud berkata, “Seorang mukmin melihat dosanya bagaikan bukit yang akan menimpanya, sedangkan orang munafik melihat dosanya bagai lalat yang hinggap di hidungnya, maka lalat itu diusir dengan tangannya.”
Dalam hadits riwayat Abu Hurairah RA, Rasulullah Muhammad SAW bersabda sebagai berikut:
عن أبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُم
“Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, andaikan kamu tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan mematikan kamu, dan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa lalu meminta ampunan kepada Allah, kemudian Allah mengamuni mereka.”
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Andai perbuatan dosa itu tidak lebih baik bagi seorang mukmin daripada ujub (merasa sombong karena amal baiknya), maka Allah tidak akan membiarkan seorang mukmin berbuat dosa untuk selamanya.”
Ustaz Bahreisy mengatakan, ujub menjauhkan seorang hamba dari Allah, sedangkan dosa itu menarik hamba mendekat kepada Allah. Ujub merasa besar diri, sedangkan dosa merasa kecil dan rendah di sisi Allah.
Dosa dapat Merugikan Orang di Sekitarnya
PERBUATAN dosa seseorang tidak hanya merugikan dirinya sendiri. Terkadang dosa itu dapat merugikan orang di sekitarnya.
Dikisahkan di zaman Nabi Musa as pernah terjadi paceklik. Kekeringan melanda hingga sulit sekali menemukan air. Bani Israil melakukan berbagai macam cara untuk meminta kepada Allah agar diturunkan hujan. Berulang kali mereka meminta tapi tidak ada jawaban.
Hingga suatu malam, Nabi Musa as pergi ke bukit untuk berboda. Beliau menangis dan berkata,”Ya Allah, jikalau kedudukanku buruk di sisi-Mu maka aku meminta kepadamu untuk menurunkan hujan Demi Kemuliaan Nabiyul Ummi yang telah Engkau janjikan untuk di utus di akhir zaman.”
Kemudian Allah swt Mewahyukan kepadanya,”Wahai Musa, kedudukanmu di sisi-Ku tidaklah buruk, bagi-Ku engkau begitu mulia. Namun ada seorang hamba diantara kalian yang menentangku selama 40 tahun. Jika kalian mengeluarkannya dari lingkungan kalian, akan Ku Turunkan hujan kepada kalian.”
Setelah itu Nabi Musa segera berkeliling di lorong-lorong desa dan berkata, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Tuhannya selama 40 tahun, keluarlah dari lingkungan kami ! Karenamu, Allah mencegah hujan dari kami.”
Orang yang bermaksiat itu mendengar ucapan Nabi Musa, dan dia mengetahui bahwa dirinyalah yang dimaksud. Dia berkata pada dirinya, “Apa yang harus aku lakukan. Jika aku masih tetap berada diantara mereka, Allah akan mencegah hujan itu karenaku. Namun jika aku keluar, maka terbukalah semua aibku dihadapan Bani Israil.”
Akhirnya dia memasukkan kepalanya ke dalam pakaian seraya merintih, “Duhai Tuhanku, aku bermaksiat kepada-Mu dengan segala kemampuan-Ku. Aku berani menentang-Mu dengan kebodohanku. Dan kini aku datang dengan segala penyesalan untuk bertaubat kepada-Mu. Maka terimalah taubatku. Dan jangan engkau cegah air hujan itu dari mereka karenaku”
Belum selesai doa dari hamba ini, tiba-tiba datang kabut putih menutupi langit dan seketika itu turun air hujan dengan derasnya.
Nabi Musa bertanya kepada Allah, “Tuhanku, engkau menurunkan hujan sementara belum ada seorang pun yang keluar dari kami?
Allah menjawab, “Sesungguhnya seorang yang membuat-Ku mencegah (air hujan), dia lah yang membuat-Ku menurunkannya.”
Nabi berkata, “Tuhanku, jelaskan kepadaku tentang hal itu.”
Allah menjawab, “Wahai Musa, Aku menutupi aibnya ketika dia bermaksiat. Bagaimana Aku akan membongkar aibnya ketika dia telah bertaubat?”
“Dan Dia-lah yang Menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan Memaafkan kesalahan-kesalahan dan Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Asy-Syura 25)
“Dan Dia-lah yang Menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dia-lah Maha Pelindung, Maha Terpuji.”(Asy-Syura 28)
-“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah Memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).”(Asy-Syura 30). []
Kapankah Dosa Kecil Menjadi Dosa Besar?
DOSA kecil menjadi dosa besar pada lima keadaan berikut ini:
1. Terus menerus
Melakukan dosa kecil secara terus menerus menjadikannya besar. Allah Taala berfirman,
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak terus menerus melakukan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imraan [3]: 135)
2. Meremehkan dosa
Disebutkan hadits dalam Shahih Bukhari, Dari Anas radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Sesungguhnya kalian melakukan suatu amalan dan menyangka bahwa itu lebih tipis dari rambut. Namun kami menganggapnya di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai sesuatu yang membinasakan.” (HR. Bukhari no. 6492)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang yang beriman melihat dosa-dosanya seperti ketika duduk di bawah gunung, dia takut kalau gunung tersebut jatuh menimpanya. Adapun orang yang fajir melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat (terbang) di depan hidungnya.” (HR. Bukhari no. 6308)
3. Merasa gembira dengan dosa
Merasa gembira dengan dosa menyebabkan pelakunya tidak bertobat dan terus menerus melakukannya. Bahkan ketika ia terluput dari dosa, ia akan merasa sedih. Padahal kata Rasulullah:
“Barang siapa yang merasa gembira dengan kebaikannya dan merasa sedih dengan keburukannya maka ia adalah mukmin.” (HR Ahmad)
4. Terang-terangan berbuat dosa
Dari Salim bin Abdullah, dia berkata, Aku mendengar Abu Hurairah radhiyallahu anhu bercerita bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa). Dan yang termasuk terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi hari dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut, yang mana dia berkata,
Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu. Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap perbuatannya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)
5. Yang melakukannya adalah seorang pemuka yang diikuti
“Barangsiapa mencontohkan suatu perbuatan baik di dalam Islam, maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkannya setelahnya dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa mencontohkan suatu perbuatan buruk di dalam Islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR Muslim)
[Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2311417/kapankah-dosa-kecil-menjadi-dosa-besar#sthash.XeqilD3o.dpuf
Ingat, Durhaka Kepada Orang Tua itu Dosa Besar
Dalam banyak ayat Al-Qur`an, Allah Ta’ala mengaitkan taat kepada-Nya dengan berbakti kepada orang tua. Maka, sudah sepantasnya bahwa durhaka kepada kedua orangtua merupakan perbuatan yang diharamkan.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari dari Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ اْلأُمَّهَاتِ وَوَأْدَ الْبَنَاتِ وَمَنْعًا وَهَاتِ وَكَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan atas kalian berbuat durhaka kepada ibu, mengubur anak-anak perempuan hidup-hidup, seseorang melarang orang lain memberikan haknya, dan meminta sesuatu yang bukan haknya. Dan Allah membenci tiga perkara, banyak berbicara (dalam hal-hal yang tidak bermanfaat), banyak bertanya dan membuang-buang harta.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menyebutkan secara khusus untuk para ibu, walaupun sebetulnya durhaka kepada bapak juga tidak boleh, karena durhaka kepada ibu lebih mudah dari pada bapak, sebab mereka kaum yang lemah.
Hadits ini juga mengingatkan, bahwa berbakti kepada ibu lebih didahulukan dari pada bapak, baik dalam berlemah-lembut, kasih sayang dan lain sebagainya, karena apabila disebutkan salah satunya berarti berlaku bagi keduanya.
Di antara adzab yang Allah turunkan kepada pelaku dosa ketika di dunia adalah bagi anak yang durhaka kepada kedua orangtuanya. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ
“Tidak ada dosa yang pelakunya mendapatkan hukuman dari Allah di dunia dan juga akhirat dari pada berbuat zhalim dan memutuskan tali silaturrahim.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud, At-Tirmidzi mengatakan, ”Hadits ini hasan shahih.”)
Durhaka kepada kedua orangtua termasuk dalam kategori memutuskan tali silaturahim.
Durhaka kepada kedua orangtua beragam bentuknya, di antaranya mencaci kedua orangtua.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memasukkan hal itu dalam kategori dosa besar, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr Al-Ash Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ
”Sesungguhnya termasuk dosa besar adalah apabila seseorang menghina kedua orangtua.”
Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimanakah seseorang menghina orang tuanya sendiri?”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab,
يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
“Apabila seorang menghina bapak yang orang lain, sehingga ia membalas dengan menghina bapaknya, lalu ia menghina ibu seseorang, sehingga ia juga membalas dengan menghina ibunya.” (HR. Al-Bukhari)
Sungguh, orang yang menghina atau mencaci-maki kedua orangtuanya adalah orang yang dilaknat, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ali, bahwa RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
وَلَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ
“Dan Allah melaknat seseorang yang melaknat kedua orangtuanya.” (HR. Muslim)
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tua sepanjang hayat. Amin.
Demikian dikutip dari kitab Haditsul Ihsan karya Prof. Dr. Falih bin Muhammad bin Falih Ash-Shughayyir. [Abu Syafiq]