Hukum melunasi utang dengan lebih akibat inflasi dalam Islam merupakan isu yang kompleks dan memiliki berbagai pendapat di kalangan ulama. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pandangan utama terkait persoalan tersebut.
Utang piutang merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Dalam Islam, terdapat aturan dan hukum yang mengatur tentang utang piutang, termasuk bagaimana cara pembayarannya. Salah satu isu yang muncul terkait dengan pembayaran hutang adalah pengaruh inflasi.
Inflasi menyebabkan nilai mata uang menurun, sehingga nilai hutang pada saat pengembalian menjadi lebih kecil dibandingkan saat dipinjam. Hal ini menimbulkan dilematis antara debitur diwajibkan untuk membayar hutang lebih banyak untuk mengimbangi inflasi, namun hal ini termasuk riba atau cukup dengan nominal yang dipinjam akan tetapi bisa jadi manusia enggan memberi hutangan karena terjadi penurunan nilai mata uang.
Lantas bagaimana Islam merespon hal ini? Apakah boleh melunasi utang dengan lebih akibat dampak inflasi?
Hukum Melunasi Utang dengan Lebih Akibat Inflasi
Dalam literatur Islam dijumpai keterangan bahwa hukum akad utang piutang pada dasarnya adalah diperbolehkan. Karena di dalamnya terdapat maslahat yang dapat meringankan beban orang lain. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Saw dalam sebuah hadis berikut;
مَنْ نَفَّسَ عَنْ أَخِيهِ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Artinya: “Barangsiapa melapangkan satu macam kesempitan dari aneka macam kesempitan yang dialami saudaranya, Allah akan melapangkan kesempitan penolong itu dari kesempitan-kesempitan hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, Allah akan menutupi aibnya baik di dunia maupun di akhirat. Barangsiapa memudahkan urusan orang yang sedang kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia maupun di akhirat. Allah selalu dalam pertolongan seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya.” (Sunan at-Tirmidzi: 2869)
Namun hukum boleh diatas dapat berubah menjadi tidak boleh ketika didalam nya terdapat praktek riba (tambahan saat pelunasan), Seperti contoh pelunasan hutang dengan tambahan akibat inflasi. Yakni seseorang berhutang 150 ribu (bisa membeli 15 kg beras), lalu saat pelunasan terjadi inflasi harga, sehingga nilai mata uang menurun, dimana beras 15 kg bisa dibeli dengan uang 150 ribu, sekarang harus mengeluarkan uang 200 ribu.
Masalah pelunasan utang dengan tambahan akibat inflasi di kalangan ulama masih menuai perbedaan pendapat. setidaknya ada 3 pendapat dalam permasalahan ini. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Muamalah Maliyah Mu’ashirah halaman 167-168 sebagai berikut:
لقد بحث الفقهاء مسألة الفلوس إذا أقرضت ثم نقصت قيمتها، فهل يكون سداد القرض
;بمثلها أو بقيمتها ؟ اختلف الفقهاء في ذلك على ثلاثة أقوال
القول الأول: ذهب أبو حنيفة والمالكية في المشهور عندهم والشافعية والحنابلة إلى أنه يجب على المدين أداء النقد نفسه المحدد في العقد ومثله دون زيادة أو نقصان؛ لأن الزيادة على المثل أو النقصان عنه ربا لا يجوز شرعاً
القول الثاني: ذهب أبو يوسف إلى أنه يجب رد قيمة النقود التي طرأ عليها التغيير من غلاء أو رخص يوم ثبوت الدين في الذمة، ففي البيع تجب القيمة يوم انعقاده، وفي القرض تجب القيمة يوم قبضه وذلك لتحقيق مصالح الناس، فإن القول برد المثل يؤدي إلى امتناع الناس من إقراض الفلوس خشية نقصان قيمتها قبل الوفاء
القول الثالث: ذهب المالكية في قول إلى أنه يفرق بين ما إذا كان تغير يسيراً رد المقتر المثل، وإن كان فاحشاً رد الفلوس يسيراً أو فاحشاً. فإن كان القيمة لتضرر المقرض بالتغير الفاحش دون اليسير والراجح ما ذهب إليه المالكية من أنه يفرق بين التغيير اليسير والفاحش لأنه يحقق مصالح
Artinya:”Para ulama telah membahas perihal masalah uang yang dihutangkan kemudian nilai mata uangnya turun. Apakah harus membayar sesuai jumlah hutang di awal atau menyesuaikan mata uangnya?. Dalam hal ini ada 3 pendapat:
Pendapat pertama: Menurut mayoritas ulama yakni Abu Hanafiah, Malikiyah, Syafi’iyah Dan Hanabilah. Pelunasan sesuai jumlah awal ketika berhutang karena kalau membayar lebih adalah riba.
Pendapat kedua: Menurut Abu Yusuf membayar sesuai nilai inflasi atau mata uang saat pelunasan. Dengan alasan jika membayar saat awal berhutang bisa jadi manusia enggan memberi hutangan karena khawatir terjadinya penurunan mata uang (inflasi).
Pendapat ketiga: Menurut sebagian Ulama Malikiyah berpendapat dirinci, jikan nilai mata uang mengalami penurunan yang sedikit, maka membayar sesuai jumlah awal. Tapi jika mengalami penurunan yang banyak, maka membayar sesuai nilai inflasi harga. Karena jika tidak dapat merugikan pihak pemberi hutang.”
Dengan demikian melunasi hutang dengan adanya tambahan akibat dampak inflasi dikalangan ulama masih terjadi perbedaan pendapat seperti yang telah dijelaskan diatas. Namun sebagai pihak yang berhutang. sebaiknya mengambil sikap yang bijak yakni dengan memberikan lebih ketika membayar hutang jika terjadi inflasi yang terlalu banyak. Karena jika tidak akan dapat merugikan pihak pemberi hutang. Bukankah rasulullah pernah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan imam muslim “Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam membayar hutangnya”. [HR Muslim no.4192].
Demikian penjelasan perihal hukum melunasi utang dengan lebih akibat dampak inflasi semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishawab.