Khotbah Jumat: Agar Selamat dari Azab Kubur

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ

فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa memperbaharui dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Sehingga saat kematian datang menghampiri kita, ketakwaan dan keimanan tersebut akan setia menemani kita hingga ke alam kubur dan alam akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan sebagai muslim.” (QS. At-Talaq: 4)

Jemaah salat Jumat yang senantiasa dirahmati Allah Ta’ala.

Sesungguhnya di antara perkara yang membuat seorang mukmin khawatir dan takut adalah perihal ke manakah ia akan menuju setelah ia berpisah dari kehidupan dunia ini. Ke manakah ia akan pergi? Akankah ia menuju rahmat Allah ataukah azabnya? Ke surga yang penuh kenikmatan ataukah ke neraka yang penuh kesengsaraan?

Dahulu kala, sahabat ‘Utsman bin ‘Affan  radhiyallahu ‘anhu setiap kali melewati dan berdiri di sisi kuburan, maka ia akan menangis hingga jenggotnya basah karena air matanya. Maka, dikatakan kepadanya, “Engkau tidak menangis tatkala teringat surga dan neraka. Akan tetapi, mengapa engkau menangis karena hal ini?” Maka, sahabat ‘Utsman pun menjawab,

إنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ ، قالَ : إنَّ القبرَ أوَّلُ مَنازلِ الآخرةِ ، فإن نجا منهُ ، فما بعدَهُ أيسرُ منهُ ، وإن لم يَنجُ منهُ ، فما بعدَهُ أشدُّ منهُ قالَ : وقالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ : ما رأيتُ مَنظرًا قطُّ إلَّا والقَبرُ أفظَعُ منهُ

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya kuburan adalah awal persinggahan akhirat. Jika selamat darinya, maka yang setelahnya akan lebih mudah darinya. Dan jika tidak selamat, maka yang setelahnya lebih berat darinya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ‘Tidak pernah aku melihat pemandangan yang amat mengerikan, kecuali (siksa) kubur lebih mengerikan darinya.’” (HR Ibnu Majah no. 4267)

Jemaah yang semoga senantiasa di dalam rahmat Allah Ta’ala.

Setelah mengetahui begitu kerasnya siksa kubur, seorang mukmin yang mengimaninya dan takut akan kepedihannya perlu juga untuk mempelajari dan mengetahui beberapa amalan yang dapat menghindarkan dirinya dari siksa kubur tersebut.

Yang pertama dan yang paling utama adalah istikamah dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istikamah), maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.’” (QS. Fussilat: 30)

Amal saleh adalah penghalang dan tameng dari azab kubur. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Sesungguhnya mayit ketika diletakkan di kuburnya ia mendengar suara sandal orang-orang yang mengantarkannya saat mereka kembali pulang. Apabila ia seorang mukmin, maka salat akan berada di sisi kepalanya, puasa di sisi kanannya, zakat di sisi kirinya dan amalan kebaikan lainnya (seperti sedekah, silaturrahmi, perbuatan makruf dan ihsan kepada orang lain) berada di sisi kakinya. Lalu, ia didatangi dari arah kepalanya, maka salat berkata, ‘Tidak ada jalan masuk dari arahku.’ Kemudian didatangi dari arah kanannya, maka puasa berkata, ‘Tidak ada jalan masuk dari arahku.’ Kemudian didatangi dari arah kirinya, maka zakat berkata, ‘Tidak ada jalan masuk dari arahku.’ Kemudian didatangi dari arah kedua kakinya, maka amalan kebaikan berkata, ‘Tidak ada jalan masuk dari arahku.’” (HR. Ibnu Hibban no. 3113, Syekh Albani menghasankan hadis ini dalam kitabnya Shahih At-Targhib)

Kedua, berdoa dan meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala darinya. Inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk kita baca pada setiap penghujung salat sebelum salam,

اللهم إني أعوذ بك من عذاب جهنم، ومن عذاب القبر، ومن فتنة المحيا والممات، ومن شر فتنة المسيح الدجال

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Muslim no. 588)

Ketiga, menjauhi sebab-sebab yang mendatangkan azab kubur dan bertobat kepada Allah Ta’ala darinya.

Di antara beberapa sebab yang mendatangkan azab kubur adalah meninggalkan salat sampai keluar dari waktunya tanpa ada uzur, suka mengadu domba, dan tidak menjaga kesucian dirinya dari najis yang timbul ketika buang air kecil. Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

مرَّ النبي صلى الله عليه وسلم بقبرين، فقال: إنهما ليعذبان، وما يعذبان في كبير، أما أحدهما فكان لا يَستتر من البول، وأما الآخر فكان يمشي بالنميمة، ثم أخذ جريدة رطبة فشقَّها نصفين، فغرَز في كل قبر واحدة، فقالوا: يا رسول الله، لِمَ فعلت هذا؟ قال: لعله يُخفَّفُ عنهما ما لم يَيْبَسا.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati dua kuburan. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya, keduanya sedang diazab. Tidaklah keduanya diazab karena suatu perkara yang besar (menurut kalian). Salah satunya tidak menjaga diri dari percikan air kencing, sedangkan yang lain suka mengadu domba antara manusia.’ Beliau lalu mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah. Kemudian, beliau membelahnya menjadi dua bagian dan beliau tancapkan satu bagian pada tiap-tiap kuburan. Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan hal ini?’ Beliau menjawab, ‘Mudah-mudahan diringankan azab tersebut dari keduanya selama pelepah kurma itu belum kering.’ (HR. Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292)

Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala.

Amalan yang keempat, rutin membaca surah Al-Mulk.

Sebisa mungkin, seorang muslim menghafal surat Al-Mulk dan memahami maknanya. Di dalam sebuah hadis, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سورةٌ تشفعُ لقائلِها ، وهي ثلاثونَ آيةً ألا وهي تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ

“Ada satu surah yang akan memberikan syafaat bagi siapa yang rajin membacanya. Surah tersebut mengandung 30 ayat, yaitu yang dimulai dengan ‘tabarakalladzi biyadihilmulku’ (surah Al-Mulk).” (HR. Abu Dawud no. 1400, Tirmidzi no. 2891, Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra no. 10546)

Sebagian ulama mengatakan, bahwa surah Al-Mulk akan memberikan syafaat kepada mereka yang membacanya saat ia berada di alam kubur atau pada hari kiamat, menghalangi seseorang dari azab kubur atau menghindarkan seseorang dari terjatuh kepada dosa-dosa yang menyebabkan azab kubur.

أقُولُ قَوْلي هَذَا   وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ   لي وَلَكُمْ،   فَاسْتغْفِرُوهُ   يَغْفِرْ لَكُمْ    إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ،  وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ   إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Setelah mengetahui beberapa amalan yang akan menjaga dan menghindarkan kita dari azab kubur, dalam Islam ada juga beberapa keadaan dan sebab kematian yang akan menjadikan seseorang terhindar dari azab kubur. Apa saja?

Yang pertama,  meninggal di medan peperangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

للشهيد عند الله ستُّ خصال: يغفر له في أول دَفعة، ويرى مقعده من الجنة، ويجار من عذاب القبر، ويأمن من الفزع الأكبر، ويوضع على رأسه تاج الوقار، الياقوتة منه خير من الدنيا وما فيها، ويزوج اثنتين وسبعين زوجة من الحور العين، ويُشفَّع في سبعين من أقاربه

“Orang yang mati syahid di sisi Allah mempunyai enam keutamaan: (1) dosanya akan diampuni sejak awal kematiannya, (2) diperlihatkan tempat duduknya di surga, (3) dijaga dari siksa kubur dan diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat dibangkitkan dari kubur, (4) diberi mahkota kemuliaan yang satu permata darinya lebih baik dari dunia seisinya, (5) dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari, dan (6) diberi hak untuk memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari keluarganya.” (HR. Tirmidzi no. 1663, Ibnu Majah no. 2799, dan Ahmad no. 17182)

Yang kedua, meninggal dalam keadaan berjuang di jalan Allah Ta’ala, yaitu mereka yang berjuang menjaga perbatasan daerah kaum muslimin. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَـى عَمَلِهِ إِلاَّ الَّذِي مَاتَ مُرَابِطًا فِيْ سَبِيلِ اللهِ فَإِنَّهُ يُنْمَـى لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيَأْمَنُ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ.

“Setiap mayit ditutup amalnya, kecuali seseorang yang mati dalam keadaan berjuang di jalan Allah. Karena amalnya akan berkembang sampai hari kiamat dan dia akan aman dari fitnah kubur.” (HR. Abu Dawud no. 2500, Tirmidzi no. 1621 dan Ahmad no. 23951)

Yang ketiga, meninggal karena penyakit pada perutnya. Sebagaimana yang dikisahkan ‘Abdullah bin Yasar rahimahullah,

“Pernah aku duduk bersama Sulaiman bin Shurad dan Khalid bin Urfuthah. Mereka menuturkan pernah ada seseorang yang meninggal karena penyakit di dalam perutnya. Keduanya berkeinginan menyaksikan jenazah orang tersebut. Salah seorang dari mereka berkata kepada yang lainnya, ‘Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, ‘Siapa saja yang meninggal karena sakit di perutnya, maka dia tidak akan disiksa dalam kubur’. Yang lain berkata, ‘Ya, benar’.” (HR. Tirmidzi no. 1064 dan Nasa’i no. 2051)

Adapun hadis yang menjelaskan keutamaan orang yang meninggal di hari Jumat, di mana mereka akan diselamatkan dari azab kubur, maka hadisnya lemah dan tidak dapat dibenarkan. Hal ini juga telah disampaikan oleh Syekh Binbaz dalam salah satu fatwanya.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita dan keluarga kita dari dahsyatnya azab kubur. Semoga Allah Ta’ala meluaskan kubur kita, memberikan kita kemudahan saat datang malaikat untuk bertanya. Dan semoga Allah Ta’ala senantiasa merahmati saudara kita, keluarga kita dari kaum muslimin yang telah terlebih dahulu meninggalkan kehidupan dunia ini.

اللهم إنا نعوذ بك من عذاب جهنم، ومن عذاب القبر، ومن فتنة المحيا والممات، ومن شر فتنة المسيح الدجال

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78649-khotbah-jumat-agar-selamat-dari-azab-kubur.html

Teks Khotbah Jumat: Mohonlah Perlindungan Hanya kepada Allah

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena dengan ketakwaanlah seorang muslim akan dimudahkan dalam setiap urusannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.”. (QS. At-Talaq: 4)

Jemaah salat Jumat yang senantiasa dirahmati Allah Ta’ala.

Akhir-akhir ini jagat maya dihebohkan dengan ramainya dunia perdukunan. Sebuah fenomena jamak di negeri Indonesia ini. Sungguh miris, negeri yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam ini seringkali masih mempercayai dukun, peramal, “orang pintar”, dan lain sebagainya di dalam menyelesaikan dan memecahkan permasalahannya. Meminta perlindungan kepada mereka, mengenakan jimat, dan menggantungkan nasib kepada kejadian serta fenomena yang terjadi baik di langit maupun di bumi.

Padahal. Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencontohkan hal semacam itu! Beliau adalah hamba yang paling besar rasa butuhnya terhadap Allah Ta’ala, hamba yang paling takut terhadap Rabbnya, hamba yang selalu menggantungkan dirinya dan menyandarkan urusannya hanya kepada Allah Ta’ala satu-satunya. Beliau jauh dari kesyirikan, sama sekali tidak pernah meminta pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah Ta’ala.

 Isti’adzah (meminta perlindungan) pada hal-hal yang tidak dimampui kecuali oleh Allah Ta’ala merupakan salah satu ibadah yang harus kita tujukan hanya kepada Allah satu-satunya. Bahkan Isti’adzah merupakan salah satu ibadah yang paling mulia. Allah Ta’ala jadikan ia sebagai salah satu perwujudan dan tolak ukur tauhid uluhiyyah seorang hamba. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ * مَلِكِ النَّاسِ * إِلَهِ النَّاسِ

“Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, sembahan manusia.’” (QS. An-Naas: 1-3)

Jemaah yang dirahmati Allah Ta’ala.

Setelah mengetahui bahwa isti’adzah merupakan salah satu bentuk ibadah, maka kita dilarang untuk memintanya kepada selain Allah Ta’ala, baik itu jin, dukun, “orang pintar”, tukang sihir, ataupun yang semisal dengannya. Kita juga dilarang berlindung dari malapetaka ataupun marabahaya dengan melafalkan jampi-jampi, ucapan yang tidak diketahui maknanya, ataupun bentuk-bentuk kalimat lain yang tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ketahuilah wahai jemaah sekalian, meminta perlindungan kepada makhluk dalam hal-hal yang di luar batas kemampuan dan kapasitas mereka maka sesungguhnya itu termasuk kesyirikan.

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Barangsiapa yang meminta perlindungan dan keselamatan kepada selain Allah Ta’ala pada hal-hal yang yang tidak dimampui kecuali oleh Allah Ta’ala, maka sungguh apa yang ia lakukan tersebut hanya akan menambah kesesatan, kesulitan, dan dosa bagi pelakunya. Allah Ta’ala berfirman,

وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًاۖ

“Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.” (QS. Al-Jinn: 6)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Qotadah rahimahullah berkata,

فَزادُوهُمْ رَهَقاً أَيْ إِثْمًا وَازْدَادَتِ الْجِنُّ عَلَيْهِمْ بِذَلِكَ جَرَاءَةً

“Fazaaduhum rahaqaa, yaitu: manusia semakin berdosa dan para jin semakin berani kepada manusia.”

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Jika kita benar-benar yakin bahwa Allah Ta’ala adalah Sang Pencipta, Sesembahan kita, dan Tuhan satu-satunya, tentu kita tidak akan pernah ber-isti’adzah dan meminta pertolongan kepada selain-Nya di dalam perkara yang tidak ada seorang makhluk pun mampu mengatasinya, kecuali Allah Ta’ala. Tidak ada tempat lain untuk mengadu atas setiap kesulitan yang menimpa kita, kecuali kepada-Nya. Tidak ada tempat bergantung dan berlindung saat datangnya keadaan sulit dan menakutkan, kecuali hanya kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya terjatuhnya seseorang ke dalam isti’adzah kepada selain Allah Ta’ala merupakan tanda lemahnya keyakinan dan keimanan kita kepada Allah Ta’ala.

Jemaah yang berbahagia.

Sesungguhnya di antara perkara buruk yang diri kita sangatlah diperintahkan untuk meminta perlindungan darinya adalah bisikan, godaan, dan tipu daya setan beserta bala tentaranya, termasuk di dalamnya adalah para dukun, peramal, dan tukang sihir yang bekerja sama dengan para setan di dalam mengelabui dan menipu manusia.

Perintah ber-isti’adzah dari setan ini bahkan diperintahkan untuk dilakukan di banyak kondisi. Ketika membaca Al-Qur’an, ketika marah, ketika masuk kamar mandi, dan saat mendapati mimpi buruk.

Ketahuilah wahai saudaraku, meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala dari godaan setan akan menyelamatkan kita dari tipu daya mereka. Di dalam merealisasikannya akan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya memerangi mereka dan kesadaran penuh perihal busuknya tipu daya mereka. Kesadaran ini merupakan salah satu karakteristik orang-orang yang bertakwa, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنْ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).” (QS. Al-A’raf: 201)

أقُولُ قَوْلي هَذَا   وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ   لي وَلَكُمْ،   فَاسْتغْفِرُوهُ   يَغْفِرْ لَكُمْ    إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ،  وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ   إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala telah memerintahkan dan menekankan kita untuk senantiasa ber-isti’adzah dan meminta pertolongan kepada-Nya di banyak ayat di dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنْ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ 

“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 20)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ * وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

“Dan katakanlah, ‘Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan, dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku.’” (QS. Al-Mu’minun: 97-98)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan para sahabatnya untuk senantiasa ber-isti’adzah, memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala. Suatu ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Wahai Nabi, ajarkan kepadaku apa yang harus aku lafazkan jika telah masuk waktu pagi atau telah masuk waktu sore.” Maka, Nabi pun menjawab,

يَا أَبَا بَكْرٍ! قُلِ: اللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيكَهُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشَرَكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا، أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ

“Wahai Abu Bakar, ucapkanlah, ‘Ya Allah, Zat Pencipta langit dan bumi, Zat yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, tidak ada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Engkau, Zat yang menguasai segala sesuatu dan yang merajainya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, kejahatan setan dan bala tentaranya, atau aku berbuat kejelekan pada diriku atau aku mendorongnya kepada seorang muslim.’” (HR. Tirmidzi no. 3529)

Doa meminta perlindungan yang lainnya juga diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada istri tercinta beliau, Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

للَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ، عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ، عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ…

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu segala kebaikan yang segera (dunia) dan yang tertunda (akhirat), yang aku ketahui dan yang tidak aku ketahui. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan yang segera (dunia) dan yang tertunda (akhirat), yang aku ketahui dan yang tidak aku ketahui.” (HR. Thabrani, 2: 252 dan At-Thayalisi no. 822. Hadis ini disahihkan oleh Syekh Albani dalam kitabnya Shahih Al-Jaami’)

Jemaah salat Jumat yang semoga senantiasa dalam perlindungan Allah Ta’ala.

Rutinkanlah untuk selalu membaca Al-Muawwidzatain, (surat Al-Falaq dan surat An-Naas), sebagaimana yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabatnya Abdullah bin Khubaib radhiyallahu ‘anhu,

قُل: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ، حِينَ تُمْسِي، وَحِينَ تُصْبِحُ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ؛ تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ

“Bacalah: Qul huwaAllahu Ahad dan Al-Muawwidzatain (Al-Falaq, An-Naas) saat masuk waktu sore dan saat masuk waktu pagi, niscaya semua itu akan mencukupkanmu dari segala hal.” (HR. Abu Dawud no. 5082)

Tidak ada satu pun dari kaum muslimin yang tidak butuh kepada 2 surat ini. Keduanya memiliki pengaruh besar untuk menangkal sihir, penyakit ‘ain, dan setiap keburukan yang ada di bumi ini. Kebutuhan manusia untuk selalu ber-isti’adzah, meminta perlindungan dengan kedua surat ini, lebih besar dari kebutuhan mereka terhadap makanan, minuman, pakaian, dan kebutuhan pokok lainnya.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga dan melindungi diri kita, keluarga kita, dan seluruh kaum muslimin dari segala macam marabahaya, baik itu yang ditimbulkan oleh setan dan bala tentaranya ataupun yang ditimbulkan oleh makhluk-makhluk Allah yang lainnya. Semoga kita semua termasuk dari salah satu hamba Allah yang hanya meminta pertolongan dan meminta perlindungan hanya kepada-Nya, menjadi hamba Allah Ta’ala yang lisannya senantiasa basah karena berzikir, ber-isti’adzah kepada Allah Ta’ala.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78340-teks-khotbah-jumat-mohonlah-perlindungan-hanya-kepada-allah.html

Hukum Tertidur Saat Mendengarkan Khutbah Jum’at

Akibat dari padatnya aktivitas sekolah dan pekerjaan membuat sebagian orang merasa kelelahan saat mendengarkan khutbah shalat jum’at. Bahkan, sebagian dari mereka tidak bisa menahan ngantuk dan tertidur saat khatib membacakan khutbah. Lantas, bagaimanakah hukum tertidur saat mendengarkan khutbah jum’at?

Dalam literatur kitab fikih, terdapat penjelasan yang menyatakan bahwa termasuk dari syarat sah shalat jum’at adalah harus memperdengarkan rukun-rukun dua khutbah kepada 40 orang penduduk asli tempat tersebut. Sehingga, apabila salah seorang dari mereka ada yang tidak mendengar lantaran tuli, jauh jaraknya, atau karena tidur, maka shalat Jumatnya tidak sah.

Namun demikian, apabila rukun-rukun khutbah sudah didengar oleh 40 orang penduduk tetap, maka sholat jum’at dihukumi sah sekalipun yang lainnya tidak mendengarkan khutbah lantaran tidur dan lainnya.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Assyarqawi, juz 1, halaman 265 berikut;

وسادسها تقدم خطبتين على الصلاة___بسماع هو أولى من قوله بحضور من تنعقد بهم الجمعة أى من يتوقف إنعقادها عليهم وهم أربعون أو تسعة وثلاثون سواه فيرفع الخطيب صوته بأركانهما حتى يسمعها تسعة وثلاثون سواه بالقوة لا بالفعل___فلا تكفي الإسرار ولا إسماع دون من ذكر ولا من لا تنعقد بهم ولا الحضور مع صمم أو بعد أو نوم على ما مر.

Artinya : “Sarat yang keenam adalah berlalunya dua khutbah sebelum melakukan shalat __dengan diperdengarkan kepada jamaah. Redaksi ini lebih utama daripada redaksi mushannif dengan harusnya dihadiri oleh seseorang yang dapat menjadikan shalat jum’at artinya seseorang yang dengannya sholat jum’at dapat terjadi yaitu sebanyak 40 orang atau 39 orang selain imam.

Oleh karena itu Khotib harus mengeraskan suaranya disaat membaca rukun-rukun kedua khutbah sehingga 39 orang selain dirinya dapat berkemungkinan mendengar oleh karena itu tidak mencukupi khutbah yang pelan, didengarkan dibawah bilangan tersebut, didengarkan oleh yang bukan penduduk tetap. Tidak cukup juga ketika hadir namun tidak mendengar khutbah karena tuli, jauh atau dalam keadaan tidur.”

Seseorang yang tidur saat khutbah juga diperbolehkan untuk langsung melaksanakan sholat jum’at apabila tidurnya dalam posisi duduk dengan merekatkan kedua pantat diatas alas duduknya. Tetapi apabila tidurnya tidak dalam posisi demikian, maka wudlu’ nya dihukumi batal dan dia harus berwudlu’ terlebih dahulu sebelum melaksanakan sholat jum’at.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Fathul qorib mujib, halaman 13 berikut,

 (و) الثاني (النوم على غير هيئة المتمكن____ وخرج بالمتمكن ما لو نام قاعداً غير متمكن أو نام قائماً أو على قفاه ولو متمكناً

Artinya : “Yang kedua adalah tidur dalam posisi tidak merekatkan tempat duduknya ___ Tidak termasuk dari posisi merekatkan tempat duduk adalah tidur dalam keadaan duduk yang tidak merekatkan tempat duduk, tidur dalam posisi berdiri dan tidur dengan terlentang atas tengkuknya sekalipun merekatkan tempat duduk.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa, apabila rukun-rukun khutbah sudah didengar oleh 40 orang penduduk tetap, maka sholat juma’at dihukumi sah sekalipun yang lainnya tidak mendengarkan khutbah lantaran tidur dan lainnya.

Seseorang yang tidur saat khutbah juga diperbolehkan untuk langsung melaksanakan sholat jum’at apabila tidurnya dalam posisi duduk dengan merekatkan kedua pantat di atas alas duduknya.

Demikian penjelasan mengenai hukum tertidur saat mendengarkan khutbah jum’at. Semoga bermanfaat. Wallahua a’lam.

BINCANG SYARIAH

[Khutbah Jumat] Waspadai Empat Penjajahan setelah Kemerdekaan

Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di bulan Agustus penanda bangsa kita sudah merdeka, tapi apakah benar kita sudah terbebas dari penjajahan?

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Khutbah Jumat Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Tujuh puluh tujuh tahun silam, bulan ini untuk pertama kalinya menjadi bulan yang spesial yang dikenang dalam sejarah perjuangan kemerdekaan. Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terjadi di bulan Agustus menjadi penanda bangsa kita terbebas dari penjajahan.

Seiring bergulirnya waktu, makna kemerdekaan mengalami perluasan. Tidak sebatas merdeka dari sistem kolonial. Namun yang lebih luas lagi kemerdekaan dapat kita artikan sebagai sikap untuk menjadi pribadi yang merdeka dari kebiasaan-kebiasaan yang buruk, tidak disiplin, menunda pekerjaan, menghindar dari tanggung jawab, tidak produktif, dan masih banyak lainnya.

Oleh karena perluasan makna kemerdekaan inilah, kita ingin menyampaikan sejumlah hal yang di dalamnya masih banyak di antara kita, belum merdeka sepenuhnya.

Pertama, merdeka dari kebodohan

Berapa banyak dari saudara kita umat Islam yang belum bisa baca Al-Quran apalagi memahami kandungannya, lebih-lebih mengamalkan isinya. Berapa banyak dari umat Islam yang masih sangat awam tentang syariat Islam.

Tidak hanya awam, tapi sebagian ada yang menuding syariat Islam adalah ajaran yang melanggar hak asasi manusia.  Kenyataan demikian menandakan bahwa kita belum merdeka, masih melangami ‘penjajahan’ dari kebodohan tentang agama yang kita anut sendiri.

Sehingga jika kita ingin merdeka, kita harus memerdekakan diri dari kebodohan dan ‘penjajahan’ ini. Masihkah kita ingat bahwa ayat pertama yang turun adalah Iqra’ yang artinya bacalah.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ، عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-A’laq : 01-05).

Apa yang kita baca? Ayat-ayat Allahﷻ yang tersurat maupun tersirat. Pesan moralnya adalah Allahﷻ memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menjauhi kebodohan dan ‘penjajahan’ yang dapat mengantarkan kepada kemiskinan, dan kemiskinan bisa menyebabkan kekufuran. Selama kebodohan masih menyelimuti diri kita, berarti kita belum merdeka sepenuhnya.

Kaum Muslimin yang berbahagia

Kedua, kita belum merdeka dari kemiskinan. Allahﷻ menegaskan dalam firman-Nya agar kita jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah. Lemah dalam banyak aspek. Lemah dalam ekonomi, ilmu pengetahuan, fisik, mental, dan sebagainya.

Kebodohan yang berkolaborasi dengan kemiskinan mampu merusak keimanan. Allahﷻ berfirman :

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’ : 09).

Karenanya, jangan sampai belenggu kemiskinan kita biarkan begitu saja. Orang-orang yang kaya, bebaskanlah saudara-saudara kalian yang miskin dengan harta yang kalian miliki.

Kita tingkatkan taraf perekonomian umat dan bangsa sehingga menjadi generasi yang kuat dalam berbagai bidang kehidupan. Jangan kita biarkan kemiskinan terus terjadi secara turun temurun, menjadi penjajahan yang membelenggu.

Hal ketiga yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah kita belum merdeka dari ketidakadilan hukum.

Sudah tujuh puluh tujuh tahun bangsa ini diberi rahmat oleh Allahﷻ berupa kemerdekaan. Namun, kita masih sering korban ‘penjajahan’ dengan model penegakan hukum yang berat sebelah, timpang, dan jauh dari rasa keadilan.

Coba lihatlah, bagaimana hukum ditegakkan seperti pisau, yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Penghinaan kepada kepala negara bisa langsung ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara, sementara yang melakukan penistaan agama, menghina Al-Quran, atau menyebarkan berita hoak, ada yang tidak diproses meski sudah dilaporkan berkali-kali. Padahal kepala negara saja disumpah dan dilantik dengan Al-Quran.

Contoh lainnya si pencuri ayam atau kayu yang tidak seberapa, terkadang dihukum sangat tegas dan berat daripada koruptor maling uang rakyat. Rasulﷺ yang merupakan teladan bagi kita semua telah memberikan sikap adil dalam hukum tanpa pandang bulu,

 وإني، والذي نفسي بيدِه، لو أنَّ فاطمةَ بنتَ محمدٍ سرقت لقطعتُ يدَها

“Adapun aku, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika Fatimah putri Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Jemaah shalat Jumat yang berbahagia

Keempat, kita masih belum merdeka dari kesenjangan dalam kesejahteraan. Jarak antara orang kaya dan orang miskin masih menganga. Orang kaya menjadi semakin kaya, orang miskin semakin miskin.

Ini adalah hal yang menunjukkan kita belum merdeka. Karenanya, menjadi tanggung jawab besar di pundak setiap pemimpin yang diamanahi oleh rakyat, untuk menciptakan pemerataan dalam kesejahteraan, sehingga ketimpangan yang tengah terjadi dapat dikurangi bahkan dihilangkan.

Semoga menginjak usia ketujuh puluh tujuh tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa ini bisa meraih kebebasan dan kemerdekaan yang sesungguhnya. Bagi umat Islam, kemerdekaan yang hakiki adalah sebuah perjuangan tiada henti.

Jangan sampai kita menyerah tanpa perlawanan akibat tergiur godaan dunia dan lalai dalam menjalankan kewajiban kita sebagai seorang hamba. Mari kita memerdekakan diri kita dari ‘penjajahan’, kebodohan, kemiskinan, ketidakadilan, dan ketimpangan dalam kesejahteraan.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumlat kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :

فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Arsip naskah khutbah Jumat yang lain bisa dibaca di www.hidayatullah.com, atau klik di SINI

Khotbah Jumat: Memuliakan Bulan Muharam Sesuai Petunjuk Rasulullah

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Sungguh takwa adalah sebaik-baik bekal kita di hari akhirat nanti. Allah Ta’ala berfirman,

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Hari-hari berlalu. Siang berganti malam. Bulan demi bulan. Dan tahun demi tahun. Namun, masih saja ada dari sebagian manusia yang terus-menerus bermain dalam kemaksiatan dan pelanggaran. Sibuk dengan urusan dunia, hingga tidak ada impiannya yang tidak terwujud. Padahal waktu dan ajalnya tak pernah sekalipun diakhirkan oleh Allah Ta’ala.

Kaum muslimin yang semoga senantiasa di dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Saat musim berbuat kebaikan berlalu, pasti akan datang musim kebaikan yang lain. Saat hilang sebuah kesempatan untuk berbuat kebaikan, maka akan Allah gantikan dengan kesempatan lainnya. Sesungguhnya, saat ini kita berada di bulan Muharam yang penuh kemuliaan dan keutamaan. Sebuah kesempatan emas yang datang setelah berlalunya bulan Zulhijah yang juga penuh dengan kemuliaan dan keutamaan.

Bulan Muharam ini merupakan bulan yang mulia. Bukan bulan sial serta bulan kesedihan sebagaimana yang menjadi anggapan sebagian orang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan menjelaskan bahwa Muharam termasuk bulan yang mulia dan menisbatkan bulan mulia ini kepada Allah Ta’ala. Sahabat Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi,

سألتُ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: أيُّ اللَّيلِ خيرٌ، وأيُّ الأشهُرِ أفضَلُ؟ فقال: خيرُ اللَّيلِ جَوفُه، وأفضَلُ الأشهُرِ شَهرُ اللهِ الذي تَدْعونَه المُحَرَّمَ

“Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Apakah malam yang paling baik dan apakah bulan yang paling  utama?’ Beliaubersabda, ‘Sebaik–baik malam adalah pertengahannya, dan seutama-utamanya bulan adalah bulan Allah yang kalian menamainya dengan Al-Muharram.” (HR. An-Nasai no. 4216 dalam As-Sunan Al-Kubra)

Hikmah dari penyebutan Muharam sebagai ‘bulan Allah’ sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidz Al-Iraqi di dalam kitab Syarhu At-Tirmidzi adalah,

“Bisa kita katakan, karena Muharam merupakan salah satu bulan suci/ haram yang Allah haramkan di dalamnya peperangan. Dan ia merupakan bulan yang pertama kali dinisbatkan kepada Allah Ta’ala secara khusus. Dan tidak ada bulan-bulan lainnya yang secara sahih dinisbatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Allah Ta’ala, kecuali bulan Allah Muharam ini.”

Penisbatan ini sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab rahimahullah dalam kitabnya Lathoif Al-Ma’arif, menunjukkan besarnya keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam. Beliau rahimahullah berkata,

فَإِنَّ اللَّهَ -تَعَالَى- لَا يُضِيفُ إِلَيْهِ إِلَّا خَوَاصَّ مَخْلُوقَاتِهِ، كَمَا نَسَبَ مُحَمَّدًا وَإِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَغَيْرَهُمْ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ إِلَى عُبُودِيَّتِهِ، وَنَسَبَ إِلَيْهِ بَيْتَهُ وَنَاقَتَهُ

“Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menisbatkan kepada diri-Nya, kecuali makhluk-makhluk yang khusus dan tertentu. Sebagaimana Ia menisbatkan Nabi Muhammad, Ishak, Yakub dan nabi-nabi yang lain kepada penghambaan terhadap diri-Nya. Sebagaimana juga Allah Ta’ala menisbatkatkan ka’bah dan unta Nabi Shalih kepada-Nya.”

Maasyiral Mukminin, yang dirahmati Allah Ta’ala.

Bulan Muharam merupakan bulan yang paling mulia setelah bulan Ramadan. Inilah pendapat yang banyak diambil oleh para ulama. Hasan Al-Basri rahimahullah berkata,

إِنَّ اللَّهَ -تَعَالَى- افْتَتَحَ السَّنَةَ بِشَهْرٍ حَرَامٍ -أَيِ: الْمُحَرَّمِ- وَخَتَمَهَا بِشَهْرٍ حَرَامٍ -أَيْ: ذِي الْحِجَّةِ- فَلَيْسَ شَهْرٌ فِي السَّنَةِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ مِنَ الْمُحَرَّمِ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengawali tahun dengan dengan bulan yang suci dan mulia, yaitu Muharam. Dan menutupnya juga dengan bulan yang suci dan mulia, yaitu bulan Zulhijah. Maka, tidak ada bulan yang lebih mulia setelah bulan Ramadan, kecuali bulan Muharam.”

Begitu mulianya bulan ini hingga Allah Ta’ala tekankan haramnya  berbuat kezaliman dan kemaksiatan di bulan ini, serta Allah Ta’ala lipat gandakan dosa kemaksiatan di dalamnya. Oleh karenanya, Ia berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu.” (QS. At-Taubah: 36)

Al-Qurtubi rahimahullah mengatakan,

“Allah khususkan penyebutan bulan-bulan haram serta Allah larang perbuatan zalim di dalamnya sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan, walaupun (perbuatan zalim) itu terlarang di setiap zaman dan waktu. Inilah (tafsir ayat di atas) yang banyak diambil oleh ulama tafsir, yaitu: ‘janganlah kamu sekalian menzalimi diri kalian sendiri pada bulan-bulan haram yang empat itu.’”

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala.

Setelah mengetahui besarnya keutamaan bulan Muharam ini, serta mengetahui bahwa kemaksiatan dan kezaliman padanya dosanya lebih besar, seorang muslim seharusnya semakin sadar diri. Mengisi bulan ini dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Ia juga harus sadar bahwa ke-bid’ah-an dan mengada-adakan hal baru dalam urusan agama dosanya sangatlah besar. Sehingga ia berhati-hati dari terjerumus pada setiap amal ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh generasi terdahulu, karena sejatinya ke-bid’ah-an akan merugikan pelakunya. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.’” (QS. Al-Kahfi: 103-104)

Begitu banyak dari kaum muslimin yang terjerumus ke dalam perbuatan bid’ah, baik pada hari Asyura secara khusus, maupun pada bulan Muharam secara umum. Padahal semuanya itu tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pernah dicontohkan juga oleh para sahabatnya dan para pengikutnya. Abu Syamah rahimahullah seorang ahli sejarah dan ahli hadis dari Damaskus berkata,

وَلَمْ يَأْتِ شَيْءٌ فِي أَوَّلِ لَيْلَةِ الْمُحَرَّمِ، وَقَدْ فَتَّشْتُ فِيمَا نُقِلَ مِنَ الْآثَارِ صَحِيحًا وَضَعِيفًا، وَفِي الْأَحَادِيثِ الْمَوْضُوعَةِ، فَلَمْ أَرَ أَحَدًا ذَكَرَ فِيهَا شَيْئًا، وَإِنِّي لَأَتَخَوَّفُ -وَالْعِيَاذُ بِاللَّهِ- مِنْ مُفْتَرٍ يَخْتَلِقُ فِيهَا حديثاً

“Tidak ada riwayat apapun yang menyebutkan keutamaan malam pertama Muharam. Saya telah meneliti berbagai riwayat dalam kitab kumpulan hadis yang sahih maupun yang daif, atau dalam kumpulan hadis-hadis palsu, namun aku tidak menjumpai seorang pun yang menyebutkan hadis itu. Saya khawatir, wal iyadzu billah, hadis ini berasal dari pemalsu, yang membuat hadis palsu terkait tahun baru.” (Al-Bahis ’ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits, hlm. 77)

أقول قولي هذا. أستغفر الله لي ولكم فاستغفروا الله إنه هو الغفور الرحيم

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Jemaah yang berbahagia.

Salah satu keutamaan bulan Muharam yang mulia ini adalah anjuran untuk memperbanyak puasa di dalamnya. Bahkan, sebagian ulama membolehkan berpuasa sunah sebulan penuh di dalamnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah (puasa) di bulan Allah (yaitu) Muharam. Sedangkan salat yang paling utama setelah (salat) fardu adalah salat malam.” (HR. Muslim no. 1163)

Pada bulan ini juga terdapat satu hari, yang Rasulullah sangatlah bersemangat untuk berpuasa di dalamnya serta memerintahkan para sahabatnya untuk turut serta berpuasa, bahkan para sahabat mengajak serta dan mengajarkan anak-anak yang belum baligh untuk berpuasa di dalamnya.

Ketahuilah wahai jemaah sekalian, hari tersebut adalah hari Asyura, hari kesepuluh dari bulan Muharam. Hari di mana Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihis salam dari kekejaman raja Firaun dan hari di mana Allah Ta’ala tenggelamkan Firaun dan bala tentaranya. Dari sinilah puasa Asyura disyariatkan sebagai bentuk rasa syukur atas selamatnya Nabi Musa dari kekejaman Firaun dan bala tentaranya.

Jemaah yang dirahmati Allah Ta’ala. Syariat juga memberikan balasan yang besar bagi siapa saja yang berpuasa di hari Asyura ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

“Dan puasa hari Asyura saya berharap kepada Allah dapat menghapus (dosa) tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no. 1162)

Semangat Nabi dalam berpuasa Asyura juga terlukis pada perkataan sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang artinya,

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat bersemangat serta sangat mengharapkan pahala dari berpuasanya pada suatu hari yang lebih ia utamakan dari berpuasa di hari-hari lainnya, kecuali pada hari ini, yaitu hari Asyura dan pada bulan bulan ini, yaitu bulan Ramadan.”

Puasa pada tanggal 10 Muharam ini akan semakin sempurna pahalanya dan akan lebih utama bila kita dahului dengan berpuasa pada hari sebelumnya, yaitu pada tanggal 9 Muharam. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَئِنْ بَقِيتُ أو لئِنْ عِشْتُ إلى قابلٍ لأصومَنَّ التاسِعَ

“Seandainya umurku sampai tahun depan atau aku masih hidup, niscaya aku akan berpuasa pada tanggal Sembilan (tasyu’a).” (HR. Muslim no. 1134 dan Ibnu Majah no. 1736 dan lafaz ini merupakan lafaznya)

Maasyiral muslimin, jemaah yang dirahmati Allah Ta’ala.

Semoga kita semua termasuk hamba Allah Ta’ala yang bisa memanfaatkan momen bulan Muharam ini dengan maksimal, menjaga batasan dan larangan Allah dengan tidak melanggarnya, serta memperbanyak berpuasa di bulan yang mulia ini. Semoga kita semua dikumpulkan bersama Nabi kita yang mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam surga Allah Ta’ala yang kekal nanti.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُBaca Juga:

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77439-khotbah-jumat-memuliakan-bulan-muharam-sesuai-petunjuk-rasulullah.html

Khotbah Jumat: Menggali Makna dari Surah Al-Jumu’ah

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Sungguh, takwa adalah sebaik-baik harta perdagangan dan ia adalah harta perdagangan yang paling menguntungkan.

Saudaraku yang dimuliakan Allah Ta’ala, kita berada pada hari yang paling diberkahi, hari yang paling mulia, hari yang Allah jadikan sebagai hari perayaan mingguan bagi kaum muslimin. Hari ini adalah hari Jumat yang agung. Hari yang Allah wajibkan di dalamnya pelaksanaan salat Jumat yang telah Allah Ta’ala khususkan syiar ini dengan beberapa keutamaan dan keistimewaan. Keistimewaan yang paling utama adalah Allah turunkan di dalam Al-Qur’an surah khusus tentangnya, yaitu surah Al-Jumu’ah.

Jemaah yang berbahagia.

Surah ini dibuka dengan tasbih, pujian, dan penyucian terhadap Allah Ta’ala. Semua itu adalah hak-hak Allah yang harus ditunaikan oleh para makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا

“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Mahapenyantun, Mahapengampun.” (QS. Al-Isra’: 44)

Dialah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang berhak untuk diingat dan tidak dilupakan, disyukuri nikmat-Nya dan tidak diingkari, ditaati dan tidak boleh dikhianati dengan maksiat kepada-Nya. Karena ialah Allah Yang Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahaperkasa, dan Yang Mahabijaksana. Semua sifat tersebut adalah pujian yang agung untuk Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

يُسَبِّحُ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ

“Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah, Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Al-Jumu’ah: 1)

Maasyiral Mukminin, yang dirahmati Allah Ta’ala.

Sungguh Allah Ta’ala telah mengutamakan kita dengan sebuah karunia yang sangat besar, sebuah pemberian yang tidak bisa dikalahkan dengan segala macam pemberian lainnya, yaitu ketika Allah Ta’ala mengutus hamba-Nya dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita semua, pendakwah kepada jalan yang benar, penyelamat manusia dari kebodohan. Pada akhirnya, unggul dan jayalah umat Islam di atas bumi karena cahaya risalah yang dibawa olehnya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Baginya seutama-utamanya selawat dan seindah-indahnya ucapan salam. Oleh karenanya, Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ

“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (sunah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)

Baca Juga: Khotbah Jumat: Sepenting Apakah Menuntut Ilmu Syar’i dalam Kehidupan Kita?

Pilar dan pondasi terbesar dari dakwah beliau adalah mengajarkan kitab Al-Qur’an, menyucikan jiwa, dan membentuk karakter. Semuanya itu bisa dicapai dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan mentadaburinya/menghayatinya dengan sepenuh-penuh penghayatan.

Jemaah yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala.

Di dalam surah Al-Jumu’ah, Al-Qur’an telah membandingkan dan mempertemukan antara 2 gambaran. Gambaran yang pertama adalah gambaran yang cerah bagi siapa saja yang mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mendapatkan pengajarannya, cerah jiwanya, serta berjalan di atas manhaj-nya. Gambaran lainnya adalah gambaran yang mengerikan bagi mereka yang telah Allah Ta’ala berikan Taurat dari kaum Nabi Musa ‘alaihissalam, namun mereka tidak berpegang teguh di dalam membawanya. Mereka lebih mendahulukan hawa nafsu mereka daripada hidayah yang ada kitab Taurat tersebut, sehingga Allah Ta’ala permisalkan mereka dengan permisalan yang buruk. Allah Ta’ala berfirman,

مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُوا التَّوْرٰىةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ اَسْفَارًاۗ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

“Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Jumu’ah: 5)

Al-Imam As-Sa’di rahimahullah di dalam Tafsir-nya mengatakan,

“Mereka tidak ubahnya seperti keledai yang membawa barang berupa kitab-kitab ilmu di atas punggungnya. Bisakah keledai memanfaatkan kitab-kitab yang dibawa di atas punggungnya itu? Apakah karena sebab itu mereka berhak mendapatkan keutamaan? Ataukah jatah mereka hanya sekedar membawa saja. Inilah perumpamaan ulama ahli kitab. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengajarkan isi Taurat, yang di antara perintah terbesar dan teragungnya adalah mengikuti Muhammad serta kabar gembira bagi orang yang beriman dengan Al-Qur’an yang dibawanya.”

Sungguh mereka tidak mendapatkan manfaat dari kitab Taurat tersebut, padahal Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ اَنَّهُمْ اَقَامُوا التَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِمْ مِّنْ رَّبِّهِمْ لَاَكَلُوْا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ اَرْجُلِهِمْۗ

“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil, dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.” (QS. Al-Ma’idah: 66)

Maasyiral Muslimin.

Sesungguhnya di antara yang dibuat-buat dan terus-menerus didengung-dengungkan oleh mereka yang diberikan kitab suci sebelum kita adalah ucapan, “Walaupun kami menyelisihi aturan-aturan syariat, namun kami adalah manusia yang paling dicintai oleh Rabb seluruh manusia dan kami adalah manusia pilihannya, tidak seperti kaum muslimin.”

Sungguh ucapan yang penuh kedustaan. Oleh karenanya, di dalam surah ini Allah Ta’ala menantang dan meminta mereka, agar mengharapkan kematian yang disegerakan, sehingga dengan itu mereka lebih cepat bertemu dengan Rabb yang mereka anggap bahwa Dia telah mereka cintai, dan yang mereka anggap bahwa Dia mencintai mereka. Sungguh kematian adalah bukti apakah benar anggapan mereka tersebut ataukah tidak.

Al-Qur’an kemudian dengan jelas menyebutkan, bahwa mereka tidak akan berani mengharapkan kematian tersebut, karena dosa-dosa dan perbuatan buruk yang telah mereka lakukan di dunia ini. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا يَتَمَنَّوْنَهٗٓ اَبَدًاۢ بِمَا قَدَّمَتْ اَيْدِيْهِمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌۢ بِالظّٰلِمِيْنَ

“Dan mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Jumu’ah: 7)

Sungguh, akan kita dapati orang-orang Yahudi adalah manusia yang paling tamak akan kehidupan dunia, bahkan lebih tamak dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka, ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sama sekali tidak akan menjauhkan mereka dari azab Allah Ta’ala.

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Sesungguhnya kerinduan dan harapan berjumpa dengan Rabb semesta alam ini hanya terwujud dari hati yang sudah mempersiapkan amalan saleh. Ia berharap akan meraih apa yang telah Allah janjikan kepadanya, berupa balasan yang baik dan pahala yang dilipatgandakan. Allah Ta’ala berfirman,

اَفَمَنْ وَّعَدْنٰهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لَاقِيْهِ كَمَنْ مَّتَّعْنٰهُ مَتَاعَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ مِنَ الْمُحْضَرِيْنَ

“Maka, apakah sama orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu dia memperolehnya, dengan orang yang Kami berikan kepadanya kesenangan hidup duniawi, kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?” (QS. Al-Qasas: 61)

Di dalam hadis qudsi juga disebutkan,

قال اللَّهُ تعالَى : إذا أحبَّ عَبدي لِقائي ، أحبَبتُ لقاءَه ، وإذا كَرِه لِقائي ، كرَهتُ لقاءَه

“Allah Ta’ala berfirman, ‘Apabila hambaku senang berjumpa denganku, aku pun senang berjumpa dengannya dan apabila hambaku benci berjumpa denganku, maka aku pun benci berjumpa dengannya.’” (HR. Bukhari no. 7504, Muslim no. 2685, dan Nasa’i no. 1834)

Bertakwalah kepada Allah Ta’ala, teruslah beramal saleh dan berbuat kebaikan. Insya Allah semua itu akan menjadi penebus bagi diri kita agar mendapatkan tempat tinggal di surga nanti, tempat yang telah Allah ridai bagi orang yang beriman dan bertakwa kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الْمُتَّقِيْنَ فِيْ جَنّٰتٍ وَّنَهَرٍۙ  * فِيْ مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيْكٍ مُّقْتَدِرٍ

“Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada di taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Mahakuasa.” (QS. Al-Qamar: 54-55)

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Hendaknya bagi setiap muslim yang beriman menaati dan menjalankan apa yang telah Allah Ta’ala perintahkan ini, bersegera menunaikan kemuliaan dan keberkahan salat Jum’at setiap kali azan Jumat dikumandangkan. Dan wajib baginya meninggalkan setiap perdagangan dan kesibukan duniawi yang beragam rupa itu. Kemudian segera bergegas keluar untuk melaksanakan salat Jumat dalam kondisi telah mandi, mengenakan wewangian, dan mengenakan pakaian terbaik yang ia miliki sebagaimana firman Allah Ta’ala,

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf: 31)

Berdasarkan juga hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

غُسْلُ يَوْمِ الجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

“Mandi Jumat itu wajib atas setiap orang yang telah balig.” (HR. Bukhari no. 879 dan Muslim no. 846)

Disunahkan juga baginya untuk berangkat di awal waktu. Sangat disayangkan, kita dapati banyak dari kaum muslimin yang terlambat di dalam menghadirinya. Saat khatib telah naik mimbar dan memulai khotbahnya, jemaah yang hadir mungkin baru sepertiga dari kapasitas masjid yang ada. Barulah ketika salat akan dimulai, masjid tersebut menjadi penuh.

Ketahuilah wahai saudaraku, perbuatan semacam ini sangatlah menyelisihi petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, menyelisihi juga apa yang telah dicontohkan para sahabatnya. Karena bersegera menghadiri salat Jumat termasuk dari sunah Nabi kita dan ada keutamaan khusus bagi siapa saja yang mampu mengisi barisan-barisan terdepan. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصُّفُوْفِ اْلأُوَلِ

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat kepada orang yang salat di saf pertama.” (HR. Ibnu Majah no. 823)

Jemaah salat Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Di antara perkara penting lainnya yang harus kita perhatikan saat salat Jumat adalah tidak berbicara saat khatib telah naik mimbar, karena yang wajib kita lakukan saat itu adalah mendengarkan khotbah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَومَ الجُمُعَةِ: أنْصِتْ، والإِمَامُ يَخْطُبُ، فقَدْ لَغَوْتَ

Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jumat, ‘Diamlah!’ ketika khatib sedang berkhotbah, sungguh engkau telah berkata sia-sia.” (HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851)

Ucapan ‘diamlah’ saja telah diingatkan oleh Rasulullah untuk tidak kita lakukan, lalu bagaimana dengan ucapan dan obrolan selainnya?! Yang jelas-jelas tidak ada faedahnya.

Jemaah yang dirahmati Allah Ta’ala.

Itulah beberapa faedah dan makna yang bisa kita gali dari surah Al-Jumu’ah, surah yang Allah turunkan khusus untuk menunjukkan keutamaan hari Jumat yang mulia ini.

Akhir kata, marilah kita senantiasa bersemangat, berlomba-lomba mendekatkan diri kita kepada Allah Ta’ala dan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak disukai oleh-Nya.

وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ ۗثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah: 281)

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/76916-khotbah-jumat-menggali-makna-dari-surat-al-jumuah.html

Khotbah Jumat: Jangan Asal Bicara Agama Tanpa Ilmu

Khotbah Pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Khatib juga berwasiat untuk selalu menaati segala sesuatu yang datang dari utusan Allah, nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, membekali diri kita dengan ucapan yang penuh kejujuran dan amalan yang penuh keikhlasan.

Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan kita karunia berupa agama yang benar, agama nabi Ibrahim yang lurus. Dan beliau bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Agama yang telah Allah janjikan akan menang di atas semua agama lainnya. Oleh karenanya, Allah berfirman,

هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖۙ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ࣖ

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik membencinya.” (QS. As-Saf: 9)

Agama yang Allah berjanji akan menjaga kitab sucinya. Allah berfirman,

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Al-Qur’an yang Allah turunkan ini sangatlah bermanfaat bagi manusia, kapan pun zamannya dan di mana pun tempatnya. Kitab yang akan memberikan petunjuk menuju jalan yang lurus, jalan menuju surga Allah Ta’ala yang penuh kemuliaan. Di antara tanda agungnya pemberian Allah ini, Allah telah menyiapkan siapa saja yang akan menjaga syariat-Nya, menyiapkan juga para penyeru agama-Nya, mengajarkan manusia akan apa yang bermanfaat bagi mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَحْمِلُ هَذَا اْلعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ، يُنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الغَالِّيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ.

“Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi. Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, takwil orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang batil.” (HR. Ahmad dalam Tarikh Dimasyq, 7: 39)

Oleh karena itu, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk bertanya kepada para ulama yang mumpuni saat mendapati sebuah permasalahan yang tidak kita ketahui ilmunya. Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)

Allah Ta’ala juga melarang kita dari bertanya kepada mereka yang menyesatkan manusia dengan ucapannya yang manis, namun jauh dari kebenaran. Mereka yang tidak tahu kaidah-kaidah ilmu dan dasar-dasarnya, namun berani berfatwa padahal tidak bisa membedakan kabar/ hadis yang sahih dari hadis yang cacat dan palsu, ataupun tidak bisa menempatkan dalil yang ada pada tempatnya.

Jemaah yang dirahmati Allah Ta’ala,

Seharusnya majelis-majelis ilmu yang ada lebih mengutamakan dan mendahulukan ulama yang sudah mengabdikan dirinya untuk ilmu, menghabiskan hari demi hari mereka untuk mempelajari ilmu syar’i dan menulisnya. Bukan mereka yang manis lisannya, namun bodoh dan kosong ilmunya. Sehingga tidak ada lagi di antara mereka yang dianggap ‘berilmu’, namun justru menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dan mengharamkan apa yang telah Allah halalkan.

Sungguh fenomena ini sudah menjamur dan tersebar di masyarakat kita, dan ini merupakan salah satu tanda hari kiamat kecil yang sudah terjadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ مِن أشْرَاطِ السَّاعَةِ أنْ يُرْفَعَ العِلْمُ، ويَكْثُرَ الجَهْلُ

“Termasuk tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan banyaknya kebodohan.” (HR. Bukhari no. 5231 dan Muslim no. 2671)

Di hadis yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ

Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya. Akan tetapi, Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Mereka bertanya kepada mereka, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)

Dahulu kala, walaupun para sahabat radhiayallahu ‘anhum memiliki banyak ilmu dan pengetahuan, jika salah satu dari mereka ditanya perihal suatu permasalahan yang tidak ia ketahui, mereka tidak segan-segan untuk mengucapkan, “Allahu A’lam”, Allah lebih mengetahui perkara tersebut. Hal ini bukan berarti Islam melarang dari berfatwa dan menjawab pertanyaan seseorang. Hanya saja, Islam menginginkan agar setiap ahli ilmu yang ditanya untuk berusaha mencari jawaban yang benar, sampai ia yakin bahwa yang akan disampaikannya adalah kebenaran.

Jemaah Jumat, ma’asyiral muslimin yang dicintai Allah Ta’ala.

Sesungguhnya berdusta dan berbicara atas nama Allah tanpa ilmu termasuk dari perbuatan dosa besar. Jika seorang manusia terjatuh ke dalamnya, maka akan membinasakannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَا تَصِفُ اَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هٰذَا حَلٰلٌ وَّهٰذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوْا عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَفْتَرُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُوْنَۗ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘Ini halal dan ini haram’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya, orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah itu tidak akan beruntung.” (QS. An-Nahl: 116)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4)

Di antara ayat yang menunjukkan besarnya dosa berbicara atas nama Allah tanpa ilmu adalah firman-Nya,

قُلْ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْاِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَاَنْ تُشْرِكُوْا بِاللّٰهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهٖ سُلْطٰنًا وَّاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“Katakanlah (Muhammad), ‘Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-A’raf: 33)

Allah Ta’ala menggabungkan antara berbicara atas nama Allah tanpa ilmu dengan kesyirikan, dosa yang tidak ada dosa lain yang lebih besar dan lebih parah darinya. Oleh karenanya, jemaah sekalian, marilah bersama-sama kita terus menerus bertakwa kepada Allah Ta’ala, serta menghindarkan diri kita sejauh-jauhnya dari perkara ini, mengajarkan anak-anak kita untuk hanya bertanya kepada ulama yang jelas-jelas ahli dan mumpuni, tidak tertipu dan mengambil pendapat dari para pendusta lagi bodoh.

Harus kita ketahui juga, bahwa berbicara agama tanpa ilmu merupakan salah satu cara setan menjebak dan menggoda manusia. Allah Ta’ala berfirman,

 إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.Al-Baqarah: 169)

Jemaah yang dirahmati dan dimuliakan Allah Ta’ala.

Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang visioner. Agama Islam mengajak pengikutnya untuk meresapi dan memikirkan kembali akibat dari suatu perbuatan, memikirkan juga apa yang bisa menyelamatkan dirinya dari keburukan, menganjurkan dan memerintahkan pengikutnya untuk menggunakan akal sehat. Tidak menerima semua seruan dan tidak pula mengekor kepada setiap penyeru/da’i, memilih dan memilah mana jalan terbaik untuk dirinya agar tidak tersesat. Hal ini sebagai pengamalan dari firman Allah Ta’ala,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra’: 36)

Di antara bentuk berbicara agama tanpa ilmu yang harus kita hindari adalah memperolok-olok agama, merendahkannya, dan mengurangi keagungan kedudukannya. Sungguh hukuman dari perbuatan semacam ini sangatlah keras. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا عَلِمَ مِنْ ءَايَٰتِنَا شَيْـًٔا ٱتَّخَذَهَا هُزُوًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ

“Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Al-Jasiyah: 9)

Seorang muslim yang beriman dan taat terhadap semua perintah-Nya seharusnya berhati-hati dan menghindarkan dirinya dari mendengarkan dan menonton mereka yang memperolok-olok agama Islam. Hal ini untuk mengamalkan ayat,

وَاِذَا رَاَيْتَ الَّذِيْنَ يَخُوْضُوْنَ فِيْٓ اٰيٰتِنَا فَاَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتّٰى يَخُوْضُوْا فِيْ حَدِيْثٍ غَيْرِهٖۗ وَاِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطٰنُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرٰى مَعَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ

“Apabila Engkau (Muhammad) melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Dan jika setan benar-benar menjadikan Engkau lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zalim.(QS. Al-An’am: 68)

Seorang mukmin yang benar tidaklah duduk dan ikut serta mendengarkan mereka yang memperolok-olok dan melecehkan agama, karena itu merupakan tanda kebodohan dan kedunguan. Mukmin yang benar akan lebih selektif dan memilih mana yang bisa ia dengarkan dan bisa ia ikuti dan mana yang tidak. Berusaha untuk hanya mendengarkan kebenaran dan kebaikan sehingga diri kita terhindar dari murka Allah Ta’ala dan menjadikan usaha kita ini sebagai sebab masuknya kita ke dalam surga.

Jemaah yang berbahagia.

Marilah kita semua berdoa agar Allah menghindarkan diri kita dari berfatwa dan berbicara tentang agama tanpa ilmu, menjadikan diri kita salah satu hamba-Nya yang berhati-hati ketika berbicara, tidak memperolok-olok ataupun melecehkan agama, walaupun dengan niatan bercanda.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khotbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/76227-khotbah-jumat-jangan-asal-bicara-agama-tanpa-ilmu.html

Khutbah Jumat: Dunia Menjadi Berkah karena Tiga Golongan Ini

Dunia menjadi berkah karena ada ulama akhirat adalah senantiasa mengamalkan dan mengajarkan  ilmunya kepada umat manusia

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Alam semesta dan semua isinya bisa menjadi tempat yang ramah tapi juga tempat yang buruk melalui tiga golongan. Jika ketiga golongan ini baik, maka alam dan seisinya akan ikut baik.

Jika ketiganya rusak, maka alam ikut menjadi rusak. Mereka adalah para ulama, pemimpin, dan orang-orang kaya.

Pertama, ulama yang menguasai syariat. Ciri khas ulama akhirat adalah senantiasa mengamalkan ilmunya, dia ajarkan ilmunya kepada umat manusia, menyeru untuk selalu mengerjakan kebaikan dan mencegah dari melakukan keburukan. Ulama seperti inilah yang disebut oleh Rasul ﷺ sebagai pewarisnya para nabi. Para makhluk yang ada di langit dan bumi bahkan ikan-ikan di lautan, memohon ampunan kepada Allah ﷻ untuk mereka.

Allah ﷻ berfirman :

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS: Ali Imran : 18).

Rasul ﷺ bersabda :

الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنَ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR: Tirmidzi).

Oleh karenanya, mari kita selalu mendampingi para ulama. Kita hadiri majelis-majelisnya, kita ambil ilmu-ilmu yang disampaikannya.

Menghadiri majelis ilmu yang diisi oleh para alim ini, lebih utama daripada shalat sunah 1000 rakaat, melayat 1000 jenazah, dan menjenguk 1000 orang sakit.

Kaum Muslimin yang Berbahagia

Kedua, para pemimpin yang adil. Pemimpin yang adil memiliki kedudukan yang istimewa di sisi Allahﷻ.

Mereka termasuk satu dari tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Arsy Allahﷻ. Sikap adil seorang pemimpin akan mengantarkan pada keutamaan-keutamaan yang jauh lebih banyak dari apa yang sudah dikerjakannya. Rasul ﷺ bersabda :

لَيَوْمٌ مِنْ إِمَامٍ عَادِلٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ الرَّجُلِ وَحْدَهُ سِتِّيْنَ عَامًا

“Sungguh satu hari yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang adil jauh lebih baik, daripada ibadah seseorang yang dilakukan sendirian, selama enam puluh tahun.” (HR: Baihaqi)

Rasul ﷺ juga bersabda :

إِنَّ المُقْسِطِيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ، الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وَمَا وُلُّوْا

“Sesungguhnya orang yang adil berada dekat dengan Allah di atas mimbar dari cahaya, yaitu mereka yang adil di dalam hukum mereka, adil kepada keluarga mereka serta segala yang diamanahkan kepada mereka.” (HR: Muslim)

Namun, jika seorang pemimpin dalam tingkatan apa pun, ternyata melakukan kesewenang-wenangan dan tak peduli atas keadaan rakyatnya, maka kebinasaan akan ditimpakan kepadanya. Rasul ﷺ bersabda :

ما مِن رجُلٍ يَلي أمرَ عشرةٍ فما فوقَ ذلك إلَّا أتى الّٰلهَ عزَّ وجلَّ مَغْلُوْلًا يومَ القيامةِ يَدُه إِلَى عُنُقِهِ: فَكَّهُ بِرُّهُ، أَوْ أَوْبَقَهُ إِثمُهُ: أَوَّلُها مَلاَمَةٌ، وَأَوْسَطُهَا نَدَامَةٌ، وَآخِرُهَا خِزْيٌ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Tidaklah seseorang menjadi pemimpin 10 orang atau lebih, kecuali mereka akan datang menemui Allahﷻ dalam kondisi tangannya terbelenggu ke lehernya. Belenggu tersebut akan dilepaskan oleh kebaikannya atau bertambah kuat lantaran perbuatan dosanya. Kekuasaan itu awalnya adalah celaan, tengahnya adalah penyesalan dan akhirnya adalah kehinaan di hari kiamat.” (HR: Ahmad)

Jamaah Shalat Jumat

Golongan ketiga adalah orang kaya yang ringan tangan dalam memberi. Harta yang berkah adalah harta yang berada di tangan orang kaya yang shaleh.

Orang kaya yang shaleh akan menjadikan hartanya sebagai jembatan dalam berbuat yang terbaik. Dia membelanjakan hartanya untuk membantu orang-orang lemah, ia perbanyak infak dan sedekah serta tidak lupa berzakat. Rasul ﷺ bersabda :

مَنْ طَلَبَ الدُّنْيَا حَلَالًا تَعَفُّفًا عَنِ المَسْأَلَةِ، وَسَعْيًا عَلَى عِيَالِهِ، وَتَعَطُّفًا عَلَى جَارِهِ لَقِيَ اللّٰهَ وَوَجْهُهُ كَالقَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ

“Barang siapa mencari rezeki yang halal dengan niat untuk menjaga diri supaya tidak minta-minta, dan berusaha untuk mencukupi keluarganya, serta supaya dapat ikut berbelas kasih (membantu tetangganya), maka kelak dia akan bertemu Allah (di akhirat) sedang wajahnya bagaikan bulan di malam purnama.” (HR: Thabarani).

Adapun orang-orang kaya yang kikir, enggan memberi kepada kaum papa, atau digunakan untuk hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya, maka mereka termasuk orang-orang yang tertipu, bahkan bisa termasuk orang-orang yang celaka. Allahﷻ berfirman :

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang kikir dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kekikiran itu baik bagi mereka. Sebenarnya kekikiran itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka kikiri itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.” (QS. Ali Imran : 180).

Oleh karena itu, mari kita jaga kehidupan kita di dunia ini melalui berkah ketiga golongan di atas. Kita melazimi majelis para ulama, kita kawal dan dukung para pemimpin yang adil dan memberikan nasihat jika mereka melakukan penyimpangan, serta kita motivasi diri ini untuk selalu berbuat baik khususnya bagi mereka yang Allahﷻ anugerahkan harta berlimpah, agar digunakan untuk membantu sesama.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :

فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Penulis pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang dan pengurus DPC Rabithah Alawiyah Kota Malang

HIDAYATULLAH

Khotbah Jumat: Pentingnya Masa Muda dalam Islam

Khotbah Pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Mengawali khotbah kali ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Baik itu dengan menjalankan seluruh ketaatan yang telah Allah Ta’ala perintahkan kepada kita, maupun meninggalkan seluruh larangan Allah Ta’ala. Allah berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS. At-Talaq: 4)

Jemaah salat jumat yang berbahagia, ketahuilah bahwa masa muda adalah fase terpenting dalam kehidupan manusia, karena ia merupakan pintu yang dapat membawa seseorang menuju dua arah yang berbeda, jalan kesuksesan ataupun jalan kehancuran. Oleh karena itu, pemuda mendapatkan perhatian khusus di berbagai negara, karena mereka adalah harapan, cita-cita, serta angan-angan sebuah bangsa.

Masa muda sungguh merupakan benih yang berharga, bila ia terlanjur tercerai berai dan tersisa-siakan, maka kecil kemungkinannya ia akan kembali bersemi dan membuahkan hasil panen yang baik. Semakin dewasa, yang tersisa hanyalah penyesalan dan kerugian. Oleh karena itu, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sejak jauh hari sudah memperingatkan umatnya akan hal ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اغتنمْ خمسًا قبل خمسٍ شبابَك قبل هرمكَ وصحتَك قبل سَقمِكَ وغناكَ قبل فقرِك وفراغَك قبل شغلِك وحياتَكَ قبل موتِكَ

“Jagalah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: (1) mudamu sebelum datang masa tuamu, (2) sehatmu sebelum datang masa sakitmu, (3) waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, (4) kayamu sebelum miskinmu, dan (5) hidupmu sebelum matimu.” (HR. Ibnu Abi Ad-Dunya di dalam kitab Al-Qasru Al-Amal no. 111 dan Al-Hakim no. 7846 dan Al-Baihaqi di dalam Syu’abu Al-Iman no. 10248)

Jemaah yang dirahmati Allah Ta’ala, masa muda sangat mudah sekali dipengaruhi dengan pengaruh positif maupun negatif. Begitu besarnya dorongan hati dan rasa penasaran pada seorang pemuda membuat mereka sangat mudah terombang-ambing. Oleh karena itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan pengarahan khusus bagi mereka yang menggerakkan dakwah dan bergerak di bidang pendidikan agar mengarahkan pemuda menuju kebaikan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala, sehingga tertutup semua pintu keburukan dari mereka karena tersibukkan dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Di dalam sebuah hadis, nabi menyebutkan perihal 7 golongan yang akan mendapatkan naungan Allah di hari kiamat. Salah satu di antara mereka adalah golongan pemuda. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ

“Seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031)

Allah Ta’ala juga memberikan pertanyaan khusus terkait pertanggungjawaban seorang manusia atas masa mudanya di hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ

Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari (ilmu) yang ia ketahui.” (HR. Tirmidzi no. 2416 dan Thabrani 9772)

Al-Qur’an kitab suci kita bahkan telah mengabadikan perihal pendidikan yang seharusnya diajarkan kepada seorang pemuda. Di antaranya terdapat di dalam kisah wasiat Luqman untuk anaknya, di mana wasiat tersebut terfokus pada pentingnya tauhid, esensi ibadah di dalam kehidupan, dan pentingnya berhias dengan akhlak terpuji saat bermuamalah dengan manusia lainnya. Allah Ta’ala berfirman menceritakan wasiat tersebut,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.’” (QS. Lukman: 13)

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Lukman: 14)

Di ayat ke-16 disebutkan,

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“(Luqman berkata), ‘Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.’” (QS. Luqman: 16)

Di surat yang lain Allah menceritakan kepada kita tentang kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Bagaimana perjuangannya melawan kaumnya. Bagaimana caranya membantah syubhat kebatilan mereka dengan dalil dan petunjuk yang dapat dinalar oleh akal ketika mereka menyembah benda-benda langit. Dari kisah Nabi Ibrahim tersebut kita belajar bahwa seorang pemuda yang cerdas sewajarnya membekali dirinya dengan pengetahuan dan wawasan yang sejalan dengan zamannya, agar hujjah yang ia sampaikan semakin kuat dan mudah diterima, di samping juga harus membekali dirinya dengan akhlak yang baik.

Oleh karena semua itu, maka tugas orang tua, mereka yang lebih senior, mereka yang terjun langsung mendidik pemuda, untuk mau duduk bersama mereka, lapang dada di dalam menerima pendapat mereka yang lebih muda, dan mendengar keluh kesah mereka. Mengajarkan mereka untuk mengimbangi antara nalar dan dalil sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika datang seorang pemuda kepadanya dan mengatakan, “Wahai Rasulullah izinkan aku untuk berzina!” Sebuah permintaan yang tentu saja membuat mereka yang mendengarnya tercengang dan terkaget-kaget, sehingga para sahabat mendatangi pemuda tersebut dan menegurnya.

Akan tetapi, jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, lihatlah bagaimana Rasulullah menyikapinya. Sungguh sikap Rasulullah dan tanggapan beliau menunjukkan dan mengajarkan tingginya akhlak beliau, serta bagaimana besarnya perhatian beliau terhadap pemuda. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

“Mendekatlah.” Pemuda itu pun mendekat lalu duduk. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Relakah Engkau jika ibumu dizinai orang lain?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!” sahut pemuda itu.

“Begitu pula orang lain, tidak rela kalau ibu mereka dizinai.”

Lanjut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Relakah Engkau jika putrimu dizinai orang?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!” pemuda itu kembali menjawab.

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika putri mereka dizinai.”

“Relakah Engkau jika saudari kandungmu dizinai?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika saudara perempuan mereka dizinai.” “Relakah Engkau jika bibi – dari jalur bapakmu – dizinai?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!.”

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai

“Relakah Engkau jika bibi – dari jalur ibumu – dizinai?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai.”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut sembari berkata, “Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.”

Setelah kejadian tersebut, pemuda itu tidak pernah lagi tertarik untuk berbuat zina. (HR. Ahmad, no. 22211)

Rasulullah tidak memarahi pemuda tersebut, tidak pula menghardiknya. Akan tetapi, beliau menjelaskan jawaban pertanyaan pemuda tersebut dengan cara diskusi, dan menggunakan sesuatu yang dapat dinalar oleh akal.

Sungguh, Nabi telah mengajarkan bagaimana caranya berinteraksi dan menyikapi kegelisahan para pemuda, yaitu dengan penuh kesabaran dan sikap yang cerdas. Karena jika bukan kita yang duduk berdiskusi dengan para pemuda dan mendengarkan kegalauan mereka, bisa dipastikan orang-orang yang sesatlah yang akan mendekati dan mempengaruhi mereka. Tentu kita tidak mau hal tersebut menimpa para pemuda kaum muslimin.

Baca Juga:

Jemaah salat jumat yang dirahmati Allah Ta’ala.

Agama Islam sangat memperhatikan kebutuhan jasmani seorang pemuda, sehingga menganjurkan mereka untuk menjaga kehormatan diri mereka dengan menikah, karena kebanyakan maksiat muncul dan timbul karena sebab syahwat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya.” (HR. Bukhari no. 5056 dan Muslim no. 1400)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak menjadikan kefakiran sebagai penghalang dari dilangsungkannya sebuah pernikahan. Akan tetapi, yang menjadi patokan adalah kemaslahatan. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur: 32)

Beliau sebagai suri teladan kita telah mencontohkan hal ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahkan putri-putri beliau dengan orang-orang saleh dari kalangan sahabat dan beliau menentukan mahar yang mudah dan ringan atas anak-anak perempuannya. Hal ini juga yang dipraktikkan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Semoga Allah Ta’ala menjaga pemuda kaum muslimin dari besarnya gempuran fitnah di akhir zaman ini, menjaga mereka dari kerusakan dan terjatuh ke dalam fitnah syubhat dan syahwat. Semoga Allah Ta’ala memperbaiki kondisi pemuda muslim sehingga mereka bisa menjadi harapan dan lentera bagi yang lain di masa depan nanti. Amiin ya Rabbal ‘aalamiin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khotbah Kedua.

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/75414-khotbah-jumat-pentingnya-masa-muda-dalam-islam.html

Khotbah Jumat: Jangan Sampai Amalan Sunah Melalaikan dari Yang Wajib

(NASIHAT RAMADAN)

JANGAN SAMPAI AMALAN SUNNAHMU MELALAIKAN DARI YANG WAJIB!

Khotbah Pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Mengawali khotbah kali ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Terutama menjaga ketakwaan kita di bulan Sya’ban ini, agar nantinya diri kita siap menyambut datangnya bulan Ramadan yang mulia.

Ramadan sebentar lagi akan menghampiri kita, bulan yang penuh berkah dan keutamaan, bulan di mana setiap amalan di dalamnya dilipatgandakan pahalanya oleh Allah Ta’ala, dan perbuatan dosa di dalamnya lebih besar dosanya dari bulan-bulan sebelumnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah menyebutkan,

المعاصي في الأيام المعظمة والأمكنة المعظمة تغلظ معصيتها وعقابها بقدر فضيلة الزمان والمكان

“Maksiat yang dilakukan di waktu atau tempat yang mulia, dosa dan hukumannya dilipatkan, sesuai tingkatan kemuliaan waktu dan tempat tersebut.” (Al-Adab As-Syar’iyah, 3: 430)

Ada banyak dalil yang mendukung kaidah ini. Di antaranya, firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

“Barangsiapa yang bermaksud di dalamnya (kota Mekah) untuk melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih.” (QS. Al-Hajj: 25)

Kita bisa perhatikan, baru sebatas keinginan untuk melakukan tindakan zalim di tanah haram Mekah, Allah Ta’ala beri ancaman dengan siksa yang menyakitkan. Sekalipun jika itu dilakukan di luar tanah haram, tidak akan diberi hukuman sampai terjadi kezaliman itu. Alasannya, karena orang ini melakukan kezaliman di tanah haram, berarti bermaksiat di tempat yang mulia, yang dijaga kehormatannya oleh syariat. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 535).

Begitu pula dengan bermaksiat di bulan Ramadan, maka dia telah melakukan dua kesalahan:

Pertama, melanggar larangan Allah.

Kedua, menodai kehormatan Ramadan dengan maksiat yang dia kerjakan.

Sehingga dosanya lebih berat dari bermaksiat di selain bulan Ramadan.

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dirahmati Allah.

Di antara keteledoran dan kesalahan yang sering dilakukan oleh seorang muslim di dalam bulan Ramadan adalah salah prioritas di dalam beribadah. Entah itu karena ketidaktahuan ataupun karena terlalu semangatnya dia di dalam melakukan amalan, seringkali akhirnya orang tersebut mengorbankan dan mengalahkan ibadah yang wajib karena terlalu disibukkan dengan amalan-amalan sunah.

Sering kita jumpai, mereka yang rajin melaksanakan qiyamullail dan salat tarawih, tetapi bermalas-malasan melaksanakan salat wajib lima waktu secara berjemaah di masjid. Bergadang malam di bulan Ramadan untuk membaca Al-Qur’an, namun terlewat dari salat subuh berjemaah. Tentu saja hal seperti ini adalah keliru.

Sungguh banyak sekali ayat dan hadis yang menunjukkan tentang wajibnya salat lima waktu secara umum, dan tentang keutamaan salat berjemaah secara khusus. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 103)

Amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah salatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ

“Yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah salat. Jika salatnya baik, maka seluruh amalnya baik dan jika salatnya rusak, maka seluruh amalnya rusak.” (HR. Ath-Thobrani, Ash-Shahihah: 1358)

Adapun hadis-hadis mengenai keutamaan salat jemaah secara khusus adalah:

Pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً.

“Salat berjemaah itu lebih utama 27 (dua puluh tujuh) derajat daripada salat sendirian.”  (HR. Bukhari no. 645 dan Muslim no. 650)

Kedua, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ وَرَاحَ أَعَدَّ اللهُ لَهُ نُزُلَهُ مِنَ الْـجَنَّةِ كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ.

‘Barangsiapa pergi (berangkat) ke masjid baik di waktu pagi atau sore hari, maka Allah menyediakan baginya hidangan di surga setiap kali ia berangkat di waktu pagi atau sore hari.” (HR. Bukhari no. 662 dan Muslim no. 669)

Ketiga, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى ِللهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا فِـيْ جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيْرَةَ اْلأُوْلَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ : بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ ، وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ.

“Barangsiapa salat jemaah dengan ikhlas karena Allah selama empat puluh hari dengan mendapati takbir pertama (takbiratul ihram), maka ia dibebaskan dari dua perkara: dibebaskan dari neraka dan dibebaskan dari kemunafikan.” (Hasan. HR. At-Tirmidzi no. 241. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 2652)

Dari ayat dan hadis di atas jelas sekali menyebutkan bahwa salat wajib lima waktu merupakan kewajiban yang harus diprioritaskan oleh seorang mukmin, terlebih di bulan Ramadan. Sehingga ketika ia mengorbankan salat wajib ini karena ibadah yang sifatnya sunah, sungguh itu merupakan kesalahan dan kezaliman di dalam beribadah. Wal’iyyadzu Billah …

Maasyiral Mukminin rahimakumullah

Syekh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah pernah ditanya tentang permasalahan ini, lalu beliau memberikan nasehat yang sangat indah,

“Ini adalah kesalahan besar. Seorang muslim harus lebih menjaga kewajiban dan lebih memperhatikannya, rajin melakukan apa yang Allah wajibkan, waspada dan menghindari  apa yang dilarang Allah. Dan apabila ia diberikan rezeki oleh Allah Ta’ala di dalam perihal menjaga dan  memperhatikan amalan sunah, maka ini merupakan kebaikan setelah kebaikan. Akan tetapi, kewajiban haruslah lebih ia perhatikan, seperti salat wajib, zakat, puasa Ramadan, dan kewajiban-kewajiban lainnya. Kemudian haruslah dia berhati-hati dari bermalas-malasan dan bermudah-mudahan di dalam perkara yang wajib. Adapun amalan sunah, maka perkaranya lebih luas. Jika Allah mudahkan baginya untuk melakukannya, maka hendaklah ia memuji Allah Ta’ala. Adapun jika ia tidak bisa dan tidak mampu, maka tidak ada keberatan dan dosa baginya.”

Terdapat sebuah hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasannya Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا تَقَرَّبَ إِلِيَّ عَبْدِيْ بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلِيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ. ولايَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ،

“Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal–hal yang telah Aku wajibkan baginya. Dan tidaklah hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan nafilah (sunah) hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari no. 6502)

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Hadis ini menekankan bahwasanya tidak ada amalan yang lebih utama dari apa-apa yang telah Allah wajibkan kepada hambanya. Sehingga tidak masuk akal ada seorang hamba yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan suatu amalan yang mubah ataupun sunah, namun di waktu yang sama orang tersebut meremehkan yang wajib. Padahal hal ini sudah Allah Ta’ala perintahkan dan wajibkan baginya. Maka, tidaklah terwujud ketaatan kepada Allah Ta’ala, kecuali dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhkan diri dari larangan-larangan-Nya. Karena hal tersebut merupakan pembeda antara hamba yang taat dan hamba yang suka maksiat.

Sedangkan amalan nawafil (sunah) tidaklah Allah Ta’ala syariatkan, kecuali sebagai pelengkap dan penyempurna ketaatan pada hal yang wajib dan sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala serta bukti cinta kita kepada Allah Ta’ala.

Dalil lain yang menunjukkan tentang pentingnya mendahulukan yang wajib dari yang sunah adalah hadis riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

قيلَ للنَّبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ و سلَّمَ : يا رَسولَ اللهِ ! إنَّ فلانةَ تقومُ اللَّيلَ و تَصومُ النَّهارَ و تفعلُ ، و تصدَّقُ ، و تُؤذي جيرانَهابلِسانِها ؟ فقال رسولُ اللهِ صلَّى الله عليهِ و سلم لا خَيرَ فيها ، هيَ من أهلِ النَّارِ . قالوا : و فُلانةُ تصلِّي المكتوبةَ ، و تصدَّقُ بأثوارٍ ، و لا تُؤذي أحدًا ؟ فقال رسولُ اللهِ : هيَ من أهلِ الجنَّةِ

“Dikatakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya si Fulanah rajin salat sunah malam, puasa di siang hari, mengerjakan (berbagai kebaikan) dan bersedekah, tetapi ia suka mengganggu para tetangganya dengan lisannya?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tiada kebaikan padanya. Dia termasuk penghuni neraka.’ Mereka bertanya lagi, ‘Sesungguhnya si Fulanah (yang lain) mengerjakan (hanya) salat wajib dan bersedekah dengan sepotong keju, namun tidak pernah mengganggu seorang pun?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Dia termasuk penghuni surga.’” (HR. Ahmad no. 9675 dan Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrod: 119)

Banyaknya perempuan tersebut di dalam melakukan amalan (sunah) tidaklah menyelamatkan dirinya dari api neraka, dikarenakan pada waktu bersamaan dia abai dan lalai dari hak-hak tetangganya (yang mana hal tersebut hukumnya wajib untuk diperhatikan). Sungguh Allah Ta’ala tidak akan mencintai seseorang yang lalai dalam perkara wajibnya walaupun amalan sunah yang ia kerjakan sangatlah banyak.

Maasyiral Mukminin rahimakumullah.

Sungguh miris, pengetahuan skala prioritas dalam beribadah seperti ini sangatlah tidak diperhatikan oleh kaum muslimin di zaman sekarang. Semoga Allah Ta’ala menjadikan diri kita hamba yang cerdas dalam beribadah, hamba yang mengetahui skala prioritas dalam beribadah, sehingga diri kita lebih bijak di dalam beramal, Amiin Ya Rabbal Aalamiin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khotbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Penulis: Muhammad Idris Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/73076-khotbah-jumat-amalan-sunah-melalaikan-dari-yang-wajib.html