Wendy Jadi Mualaf Usai Mencari-cari Kesalahan Alquran

Wendy berupaya mencari-cari kesalahan Alquran hingga dia menjadi mualaf.

Hidayah yang datang kepada Wendy Lofu (30 tahun), sama sekali tak disangkanya. Padahal, ia dulu menjadi orang yang sangat membenci Islam.

Wendy sejak kecil dididik ajaran Non-Muslim yang dianutnya. Dia juga mendapat pendidikan budaya China. Namun kedua hal tersebut tak juga menjaganya dari perilaku yang tidak baik.

“Banyak kenakalan di masa remaja yang saya lakukan termasuk dengan membuat tim untuk memfitnah Islam melalui media sosial,”ujar dia.

Tahun 2000, kebencian terhadap muslim menjadi-jadi. Dia pun mengaku bahwa menjadi pribadi yang anti terhadap Islam.

Untuk menguatkan fitnah, Wendy bahkan mencari bukti kuat melalui Alquran dan kisah Rasulullah SAW. Hidayah hanya Allah yang mengetahui kepada siapa dia akan datang.

Setelah khatam mempelajari Alquran, ternyata dia tidak menemukan satu kesalahan pun di dalamnya. Sehingga tidak ada bukti kuat yang dapat dijadikan bukti untuk menjalankan misinya memfitnah Islam.

“Ada satu ajaran soal poligami, dan saya berusaha untuk memfitnah nabi bahwa poligami itu tidak sesuai dengan ajaran Islam yang mengedepankan akhlak, maaf, saya dulu mempertanyakan nabi yang memiliki istri lebih dari satu karena nafsu belaka,”ujar dia kepada Republika belum lama ini.

Ternyata ajaran poligami setelah dipelajari justru adalah untuk memuliakan wanita. Karena dahulu di Arab, banyak pria yang beristri lebih dari sembilan bahkan hingga puluhan. Maka Allah mengatur dalam Alquran untuk pria memiliki istri maksimal lebih dari empat dan itupun jika mampu.

Setelah menyadari tidak dapat menemukan bukti apapun, Wendy kemudian membubarkan tim fitnah. Dan kemudian dengan keyakinan penuh dia memeluk Islam.

Setelah mempelajari Alquran, ayat demi ayat dia meyakini bahwa Alquran adalah benar kitab suci tak hanya untuk muslim tapi juga seluruh manusia. Sebanyak 75 persen isi Alquran benar karena telah dan sedang terjadi sedangkan 25 persennya masih belum terjadi dan dia yakin akan terjadi seperti kiamat dan kehidupan kekal di akhirat.

“Saya mengakui Nabi Muhammad adalah pembawa pesan Alquran karena apa yang diucapkan 1.400 lalu, salah satu bukti sains misalnya terjadi beberapa ratus tahun kemudian,”ujar dia.

Misalnya saja, ada api di dalam laut yang tidak padam oleh air di lautan dan air di lautan pun tidak mengering dilahap api tersebut. Hal ini telah tercantum di dalam Alquran dan ditemukan ahli ratusan tahun kemudian.

Tak hanya sains, Wendy juga meyakini bahwa Islam tidak mengajarkan perang keji. Tetapi perang adalah ketika membalas Islam yang telah dihina. Bahkan beliau mengajarkan adab dalam berperang untuk tidak menebang pohon dan menyelamatkan sarang semut dengan tidak buang air sembarangan.

Setelah mempelajari Alquran otodidak, Wendy mendapatkan hidayah tersebut. Pria asal Singkawang, Kalimantan Barat ini memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

“Saya tipe orang yang meyakini sesuatu tidak suka di doktrin, ketika saya mempelajari sendiri kebenaran satu agama dan yakin maka itu adalah pilihan saya bukan pengaruh orang lain,”jelas dia.

Dia pergi ke Pontianak dibimbing oleh seorang Letjen (purn) Andi Maulana. Meski telah memeluk Islam, karena belajar sendiri, Wendy tidak mendalami Islam.

Wendy hanya mengakui kebenaran Islam tetapi tidak menjalani Islam yang sebenarnya. Dia menjalankan shalat dan puasa tetapi larangan lain masih dijalankan karena ketidaktahuannya.

Setelah dia merantau ke Jakarta dan bekerja di sebuah perusahaan percetakan, Wendy dikenalkan dengan sebuah yayasan Mualaf Center Indonesia. Wendy dibimbing langsung oleh Koh Hanny, sebagai pendiri yayasan di Masjid Darrussalam, Cibubur.

“Saya bersyahadat ulang di sana, karena sebelumnya dianggap saya murtad karena banyak larangan yang saya jalankan,”ujar dia.

Disinilah Wendy, mendalami Islam dan belajar menjalani perintah dan larangan Islam.

KHAZANAH REPUBLIKA

Kisah Mualaf: Aktivis Gereja yang Memilih Islam

Vanni memutuskan memeluk agama Islam pada 2008 saat ia berusia 29 tahun.

Seorang pria asal Filipina, Vanni, memutuskan memeluk agama Islam pada 2008 saat ia berusia 29 tahun. Sebelumnya, dia merupakan pemuda aktivis gereja.

remaja hingga menjadi pelayan gereja sebagai Pelayanan Pemuda Paroki dan pemimpin band. Vanni bercerita, dirinya merupakan anggota tingkat 3 dari Knights of Columbus dan Cursillo untuk Kristen (pernah menjadi wakil rektor di kelas junior). 

Dia pun mempunyai dua teman yang merupakan pastor Katolik. Terkadang, kata dia, kompadre-nya yang bernama Rev. Fr. Benjie kerap berdialog dengannya tentang Islam. “Tentang bagaimana Islam menghormati Yesus (Nabi Isa) dan ibunya (Maryam),” ujarnya. 

Menjadi seorang Katolik, kata dia, selalu memunculkan pertanyaan di benaknya tentang mengapa iman Gereja Katolik atau Gereja Kristen lainnya difokuskan kepada Yesus. Dia pun mempertanyakan mengapa ajaran Kristen bukan terfokus pada Yaweh yang diklaim sebagai sang pencipta. 

“Kadang-kadang, saya menanyakan hal ini kepada teman-teman saya di gereja, tetapi tidak ada jawaban dari mereka yang memuaskan saya. Sampai akhirnya, saya berhenti bertanya karena mereka mengatakan kepada saya bahwa saya memiliki keraguan tentang Tuhan atau Yesus. Tapi, tetap saja saya ragu,” ungkapnya. 

Suatu waktu, ia bertemu dengan mantan drummer dan mengobrol dengannya. Sang drummer itu pun mengatakan kepadanya bahwa dia masuk Islam. Sontak saja, Vanni langsung menertawakannya dan mengatakan kepadanya dia memiliki iman yang buruk kepada Yesus. 

Sang teman itu pun hanya tersenyum kepadanya. Sekali lagi, pertanyaan tentang iman pun muncul di benaknya.

“Mengapa pria ini (mantan pekerja sukarela gereja sejak remaja) memeluk Islam? Setelah itu, saya mulai meneliti tentang doktrin Islam. Itu menarik dan saya meminjam beberapa buklet dari teman saya,” ujarnya.

Tak hanya itu, Vanni pun meminjam buku dari rekan kerja Muslimnya berjudul Christ in Islam oleh Syekh Deedat dan Islam in Focus oleh Hammudah Abdalati. Dari sana, ia menemukan jawaban atas pertanyaan soal iman yang berputar-putar di benaknya selama ini. Dari sanalah ia kemudian mulai berpikir apakah akan memeluk Islam.

di gereja sejak saat itu,” kata dia. 

Rintangannya menemukan Islam tak berhenti sampai di situ. Dia menyebut, ia dan sepupu pendetanya kerap berdebat tentang keyakinan baru yang ia yakini. Bahkan, banyak teman-temannya mencoba menghentikan dirinya karena keputusan tentang Islam yang mulai ia jalani. 

“Lalu, saya berkata kepada mereka: Jika ada di antara kalian yang dapat menjawab pertanyaan saya, kalian dapat menghentikan saya (memeluk Islam). Pertanyaan saya adalah tentang apakah Yesus mengaku sebagai Tuhan dan disembah?” ujarnya. 

Beberapa bulan kemudian dari peristiwa itu, salah seorang teman mantan pelayan altar gerejanya datang dari Arab Saudi. Dia pun mengobrol dan darinya ia mengetahui dia juga masuk Islam. Dari obrolan itu, dirinya pun sangat puas sebab semua pertanyaan saya terjawab. 

Akhirnya, ia pun membuat keputusan untuk memeluk Islam. Saat itu, ada seorang imam di kampung halamannya yang ia coba hubungi. Sayangnya, saat mencoba mencari dan menghubunginya untuk mengucapkan kalimat syahadat, ia tidak dapat menemukannya. Di kampung halamannya, hanya ada satu persen Muslim sehingga sulit menemukan pemuka agama Islam.

Bulan demi bulan berlalu, ia masih belum bisa menemukan seorang imam. Kemudian, sepupunya di Dubai menelepon dan ia pun pergi ke Dubai. Vanni mengucapkan syahadat di sana dengan seorang imam Filipina.

“Sekarang saya seorang Muslim dan satu-satunya dalam keluarga saya. Sangat menyedihkan jika saya meninggal, bahkan ibu atau anak-anak saya tidak dapat menyentuh mayat saya. Tapi, inilah keyakinan saya,” katanya.

https://www.islamweb.net/en/article/145504/vanni-how-i-embraced-islam

KHAZANAH REPUBLIKA

Cerita Cucu Nelson Mandela Mualaf dan Ditolak Sukunya

Mandla aktif menyuarakan dukungan untuk Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Siapa sangka tokoh perjuangan anti-apartheid Afrika Selatan Nelson Mandela memiliki seorang cucu yang merupakan mualaf. Setelah menjadi seorang Muslim ia kerap memperjuangkan kebebasan Palestina.

Ialah Mandla Mandela. Nama lengkapnya Nkosi Zwelivelile Mandla Mandela dan berasal dari klan Abathembu yang didapat dari kakeknya. Pada 2007 dia diangkat sebagai kepala suku Xhosa sekaligus dilantik sebagai ketua Dewan Adat Mvezo.

Mandla, yang saat itu masih berusia 32 tahun, berperan sebagai juru bicara kelompoknya dan memimpin upacara lokal serta menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Lulusan ilmu politik itu bersumpah mencoba membantu orang-orang di pedesaan Eastern Cape, yang merupakan salah satu daerah termiskin di negara itu, sebelum dia dilantik.

Ketua Kongres Pemimpin Tradisional Afrika Selatan (Contralesa) Patekile Holomisa mengatakan seharusnya posisi itu dipegang oleh Nelson Mandela. Namun, karena usianya sudah lanjut maka harus diberikan kepada penggantinya.

Nelson sendiri pada lebih dari 70 tahun lalu telah memegang posisi kepala suku. Jabatan itu dia tinggalkan untuk menjadi pengacara dan memimpin perlawanan anti-apartheid. Di usianya yang menginjak 88 tahun, Nelson berpesan agar posisi kepala suku itu diberikan kepada cucunya.

“Ini benar-benar posisi Nelson, tetapi karena usianya yang sudah lanjut maka diputuskan kehormatan akan diberikan kepada penggantinya,” kata Ketua Kongres Pemimpin Tradisional Afrika Selatan Patekile Holomisa. Putra terakhir Nelson Mandela yang masih hidup, ayah Mandla, meninggal dunia pada 2005.

Mandla dan Islam…

Pada 2015, Mandla memutuskan masuk Islam. Lalu, pada awal 2016 menikah dengan perempuan yang juga beragama Islam bernama Rabia Clarke. Dia merasa terhormat dan senang bisa mengumumkan pernikahannya yang berlangsung di Cape Town pada 6 Februari 2016 itu.

Sebelum itu, Mandla telah menikah tiga kali. Pada 2004, dia menikah dengan Tando Mabuna-Mandela. Kemudian pada 2010, ia menikah dengan Anais Grimaud yang berusia 20 tahun. Namun pernikahan ini berujung cerai setelah terjadi skandal perselingkuhan yang dilakukan Grimaud dengan saudara laki-laki Mandla.

Pada Desember 2011, Mandla menikah dengan putri Swazi Nodiyala Mbali Makhathini, tetapi pernikahan itu juga berakhir cerai pada 2014. Barulah pada awal 2016, publik Afrika Selatan dibuat terkejut oleh pernikahan Mandla dengan perempuan Muslim Capetonian. Pernikahan keempat Mandla ini berlangsung di usianya yang ke-42 setelah beberapa bulan menjadi mualaf.

“Saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua Rabia, keluarga besarnya, dan komunitas Muslim, yang telah menyambut saya di hati mereka. Meskipun Rabia dan saya dibesarkan dalam tradisi budaya dan agama yang berbeda, kebersamaan kami mencerminkan kesamaan kami, kami adalah orang Afrika Selatan,” kata Mandla.

Protes…

Namun, Islamnya Mandla kemudian memicu protes dari Kongres Pemimpin Tradisional Afrika Selatan (Contralesa) yang tidak senang dengan hal itu. Contralesa meminta Mandla untuk mundur dari jabatannya sebagai kepala suku Xhosa karena telah memeluk keyakinan baru. Mandla disebut tidak bisa memimpin sukunya dengan agama baru yang baru saja dipilih.

“Kami sangat terkejut atas berita mualafnya. Kami juga sangat prihatin. Apa yang kami tahu adalah bahwa wanita yang bertobat, bukan pria. Itu kebiasaan kami,” kata Juru bicara Contralesa, Mwelo Nonkonyane.

Contralesa menyampaikan, posisi Mandla sebagai Muslim dapat mempengaruhi kemampuannya menegakkan tradisi Xhosa. Nonkonyane mengatakan agama yang baru dipeluk Mandla bisa menimbulkan konflik bagi rakyatnya.

“Tidak ada yang salah dengan seorang pemimpin tradisional mengikuti keyakinan yang dia pilih, tetapi kami prihatin apakah dia akan dapat terus menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala suku,” kata Nonkonyane.

Tugas kepala adat salah satunya adalah memimpin ritual ucapan syukur untuk leluhur, termasuk mempersembahkan hewan yang disembelih kepada mereka dalam doa. Praktik semacam itu dianggap tidak sejalan dengan kepercayaan banyak Muslim.

Nonkonyane menyebut apa yang dilakukan Mandla bertentangan dengan tradisi bahwa pria mengambil alih budaya istrinya. “Menurut tradisi Afrika, perempuanlah yang harus menjadi bagian dari keluarga yang akan dinikahinya (pihak pria). Ketika dia menerima lamaran Mandla, harapannya adalah agar dia mengadopsi cara-cara rakyatnya,” katanya.

Terlepas dari seluruh polemik itu, Mandla kini seorang Muslim yang berjuang melawan ketidakadilan dan penindasan di belahan dunia lain. Tak heran, Mandla aktif menyuarakan dukungan untuk Palestina dan mengecam Israel karena telah berperilaku rasialis.

Mandla menilai, apa yang dialami rakyat Palestina selama berpuluh-puluh tahun merupakan contoh pelembagaan rasialisme. Selain rasialisme, juga terjadi pengendalian sistematis terhadap kehidupan Palestina, pencurian tanaman, pembatasan kehidupan pertanian, dan pencaplokan tanah secara ilegal. Karena itu, Mandla tidak henti-hentinya mengampanyekan boikot, divestasi dan sanksi (BDS) untuk Israel.

Mandla melihat ada dukungan masyarakat sipil yang besar untuk Palestina. Pesan yang selalu dia kampanyekan adalah “Apartheid adalah kejahatan terhadap kemanusiaan”. Menurutnya, diperlukan langkah yang lebih efektif untuk memboikot perusahaan yang mengizinkan, berkolaborasi dan mendapatkan keuntungan dari apartheid.

Namun, dia juga mengingatkan, mereka yang tertindas tidak akan bisa lepas dari jeratan penindasan jika tidak bersatu. Persatuan bangsa-bangsa yang tertindas itu dimulai dengan adanya persatuan bangsa-bangsa Palestina sendiri.

“Maka persatuan dari mereka yang tertindas sangat penting,” kata Mandla merujuk pada gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan waktu silam.

KHAZANAH REPUBLIKA

Kisah Menegangkan Cat Stevens Sebelum Jadi Mualaf

Cat Stevens menjadi mualaf pada 1977.

Penyanyi yang terkenal sebagai Cat Stevens, dan sekarang dikenal sebagai Yusuf  Islam, berterus terang tentang perpindahannya ke Islam dan dampak buruk yang terjadi. Titik balik keislamannya ia ceritakan dalam program radio BBC 4 Desert Islands Discs pada Ahad (27/9).

Musisi berusia 72 tahun ini lahir dengan nama lengkap Steven Demetre Georgiou dari seorang ibu Swedia dan ayah Yunani Siprus. Dia muncul untuk membahas hidupnya, termasuk pengalaman dekat kematian pada 1976 yang membuatnya berbalik menjadi seorang Muslim.

“Saya tidak tahu bahwa tidak bijaksana untuk pergi keluar pada waktu itu dan berenang, jadi saya melakukannya. Saya memutuskan untuk kembali dan menuju pantai dan, tentu saja, pada saat itu saya menyadari, ‘Saya berjuang di Pasifik’. Tidak mungkin saya menang. Hanya ada satu hal yang harus dilakukan dan itu adalah berdoa kepada Yang Mahakuasa untuk menyelamatkan saya. Dan saya melakukannya,” kata dia kepada pembawa acara radio Lauren Laverne tentang hampir tenggelam di Malibu, California, dilansir dari laman Finance Yahoo, pada Selasa (29/9).

“Saya berseru kepada Tuhan dan dia menyelamatkan saya. Gelombang kecil datang dari belakang. Itu tidak besar. Itu hanya mendorong saya ke depan. Air pasang entah bagaimana telah berubah dan saya bisa kembali ke darat. Jadi saya diselamatkan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” lanjutnya.

Setelah kejadian tersebut, Stevens diberi salinan Alquran oleh saudaranya. Sebelumnya dia juga telah mendalami agama Buddha saat berjuang melawan TBC saat remaja.

“Saya tidak akan pernah mengambil Alquran. Tapi itu menjadi pintu gerbang. Setelah setahun saya tidak bisa menahan diri. Saya harus sujud,” kenang Yusuf.

Pelantun “Wild World” itu resmi masuk Islam pada akhir 1977, mengadopsi nama Yusuf Islam pada tahun berikutnya. Dia juga meninggalkan sebagian besar karir musiknya, meskipun dia melanjutkan ke dapur rekaman pada 2006.

“Itu adalah tarikan yang sulit. Saya merasakan tanggung jawab kepada penggemar saya, tetapi saya akan menjadi seorang munafik. Saya harus nyata. Jadi saya berhenti bernyanyi dan mulai mengambil tindakan dengan apa yang sekarang saya yakini,” kata Yusuf.

Dia melanjutkan, bahwa pertobatannya disambut dengan reaksi yang sangat berbeda; di Turki, dia mengaku dibesarkan di atas alas ini. Akan tetapi di sisi lain ada orang yang berkata, ‘Dia agak pengkhianat, bukan? Dia berubah menjadi Turki’.

“Itu sangat sulit karena pada satu titik saya adalah ikon mayoritas dan sekarang saya adalah bagian dari minoritas yang dipandang rendah dan tentu saja, sebagian besar, disalahpahami,” ucap Yusuf.

KHAZANAH REPUBLIKA

Tak Asal Ucapan, Ini 4 Fondasi Syahadat Menurut Ghazali

Terdapat 4 fondasi utama syahadat menurut Imam Al-Ghazali

Bagi setiap orang yang ingin memeluk Islam, maka wajib mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu:  

أشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدا رسول الله Asyhadualla ilaha Illallah wa Asyhadunn Muhammadar Rasulullah. 

Di dalam kalimat kesaksian itu terdapat beberapa penegasan. Dalam kitab Imam Al-Ghazali “Raudhatu ath-Thalibin wa ‘Umdatu as-Salikin” dijelaskan, secara ringkas dua kalimat syahadat mengandung penegasan tentang Dzat Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan kebenaran Rasulullah SAW.

Selain itu, di dalamnya juga terkandung empat fondasi bangunan iman. Fondasi pertama, mengenal Allah, yang meliputi sepuluh prinsip, yaitu: ilmu (pengetahuan) tentang wujud Allah, sifat qidam dan baqa’-Nya, dan bahwa dia bukan substansi, materi, maupun aksiden. Dia tidak terbatasi oleh suatu arah, tidak menetap pada sebuah tempat, dan Dia Mahamelihat dan Mahasaesa.

Fondasi kedua, yaitu mengenal sifat-sifat Allah SWT yang terdiri atas sepuluh prinsip, yaitu mengenali bahwa Allah itu Hidup, Mahamengetahui, Mahakuasa, Mahaberkehendak, Mahamendengar, Mahamelihat, Mahaberbicara, Mahabenar dalam menyampaikan berita, suci dari hal-hal baru, dan sifat-sifat-Nya adalah kadim.

Fondasi ketiga, mengenali perbuatan-perbuatan Allah SWT yang berkisar atas sepuluh prinsip, yaitu perbuatan-perbuatan hamba adalah ciptaan Allah, akibat kehendak-Nya, perbuatan-perbuatan itu merupakan sesuatu yang diupayakan (muktasab).

Kemudian, Dia juga merupakan pemberi agnugerah kepada makhluk, Dia berhak memberi beban syariat (taklif) di luar kemampuan, Dia boleh menyakiti makhluk, Dia tidak wajib memperhatikan hal yang lebih maslahat, tidak ada kewajiban kecuali atas dasar syariat, pengutusan para nabi adalah perkara ja’iz (boleh), dan kenabian Muhammad Saw yang didukung berbagai mukjizat merupakan kepastian.

Fondasi keempat, perkara yang hanya didengar (samiyyat) mencakup sepuluh prinsip, yaitu hari pengumpulan makhluk (hasyr), hari kebangkitan (nasyr), azab kubur, pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, shirat, penciptaan surga dan neraka, dan hukum-hukum imamah.

KHAZANAH REPUBLIKA


Mualaf Sumayyah Meehan, Islam Solusi Disiplinkan Hidupnya

Mualaf Sumayyah Meehan menguatkan keimanan dengan berislam.

Meski sudah menyatakan Islam selama 25 tahun lalu, Sumayyah Meehan tak segan berbagi kisah awal mula perkenalannya dengan Islam. “Perjalanan menemukan Islam dimulai ketika masih menjadi mahasiswa berusia 19 tahun yang duduk di kamar asrama merenungkan dunia yang berbeda,” kata perempuan yang kini menekuni jurnalistik kepada aboutislam.net. 

Meehan ketika itu menimba ilmu hukum di Universitas Waynesburg, Pensylvania. Masa muda dilaluinya dengan berbagai kebersamaan, tak terkecuali di tempat hiburan. Pada suatu malam dia berkumpul bersama teman-temannya.  

Ketika itu dia menyaksikan teman-temannya mabuk dan kehilangan kesadaran. Bahkan sebagian dari mereka bertengkar. Baru kali ini dia menyaksikan langsung dampak buruk mengonsumsi alkohol. Sejak itu dia menyadari minuman alkohol harus dihindari.  

Semakin bertambah usia, Meehan semakin menyadari pentingnya menjaga keimanan. Ini adalah sesuatu yang tak pernah sungguh-sungguh dikerjakannya ketika berada di rumah. Namun kini, di tanah perantauan, dia merasa kebutuhan ini harus dipenuhi. “Saya merasakan panggilan Tuhan sebagai alat keselamatan dari dosa,”jelasnya. 

Dalam usaha tersebut dia mengunjungi beberapa gereja di dekat kampus. Setiap kali merasa tidak puas dengan khotbah, dia mulai berhenti untuk hadir. Namun dia harus merasakan keresahan batin yang tak terhitung jumlahnya. Hingga suatu saat dia mulai mendengar tentang Islam. Meehan mulai mencari tahu seluk beluk agama tersebut dari berbagai literatur. Dengan mengucap syahadat, maka seseorang mengimani segala ketentuan dalam Islam. Secara otomatis dia menjadi Muslim. Dari sinilah perjalanan bersama Islam benar-benar dimulai. Mereka tidak bisa begitu saja menyatakan diri sebagai Muslim tanpa menjalankan agama. Apalagi jika tidak menjalankan ibadah yang ditentukan. 

Menurut Meehan sangat penting untuk menyadari bahwa tidak semua orang berada pada level Islam yang sama. Beberapa Muslim baru telah mempelajari agama Islam secara mendalam sebelum mengucapkan syahadat. Ada juga muallaf yang memiliki pemahaman dasar tentang Islam. Lalu lamban mendalami ajaran tersebut.

Menjadi Muslim adalah perjuangan tersendiri. Rasanya berat, sehingga harus dilalui dengan pendirian yang kuat. Selama berbulan-bulan dia mencari pengetahuan Islam karena minimnya bahan bacaan bahasa Inggris yang tersedia di Kuwait. Di sana dia menjalani kehidupan baru untuk menemukan ketenangan batin. “Saya hanya mengandalkan apa yang diajarkan suami saya dan butuh waktu lama untuk belajar agama,” jelasnya. 

Sebagai seorang mualaf baru dia menghadapi banyak perubahan baik secara spiritual maupun fisik. Salah satu perubahan yang paling sulit adalah hubungan dengan orang lain. Karena Islam sering digambarkan dalam berita negatif di media. Orang-orang terdekat bisa saja memutuskan hubungan sepenuhnya. 

Orang lain juga menghindar, karena keengganan mereka menjalin hubungan dengan Muslim. Alasan inilah yang membuat Meehan memilih untuk tidak memberi tahu keluarga tentang memeluk Islam selama beberapa bulan. 

Dia tidak benar-benar peduli dengan apa yang mereka pikirkan tentang hal itu. Tetapi dia tahu mereka akan memiliki beberapa hal yang mengerikan untuk dikatakan tentang agama barunya. Meehan tidak ingin mendengar hal itu. 

Suatu ketika dia memberanikan diri memberitahukan perubahan keimanannya kepada keluarga. apa yang terjadi? Mereka membencinya, marah, dan menghardiknya dengan kata-kata kotor. Namun itu tidak menggoyahkan pendirian yang sudah dibangun. Meehan justru semakin meyakini apa yang ditempuhnya sudah benar. 

Dia pun menyarankan bagi Muslim baru untuk menyembunyikan keimanannya dari orang lain. Meski demikian, harus ada keyakinan bahwa Allah tidak menguji hamba-Nya di luar kemampuan yang ada. 

KHAZANAH REPUBLIKA 

Khalid bin Walid: Kisah Haru Islamnya Pedang Allah

Islamnya Kahlid bin Walid terjadi setelah pembebasan Makkah

Khalin bin Walid memang panglima perang legendaris yang tanguh. Kiprah pertemanya justru ketika dia membawa pasukannya di dalam perang Uhud. Atas taktiknya, kala itu membuat porak-poranda pasukan Muslim.

Tapi kali ini bukan kisah perang Uhud yang diceritakan. Namun, kisah Khalid bin Walid memeluk Islam yang baru terjadi setelah peristiwa pembebasan Makkah (Fatkhu Makkah). Kisah ini ada dalam  buku ‘Sejarah Muhammad’ karya penulis Mesir legendari, Muhammad Husain Haekal.

Begini tulisannya:

———–

Sejarah telah membenarkan perkiraannya. Begitu ia berangkat kembali ke Medinah, Khalid bin’l-Walid – Jenderal Kavaleri kebanggaan Quraisy dan pahlawan perang Uhud itu telah berdiri di tengah-tengah sidang masyarakatnya sendiri sambil berkata:

“Sekarang nyata sudah bagi setiap orang yang berpikiran sehat, bahwa Muhammad bukan tukang sihir, juga bukan seorang penyair. Apa yang dikatakannya adalah firman Tuhan semesta alam ini. Setiap orang yang punya hati nurani berkewajiban menjadi pengikutnya.”

‘Ikrima bin Abi Jahl merasa ngeri sekali mendengar kata-katanya itu. “Khalid,” kata ‘Ikrima kemudian, “engkau telah bertukar agama.”3

Selanjutnya terjadi percakapan antara mereka sebagai berikut: Khalid Aku tidak bertukar agama, tetapi aku mengikuti agama Islam. ‘Ikrima Tak ada orang akan berkata begitu di kalangan Quraisy selain engkau.

Khalid :Mengapa?

Ikrima: Ya, sebab Muhammad sudah menjatuhkan derajat ayahmu ketika ia dilukai. Pamanmu dan sepupumu sudah dibunuhnya di Badr. Demi Allah, aku tidak akan masuk Islam dan tidak akan mengeluarkan kata-kata seperti kau itu, Khalid. Engkau tidak melihat Quraisy yang sudah berusaha hendak membunuhnya?

Khalid: Itu hanya semangat dan fanatisma jahiliah. Tetapi sekarang, setelah kebenaran itu bagiku sudah jelas, demi Allah aku mengikut agama Islam.

Setelah itu Khalid lalu mengutus pasukan berkudanya kepada Nabi menyatakan dirinya masuk Islam dan mengakuinya.

Khalid menganut Islam ini beritanya kemudian sampai juga kepada Abu Sufyan. Khalid di panggil.

“Benarkah apa yang kudengar tentang engkau?” tanya Abu Sufyan.

Setelah dijawab oleh Khalid, bahwa memang benar, Abu Sufyan marah-marah seraya katanya: “Demi Lata dan ‘Uzza. Kalau aku sudah mengetahui apa yang kaukatakan benar, niscaya engkaulah yang akan kuhadapi, sebelum aku menghadapi Muhammad.”

“Dan memang itulah yang benar, apa pun yang akan terjadi.”

Terbawa oleh kemarahannya ketika itu juga Abu Sufyan maju hendak menyerangnya. Tetapi ‘Ikrima yang pada waktu itu turut hadir segera bertindak mengalanginya seraya berkata:

“Abu Sufyan, sabarlah. Seperti engkau, aku juga kuatir kelak akan mengatakan sesuatu seperti kata-kata Khalid itu dan ikut ke dalam agamanya. Kamu akan membunuh Khalid karena pandangannya itu, padahal seluruh Quraisy sependapat dengan dia. Sungguh aku kuatir, jangan-jangan sebelum bertemu tahun depan seluruh penduduk Mekah sudah menjadi pengikutnya.”

Sekarang Khalid sudah pergi meninggalkan Makkah ke Madinah. Ia menggabungkan diri ke dalam barisan Muslimin

Sesudah Khalid, ikut pula ‘Amr bin’l-‘Ash dan ‘Uthman b. Talha penjaga Ka’bah, masuk Islam. Dengan masuknya mereka kedalam agama Islam, maka banyak pula penduduk Mekah yang turut menjadi pengikut agama ini. Dengan demikian kedudukan Islam makin menjadi kuat, dan terbukanya pintu Mekah buat Muhammad sudah tidak diragukan lagi.

KHAZANH REPUBLIKA

Kegemparan Saat Uskup Agung Uganda Umumkan Memeluk Islam

Mantan uskup agung Lutheran Mwaipopo alami ujian setelah memeluk Islam.

Martin John Mwaipopo memberanikan diri mengumumkan soal keIslamannya. Di hadapan jemaatnya, Martin yang menjabat sebagai Uskup Agung ketika itu, mengumumkan ia meninggalkan Kristen untuk Islam.

Momen ini terjadi pada 23 Desember 1986, dua hari menjelang Natal. Jemaat yang mendengar berita itu begitu terkejut. Bahkan, administratornya langsung bangkit dari tempat duduk, menutup pintu dan jendela. Ia mengatakan kepada para anggota gereja, bahwa pikiran sang Uskup gusar dan telah gila.

Bagaimana tidak, hanya beberapa menit sebelumnya, Mwaipopo mengeluarkan alat musiknya dan menyanyi begitu mengharukan bagi anggota gereja. Namun, di dalam hati sang Uskup, ada keputusan yang hendak ia utarakan yang akan membuat seisi gereja gempar. Hiburan itu nyatanya hanyalah pesta perpisahan.

Reaksi jemaat sama mengejutkannya. Mereka bahkan memanggil polisi untuk membawa sang Uskup yang disebut ‘gila’ itu pergi. Mwaipopo ditahan di sel hingga tengah malam ketika Sheikh Ahmed Sheik, orang yang mengakuinya masuk Islam datang untuk menyelamatkannya.

Kejadian itu hanyalah awal dari guncangan ringan baginya. Reporter Al Qalam, Simphiwe Sesanti, berbicara kepada mantan Uskup Agung Lutheran kelahiran Tanzania tersebut. Setelah masuk Islam, Mwaipopo kemudian dikenal dengan nama Al Hajj Abu Bakr John Mwaipopo.

Sang penulis merasa terpancing keingintahuannya setelah diberi tahu oleh saudara laki-laki asal Zimbabwe, Sufyan Sabelo, setelah ia mendengarkan ceramah Mwaipopo di Wyebank Islamic Center, Durban. Sufyan inilah yang menceritakan tentang Mwaipopo, yang tidak hanya memperoleh gelar BA dan Master, tetapi juga doktor, di Divinity, namun kemudian beralih agama kepada Islam.

Mwaipopo memperoleh diploma dalam Administrasi Gereja di Inggris dan gelar-gelar terakhir di Berlin, Jerman. Sebelum menjadi seorang Muslim, ia pernah menjadi Sekretaris Umum untuk Afrika Timur di Dewan Gereja-Gereja Dunia, yang meliputi Tanzania, Kenya, Uganda, Burundi, dan bagian-bagian dari Ethiopia dan Somalia.

Di Dewan Gereja, dia bercampur baur dengan ketua Komisi Hak Asasi Manusia Afrika Selatan, Barney Pityana, dan ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Uskup Desmond Tutu. Sang penulis, Sesanti, kemudian menceritakan kisah kehidupan Mwaipopo, pria yang lahir 61 tahun yang lalu, tepatnya pada 22 Februari di Bukabo, sebuah wilayah yang berbatasan dengan Uganda.

Dua tahun setelah kelahirannya, keluarga Mwaipopo membaptisnya. Lima tahun kemudian, mereka menyaksikan dia dengan bangga menjadi alter boy (seseorang yang membantu anggota pendeta di gereja. Keluarga begitu bangga ketika melihatnya membantu menteri gereja, mempersiapkan ‘tubuh dan darah’ Kristus. Pikiran sang ayah dipenuhi dengan ide-ide untuk masa depan putranya itu.

“Ketika saya berada di sekolah asrama, kemudian, ayah saya menulis kepada saya, menyatakan dia ingin saya menjadi seorang imam. Dalam setiap surat, dia menulis ini,” kenang Mwaipopo, dalam artikel di laman Islamweb, dilansir Selasa (4/8).

Namun, Mwaipopo alias Abu Bakr memiliki ide sendiri tentang hidupnya, ia bergabung dengan kepolisian. Namun pada usia 25, Mwaipopo menyerah pada kehendak ayahnya. Tidak seperti di Eropa di mana anak-anak dapat melakukan apa yang mereka kehendaki setelah usia 21 tahun, di Afrika, anak-anak diajarkan menghormati kehendak orangtua mereka di atas kehendak mereka sendiri.

“Putraku, sebelum aku menutup mataku (mati), aku akan senang jika kau bisa menjadi pendeta”, begitulah kata ayahnya pada Mwaipopo.

Nasihat sang ayah kemudian mendorongnya melangkah ke Inggris pada 1964, untuk mengejar diploma dalam Administrasi Gereja. Setahun kemudian, dia pergi ke Jerman untuk membuat gelar BA. Sekembalinya, setahun kemudian, dia diangkat menjadi Penjabat Pelaksana. Hingga kemudian meraih gelar Master. Pada saat mengambil gelar doktor, Mwaipopo mulai mempertanyakan berbagai hal.

“Selama ini, saya hanya melakukan berbagai hal, tanpa bertanya. Saya mulai bertanya-tanya … ada agama Kristen, Islam, Yahudi, Budha, masing-masing agama yang berbeda mengklaim jadilah agama yang benar. Apa kebenarannya? Saya menginginkan kebenaran,” ujarnya.

Sejak itu, Mwaipopo memulai pencarian hingga ia menguranginya menjadi empat agama besar. Suatu waktu, ia mendapatkan salinan Alquran. Ketika pertama kali membuka lembaran Alquran, ayat-ayat yang pertama ia temukan adalah surah al-Ikhlas.

“Katakan: Dialah Allah, Yang Esa dan Satu-Satunya; Allah, Yang Abadi, Mutlak; Dia tidak beranak, juga tidak diperanakkan; Dan tidak ada yang seperti Dia?” demikian Mwaipopo coba mengingatnya.

Saat itulah, benih-benih Islam mulai tertanam untuk pertama kalinya. Kala itu, dia menemukan Alquran adalah satu-satunya kitab suci yang telah dihilangkan oleh manusia sejak wahyu tersebut diturunkan.

“Dalam menyimpulkan tesis doktoral saya, saya mengatakan demikian. Saya tidak peduli apakah mereka memberi saya doktor atau tidak, itu adalah kebenaran dan saya sedang mencari kebenaran,” kata Mwaipopo.

Dalam pikiran demikian, Mwaipopo memanggil Profesor Van Burger. Kala itu, ia menutup pintu dan menatap mata sang profesor. Mwaipopo lantas bertanya, mana yang benar dari semua agama di dunia.

Sang profesor menjawab, “Islam.” Mwaipopo lantas bertanya, “Kalau begitu, mengapa kamu bukan seorang Muslim?”

Profesor menjawab, “Pertama, saya membenci orang Arab, dan kedua, apakah Anda melihat semua kemewahan yang saya miliki? Apakah Anda pikir saya akan menyerahkan semuanya untuk Islam?”

“Ketika saya memikirkan jawabannya, saya berpikir tentang situasi saya sendiri juga,” kenang Mwaipopo.

Kala itu, yang terlintas dalam imajinasinya adalah misinya dan hartanya, seperti mobilnya. Dia berpikir dirinya tidak bisa memeluk Islam dan selama satu tahun lamanya dia melupakannya.

Namun kemudian, mimpi menghantuinya, ayat-ayat Alquran terus muncul, orang-orang berpakaian putih terus berdatangan, terutama pada hari Jumat, hingga dia tidak tahan lagi. Hingga akhirnya, pada 22 Desember 1986, dia secara resmi memeluk Islam. Mimpi-mimpi itu yang membimbingnya untuk masuk Islam. Mwaipopo meyakini bahwa mimpi bukan takhayul.

“Tidak, saya tidak percaya bahwa semua mimpi itu buruk. Ada yang memandu Anda ke arah yang benar dan yang tidak, dan mimpi-mimpi ini, khususnya, membimbing saya ke arah yang benar, kepada Islam,” katanya.

Karena keputusannya memeluk Islam itulah, gereja menyita rumahnya dan mobilnya. Istrinya pun harus mengepak pakaiannya, mengambil anak-anaknya dan pergi. Mwaipopo menjamin sang istri tidak diwajibkan untuk menjadi seorang Muslim.

Ketika Mwaipopo pergi kepada orang tuanya, mereka juga telah mendengar cerita tentang langkahnya itu. Kala itu, sang ayah justru memintanya mencela Islam. Sementara sang ibu mengatakan dia tidak ingin mendengar omong kosong dari Mwaipopo.

Namun begitu, Mwaipopo mengungkapkan perasaannya bahwa dia telah memaafkan orang tuanya. Sebab, dia akhirnya bisa menemukan waktu untuk berdamai dengan ayahnya sebelum sang ayah meninggal.

“Mereka hanya orang tua yang tidak tahu. Mereka bahkan tidak bisa membaca Alkitab, yang mereka tahu hanyalah apa yang mereka dengar dari pendeta yang membaca,” ungkapnya.

Setelah meminta untuk menginap satu malam, pada hari berikutnya, ia memulai perjalanannya ke tempat asal keluarganya, Kyela, di dekat perbatasan antara Tanzania dan Malawi. Orang tuanya telah menetap di Kilosa, Morogoro.

Selama perjalanannya, dia terdampar di Busale di rumah satu keluarga yang menjual bir buatan rumah. Di sanalah ia bertemu calon istrinya, seorang biarawati Katolik, dengan nama Suster Gertrude Kibweya, yang sekarang dikenal sebagai Suster Zainab.

Bersama biarawati itulah, Mwaipopo pergi ke Kyela. Di sana, ia bertemu lelaku tua yang memberinya tempat berteduh malam sebelumnya. Lelaki tua itu juga yang mengatakan kepadanya bahwa di situlah dia akan menemukan Muslim lainnya.

Tetapi sebelum itu, pada pagi harinya Mwaipopo mengumandangkan adzan (seruan sholat). Mendengar adzan, penduduk desa keluar dari rumah masing-masing. Mereka bertanya kepada sang tuan rumah, mengapa dia menyimpan seorang pria ‘gila’.

Beruntung, kala itu sang biarawati menjelaskan Mwaipopo tidak gila, melainkan seorang Muslim. Suster Zainab juga yang membantu Mwaipopo membayar biaya pengobatannya di Rumah Sakit Misi Anglican, ketika dia sakit parah.

Kisah berlanjut tatkala Mwaipopo bertanya kepada sang biarawati soal mengapa dia mengenakan rosario. Suster Zainab kala itu menjawab, hal itu karena Kristus digantung di sana.

“Tapi, katakanlah seseorang telah membunuh ayahmu dengan pistol, akahkah kamu berkeliling membawa senjata di dadamu?”

Sang biarawati itu berpikir, benaknya menantang keyakinan lamanya. Tidak lama kemudian, Mwaipopo melamar Suster Zainab, dan sang biarawati itu pun menerimanya.

Mereka kemudian menikah secara diam-diam. Empat pekan kemudian, Suster Zainab menulis surat kepada otoritasnya perihal kepergiannya. Lelaki tua yang memberinya perlindungan, yang juga paman Suster Zainab, mendengar pernikahan tersebut, mereka diberitahu agar meninggalkan rumahnya. Sang paman tidak bisa menerima keputusan Suster Zainab. Ayahnya pun begitu marah dengan keputusan Zainab.

Dari rumah Uskup itu, Mwaipopo pergi dan kemudian tinggal di rumah lumpur yang dibangunnya sendiri. Dari mencari nafkah sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Dunia Gereja untuk Afrika Timur, ia mulai mencari nafkah sebagai pemotong kayu dan mengolah tanah beberapa orang.

Selain pekerjaan demikian, Mwaipopo juga berdakwah Islam di muka umum. Hal inilah yang menyebabkan serangkaian pemenjaraan jangka pendek, karena khutbah yang dianggap penghinaan terhadap Kristen.

Saat melaksanakan haji pada 1988, tragedi melandanya. Rumahnya dibom, dan akibatnya tiga bayinya terbunuh. “Seorang uskup, yang memiliki ibu dan ibu saya sendiri adalah anak dari ayah yang sama, terlibat dalam rencana tersebut,” kenang Mwaipopo.

Namun, alih-alih melemahkan, semangat Mwaipopo justru kian bertambah. Sebab, jumlah orang yang memeluk Islam kala itu kian meningkat, termasuk ayah mertuanya.

Pada 1992, ia ditangkap selama 10 bulan, bersama dengan 70 pengikut. Dia didakwa melakukan pengkhianatan. Hal ini terjadi setelah beberapa toko daging babi dibom.

Dia memang berbicara menentang penjualan daging babi tersebut. Dia mengatakan, secara konstitusional, sejak 1913, ada undang-undang yang menentang keberadaan bar, klub, dan toko daging babi di Dar es Salaam, Tanga, Mafia, Lindi dan Kigoma.

Beruntung, kala itu dia dibebaskan. Segera setelah itu, dia melarikan diri ke Zambia. Dia mengasingkan diri setelah diberitahu ada rencana untuk membunuhnya.

Mwaipopo mengatakan, pada hari dia dibebaskan, polisi datang untuk menangkapnya kembali. Namun, menurutnya, para wanita mengatakan mereka akan menentang penangkapan Mwaipopo secara fisik terhadap polisi. Mereka juga yang membantu Mwaipopo melintasi perbatasan tanpa diketahui.

Saat itu, Mwaipopo dipakaikan pakaian perempuan. Karenanya, ia mengatakan itulah salah satu alasan yang membuatnya mengagumi wanita.

“Wanita harus diberi tempat tinggi, mereka harus diberi pendidikan yang baik dalam Islam. Kalau tidak, bagaimana dia bisa mengerti mengapa seorang pria menikahi lebih dari satu istri. Adalah istri saya, Zainab, yang mengusulkan agar saya menikahi istri kedua saya, Shela (temannya), ketika dia harus pergi untuk studi Islam di luar negeri,” kata Mwaipopo.

Mwaipopo atau Haji Abu Bakr pun berpesan kepada umat Islam. Ia mengatakan, ada perang melawan Islam, yang membanjiri dunia dengan literatur. Saat ini, kata dia, umat Islam dibuat merasa malu untuk dianggap sebagai fundamentalis.

“Muslim harus menghentikan kecenderungan individualistis mereka. Mereka harus bersama (bersatu). Anda harus membela tetangga Anda jika Anda ingin selamat,” katanya.

Dalam pesannya, ia juga menyerukan umat Islam untuk berani. Ia lantas mengutip Ahmed Deedat dari Pusat Dakwah Islam Internasional.

“Orang itu tidak terpelajar, tetapi lihat cara ia menyebarkan Islam,” tambahnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Bella, Seorang Ibu yang Jadi Mualaf Karena Putranya

Karena putranya, Bella menjadi mualaf.

Beberapa tahun yang lalu, Bella ingat ketika dia memiliki banyak masalah dengan putra-putranya. Ada yang keluar dari sekolah, dan menghabiskan hari-harinya tidur dan minum-minum serta mencari masalah di jalanan. Anaknya yang lain mengalami kesulitan besar dan menjalani hukuman dua tahun penjara.

Seperti dikutip dari About Islam, Rabu (22/7), Bella tidak tahu harus berbuat apa. Dia telah meninggalkan Kolombia lebih dari lima belas tahun yang lalu untuk mencari masa depan yang lebih baik bagi keluarganya di AS. Dia telah bekerja sangat keras dalam berbagai pekerjaan. Suatu hari, putranya, Jorge, pulang dan dia melihat di wajahnya bahwa sesuatu telah terjadi.

“Ketika Jorge pulang ke rumah pagi itu,” kata Bella, “dia tampak berbeda. Dia tampak lelah seperti biasa. Dia berbau seperti alkohol dan rokok. Tapi ada yang aneh. Saya mencari petunjuk di wajahnya.”

Tetapi Jorge saat itu tidak memandangi ibunya. Dia mandi dan kemudian pergi ke kamarnya. Keesokan paginya, dia merasakan pagi ini ada yang berbeda. Dia mengetuk pintu dan masuk. Jorge terlihat duduk di tempat tidurnya, sedang berpikir.

Bella bertanya pada putranya soal apakah semuanya baik-baik saja. Putranya mengaku baik-baik saja. Namun, Bella merasa ada ekspresi yang aneh di wajah anaknya itu. Kemudian dia duduk di sebelah Jorge, dan menyentuh punggungnya. Tiba-tiba, Jorge menyampaikan keinginannya untuk berhenti minum alkohol karena itu tidak baik.

“Saya senang mendengarnya. Bagaimanapun juga itulah yang telah saya doakan selama ini. Saya hanya mengatakan kepadanya bahwa itu adalah ide yang bagus. Saya pikir hanya itu yang mengganggunya. Namun, pengakuan ini hanyalah awal dari perubahan besar pada putra saya,” kata Bella.

Mulai dari pagi itu, Jorge tidak minum lagi. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya di kamarnya. Terkadang dia pergi dengan seorang teman yang menjemputnya. “Temannya sangat sopan. Dia selalu mengenakan kain putih cerah dan kopiah kecil. Dan ketika dia tersenyum, saya merasa seperti cahaya bersinar darinya,” cerita Bella.

Suatu hari, Bella mengundang teman baru Jorge ke rumah dan telah disiapkan makan malam sederhana. Jorge dan temannya duduk. Dan kemudian mereka mulai berbicara tentang Tuhan.

“Aku tidak ingat semua yang mereka katakan. Saya sangat terkejut karena anak saya belum pernah berbicara tentang Tuhan sebelumnya. Saya selalu berdoa dengan tenang di kamar saya. Tapi saya tidak pernah menjadikannya masalah besar di keluarga kami,” jelasnya.

Setelah itu Bella masih santai ketika putranya dan temannya berbicara tentang Tuhan. Tetapi kemudian Jorge menyampaikan kepada dirinya bahwa ia telah menjadi seorang Muslim. Bella terkejut.

“Bukankah Muslim itu teroris?,” Bella bertanya. “Saya benar-benar kewalahan dengan situasi ini. Saya hanya mengambil piring, membersihkan meja dan menyuruh mereka pergi.”

“Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya pergi ke kamar saya dan saya berdoa. Ini sangat aneh. Dan rasanya seperti untuk pertama kalinya saya berbicara langsung kepada Tuhan dan meminta bantuan-Nya. Biasanya saya berdoa tetapi kali ini berbeda.”

Jorge tidak pulang selama berhari-hari. Bella pun khawatir dan berpikir telah mendorong anaknya kembali ke gaya hidupnya yang dulu. Namun, Jorge telah berubah. Dia sudah berhenti minum. Dia tidak keluar di malam hari. Dia tidak berkelahi lagi.

“Apakah ini semua karena dia menjadi Muslim? Saya mengenal banyak orang beragama di desa lama saya yang masih melakukan hal-hal buruk, minum dan kemudian pergi ke gereja. Tetapi agama yang disebut Islam ini hanya mengubah anak saya menjadi orang baik. Saya tidak bisa menunggu dia kembali ke rumah. Selama hari-hari ini, saya berdoa lebih dari biasanya. Saya meminta Tuhan untuk membawa Jorge pulang,” kata Bella.

Jorge pulang setelah pergi lebih dari dua pekan. Wajahnya bersinar dan dia memeluk ibunya seolah tidak pernah memelukku sebelumnya. “Saya sangat senang. Penuh dengan sukacita dan harapan,” ucap Bella.

Bella dan Jorge duduk bersama untuk berbicara dan berdiskusi. Jorge memberitahu ibunya soal Keesaan Allah dan Allah adalah tunggal tidak memiliki anak.

“Saya bisa menerimanya. Dia (Jorge) memberi tahu saya tentang sholat lima waktu dan hal-hal penting lainnya dalam Islam. Saya mengambil semuanya. Saya bisa menerima Jorge menjadi Muslim sekarang. Tetapi ketika dia bertanya kepada saya apakah saya ingin menerima Islam, saya mengatakan kepadanya bahwa saya perlu lebih banyak waktu,” ungkap Bella.

Setengah tahun berlalu, hingga akhirnya Bella menerima Islam dari tangan putranya itu. “Itu adalah momen yang indah. Alhamdulilah. Ketika putra saya yang lain dibebaskan dari penjara, tidak butuh waktu lama dan ia juga menerima Islam. Dan dia telah menghindari masalah sejak itu. Melalui Islam, Tuhan mengembalikan dua putra saya yang luar biasa. Dia menyelamatkan mereka dari kekerasan dan kehancuran di jalanan,” imbuh Bella.

sumber: https://aboutislam.net/reading-islam/my-journey-to-islam/i-embraced-islam-because-of-my-son/

KHAZANAH REPUBLIKA

Perjalanan John Paul Ivan Menjadi Mualaf

John Paul Ivan memutuskan menjadi mualaf pada 2006.

Nama John Paul Ivan sudah tak asing di kalangan pemusik, khususnya musik rock. Dia adalah musisi dan gitaris yang telah puluhan tahun berkecimpung di industri musik Tanah Air. Dia pernah bergabung dengan grup band beraliran rock, Boomerang, dan menelurkan sejumlah album sejak 1994-2005.

Kemudian, dia juga pernah bergabung dengan band U9 pada tahun 2000-an dan mengeluarkan album solo gitarnya. Sekarang dia bergabung dengan band beraliran rock bernama Take Over Band.

Penampilannya sebagai roker sangat kelihatan. Tubuh kurus jangkung serta rambut gondrong dan berkacamata. Aksinya di panggung juga menunjukkan ciri khasnya sebagai roker.

Namun, di balik gaya rokernya itu, John Paul Ivan, akrab disapa Ivan, pernah mengalami pencarian spiritual. Pada 2005, saat dia menyatakan keluar dari band Boomerang, dia memiliki banyak waktu yang luang.

Hal itu dimanfaatkannya untuk banyak mencari tahu tentang agama. Pada saat itu sebenarnya Ivan juga seorang penganut agama sebelumnya yang taat. Namun, Ivan ingin belajar lebih dalam lagi tentang agama. Hal itulah yang menurut dia harus menjadi dasarnya dalam menganut sebuah agama.

“Saya mulai tertarik cari tahu tentang agama. Ada keinginan untuk cari tahu karena saya beragama harus tahu asal-usulnya,” kata Ivan kepada Republika, Selasa (23/6).

Ivan kemudian kembali membaca kitab suci agama yang dianutnya saat itu. Kemudian, sebagai pembanding, dia juga membeli kitab suci Alquran, membaca, dan mempelajarinya.

Tak hanya membeli kitab suci, Ivan juga membeli buku-buku tentang agama. Salah satunya adalah buku yang dikarang oleh Ahmad Deedat.

Selanjutnya, Ivan juga kembali datang ke rumah ibadah agamanya yang terdahulu. Di sana dia mempelajari lagi tentang konsep ketuhanan dalam agama itu.

Namun, menurut dia, hal itu tidak masuk logika. Misalnya, terdapat konsep yang diyakini oleh ajaran agama itu bahwa ada yang diyakini sebagai Tuhan. Namun, ketika akan meninggal, dia berdoa dahulu kepada Tuhan di atasnya.

“Jadi, ini tidak bisa dianggap Tuhan,” kata Ivan.

Setelah mantap bahwa dalam ajaran Islam yang mengajarkan tauhid hanya Allah satu-satunya Tuhan yang Esa, Ivan memutuskan untuk menjadi mualaf.  Pada 2006 dia datang sendiri ke Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, untuk menyatakan keislamannya. Setelah itu, Ivan belajar ajaran-ajaran Islam di antaranya yang berhubungan dengan tata cara ibadah seperti sholat.

Ivan mengaku, sampai saat ini dirinya mantap dengan keislamannya. Salah satu caranya adalah selalu melaksanakan sholat.

Dalam sholat itu, Ivan selalu berharap dan berdoa kepada Allah, apalagi jika dirinya memiliki sebuah permohonan. “Saya sholat, dan benar-benar minta tolong dan berdoa. Banyak yang dijawab oleh Allah,” kata Ivan.

Selain itu, Ivan bersyukur menjadi mualaf dan pernah menjadi penganut agama sebelumnya. Hal ini membuatnya lebih tahu dengan sejarah agama-agama dan dia punya alasan kuat memeluk Islam, sebagai agama yang diyakininya sempurna.

KHAZANAH REPUBLIKA