Tak Asal Ucapan, Ini 4 Fondasi Syahadat Menurut Ghazali

Terdapat 4 fondasi utama syahadat menurut Imam Al-Ghazali

Bagi setiap orang yang ingin memeluk Islam, maka wajib mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu:  

أشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدا رسول الله Asyhadualla ilaha Illallah wa Asyhadunn Muhammadar Rasulullah. 

Di dalam kalimat kesaksian itu terdapat beberapa penegasan. Dalam kitab Imam Al-Ghazali “Raudhatu ath-Thalibin wa ‘Umdatu as-Salikin” dijelaskan, secara ringkas dua kalimat syahadat mengandung penegasan tentang Dzat Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan kebenaran Rasulullah SAW.

Selain itu, di dalamnya juga terkandung empat fondasi bangunan iman. Fondasi pertama, mengenal Allah, yang meliputi sepuluh prinsip, yaitu: ilmu (pengetahuan) tentang wujud Allah, sifat qidam dan baqa’-Nya, dan bahwa dia bukan substansi, materi, maupun aksiden. Dia tidak terbatasi oleh suatu arah, tidak menetap pada sebuah tempat, dan Dia Mahamelihat dan Mahasaesa.

Fondasi kedua, yaitu mengenal sifat-sifat Allah SWT yang terdiri atas sepuluh prinsip, yaitu mengenali bahwa Allah itu Hidup, Mahamengetahui, Mahakuasa, Mahaberkehendak, Mahamendengar, Mahamelihat, Mahaberbicara, Mahabenar dalam menyampaikan berita, suci dari hal-hal baru, dan sifat-sifat-Nya adalah kadim.

Fondasi ketiga, mengenali perbuatan-perbuatan Allah SWT yang berkisar atas sepuluh prinsip, yaitu perbuatan-perbuatan hamba adalah ciptaan Allah, akibat kehendak-Nya, perbuatan-perbuatan itu merupakan sesuatu yang diupayakan (muktasab).

Kemudian, Dia juga merupakan pemberi agnugerah kepada makhluk, Dia berhak memberi beban syariat (taklif) di luar kemampuan, Dia boleh menyakiti makhluk, Dia tidak wajib memperhatikan hal yang lebih maslahat, tidak ada kewajiban kecuali atas dasar syariat, pengutusan para nabi adalah perkara ja’iz (boleh), dan kenabian Muhammad Saw yang didukung berbagai mukjizat merupakan kepastian.

Fondasi keempat, perkara yang hanya didengar (samiyyat) mencakup sepuluh prinsip, yaitu hari pengumpulan makhluk (hasyr), hari kebangkitan (nasyr), azab kubur, pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, shirat, penciptaan surga dan neraka, dan hukum-hukum imamah.

KHAZANAH REPUBLIKA


Betapa Agungnya Syahadat, Salat dan Zakat (3)

DARI Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berkah untuk diibadahi kecuali Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan hal itu, akan terjagalah darah-darah dan harta-harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka diserahkan kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 25 dan Muslim, no. 21]

Faedah Hadits:

Kesepuluh: Jihad dihukumi fardhu kifayah, kadang dihukumi juga fardhu ain. Namun tidak semua jihad itu dihukumi fardhu ain mengingat firman Allah Taala,

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122)

Kesebelas: Wajib bersyahadat dengan hati dan lisan. Jika ia menampakkan dengan lisannya, dan kita tidak mengetahui isi hatinya, maka cukup dihukumi secara lahiriyah. Adapun rahasia hatinya diserahkan kepada Allah. Wajib kita menahan diri sampai ia menyelisihi apa yang nampak.

Keduabelas: Tidak cukup seseorang beribadah kepada Allah semata sampai ia menafikan pula segala sesembahan selain Allah. Karena dalam kalimat laa ilaha illallah terdapat nafi (penafian) dan itsbat (penetapan), yaitu menafikan segala sesembahan selain Allah dan hanya menetapkan Allah sebagai satu-satunya yang disembah.

Ketigabelas: Syahadat Muhammad adalah utusan Allah punya konsekuensi seperti yang dinyatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam kitabnya Tsalatsatul Ushul,

(1) mentaati perintahnya, (2) membenarkan setiap berita dari beliau, (3) menjauhi segala yang dilarang, (4) menyembah Allah hanya boleh dengan syariat beliau.

Keempatbelas: Hisab makhluk diserahkan kepada Allah. Tugas Rasul shallallahu alaihi wa sallam hanya menyampaikan.

Wallahu waliyyut taufiq. Hanya Allah yang memberi hidayah. [Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Betapa Agungnya Syahadat, Salat dan Zakat (2)

DARI Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berkah untuk diibadahi kecuali Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan hal itu, akan terjagalah darah-darah dan harta-harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka diserahkan kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 25 dan Muslim, no. 21]

Faedah Hadits:

Kelima:Dalam hadits ini disebut rukun Islam yang tiga yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, dan memunaikan zakat. Karena ketiga hal ini mesti ditunaikan segera mungkin. Sedangkan puasa jadi wajib ketika berjumpa bulan Ramadhan, begitu pula haji jadi wajib ketika bertemu dengan bulan haji dan ketika sudah mampu. Karena alasan inilah menurut Syaikh Saad bin Nashir Asy-Syatsri penyebutan mengenai puasa dan haji masih bisa ditunda.

Keenam: Jika ada jamaah yang menghalangi dari menunaikan shalat dan membayar zakat, maka imam boleh memeranginya. Ini cuma berlaku untuk imam (pemimpin), tidak berlaku pada rakyat.

Ketujuh: Siapa yang mengerjakan tiga perkara yang disebutkan dalam hadits di atas (syahadatain, shalat, dan zakat), maka tidak keluar dari agama Islam kecuali karena hak Islam seperti membunuh muslim lainnya tanpa jalan yang benar, begitu pula yang memberontak dari pemerintahan yang sah, juga yang sudah menikah lantas melakukan zina.

Kedelapan: Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah hamba karena beliau juga terkena perintah.

Kesembilan: Perintah memerangi di sini dihukumi wajib sampai amalan yang disebutkan dalam hadits dilakukan. Hukumnya tidak mungkin sunnah karena masalah ini telah membolehkan sesuatu yang diharamkan. Sebab membolehkan sesuatu yang diharamkan, maka hukum tersebut menjadi wajib.

Contoh lainnya khitan pada laki-laki. Khitan berarti memotong sesuatu dari manusia. Padahal asalnya tidak boleh memotong sesuatu dari anggota tubuh manusia. Hal ini hanya dibolehkan untuk hukum wajib. Kesimpulannya, khitan dihukumi wajib.

INILAH MOZAIK

Meneguhkan Syahadat

Syahadat merupakan gerbang masuk seseorang ketika hendak menjadi Muslim. Dua untai kalimat bermakna “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah” tidak sesederhana yang terlihat.

Kalimat ini menjadi sumpah setia seorang hamba kepada Tuhannya dan seorang pengikut kepada junjungannya. Saat sumpah itu benar-benar dihujamkan, maka empat rukun Islam yang lain – shalat, puasa, zakat, pergi haji – pun akan mudah dilakukan.

Dari segi tata bahasa, kalimat syahadat memiliki makna terdalam. Pengucapan kalimat tidak ada tuhan adalah komitmen seorang hamba untuk “mengesampingkan” apa pun. Penyembahan terhadap bumbu-bumbu dunia seperti keluarga, anak, istri, harta, dan jabatan  harus dikesampingkan pada waktu awal pengucapan.

Penambahan kata “selain Allah” menjadi bukti Allah adalah satu-satunya yang patut dipertuhankan. Sementara, kalimat Rasulullah utusan Allah menjadi komitmen seorang Muslim untuk mengikuti segala sunah yang diajarkan Nabi.

Syahadat berarti ikrar (pengakuan), sumpah dan perjanjian. Pada QS al-Imran ayat 18, Allah SWT berfirman “Allah menyatakan tidak ada tuhan selain Dia; demikian pula para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

Di ayat yang lain, Allah SWT berfirman tentang status Rasulullah SAW sebagai utusan. “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan.”(QS al-Ahzab ayat 45).

Para pembesar Quraisy memahami betul inti kalimat syahadat. Karena itu, mereka menolak saat Rasulullah meminta mereka untuk mengucapkan Lailahaillallah Muhammad Rasulullah. Kepada para pembesar Bani Hasyim, Nabi Muhammad bersabda, “Wahai saudara-saudara, maukah kalian aku beri satu kalimat, di mana dengan kalimat itu kalian akan dapat menguasai seluruh jazirah Arab?”

Kemudian Abu Jahal menjawab, “Jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat berikan kepadaku.” Kemudian, Rasulullah pun mengatakan, “Ucapkanlah laa ilaha illa Allah dan Muhammad Rasulullah.” Abu Jahal pun menjawab, “Kalau itu yang engkau minta, berarti engkau mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan bukan Arab.”

Penolakan Abu Jahal kepada kalimat ini bukan karena dia tidak paham akan makna dari kalimat itu. Abu Jahal justru tidak mau menerima sikap yang mesti tunduk, taat, dan patuh hanya kepada Allah SWT. Jika bersikap seperti itu, Abu Jahal menyadari bahwa semua orang akan tidak tunduk lagi kepadanya.

Abu Jahal ingin mendapatkan loyalitas dari kaum dan bangsanya. Jika dia mengikuti untuk bersyahadat, artinya Abu Jahal dan para pembesar itu menerima semua aturan dan segala akibatnya.

Syekh Muhammad bin Sholeh Al Utsmaini mengatakan, kalimat La Ilaha Illallah bermakna seorang mengakui dengan lisan dan hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang hak, kecuali Allah. Kalimat ini mengandung makna peniadaan dan penetapan.  Kalimat peniadaan (Laa ilaha) dan penetapan (Illallah) mengandung makna ikhlas. Artinya, memurnikan ibadah hanya untuk Allah saja dengan meniadakan ibadah selain dari-Nya.

“Bagaimana kamu mengatakan tidak ada sesembahan (ilah) kecuali Allah padahal di sana banyak ilah-ilah yang diibadahi selain Allah dan Allah Azza wa Jalla menamainya alihah (jamak dari ilah) dan penyembahnya menyebutnya alihatun,” tulis Syekh Al Utsmaini.  Tentang sesembahan ini, Allah SWT berfirman dalam QS Hud: 101.  “Karena itu tidaklah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sesembahan yang mereka seru selain Allah di waktu azab Rabb-mu datang. ” Allah juga berfirman dalam QS al-Isra: 39, yakni “Dan janganlah kamu mengadakan sesembahan-sesembahan lain di samping Allah.

Lebih lanjut, sang syekh mengatakan, makna Muhammad utusan Allah adalah membenarkan apa-apa yang Rasulullah kabarkan, melaksanakan apa yang dia perintahkan, menjauhi apa yang dilarang dan tidak ada ibadah kepada Allah kecuali dengan cara yang disyariatkan darinya. Kalimat ini juga mengandung konsekuensi bahwa seorang Muslim tak memiliki keyakinan bahwa Rasulullah memiliki hak untuk disembah, hak mengatur alam, atau hak dalam ibadah.

Hanya, Rasulullah merupakan seorang hamba yang tidak berdusta dan tidak memiliki kemampuan sedikit pun untuk memberi manfaat dan mudarat untuk dirinya sendiri ataupun orang lain, kecuali apa yang dikehendaki Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Anfal:50. “Katakanlah (ya Muhammad): Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malakikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku..”

Karena itu, meneguhkan kembali kalimat syahadat sangat relevan pada zaman yang penuh dengan fitnah dan cobaan ini. Maraknya aliran sesat di bumi nusantara mengharuskan kita untuk menjaga diri dan keluarga lewat mempertebal akidah. Kalaulah kita jauh dari aliran sesat, mengingat lagi syahadat dapat menggerus syirik-syirik kecil yang kerap dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Tanpa sadar, pengingkaran ini sering kita lakukan sehingga dapat membatalkan syahadat. Kita meninggalkan sunah-sunah Rasulullah yang seharusnya menjadi komitmen saat mengucap syahadat. Sering kali kita mengutamakan pertandingan sepakbola ketimbang panggilan azan, larut dalam rapat berjam-jam tanpa memerhatikan waktu shalat, menunda untuk membayar zakat padahal sudah memenuhi nisabnya, dan sebagainya. Maka, sebagaimana wudhu yang diperintahkan untuk diulang saat kentut atau buang air kecil, sudah semestinya kita perbaharui lagi syahadat. Kali ini dengan lebih khusyuk.

‘Memperbaiki’ Syahadat

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. dan hanya kembali kepada-Nya. Dialah Allah Yang Maha Mengetahui segala rahasia di setiap hati manusia. Hanya kepada Allah kita menyembah dan memohon perlindungan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, kalau ada orang muslim yang belum baik akhlaknya, masih gemar berbuat dosa, kata-katanya masih banyak yang kotor, dusta dan menyakiti orang lain, perbuatannya masih sering menzholimi orang lain, maka kemungkinan besar belum benar syahadatnya. Ia baru menyatakan dua kalimat syahadat sebatas ucapan saja, belum meresap ke dalam hatinya, belum kokoh menjadi keyakinannya.

Asyhadu anlaa ilaaha illAllah. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah.Kalimat ini baru sebatas lisannya. Sementara di dalam hatinya masih ada tuhan-tuhan lain yang selalu ia ingat, ia sebut, ia kejar, ia utamakan. Yaitu harta, pangkat, jabatan, popularitas, pasangan, dan urusan duniawi lainnya.

Wa asyhadu anna Muhammadan rosuululloh. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.Kalimat inipun masih sebatas lisan. Sementara dalam hatinya ia mengidolakan orang lain. Pada sikapnya sehari-hari ia tidak meneladani perilaku Rasulullah Saw. Padahal Allah Swt berfirman,“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rohmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al Ahzab [33]:21)

Maka, marilah kita senantiasa mengevaluasi diri kita, sudahkah dua kalimat syahadat yang sering kita ucapkan ini benar-benar menjelma dalam hati dan sikap kita sehari-hari. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang setiap niatnya, tutur katanya dan sikapnya ada dalam ketaatan kepada Allah dan rosul-Nya.Aamiin yaa Robbal aalamiin. [*]

 

INILAH MOZAIK

Meneguhkan Syahadat

Syekh Muhammad bin Sholeh Al Utsmaini mengatakan, kalimat La Ilaha Illallah bermakna seorang mengakui dengan lisan dan hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang hak, kecuali Allah. Kalimat ini mengandung makna peniadaan dan penetapan.  Kalimat peniadaan (Laa ilaha) dan penetapan (Illallah) mengandung makna ikhlas. Artinya, memurnikan ibadah hanya untuk Allah saja dengan meniadakan ibadah selain dari-Nya.

“Bagaimana kamu mengatakan tidak ada sesembahan (ilah) kecuali Allah padahal di sana banyak ilah-ilah yang diibadahi selain Allah dan Allah Azza wa Jalla menamainya alihah (jamak dari ilah) dan penyembahnya menyebutnya alihatun,” tulis Syekh Al Utsmaini.  Tentang sesembahan ini, Allah SWT berfirman dalam QS Hud: 101.  “Karena itu tidaklah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sesembahan yang mereka seru selain Allah di waktu azab Rabb-mu datang. ” Allah juga berfirman dalam QS al-Isra: 39, yakni “Dan janganlah kamu mengadakan sesembahan-sesembahan lain di samping Allah.

Lebih lanjut, sang syekh mengatakan, makna Muhammad utusan Allah adalah membenarkan apa-apa yang Rasulullah kabarkan, melaksanakan apa yang dia perintahkan, menjauhi apa yang dilarang dan tidak ada ibadah kepada Allah kecuali dengan cara yang disyariatkan darinya. Kalimat ini juga mengandung konsekuensi bahwa seorang Muslim tak memiliki keyakinan bahwa Rasulullah memiliki hak untuk disembah, hak mengatur alam, atau hak dalam ibadah.

Hanya, Rasulullah merupakan seorang hamba yang tidak berdusta dan tidak memiliki kemampuan sedikit pun untuk memberi manfaat dan mudarat untuk dirinya sendiri ataupun orang lain, kecuali apa yang dikehendaki Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Anfal:50. “Katakanlah (ya Muhammad): Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malakikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku..”

Karena itu, meneguhkan kembali kalimat syahadat sangat relevan pada zaman yang penuh dengan fitnah dan cobaan ini. Maraknya aliran sesat di bumi nusantara mengharuskan kita untuk menjaga diri dan keluarga lewat mempertebal akidah. Kalaulah kita jauh dari aliran sesat, mengingat lagi syahadat dapat menggerus syirik-syirik kecil yang kerap dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Tanpa sadar, pengingkaran ini sering kita lakukan sehingga dapat membatalkan syahadat. Kita meninggalkan sunah-sunah Rasulullah yang seharusnya menjadi komitmen saat mengucap syahadat. Sering kali kita mengutamakan pertandingan sepakbola ketimbang panggilan azan, larut dalam rapat berjam-jam tanpa memerhatikan waktu shalat, menunda untuk membayar zakat padahal sudah memenuhi nisabnya, dan sebagainya. Maka, sebagaimana wudhu yang diperintahkan untuk diulang saat kentut atau buang air kecil, sudah semestinya kita perbaharui lagi syahadat. Kali ini dengan lebih khusyuk. Wallahu’alam.

 

REPUBLIKA

Sebaik Apapun, Tanpa Syahadat, Sia-Sia Amalnya

KALIMAT syahadat adalah pembeda antara iman dan kafir, sebab siapa yang melafadzkannya dengan sadar maka dia telah masuk dalam pintu Islam dan kebaikannya. Sebaliknya, sebaik apapun seseorang di mata manusia, bila ia belum memberikan pengakuan untuk menghamba pada Allah, maka sia-sia amalnya dihadapan Allah.

Maka wajar bila Rasulullah memberikan panduan pada kita untuk senantiasa menjaga kalimat syahadat, memperbaruinya dalam tiap-tap tahiyat shalat kita. Sebab kalimat syahadat ini tidak hanya membawa kita pada Islam, tapi juga mengarahkan kecenderungan diri, menentukan apa yang kita sukai atau yang kita benci. Kalimat syahadat ini juga menjadi pembeda siapa yang dekat dengan kita, siapa yang kita pilih untuk menjadi kawan, teman kepercayaan dan juga tentunya pemimpin.

Karena dua kalimat syahadat itulah Rasulullah berubah dari dicintai kaum Quraisy menjadi paling dibenci, dari kesayangan jadi dianggap ancaman sosial masyarakat. Kafir Quraisy tak suka dengan kalimat syahadat, sebab itu akan menjadikan kekuasaan mereka hilang, kedzaliman berganti dengan keadilan dan juga keberkahan. Mereka tak suka bila status-quo yang selama ini ada tumbang digantikan prinsip-prinsip kebaikan dari langit, sebab sudah biasa berkuasa, jumud dalam kebatilan.

Memang syahadat adalah pembeda, yang tak suka padanya pastilah bermasalah, sedang yang mempertahankannya pasti mereka yang berusaha menjaga imannya. Lihat saja saat ini, mereka yang tak suka dengan syiar-syiar Islam, pasti mereka yang sama yang mendukung kekufuran, ramah pada penista agama dan rombongannya. Habis-habisan agamanya dihina, sedang Muslim dicitrakan beringas dan tukang pukul, difitnah rasis dan anarkis, tapi tetap saja mereka tertawa dan berangkul mesra.

Syahadat memang pembeda, siapa yang berteguh di dalamnya akan beroleh ketaatan, ampunan, dan ridha Allah. Semoga kita terus istiqamah menjaga syahadat kita. [IG Ustaz @felixsiauw]

 

MOZAIK INILAHcom