Mengisi Ramadhan dengan ‘Imanan’ dan ‘Ihtisaban’

Sejatinya, self control berupa “imanan” dan “ihtisaban” sudah cukup untuk menjadikan seorang Muslim bersemangat dalam menjalani hari-hari yang diliputi keberkahan berlipat

 

DARI Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berkata,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari)

Disebutkan dalam kitab “Fathul Bari” kata “imanan” di atas bermakna meyakini puasa di bulan Ramadhan adalah perintah Allah yang wajib untuk ditunaikan.

Sedang kata “ihtisaban” tercatat dalam kitab penjelasan “Shahih al-Bukhari” tersebut masih satu timbangan (sewazan) dengan kata “iftitahan” artinya pembuka. Jadi ihtisaban bermakna perhitungan.

Untuk itu hendaknya semua yang dilakukan di bulan mulia tersebut sejatinya harus diniatkan dan selalu dalam perencanaan meraih ridha dan ampunan Allah. Sedang mengharap ridha-Nya berarti hanya mencari pahala dan balasan kebaikan dari Allah.

Diharapkan, setiap jenak yang berlalu, dari hitungan detik, menit, hari, dan pekan dalam bulan Ramadhan dipenuhi keberkahan dan kemuliaan serta tidak berlalu dengan sia sia.

Dengan pemahaman di atas, ternyata tak mudah merealisasikan harapan tersebut. Ada saja gangguan dan godaan dari nafsu, meski sebelumnya dinyatakan bahwa setan telah dibelenggu sepanjang bulan Ramadhan.

Tanpa sadar, tetap saja ada waktu yang berlalu tanpa makna. Mulai dari dikarenakan hal sepele hingga kesibukan dunia yang memang harus dijalani.

Tak jarang seorang Muslim menghabiskan waktu berjam-jam bersama kawannya hanya untuk obrolan tanpa juntrung yang jelas. Ada yang cuma nongkrong, ngabuburit, main game online, hingga chatting dan aktifitas media sosial lainnya.

Atau seorang remaja Muslimah yang asyik berdandan dan mengurusi pakaian. Melipat baju yang hanya 5 lembar, ternyata sampai menghabiskan waktu 1 jam, misalnya.

Belum lagi serbuan nafsu makan dengan jajanan kuliner yang begitu menggoda sepanjang jalan. Bisa dipastikan, jika nafsu makan tersebut tak mampu dikontrol dengan baik, maka semangat ibadah dengan sendirinya turun secara drastis.

Alih-alih bisa bangun di sepertiga malam melaksanakan shalat tahajjud, terkadang mata tersebut tak mampu kompromi untuk mengerjar taget tilawah al-Qur’an dalam sehari.

Dalam hal ini, Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam (Saw) mengingatkan dalam sabdanya.

رغم أنف رجل دخل عليه رمضان ثم انسلخ قبل أن يغفر له

“Celakalah bagi orang yang mendapati Ramadhan hingga bulan itu berlalu sedang ia belum mendapatkan (jaminan) ampunan dari Allah.”

Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata celaka artinya mendapatkan kesusahan, kesulitan dan kemalangan.

Secara logika sederhana, orang yag celaka di bulan Ramadhan akan sulit di Hari Akhirat jika tidak mendapat ampunan di bulan Ramadhan. Nasibnya jadi malang dan disulitkan melalui proses pengadilan di Hari Perhitungan kelak.

Terakhir, sejatinya, self control berupa “imanan” dan “ihtisaban” sudah cukup untuk menjadikan seorang Muslim bersemangat dalam menjalani hari-hari yang diliputi keberkahan berlipat tersebut.

Ia bahkan meyakini, setiap helaan nafas yang berbalut keimanan adalah zikir yang mengundang ridha Allah. Semoga kita semua diberi hidayah dan keistiqamahan menyelesaikam bulan Ramadhan dengan semangat “imanan” dan “ihtisaban”.*/Maftuha, pepegiat komunitas penulis PENA Malika, Balikpapan

 

HIDAYATULAH

Ramadhan, Zakat dan Pengentasan Kemiskinan

SEBAGAI salah satu rukun Islam, zakat merupakan ibadah yang  pelaksanaannya memiliki syarat cukup rijid. Baik bagi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat), harta yang wajib dizakati, maupun mustahik (yang berhak menerima).

Kendati kesadaran berzakat sebagai sebuah kewajiban terhadap harta yang telah ditentukan sudah mulai baik, ternyata masih banyak juga umat yang belum faham. Bahkan, tidak jarang yang dipahaminya hanya sebatas zakat fitrah. Sedangkan zakat lainnya (maal, perhiasan, perkebunan, peternakan, dll) termasuk infaq, shadaqah, wakaf dan hibah, masih banyak yang belum mafhum.

Hal ini bisa kita saksikan di lapangan, meskipun hampir semua jenis zakat itu bisa dibayarkan kapan saja, tidak terikat dengan waktu, kecuali zakat fitrah yang memang memiliki batas waktu sebelum pelaksanaan sholat Idul Fitri ditegakkan. Namun, dalam prakteknya, biasanya Ramadhan identik dengan bergeliatnya para muzakki dalam membayar zakatnya, termasuk lainnya itu. Sehingga di setiap Ramadhan menjadi semacam musim “panen”-nya Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Dengan potensi sebesar Rp. 217 triliun, sebagaimana hasil penelitian BAZNAS dan FEM (Fakultas Ekonomi dan Manajemen) IPB yang dilakukan pada tahun 2011, maka seharusnya zakat bisa memiliki multiplier effect bagi dinamika ekonomi ummat.

Angka tersebut, diasumsikan sebesar 3% dari PDB tahun 2010. Dengan pertumbuhan PDB yang terus meningkat setiap tahun, maka potensi zakatnyapun semestinya setiap tahun juga bergerak naik pula. Dan berdasar pengalaman LAZ yang terhimpun dalam Forum Zakat (FoZ), yang juga diamini oleh BAZNAS, maka sekitar 75% dari total pendapatan zakat, dihimpun saat bulan Ramadhan. Dan, yang 25% dibagi dalam 11 bulan.

Yang perlu digarisbawahi adalah, kesadaran filantropis di bulan Ramadhan, setiap tahun terus mengalami peningkatan, membersamai meningkatnya kuantitas peribadatan yang lainnya. Kendati demikian, dari potensi yang ada, itu ternyata pada tahun 2016 kemarin, yang mampu terhimpun baru sekitar 1 %, atau sebesar Rp. 2 triliun. Dan, pada tahun 2017 ini, diperkirakan mengalami peningkatan pendapatan secara agregat sebesar Rp. 3 sampai 4 triliun. Di sinilah tantangan nyata yang dihadapi oleh LAZ dan BAZNAS, yang tentu saja mesti menyiapkan perumusan yang baik.

Regulasi

Sebenarnya negara telah membuat regulasi yang mengatur tentang penghimpunan dan pengelolaan zakat ini, melalui UU No 23/2011. Di dalamnya mengamanatkan bahwa LAZ yang diperbolehkan untuk memungut atau menghimpun serta menyalurkan ZIS harus mendapatkan rekomendasi dari BAZNAS dan kemudian mendapatkan ijin dari Kementerian Agama.

Menurut keterangan dari Forum Zakat (FoZ), ada 235 anggota yang dihimpun. Namun, sampai Ramadhan tahun ini, secara resmi, selain BAZNAS, baru ada 17 LAZ sekala nasional, 7 LAZ sekala Propinsi dan 11 LAZ Kabupaten/Kota, dan masih ada beberapa LAZ yang telah mendapatkan rekomendasi dari Baznas, namun masih mengurus izin dari Kementerian Agama (www.detik.com1/06/2017). Selain UU juga diikuti dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan juga SK Baznas, yang mengatur segala hal ikhwal dari dunia perzakatan ini.

Logikanya, dengan diterapkannya UU 23/2011 dan sederet aturan yang menyertainya itu, hanya lembaga-lembaga tersebutlah yang berhak melakukan penhimpunan dana ZIS di masyarakat, namun faktanya muzakki masih banyak yang memilih untuk mendistribusikan langsung baik ke perorangan, masjid, madrasah, panti asuhan, pesantren dan lembaga keagamaan lainnya.

Kendati ada sanksi yang cukup berat bagi lembaga penerima ZIS yang belum atau tidak mendapat legalitas dari Kemenag, namun faktanya praktek model seperti ini masih saja berlangsung. Bisa jadi karena sosialisasi atas UU itu belum sampai ke mereka, atau memang ada sebagian yang merasa lebih nyaman dan afdhol jika langsung di-tasyarufkan kepada mustahik. Atau bisa juga bersebab faktor ketidakpercayaan kepada BAZ dan LAZ. Dan, jika yang terakhir ini penyebabnya, harus dijadikan bahan muhasabah bagi LAZ dan BAZNAS, sebab zakat adalah dana umat yang tentu saja dibutuhkan untuk membangun kehidupan umat.

Pemetaan Mustahik

Selain di sisi penghimpunan yang masih belum optimal, ternyata LAZ dan BAZNAS juga dihadapkan pada pendayagunaan yang harus tepat sasaran. Bahwa untuk pentasyarufan ZIS ini harus kepada 8 asnaf adalah qoth’i, sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an Surat At-Taubah : 60. Dan, hal ini sudah mutlak, tidak perlu diperdebatkan lagi.

Pertanyaannya adalah, apakah kedelapan asnaf itu harus mendapatkan porsi yang sama? Dan dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Namun, jumhur ulama tidak mewajibkan masing-masing asnaf itu mendapatkan1/8 bagian atau 12,5% dari zakat yang diperoleh secara sama. Syaikh Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa Zakat itu harus ditasyarufkan terutama ke-ahlul balad (penduduk setempat) dimana zakat itu dihimpun, dan semua asnaf dibagi secara adil. Adil ini artinya tidak harus sama. Artinya ada skala prioritas pembagian di situ. Dan yang tidak bisa ditinggalkan adalah fuqara dan masakin. (Qaradhawi : 2001)

Artinya, dalam pendayagunaan zakat ini, ternyata juga terkait dengan permasalahan majamenen yang berbasis pada 8 asnaf itu. Olehnya, perlu pengelolaan yang profesional. Diperlukan pemetaan data mustahik. Agar terjadi pemerataan mustahik, yang mendapat pendayagunaan. Dan tidak tumpang tindih.

Misalnya, ada satu mustahik yang menerima dari beberapa LAZ dan ada mustahik yang seharusnya berhak menerima, tetapi tidak mendapat dari LAZ manapun juga. Pemetaan ini, juga akan memberikan gambaran, masing-masing LAZ itu disalah satu tempat untuk fokus “menggarap” di asnaf apa dan didaerah mana. Selain itu, semua LAZ dan BAZNAS, juga harus memiliki database mustahik-nya.

Akan lebih baik lagi, jika mendorong adanya open database. Sehingga bisa tukar-menukar data antar LAZ, dan tumpang tindih itu tidak terjadi. Dengan demikian maka, satu daerah, bisa digarap oleh berbagai LAZ, dengan spesifikasi masing-masing ke tiap-tiap asnaf. Dan setiap daerah akan berbeda skala prioritasnya, sesuai kondisi yang ada di daerahnya tersebut, sebagaimana pendapat Syaikh Qaradhawi tersebut.

Sinergitas sebagai kunci

Salah satu dari tujuan zakat adalah mengentaskan mustahik dari kondisi yang dialaminya. Artinya zakat, selain bersifat karitatif dan stimulus awal, seharusnya juga dibarengi dengan konsep pemberdayaan yang mengubah dari mustahik menjadi muzakki.

Semangat ini harus menjiwai dari pendayagunaan dana zakat tersebut. Olehnya, dengan pemetaan yang ada, maka akan tergambar secara geografis dan demografis, dari keberadaan mustahik itu. Di sini diperlukan kreatifitas dari LAZ untuk melakukannya.

Banyak contoh, yang telah dilakukan oleh beberapa LAZ, terkait dengan bagaimana kemandirian mustahik ini di garap. Kendati proyek dan program, dengan berbagai varians-nya sudah banyak diluncurkan. Namun, output dan outcome-nya masih belum memberikan dampak yang signifikan bagi pengentasan kemiskinan di negeri ini. Karena masing-masing LAZ masih berjalan sendiri-sendiri, dengan programnya masing-masing.

Dengan basis pemetaan dan database itu, akan lebih memudahkan bagi LAZ dan juga BAZNAS untuk melakukan proyek dan program ekonomi yang tepat sasaran kepada mustahik. Karena, dari sini akan diperoleh data secara valid potensi dari mustahik.

Di samping itu diperlukan pola sinergi program pemberdayaan dan kemandirian ekonomi antar LAZ. Dengan pola sinergi antar LAZ, Insya Allah akan meminimalisasi dari kegagalan. Sinergitas ini, sekaligus juga dapat dijadikan dasar dalam menentukan proyek di masing-masing daerah, disesuaikan dengan potensi daerah dan kapasitas mustahik. Demikian juga disesuaikna dengan kontribusi dari masing-masing LAZ. Olehnya, LAZ tidak bisa lagi ego dengan “jualan”programnya masing-masing. Program antar LAZ bisa saling melengkapi dan saling dukung.

Sehingga, dalam konteks pendayagunaan ZIS, maka kemandirian ekonomi harus menjadi salah satu fokus. Tahapan dan perencanaan teknis programnya, bisa disusun bersama. Namun dengan melihat fakta dan pengalaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa sinergitas antar LAZ menjadi sebuah kunci. Kita sadar bahwa pengentasan kemiskinan ini sesungguhnya adalah tanggung jawab negara, namun LAZ juga memiliki tugas yang melekat dalam pedayagunaan dana zakat ini. Sehingga, mengantarkan mustahik menjadi muzakki menjadi terwujud. Wallahu A’lam bish Shawab.*

Oleh: Asih Subagyo,

Ketua Badan Pengawas LAZ Nasional Baitul Maal Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Puasa Baik untuk Ginjal Lho…

Pada 1986, Dr Fahim Abdurrahim dan beberapa ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Universitas Al-Azhar melakukan sebuah riset mengenai pengaruh puasa Ramadhan bagi kinerja ginjal pada orang-orang normal dan para pasien penderita sejumlah penyakit sistem buang air maupun panyakit kencing batu (renal calculi).

Riset ini dilakukan pada 10 orang yang menderita penyakit sistem urinari dan lima belas pengidap remi calculi, di samping lima belas orang sehat sebagai bahan komparasi. Selama fase puasa dan tidak puasa, sampel urine mereka diambil dan dianalisis untuk mengetahui kadar kalsium, sodium, potasium, urea, sel darah, dan zat asam urin.

Pengaruh puasa pada unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

Terjadi penurunan signifikan pada volume kencing dengan peningkatan kepadatan kualitatifnya pada masing-masing kelompok responden. Selain itu terjadi beberapa perubahan yang sangat kecil (insignifikan) pada keseluruhan komponen serum: kalsium, sodium, potasium, zat asam urin, sel darah, dan urea.

Peningkatan insignifikan pada kalsium dalam air kencing juga dialami oleh semua responden. Ditambah lagi dengan peningkatan yang tak berarti pada zat asam urin dan urea pada seluruh kelompok.

Perubahan yang sama pada sodium dan potasium dialami oleh sampel pembanding (orang-orang yang sehat), juga sel darah urine kelompok sampel yang sakit. Sebaliknya, kenaikan yang cukup tinggi terjadi pada kandungan sodium dan potasium di kalangan kelompok sampel yang sakit.

Dari data tersebut para peneliti pun berkesimpulan, bahwa puasa tidak membawa dampak negatif bagi semua penderita urinal yang menjadi sampel riset ini. Baik yang sakit karena faktor pembentukan batu ginjal atau karena gangguan sistem urinari (saluran kencing).

Pada tahun 1988, Qadir dan kawan-kawan melakukan penelitian serupa terhadap para penderita penyakit ginjal akut namun tetap menjalankan puasa selama bulan Ramadhan. Mereka menyatakan, bahwa tidak ada perubahan yang berarti pada volume urea, sel darah, sodium, bikarbonat, fosfor, dan kalsium.

Tetapi, ada peningkatan signifikan pada volume potasium dalam darah dan mereka menisbatkan penyebab kenaikan tersebut pada konsumsi minuman yang kaya potasium setelah berbuka.

Hal senada ditegaskan oleh Scott. Menurutnya, tidak ada perubahan berarti pada urea dan sel darah selama puasa.

Sumber : Terapi Puasa, Oleh Dr. Abdul Jawwad Ash-Shawi

Topik Ramadan: Banyak Jalan Menuju Hijrah

Arisakti Prihatwono, atau biasa dipanggil Nico, kadang masih tak percaya gerakan kecil yang ia buat bersama dua kawannya, Hadi Salim dan Iman Rivani, kini berdampak besar. Semua berawal dari kekhawatiran ketiganya melihat kondisi masjid atau musala yang kerap sepi pada waktu Subuh. Paling banyak, menurut Nico, masjid diisi bapak-bapak bahkan orang sepuh. “Mas Didot ini yang mengawali. Dia ajak kami buat memanggil orang untuk rutin melaksanakan salat subuh di masjid,” tutur Nico kala dijumpai di kawasan Cawang, Rabu, 7 Juni 2017 lalu.

Kegiatan yang digagas mereka bertiga adalah menantang para netizen untuk melakukan salat subuh berjemaah di masjid selama 40 hari berturut-turut lewat akun Twitter @PejuangSubuh. Didot–panggilan akrab Hadi Salim, menurut Nico, seorang mualaf. Meski sudah cukup lama memeluk Islam, Didot masih suka menikmati dunia gemerlap. Klub malam sering ia kunjungi. “Mas Didot dan Iman ini dulunya anak dugem,” Nico mengungkapkan. Belakangan keduanya lebih banyak beribadah.

Tiga orang ini ingin menularkan pengetahuan mengenai banyaknya manfaat yang bisa dipetik dari salat subuh berjemaah. Sayangnya, kata dia, masih banyak orang yang sulit melaksanakannya dengan berbagai alasan.

Orang-orang yang terpanggil ajakan @pejuangsubuh ini, Nico menjelaskan, bukan orang-orang yang paham ilmu agama. Kebanyakan mereka adalah orang yang ingin memperbaiki diri, bukan berasal dari kalangan santri yang ditempa ilmu agama. Ada mantan pengguna narkoba, ada yang pernah salah pergaulan dan nyaris berpindah agama, serta banyak kisah lainnya.

Program 40 hari salat subuh tanpa putus sekilas mudah, tapi sulit untuk diterapkan. Ada saja kendala yang bisa dihadapi setiap orang. “Perjuangan untuk konsisten penuh 40 hari itu susah, loh,” kata Nico. Dibentuk pada Agustus 2012, kini jumlah pengikut akun Twitter Pejuang Subuh sudah mencapai 208 ribu akun. Di daerah-daerah, gerakan ini lantas berbuah jadi gerakan nyata untuk saling mengingatkan di jalan kebaikan.

Gerakan tersebut punya misi bertahap. Pertama, mereka ingin bisa membangunkan orang yang belum salat subuh sebanyak mungkin. Lalu tahap berikutnya adalah menjaga mereka agar selama 40 hari tak terputus melaksanakan salat subuh. “Setelah salat tak terputus, kami menjaga dalam satu wadah agar perlahan bisa masuk ke dunia dakwah sesungguhnya.”

Jalan berhijrah tak hanya terbuka lewat merutinkan ibadah berjemaah. Cerita lain dialami Febrianti Almeera. Melalui blog pribadinya, alumnus Universitas Pendidikan Indonesia ini sempat menjalani berbagai profesi di dunia hiburan sejak usia belasan tahun. Ia pernah menjadi penyanyi kafe, penari, penyiar radio, dan tenaga pemasaran perusahaan pakaian indie. Dunianya dekat dengan kehidupan hura-hura. Memasuki tahun 2010, ia mulai berubah. Orang mengenalnya sebagai pencetus “muslimah hijrah”.

Menurut dia, “muslimah hijrah” adalah sebutan bagi para perempuan yang tidak terlahir langsung taat menjalani kegiatan agama, tapi menempuh jalan kehidupan yang berliku dan penuh pencarian, sampai menemukan satu titik balik untuk berubah memperbaiki diri. Setelah berhijrah, perempuan yang akrab dipanggil Pepew ini pun mendirikan komunitas Great Muslimah. Komunitas tersebut dibangun sebagai wadah pengembangan diri bagi para muslimah hijrah dengan mengusung tagline Syar’i Berprestasi Menginspirasi. Great Muslimah pun memanfaatkan berbagai media sosial, seperti Fans Page Facebook, Twitter, grup WhatsApp, dan Instagram untuk meluaskan informasi.

Menurut Anita Triani, President Committee Great Muslimah, komunitas tersebut bertujuan untuk menjadi sosok yang berusaha berpikir dan bertindak sesuai syariat. Menjadi perempuan berprestasi yang bisa mengoptimalkan potensi sesuai perintah agama serta menginspirasi dan bisa bermanfaat di banyak lini. “Ini wadah muslimah hijrah yang ingin mendapatkan lingkungan yang lebih positif untuk saling mengingatkan dan menguatkan dalam ketaatan,” ujar Anita.

Berada di dunia keartisan kerap membuat Meyda Sefira mendapat pertanyaan mengenai cara terjun ke dunia hiburan. Ia pun menuliskan memoar kehidupannya dalam sebuah buku berjudul Hujan Safir untuk menjawab pertanyaan tersebut. Berlanjut dari buku itu, Meyda menggagas sebuah komunitas untuk mengakomodasi kebutuhan para perempuan yang ingin mengaktualisasikan diri mereka.

Dibentuk pada 2014, komunitas ini melakukan banyak kegiatan. Beberapa di antaranya mengadakan kajian ilmu membahas berbagai hal, dari pembahasan agama sampai sejarah, serta menggelar diskusi, seminar, dan kegiatan lainnya. Anggota komunitas ini terdiri atas berbagai latar belakang dan profesi.

Tujuan komunitas ini adalah menjadi wadah para perempuan agar bisa berkembang, menjadi perempuan independen, memiliki kehidupan yang bahagia, serta bermanfaat bagi umat. “Saya pun ingin kami bisa mencerminkan akhlak muslim yang baik. Sebab, Rasul diutus untuk memperbaiki akhlak,” tutur Meyda. ***

 

AISHA SHAIDRA/TEMPO

7 Nikmat Berpuasa yang Langsung Terasa

Ibadah puasa Ramadan selama sebulan penuh sudah dijalani oleh umat Islam sejak zaman Nabi Muhammad. Puasa juga dijalani oleh umat manusia sebelum datangnya Islam pada 14 abad silam. Tentu saja dengan tata cara puasa yang berbeda-beda.

Puasa Ramadan yang merupakan ritual tahunan ini selalu disambut khusyuk oleh umat Islam dengan berbagai ibadah tambahan, seperti salat tarawih dan membaca Al-Quran, tanpa mengurangi aktivitas sehari-hari lainnya.

Sekalipun membuat orang menahan haus dan lapar, puasa ternyata memberikan kesehatan bagi tubuh. Intinya, puasa tidak membuat orang lemah dan sakit-sakitan, tapi sebaliknya menjadikan lebih sehat bagi siapa saja yang menjalankannya.

Dokter asal Amerika, Josh Axe, mengatakan setidaknya ada tujuh manfaat puasa. Berikut ini perinciannya.

1.Menurunkan Berat Badan

Puasa sangat baik untuk menurunkan berat badan. Dalam sebuah penelitian, pasien non-obesitas kehilangan rata-rata 4 persen dari total lemak saat mereka berpuasa secara bergantian selama 22 hari. Bukan hanya itu, tingkat insulin orang berpuasa juga menurun.

2.Mendorong Sekresi Hormon

Puasa mendorong sekresi hormon pertumbuhan manusia yang penting untuk membakar lemak. Puasa sebenarnya bisa mengubah tubuh manusia menjadi mesin pembakaran lemak yang efektif.

3.Menghilangkan Kelebihan Lemak

Puasa telah terbukti memiliki efek bagus terhadap massa tubuh serta menjadi penanda kesehatan lainnya bagi atlet profesional. Penyebabnya, puasa bisa secara efektif menghilangkan kelebihan lemak sekaligus mengoptimalkan pertumbuhan otot.

4.Menormalkan Insulin

Puasa sangat bagus untuk menormalkan sensitivitas insulin.

5.Menormalkan Kadar Ghrelin

Puasa dapat menormalkan kadar ghrelin atau hormon kelaparan yang bertanggung jawab untuk memberi tahu tubuh saat lapar. Saat berpuasa, kadar ghrelin di tubuh akan kembali normal.

6.Menurunkan Kadar Kolesterol Jahat

Puasa menurunkan kadar trigliserida. Puasa mampu menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh, yang berarti juga menurunkan pembentukan trigliserida.

7.Memperlambat Proses Penuaan

Puasa memperlambat proses penuaan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, puasa dapat menyebabkan tubuh menghasilkan lebih banyak hormon pertumbuhan manusia. Hormon itu sebenarnya berhubungan erat dengan proses penuaan.

 

TEMPO

Ramadhan Bulan Kepedulian Sosial

Mengapa Islam mengajarkan kewajiban membayar zakat fitrah sebelum mengakhiri puasa sebulan penuh? Salah satu makna yang terkandung adalah puasa kita ‘tidak akan diterima’ oleh Allah SWT tanpa kita melunaskan salah satu kewajiban untuk berbagi kepada sesama, tanpa kemauan untuk menyisihkan apa yang kita miliki untuk kita bagikan kepada sesama.

Puasa Ramadhan sangat erat hubungannya dengan kepedulian sosial. Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya meningkatkan amalan shalat malamnya pada bulan suci ini sekaligus memberi teladan untuk berbagi.

Secara esensial berpuasa Ramadhan adalah mengendalikan diri dan meningkatkan tradisi  berbagi  dan  terbinanya  kepedulian sosial. Dalam ajaran Islam dikenal bahwa salah satu nama yang lekat dengan bulan Ramadhan adalah syahrul Jud, yaitu bulan memberi, selain dikenal sebagai syahrul Muwassah, yaitu bulan bermurah tangan dan bulan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pada bulan Ramadhan ini, Allah SWT memberi kesempatan kepada kaum Muslimin untuk meningkatkan solidaritas sosial, memberikan bantuan kepada mereka yang lebih membutuhkan secara sukarela, yang dilandasi oleh ketakwaan dan diwujudkan dengan nilai  kemanusiaan tanpa pamrih. Ramadhan bisa menciptakan kultur gotong royong dan keceriaan dalam berbagi. Ramadhan adalah tarbiyah untuk bersedekah, sekolah yang efektif untuk menyapa mereka yang kurang beruntung.

Semangat Ramadhan bisa meningkatkan virus positif filantropisme, yaitu semangat atau kesadaran mendekati Sang Pencipta dengan jalan memberi, mencintai orang papa, dan membantu sesama. Ajaran berpuasa dapat berhubungan kuat dengan pesan moral untuk berbahagia dalam membantu sesama atau happy to help others. Ramadhan adalah kawah candradimuka untuk meningkatkan rasa yang berkaitan dengan kata giving, loving, and caring; memberi, mencintai, dan peduli.

Jadi, menurut hemat saya, makna puasa Ramadhan lebih jelas impact-nya kalau kita merasa ada semacam kebahagiaan tersendiri ketika dapat membantu. Sebagaimana ajaran Islam dan agama-agama sebelumnya, hakikat membantu orang lain itu sesungguhnya membantu diri sendiri untuk bahagia. Banyak testimoni yang datang dari kalangan orang kaya papan atas, yang mengatakan hidupnya seakan benar-benar merasa bahagia setelah mereka bisa membantu sesama.

Bagi saya, bulan Ramadhan sangat erat dengan visi dan misi serta amanat kami dalam memimpin Kementerian Sosial. Kami diamanati oleh pemerintah untuk menjadikan semua bulan laksana bulan Ramadhan. Sebagaimana Undang-Undang 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial mengamanatkan kami untuk menangani berbagai masalah sosial masyarakat yang makin dinamis dan variatif, bahkan masalah-masalah tersebut secara kualitatif dan kuantitatif cenderung mendalam dan meluas spektrumnya di seluruh Indonesia.

Kami mencatat di setiap bulan Ramadhan, kesukacitaan masyarakat untuk membantu dan memperhatikan mereka yang membutuhkan pertolongan serasa meningkat di berbagai kalangan. Orang-orang kaya menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka yang membutuhkan. Tampak jelas nyata bahwa Ramadhan ikut meningkatkan kepedulian sosial.

Semoga melalui bulan Ramadhan, kita bisa meningkatkan gerakan peduli sesama demi kemanusiaan; membantu mereka yang mempunyai keterbatasan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan asasinya, seperti halnya apabila terdapat bencana atau kerawanan. Hanya dengan itulah manisnya bulan suci Ramadhan terasa jelas di bumi ini.

 

 

Oleh: Kofifah Indar Parawangsa

REPUBLIKA

Mau Tetap Traveling di Bulan Puasa, Ini Tipsnya

Tak sedikit traveler yang melakukan perjalanan saat bulan Ramadan. Memang dalam ajaran Islam ada keringanan untuk tidak berpuasa saat traveling atau musafir. Namun nyatanya, banyak juga traveler yang tetap memilih untuk berpuasa. Sah-sah saja, asal kamu tahu aktivitas dan kondisi perjalanan yang akan dilalui.

Bagi kamu yang tetap ingin traveling sambil berpuasa, tentu ada kiat-kiat yang harus diperhatikan agar acara jalan-jalan dan puasa lancar.

Inilah 6 tips agar traveling tetap asyik meski sedang berpuasa:

1. Istirahat yang cukup

Istirahatlah yang cukup minimal sehari sebelum memulai traveling. Ini berguna untuk mengumpukan tenaga agar jalan-jalan esok hari lebih bersemangat.

2. Banyak minum air putih dan vitamin saat sahur

Ketika berencana akan traveling ketika puasa, jangan lupa untuk mengonsumsi banyak air putih ketika sahur. Ini berguna untuk menghindari dehidrasi. Selain itu, jangan lupa juga untuk mengonsumsi vitamin agar stamina tubuh terus terjaga.

3. Jangan terlalu banyak memilih destinasi

Meski puasa tidak menghentikan traveling, ini bukan berarti aktivitas yang dilakukan sama persis ketika tidak puasa. Anda tetap harus membatasi. Salah satunya dengan mengurangi jumlah destinasi yang dikunjungi.

Kalau ketika tidak puasa, Anda mendatangi 4 tempat dalam sehari, ketika puasa batasi hanya sampai 2 tempat saja. Tujuannya agar tidak banyak tenaga yang dikeluarkan dan puasa tetap terjaga.

4. Jangan lakukan kegiatan ekstrem

Jangan melakukan kegiatan yang butuh kekuatan fisik seperti naik gunung dan trekking. Ini hanya akan membuat kamu cepat lelah dan bisa jadi kekurangan cairan.

5. Sesuaikan destinasi dan waktu kegiatan

Agar tidak dehidrasi, kamu bisa menyesuaikan destinasi traveling saat Ramadan. Destinasi indoor seperti museum, galeri atau mal bisa menjadi pilihan karena tidak terpapar matahari. Mulai jalan-jalan sore hari sambil ngabuburit juga menjadi pilihan rasional karena terik matahari sudah mulai berkurang.

6. Pilih menu buka puasa yang sehat

Melakukan perjalanan di tengah bulan Ramadan, pasti kamu ‘kepincut’ banyak makanan khas lokal untuk menu berbuka puasa. Namun ada baiknya kamu memilih menu buka puasa yang menyehatkan.

Jangan lupa pilih tempat makan atau restoran yang kiranya bersih. Tentu kamu tidak ingin mengalami diare atau masalah pencernaan selama traveling di bulan puasa bukan?

Semoga saja tips di atas bisa berguna untuk kamu para traveler. Selamat menjalankan ibadah puasa! (rdy/fay)

 

DETIK TRAVEL

Puasa ke-13, Sucikan Hati dan Diri di Bulan Suci dengan Membaca Doa Ini

SEMUA amalan kebaikan menjadi pahala di bulan Ramadan. Di bulan suci ini adalah saat terbaik untuk mensucikan diri, hati, dan pikiran.

Hilangkan dengki, amarah, dendam, sirik, dan prasangka buruk kepada orang lain agar puasa menjadi istimewa. Dengan usaha manusia, akan sulit untuk menghilangkan noda di hati, tapi dengan meminta kepada Allah SWT, semua akan menjadi mudah.

Untuk itu, bacalah doa berikut ini di hari puasa ke-13.

Allâhumma thahhirnî fîhi minad danasi wal aqdzâr, wa shabbirnî fîhi ‘alâ kâinâtil iqdâr, wa waffiqnî fîhit tuqâ wa shuhbatal abrâr, bi’awnika yâ Qurrata ‘aynil masâkîn.

Artinya :

Ya Allah, sucikan daku di dalamnya dari noda dan kotoran, anugerahkan padaku di dalamnya kesabaran pada ketentuan takdir-Mu, bimbinglah daku di dalamnya pada ketakwaan dan berteman dengan orang-orang yang baik, dengan pertolongan-Mu wahai Penyejuk hati orang-orang yang miskin.

(vin)

 

 

OKEZONE

Hubungan Intim Saat Puasa Halal yang Terlarang

HUBUNGAN intim yang telah legal asalnya halal bahkan bisa bernilai pahala. Namun ketika puasa, bersetubuh atau bersenggama (hubungan intim suami istri) menjadi terlarang bahkan menjadikan puasa seorang muslim batal.

Karena kehormatan bulan Ramadan, pelanggaran tadi dihukumi dengan hukuman yang berat dalam kafarat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,”

“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111).

Laki-laki mengatakan bahwa dirinya itu binasa, yaitu karena telah menyetubuhi istrinya di siang hari Ramadan.

Beberapa faedah dari hadis di atas:

1. Wajib bagi yang berhubungan intim di siang bulan Ramadan untuk membayar kafaroh seperti yang disebutkan dalam hadis: (1) membebaskan satu orang budak, (2) jika tidak diperoleh, berpuasa dua bulan berturut-turut, (3) jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin.

2. Pembatal puasa lainnya tidak ada kewajiban kafaroh seperti di atas seperti misalnya ada yang melakukan onani di siang hari Ramadan.

3. Yang terkena hukuman adalah bagi yang melakukan hubungan intim di siang hari Ramadan, bukan di bulan lainnya. Bentuk kafaroh ini untuk menebus kesalahan di bulan Ramadan sebab mulianya bulan tersebut. Kafaroh ini hanya berlaku bagi puasa di bulan Ramadan, namun tidak berlaku pada puasa qodho dan puasa sunah lainnya. Pendapat ini dianut oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadi -semoga Allah merahmati beliau-.

4. Bersetubuh di siang hari mendapat dosa besar karena dalam hadis disebut sebagai suatu kebinasaan.

5. Kasus yang terjadi dalam hadis amatlah menakjubkan karena ia mengadu kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam keadan takut, namun ia balik pulang dalam keadaan senang karena membawa kurma.

6. Tertawa dalam keadaan yang pas, itu terpuji dan menunjukkan baiknya akal serta menandakan akhlak yang lemah lembut. Sebaliknya tertawa dalam keadaan yang tidak pada tempatnya, malah menunjukkan kurangnya akal.

7. Jika seseorang tidak mampu menunaikan kafaroh lantas orang lain yang menunaikannya, maka itu dianggap sah. Dan kafarohnya bisa diberikan kepada yang tadi punya kewajiban kafaroh. Namun hadis ini bukan menjadi dalil bahwa orang yang tidak mampu menjadi gugur kewajibannya. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang membayarkan kafarohnya. Kafaroh itu seperti halnya utang, bisa gugur jika pemberi utang menggugurkannya.

8. Jika seseorang berbuat dosa, maka hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah, termasuk pula dalam menunaikan kafaroh.

9. Sekadar memberi makan walau tidak dibatasi kadarnya dibolehkan. Kalau sudah mengenyangkan 60 orang seperti kasus di atas, maka sudah cukup. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.[Muhammad Abduh Tuasikal, MSc/Rumaysho]

Referensi: Syarh Umdatul Ahkam, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadi, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, tahun 1431 H, hal. 341-342

 

– See more at: http://ramadhan.inilah.com/read/detail/2383145/hubungan-intim-saat-puasa-halal-yang-terlarang#sthash.AboO9FqB.dpuf

Ramadhan dalam Hidup, Hari Raya dalam Kematian

SAYA senang sekali dengan kegiatan keagamaan pada bulan suci Ramadhan ini. Tak ada masjid yang sepi dari kegiatan, tak ada mushalla yang senyap dari peribadatan. Setiap orang bersemangat mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhannya. Luar biasa efek Ramadhan ini.

Tetangga yang tak pernah kelihatan di mesjid saat di luar Ramadhan kini mendadak menjadi aktifis masjid. Remaja yang sebelum Ramadhan sibuk dengan acara kepemudaan mendadak sibuk dengan acara kerohanian. Ibu-ibu yang kesehariannya sibuk dengan belanja dan memasak untuk keluarga mendadak sibuk menyiapkan buka puasa di masjid dan mushalla. Hebat sekali efek Ramadhan.

Teringatlah saya pada satu ucapan: “Kalau engkau hidup seakan selalu dalam bulan Ramadhan, maka engkau akan mendapati akhiratmu sebagai hari raya”. Bahasa lebih ringannya, jadikan keseluruhan hidupmu bagai selalu dalam bulan Ramadhan, maka kematianmu adalah akhir puasamu dengan memasuki hari rayamu.

Yang berhak berhari raya adalah yang berpuasa. Menariknya di Indonesia, semua orang ikut berhari raya, termasuk yang tak puasa. Bahkan termasuk yang tidak beragama Islam. Itulah tolerannya keberagamaan di Indonesia.

Ingin kematian kita bagai akhir puasa kita dan menjadi hari raya kita? Marilah terus berpuasa dari apa yang dilarang Allah, pastilah pasca kematian kelak diperbolehkan buka puasa sebebas-bebasnya. Salam, AIM. [*]

 

– See more at: http://ramadhan.inilah.com/read/detail/2382971/ramadhan-dalam-hidup-hari-raya-dalam-kematian#sthash.ONuRzKJo.dpuf