Doa Memohon Ilmu, Rezeki, dan Amal yang Diterima

Apa rahasia yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setiap pagi yang menjadi kunci keberkahan dan keberhasilan hidup? Sebuah doa yang penuh makna dan kekuatan, yang diajarkan langsung oleh beliau kepada kita untuk memulai hari dengan permohonan kepada Allah Ta’ala agar diberikan ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima. Doa yang mungkin belum banyak kita ketahui, tetapi memiliki kekuatan dahsyat dalam membentuk kehidupan sehari-hari kita menjadi lebih bermakna dan lebih berkah.

اللَّهُمَّ إنِّي أسألُكَ عِلمًا نافعًا، ورِزقًا طيِّبًا، وعَملًا مُتقَبَّلًا

“ALLAHUMMA INNI AS’ALUKA ‘ILMAN NAFI’AN WA RIZQAN THAYYIBAN WA ‘AMALAN MUTAQABBALAN.” (Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima.”) [1]

Penjelasan makna doa

Doa ini mencakup tiga permohonan utama yang sangat penting bagi kehidupan seorang muslim, baik di dunia maupun di akhirat:

Pertama: Ilmu yang bermanfaat (عِلمًا نافعًا)

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang memberikan manfaat tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain. Ilmu yang membawa kebaikan dunia dan akhirat, meningkatkan ketakwaan, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan pentingnya ilmu yang bermanfaat dalam banyak kesempatan, salah satunya dalam doa ini. Ilmu yang bermanfaat juga mencakup pengetahuan agama yang diamalkan, seperti pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Ketahuilah bahwa ilmu yang bermanfaat juga akan terus memberikan pahala meskipun pemiliknya telah tiada, karena manfaatnya yang terus dirasakan oleh orang lain. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

Allah Ta’ala juga berfirman,

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadalah: 11)

Maka, betapa pentingnya usaha dalam mencari ilmu karena Allah akan memberikan kemudahan bagi mereka yang berusaha menuntut ilmu. Sebagaimana sabda  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim no. 2699)

Kedua: Rezeki yang baik (رِزقًا طيِّبًا)

Rezeki yang baik adalah rezeki yang halal, bersih, dan penuh berkah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya untuk mencari rezeki dari sumber yang halal dan baik. Rezeki yang baik tidak hanya mencakup kekayaan materi, tetapi juga mencakup kesehatan, kebahagiaan, dan ketenangan hati.

Untuk memahami lebih dalam mengenai konsep rezeki yang baik, mari kita renungi beberapa dalil yang menjelaskan betapa pentingnya memperoleh rezeki dari sumber yang halal dan bersih.

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُوا۟ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعْمَلُوا۟ صَٰلِحًا ۖ إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51)

Lebih lanjut, dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِيْنَ

Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Mahabaik (thayyib), tidak menerima, kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul.” (HR. Muslim no. 1015)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menekankan pentingnya mencari rezeki yang halal melalui usaha sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud ‘alaihis salam dahulu bekerja pula dengan hasil kerja keras tangannya.” (HR. Bukhari no. 2072)

Ketiga: Amal yang diterima (عَملًا مُتقَبَّلًا)

Amal yang diterima adalah amal ibadah yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah Ta’ala dan sesuai dengan tuntunan syariat. Amal yang diterima adalah amal yang memiliki niat yang benar dan dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa amal yang diterima harus memenuhi dua syarat, yaitu: ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syariat.

Niat adalah faktor kunci dalam menentukan apakah suatu amal diterima oleh Allah atau tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)

Selain niat, ikhlas dalam beramal ditunjukkan dengan tekad dan azam yang kuat bahwa semua amalan kita dilakukan semata-mata untuk mencari rida Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah,

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS: Al-Bayyinah: 11)

Setelah memaksimalkan niat dan keikhlasan, hal yang tidak kalah pentingnya juga adalah ittiba’, yaitu mengikuti petunjuk dan tata cara ibadah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena amal yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah tidak akan diterima. Sebagaimana sabdanya,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Doa sebagai kunci kehidupan

Doa ini merupakan kunci kehidupan yang penuh makna bagi setiap muslim. Dengan memohon ilmu yang bermanfaat, kita tidak hanya mengejar pengetahuan duniawi, tetapi juga hikmah ilahi yang mendekatkan kita kepada-Nya. Ilmu yang bermanfaat adalah pencerah hati yang mengarahkan kita pada jalan yang benar, membimbing langkah kita dalam kegelapan, dan menuntun kita menuju surga. Betapa besar pahala yang menanti bagi mereka yang mengamalkan ilmu ini, seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas bahwa ilmu yang bermanfaat akan terus mengalirkan pahala, meskipun pemiliknya telah tiada.

Lebih dari itu, rezeki yang baik adalah rezeki yang tidak hanya mengisi perut, tetapi juga menenangkan hati. Rezeki yang halal dan thayyib membawa keberkahan dalam setiap detik kehidupan kita, memberikan kesehatan, kebahagiaan, dan ketenangan jiwa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mencontohkan betapa pentingnya mencari rezeki dari sumber yang halal dan bersih, menjadikan setiap butir makanan yang kita konsumsi sebagai jalan menuju rida Allah. Mudah-mudahan dengan rezeki yang baik, kita dimudahkan untuk melakukan amalan-amalan saleh yang diterima oleh-Nya, memenuhi perintah-Nya dalam setiap langkah kehidupan kita.

Terakhir, amal yang diterima adalah amal yang dipersembahkan dengan niat tulus dan ikhlas karena Allah semata. Hanya dengan niat yang benar dan mengikuti syariat, amal kita akan diterima dan diberkahi. Setiap amal yang kita lakukan, sekecil apa pun, jika dilandasi dengan keikhlasan dan kesesuaian dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, akan menjadi investasi abadi di akhirat. Marilah kita mengamalkan doa ini dalam setiap harapan kita, dan biarkan maknanya yang dalam meresap ke dalam hati kita, memberikan kekuatan dan keberkahan dalam setiap aspek kehidupan kita. Amin. Wallahu a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/96500-doa-memohon-ilmu-rezeki-dan-amal-yang-diterima.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Doa Rezeki Lancar dan Barokah

Dalam kitab Abwabul Faraj, Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki menyebutkan bahwa di antara doa yang sangat dianjurkan untuk kita baca doa rezeki lancar dan barokah.

Adapun doa tersebut adalah sebagai berikut;

اَللهُمَّ اِنِّىْ اَسْأَلُكَ اَنْ تَرْزُقَنِىْ رِزْقًا حَلاَلاً وَاسِعًا طَيِّبًا مِنْ غَيْرِ تَعَبٍ وَلاَمَشَقَّةٍ وَلاَضَيْرٍ وَلاَنَصَبٍ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ

Allohumma inni as-aluka an tarzuqoni rizqon halalan wasi’an thoyyiban min ghoiri ta’abin wala masyaqqotin wala dhoirin wala nashobin innaka ‘ala kulli syai-in qodir.

“Ya Allah, aku minta pada Engkau agar melimpahiku rizki yang halal, luas, dan baik tanpa kesusahan, tanpa kemelaratan dan tanpa kepayahan. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu.”

Setiap orang ingin memiliki rezeki lancar dan barokah. Rezeki lancar berarti rezeki yang datang dengan mudah dan tidak tersendat-sendat. Sementara itu, rezeki barokah berarti rezeki yang membawa manfaat dan keberkahan bagi kehidupan.

Rezeki lancar dan barokah merupakan impian semua orang, baik orang kaya maupun orang miskin. Orang kaya ingin rezekinya semakin lancar dan barokah agar bisa membantu orang lain. Sementara itu, orang miskin ingin rezekinya lancar dan barokah agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ada banyak cara untuk mendapatkan rezeki lancar dan barokah. Salah satu cara yang paling utama adalah dengan selalu bersyukur kepada Allah SWT atas semua rezeki yang telah diberikan. Selain itu, kita juga harus berusaha dan bekerja keras untuk mendapatkan rezeki.

Kita juga harus senantiasa berbuat baik kepada sesama, karena kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Kita juga harus menjauhi perbuatan dosa, karena dosa akan menghalangi datangnya rezeki.

Dengan berusaha dan berdoa, Insya Allah kita akan mendapatkan rezeki lancar dan barokah. Rezeki yang lancar dan barokah akan membuat hidup kita menjadi lebih bahagia dan bermanfaat.

Demikain penjelasan terkait doa rezeki lancar dan barokah. Rezeki yang lancar dan barokah adalah impian semua orang. Hal ini karena rezeki yang lancar dapat memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan rezeki yang barokah dapat membawa berbagai kebaikan, seperti kesehatan, kebahagiaan, dan kesuksesan. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Jangan Khawatir! Rezeki Sudah Diatur oleh Allah

Sejatinya rezeki itu sudah ada yang mengaturnya? Lantas siapa yang mengaturnya? Jawabannya adalah rezeki sudah diatur oleh Allah Swt. Kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana Allah SWT mengatur rezeki? 

Anda sudah duduk di meja makan, dengan hidangan tertata di atas meja. Lalu apakah itu rezeki Anda? Belum. Anda harus berikhtiar, memasukkannya ke piring, lalu menyuapnya ke mulut Anda, kunyah, lalu telan. Barulah hidangan tadi menjadi rezeki Anda.

Artinya, Allah Swt. memberi rezeki kepada yang mengikhtiarkannya. Berikhtiar mencari rezeki (karunia) Allah Swt. Itu adalah perintah-Nya. Orang yang mengharap rezeki tanpa berikhtiar, itu menyalahi perintah Allah Swt.

Jadi apa konteksnya ungkapan bahwa rezeki itu diatur oleh Allah Swt.? Konteksnya, jangan mencari rezeki dengan cara-cara yang dilarang oleh Allah Swt. Misalnya dengan mencuri, menipu, atau menzalimi orang. Konteks kedua, jangan mencari rezeki sampai lupa pada Allah Swt. Jangan jadikan harta sebagai tujuan hidup.

Namun demikian, tak jarang ungkapan di atas sering disalahgunakan oleh orang yang enggan bekerja. Orang yang enggan berusaha untuk memperbaiki hidup. Ia berprinsip, rezeki ada yang mengatur. Jadi, kalau ia miskin, artinya yang mengatur rezeki dianggap tidak memberinya rezeki. Itulah pandangan yang keliru.

Ada juga orang yang tidak berhitung dalam membelanjakan uang. “Ntar ada aja rezeki lagi, kan Allah yang ngatur,” katanya. Itu salah juga. Dalam mencari rezeki kita wajib berikhtiar.

Demikian dalam menjaga dan mengelola rezeki yang sudah kita dapat pun, juga harus dengan ikhtiar. Tanpa ikhtiar, sebanyak apapun harta dan uang kita, akan habis tanpa keperluan yang jelas.

Ingat, mengelola harta, membelanjakannya dengan bijak, itu bagian dari sikap bersyukur pada Allah Swt. Ada banyak orang yang mendapat harta tanpa perlu bekerja keras.

Misalnya dari warisan orang tua mereka. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian jatuh miskin, karena tidak pandai mengelola. Mereka tidak cukup berikhtiar dalam menjaga rezeki dari Allah Swt.

Jadi, mengelola uang, membelanjakannya dengan bijak itu wajib. Tidak bisa kita bersikap masa bodoh, menganggap Allah Swt. Pasti akan memberi kita rezeki lagi. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا

Artinya: “Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Q.S Al-Isra’ [17]: 29). Itulah panduan dari al-Qur’an.

Tetapi, bukankah Allah Swt. juga menjanjikan rezeki yang sifatnya tak terduga? Iya. Itu janji untuk orang bertakwa. Sebaiknya jangan terlalu percaya diri mengira diri kita sudah masuk dalam golongan itu. Lagi pula, itu wilayah misteri yang kita tidak bisa mengikhtiarkannya.

Fokuslah pada wilayah yang bisa kita ikhtiarkan. Yang merupakan wilayah keputusan mutlak dari Allah Swt., biarlah Allah Swt. Yang mengaturnya. Itu namanya faktor tak terduga. Jangan rencanakan hidup berbasis pada faktor tak terduga, padahal yang bisa kita duga, bisa kita hitung, sangat banyak.

Tentang Sensasi

Syahdan. Hakikatnya, kenikmatan dunia ini semuanya hanya menawarkan sensasi belaka. Namun, semuanya akan berakhir pada rasa yang sama. Itulah kenapa seringkali diingatkan bahwa kenikmatan dunia itu menipu. Palsu. (Mata’ul ghurur).

Artinya, memiliki atau tidak memiliki, dititipi ataupun tidak dititipi. Mestinya kita tinggal mengelola rasa saja. Karena semuanya akan berakhir dengan hal yang sama, yakni ketiadaan.

Sebagai contoh misalnya, kita makan di restoran mewah, dengan panganan dan menu yang wah, konon ada sensasi berbeda. Harganya sih pasti iya. Namun, berapa lama? Seminggu? Sehari? Tidak. Tidak pernah lama. Hitungan menit saja.

Setelah itu, sensasi itu akan berubah menjadi rasa yang sama saja dengan jika kita makan di rumah makan biasa, warung tegal atau makan di rumah dengan chef pasangan hidup kita walau dengan menu ala kadarnya. Sensasinya memang sesaat beda, namun rasa yang timbul selanjutnya sama. Rasa kekenyangan.

Begitu juga dengan apartemen atau bahkan rumah yang luas dan mewah berlantai 3 itu ada sensasi yang berbeda. Furniture yang lengkap dengan barang elektronik yang serba canggih konon bersensasi luar biasa. Namun, tanyalah kepada yang pernah atau sedang memilikinya. Sensasi mewah itu akan berubah dengan cepat saja.

Demikian, tidur beralas tikar atau di kasur busa dengan di kasur berharga puluhan juta sama saja memejamkan mata. Makan dengan sendok perak dengan makan dengan sendok plastik, sama-sama memasuki mulut yang sama. Rasanya sama dengan rumah biasa. Milik sendiri atau pun menyewa. Begitu seterusnya dan lain sebagainya.

Intinya adalah, jika boleh dianalogikan, segala hal tentang dunia adalah ibarat donut. Panganan bulat yang berlubang di tengahnya. Sensasinya memang ada, namun hanya pinggirannya saja. Setelahnya, hampa. Kosong. 

Demikian penjelasan terkait rezeki sudah diatur oleh Allah. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

4 Amalan Pelancar Rezeki, Nomor 2 Bisa Dilakukan Kapan Saja

Dalam Islam, rezeki merupakan sebuah kenikmatan, keberkahan, serta karunia yang diberikan Allah SWT pada semua makhluk-Nya.

Selain itu dalam Islam, rezeki terbagi menjadi dua yakni rezeki umum dan rezeki khusus. Rezeki umum berupa harta, kesehatan, kendaraan, dan lain sebagainya yang berbentuk benda.

Sedangkan rezeki khusus merupakan segala hal yang bermanfaat dalam menegakkan keimanan serta ketakwaan seseorang misalnya ilmu, amal shalih, atau rezeki yang halal dan penuh berkah yang membuat seseorang bisa lebih taat kepada Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.

Berbicara mengenai rezeki, dalam Islam sendiri terdapat banyak amalan yang bisa melancarkan rezeki. Berikut ini 4 amalan pelancar rezeki yang wajib diketahui umat muslim.

  1. Qiyamul Lail atau Shalat Malam

Amalan pelancar rezeki yang pertama adalah qiyamul lain atau shalat malam. Shalat sunnah yang satu ini dipercaya mampu membuka pintu rezeki.

Selain itu, shalat malam juga merupakan salah satu ibadah yang paling disukai Allah SWT dan amalan yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw.

Maka tidak heran jika qiyamul lail menjadi salah satu media yang mustajab untuk menghantarkan doa-doa kita kepada Allah SWT, salah satunya adalah rezeki.

“Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun (ke langit dunia) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman: ‘Barang siapa yang menyeru-Ku, akan aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, aku perkenankan permintaannya. Dan barang siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, aku ampuni dia,” (HR Bukhari dan Muslim).

  1. Banyak Beristighfar

Amalan pelancar rezeki yang selanjutnya adalah banyak beristigfar. Kebanyakan umat muslim hanya mengetahui jika istighfar merupakan amalan penghapus dosa.

Namun siapa sangka, jika amalan yang bisa dibaca kapan saja dan di mana saja ini ternyata bisa membuka pintu rezeki. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam hadist berikut ini.

“Barangsiapa yang melazimkan (membiasakan) membaca istighfar, Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dari setiap kesusahan, dan solusi dari setiap kesempitan, dan memberikan kepadanya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka,” (HR Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, & Al-Hakim).

  1. Bersedekah

Selain kedua amalan di atas, bersedekah juga merupakan salah satu amalan pelancar rezeki. Bagi sebagian orang, mungkin merasa sayang untuk mengeluarkan atau membagikan sebagian rezekinya kepada yang membutuhkan.

Namun siapa sangka alih-alih membuat miskin, justru kegiatan tersebut bisa melancarkan rezeki kita. Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al Hadid ayat 18.

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS. Al Hadid: 18)

Selain itu, ada juga hadist mengenai keutamaan sedekah yang bisa melancarkan rezeki seseorang.

Seperti sabda Rasulullah: “Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sedekah.” (HR. Al-Baihaqi).

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu juga mengatakan “Pancing rezekimu dengan sedekah.” Siapa yang banyak memberi maka ia juga akan banyak menerima.

  1. Berdzikir di Waktu Pagi dan Petang

Adapun amalan pelancar rezeki yang terakhir adalah berdzikir di waktu pagi dan petang. Disebutkan dalam Shahih Muslim, Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah pernah menghadiri suatu pertemuan dengan Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda,

“Tiada sekali-kali suatu kaum duduk-duduk untuk berzikir kepada Allah SWT melainkan para malaikat mengerumuni mereka, dan rahmat meliputi mereka serta ketenangan diturunkan kepada mereka, dan Allah SWT menyebut-nyebut mereka di kalangan para malaikat yang dekat di sisi-Nya.”

Selain itu, perintah berdzikir di waktu pagi dan petang juga dianjurkan oleh Allah SWT, sebagaimana QS. Al-Ahzab ayat 42 sampai 43 :

“Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab ayat 42 sampai 43).

Itulah 4 amalan pelancar rezeki yang wajib diketahui umat muslim, nomor 2 bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Wallahu a’lam bhissawab.

ISLAMKAFFAH

Membedah Konsep Rezeki nan Indah

Melalui karyanya ini, Syekh Muhammad Mutawwalli Syarawi menjabarkan perihal hakikat rezeki

Sang pemegang kendali dan pembagi rezeki bagi umat manusia hanyalah Allah SWT. Sang Khalik telah menentukan rezeki setiap anak Adam yang hidup di muka bumi ini. Ada yang mendapat limpahan rezeki, tetapi banyak pula yang pundi-pundi rezekinya terbatas.

Kendati setiap orang selalu berharap dan berdoa agar senantiasa mendapat rezeki yang melimpah. Namun, tak ada yang bisa mengetahui kepastian mengenai rezeki. Soal kapan, di mana, dan jumlah rezeki yang akan diperoleh berada di luar batas kemampuan akal dan rasio manusia.

Upaya manusia untuk mengais rezeki pun sangat beragam. Ada orang yang bisa meraup jutaan atau bahkan miliaran rupiah dalam sekali tanda tangan.

Namun, banyak pula orang yang bekerja berat hanya mendapat belasan hingga puluhan ribu. Malah, tak sedikit orang yang pulang ke rumahnya dengan tangan hampa.

Di balik setiap rahasia pasti terkandung hikmah. Syekh Muhammad Mutawwalli Sya’rawi, seorang tokoh yang piawai menafsirkan Alquran, dengan analisisnya yang tajam mencoba menuliskan hasil pemikiran dan renungannya terhadap satu dimensi utama manusia, yakni mencari rezeki.

Sang syekh menjabarkan hal ihwal rezeki yang kerap ditanyakan banyak pihak. Menteri Urusan Wakaf dan Al-Azhar Republik Arab Mesir periode 1976-1978 itu menulis kitab berjudul Tilka Hiya al-Arzaq. Sebuah risalah sederhana yang berusaha menguak hikmah di balik sejumlah fenomena menarik soal pencarian rezeki.

Tokoh kelahiran Daqadus, sebuah desa di Provinsi Daqahlia, Mesir, ini memulai kitabnya dengan deretan pertanyaan yang mungkin kerap dilontarkan tiap orang: mengapa manusia ditakdirkan memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda? Bukankah jika berkehendak, Allah pasti jadikan mereka dengan kapasitas dan kualitas diri yang sama?

Dengan adanya perbedaan, umat manusia bisa saling melengkapi satu sama lain.

Menurut Syekh Sya’rawi, di balik perbedaan tersebut ada manfaat dan hikmahnya. Allah SWT hendak menunjukkan dengan adanya perbedaan, umat manusia bisa saling melengkapi satu sama lain, sebagaimana malam yang membutuhkan siang, ujarnya.

Allah SWT berfirman dalam surah al-Lail (92) ayat 1-4: “Demi malam, apabila menutupi. Demi siang apabila terang-benderang. Demi penciptaan laki-laki dan perempuan. Sungguh usahamu memang beraneka macam.”

Menurut Syekh Sya’rawi, ayat itu menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan, lemah, dan kuat, mempunyai tugas dan peranan masing-masing. Adapun ayat keempat surah al-Lail, kata Syekh Sya’rawi, menunjukkan betapa usaha setiap manusia dalam menjemput rezeki amat beraneka ragam.

Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika kemampuan tersebut sama rata, tak akan ada lagi orang yang mau berprofesi sebagai pembantu, guru, tukang kebun, petani, ataupun nelayan. Syekh Sya’rawi menegaskan, dengan perbedaan itulah manusia saling melengkapi dan menguatkan.

Bersifat luas

Dalam perspektif Islam, menurut Syekh Sya’rawi, rezeki tak selalu identik dengan harta kekayaan. Rezeki Allah sangat luas. Prinsip ini kerap luput dari pemahaman umat. Mereka mengira Allah hanya memberi rezeki berupa uang, emas, perak, atau jenis kekayaan lainnya. Padahal, kata dia, hakikat rezeki itu amat luas.

Segala sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia dinamakan rezeki. Ilmu, akhlak, rupa yang cantik dan tampan, atau pangkat, semuanya itu dikategorikan sebagai rezeki yang diberikan oleh Allah, papar alumnus Universitas Al-Azhar itu.

Menurut dia, rezeki bisa dibagi ke dalam dua kutub besar: rezeki halal dan haram. Perbedaan antara keduanya sangat jelas. Rezeki haram manfaatnya tidak bertahan lama, akan habis dalam waktu sekejap. Sedangkan, rezeki yang halal, sekalipun manfaatnya sedikit di mata sebagian orang, tetapi sejatinya harta itu terus bertambah keberkahannya.

Syekh Sya’rawi mengajak umat Islam untuk merenungkan makna ayat ke-71 dari surah an-Nahl.

Syekh Sya’rawi mengajak umat Islam untuk merenungkan makna ayat ke-71 dari surah an-Nahl. Arti ayat itu: “Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezekinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki, sehingga mereka sama-sama (merasakan) rezeki itu. Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?

Menurut figur yang pernah dinobatkan sebagai anggota komite tetap untuk konferensi keajaiban ilmu dalam Alquran dan Sunah Nabawi Organisasi Konferensi Islam itu, perbedaan tersebut dimaksudkan agar rezeki dapat mengalir ke individu dengan cara yang berbeda-beda.

Jika terjadi perbedaan rezeki, Allah akan memberikan haknya dalam bentuk yang lain. Hal ini karena, sekali lagi, rezeki bukan hanya uang semata, tetapi rezeki adalah segala sesuatu yang dirasakan manfaatnya oleh manusia.

Karena itu, bentuk rezeki yang diberikan Allah tidak terbatas. “Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS al-Baqarah [2]: 212).

Dalam ketentuan dan hitungan matematis, besaran output akan ditentukan oleh besaran input. Tetapi, itu tidak berlaku dalam konteks rezeki yang Allah berikan; Allah tidak memberikan batas. Bahkan, tak jarang Allah memberi rezeki di luar batas usaha yang telah ditempuh oleh seorang hamba—apa yang diperoleh bisa lebih banyak dari yang dikira dan telah diusahakan.

Sebagian Muslim lalu bersikap sinis dan terheran dengan rezeki lebih yang diterima oleh orang kafir. Tetapi, mengapa kaum Muslim itu tidak mencoba menghitung betapa besarnya nilai kebajikan yang Allah berikan kepada mereka?

Belum lagi rezeki berupa rasa nyaman yang dirasakan oleh hati. Terlebih jika mereka mengetahui bahwa hari pembalasan pasti akan tiba. Allah akan memberi balasan sesuai dengan keyakinan dan amal yang telah diperbuat selama di dunia (QS an-Nahl [16]: 96-97).

photo

Pentingnya qanaah

Menurut Syekh, di sinilah umat Islam perlu bersikap qanaah, menerima bagian yang telah diterima. Hidup akan tambah bermakna dengan sikap qanaah terhadap rezeki yang halal. Hendaknya menjaga etika jika melihat orang lain diberi rezeki lebih. Tidak ada yang tahu apa hikmah di balik pemberian yang berlimpah itu.

Tetapi, kata dia, perlu diperhatikan bahwa rezeki adalah ujian. Rezeki yang dianugerahkan tak boleh digunakan sebagai sarana untuk saling menyanjung atau menghina satu sama lain.

Kemuliaan bukan terdapat pada bertambahnya rezeki. Kemuliaan itu terletak pada sejauh mana ia mampu memanfaatkan sebaik-baiknya dalam pendayagunaan rezeki itu, ujar Syekh Sya’rawi. Minimnya rezeki yang diperoleh bukan berarti seseorang rendah dan hina.

Maka, tenanglah wahai mereka kaum miskin dhuafa. Allah tak akan menelantarkan hamba-Nya tanpa rezeki sedikit pun. Dan, bersikaplah hati-hati bagi mereka yang berkecukupan dan lebih rezekinya. Apa yang mereka peroleh adalah ajang ujian untuk mereka, tuturnya mengingatkan.

Simaklah surah al-Fajr (89): 14-15. “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Dia akan berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku.’ Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata, ‘Tuhanku menghinakanku’.”

REPUBLIKA

Dahsyat! 7 Amalan Mendatangkan Rezeki Secepat Kilat

Amalan mendatangkan rezeki secepat kilat bisa dilakukan secara rutin serta jangan lupa untuk tetap bekerja keras dan bersyukur kepada Allah.

Allah SWT telah mengatur rezeki untuk setiap orang yang ada di muka bumi ini jadi seberapa pun rezeki yang didapatkan sudah seharusnya kita bersyukur.

Meski begitu, ada beberapa amalan mendatangkan rezeki secepat kilat yang bisa seseorang coba lakukan.

Sebagai manusia, kita harus tetap berusaha dan berdoa agar Allah SWT memberikan kelancaran dalam setiap langkah kita mencari rezeki. Untuk memperlancar rezeki, kita akan membahas bersama tentang amalan apa saja yang bisa dilakukan.

Baca juga:   Rezeki Sudah Diatur dan Dijamin Allah SWT, Jangan Khawatir

7 Amalan Mendatangkan Rezeki Secepat Kilat yang Harus Diketahui

1. Sholat Malam

Sholat Tahajud

Sholat malam atau tahajud menjadi salah satu amalan yang biasanya dilakukan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Bukan hanya itu, sholat malam juga memiliki keutamaan lain sebagai amalan mendatangkan rezeki secepat kilat.

Selagi semua orang tidur di malam hari, seorang hamba yang bertaqwa dan bertawakal akan memanfaatkan waktu tersebut untuk melakukan berbagai amalan. Banyak keutamaan yang bisa didapatkan dari sholat malam secara rutin atau istiqomah.

Setelah sholat malam jangan lupa untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk kelancaran hari ini, termasuk kelancaran dalam mencari rezeki.

2. Sholat Dhuha

Sholat Dhuha

Bukan hanya sholat malam, lebih baik juga bisa menyempatkan waktu untuk menunaikan sholat dhuha. Banyak orang yang melewatkan sholat dhuha karena berbagai aktivitas lain, khususnya bekerja, padahal amalan ini bisa mendatangkan rezeki yang lebih dari Allah SWT.

Sholat empat rakaat di pagi hari ini memiliki keutamaan dalam memperlancar rezeki, bahkan Allah SWT akan menjamin kecukupan rezeki sepanjang hari.

Dengan mengetahui keutamaan tersebut, mulailah menyempatkan waktu di pagi hari untuk menunaikan sholat empat rakaat.

Amalan rezeki lancar ini bisa dilakukan sebelum melakukan aktivitas sehingga Allah akan mempermudah pekerjaan dan memberikan keutamaan lainnya.

3. Berbakti pada Orang Tua

Berbakti pada Orang Tua

Sebagai anak, sudah seharusnya jika kita hormat dan berbakti kepada orang tua karena sebanyak apapun perbuatan baik tidak akan cukup untuk membalas kebaikan orang tua.

Bahkan, berbakti pada orang tua juga memiliki keutamaan yang baik untuk kehidupan anak.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa kita akan memperoleh keberuntungan besar dari Allah SWT ketika berbakti kepada orang tua, yakni menambah umur.

Bertambahnya umur ini termasuk rezeki yang harus kita syukuri agar bisa menikmati kehidupan lebih lama.

4. Menjalin Silaturahmi

Sebagai umat Islam, kita diharuskan menjalin silaturahmi yang baik dengan sesama manusia, khususnya sesama muslim.

Banyak keuntungan yang akan didapatkan dengan memperbanyak silaturahmi dan menjaganya, salah satunya adalah mendatangkan rezeki.

Rezeki yang dimaksud bukan hanya rezeki dalam bentuk harta benda, tapi juga dipanjangkan umurnya.

Semakin banyak silaturahmi yang dijaga dengan baik, maka kesempatan untuk mendapatkan rezeki juga semakin luas jadi jagalah jalinan silaturahmi yang sudah terbentuk.

5. Perbanyak Istighfar Setiap Waktu

Perbanyak Istighfar Setiap Waktu

Jika belum bisa menunaikan sholat malam di waktu tertentu, maka masih bisa melakukan amalan mendatangkan rezeki secepat kilat yang lain, yakni memperbanyak istighfar waktu sahur atau menjelang adzan subuh, baik di rumah, di masjid, atau di mana saja.

Bulan Ramadhan menjadi momen paling tepat untuk memperbaiki iman dan memperbanyak amalan karena pahala dan keberkahan akan berlipat ganda.

Salah satu ibadah terbaik yang bisa dilakukan di waktu sahur adalah istighfar dengan fokus dan berdiam diri. Allah memberikan banyak kemudahan dan cara untuk hamba-Nya dalam memperoleh rezeki.

Tidak hanya sekedar melakukan amalan saja, tentu seseorang juga perlu melakukan berbagai macam usaha yang halal sebagai usaha menjemputnya.

6. Perbanyak Dzikir

Perbanyak Dzikir

Jika amalan sebelumnya terkait dengan amalan saat bulan Ramadhan, seseorang juga bisa melakukan dzikir di bulan-bulan lainnya.

Waktu paling utama untuk melakukan dzikir adalah pagi dan sore hari karena memiliki keutamaan berupa mendatangkan rezeki.

Usahakan untuk melakukan amalan ini secara istiqomah dan jangan sampai melewatkannya agar keutamaan yang didapatkan lebih besar.

Amalan ini juga bisa membuat hati lebih tenang dalam menjalani hari, apalagi jika sudah menjadi kebiasaan sepanjang hidup.

7. Perbanyak Sedekah

perbanyak sedekah

Amalan terakhir yang tidak boleh dilewatkan untuk mendapatkan rezeki melimpah dan berkah adalah bersedekah.

Tidak penting berapa nominal uang atau harta yang disedekahkan, tapi bagaimana seseorang bersedekah dengan ikhlas dan istiqomah.

Banyak kesempatan dalam hidup yang bisa dimanfaatkan untuk bersedekah, mulai dari pagi, siang, hingga malam hari.

Allah SWT bahkan memberikan jaminan kepada orang yang gemar bersedekah bahwa Allah akan menggantinya lebih banyak dan dahsyat.

Bersedekah dengan ikhlas dan istiqomah bisa mendatangkan rezeki yang lebih besar karena inilah janji Allah SWT.

Beberapa orang mungkin ingin menyalurkan sejumlah hartanya tapi bingung di mana dan bagaimana cara bersedekah agar tepat sasaran.

Bagi yang ingin bersedekah dengan aman dan nyaman, percayakan saja pada lembaga yang telah lama berpengalaman mengelola dana umat, Yayasan Yatim Mandiri.

Sedekah dengan ikhlas dan istiqomah akan menjadi amalan mendatangkan rezeki secepat kilat dan lebih berkah.

YATIM MANDIRI

Sudah Berdoa dan Shalat Dhuha, Tapi Rejeki Masih Sempit, Apa yang Salah?

Ada yang mengatakan bahwa shalat dhuha merupakan shalat yang dapat melancarkan rejeki. Dari mana asal pemahaman ini? Pemahaman ini tidak sepenuhnya salah karena ada sandaran hadistnya.

Dari Nu’aim bin Hammar al-Ghatha faniu, Rasulullah bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.” (HR. Ahmad, 5: 286; Abu Daud, no. 1289; At Tirmidzi, no. 475; Ad Darimi, no. 1451).

Hadist tersebut seringkali dijadikan sandaran tentang keistimewaan shalat dhuha. Shalat Dhuha dilakukan dari jam 7 pagi sebelum seseorang mulai melakukan kegiatan duniawi hingga sebelum dhuhur.

Meski diidentikkan dengan ibadah pembuka rejeki, namun pada kenyataannya banyak kita jumpai seseorang yang melakukan ibadah shalat dhuha dan berdoa tiada henti, tetapi masih dalam keadaan kekurangan.

Lantas mengapa hal tersebut bisa terjadi, bukankah apapun yang telah dijanjikan Allah maka akan dipenuhi-Nya?

Seorang hamba tentu dilarang untuk berprasangka buruk kepada Allah, terlebih jika tidak mempercayai apapun yang telah dijanjikannya. Karena itulah penting memahami dan mengerti maksud dari apa yang telah dijanjikan olehNya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi, mengapa seseorang meski telah berdoa dan menjalankan ibadah shalat dhuha, namun tetap saja rejeki yang didapatkan terbilang biasa aja atau bahkan kurang.

Faktor pertama, karena umat tersebut mengharapkan sesuatu pada selain Allah.

Masih ada keraguan dan ketidakyakinan sehingga menggantungkan harapan kepada selain Allah.  Dalam al-Quran Allah berfirman, “Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Al-Insyirah: 8)

Sebagai manusia kita hendaknya menggantungkan semua harapan hanya kepada Allah. Jadi jika menjalankan Shalat Dhuha hanya bertujuan untuk melapangkan rejeki harta atau uang belaka, maka ketahuilah kalian termasuk umat yang tidak memasrahkan urusan kepada Allah.

Kedua, masih mengkonsumsi makanan yang haram untuk dikonsumsi sebagai umat muslim.

Tentu saja, sebagai seorang muslim kita memiliki larangan-larangan akan apa makanan yang boleh kita makan dan tidak boleh kita makan. Memakan makanan yang haram entah dalam bentuk fisiknya maupun cara memperolehnya akan membuat terhambatnya doa harapan rejeki yang kita dapatkan.

Hadits dari Ibnu Abbas bahwa Sa’ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah”. Apa jawaban Rasulullah SAW, “Wahai Sa’ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya.

Ketiga, menyinggung perasaan orang tua 

Tentu kita tahu bahwasanya ridha Allah merupakan ridha orang tua. Dengan menyinggung dan menyakiti hati orang tua terlebih ibu akan mampu memutuskan rejeki kita.

Itulah mengapa kita sebagai seorang anak penting untuk menghormati, menjaga, menyayangi, dan merawat orang tua dengan sepenuh hati. Jika kita mendapatkan rejeki lebih, ingatlah kepada orang tua, berikan sebagian rejeki yang kita dapatkan kepada orang tua, dengan membahagiakan orang tua insyaallah, Allah akan membuka pintu rejeki kita lebar-lebar.

ISLAMKAFFAH

Dialog Imam Malik dan Imam Syafi’i tentang Makna Rezeki

Diriwayatkan, Imam Malik dan Imam Syafi’i memiliki pandangan yang berbeda terkait asal muasal dan makna rezeki. Keduanya meyakini bahwa rezeki setiap makhluk sudah dijamin oleh Allah SWT. Tidak ada satu makhluk pun di dunia yang tidak diatur rezekinya oleh Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT. berfirman dalam surat Hud ayat 6 yang berarti “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauḥ Maḥfuẓ).” 

Adapun Imam Malik berpendapat bahwa bagaimanapun usaha manusia, tetap yang menentukan besar kecil rezekinya adalah Allah SWT. Hakikat rezeki setiap makhluk turun sebab rahmat Allah SWT bukan atas dasar usaha makhluknya. Sehingga dengan hanya tawakal, seseorang pun akan dihampiri rezekinya dengan jalan yang sudah Allah SWT. tentukan. Pendapat Imam Malik ini juga berlandaskan hadis Rasulullah SAW. yang berbunyi

 لو توكلتم على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير تغدو خماصا وتروح بطانا رواه الترمذي وابن ماجه 

“Jika kamu bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, niscaya Allah akan memberi rezeki kalian sebagaimana burung diberi rezeki. Dia pergi pagi dalam keadaan perut lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah)

Menariknya, dengan berlandaskan hadis yang sama Imam Syafi’i justru memandang berbeda. Beliau meyakini sekalipun rezeki setiap makhluk ada di tangan Allah SWT, tetap rezeki tersebut harus dikejar. Sebagaimana burung yang bepergian ke tempat satu dan tempat lain, dan di tempat itulah ia menemukan makanan. Artinya, rezeki tidak lantas datang begitu saja dan harus dicari. Oleh karenanya, manusia pun perlu ada usaha untuk menjemput rezeki tersebut. 

Hingga dikisahkan suatu hari Imam Syafi’i bertemu dengan seorang kakek tua yang membawa sekantong kurma. Kakek tersebut terlihat kewalahan saat membawa sekantong kurma yang cukup berat tersebut. Lantas Imam Syafi’i membantu  membawa kurma kakek tersebut. Hingga tiba di rumahnya, kakek tersebut memberi seikat buah anggur kepada Imam Syafi’i sebagai imbalan atas bantuannya. 

Sebab kejadian tersebut, Imam Syafi’i sangatlah gembira. Beliau mendapat kebenaran dari apa yang diyakini. Yakni beliau menerima sebuah rezeki yang berupa  buah kurma sebab telah menolong seorang kakek tua. Artinya, rezeki seseorang pasti ada sebab usaha dibaliknya. Menyadari hal tersebut, Imam Syafi’ bergegas menemui sang guru, Imam Maliki untuk menyampaikan cerita tersebut dengan membawa seikat anggur yang beliau peroleh. 

Setibanya di rumah Imam Malik, Imam Syafi’i meletakkan buah anggur yang ia bawa di depan sang guru. Lantas beliau bercerita. Mendengar ceritanya, Imam Malik tersenyum sambil mengambil buah anggur yang dibawa Imam Syafi’i dan menikmatinya. Lalu Imam Malik berkata, “Kamu datang membawakan rezeki untukku tanpa aku bersusah payah.” 

Dalam kisah di atas, bisa kita lihat bagaimana dua sosok ulama yang alim dan cerdas memiliki dua pandangan yang berbeda sekalipun landasan yang digunakan adalah hadis yang sama. Bukan tentang mana yang benar dan salah. Akan tetapi kita dapati sebegitu luasnya pengetahuan mereka. Juga tentang bagaimana keduanya  menyikapi perbedaan pendapat satu sama lain. Saling menghargai dan menghormati, tanpa menjatuhkan satu sama lain. 

Semoga kecerdasan, kesantunan serta kebijaksanaan yang digambarkan dari dialog Imam Malik dan Imam Syafi’i tentang makna rezeki dapat kita warisi dan kita tiru. Sehingga wajah Islam yang tersebar di tengah era modern ini adalah Islam yang santun, ramah dan membawa perdamaian. 

BINCANG MUSLIMAH

Istigfar dan Tobat Kunci Pembuka Rezeki

Istigfar dan tobat adalah di antara amalan penting yang bisa menjadi kunci pembuka rezeki bagi hamba. Keterangan mengenai hal ini banyak ditunjukkan oleh dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun hadis. Tentu saja ini berlaku bagi mereka yang bersungguh-sungguh dan benar dalam mengamalkannya.

Hakikat istigfar dan tobat

Banyak orang menyangka bahwa istigfar dan tobat hanya sekadar di lisan saja. Ketika ada seseorang yang mengucapkan kalimat “astaghfirullah wa atuubu ilaihi“ hanya di lisan saja, maka tidak ada dampak kalimat tersebut di hati dan tidak pula ada dampak pada amal perbuatannya. Hal yang demikian ini adalah perbuatan orang yang dusta dan tidak jujur dalam istigfar dan tobatnya.

Para ulama telah menjelaskan hakikat istigfar dan tobat. Ar-Rhagib Al-Asfahani rahimahullah berkata, “Tobat secara syariat adalah meninggalkan maksiat karena jeleknya perbuatan tersebut, menyesal telah melakukannya, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan berupaya memperbaiki amalan yang ditinggalkan jika memungkinkan. Jika terkumpul empat hal ini, maka syarat tobatnya telah sempura.“

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Tobat wajib dilakukan untuk setiap dosa. Jika maksiat yang dilakukan adalah antara hamba dengan Allah dan tidak terkait dengan hak manusia yang lain, maka ada tiga syarat yang harus terpenuhi:

Pertama: Meninggalkan maksiat tersebut.

Kedua: Menyesal atas perbuatannya.

Ketiga: Bertekad kuat untuk tidak mengulanginya.

Jika tidak ada salah satu saja dari tiga syarat di atas, maka tobatnya tidak sah. Adapun jika maksiatnya berkaitan dengan hak orang lain, maka ada tambahan syarat keempat selain tiga syarat di atas. Yaitu, dia harus menunaikan hak saudaranya yang terzalimi tersebut. Jika berupa harta atau yang semisal, maka harus mengembalikannya. Jika  berupaya merendahkan orang lain, maka dengan menyebut kebaikannya dan meminta maaf kepadanya. Jika berupa perbuatan ghibah, maka harus meminta halal darinya.“

Sedangkan mengenai istigfar, Ar-Rhagib Al-Asfahani rahimahullah berkata, “Perbuatan istigfar dilakukan dengan perkataan dan perbuatan. Allah Ta’ala berfirman,

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً

Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.“ (QS. Nuh: 10)

Mereka tidak diperintahkan untuk meminta ampunan dengan lisan saja, namun dengan lisan dan sekaligus dengan perbuatan. Dikatakan bahwa istigfar yang dilakukan hanya dengan lisan tanpa amalan perbuatan adalah perbuatan dusta dan tidak jujur.

Dalil-dalil Al-Qur’an bahwa istigfar dan tobat adalah kunci-kunci rezeki

Terdapat banyak dalil dari Al-Qur’an maupun hadis yang menunjukkan bahwa istigfar dan tobat merupakan sebab-sebab turunnya rezeki. Di antara dalil Al-Qur’an adalah perkataan Nabi Nuh ‘alaihis salam kepada kaumnya,

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً

Maka, aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu! Sesungguhnya Dia adalah Mahapengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.“ (QS. Nuh: 10-12)

Dalam ayat di atas, terdapat penjelasan terwujudnya hal-hal berikut dengan sebab istigfar:

Pertama: Ampunan Allah terhadap dosa-dosa.

Kedua: Turunnya hujan yang bergantian terus menerus.

Ketiga: Allah akan memperbanyak harta dan anak-anak.

Keempat: Allah akan menjadikan kebun-kebun.

Kelima: Allah akan menjadikan sungai-sungai yang mengalir.

Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Dalam ayat ini dan juga dalam ayat di surah Hud menunjukkan bahwa istigfar akan menyebakan turunnya rezeki dan hujan.“

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan dalam kitab tafsirnya, “Jika kalian bertobat kepada Allah dan beristigfar kepada-Nya, niscaya Allah akan menganugerahkan banyak rezeki kepada kalian dan menurunkan hujan dari keberkahan langit dan menumbuhkan dari keberkahan bumi, menumbuhkan pertanian, menambah harta dan anak-anak, menjadikan kebun dengan aneka buahnya, dan mengalirkan sungai-sungai di antaranya.“

Al-Qurtubi rahimahullah menyebutkan bahwa ada yang mengadu kepada Imam Hasan Al-Bashri karena belum punya anak. Maka beliau berkata, “Istigfarlah kepada Allah!“ Ada pula yang mengadu kepada beliau perihal kemisiknan yang dialaminya. Maka beliau pun juga berkata, “Istigfarlah kepada Allah!“ Ada pula yang menghadap kepada beliau dan minta didoakan agar banyak anak. Maka, beliau pun berkata, “Istigfarlah kepada Allah!“Ada pula yang meminta kepada beliau agar kebunnya bisa menjadi subur. Maka beliau pun berkata, “Istigfarlah kepada Allah!

Mendengar hal ini Rabi’ bin Shabih berkata, “Telah datang kepadamu orang yang mengadu dengan berbagai permasalahan yang berbeda, engkau memerintahkan mereka semua untuk beristigfar.” Hasan Al-Bashri menjawab, “Ini bukan sekedar jawaban dariku. Sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman dalam surah Nuh,

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً

Maka, aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu! Sesungguhnya Dia adalah Mahapengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, memperbanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun, dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.“ (QS. Nuh: 10-12)

Allahu akbar! Betapa agung dan betapa banyak  buah manis dari istigfar! Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang beristigfar dan menganugerahkan kepada kita buah manis darinya baik di dunia maupun di akhirat.

Dalil lain dari Al-Qur’an adalah tentang kisah ajakan Nabi Hud ‘alaihis salam kepada kaumnya untuk beristigfar yang disebutkan dalam firman Allah,

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ

“Dan (dia berkata), “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai tafsir ayat ini, “Kemudian Allah memerintahkan Nabi Hud ‘alaihis salam kepada kaumnya untuk istighar yang dengannya bisa menghapus dosa-dosa terdahulu. Barangsiapa yang melakukannya, maka Allah akan mempermudah rezekinya dan mempermudah urusannya serta akan menjaganya.“

Dalam ayat yang lain Allah berfirman pula,

وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Hud: 3)

Dalam ayat yang mulia ini, terdapat janji dari Allah berupa kenikmatan yang baik bagi orang yang beristigfar dan bertaubat. Yang dimaksud dengan firman Allah (يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً) adalah Allah akan memberikan keutamaan kepada kalian berupa rezeki dan kelapangan sebagaimana ini merupakan penjelasan ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyalllahu ‘anhu.

Dalil dari hadis mengenai keutamaan istigfar

Adapun dalil dari hadis yang menunjukkan bahwa istigfar dan tobat merupakan kunci rezeki adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

“مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ”

“Barangsiapa memperbanyak istigfar, niscaya Allah akan memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya, dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, sahih)

Dalam hadis yang mulia ini, Nabi mengabarkan ada tiga buah manis bagi orang yang banyak beristigfar. Salah satunya adalah rezeki dari Allah Ar-Razzaq yang datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Maka, orang yang mengharapkan rezeki, hendaknya dia memperbanyak istigfar dengan perkataan dan perbuatannya. Namun, sayangnya kebanyakan istigfar hanyalah di lisan tanpa diiringi dengan amalan. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang dimudahkan untuk senantiasa memperbanyak tobat dan istigfar.

***

Penulis: Adika Mianoki

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77867-istighfar-dan-taubat-kunci-pembuka-rezeki.html