Membeli Al-Quran Versi Palestina: Narasi Perjalanan Menuju Amal dan Ibadah

Di tengah kesibukan sehari-hari dan rutinitas yang tak pernah berhenti, seringkali kita mencari cara untuk bisa berkontribusi lebih bagi sesama. Ketika mendengar tentang Al-Quran versi Palestina, saya merasa inilah cara yang tepat untuk menggabungkan ibadah dan kepedulian sosial.

Al-Quran ini bukan hanya sebuah mushaf, tetapi juga sarana untuk membantu masyarakat Palestina yang sedang berjuang menghadapi berbagai tantangan.

Momen Pertama Kali Mendengar Tentang Inisiatif Ini

Suatu hari, saat scrolling media sosial, saya menemukan sebuah postingan tentang Al-Quran versi Palestina. Yang membuat saya tertarik adalah fakta bahwa 50% dari keuntungan penjualan Al-Quran ini didonasikan untuk masyarakat di Palestina. Rasa penasaran membawa saya untuk menggali lebih dalam. Saya menemukan bahwa inisiatif ini bertujuan untuk memberikan dukungan langsung bagi saudara-saudara kita di Palestina dalam bentuk bantuan kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.

Al-Quran Berkualitas untuk Ibadah Harian

Tidak hanya itu, Al-Quran versi Palestina ini dicetak dengan kualitas terbaik. Saya melihat beberapa testimoni dari pembeli lain yang mengatakan bahwa kertasnya berkualitas tinggi, tinta yang digunakan jelas dan tahan lama, serta desainnya memudahkan dalam membaca dan mempelajari ayat-ayat suci. Sebagai seseorang yang rutin membaca Al-Quran, memiliki mushaf yang nyaman digunakan tentu menjadi nilai tambah yang besar.

Menggabungkan Ibadah dan Amal Sosial

Momen paling berkesan bagi saya adalah ketika menyadari bahwa dengan membeli Al-Quran ini, saya tidak hanya berinvestasi untuk kebutuhan spiritual saya sendiri, tetapi juga berkontribusi bagi kesejahteraan orang lain. Setiap kali membuka dan membaca Al-Quran tersebut, saya merasakan kedamaian karena mengetahui bahwa sebagian dari pembelian saya telah membantu seseorang di Palestina. Ini adalah bentuk amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir selama mushaf tersebut digunakan, baik oleh saya maupun oleh orang lain yang mungkin akan meminjamnya.

Menginspirasi Orang Lain

Saya pun tidak bisa menyimpan kebahagiaan ini sendiri. Saya mulai bercerita kepada keluarga dan teman-teman tentang inisiatif ini. Banyak dari mereka yang tertarik dan mulai mencari tahu lebih lanjut. Beberapa bahkan langsung membeli Al-Quran versi Palestina tersebut. Melihat respon positif dari orang-orang di sekitar saya, saya merasa bahwa kita bersama-sama bisa membuat perubahan yang lebih besar. Inisiatif ini bukan hanya tentang membeli sebuah kitab suci, tetapi juga tentang meningkatkan kesadaran dan kepedulian sosial di komunitas kita.

Berkontribusi pada Ekonomi Berkelanjutan

Salah satu hal yang juga penting adalah memahami bahwa setiap pembelian ini membantu mengembangkan ekonomi berkelanjutan. Dengan mendukung produk yang memberikan kembali kepada masyarakat, kita membantu menciptakan model bisnis yang adil dan peduli terhadap kesejahteraan sosial. Ini adalah langkah kecil namun berarti menuju ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.

Kesimpulan: Sebuah Langkah Kecil, Dampak Besar

Membeli Al-Quran versi Palestina ternyata menjadi sebuah perjalanan yang lebih dari sekadar memiliki mushaf baru. Ini adalah perjalanan menuju amal dan ibadah yang lebih bermakna. Dengan 50% keuntungan didonasikan untuk masyarakat di Palestina, saya merasa bahwa langkah kecil ini memiliki dampak yang besar. Setiap halaman yang saya baca bukan hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga memberikan harapan dan dukungan bagi mereka yang membutuhkan.

Melalui inisiatif ini, saya belajar bahwa ibadah dan amal sosial bisa berjalan beriringan, membawa berkah tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi sesama. Dan mungkin, dengan menceritakan kisah ini, lebih banyak orang akan terinspirasi untuk mengambil langkah yang sama, menggabungkan ibadah dengan amal, dan membuat dunia ini sedikit lebih baik.

Menyaksikan Detik-Detik Kehancuran Zionis-Yahudi

Secara ringkas, Barat sepakat mendukung siasat palsu Yahudi untuk mendirikan negaranya di Tanah Palestina

Oleh: Qosim Nurseha Dzulhadi

ORANG yang beriman dari kalangan nabi Musa sejak dahulu diminta oleh Allah untuk masuk ke Tanah Suci (al-Ardh al-Muqaddasah): Baitul Maqdis, Palestina (QS Surat Al-Maidah [5]:21).

يٰقَوْمِ ادْخُلُوا الْاَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِيْ كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوْا عَلٰٓى اَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوْا خٰسِرِيْنَ

“Wahai kaumku! Masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang rugi.” (QS: Al-Maidah : 21)

Ini menegaskan bahwa Tanah Suci yang kita kenal dengan Palestina itu bukan milik Yahudi. Sebaliknya, ia milik kaum beriman.

Maka, dalam Al-Quran Sural a-Maidah [5]:21 sejatinya bukan dalil yang menguatkan klaim kaum Yahudi atas kepemilikan Baitul Maqdis.

Dalam ayat yang lain Allah menegaskan bahwa Dia telah mengambil sumpah setia dan ikatan teguh dari kaum nabi Musa untuk beriman kepada Nabi Muhammad ketika beliau diutus (al-mītsāq) (QS:3:81).

Ini menjadi dalil kuat bahwa Risālah kenabian akan pindah dari Yahudi ke tangan kaum Arab, asal nenek-moyang Nabi Muhammad ﷺ.

Adapun klaim Yahudi bahwa Palestina adalah tanah yang dijanjikan (the promised land) untuk mereka adalah klaim dusta. Tidak berdasar sama sekali.

Klaim palsu mereka ini hanya digunakan sebagai alasan untuk menjajah dan merebut tanah Palestina. Dalam bahasa Roger Garaudy, ini adalah klaim bid‘ah. Karena Yahudi menjadikan teks agama sebagai landasan kepentingan politikpolitik.

Di antara klaim dusta itu adalah yang disampaikan oleh Golda Meir (1898-1978) pada 1969:

“Palestina adalah tanah tanpa tuan. Dia untuk tuan tanpa tanah” (Yahudi). Dengan dasar Kitab Kejadian (15: 18-19), mereka mengklaim bahwa Palestina adalah tanah yang dijanjikan oleh Allah untuk mereka. (Roger Garaudy, al-Asāthīr al-Mu’assisah li al-Siyāsah al-Isrā’īliyyah, terj. Muhammad Hisyām (Kairo: Dār al-Syurūq, cet. IV, 1422 H/2002 M), 223).

Secara ringkas, Barat sepakat mendukung siasat palsu Yahudi untuk mendirikan negaranya di Tanah Palestina. Maka, kembalilah kaum Yahudi ke tanah Palestina berbondong-bondong.

Dan pada 1948 terjadilah apa yang kemudian dikenal dengan ‘Nakba’ pertama. Yaitu, pengusiran besar-besaran kaum Muslimin dari tanah air mereka. Barat diam. Negara Arab tak mampu melawan. Meskipun mereka merespon dengan perang. Negara-negara Arab dibuat ‘KO’ oleh Yahudi.

Bayangkan, tiga kali perang antara negara-negara Arab dengan  Yahudi dimenangkan oleh Yahudi. Tahun 1948, 1956 dan 1967.

Lebih menyakitkan, kekalahan negara Arab tahun 1956 lebih menyakitkan dari perang 1948. Dan kekalahan tahun 1967 lebih menyakitkan dari kekalahan tahun 1956.

Sebab kekalahannya hanya satu: negara-negara Arab saat itu sudah kehilangan ruh Islam. (Syekh Muhammad al-Ghazālī, al-Yahūd al-Mu‘tadūn wa Dawlatuhum Isrā’īl, ed. Muhammad ‘Alī Dawlah (Damaskus: Dār al-Qalam, cet. III, 1440 H/2019 M), 19).

Maka, penting dicatat bahwa rahasia kemenangan Yahudi dalam perang tiga itu adalah ‘agama’ (keyakinan). Karena hanya dengan agama ghirah kebangkitan dalam melawan kemustahilan bisa dimaksimalkan.

Inilah yang dilupakan oleh negara-negara Arab itu. Apakah saat ini ruh agama belum kembali ke tempatnya?

Hemat penulis, sudah kembali. Tapi, belum sempurna. Buktinya, al-Quds belum kembali.

Dalilnya, Baitul Maqdis masih dijajah. Yahudi merasa kembali ke tanah yang dijanjikan Ilahi. Meskipun ini klaim palsu. Tapi intinya mereka kembali.

Kembali untuk Musnah

Tentang klaim kembalinya Yahudi ke Palestina, menarik untuk menghayati pernyataan Syekh Muhammad al-Ghazālī berikut,

إنهم سيعودون فعلا، ولكن ليفنوا لا ليحيوا، ولتنتهي رسالتهم فى هذه الدنيا لا لتتجد

“Ya, memang Yahudi akan kembali ke Palestina. Tetapi, mereka kembali untuk musnah (hancur) bukan untuk hidup. Mereka kembali untuk mengakhiri peran mereka di dunia ini, bukan kembali untuk eksis kembali.”

Maka, di dalam sebuah hadits shahih Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa akan terjadi perang hebat antara umat Islam dengan Yahudi. Dan umat Islam akan membunuh mereka.

Bahkan, meskipun mereka sembunyi di balik sebuah batu, maka batu itu akan berkata: “Hai Muslim, ini Yahudi sedang sembunyi, ayo ke sini dan bunuh dia.” (HR. al-Bukhārī dan Muslim).

Ya, sekali lagi, memamg Yahudi akan berkumpul setelah mereka bercerai-berai. Namun kembalinya mereka ke Palestina hanya untuk merealisasikan firman Allah yang berbunyi:

وَاِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّكَ لَيَبۡعَثَنَّ عَلَيۡهِمۡ اِلٰى يَوۡمِ الۡقِيٰمَةِ مَنۡ يَّسُوۡمُهُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ‌ ؕ اِنَّ رَبَّكَ لَسَرِيۡعُ الۡعِقَابِ ‌ ‌ۖۚ وَاِنَّهٗ لَـغَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa sungguh, Dia akan mengirim orang-orang yang akan menimpakan azab yang seburuk-buruknya kepada mereka (orang Yahudi) sampai hari Kiamat. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS: al-A’raf [7]: 167).

Namun harus segera dicatat bahwa takdir Allah yang berlaku terhadap Yahudi itu bukan oleh orang Arab karena  mereka Arab. Tetapi, mereka akan dihancurkan oleh Arab setelah mereka kembali kepada (pandangan alam) Islam, secara lahir dan batin.

Itulah mengapa panggilan ketika perang bunyinya: “Hai Muslim!” Sini, ini ada Yahudi, bunuh dia!” Syekh Muhammad al-Ghazālī, al-Yahūd al-Mu‘tadūn, 108-109).

Maka, marilah kembali kepada Islam: lahir dan batin.  Hal ini agar umat Islam memahami dengan baik siapa dirinya dan siapa musuhnya sampai akhir masa.

Sehingga mereka harus senantiasa menyusun strategi dan menyiapkan kekuatan semaksimal mungkin. Karena hanya dengan melakukan persiapan dan memaksimalkan kesiapan musuh Allah dan musuh umat menjadi gentar (QS:25:60).

Dan ingat-ingatlah pesan Syekh Muhammad al-Ghazālī bahwa Yahudi memang kembali ke Palestina. Tapi, kembali untuk mati, bukan untuk hidup.

Mereka kembali untuk musnah, bukan untuk eksis. Bukankah para Mujahidin di Gaza sudah buktikan itu di hadapan mata kita?*/Medan, 6 Januari 2024

Dosen dan Guru di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah dan Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Medan

HIDAYATULLAH

Kejahatan Zionis ‘Israel’ di Gaza

Penjajah ‘Israel’ –yang didukung mati-matian Amerika—bisa saja lolos dari pengadilan internasiona atas kejahatannya, tapi Zionis tak akan lepas dari pengadilan sejarah

Oleh: Alwi Alatas

SEJAK tanggal 7 Oktober 2023 lalu, Perang di Gaza sudah berlangsung sekitar tiga bulan, dan perang belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Bahkan ada indikasi perang semakin meluas ke beberapa belahan dunia lainnya.

Gaza sudah hancur lebur dihujani bom, jumlah korban jiwa mencapai 22.000 orang. Dua pertiga dari angka itu adalah perempuan dan anak-anak. Jumlah yang luka-luka mencapai 57.000 orang, dan sebagian besar penduduk kehilangan tempat tinggal mereka (Israel maintains onslaught,” 2024).

Kita sulit membayangkan bagaimana zionis ‘Israel’ mampu melakukan kejahatan kemanusiaan semacam ini, walaupun kita tahu ini bukan pertama kalinya negara Apartheid ini melakukan kejahatan dan kekejian terhadap warga Palestina. Kejahatan ini telah didukung pula secara terbuka oleh Amerika Serikat dan beberapa sekutu Eropanya.

Kita mungkin pernah membaca tentang teori konspirasi. Dikatakan bahwa kitab suci Yahudi menganggap bahwa orang-orang goyim (non-Yahudi) sebagai hewan atau separuh hewan. Juga ada yang menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi pada masa sekarang ini telah mengendalikan negara-negara besar di Barat, bahkan mengendalikan dunia.

Teori konspirasi sebenarnya perlu dihindari atau dibaca dengan sangat hati-hati, karena banyak kandungannya yang berlebihan, tidak masuk akal, dan tidak ilmiah. Namun, pada hari-hari ini kita terkejut mendengar ucapan dan tindakan para petinggi zionis terkait perang yang banyak membunuh masyarakat sipil di Gaza, yang sepertinya mengkonfirmasi sebagian dari narasi konspiratif yang ada.

Dua hari setelah dimulainya perang, pada tanggal 9 Oktober, menteri pertahanan ‘Israel’, Yoav Gallant, memerintahkan pengepungan Gaza secara total. Akses terhadap makanan, bahan bakar, dan listrik sepenuhnya ditutup, yang berarti akan berdampak pada seluruh penduduk sipil di Gaza, bukan hanya pada anggota Hamas.

Gallant kemudian mengatakan, “Kita sedang memerangi manusia-manusia hewan dan kami bertindak sesuai dengan hal itu” (We are fighting human animals and we are acting accordingly) (Fabian, 2023; Israel’i defence minister, 2023).

Pada akhir Oktober, Dan Gillerman, mantan dubes ‘Israel’ di PBB, menyebut orang-orang Palestina sebagai “hewan-hewan yang biadab” (inhuman animals). Ia juga merasa heran mengapa masyarakat dunia menaruh perhatian yang besar terhadap nasib penduduk Gaza (Kasim, 2023).

Kemarahan zionis tidak hanya diarahkan kepada Hamas, tetapi kepada seluruh penduduk Gaza. Presiden ‘Israel’, Isaac Herzog, menyatakan bahwa “seluruh bangsa [Palestina] di luar sanalah [Gaza] yang bertanggung jawab” (It is an entire nation out there that is responsible) (Blumenthal, 2023). Artinya, ia sama sekali tidak membedakan antara militer dan sipil yang berada di Gaza.

Seorang menteri ‘Israel’ bahkan sempat menyarankan untuk membom Gaza dengan nuklir, yang kemudian menimbulkan kecaman serta pertanyaan dari sejumlah negara tentang kapasitas dan ancaman nuklir negara zionis itu (Lederer, 2023).

Bisa saja dikatakan bahwa semua itu hanyalah ungkapan emosi dan kemarahan para pejabat ‘Israel’ disebabkan serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023. Namun, penggambaran orang-orang Palestina sebagai hewan bukan baru muncul dalam tiga bulan terakhir ini saja.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Hebrew University pada tahun 2003 tentang buku-buku teks di ‘Israel’, misalnya, mendapati bahwa orang-orang Arab digambarkan sebagai “seekor unta, dalam pakaian Ali Baba” (a camel, in an Ali Baba dress) (McGreal, 2023).

Sikap dan tindakan ‘Israel’ di dalam Perang Gaza ini juga dapat dikatakan sejalan dengan apa yang mereka ucapkan di atas. Jumlah korban di Gaza sejauh ini menunjukkan bahwa dalam setiap jam rata-rata 6 orang mati terbunuh.

Tentara zionis ‘Israel’ tanpa ragu dan malu menyerang sejumlah rumah sakit, sekolah, masjid, gereja, dan rumah penduduk sipil. Warga sipil Gaza secara jelas menjadi target serangan tentara ‘Israel’.

Para jurnalis, yang semestinya termasuk yang mendapat perlindungan, banyak yang gugur selama perang ini. Jumlahnya tidak main-main. Sebuah laporan menyebutkan bahwa sejak tanggal 7 Oktober 2023 hingga 5 Januari 2024, setidaknya 77 jurnalis telah menjadi korban di Gaza (“Journalist casualties,” 2024). Ini hampir mencapai rata-rata satu orang per hari. Bahkan ada laporan yang menyebutkan bahwa sudah lebih dari 100 jurnalis di Gaza mati terbunuh.

Sebuah potongan video memperlihatkan betapa seorang tentara ‘Israel’ sambil tersenyum mengatakan bahwa ia mungkin telah membunuh gadis berusia dua belas tahun. Tapi sebenarnya ia mencari bayi (untuk dibunuh). Namun, sudah tidak ada lagi bayi yang tersisa (“Israel’i soldiers,” 2023).

‘Israel’ berkeinginan untuk mengusir warga Gaza keluar dari wilayah itu. Namun, negara-negara Arab menolak untuk menerima para pengungsi Palestina. Pemerintah ‘Israel’ dikatakan telah melakukan pembicaraan dengan pemerintah Kongo tentang kemungkinan pemindahan warga Gaza ke negara Afrika itu (Yerushalmi, 2024).

Tetapi hal ini kemudian dibantah oleh pemerintah Kongo, bahwa sama sekali tidak ada pembicaraan tentang hal itu (“Congo denies that it’s in talks with Israel,” 2024).

Kekejian dan kejahatan perang ini telah membuka mata banyak orang seluruh dunia. Namun, anehnya Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat, yang selama ini selalu menguliahi dunia tentang nilai-nilai kemanusiaan, tanpa rasa malu menutup mata terhadap apa yang berlaku di Gaza.

Amerika Serikat sudah dua kali memveto upaya Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi gencatan senjata bagi perang di Gaza (Nichols, 2023).

Sejak awal Joe Biden menyatakan bahwa Amerika memberi dukungan kepada ‘Israel’ tanpa syarat. Amerika juga memberi dukungan keuangan, senjata, dan juga ikut mengirimkan tentara bagi membantu ‘Israel’ dalam perang di Gaza.

Hal ini membuat pemerintah Amerika kehilangan simpati dunia, semakin dimusuhi di Timur Tengah, semakin diprotes oleh rakyatnya sendiri, dan semakin tergerus keuangannya dalam membiayai perang.

Amerika Serikat yang merupakan negara super power itu seperti takut dan tunduk sepenuhnya terhadap ‘Israel’. Dalam beberapa kesempatan, pejabat Amerika Serikat menampakkan rasa tidak nyaman dan menunjukkan sikap yang agak berbeda dengan ‘Israel’, tetapi pada akhirnya tetap saja mereka membantu ‘Israel’. Begitu besarnyakah pengaruh lobi Yahudi di Amerika Serikat hingga pemerintah Amerika terpaksa menuruti semua kemauan negara zionis itu?

Apa yang dilakukan ‘Israel’ di Gaza selama perang ini dianggap telah memenuhi bukti untuk dikatakan sebagai kejahatan perang. Amnesty International, misalnya, menyimpulkan bahwa tindakan ‘Israel’ di Gaza “harus diselidiki sebagai kejahatan perang” (“Damning evidence,” 2023).

Hamas juga dituduh oleh beberapa pihak telah melakukan kejahatan perang, karena melakukan pembunuhan dan penculikan pada tanggal 7 Oktober 2023. Terlepas dari itu, kita dapat melihat perlakuan manusiawi Hamas terhadap tawanan saat dilakukan pertukaran tahanan. Para tahanan Hamas dikembalikan dalam keadaan baik dan tidak melaporkan sebarang siksaan atau yang semisalnya selama berada di Gaza. Bahkan ada tawanan remaja yang kembali ke ‘Israel’ bersama anjingnya.

Hal yang sama tidak terjadi terhadap penduduk sipil Palestina yang ditahan oleh ‘Israel’, baik di Gaza maupun di Tepi Barat. Sebuah keluarga di Gaza, misalnya, menceritakan apa yang ia dan yang lainnya alami saat ditahan tentara ‘Israel’. Ia dan anak-anaknya mengibarkan bendera putih saat tentara ‘Israel’ membuldoser rumah-rumah penduduk. Rumah mereka digeledah, uang dan telefon mereka dirampas.

Mereka kemudian dibawa dengan truk bersama sejumlah orang lainnya, dalam keadaan ditutup matanya dan yang lelaki dibuka pakaiannya. Setelah itu mereka dikumpulkan di sebuah bangunan, diinterogasi, dipukuli, dan tidak bisa tidur karena lantainya penuh berisi butiran beras yang menggores kulit-kulit mereka. Ada dua anak lelaki yang ditembak mati karena mencari air. Mereka juga menyiksa anak-anak selama proses penahanan itu.

Salah seorang korban penahanan itu menyebutkan bahwa tentara-tentara ‘Israel’ terus menerus berkata, “Kamu semua adalah Hamas.” Ia tidak bisa melupakan apa yang telah dialaminya. “Kebencian mereka terhadap kami tidak wajar, seolah kami adalah makhluk yang lebih rendah (lesser beings).”

Seorang korban lainnya berkata, “Mereka memiliki rasisme yang luar biasa. Mereka sangat membenci kami. Ini bukan tentang Hamas. Ini tentang memusnahkan kita semua. Ini tentang genosida, yang ditandatangani oleh [Presiden AS] Biden.”

Para tawanan Gaza di atas mengalami siksaan itu selama lima hari, sebelum akhirnya dibebaskan. Tapi mereka merasa seolah telah ditahan selama lima tahun lamanya. “It was hell on earth,” ujar salah seorang dari mereka (Alsaafin & Humaid, 2023).

Zionis ‘Israel’ juga telah dituduh mencuri organ dari jenazah-jenazah warga Palestina di Gaza. Ini merupakan satu bentuk kejahatan yang lain yang perlu diperiksa. Dan ini bukan pertama kalinya ‘Israel’ dituduh mengambil organ jenazah Palestina tanpa izin keluarganya.

Seorang dokter ‘Israel’ bernama Meira Weiss, misalnya, menyebutkan di dalam bukunya bahwa antara tahun 1996 dan 2002 organ-organ tubuh telah diambil dari jenazah-jenazah Palestina untuk keperluan riset medis dan untuk ditransplantasikan ke pasien-pasien ‘Israel’ (Askew, 2023).

Beberapa upaya telah dilakukan untuk membawa kejahatan perang ‘Israel’ ke pengadilan internasional, antara lain ke International Criminal Court (ICC). Tapi apakah pengadilan internasional tersebut akan menerapkan standar ganda juga terkait apa yang dilakukan negara zionis tersebut, kita masih harus menunggu. Mungkin saja ‘Israel’ akan lolos dari tuntutan semacam itu, tetapi ia tidak akan pernah bisa lepas dari pengadilan sejarah.*/Kuala Lumpur, 25 Jumadil Akhir 1445/7 Januari 2024

Penulis adalah staf akademik di International Islamic University Malaysia (IIUM)

HIDAYATULLAH

Bisakah Boikot Membantu Perjuangan Palestina?

Melakukan hukuman kolektif terhadap ‘Israel’ dan para pendukungnya dan tidak berbelanja dan mengkonsumsi produknya berarti ikut menantang status quo, dan mendukung pembebasan bangsa Palestina

Oleh: Jinan Deena

DALAM dua bulan terakhir, sejak kantor perusahaan Starbucks mengumumkan akan menuntut serikat pekerjanya karena memposting pernyataan pro-Palestina, akibat boikot yang kuat telah mengakibatkan kerugian hampir $12 miliar bagi perusahaan tersebut.

Menurut beberapa laporan, bisnis sangat menderita di Maroko, dan banyak lokasi di negara-negara Arab, termasukdi Amerika, yang juga mengalami penurunan penjualan. Hal ini menunjukkan satu hal keberhasilan boikot.

Sejak tahun 2005, Gerakan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi) resmi telah menjalankan upaya boikot terkoordinasi untuk membantu Palestina. Kelompok internasional ini memilih target boikot konsumen seperti SodaStream serta target divestasi terhadap perusahaan yang melanggengkan penjajah tanah Palestina oleh ‘Israel’.

Selama hampir dua dekade, BDS telah menerapkan strategi ini sebagai cara untuk memotong sumber daya kepada pihak yang mendanai penjajah dan melakukan perubahan demi pembebasan dan kebebasan bangsa Palestina.

Di seluruh Amerika Serikat, banyak kampus perguruan tinggi telah mengeluarkan resolusi untuk melakukan divestasi (pengurangan aset) dari perusahaan-perusahaan ini, sehingga menimbulkan boikot terhadap generasi baru, lebih muda, dan lebih energik.

Sejak bulan Oktober, kampanye yang mendesak para pendukung Palestina untuk memboikot perusahaan seperti McDonald’s, Disney, Starbucks, Coca Cola dan lainnya telah menjadi viral di seluruh dunia. Di beberapa negara, restoran telah menghapus produk Coca Cola dan Pepsi.

Di tempat lain, orang-orang telah membatalkan langganan Disney+ mereka, dan terdengar ada anak-anak kecil yang berkata bahwa mereka tidak akan makan McDonald’s karena McDonald’s membunuh anak-anak di Gaza – dan kita semua tahu betapa anak-anak sangat menyukai Happy Meals!

Dengan setiap tindakan yang terkoordinasi, kami telah melihat akibat dari berkurangnya penjualan dan pendapatan.

Beberapa boikot telah meluas hingga melampaui korporasi, karena semakin banyak orang yang sadar akan ke mana mereka membelanjakan uangnya. Di banyak kota besar, para aktivis telah menerbitkan daftar bisnis ‘Israel’ yang harus diboikot, dan juga membagikan bisnis Palestina yang harus mereka dukung.

Perusahaan-perusahaan yang pemiliknya adalah sekutu perjuangan Palestina juga menerima dukungan tambahan, karena mereka menjadi sasaran karena mereka berani angkat bicara.

Di negara-negara Barat, penata rias, pembuat konten, dan influencer menghadapi reaksi keras karena menganjurkan gencatan senjata dan mengakhiri penjajah.

Pada gilirannya, banyak pendukung pro-Palestina telah bergerak untuk mendukung mereka, meskipun mereka tidak selalu sejalan dengan konten mereka yang biasa.

Bahkan saya, dengan pengikut Instagram yang sederhana namun berpengaruh, telah melihat sepuluh kali lipat pengikut baru dibandingkan mereka yang berhenti mengikuti saya. Pesannya jelas – berbicara dengan integritas berarti berada di pihak yang benar dalam sejarah.

Apa arti semua ini bagi ‘Israel’?

Sudah terlalu lama pemerintah ‘Israel’ mengendalikan narasi publik dan menyebut dirinya sebagai korban. Namun, dengan pengaruh media sosial dan penyebaran informasi yang disampaikan dalam hitungan detik melalui ponsel kita, menghilangkan kebohongan pemerintah penjajah, menjadi lebih mudah.

Semakin banyak orang yang angkat bicara di forum publik, dan dengan meningkatnya dukungan, akan lebih mudah untuk mengambil tindakan.

Tidak ada orang yang suka menjadi satu-satunya orang yang bersuara, namun memboikot adalah cara yang lebih mudah untuk menunjukkan dukungan karena orang tersebut menjadi bagian dari suatu kolektif.  Kita saling menyemangati, saling bertanggung jawab, dan mengucapkan selamat atas kemenangan kecil dan besar.

Hati nurani masyarakat mulai terbangun. Setelah lebih dari 75 tahun penjajah brutal terhadap bangsa Palestina, mereka menerobos tembok yang dibangun di sekitar mereka, merampas tanah, menembaki dan membantai pemilik atau sang penghuni asli.

Kapitalisme telah membuat kita merasa bahwa tanpa fasilitas /modal tertentu, kita tidak berdaya. Bahwa jika kita memutuskan untuk menghilangkan kenyamanan dari hidup kita, kita akan terlihat ekstrem atau radikal dalam aktivisme kita.

Namun memutus ikatan tersebut merupakan wujud cinta dan wujud ketahanan dalam menghadapi konsumerisme. Salah satu ujian terbesarnya adalah kampanye untuk memboikot semua pembelanjaan pada pendukung ‘Israel’.

Penyelenggara dan aktivis Palestina di AS membahas tindakan ini dengan hangat. Pada akhirnya, mudah untuk menganggap hari itu sebagai taktik mengalihkan perhatian dari semua yang terjadi di Gaza dan Tepi Barat.

Selama kita terus melakukan dengan kesadaran, kita dapat merasa yakin bahwa kita telah melakukan semua yang kita bisa kita lakukan. Yakni untuk kebebasan rakyat Palestina!

Apakah kita benar-benar membutuhkan perangkat elektronik lain (selain produk pendukung Israel)? Apakah kita benar-benar membutuhkan lebih banyak pakaian?

Melepaskan diri dari konsumerisme pada dasarnya sebenarnya membebaskan diri kita sendiri.

Ketika agresi dan pembantaian terus berlanjut dan tindakan kita mulai terasa kurang berdampak, dan ketika orang-orang sudah mulai kelelahan dan akan terganggu dengan musim liburan yang segera datang, akankah kita mampu mempertahankan momentum yang telah kita bangun ini?

Saya ingin mengatakan ya, kita akan melakukannya. Karena kita telah melihat hasil yang sangat positif dari upaya ini.

Pembantaian yang terus berlanjut terhadap saudara dan saudari kita di Gaza, di Tepi Barat dan bagian lain Palestina, telah menunjukkan kepada kita bahwa ketahanan adalah satu-satunya jawaban kita.

Apa ketidaknyamanan kecil saat memilih merek minuman berkarbonasi lain, ataukah memilih layanan streaming lain (selain pendukung Israel), atau membeli kopi dari kafe lokal yang lebih baik di tengah genosida yang sedang berlangsung?

Selama kita terus mengkonsumsi dan memilih semua itu dengan kesadaran, kita dapat merasa yakin bahwa kita telah melakukan semua yang kita bisa pada saat ini. Yakni, kebebasan rakyat Palestina bergantung padanya, tergantung kesadaran kita.*

Jinan Deena, seorang aktivis dan kurator Kuliner Perhotelan Palestina, Bayti(Rumahku, dalam bahasa Arab). Artikel dimuat di laman TRTWorld

HIDAYATULLAH

Bantu Muslim Palestina dengan Boikot Produk Pendukung Israel

Aksi boikot produk Israel muncul karena penindasan rakyat Palestina.

Ketua Umum Pengurus Besar Al Washliyah, KH Masyhuril Khamis mengatakan, sangat memungkinkan untuk melakukan boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel. Aksi boikot produk yang mendukung Israel merupakan bagian dari upaya membantu Muslim Palestina.

“Ini (boikot) kita lakukan sebagai bagian membantu saudara kita di Gaza, Palestina. Setidaknya kita telah menunjukkan keberpihakan dan pembelaan kita pada kaum Muslimin Palestina,” kata Kiai Masyhuril kepada Republika, Senin (16/10/2023). 

Kiai Masyhuril mengatakan, Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari mengutip perkataan Ibn Batthal, mengatakan, “Bermuamalah dengan orang kafir hukumnya boleh, kecuali melakukan jual beli sesuatu yang kafir harbi gunakan untuk memerangi kaum Muslimin.”

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.”

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali menyampaikan bahwa umat agama apapun yang mencintai perdamaian harus memboikot produk yang terafiliasi dengan zionis Israel. Sebab aksi brutal yang dan peperangan akibat ulah zionis Israel dampaknya atau korbannya bukan hanya umat Islam, tapi juga umat agama lain.

Kiai Muiz mengatakan, tidak semua Yahudi setuju bahwa tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan untuk etnis Yahudi. Bahkan ada orang Yahudi yang menentang tindakan zionis Israel terhadap rakyat Palestina.

“Selama ini yang sering memboikot (produk Israel) adalah umat Islam karena yang dizalimi umat Islam, tapi sebenarnya yang terkena dampak (kebrutalan Israel dan peperangan) bukan hanya umat Islam tapi juga umat agama lain misalnya Kristen,” kata Kiai Muiz kepada Republika, Ahad (15/10/2023).

Ia mengatakan, maka pemboikotan itu tidak hanya dilakukan umat Islam tapi pemeluk agama lain yang mencintai kedamaian juga harus memboikot produk yang berafiliasi dengan zionis Israel.

Serangan membabi buta yang dilakukan tentara zionis Yahudi Israel kepada penduduk Palestina adalah tindakan barbar yang harus dikutuk oleh semua agama yang mencintai kedamaian. 

“Saya kira tidak saja umat Islam yang merasa tersakiti dengan tindakan atau serangan tentara zionisme Yahudi Israel. Semua pemeluk agama tersakiti, termasuk bagi orang banyak yang menentang tindakan zionisme Israel kepada Palestina,” ujar Kiai Muiz.

Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI mengatakan, umat Islam dan non Muslim boleh melakukan pembelaan atas nama kemanusian dengan cara memboikot produk zionis Yahudi yang ditengarai membantu kebutuhan logistik tentara Israel.

Oleh karenanya, boikot ini harus sedianya dilakukan serentak. Jangan hanya oleh umat Islam tetapi juga oleh non Muslim yang cinta akan perdamaian.

“Boikot boleh dilakukan sebagai bentuk perlawanan rakyat sipil atasnama kemanusian dan sama-sama sebagai pemeluk agama yang mencintai kedamaian,” jelas Kiai Muiz.

Meskipun demikian, dijelaskan Kiai Muiz, boikot dilakukan dengan norma, etika dan adab. Dalam prosesnya tidak boleh melakukan perusakan. 

IQRA

Mengabadikan Perjuangan Palestina Lewat Sinema

Ada beberapa film tentang perjuangan warga Palestina yang bisa kita saksikan lewat sinema.

Beberapa hari terakhir, warga di seluruh dunia sedang menyoroti situasi yang masih bergejolak antara Hamas dan Israel. Belum ada kabar membaik dari situasi ini, tapi korban jiwa dipastikan terus bertambah. Perseteruan antara Palestina dan Israel memang belum menemukan titik terang hingga sekarang.

Dalam industri hiburan, realitas pahit ini terekam dalam jejak dokumenter dan film yang mengangkat tema Palestina. Berikut simak daftarnya, seperi dilansir Savoir Flair, Sabtu (14/10/2023):

  1. 5 Broken Cameras (2011)
https://youtube.com/watch?v=8iAywSB5Dw4%3Fsi%3DUAQhBdnogyHiOnSk

5 Broken Cameras adalah laporan langsung mengenai protes di Bil’in, Ramallah, sebuah desa di Tepi Barat yang terkena dampak tembok pembatas Tepi Barat Israel. Hampir seluruh adegan diambil oleh petani Palestina Emad Burnat yang membeli kamera pertamanya pada 2005 untuk merekam kelahiran putra bungsunya. Film ini sekaligus menjadi kesempatan baginya untuk menceritakan perlawanan tanpa kekerasan yang ia lakukan terhadap tindakan yang selama ini dilakukan tentara Israel.

2. Jenin, Jenin (2002)

https://youtube.com/watch?v=Dr6LzjZxPQY%3Fsi%3DoGWoOEojCuK8C2Wr

Jenin, Jenin merupakan film garapan aktor terkemuka Palestina, Mohammed Bakri. Untuk menggambarkan apa yang disebut Bakri sebagai “kebenaran Palestina” tentang Invasi Jenin. Dalam film ini, para saksi dan orang yang selamat berbicara tentang serangan di 2002 yang dilakukan tentara Israel terhadap kamp pengungsi Palestina di Jenin.

3. Born In Gaza (2014)

https://youtube.com/watch?v=FZpp8JLkwBw%3Fsi%3DlgR5yqaeF4Ns6wzX

Difilmkan selama pengepungan Gaza pada 2014, kejadian ini telah menyebabkan 507 anak tewas dan 3.598 luka-luka. Born in Gaza mengikuti kehidupan 10 anak kecil yang tinggal di Jalur Gaza.

Film ini mengkaji dampak fisik dan psikologis dari anak-anak yang tumbuh di zona perang. Selain itu, film juga berfokus pada kekerasan yang menghancurkan akibat pendudukan Israel dan dampaknya terhadap anak-anak Gaza.

4. Gaza Fights for Freedom (2019)

Film dokumenter ini menunjukkan gerakan protes di Gaza yang belum pernah Anda lihat sebelumnya. Difilmkan pada puncak protes Great March of Return, film ini menampilkan cuplikan demonstrasi eksklusif yang menjelaskan sejarah yang tidak pernah diakui oleh media massa.

Pada intinya, Gaza Fights For Freedom adalah dakwaan menyeluruh terhadap militer Israel atas kejahatan perang dan gambaran sinematik yang menakjubkan tentang perlawanan heroik warga Palestina.

5. Ghost Hunting (2017)

Direktur Raed Andoni mengatur agar replika kamar dan sel pusat penahanan Israel dibangun sesuai ukuran di dalam aula, di bawah pengawasan ketat dari mantan narapidana dan berdasarkan ingatan mereka. Dalam situasi yang realistis ini, para pria tersebut kemudian mengulangi interogasi mereka, mendiskusikan rincian tentang penjara, dan mengungkapkan penghinaan yang mereka alami selama penahanan. Rekonstruksi mereka memunculkan emosi dan trauma yang telah lama terpendam.

6. Fertile Memory (1980)

Dalam film berdurasi penuh pertama yang mengambil lokasi syuting di “Garis Hijau” Tepi Barat Palestina yang disengketakan, sutradara Michel Khleifi membuat potret dua perempuan Palestina yang perjuangan individunya mendefinisikan dan melampaui politik yang telah menghancurkan rumah dan kehidupan mereka.

7. Mayor (2020)

Mayor mengangkat kisah walikota karismatik kota Ramallah di Palestina, Musa Hadid yang bercita-cita membawa kota tersebut menuju masa depan cerah. Dalam salah satu momen di mana Hadid berbicara langsung ke kamera, dia bertanya-tanya apakah orang Amerika peduli terhadap Palestina dan warganya yang dibunuh dan diteror setiap hari. 

Dalam Jenin, Jenin para saksi berbicara tentang serangan pada 2002 yang dilakukan tentara Israel terhadap kamp pengungsi Palestina. 

REPUBLIKA

Mungkinkah Israel dan Palestina Berdamai?

Konflik Israel dan Palestina adalah konflik berkepanjangan yang telah berlangsung selama lebih dari 70 tahun. Konflik ini melibatkan dua kelompok etnis dan agama yang berbeda, yaitu orang Yahudi dan orang Arab Palestina. Lantas mungkinkahIsrael dan Palestina berdamai?

“Selama kemerdekaan Bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah Bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel. Kolonialisme belum mati hanya berubah bentuknya. Neokolonialisme ada diberbagai penjuru bumi, seperti Vietnam, Palestina, Aljazair dan seterusnya.” Begitulah kata Bung Karno.

Tak bisa dipungkiri, konflik Israel-Palestina adalah salah satu masalah sentral dan krusial di kawasan Timur Tengah. Konflik dan resolusi konflik pun menjadi salah satu isu yang tetap saja menonjol dalam perkembangan studi politik di dunia hampir sepanjang abad 20 bahkan sampai abad 21 saat ini, terutama masalah pertikaian Arab-Israel.

Sejarah mencatat awal mula konflik terbuka perang Arab-Israel dimulai sejak tahun 1948. Dimana, negara-negara Arab yang bersatu melawan Israel pada perang tahun 1948 yaitu; Mesir, Suriah, Lebanon, Irak, Jordan, Saudi Arabia, Yaman dan milisi Palestina.

Syahdan, bahwa konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel adalah salah satu sengketa yang cukup panjang jika kita menghitung waktu maupun upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan sengketa ini, yang belakangan ini kembali memanas cukup menarik perhatian kita. Hal ini jelas memicu kembali ketegangan. Tidak hanya di kalangan negara-negara Timur Tengah, tetapi juga ikut menarik perhatian dari dunia.

Dalam konflik antara Israel dan Palestina, ternyata telah beberapa kali dilakukan perjanjian-perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara kedua pihak, yang sama-sama menyatakan dirinya sebagai negara merdeka, dan berhak atas wilayah yang menjadi pokok sengketa antara kedua pihak.

Melansir dari laman CNBC Indonesia, Israel telah melancarkan empat serangan-serangan militer berkepanjangan di Gaza yakni di tahun 2008, 2012, 2014 dan 2021. Ribuan warga Palestina telah terbunuh, termasuk banyak anak-anak, dan puluhan ribu rumah, sekolah, dan gedung perkantoran telah hancur.

Pembangunan kembali hampir mustahil dilakukan karena pengepungan tersebut menghalangi material konstruksi, seperti baja dan semen, mencapai Gaza. Serangan tahun 2008 melibatkan penggunaan senjata yang dilarang secara internasional, seperti gas fosfor.

Pada 2014, dalam kurun waktu 50 hari, Israel membunuh lebih dari 2.100 warga Palestina, termasuk 1.462 warga sipil dan hampir 500 anak-anak. Selama serangan tersebut, sekitar 11.000 warga Palestina terluka, 20.000 rumah hancur dan setengah juta orang mengungsi.

Meski telah berkali-kali dilakukan upaya perdamaian sampai pada tingkat perjanjian internasional yang telah dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sehingga menghasilkan pembagian wilayah untuk kedua masing-masing pihak yakni Israel dan Palestina.

Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak mampu secara langsung menyelesaikan permasalahan antara Israel dan Palestina. Palestina dengan pasukan intifadanya dan Israel dengan kekuatan bersenjata yang cukup kuat tetap saling menyerang dan bertahan satu sama lain. 

Tentang intifada ini, terutama dilakukan oleh kaum muda dan diarahkan oleh Kepemimpinan Nasional Terpadu Pemberontakan, sebuah koalisi faksi politik Palestina yang berkomitmen untuk mengakhiri pendudukan Israel dan membangun kemerdekaan Palestina. Lebih dari itu, intifada ini ditandai dengan mobilisasi rakyat, protes massal, pembangkangan sipil, pemogokan yang terorganisir dengan baik, dan kerja sama komunal.

Penting diketahui, bahwa negara Israel berdiri pada 1948 setelah PBB menyetujui pendiriannya di tanah Palestina yang awalnya di bawah mandat Inggris. Sehari setelah pendirian Negara Israel, negara-negara Arab yang terdiri dari Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, dan Irak langsung menyerang Israel.

Sejak saat itu peperangan demi peperangan terus terjadi. Palestina yang mayoritas penganut agama Islam, mendapat dukungan dari negara-negara Arab dan Muslim lainnya, sementara Israel didukung negara-negara Barat. Banyak dinamika yang terjadi dalam konflik yang telah berlangsung selama lebih dari enam dekade ini.

Jika melihat faktor lain selain klaim teologis dalam sebuah konflik yang terjadi dalam rentan waktu yang cukup lama, maka menurut pendekatan ilmu sosiologi dalam hal ini teori konflik sosial Oberschall, bahwa konflik sosial meliputi spektrum yang lebar dengan melibatkan berbagai hal.

Misalnya konflik antar kelas (social class conflict) seperti bangsa Yahudi yang menganggap lebih tinggi kedudukannya dibanding bangsa Arab, konflik ras (ethnics and racial conflicts) bangsa Yahudi dan Arab, konflik antar pemeluk agama (religions conflict) Islam dan Yahudi, konflik antar komunitas (communal conflict) Zionis dan Hamas, dan lain sebagainya.

Tinjauan teoritis 

Sekali lagi, salah satu faktor yang mendasari terjadinya konflik adalah faktor teologis, yaitu agama Yahudi dan agama Islam sama-sama menganggap wilayah yang diperebutkan sebagai Tanah Suci bagi masing-masing agama. Faktor lainnya adalah politik.

Adalah Negara Barat yang menjadi pendukung Israel mempunyai banyak alasan dibalik dukungannya. Israel yang berada di Timur Tengah dijadikan sebagai alat konstelasi bagi negara Barat khususnya AS. Ekonomi menjadi faktor penting juga dalam konflik ini, karena negara-negara Timur Tengah sangat kaya akan sumber energi, khususnya minyak dan gas.

Dalam buku “Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen, Islam” dikatakan, bahwa Muslim Palestina menganggap Israel adalah kafir harbi (kafir musuh yang bisa diperangi) yang mana Yahudi Israel dianggap merampas tanah hak milik bangsa Palestina.

Oleh karena itu, dianggap jihad jika mereka mengorbankan nyawa dan harta untuk membela tanah Palestina. Tidak mengherankan jika mereka mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua berusaha melawan penjajahan Israel di atas tanah Palestina. 

Bagi kaum Yahudi, tanah Palestina mempunyai nilai historis yang sangat Penting. Selain memang awalnya mereka pernah menetap di sana hingga adanya eksodus oleh tentara Romawi, bangsa Yahudi juga mempunyai doktrin bahwa Tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan bagi mereka. Yahudi menganggap bahwa dirinya adalah umat Allah Swt. atau umat yang terpilih dibandingkan dengan yang lain.

Salah satu kelompok yang mempunyai paham ini adalah kelompok Haredim. Kelompok ini awalnya hanya berada di wilayah tradisional Jerusalem, seperti Mea Shearim. Akan tetapi, saat ini kelompok tersebut telah tersebar di seluruh Israel dan mereka berpengaruh kuat pada politik Israel.

Mungkinkah Israel dan Palestina Berdamai?

Terkait pertanya mungkinkah Israel dan Palestina berdamai? Sebenarnya, ada banyak upaya internasional yang telah dilakukan untuk mencapai solusi damai atas konflik Israel-Palestina. Misalnya Perjanjian Oslo 1993 yang menciptakan Otoritas Palestina dan peta jalan negosiasi.

Namun, perjanjian damai berikutnya sering gagal untuk menghasilkan resolusi akhir. Isu-isu inti, seperti status Yerusalem, hak kembalinya pengungsi Palestina, dan perbatasan negara Palestina-Israel, tetap kontroversial dan belum menemukan titik-temu.

Dari sini kita tahu, bahwa konflik Israel-Palestina sangat berakar pada faktor-faktor sejarah, politik, budaya yang telah membentuk Timur Tengah modern dan intervensi Barat. Tentu saja, memahami asal-usulnya sangat penting untuk menemukan jalan menuju perdamaian dan koeksistensi.

Sejarah konflik yang kompleks, peran nasionalisme, dan perjuangan untuk memperoleh wilayah oleh kedua pihak terus menantang para pemimpin dan organisasi internasional untuk bekerja menuju penyelesaian yang berkelanjutan. Terlepas dari tantangan yang luar biasa ini, tetap menjadi kewajiban moral bagi dunia untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan yang memenuhi hak-hak dan aspirasi yang sah dari kedua pihak, warga Israel dan warga Palestina.

Masih tentang usaha perdamaian. Perdamaian Palestina-Israel yang diharapkan oleh rakyat kedua belah pihak dan diharapkan oleh masyarakat dunia internasional, masih terkendala beberapa faktor. Terutama hambatan internal dari ke dua pihak yang berkonflik. Israel dihadapkan pada friksi internal antara dua pihak, dimana kelompok pertama yang menginginkan eksistensi Israel sebagai negara kuat sebagai raison d’etre eksistensi Israel itu sendiri.

Atau, pilihan kedua berarti menempuh jalan perdamaian yang mengarah kepada pembentukan Negara Palestina merdeka. Sementara di pihak Palestina, hambatan untuk mencapai kemerdekaan Palestina terhambat oleh faktor internal. Yaitu adanya konflik antara Fatah dan Hamas yang menjadi batu sandungan kekuatan Palestina dalam mencapai kemerdekaan hakiki dari Israel.

Catatan akhir 

Jelasnya, prospek Perdamaian Palestina-Israel masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala; baik internal maupun eksternal. Di pihak Israel, konflik internal antar golongan dan kekuatan politik saling menonjolkan kekuatannya dalam menyikapi posisi Palestina dan para pejuang kemerdekaan Palestina.

Begitu juga di pihak Palestina dihadapkan pada konflik internal antara Fatah dan Hamas dalam menyamakan persepsi memilih strategi yang pas untuk perjuangan kemerdekaan Palestina. Akhirnya, ketika dua negara yang berkonflik masih disibukan dengan masalah internalnya. Adalah memunculkan kekhawatiran akan masa depan perdamaian Palestina-Israel akan terwujud dalam waktu cepat. Namun, kemungkinan perdamaian tetap ada bila didukung dengan itikad baik semua pihak yang terkait konflik.

Demikian penjelasan terkait  mungkinkahIsrael dan Palestina berdamai? Perdamaian antara Israel dan Palestina tidak akan mudah, tetapi itu adalah tujuan yang layak untuk dikejar. Dengan kerja keras dan komitmen dari kedua belah pihak, perdamaian dapat menjadi kenyataan. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Sejarah Tragedi di Tanah Suci (1) : Berdirinya Negara Israel dan Penjajahan di Tanah Palestina

Sejarah berdirinya Negara Israel dan konflik yang terkait dengan penjajahan di Tanah Palestina adalah topik yang kompleks dan kontroversial. Banyak pertarungan kekuatan yang tidak hanya persoalan agama. Kepentingan ekonomi dan politik yang kerap mengatasnamakan agama juga muncul.

Peta kekuatan konflik di tanah suci Palestina juga terbilang kompleks. Dua kutub kekuatan besar dunia seperti Barat dan Soviet juga pernah menunggangi isu Palestina. Saat ini pun, peta pertarungan itu hampir sama. Dukungan Israel oleh Amerika dan Barat berhadapan juga dengan dukung politik dari negara yang kontra terhadap Amerika, Barat dan NATO semisal dari Rusia, Iran, China dan Korut.

Kecamuk di Palestina juga tak kunjung selesai. Perjuangan rakyat Palestina adalah perjuangan rakyat yang tanahnya dijajah oleh pendatang Yahudi. Sementara Yahudi kerap melontarkan klaim sejarah atas kepemilikan tanah tersebut.

Konflik di Tanah suci itu juga tidak sesederhana perang agama. Ada pula kekuatan rakyat Palestina dimotori oleh Arab Palestina beragam Kristen Dr. George Habash mendirikan Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina atau dikenal dengan Popular Front for the Liberation of Palestina (PFLP). Selain bukan disemangati Islam, gerakan ini berhaluan komunis yang memiliki tujuan sama pembebasan Palestina dan perlawanan terhadap Israel.

Untuk memahami sepenuhnya konteks sejarahnya, kita perlu merinci beberapa peristiwa kunci yang terjadi selama abad ke-20.

  1. Awal Mula Sengketa di Tanah Suci

Pada awal abad ke-20, wilayah Palestina adalah bagian dari Kesultanan Utsmaniyah yang sedang mengalami penurunan. Pada masa Perang Dunia I, Inggris dan Prancis menduduki wilayah ini. Setelah berakhirnya Perang Dunia I, Perjanjian Versailles tahun 1919 dan Perjanjian Sèvres tahun 1920 menentukan nasib wilayah tersebut.

  1. Deklarasi Balfour (1917)

Pada tahun 1917, Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, mengeluarkan deklarasi yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour. Deklarasi ini menyatakan bahwa Inggris mendukung pembentukan “rumah nasional bagi bangsa Yahudi” di Palestina. Hal ini membuka jalan bagi imigrasi besar-besaran Yahudi ke wilayah tersebut.

Imigran Yahudi berbondong-bondong akibat tragedi berdarah yang dilancarkan oleh Nazi. Mereka mendapatkan tempat nyaman di Palestina dengan membangun komunitas dari tahun ke tahun. Legitmasi kekuatan Inggris semakin memantapkan langkah mereka yang dalam banyak hal mendapatkan perlawanan dari penduduk Arab Palestina.

  1. Mandat Liga Bangsa-Bangsa

Setelah Perang Dunia I, Liga Bangsa-Bangsa memberikan mandat kepada Inggris untuk mengelola Palestina (Mandat Palestina) yang mencakup wilayah modern Israel dan Palestina. Mandat ini diatur oleh Kepala Mandat Palestina, yang pada awalnya mengikuti visi Deklarasi Balfour.

  1. Aliyah dan Pembentukan Negara Israel

Pada periode antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II, jumlah imigran Yahudi meningkat secara signifikan melalui Aliyah (pemulangan orang Yahudi ke Palestina). Mereka mendirikan komunitas-komunitas di sana dan mendirikan infrastruktur politik dan ekonomi yang mendukung pendirian negara mereka sendiri.

Pada mulanya berdirinya negara Israel tidak sepenuhnya mengisi lahan-lahan seperti saat ini. Namun, pembagian wilayah yang tidak adil dengan 55 persen penguasaan di bawah negara Israel mulai menimbulkan gejolak.

  1. Konflik Arab-Israel 1947-1949

Penolakan Arab terhadap pendirian negara Yahudi di Palestina memicu konflik bersenjata pada tahun 1947. Pada 1949, setelah berakhirnya perang, Israel diakui sebagai negara merdeka oleh sejumlah negara.

  1. Pengusiran dan Pengungsi Palestina

Konflik berdampak besar pada penduduk Arab Palestina. Banyak orang Palestina mengungsi atau diusir dari rumah mereka selama perang, dan ini menciptakan masalah pengungsi yang berlanjut hingga hari ini.

  1. Perang Arab-Israel 1967 dan Pendudukan

Pada tahun 1967, Perang Enam Hari terjadi antara Israel dan negara-negara Arab. Israel berhasil merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, Yerusalem Timur, dan Semenanjung Sinai. Ini adalah awal dari pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza, yang berlanjut hingga sekarang. Luas wilayah Palestina semakin menyusut dari tahun ke tahun yang menyisakan tepi Barat dan Jalur Gaza.

  1. Upaya Perdamaian dan Konflik Terkini

Selama beberapa dekade, telah ada upaya-upaya perdamaian yang diintervensi oleh berbagai pihak, termasuk Amerika Serikat. Namun, upaya-upaya ini belum mencapai penyelesaian yang memuaskan dan konflik berlanjut hingga hari ini.

Upaya militerisasi Israel ke tengah warga Palestina kerap terjadi dan menimbulkan korban. Perlawanan Rakyat Palestina juga tidak pernah padam. Terakhir, pasukan militant Hamas melancarkan serangan Badai Al-Aqsa yang mengejutkan Israel. Akibatnya, konflik jalur Gaza kembali menggema dan menimbulkan banyak korban dari kedua belah pihak.

Berdirinya Negara Israel dan penjajahan di Tanah Palestina adalah cerminan dari konflik yang rumit yang melibatkan berbagai pihak dengan klaim historis dan politik yang berbeda. Ini adalah masalah yang sangat sensitif dan penuh emosi, yang terus mempengaruhi situasi politik di kawasan tersebut dan mengakibatkan penderitaan bagi banyak orang di kedua sisi konflik.

ISLAM KAFFAH

Kami Tidak Tinggal Diam Wahai Palestina!!!

Bismillaahirrahmaanirrahiim…

Alhamdulillaahi –l Khaaliqil kauni wa maa fiih, wa jaami’in naasi li yaumin laa raiba fiih. Asyahadu an laa ilaaha illallaah, wa anna Muhammadan rasuulullaah… wa ba’d…

Perhatian dunia dalam beberapa hari ini tertuju pada Jalur Gaza. Invasi tentara Yahudi ke Gaza menelan banyak korban terutama wanita dan anak-anak. Korban luka-luka semakin memperbanyak deretan korban meninggal dunia. Dunia pun merespon dengan berbagai macam aksi.

Di antara aksi sebagai bentuk kepedulian atas musibah yang menimpa kaum muslimin di Palestina itu adalah aksi berupa bantuan kemanusiaan. Yang paling menonjol dalam hal bantuan tersebut adalah Saudi Arabia, di bawah pimpinan Raja Abdullah bin Abdul Aziz –ayyadahullah-. Ini bukan klaim tanpa bukti. Sebagai contoh: Program “Donasi Untuk Palestina” digencarkan, walaupun sudah sejak lama dicanangkan. Rumah-rumah sakit ternama di pusat kerajaan Saudi difokuskan untuk menangani korban luka-luka akibat serangan kaum Yahudi tersebut. Bantuan berupa makanan, pakaian dan obat-obatan juga terus mengalir sampai tulisan ini diturunkan. Kalangan ulama pun tidak tinggal diam. Baik perseorangan maupun lembaga/organisasi. Syeikh Abdul Aziz Alu Syeikh dan Syeikh Abdurrahman As Sudais mengecam dengan keras aksi serangan tersebut dalam khutbah jum’at mereka. Mereka dan umumnya para khatib di Saudi tidak lupa mendo’akan kaum muslimin Palestina secara khusus. Lajnah Daa’imah juga mengeluarkan pernyataan dalam menyikapi tragedi di Jalur Gaza tersebut. Dan masih banyak lagi bentuk bantuan baik materi maupun moril/spirit.

Namun ada segelintir orang menutup mata dengan kenyataan ini dan berkomentar, “Saudi Arabia adalah negara yang takut dengan Amerika dan kurang memberikan bantuan yang konkrit kepada kaum muslimin di Palestina.” atau kalimat yang semisalnya.

Terhadap siapa saja yang berkomentar seperti di atas, saya katakan:

Apakah maksud Anda dengan kata ‘konkrit’ bahwa Anda menginginkan agar Pemerintah Saudi mengirimkan tentaranya ke Palestina untuk menghantam pasukan Israel? Baiklah jika memang demikian, apakah Amerika akan tinggal diam? Padahal Allah berfirman (yang artinya), “…dan janganlah kalian menjatuhkan diri-diri kalian dalam kebinasaan…” (Qs. Al Baqarah: 195)

Taruhlah seperti apa yang Anda inginkan bahkan lebih dari itu -semua pemerintah negara muslim mengizinkan rakyatnya untuk berjihad ke palestina dan saya berhusnudzdzan Anda akan ikut serta di dalamnya-, maka Anda akan berjihad di bawah bendera siapa di Palestina? Di bawah bendera HAMAS kah? Atau berspandukkan AL FATH? Atau barangkali di bawah komando Jihad Islami Palestina (JIP)? Atau Anda memimpin laskar jihad yang Anda buat sendiri? Tahukah Anda bahwa jihad bukan hanya perkara mengucapkan dan meneriakkan, “…’Isy kariiman… aw Mut syahiidan…” (Hiduplah dalam kemuliaan atau matilah sebagai syahid)? Namun jihad membutuhkan seorang imam dan tandhim (taktik dan siasat perang). Dan yang lebih penting lagi, apakah Anda yakin bahwa masing-masing front/partai/hizb itu berperang untuk meninggikan kalimat Laa ilaaha illallaah? Qul Haatu burhaanakum in kuntum shaadiqiin.

Jika Anda mengatakan, “Kaum muslimin harus berada dalam satu barisan dalam menghadapi dan menyikapi Yahudi.”, maka saya tidak berbeda pendapat dengan Anda. Bahkan tidak ada dua orang muslim yang berselisih pendapat tentangnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya (yang artinya): “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Qs. Ash Shaff: 4)

Namun bagaimana Anda bisa mempersatukan barisan kaum muslimin untuk berjihad, sedangkan di tengah-tengah mereka masih banyak kaum muslimin yang menyembah kuburan, menghambakan diri kepada dukun (dengan mematuhi persyaratannya atau menjalankan lelaku walaupun bertentangan dengan syari’at), paranormal (dengan membenarkan berita gaib yang sampai kepadanya), dan tukang pelet? Bagaimana pula halnya kalau kaum muslimin yang terjun di medan jihad, banyak di antara mereka yang memakai jimat, atau membaca mantera-mantera yang telah dirajah oleh mbah-mbah dukun supaya kebal senjata api dan agar tidak terdeteksi oleh radar?! Bagaimana Anda akan mempersatukan kaum muslimin dalam rangka jihad, kalau segolongan di antara mereka tidak akan berangkat perang sebelum melakukan thawaf (mengelilingi) kuburan seseorang yang dianggap wali? Atau bagaimana pula jika segolongan yang lain tidak akan berperang kalau yang menjadi imam bukan dari golongannya? Atau bagaimana kaum muslimin akan bersatu padu dalam medan jihad, kalau mereka ketika dikumandangkan seruan azan “Mari mencapai kemenangan…” 2x bermalas-malasan mendatangi masjid (terutama waktu fajr/shubuh)?

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pondasi segala sesuatu adalah Al Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.” (HR. At Tirmidzi, Hasan Shahih). Al Islam itu sendiri adalah istislam (berserah diri) kepada Allah dengan mentauhidkanNya, dan inqiyaad (patuh) dengan mentaatiNya, dan baraa’ah (berlepas diri) dari kesyirikan dan pelakunya. Berdasarkan hadits ini, kaum muslimin tidak akan berhasil menggapai puncak kejayaan, jikalau pondasi dan tiangnya keropos.

Jika Anda bersikap adil, mengapa Anda hanya menggugat Saudi Arabia? Bukankah negara yang berbatasan dengan Palestina adalah Mesir, Yordania, Libanon serta Syiria? Seharusnya negara-negara tersebut yang paling mudah untuk mengirim pasukan-pasukannya mengepung dan meremukkan artileri dan infanteri Yahudi. Namun pertanyaan politis yang harus Anda jawab terlebih dahulu adalah: Apakah negara-negara Arab yang disebutkan terakhir (sebagai misal saja) politik luar negerinya merupakan politik anti Amerika???

Dalam lingkup yang lebih sempit, idealnya negara-negara Arab seharusnya bersatu dalam menyikapi tragedi berdarah tersebut. Namun, kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Buktinya salah satu negara yang berbatasan dengan Jalur Gaza menilai Hamas lah yang menyebabkan tragedi berdarah di kota yang berhadapan dengan laut Mediterrania (Al Bahru -l Mutawassith) itu. Sedangkan Saudi Arabia dan beberapa negara arab lainnya menilai Israel telah melakukan sesuatu yang tidak berprikemanusiaan. Lihatlah! Sesama negara Arab berbeda pandangan dan sikap. Dan yang demikian itu bukanlah hal yang baru. Telah terjadi jauh sebelumnya pengkhianatan di kalangan negara Arab dalam menghadapi Israel pada tahun 1967 dalam perang yang dikenal sejarah sebagai Perang Enam Hari. Berbeda halnya dengan yang terjadi pada tahun 1973, di mana bangsa Arab bersatu padu di bawah komando Raja Faisal bin Abdul Aziz –rahimahullah– akhirnya berhasil memukul mundur dan mengusir Israel keluar dari Sainaa’.

Oleh karena itu bersikaplah adil dan bijaksana dalam menilai segala sesuatu. Jangan sembarangan menuduh tanpa bukti dan fakta. Mengapa kita disibukkan dengan menilai dan mensifati orang lain dan lalai menilai diri kita sendiri? Mengapa kita tidak berlomba-lomba melebihi Saudi Arabia dalam membantu korban kedzaliman Yahudi tersebut? Silahkan saja bandingkan antara Saudi Arabia dengan negara mana saja dalam hal donasi untuk Program Peduli Palestina.

Akhirnya, mari kita mendo’akan kaum muslimin yang muwahhid yang menjadi korban kedzaliman tentara Yahudi di Jalur Gaza khususnya, dan Palestina umumnya, agar mendapatkan syahadah fii sabiilillah dan semoga kita dikumpulkan bersama para Nabi, shiddiiqiin, para syuhada’ dan orang-orang shalih.

Washallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad, wa aakhiru da’waanaa anil hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.

Riyadh, 14 Muharram 1430 H

***

Penulis: Abu Yazid (dari Riyadh, Saudi Arabia)

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/501-kami-tidak-tinggal-diam-wahai-palestina.html

Zionis Hentikan Adzan dan Berencana Ubah Musholla Bab Ar-Rahma menjadi Sinagog

Pasukan penjajah Zionis hari Senin (24/4/2023) malam, memutus adzan shalat Isya di Masjid Al-Aqsha. Sementara para pemuda dapat melakukan shalat Maghrib di mushalla Bab Al-Rahma.

Tentara pendudukan memotong kabel pengeras suara Masjid Al-Aqsha, yang menyebabkan adzan untuk shalat Isya hanya di dalam Masjid Al-Qibli. Ini adalah bentuk serangan baru terhadap Al-Aqsha.

Setelah adzan di Masjid Al-Aqsha terputus, penjajah Zionis mengklaim bahwa ada upacara perayaan di Lapangan Al-Buraq yang berdekatan dengan masjid, demikian dikutip Palestine Information Centre (PIC).

Proyek Yahudisasi

Kepala Akademi Wakaf dan Warisan Al-Aqsha, Sheikh Najeh Bakirat, memperingatkan akan upaya dari pihak penjajah Israel yang tanpa henti untuk mengubah realitas sejarah dan agama mushalla Bab Al-Rahma di Masjid Al-Aqsha.

Dia menyatakan bahwa Zionis Israel berniat mengosongkan mushalla Bab al-Rahma dari jamaah riba (yang bersiaga) dan beri’tikaf di dalamnya, sehingga dapat memulai proyek yahudisasi. Dia menekankan pentingnya meningkatkan pengetahuan tentang masalah Al-Quds dan Al-Aqsha.

Bakirat meminta para ulama memobilisasi negara-negara Arab dan Islam terhadap isu Al-Quds dan Masjid Al-Aqsha yang diberkahi. Sementara itu, para pemuda Palestina pada Senin malam melaksanakan shalat Maghrib di mushalla Bab Al-Rahma di Masjid Al-Aqsha, sebagai respon atas seruan untuk melindunginya setelah pendudukan Zionis Israel menyerangnya.

Para tokoh dan pihak-pihak di Al-Quds meminta warga Palestina untuk melakukan shalat Maghrib dan Isya di mushalla Bab Al-Rahma di Masjid Al-Aqsha. Mereka menekankan bahwa seruan ini disampaikan untuk mempertahankan dan melindungi masjid dari rencana penjajah Zionis dan para pemukim pendatang Yahudi.

Mereka menyerukan warga dan setiap orang yang dapat mencapai Masjid Al-Aqsha, untuk berkumpul dan berpartisipasi dalam ibadah, untuk melindungi mushalla dan masjid dari ambisi penjajah Israel dan penyerbuan pemukim pendatang Yahudi.

Untuk ketiga kalinya dalam dua hari, polisi Zionis menyerbu mushalla Bab al-Rahma Senin malam, dan menghancurkan semua isi mushalla dan instalasi listrik baru, bertepatan dengan larangan bagi jamaah memasukinya atau mendekati sekitarnya.

Menurut sumber di al-Quds, pasukan pendudukan Zionis Israel merekam para jamaah di dalam mushalla Bab al-Rahma.*

HIDAYATULLAH