Ustaz Yusuf Mansur: Berhenti Merokok Adalah Sedekah

Bagi para perokok aktif, menghentikan kegiatan merokok mungkin menjadi salah satu hal yang sulit dilakukan. Meskipun berbagai risiko kesehatan akibat merokok sudah dibeberkan, namun tidak mudah bagi mereka meninggalkan kebiasaannya tersebut.

Mungkin, apa yang disampaikan Ustaz Yusuf Mansur berikut ini bisa menjadi pertimbangan bagi para perokok untuk berhenti merokok. Ada satu hadits berbunyi, Kullu Ma’rufin Shadaqah yang artinya setiap perbuatan baik adalah sedekah. Hadits ini pun berlaku bagi para perokok yang hendak mencoba menghentikan kebiasaannya.

“Setiap ingin merokok dan dia tahan ‘nafsunya’ itu dengan niat menahan keburukan dan melakukan kebaikan demi Allah SWT, maka setiap kebaikan adalah pahala untuknya,” ujar Yusuf, Rabu (14/9).

Bayangkan, kata dia, orang berjihad bersungguh-sungguh berhenti merokok karena Allah SWT. “Saat dia menahan keinginan atau nafsunya untuk merokok itu adalah shadaqah,” kata Yusuf. Dengan kata lain, ladang amal untuk orang-orang yang ingin berhenti merokok sangat terbuka. Dia pun mengajak para perokok berhenti merokok dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Menahan untuk tidak merokok adalah sebuah kebaikan. Apalagi jika uang yang biasa dia gunakan untuk membeli rokok ditabung. Apabila dalam sehari menabung Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu, maka dalam setahun akan banyak uang terkumpul.

“Ayo alihkan uang rokok untuk yang bermanfaat, misal //shadaqah//, kurban, haji. Dan ingat setiap menahan rokok adalah shadaqah,” ujar Yusuf.

 

 

sumber; Republika Online

Kerakusan Seorang Saudagar

“PERGI kau dari sini! Pengemis tua sepertimu tidak pantas menginjakkan kaki di rumah ini,” ucap seorang pengawal yang menjaga rumah mewah tersebut.

Pemilik dari bangunan megah bak istana raja tersebut adalah seorang saudagar yang sangat kaya dan memiliki bisnis yang sukses. Menurut cerita, seluruh tanah yang ada di sekitar tempat tinggalnya di salah satu wilayah kota Baghdad tersebut adalah miliknya. Sang saudagar juga memiliki pengawal dan pelayan yang setia. Kemanapun ia pergi, ia selalu diiringi dengan kendaraan mewah. Namun, masyarakat di sana begitu membencinya, karena ia begitu rakus dan pelit.

Hingga pada suatu hari seorang pengemis yang ingin mengharapkan sebagian dari rezekinya datang, lalu justru diusir oleh para pengawalnya. Tentu saja hal ini membuat sang pengemis tua bersedih hati. Ia pun berdoa kepada Allah agar kekayaan dicabut dari saudagar yang rakus tersebut. “Ya Allah, hamba mohon cabutlah harta yang Engkau titipkan pada saudagar ini. Sesungguhnya ia telah menyengsarakan orang lain karena hartanya.”

Benar saja. Allah mengabulkan doa sang pengemis tua yang teraniaya. Waktu bergulir dan bisnis saudagar tersebut mengalami kerugian sampai akhirnya bangkrut dan jatuh miskin. Ia pun ditinggalkan oleh keluarga yang selama ini tidak menerima perhatian dan kasih sayangnya. Saudagar tersebut mulai hidup menggelandang dan mencari belas kasihan dari orang lain. Lalu, tak jarang pula orang mengacuhkannya.

Sesungguhnya kisah ini mengingatkan kita untuk senantiasa tersadar bahwa harta kekayaan yang kita miliki adalah titipan dari Allah swt. Kita harus ingat bahwa di sana ada hak-hak orang lain, seperti anak yatim dan fakir miskin, yang harus dipenuhi. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2294913/kerakusan-seorang-saudagar#sthash.EMywz03h.dpuf

Sedekahnya Para Sahabat Nabi

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang mulia yang Allah pilih untuk menemani Nabi-Nya. Mereka adalah orang-orang yang menggabungkan ilmu dan amal dalam kehidupannya, mereka mengorbankan harta dan jiwa untuk Islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu, merekalah tauladan kita setelah para Nabi dan Rasul.

Di antara teladan yang mereka berikan kepada kita adalah keteladanan dalam bersedekah. Demi Islam dan kaum muslimin, harta yang mereka yang mereka miliki seolah-olah tak berarti. Sebanyak apapun yang dibutuhkan untuk Islam dan kaum muslimin akan mereka berikan sesuai dengan apa yang mereka miliki. Bersamaan dengan itu, sedekah tersebut memiliki kualitas keikhlasan yang tak tertandingi. Semoga Allah meridhai mereka.

Berikut ini di antara sedikit dari amalan sahabat Nabi dengan keadaan zaman mereka yang sulit dan kemampuan finansial mereka yang masih terbatas.

Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu

Ketika Abu Bakar radhiallah ‘anhu berkeinginan membebaskan Bilal radhiallah ‘anhu dari perbudakan, Umaiyah bin Khalaf mematok harga 9 uqiyah emas. Dan dengan segera Abu Bakar radhiallah ‘anhulangsung menebusnya.

1 uqiyah emas = 31,7475 gr emas
285,73 gr x Rp 400.000,00 = Rp 114.291.000,00

Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu

Di dalam Kitab Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih, karangan Ibnu Abdil Barr, menerangkan bahwa Umarradhiallah ‘anhu telah mewasiatkan 1/3 hartanya (untuk kepentingan Islam) yang nilainya melebihi nilai 40.000 (dinar atau dirham), atau totalnya melebihi nilai 120.000 (dinar atau dirham). Jika dengan nilai sekarang, setara dengan) 510.000 gr emas = Rp 204.000.000.000,00

Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu

Saat Perang Tabuk, beliau menyumbang 300 ekor unta,
300 ekor unta x Rp 12.000.000,00 = Rp 3.600.000.000,00
serta dana sebesar 1.000 Dinar Emas
1000 dinar x 4,25 gr = 4250 gr x Rp 400.000,00 = Rp 1.700.000.000,00

Ubaidullah bin Utbah memberitakan, ketika terbunuh, Utsman radhiallah ‘anhu masih mempunyai harta yang disimpan penjaga gudangnya, yaitu: 30.500.000 dirham dan 100.000 dinar

Di zaman Rasul perak memiliki kekuatan beli yang sangat tinggi
595 gram perak = 85 gram emas

100.000 dinar x 4,25 gr = 425.000 gr emas x Rp 400.000,00 = Rp 170.000.000.000,00
30.500.000 dirham x 85/595 = 4.357.143 dinar x 4,25 gr = Rp 18.517.857,8 x Rp 400.000,00
Rp 18.000.000 x Rp 400.000 = Rp 7.200.000.000.000,00 (Rp 7,2 Triliun)

Abdurrahman bin Auf radhiallahu ‘anhu

Ketika menjelang Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf mempelopori dengan menyumbang dana sebesar 200 Uqiyah Emas.
1 uqiyah emas = 31,7475 gr emas
200 uqiyah x 31,7475 gr emas = 6.349,5 gr x Rp 400.000,00 = Rp 2.539.800.000,00

Menjelang wafatnya, beliau mewasiatkan 50.000 dinar untuk infaq fi Sabilillah
100.000 dinar x 4,25 gr = 425.000 gr emas x Rp 400.000,00 = Rp 170.000.000.000,00
50.000 dinar = 85.000.000.000,00

Ini baru satu amalan dari sekian banyak sedekah lainnya yang mereka lakukan, belum lagi amalan selain sedekah. Inilah upaya mereka berniaga dengan Allah Ta’ala, membeli surga-Nya yang mahal harganya.

BAGAIMANA DENGAN SAYA, DAN ANDA…….?

 

 

Ditulis oleh Ustadz Said Yai Ardiansyah dengan tambahan dari tim KisahMuslim.com

Bersedekahlah Saat Sempit dan Lapang

Bersedekah tidak boleh berhenti, baik saat dilapangkan rezeki maupun disempitkan oleh Allah taala. Orang yang bisa bersadekah saat dalam keadaan susah, jauh lebih mulia di mata Allah SWT.

Hal tersebut ungkapkan Fauzan, pembina dan pengelola sejumlah panti asuhan di Riau saat dalam ceramah Ahad subuh di Masjid Baitul Makmur, Denpasar, Ahad (10/11).

Fauzan mengatakan, bila dibandingkan, orang yang bersedekah masih dalam keadaan miskin dengan saat dia menjadi kaya, prosentasenya lebih banyak masih dalam keadaan susah.

Misalkan, saat miskin seseorang bersedekah Rp 1.000 per hari, sedangkan setelah hartanya berlipat-lipat sampai ribuan persen, paling-paling dia bersadaqoh Rp 10.000 per hari.

“Ini kan tidak sebanding, mestinya sadaqahnya juga meningkat dengan kelipatan yang sama,” kata Fauzan.

Magister ekonomi syariah itu juga mengingatkan pentingnya menggunakan bank syariah dalam kegiatan ekonomi. Menurut dia, jangan dipersoalkan kelemahan-kelemahan bank syariah, melainkan gunakan jasa dulu, sambil memperbaikinya di tengah jalan.

Menggunakan bank syariah harus dengan niat beramal dan beribadah kepada Allah ta’ala. Memang ada yang mempersoalkan menggunakan bank syariah, jasanya  lebih mahal dibandingkan bank konvensional. Kendati hal itu tidak selalu benar tambah Fauzan, yang pasti menggunakan jasa bank syariah ada pahalanya.

“Niatkan saja bersedekah, insya Allah kerja kita menggunakan jasa bank syariah akan diberkahi oleh Allah,” katanya.

 

sumber: Republika Online

Rajin Sedekah, Rezeki Melimpah

Keuntungan sedekah tidak dapat dihitung dengan rumus matematika konvensional. Yusuf Mansur memopulerkan istilah matematika sedekah. Mengacu kepada ajaran Islam bahwa sedekah satu akan dilipatkan menjadi sepuluh, Yusuf Mansur kemudian membuat rumus demikian: sepuluh ribu dikurangi seribu untuk sedekah, hasilnya adalah sembilan belas ribu. Jika dikurangi dua ribu untuk sedekah, hasilnya menjadi dua puluh delapan ribu.

Itulah rumus matematika sedekah, yang merupakan perasan dari sejumlah keterangan dalam Alquran dan hadis. Allah sendiri berulang kali menegaskan bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta. Dalam pandangan awam, harta memang berkurang ketika dipakai untuk sedekah. Tetapi, dalam kaca mata iman tidaklah demikian.

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri, dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah, dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu sedikit pun tidak akan dirugikan.” [QS Al-Baqarah/2: 272].

Perhatikan, ayat di atas menggarisbawahi “harta yang baik” dan “di jalan Allah”. Karena, sangat boleh jadi orang melakukan sedekah tetapi dengan harta yang tidak baik. Misalnya, membangun masjid dari praktik korupsi, mendirikan pesantren dari hasil pelacuran, membantu panti asuhan dari bisnis narkoba, dan seterusnya. Tidak sedikit pula orang yang mengeluarkan uang dalam jumlah besar hanya untuk menyukseskan perbuatan atau kegiatan yang tidak baik. Lihatlah para konglomerat yang rela merogoh kocek miliaran rupiah untuk menyelenggarakan pagelaran Miss World, kandidat pemimpin yang mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membeli suara, tersangka hukum yang memberikan gratifikasi triliunan rupiah untuk menyuap hakim, dan seterusnya.

Harta tidak baik yang digunakan di jalan Allah dan harta baik yang digunakan di jalan setan, keduanya tidak bernilai sedekah di mata Allah. Sedekah harus memenuhi dua kriteria, sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas, yaitu harta baik yang disalurkan di jalan Allah. Itulah harta yang tidak sia-sia, karena Allah akan memberikan ganti secara berlipat ganda.

Janji Allah tidak pernah dusta. Kewajiban orang beriman adalah meyakininya dengan segenap hati. Rasulullah sendiri pernah menginformasikan, “Tiada sehari pun sekalian hamba memasuki suatu pagi, kecuali ada dua malaikat yang turun. Salah satu dari keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang menafkahkan hartanya’. Sementara yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan hartanya’.” [HR Bukhari dan Muslim].

Mengelola harta memang bukan perkara mudah. Harta kerap mendatangkan keberuntungan, tetapi, jika salah menggunakan, harta justru menghasilkan kebuntungan. Karena itu, Islam memberikan panduan lengkap seputar cara mengelola harta agar kepemilikan harta berujung keberuntungan, bukan kebuntungan. Salah satunya adalah lewat ajaran sedekah. Harta yang disedekahkan, itulah harta yang sebenarnya, karena akan kekal sampai di alam baka. Yang berada di tangan tidak lain akan menjadi hak ahli waris.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah bertanya, “Siapakah di antara kamu yang lebih menyukai harta ahli warisnya daripada hartanya sendiri?” Serentak para sahabat menjawab, “Ya Rasulullah, tiada seorang pun dari kami, melainkan hartanya adalah lebih dicintainya.” Beliau kemudian bersabda, “Sungguh harta sendiri ialah apa yang telah terdahulu digunakannya, sedangkan harta ahli warisnya adalah segala yang ditinggalkannya (setelah dia mati).” [HR Bukhari dan Muslim].

Hadis di atas, dengan demikian, secara tidak langsung mengingatkan bahwa harta yang ada di tangan kita sebenarnya hanya titipan Allah. Supaya manfaatnya masih dapat dirasakan sampai kita kembali ke akhirat, maka harta itu harus dinafkahkan di jalan kebaikan semasih hidup di dunia. Lebih membahagiakan, balasan Allah bahkan sering tidak harus menunggu di akhirat, tetapi langsung Dia tunaikan ketika kita masih hidup di dunia berupa rezeki yang melimpah.

Rezeki adalah segala pemberian Allah untuk memelihara kehidupan. Dalam hidup, ada dua jenis rezeki yang diberikan Allah kepada manusia, yaitu Rezeki Kasbi (bersifat usaha) dan Rezeki Wahbi (hadiah). Rezeki Kasbi diperoleh lewat usaha dan kerja. Tetapi Rezeki Wahbi datangnya di luar prediksi manusia, kadang malah tidak memerlukan jerih payah. Karena Rezeki Wahbi merupakan wujud sifat rahim Allah, maka orang yang gemar melakukan sedekah sangat berpeluang mendapatkan rezeki jenis terakhir ini. Indah Allah melukiskan dalam Alquran.

“Permisalan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang menafkahkan harta di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [QS Al-Baqarah/2: 261].

Sangat banyak ayat Alquran dan hadis Rasulullah yang mengungkap keuntungan sedekah. Setiap kita berpeluang mendapatkan keuntungan itu sepanjang gemar melakukan sedekah disertai keyakinan mantap terhadap kemurahan Allah. Tidak ada ceritanya kemiskinan karena sedekah. Tidak pula orang membuka pintu permintaan, melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan.

Sebab itu, jangan lagi berusaha menotal keuntungan sedekah dengan rumus matematika seperti umumnya kita menotal hasil keuntungan perdagangan atau penjualan barang-barang kita.

Oleh M Husnaini
(Penulis Buku “Menemukan Bahagia: Mengarifi Kehidupan Menuju Rida Tuhan”)

Email: hus_surya06@yahoo.co.id

 

 

sumber:Republika Online

Memberikan Pinjaman kepada Allah

Diriwayatkan dari Tsabit bin al-Bunani dari Anas mengisahkan, dahulu ada dua orang bertetangga yang terlibat sengketa karena memperebutkan sebatang pohon kurma. Salah satunya ingin memagar tanah, namun terhalang sebatang pohon kurma milik tetangganya yang tumbuh melewati pekarangannya. Persengketaan ini berlanjut sampai ke hadapan Rasulullah SAW.

“Berikanlah batang kurma itu kepada saudaramu (agar ia bisa memagar tanahnya), engkau akan mendapatkan ganti sebuah kebun kurma di surga,” bujuk Rasulullah SAW. Namun tetap saja, ia tidak tidak mau.

Tiba-tiba seorang sahabat bernama Abu Dahdah datang menghampiri Rasulullah. “Benarkah demikian (apa yang baru engkau sabdakan itu), wahai Rasulullah?” ujarnya. Rasulullah pun mengiyakan.

Dengan wajah sumrigah, Abu Dahdah langsung berujar kepada kedua orang yang bersengketa itu. “Juallah sebatang pohon kurmamu itu kepadaku. Aku beli dengan seisi kebunku,” ujar Abu Dahdah kepada si pemilik batang kurma.

Ia pun terkejut. Siapa yang tidak kenal dengan kebun kurma milik Abu Dahdah. Di kebun tersebut setidaknya ada 600 pohon kurma. Tidak itu saja, kebun tersebut juga mempunyai sumur, vila, dan taman-taman yang indah. Benarkah Abu Dahdah rela menjualnya hanya untuk mendapatkan satu batang kurma yang dipertikaikan itu? Setengah tak percaya, si pemilik batang kurma itupun mengangguk.

“Wahai Rasulullah, aku telah membeli pohon kurma itu, aku bayar dengan kebunku. Sekarang pohon kurma itu aku berikan kepadamu,” tutur Abu Dahdah.

Rasulullah pun terkesima dengan perbuatan Abu Dahdah. “Alangkah banyaknya tandan kurma yang harum baunya milik Abu Dahdah di surga kelak,” Sabda Beliau SAW seraya mengulang-ulang kalimat tersebut.

Abu Dahdah pun pulang menemui istrinya. Ia ceritakanlah apa yang baru saja ia lakukan. Ia pun mengajak istri beserta anak-anaknya untuk keluar dari kebun kurma yang baru saja ia jual itu. Dengan wajah berseri-seri, istrinya pun setuju. “Alangkah beruntungnya jual belimu, suamiku,” ujar ummu Dahdah, istrinya. Demikian seperti dikisahkan dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/300 nomor 763.

Kisah inilah yang melatarbelakangi turunnya Ayat Alquran Surat al-Baqarah ayat 245, “Siapa yang memberi pinjam kepada Allah dengan pinjaman yang baik, pasti Allah berikan ganjaran kepadanya dengan gandaan yang banyak.”

Demikian manisnya Allah SWT membahasakan infak dan sedekah. Allah menamakan infak dan sedekah dengan istilah pinjaman. Mereka yang bersedekah berarti meminjamkan sesuatu kepada Allah. Kemudian, di akhirat kelak pinjaman tersebut dibayarkan Allah dengan kenikmatan surga. Tentulah, Sang Khaliq tidak akan ingkar kepada hamba-Nya yang telah mengeluarkan pinjaman.

Keyakinan inilah yang dipegang secara bulat oleh Abu Dahdah dan istrinya. Tanpa keyakinan penuh akan janji Allah, tentu tak akan ada orang yang mau menginfakkan sebuah kebun yang sangat luas dan indah itu. Keyakinan yang mantap itulah yang harus ada dalam diri setiap mukmin.

Pertanyaannya, seberapa yakinkah kita dengan janji Allah? Benarkah kita yakin, dengan sedekah yang kita keluarkan akan mendapatkan ganjaran yang berlipat-lipat di dunia hingga di akhirat kelak? Jika yakin itu benar-benar ada, maka tentu kita akan meminjamkan semua benda keduniawian kita kepada Allah, kemudian mengharapkan pengembaliannya di akhirat kelak.

 

Oleh Hannan Putra

sumber: Republika Online

Tiga Sedekah Selain Uang Menurut Hadis

Abu Hurairah ra  berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Setiap ruas tulang manusia wajib bersedekah setiap hari, di mana matahari terbit”.

Beliau melanjutkan, “Berlaku adil antara dua orang adalah sedekah, membantu seseorang (yang kesulitan menaikkan barang) pada hewan tunggangannya, lalu ia membantu menaikkannya ke atas punggung hewan tunggangannya atau mengangkatkan barang-barangnya adalah sedekah.

Rasulullah SAW juga bersabda: “Perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang dikerahkan menuju shalat adalah sedekah dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah”.

Hadis ini mengabari kita bahwa peluang untuk bersedekah setiap harinya selalu terbuka luas. Hadis ini memiliki korelasi dengan hadis Rasul yang lain.

“Janganlah kalian meremehkan perkara-perkara kecil, karena segala sesuatu bisa bernilai sedekah”. Juga sebuah hadis, “Hendaklah masing-masing tiap-tiap pagi bersedekah untuk persediaan badannya. Maka tiap kali bacaan tasbih itu sedekah, setiap tahmid, setiap takbir juga sedekah, menyuruh kebaikan dan melarang kejahatan itu sedekah dan sebagai ganti itu semua, cukuplah mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat” (HR Muslim, Ahmad, dan Abu Daud).

Dalam hadis di atas digambarkan bahwa sedekah tidak selalu harus dalam bentuk uang atau harta benda lainnya. Banyak hal yang dapat bernilai sedekah, di antaranya dengan menolong, membahagiakan orang, bahkan mendamaikan yang sedang bertikai. Berikut penjelasan tiga sedekah selain uang.

 

Menjadi Mediator

Pertama, orang yang mendamaikan dua orang yang bertikai (mediator) adalah sedekah. Siapa saja yang berinisiatif untuk menjadi mediator untuk mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang bertikai dengan niat yang lurus, maka Allah SWT akan mencatatnya sebagai sedekah.

Dalam QS. An-Nisaa ayat 114, Allah SWT berfirman: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.

Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka Kami kelak akan memberi kepadanya pahala yang besar.

 

Menolong untuk Menaiki Kendaraan

Kedua, menolong seseorang untuk menaiki kendaraannya (unta) dan mengangkat barang bawaan ke atas kendaraannya itu. Kita dapat menganalogikannya dengan menolong orang yang tengah berada dalam kesulitan. Adalah sebuah keniscayaan bila yang kita lakukan untuk menolong orang lain hakikatnya bernilai sedekah.

Kehidupan seorang Muslim adalah bagaimana ia bisa menyebarkan kebaikan bagi sebanyak-banyaknya orang. “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya,” demikian Rasulullah SAW mengungkapkan.

Aplikasinya, orang lain harus merasakan bahagia dan senang dengan kehadiran kita, bukan sebaliknya merasa sumpek dan tidak tenang dengan kehadiran kita.

Karena itu, bersegeralah berbuat kebaikan sekecil apapun, selagi Allah masih memberi kita kesempatan untuk berbuat kebaikan.

 

Menyingkirkan Duri dari Jalan

Ketiga, tatkala kita menyingkirkan duri atau kotoran di jalan yang akan menghalangi perjalanan orang lain, maka itu dicatat sebagai sedekah. Hal ini berarti bahwa di perjalanan pun kita harus senantiasa menjaga akhlak. Jangan sampai keberadaan kita merugikan pengguna jalan lainnya.

Di akhir hadisnya, Rasulullah SAW mengatakan bahwa kalimat thayyibah atau kata-kata yang baik dicacat pula sebagai sedekah. Demikian pula setiap langkah yang kita ayunkan ke masjid bernilai sedekah.

Melalui hadisnya ini Rasulullah memberikan penekanan bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berbuat kebaikan.

Pintu-pintu kebaikan terbuka dengan luasnya. Boleh jadi kita tidak memiliki harta untuk disedekahkan pada orang lain, tapi fisik kita, senyuman kita, bahkan nyawa kita bisa disedekahkan di jalan Allah

 

Puterinya Sembuh Lantaran Sedekah

Ada sebuah kisah yang disampaikan Syaikh Sulaiman Al Mufarraj seperti ditulis dalam buku The Power of Sedekah Hidup Lebih Mudah dan Lebih Berkah dengan Sedekah karya Lu’lu Mawaddah (2013).

Seseorang telah bercerita kepada Syaikh Sulaiman perihal kisah ajaib yang dialaminya. Ia berkata, ”Aku memiliki anak perempuan yang masih kecil. Ia terkena penyakit di tenggorokannya. Aku telah pergi bersamanya ke beberapa rumah sakit dan telah membeberkan jenis penyakit yang dialami anakku kepada banyak dokter. Namun, semuanya tidak bermanfaat.”

Orang itu menambahkan, ”Sakit anakku semakin bandel. Aku hampir saja ikut sakit, lantaran memikirkan sakit anakku, yang menjadikan semua anggota keluarga tak bisa tidur. Kami telah menempuh langkah-langkah untuk meringankan sakitnya, hingga akhirnya kami merasa putus asa dari semua itu, kecuali dari rahmat Allah SWT.”

Orang itu kemudian bercerita, ”Sampai suatu ketika, datanglah secercah harapan dan terbukalah pintu solusi. Ada seorang yang shaleh menghubungiku dan mengingatkanku akan hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya, ”Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah.” Hadis riwayat Thabarani dan Baihaqi.

Orang itu berkata, ”Sungguh, aku sudah banyak bersedekah.” Orang shaleh itu kembali berkata,”Bersedekahlah saat ini, dengan niat agar puterimu mendapat kesembuhan.” Akhirnya aku pun bersedekah dengan dilandasi kerendahan hati kepada salah seorang fakir, namun masih saja tak ada perubahan.

Orang itu mengkonfirmasikan masalah itu kepada orang shaleh, dan ia berkata, ”Anda termasuk orang yang memiliki banyak harta. Hendaklah sedekahmu seukuran dengan hartamu.”

Orang itu pun pergi untuk kedua kalinya, dan mobilnya ia penuhi dengan beras, ayam dan barang yang baik-baik dalam jumlah besar. Lalu, ia bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Mereka pun bergembira dengan sedekahnya. Subhanallah, tiba-tiba puterinya menjadi sembuh total. Alhamdulillah.

Orang itu yakin, sedekah merupakan faktor penyebab kesembuhan yang terbesar, Sekarang, berkat anugerah Allah SWT, puterinya selama tiga tahun tidak pernah terkena penyakit apa pun. Sejak itulah dia memperbanyak sedekah, khususnya pada waktu-waktu yang baik.

Dan setiap hari, dia merasakan kenikmatan, keberkahan dan kesehatan dalam harta dan keluarga. Dia pun menasihati setiap orang  yang sakit, agar bersedekah dengan harta yang paling berharga yang mereka miliki. Niscaya Allah SWT akan menyembuhkannya. Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan.

 

 

sumber: Republika Online