Berobat dengan Bersedekah (2)

ALI bin Al-Hasan bin Syaqiq berkata, “Saya mendengar Ibnu ‘Al-Mubarak ditanya seseorang, ‘Wahai Abu Abdurrahman, luka yang mengeluarkan nanah dari lututku sudah berlangsung selama tujuh tahun lamanya. Saya telah mengobatinya dengan berbagai obat dan bertanya kepada beberapa dokter, namun semuanya tak ‘manjur.’

Ibnu Al-Mubarak berkata, ‘Pergilah ke suatu tempat di mana orang-orang memerlukan air di tempat itu, lalu galilah sumur di sana. Karena saya berharap di sana muncul air hingga lukamu berhenti.’ Orang itu melakukan yang disarankan oleh Ibnu Al-Mubarak dan penyakitnya pun sembuh. Walhamdulillah.”

Al-Baihaqi berkata, “Ada cerita dari Al-Hakim Abu Abdullah. Wajahnya terluka dan berbagai pengobatan telah dicoba. Tetapi, sekitar setahun lamanya lukanya tak kunjung sembuh. Ia memohon kepada seorang guru, Imam Abu Utsman Ash-Shabarani, agar mendoakannya sembuh di majelisnya pada hari Jumat.

Sang guru mendoakannya dan sebagian orang mengamini. Ia bersungguh-sungguh berdoa untuk Al-Hakim bin Abdullah, kemudian bermimpi melihat Rasulullah bersabda kepadanya, ‘Katakan kepada Abu Abdullah agar ia memberikan air untuk kaum muslimin.’

Kemudian ia memerintahkan Al-Hakim agar membangun tempat air di depan rumahnya. Seusai membangunnya, ia menumpahkan air dan memberi es. Orang orang kemudian memanfaatkan air itu untuk keperluan minum.

Tidak berselang satu pekan lamanya, terlihatlah kesembuhan dan lukanya hilang. Wajahnya kembali seperti sediakala, dan setelah kejadian itu ia hidup beberapa tahun.”

 

*/Hasan bin Ahmad Hamma et.al., dalam bukunya Terapi dengan Ibadah.

HIDAYATULAH

Berobat dengan Bersedekah (1)

AL-ASWAD bin Yazid meriwayatkan dari Abdullah, ia berkata, “Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda: ‘Obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah, bentengilah harta kalian dengan zakat, dan siapkanlah doa untuk menghadapi musibah.“‘ (HR Baihaqi)

Hadits tersebut merupakan nash yang menyebutkan sedekah merupakan salah satu media pengobatan dan penyembuhan atas izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kata-kata tersebut diungkapkan oleh orang yang ma’shum yang tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu.

Ibnul Qayyim berkata, “Setiap dokter yang tidak mengobati pasiennya dengan memeriksa hati, kebaikan, kekuatan ruhani, dan tidak menguatkan itu semua dengan sedekah, berbuat kebaikan dan kebajikan serta kembali kepada Allah dan hari akhir, berarti ia bukan dokter sejati. Akan tetapi, seseorang yang baru belajar menjadi dokter.”

Sedekah bisa menghilangkan penyakit setelah terjangkit dan akan mencegahnya sebelum terjangkit. Ulama fikih dan dokter mengatakan bahwa tindakan pencegahan lebih mudah daripada pengobatan. Karena itu, mencegah sesuatu sebelum terjadi jauh lebih mudah daripada menghilangkannya setelah terjadi.

Pencegahan lebih berguna daripada pengobatan untuk menghilangkan penyakit. Atas dasar ini, obat yang mampu menghilangkan penyakit ialah obat yang dijadikan Allah mampu mencegah terjadinya penyakit itu. Sedekah bisa mencegah penyakit, sebagaimana juga bisa menghilangkan penyakit dengan izin Allah.

Dari titik tolak inilah seharusnya orang menaruh perhatian untuk suatu masalah penting, yakni seorang mukmin tidak bermualamah dengan Allah dalam bentuk coba-coba. Bila berhasil mendapatkan yang dikehendaki akan selalu dan konsisten melakukannya, sementara bila tidak berhasil akan melemah dan berhenti.

Orang mukmin haruslah bermuamalah dengan Rabbnya dengan keyakinan yang kuat, kepercayaan, dan tawakal yang benar, serta berbaik sangka kepada Allah. Allah berfirman dalam hadits qudsi:

Aku berada pada sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku.

 

*/Hasan bin Ahmad Hamma et.al., dalam bukunya Terapi dengan Ibadah.

HIDAYATULLAH

Bukti Nyata Sedekah Membawa Berkah

DIRIWAYATKAN dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Pada suatu ketika, ada seseorang yang sedang berjalan di padang pasir yang tiba-tiba mendengar suara dari dalam awan, Siramilah kebun si Fulan. Kemudian awan itu menuju ke arah suatu tempat yang banyak batunya, lantas menuangkan airnya.

Pada tempat yang banyak batunya tersebut, ada sebuah parit yang penuh dengan air hingga parit itu pun ikut mengalirkan air. Kemudian, di situ ada seorang lelaki yang berada di tengah-tengah kebunnya sedang membagi-bagi air, dengan alat pengukur tanah. Ia bertanya kepada orang itu, Wahai hamba Allah, siapakah namamu? Orang itu menjawab, Fulan. Nama yang sama dengan yang pernah didengarnya dari dalam awan tadi.

Kemudian Fulan bertanya kepadanya, Kenapa kamu menanyakan namaku? Ia menjawab, Sesungguhnya saya tadi mendengar suara dari dalam awan, yang kemudian menuangkan air ini. Suara itu berkata, Siramilah kebun si Fulan, persis dengan namamu. Memangnya apa yang telah kamu perbuat? Fulan menjawab, Karena kamu bertanya seperti itu, maka aku jawab. Sebenarnya, aku selalu memperhatikan hasil yang dikeluarkan kebun ini, sepertiga dari hasil itu aku sedekahkan, sepertiga aku makan dengan keluargaku, dan sepertiga lagi aku persiapkan untuk bibit.”

Pelajaran yang dapat dipetik:
– Keutamaan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan.
– Anjuran untuk berbuat ihsan kepada fakir-miskin dan anak-anak terlantar.
– Keutamaan seseorang yang makan dari hasil usahanya sendiri.
– Keutamaan memberi nafkah kepada istri dan keluarga.
– Penetapan adanya karamah para wali, sehingga alam tunduk kepadanya.
– Keutamaan bertani dan bercocok tanam, karena merupakan mata pencaharian yang baik.
– Awan tunduk untuk berjalan sesuai dengan kehendak Allah, dan ada malaikat yang bertugas mengawasi jalannya awan.
– Allah mencintai seorang hamba yang hidupnya seimbang, dia mau menginfakkan sebagian hartanya kepada yang berhak menerima.
– Orang Mukmin adalah manusia yang bisa saja mendengar suara malaikat.

[Sumber: 61 Kisah Pengantar Tidur, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2365187/bukti-nyata-sedekah-membawa-berkah#sthash.8mcZaBS5.dpuf

Dahsyatnya Sedekah

SUATU hari datanglah dua orang akhwat yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian bercerita tentang sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bus antarkota, beberapa hari sebelumnya.

 
Di tengah perjalanan, bus yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua akhwat itulah yang selamat dengan tidak terluka sedikit pun.

 
Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya waktu itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempatkan bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafazkan zikir.

 
Saudaraku, tidaklah kita ragukan lagi, inilah sebagian dari keutamaan bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya pada saat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka. Allah adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya.

 
Bahkan kepada kita yang hampir setiap desah napas selalu membangkang perintah-Nya, Ia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira. Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, pasti kembali kepada kita. Demikian juga jika berbicara soal harta yang kini ada di genggaman kita.

 
Demi Allah, semuanya datang dari Allah yang Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan penuh keikhlasan. Kemudian kita mendapatkan balasan pahala dari-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak.

 
Dari pengalaman konkret kedua akhwat itu, dengan penuh keyakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya. Sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya.

 
Hal ini dicontohkan Ali bin Abi Thalib ketika ia hanya memiliki empat dirham. Satu dirham disedekahkan saat malam, satu dirham di siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam. Kenapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan untuk bersedekah? Tiada lain karena mereka yakin balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya.

 
Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala, dan pelipat ganda rezeki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. Masya Allah!

 
Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas. Untuk itu,mari kita istiqamah turut mengamalkannya. Mudah-mudahan janji Allah menyertai kita. Amiin. Wallahualam bishshawwab. [*]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

sumber Inilahcom

Petunjuk Nabi Tentang Sedekah

RASULULLAH Shalallaahu ‘Alahi Wasallam adalah orang yang paling banyak bersedekah dengan apa pun yang beliau miliki. Beliau tidak meminta lebih banyak dari apa yang diberikan Allah untuk beliau dan beliau juga tidak pernah memandang sedikit pemberian-Nya.

Tidaklah seorang pun meminta sesuatu yang beliau punya, baik sedikit maupun banyak, melainkan beliau akan memberikannya. Pemberian beliau itu ialah pemberian seseorang yang tidak takut akan kemiskinan.

Bersedekah dan memberi hal yang paling disukai Rasulullah. Kebahagiaan dan kesenangan beliau dengan sesuatu yang diberikan kepadanya, lebih besar dari kebahagiaan orang yang menerimanya.

Beliau ialah orang yang paling dermawan untuk suatu kebaikan. Tangan kanan beliau seperti angin yang berhembus. Bila seseorang memerlukan uluran tangan dan mendatangi beliau, beliau niscaya mendahulukan orang itu daripada diri beliau sendiri. Terkadang dengan memberinya makan, hadiah, atau dengan membeli sesuatu lalu memberikan barang tersebut sekaligus uangnya kepada si penjual.

Beliau juga terkadang meminjam sesuatu, lalu mengembalikannya lebih banyak, lebih baik, atau lebih besar. Beliau biasa membeli sesuatu dan memberi harga lebih tinggi dari harga barang. Beliau menerima hadiah dan membalasnya dengan yang lebih baik dan berlipat ganda sebagai suatu tindakan kasih sayang serta variasi dalam berbagai wujud sedekah dan kebajikan dengan segala kemungkinannya.

Beliau menyedekahkan apa pun yang beliau punya dengan kondisi dan dengan sabda beliau, hingga beliau memberikan segala yang ada, memerintahkan untuk bersedekah, dan menganjurkannya. Beliau mengajak dengan tindakan nyata dan sabda. Bila ada orang pelit dan kikir memandang beliau, niscaya kondisi beliau akan mendorongnya untuk memberi dan berinfak. Orang yang bersahabat serta bergaul dengan beliau dan melihat petunjuk beliau, pasti tidak akan mengekang jiwanya untuk berlaku dermawan dan kebajikan. Karena itulah, Rasulullah ialah orang yang paling murah hati, paling bersih jiwa, serta paling lembut perasaannya karena sedekah dan kebajikan memiliki pengaruh yang sangat besar untuk lapangnya hati.

Mu’adz bin Jabal r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api.“ (At-Turmudzi).

Ibnu Abbas r.a meriwayatkan:

“Rasulullah ialah manusia yang paling dermawan dan beliau sangat dermawan di bulan Ramadhan saat bertemu Jibril. Jibril menemui beliau setiap malam di bulan Ramadhan, Jibril mengajarkan Al-Qur’an, dan sungguh Rasulullah ialah manusia yang paling dermawan dengan kebaikan melebihi angin yang berhembus.” (Al-Bukhari dan Al-Muslim).

Jabir r.a meriwayatkan:

“Tidaklah pernah sama sekali Rasulullah diminta sesuatu, lalu beliau bersabda tidak.” (Muttafaq Alaihi).

Anas r.a meriwayatkan:

“Tidaklah Rasulullah diminta sesuatu atas keislaman, melainkan beliau akan memberikannya. Seseorang mendatangi beliau, lalu beliau memberikan domba padanya yang ada di antara dua gunung. Lantas orang tersebut kembali kepada kaumnya seraya berkata, ‘Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam karena Muhammad itu memberikan sesuatu kepada orang tanpa takut akan kemiskinan.”‘ (HR Muslim).

Aisyah r.a meriwayatkan:

“Para shahabat menyembelih seekor domba, lalu Nabi bersabda, ‘Masih adakah sisanya?’ Aisyah berkata, ‘Tidak tersisa apa pun selain bahunya saja.’ Beliau bersabda, ‘Semuanya masih ada kecuali bahunya.” (At-Tirmidzi). Artinya, akan tersisa untuk kita di akhirat kelak, kecuali pundaknya saja.

Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Sahl bin Sa’ad berkata, “Seorang wanita mendatangi Nabi dengan membawa pakaian berupa mantel yang berbordir. Wanita itu lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya datang untuk memberikan pakaian ini pada Anda.’ Rasulullah mengambilnya dan memang beliau sangat memerlukannya. Kemudian mantel itu dilirik oleh salah seorang shahabat. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, indah sekali mantel itu. Berikan mantel itu padaku.’ Beliau pun memberikannya.

Ketika Rasulullah telah pergi, para shahabat lain mencelanya seraya berkata, ‘Kau tidak bersikap baik saat melihat Rasulullah mengambil mantel pemberian wanita itu karena beliau sangat memerlukannya lalu kau memintanya. Padahal kau tahu, kalau Nabi tidak pernah menolak orang yang meminta pada beliau.’

‘Shahabat itu pun berkata, ‘Demi Allah, tidak ada yang mendorongku untuk melakukan hal itu melainkan karena aku berharap keberkahannya ketika telah dipakai oleh Rasulullah. Dan saya berharap mantel itu menjadi kain kafanku nanti.’”

Ibnu Mas’ud r.a meriwayatkan, “Nabi mengunjungi Bilal dan ia memiliki setumpuk gandum. Beliau bersabda, ‘Apa ini wahai Bilal?’

Ia menjawab, ‘Saya menyimpannya untuk para tamu Anda.’

Beliau bersabda, ‘Tidakkah kau takut ia hanya akan menjadi asap di neraka Jahanam? Infakkan wahai Bilal dan janganlah engkau takut miskin pada Zat Yang memiliki ‘Arsy’.” (HR Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari Abu Hurairah).

Sabda beliau, “Dan janganlah engkau takut miskin pada Zat Yang Memiliki ‘Arsy.” ialah sebagai wujud keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, berprasangka baik kepada-Nya, dan bertawakal kepada-Nya diiringi dengan melakukan perantara dan usaha.

Abdullah bin Abbas r.a meriwayatkan bahwa Abu Dzarr berkata kepadanya, “Wahai keponakanku, saya pernah bersama Rasulullah dengan memegang tangan beliau. Beliau bersabda kepadaku:

‘Wahai Abu Dzarr, saya tidak ingin memiliki emas dan perak sebesar gunung Uhud lalu saya infakkan di jalan Allah kemudian saya meninggal pada saat ajalku tiba dengan meninggalkan sedikit harta.’ Saya bertanya, ‘Bagaimana dengan harta yang banyak?’ Beliau menjawab, ‘Wahai Abu Dzarr, saya memilih yang sedikit, sedangkan engkau memilih yang lebih banyak. Saya menginginkan akhirat, sedangkan engkau menginginkan dunia. Cukuplah bagimu harta yang sedikit saja.’ Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali padaku.” (HR Ath Thabrani, Al-Bazzar, dan al-Haitsami).*/Hasan bin Ahmad Hammam, dari bukunya Terapi dengan Ibadah.

 

sumber: Hidayatulah.com

Ustaz Yusuf Mansur: Berhenti Merokok Adalah Sedekah

Bagi para perokok aktif, menghentikan kegiatan merokok mungkin menjadi salah satu hal yang sulit dilakukan. Meskipun berbagai risiko kesehatan akibat merokok sudah dibeberkan, namun tidak mudah bagi mereka meninggalkan kebiasaannya tersebut.

Mungkin, apa yang disampaikan Ustaz Yusuf Mansur berikut ini bisa menjadi pertimbangan bagi para perokok untuk berhenti merokok. Ada satu hadits berbunyi, Kullu Ma’rufin Shadaqah yang artinya setiap perbuatan baik adalah sedekah. Hadits ini pun berlaku bagi para perokok yang hendak mencoba menghentikan kebiasaannya.

“Setiap ingin merokok dan dia tahan ‘nafsunya’ itu dengan niat menahan keburukan dan melakukan kebaikan demi Allah SWT, maka setiap kebaikan adalah pahala untuknya,” ujar Yusuf, Rabu (14/9).

Bayangkan, kata dia, orang berjihad bersungguh-sungguh berhenti merokok karena Allah SWT. “Saat dia menahan keinginan atau nafsunya untuk merokok itu adalah shadaqah,” kata Yusuf. Dengan kata lain, ladang amal untuk orang-orang yang ingin berhenti merokok sangat terbuka. Dia pun mengajak para perokok berhenti merokok dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Menahan untuk tidak merokok adalah sebuah kebaikan. Apalagi jika uang yang biasa dia gunakan untuk membeli rokok ditabung. Apabila dalam sehari menabung Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu, maka dalam setahun akan banyak uang terkumpul.

“Ayo alihkan uang rokok untuk yang bermanfaat, misal //shadaqah//, kurban, haji. Dan ingat setiap menahan rokok adalah shadaqah,” ujar Yusuf.

 

 

sumber; Republika Online

Kerakusan Seorang Saudagar

“PERGI kau dari sini! Pengemis tua sepertimu tidak pantas menginjakkan kaki di rumah ini,” ucap seorang pengawal yang menjaga rumah mewah tersebut.

Pemilik dari bangunan megah bak istana raja tersebut adalah seorang saudagar yang sangat kaya dan memiliki bisnis yang sukses. Menurut cerita, seluruh tanah yang ada di sekitar tempat tinggalnya di salah satu wilayah kota Baghdad tersebut adalah miliknya. Sang saudagar juga memiliki pengawal dan pelayan yang setia. Kemanapun ia pergi, ia selalu diiringi dengan kendaraan mewah. Namun, masyarakat di sana begitu membencinya, karena ia begitu rakus dan pelit.

Hingga pada suatu hari seorang pengemis yang ingin mengharapkan sebagian dari rezekinya datang, lalu justru diusir oleh para pengawalnya. Tentu saja hal ini membuat sang pengemis tua bersedih hati. Ia pun berdoa kepada Allah agar kekayaan dicabut dari saudagar yang rakus tersebut. “Ya Allah, hamba mohon cabutlah harta yang Engkau titipkan pada saudagar ini. Sesungguhnya ia telah menyengsarakan orang lain karena hartanya.”

Benar saja. Allah mengabulkan doa sang pengemis tua yang teraniaya. Waktu bergulir dan bisnis saudagar tersebut mengalami kerugian sampai akhirnya bangkrut dan jatuh miskin. Ia pun ditinggalkan oleh keluarga yang selama ini tidak menerima perhatian dan kasih sayangnya. Saudagar tersebut mulai hidup menggelandang dan mencari belas kasihan dari orang lain. Lalu, tak jarang pula orang mengacuhkannya.

Sesungguhnya kisah ini mengingatkan kita untuk senantiasa tersadar bahwa harta kekayaan yang kita miliki adalah titipan dari Allah swt. Kita harus ingat bahwa di sana ada hak-hak orang lain, seperti anak yatim dan fakir miskin, yang harus dipenuhi. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2294913/kerakusan-seorang-saudagar#sthash.EMywz03h.dpuf

Sedekahnya Para Sahabat Nabi

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang mulia yang Allah pilih untuk menemani Nabi-Nya. Mereka adalah orang-orang yang menggabungkan ilmu dan amal dalam kehidupannya, mereka mengorbankan harta dan jiwa untuk Islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu, merekalah tauladan kita setelah para Nabi dan Rasul.

Di antara teladan yang mereka berikan kepada kita adalah keteladanan dalam bersedekah. Demi Islam dan kaum muslimin, harta yang mereka yang mereka miliki seolah-olah tak berarti. Sebanyak apapun yang dibutuhkan untuk Islam dan kaum muslimin akan mereka berikan sesuai dengan apa yang mereka miliki. Bersamaan dengan itu, sedekah tersebut memiliki kualitas keikhlasan yang tak tertandingi. Semoga Allah meridhai mereka.

Berikut ini di antara sedikit dari amalan sahabat Nabi dengan keadaan zaman mereka yang sulit dan kemampuan finansial mereka yang masih terbatas.

Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu

Ketika Abu Bakar radhiallah ‘anhu berkeinginan membebaskan Bilal radhiallah ‘anhu dari perbudakan, Umaiyah bin Khalaf mematok harga 9 uqiyah emas. Dan dengan segera Abu Bakar radhiallah ‘anhulangsung menebusnya.

1 uqiyah emas = 31,7475 gr emas
285,73 gr x Rp 400.000,00 = Rp 114.291.000,00

Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu

Di dalam Kitab Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih, karangan Ibnu Abdil Barr, menerangkan bahwa Umarradhiallah ‘anhu telah mewasiatkan 1/3 hartanya (untuk kepentingan Islam) yang nilainya melebihi nilai 40.000 (dinar atau dirham), atau totalnya melebihi nilai 120.000 (dinar atau dirham). Jika dengan nilai sekarang, setara dengan) 510.000 gr emas = Rp 204.000.000.000,00

Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu

Saat Perang Tabuk, beliau menyumbang 300 ekor unta,
300 ekor unta x Rp 12.000.000,00 = Rp 3.600.000.000,00
serta dana sebesar 1.000 Dinar Emas
1000 dinar x 4,25 gr = 4250 gr x Rp 400.000,00 = Rp 1.700.000.000,00

Ubaidullah bin Utbah memberitakan, ketika terbunuh, Utsman radhiallah ‘anhu masih mempunyai harta yang disimpan penjaga gudangnya, yaitu: 30.500.000 dirham dan 100.000 dinar

Di zaman Rasul perak memiliki kekuatan beli yang sangat tinggi
595 gram perak = 85 gram emas

100.000 dinar x 4,25 gr = 425.000 gr emas x Rp 400.000,00 = Rp 170.000.000.000,00
30.500.000 dirham x 85/595 = 4.357.143 dinar x 4,25 gr = Rp 18.517.857,8 x Rp 400.000,00
Rp 18.000.000 x Rp 400.000 = Rp 7.200.000.000.000,00 (Rp 7,2 Triliun)

Abdurrahman bin Auf radhiallahu ‘anhu

Ketika menjelang Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf mempelopori dengan menyumbang dana sebesar 200 Uqiyah Emas.
1 uqiyah emas = 31,7475 gr emas
200 uqiyah x 31,7475 gr emas = 6.349,5 gr x Rp 400.000,00 = Rp 2.539.800.000,00

Menjelang wafatnya, beliau mewasiatkan 50.000 dinar untuk infaq fi Sabilillah
100.000 dinar x 4,25 gr = 425.000 gr emas x Rp 400.000,00 = Rp 170.000.000.000,00
50.000 dinar = 85.000.000.000,00

Ini baru satu amalan dari sekian banyak sedekah lainnya yang mereka lakukan, belum lagi amalan selain sedekah. Inilah upaya mereka berniaga dengan Allah Ta’ala, membeli surga-Nya yang mahal harganya.

BAGAIMANA DENGAN SAYA, DAN ANDA…….?

 

 

Ditulis oleh Ustadz Said Yai Ardiansyah dengan tambahan dari tim KisahMuslim.com