Inilah Sejarah Haji yang Perlu Kamu Tahu!

Salah satu ibadah yang merupakan adopsi dari syariat Nabi terdahulu adalah haji. Konsep ini dikenal dengan Syara’i’ al-qadimah. Ibadah haji kaya akan sejarah. Inilah sejarah haji dalam literatur kitab-kitab ulama klasik.

Yang pertama kali melakukannya adalah Abul Basyar Nabi Adam As. Dijelaskan: 

وَهُوَ مَعْلُومٌ مِنْ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ. يَكْفُرُ جَاحِدُهُ إلَّا أَنْ يَكُونَ قَرِيبَ عَهْدٍ بِالْإِسْلَامِ أَوْ نَشَأَ بِبَادِيَةٍ بَعِيدَةٍ عَنْ الْعُلَمَاءِ، وَهُوَ مِنْ الشَّرَائِعِ الْقَدِيمَةِ رُوِيَ أَنَّ آدَمَ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ – لَمَّا حَجَّ قَالَ لَهُ جِبْرِيلُ: إنَّ الْمَلَائِكَةَ كَانُوا يَطُوفُونَ قَبْلَك بِهَذَا الْبَيْتِ بِسَبْعَةِ آلَافِ سَنَةٍ.

“haji ini merupakan ibadah yang pasti diketahui oleh seorang yang beragama Islam, maka jika ada orang yang mengingkari niscaya ia kafir. Kecuali jika ia adalah seorang muallaf yang belum mengetahuinya atau juga ia adalah orang yang jauh dari ulama yang bisa menjelaskan materi ini. 

Haji merupakan syariat nabi terdahulu, diriwayatkan bahwasanya Nabi Adam ketika menunaikan ibadah Haji, maka malaikat Jibril berkata kepadanya “Sesungguhnya para malaikat itu bertawaf di sini sebelummu, selama 7000 tahun”. (Syekh Khatib Al-Syirbini, Iqna fi Hall Alfadz Abi Syuja’)

Jadi Nabi yang pertama kali haji adalah Nabi Adam AS, lalu bagaimanakah dengan syariat nabi yang lainnya? dijelaskan sebagaimana redaksi berikut:

وَقَالَ صَاحِبُ التَّعْجِيزِ: إنَّ أَوَّلَ مَنْ حَجَّ آدَم – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ – وَإِنَّهُ حَجَّ أَرْبَعِينَ سَنَةً مِنْ الْهِنْدِ مَاشِيًا، وَقِيلَ: مَا مِنْ نَبِيٍّ إلَّا حَجَّهُ. وَقَالَ أَبُو إِسْحَاقَ: لَمْ يَبْعَثْ اللَّهُ نَبِيًّا بَعْدَ إبْرَاهِيمَ إلَّا وَقَدْ حَجَّ الْبَيْتَ، وَادَّعَى بَعْضُ مَنْ أَلَّفَ فِي الْمَنَاسِكِ أَنَّ الصَّحِيحَ أَنَّهُ لَمْ يَجِبْ إلَّا عَلَى هَذِهِ الْأُمَّةِ.

“Penulis kitab al-Ta’jiz mengatakan bahwasanya orang yang pertama kali haji adalah Nabi Adam As, beliau haji itu memakan waktu 40 tahun, sebab beliau berangkat dari India dengan berjalan kaki. 

Ada yang mengatakan bahwasanya tidaklah ada seorang nabi AS, kecuali ia telah melaksanakan ibadah haji. Sedang Abu Ishaq berkata bahwasanya tidaklah Allah mengutus seorang Nabi pasca eranya Nabi Ibrahim AS kecuali ia telah melaksanakan haji. 

Hanya saja sebagian orang yang menganggit materi tentang haji mengatakan bahwasanya Haji itu hanya diwajibkan kepada ummat ini saja”. (Syekh Khatib Al-Syirbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfadz al-Minhaj, II/206).

Adapun dalam konteks umat Islam, haji itu diwajibkan kapan? Dijelaskan:

وَاخْتَلَفُوا مَتَى فُرِضَ، فَقِيلَ قَبْلَ الْهِجْرَةِ حَكَاهُ فِي النِّهَايَةِ وَالْمَشْهُورُ أَنَّهُ بَعْدَهَا وَعَلَيْهِ قِيلَ فُرِضَ فِي السُّنَّةِ الْخَامِسَةِ مِنْ الْهِجْرَةِ وَجَزَمَ بِهِ الرَّافِعِيُّ فِي الْكَلَامِ عَلَى أَنَّ الْحَجَّ عَلَى التَّرَاخِي. وَقِيلَ فِي السَّنَةِ السَّادِسَةِ وَصَحَّحَاهُ فِي كِتَابِ السِّيَرِ، وَنَقَلَهُ فِي الْمَجْمُوعِ عَنْ الْأَصْحَابِ وَهَذَا هُوَ الْمَشْهُورُ.

“Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan diwajibkannya haji di syariatnya Nabi Muhammad SAW. Versi kitab Al-Nihayah, Haji diwajibkan sebelum Nabi SAW hijrah. Sedangkan menurut qaul al-masyhur, haji itu diwajibkan setelah nabi SAW hijrah.

 Ada yang mengatakan pada tahun 5 Hijriah. Imam Al-Rafi’i condong ke pendapat yang mengatakan bahwasanya haji itu kewajibannya secara tarakhi (tidak harus segera dilaksanakan). Namun ada juga yang mengatakan tahun 6 hijriah, dan keduanya (Imam Al-Rafii dan Imam Al-Nawawi) mensahihkan pendapat ini dalam kitab al-siyar. 

Dan Imam Al-Nawawi dalam majmu’nya juga mengutip pendapat ini, dan memang pendapat inilah yang masyhur”. ( Syekh Khatib Al-Syirbini, Al-Iqna fi Hall Alfadz Abi Syuja’ )

Demikianlah sekilas penjelasan mengenai sejarah haji. Semoga bermanfaat dan semoga kita diberi kesempatan untuk menunaikannya.

BINCANG SYARIAH

Haji Zaman Sekarang Berbeda dengan Waktu Silam

MELAKSANAKAN ibadah haji di zaman sekarang sangat berbeda dengan haji di masa silam. Untuk bisa berhaji di masa silam, orang harus menyediakan waktu yang sangat lama dan tenaga yang besar. Mengingat keterbatasan sarana transportasi ketika itu. Sehingga jumlah jamaah haji masih terbatas.

Berbeda dengan zaman sekarang, fasilitas untuk haji semakin lengkap, sehingga sangat mudah bagi siapapun yang memiliiki kemampuan finansial untuk melakukannya. Ini berakibat meledaknya jumlah jamaah haji. Atas dasar inilah, pemerintah menetapkan, orang yang boleh melakukan haji hanyalah mereka yang memiliki permit haji (Tashrih). Dengan cara ini bisa semakin menertibkan dan mengatur populasi jamaah haji.

Sehingga, adanya syarat tashrih untuk kegiatan haji, sangat memberikan maslahat bagi pelaksanaan haji. Anda bisa bayangkan ketika semua orang diberi kebebasan berangkat haji tanpa permit haji? Ini bisa berpotensi membahayakan kondisi jamaah haji sendiri.

Bagaimana Hukum Haji Tanpa Tashrih?

Sebelumnya perlu anda bedakan antara ibadah yang sah dengan berdosa saat ibadah. Bisa jadi ada orang yang melakukan suatu ibadah dan statusnya sah, namun di saat yang sama, dia juga berdosa. Seperti orang yang berpuasa dan sepanjang berpuasa rajin bermaksiat. Puasanya bisa jadi sah, karena dia tidak melakukan pembatal. Namun dia menuai dosa, karena puasanya diiringi dengan maksiat.

Mentaati aturan pemerintah dalam hal ini adalah kewajiban. Apalagi itu ditetapkan untuk kemaslahatan pelaksanaan haji. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Mendengar dan taat kepada pemerintah menjadi kewajiban setiap muslim, baik untuk keputusan yang dia sukai maupun yang dia benci, selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak boleh didengar dan tidak boleh taat.” (HR. Bukhari 7144, Ahmad 6278 dan yang lainnya)

Kaitannya dengan haji tanpa tashrih, ada 2 rincian yang bisa kita berikan,

[1] Haji sunah

Yang dimaksud haji sunah adalah haji setelah kesempatan pertama, misalnya haji untuk yang kedua, ketiga, atau kesekian kalinya. Para ulama menegaskan tidak boleh melakukan haji sunah tanpa tashrih. Imam Ibnu Utsaimin ditanya mengenai hukum haji tanpa tashrih. Jawaban beliau,

“Andai pemerintah mengatakan kepada orang yang belum melaksanakan haji wajib, “Jangan berhaji!” padahal syarat wajibnya sudah sempurna, maka dalam kasus ini tidak boleh ditaati, karena ini maksiat. Allah yang mewajibkannya untuk segera haji, namun pemerintah mengatakan, “Jangan haji!”.

Kemudian beliau menegaskan, “Sementara untuk haji nafilah, bukan haji wajib. Sementara mentaati pemerintah dalam hal yang tidak meninggalkan kewajiban atau melanggar yang haram hukumnya wajib.” Fatwa yang lain pernah disampaikan Syaikh Dr. al-Fauzan hafidzahullah beliau pernah ditanya mengenai haji tanpa permit khsusus.

Jawaban beliau, “Hajinya sah, namun berdosa. Dia menyalahi aturan yang ditetapkan pemerintah untuk kemaslahatan masyarakat dan jamaah haji. Mentaati pemerintah, wajib. Karena beliau menghendaki untuk kemaslahatan masyarakat dan menertibkan kegiatan haji. Hajinya sah, namun dia bermaksiat, dan berdosa ketika haji. Dan tidak boleh seseorang melakukan dosa untuk menjalankan sunah. Haji yang lebih dari sekali hukumnya sunah, sementara tidak mentaati pemerinth, hukumnya haram. Jangan melanggar yang haram untuk mengamalkan yang sunah.” (https://www.alfawzan.af.org.sa/en/node/15766)

[2] Haji wajib

Haji wajib adalah haji yang pertama kali. Ulama berbeda pendapat, apakah haji wajib harus segera dilakukan ataukah boleh ditunda. Pendapat pertama mengatakan, haji wajib segera dikerjakan. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Sementara pendapat kedua mengatakan, pelaksanaan haji bagi yang mampu boleh ditunda. Ini merupakan pendapat Imam as-Syafii, al-Auzai, dan Muhammad bin al-Hanafiyah.

Jika anda mendaftar haji reguler, anda akan tertunda keberangkatannya sekian tahun sesuai antrian. Terlepas dari perbedaan di atas, kalaupun seseorang punya uang, lalu segera dia gunakan untuk mendaftar haji, dan harus mengantri, apakah ini termasuk menunda?

Di negara kita, hanya ini yang bisa kita lakukan. Sementara mengikuti haji plus atau furoda dananya sangat besar. Sehingga, menurut kami, mengantri di sini bukan termasuk mengakhirkan haji. Sehingga bentuk segera bagi mereka yang mampu adalah segera mendaftar haji, agar antriannya lebih di depan. Bisa saja, anda berangkat haji tanpa melalui jalur yang sah dengan visa travel (ziarah), sehingga anda lebih cepat berangkatnya. Namun harus dilakukan dengan cara mengelabuhi seperti yang disebutkan di atas.

Kesimpulannya, yang kami pahami dari aturan pemerintah, mereka tidak melarang yang wajib haji untuk segera haji. Namun mengingat keterbatasan kuota dan mempertimbangkan sisi kemanusiaan, untuk mengatur populasi haji, harus dibuat antrian. Dan jalur inilah yang akan mendapatkan permit resmi.

Demikian, Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

INILAH MOZAIK

Makkah, Ka’bah, Arafah: Sejarah Haji Zaman Pra Islam Hngga Kini

Makkah selalu menjadi pusat spiritual bagi semua umat Islam.  di istu ada Ka;bah yang menjadi arah Muslim sedunia ketika melakukan sholat.

Setiap kali musim haji, Makkah menerima lebih dari 3 juta peziarah di seluruh dunia untuk melakukan haji yang meruoakan ukun Islam kelima. Haji bagi Muslim adalah ibadah yang wajib bagi mereka yang mampu dan setidaknya dilakukan sekali dalam seumur hidup.

Dalam Alquran, Allah berfirman haji dilakuan pada bulan tertentu (bulan Dzuhijah).  Dan siapa pun yang telah membuat haji wajib bagi dirinya sendiri di dalamnya (dengan memasuki keadaan ihram), maka mereka tak melakukan hal-hal yang terlarang, misalnya tidak ada hubungan seksual, tidak menumpahkan darah  atau melakukan  perselisihan, dan berbagai tindakan terlarang lainnya.

Seperti dikutip Saudigazette.com, haji adalah perjalanan seumur hidup dan bagi banyak orang, ini adalah titik balik dalam iman mereka dan hubungannya dengan Allah. Yang lain menganggap haji sebagai perjalanan yang terus berlanjut, Ketika mereka kembali ke rumah mereka mengajari keluarga, kerabat dan temannya sehingga apa yang telah mereka pelajari tentang kesabaran, merawat orang lain, dan penyerahan yang murni serta lengkap selama musim haji tetap dilestarikan dalam kehidupan keseharian.

Haji secara harfiah berarti ‘berangkat ke suatu tempat’. Perjalanan haji berlangsung di Dhul-Hijjah pada bulan terakhir dalam sistem kalender Hijriyah. Ritual haji dimulai pada tanggal 9h Dhul-Hijjah dan berlangsung selama empat atau lima hari.

Alquran menjelaskan bahwa haji kembali ribuan tahun ke zaman Nabi Ibrahim. Allah memerintahkannya untuk meninggalkan istrinya Hajar dan anaknya Ismail sendirian di padang pasir Makkah dengan sedikit makanan dan air.

Dan, ketika bekal air mulai habis, Hajar mulai mencari air  dengan putus asa dengan berlari tujuh kali di antara dua bukit Al-Safa dan Al-Marwah. Mamun meski sudah bolak-balik, air tetap tidak dapat ditemukan.

Tapi di ujung keputusasaan mencarikan air untuk pada Ismail, Hajar kemudian melihat bayi itu menendang tanah dengan kakinya dan  air pun kemudian muncul dari bawah kakinya.”Zamzam-Zamzam (berkumpu-berkumpul) air itu,” kata Hajar ketika menjumpai ke luarnya mata air dari bawah kaki Ismail. Maka mata air yang muncul itu kemudian di namakan sumur Zamzam.

Selang bertahun-tahun kemudian, Ibrahim kemudian diperintahkan oleh Allah untuk membangun kembali Ka’bah. Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail kemudian mengangkat batu untuk membangun Ka’bah.

Ulama Islam, Shibli Nomani, menyebutkan bahwa Ka’bah yang diangkat oleh Nabi Ibrahim setinggi 27 kaki, lebarnya 96 kaki, dan lebar 66 kaki. Dia meletakkan Batu Hitam (Hjar Aswad) di sudut timur Ka’bah. Pada saat itulah, Nabi Ibrahim kemudian menerima wahyu dimana Allah memberitahunya bahwa dia harus mewartakan ziarah ke Ka’bah kepada umat manusia.

(Dan (sebutkan, wahai Muhammad), ketika Kami menunjuk Ibrahim ke rumah tersebut, (katakanlah), “Janganlah kamu bergaul dengan Aku dan sucikan rumah-Ku untuk mereka yang melakukan Tawaf dan orang-orang yang berdiri (dalam doa) dan orang-orang Yang sujud dan sujud.) (Surat 22, Ayat 26)

Setelah membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim akan datang ke Makkah untuk melakukan haji setiap tahun,. dan setelah kematiannya, anak keturunan Ibrahim pun melanjutkan ritual ini. Namun, sering perjalanan waktu lambat laun baik bentuk maupun tujuan ritual haji pun berubah.

Pada masa pra-Islam, Ka’bah dikelilingi oleh berbagai berhala yang dipasang oleh orang-orang Makkah maupun pendatang yang berasal diari luar yang terbiasa mengunjungi Ka’bah selama musim ziarah tahunan ini.

Shibli Nomani menyebutkan bahwa orang-orang Arab sat itu tidak berjalan di antara perbukitan Al-Safa dan Al-Marwah atau berkumpul di Arafah. Tapi mereka biasa menghabiskan satu hari di daerah terpencil di luar Makkah dan kembali ke Makkah yang mengelilingi Ka’bah.

Selama periode pra-Islam, haji menjadi acara beberapa festival dan kegiatan seperti kompetisi puisi. Puisi-puisi yang paling terkenal yang digunakan dipajang di dinding Ka’bah. Kegiatan dan pertunjukan yang tidak dapat diterima lainnya juga berlangsung selama masa haji.

Keadaan menyedihkan ini berlanjut selama hampir dua setengah ribu tahun dan baru berubah setelah periode Rasulullah Muhammad saw.

Pada 630 M, Nabi Muhammad saw dan orang-orang Muslim kembali dari Madinah ke Makkah serta membebaskan Ka’bah dari ritual kaum pagan dan penyembah berhala. mengklaim Mekah. Saat embebaskan kota Makkah ini Rasullah bersama kaum muslimin membersihkan Ka’bah dan menghancurkan semua berhala.

Tahun berikutnya, Abu Bakr, memimpin 300 Muslim untuk melakukan ibadah haji di Makkah. Ali ibn Abi Thalib berbicara kepada orang-orang, yang menentukan ritual haji yang baru. Dia menyatakan bahwa tidak ada orang kafir atau telanjang yang diizinkan untuk mengelilingi Ka’bah dari tahun berikutnya.

Pada tahun kesepuluh setelah Hijrah (632 M), Nabi Muhammad SAW melakukan haji terakhir dan terakhir dengan sejumlah besar umat Islam, dan dia mengajar mereka ritual haji dan tata krama untuk melakukan ibadah haji.

Di padagang gurun Arafah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan pidatonya yang terkenal (Pidato Haji Wada) kepada mereka yang hadir di sana. Di situlah nabi menyampaikan firman Alah: Pada hari ini saya (Allah) telah menyempurnakan agamamu dan melengkapi nikmat-Ku atasmu dan telah menyetujui Islam sebagai agamamu.

IHRAM