Enam Fungsi Shalat Tahajud

Oleh : Muhammad Taufik

Shalat tahajud adalah sholat sunnah muakad,maksudnya adalah sholat sunnah yang sangat dianjurkan oleh rasululloh.Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwasannya Rasululloh SAW tidak pernah sekalipun meninggalkan sholat tahajud baik itu ketika shafar atau bermukim ataupun disaat kondisi beliau sedang sehat maupun sakit.

Dalam kehidupan manusia saat ini ternyata masih banyak beberapa orang yang masih menyepelekan sholat tahajud,padahal sholat tahajud adalah sholat yang memilki keutamaan yang besar setelah sholat fardhu.Fungsi ataupun keutamaan dari sholat ini ternyata banyak dan bisa menjadi solusi bagi kita yang mempunyai permasalahan khususnya masalah spritual kita dengan sang pencipta.Adapun beberapa fungsi sholat tahajud itu adalah sebagai berikut :

1.Menjadikan pelakunya sebagai hamba yang bersyukur

“Dari Mughirah bin Syu’bah,ia berkata :Sungguh Rasululloh SAW berdiri dan sholat sehingga kedua telapak kakinya atau kedua betisnya bengkak,lalu beliau ditanya,maka jawabnya:bukankah aku ini mesti menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” ~HR Bukhori~

2.Menjadikan pelakunya bersemangat tinggi dan berjiwa bersih

“Dari Abu Hurairah,Sesungguhnya Rasululloh SAW bersabda”…Jika seseorang shalat tahajud,maka dipagi harinya menjadi orang yang bersemangat tinggi dan jiwanya bersih.Jika tidak,maka dipagi harinya menjadi manusia yang bberjiwa kotor dan pemalas” ~HR Bukhori~

3.Menjadikan pelakunya sebagai hamba yang paling dekat dengan Alloh

“Dari Amr bin Absah,Sesungguhnya ia mendengar Rasululloh SAW bersabda:”Alloh paling dekat dengan hambanya pada akhir malam,oleh karenanya jika kamu sanggup untuk menjadi orang yang berdzikir kepada Alloh pada saat tersebut lakukanlah” ~HR Tirmidzi~

4.Menjadikan pelakunya terpuji

“Pada sebagian malam hari kerjakannlah sholat tahajjud sebagai ibadah tambahan bagimu.Sepantasnya Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yanng terpuji” ~QS Al Israa :17~

5.Menjadikan pelakunya sebagai mustahiq pemberian Alloh di akhirat

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam kebun-kebun yang dikelilingi mata air.Mereka menerima segala pemberin Tuhan karena di dunia berbuat baik,mereka sedikit sekali tidur di waktu malam,dan beristighfar di waktu sahur” ~QS Adz Dzariyat :15-18~

6.Menjadikan pelakunya meraih kebahagiaan hidup

“Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri karena takut akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? ~QS Az Zumar:9

Wallohu’alam bishawab …

 

sumber: Era Muslim

Dimanakah Qarun Ditenggelamkan?

Hampir semua umat Islam di seluruh dunia, pernah mendengar kisah Qarun. Ia adalah seorang yang sangat kaya raya, dan hidup sezaman dengan Nabi Musa AS. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, Qarun adalah anak dari paman Musa. Kisah Qarun ini secara lengkap dapat dilihat dalam surah al-Qashash [28] ayat 76-82.

Menurut situs wikipedia, Qarun adalah sepupu Musa, anak dari Yashar adik kandung Imran ayah Musa. Baik Musa maupun Qarun masih keturunan Yaqub, karena keduanya merupakan cucu dari Quhas putra Lewi. Lewi bersaudara dengan Yusuf anak dari Yaqub, hanya berbeda ibu. Silsilah lengkapnya adalah Qarun bin Yashar bin Qahit/Quhas bin Lewi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim.

Qarun dikenal sebagai orang yang sangat kaya. Kekayaannya membuat iri orang-orang Bani Israil. Karena kekayaannya itu pula, Qarun senantiasa memamerkan dirinya kepada khalayak ramai. Bahkan, begitu banyak kekayaan yang dimilikinya, sampai-sampai anak kunci untuk menyimpan harta kekayaannya harus dipikul oleh sejumlah orang-orang yang kuat. (Al-Qashash [28]: 76).

Di manakah lokasi ditenggelamkannya Qarun tersebut? Mengapa banyak orang menganggap bila mereka menemukan harta terpendam selalu mengatakan dengan sebutan harta karun? Benarkah ia harta karun?

Menurut beberapa riwayat, lokasi tempat ditenggelamkannya Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi itu terjadi di daerah Al-Fayyum, sekitar 90 kilometer (km) atau dua jam perjalanan dengan menggunakan mobil dari Kairo, ibu kota Mesir. Menurut penduduk setempat, nama danau itu adalah Bahirah Qarun (laut Qarun). Di sekitar Al-Fayyum ini yang tersisa hanya berupa puing-puing istana Qarun.

Di lokasi ini, terdapat sebuah danau yang sangat luas. Panjang danau mencapai 30 km dengan lebar danau sekitar 10 km dan kedalaman mencapai 30-40 meter.

Menurut DR Rusydi al-Badrawy, dalam bukunya Qashash al-Anbiya’ wa al-Tarikh (Kisah Para Nabi dan Sejarahnya), Bahirah Qarun ini dulu pernah dilakukan penelitian oleh ahli Geologi dari Eropa Barat. Penelitian difokuskan untuk membuktikan, apakah di lokasi tersebut pernah terjadi sebuah bencana berupa gempa hingga menenggelamkan Qarun beserta rumahnya, seperti diungkapkan dalam Alquran.

Hasilnya? Setelah melalui pengkajian yang komprehensif, tulis Rusydi al-Badrawy, para peneliti dari Eropa itu berkesimpulan bahwa di zaman dahulu kala, benar di lokasi itu pernah terjadi bencana berupa gempa bumi yang sangat besar, terutama di bagian sebelah selatan danau Qarun.

”Ini membuktikan bahwa kisah Qarun pernah terjadi di sekitar danau tersebut,” tulis Rusydi. Dan, menurut penduduk Mesir, di Al-Fayyum ini dulunya Qarun tinggal.

Kini, danau Qarun tampak tenang. Meski di baliknya menyimpan sebuah pelajaran yang sangat berarti bagi umat manusia. Yakni, kesombongan dapat membinasakan dirinya, sebagaimana yang terjadi pada Qarun.

Rusydi menjelaskan, danau ini sudah ada sejak dahulu sebelum Qarun ada. Danau tersebut dulunya merupakan sebuah danau kecil yang disebut dengan Munkhafazh al-Laahun.

Tentu saja masih diperlukan penelitian yang lebih mendalam di lokasi ini mengenai ditenggelamkannya Qarun. Sebab, bila di situ benar tempat Qarun ditenggelamkan bersama hartanya, tentunya akan ditemukan sejumlah harta kekayaan Qarun yang banyak itu.

Mengenai pendapat yang menisbatkan setiap harta terpendam yang ditemukan dinamakan harta Karun, hanyalah sebuah perumpaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Wa Allahu A’lam.

 

sumber: Republika Online

Ada Alasan Banyak Nabi dan Rasul diutus di Syam dan Palestina

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sebanyak 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam Alquran, diutus di empat wilayah, yakni Jazirah Arabia, Irak, Mesir, serta Syam dan Palestina. Nabi dan rasul yang terbanyak adalah diutus di wilayah Syam dan Palestina. Jumlahnya mencapai 12 orang. Mereka adalah Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa AS.

Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam kitabnya Athlas Tarikh al-Anbiya wa ar-rusul, menyebutkan, semua nabi dan rasul yang diperintahkan oleh Allah SWT bertugas untuk menyeru umat manusia agar senantiasa beriman kepada Allah dan berbuat kebajikan, serta menjauhi segala keburukan.

Mereka semua membawa bukti-bukti yang nyata. Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS Al-Hadid [57]: 25).

Tentu ada pertanyaan besar, mengapa nabi dan rasul banyak diutus Allah di Syam dan Palestina? Apakah sudah begitu sesatnya umat manusia sehingga Allah mengutus banyak nabi dan rasul pada kedua daerah tersebut? Tak ada keterangan yang kuat mengenai hal ini. Tentu saja, semua itu adalah kehendak (iradah) Allah.

Yang pasti, tujuan nabi dan rasul berdakwah adalah untuk menyeru umat manusia agar kembali ke jalan yang lurus dan senantiasa beriman kepada Allah SWT.

Dan, mengapa pula diutusnya di kedua wilayah tersebut? Dalam Alquran, Allah SWT berfirman bahwa Palestina dan Syam adalah negeri yang diberkahi oleh Allah SWT, selain Makkah dan Madinah.

Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (QS Al-Maidah [5]: 21).

Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (Al-Anbiya [21]: 71). Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya. (Al-Isra [17]: 1).

Semua ahli tafsir sepakat bahwa negeri yang diberkahi dalam ayat di atas adalah negeri Syam dan Palestina. Misalnya, dalam Al-Qur’an Digital disebutkan, yang dimaksud dengan negeri dalam keterangan ayat di atas adalah Syam dan Palestina. Allah memberkahi negeri itu, karena kebanyakan nabi berasal dan negeri ini dan tanahnya pun subur.

Palestina misalnya, disebut sebagai salah satu negeri tertua di dunia. Dan di Palestina, tepatnya Yerusalem, kota ini disebut sebagai Kota Tiga Iman. Demikian Karen Armstrong menyebutnya. Dan Armstrong menyatakan, sebelum abad ke-20 SM, negeri ini telah dihuni oleh bangsa Kanaan.

Prof Dr Umar Anggara Jenie, dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyatakan, Kota Jerusalem merupakan bukti yang paling baik dalam kekunoan permukiman-permukiman bangsa Arab?semistis purba di Palestina?yang telah berada di sana jauh sebelum bangsa-bangsa lainnya datang.

Kota ini didirikan oleh suku-suku Jebus, yaitu cabang dari bangsa Kanaan yang hidup sekitar 5.000 tahun lalu. Yang pertama mendirikan Jerusalem adalah seorang raja bangsa Jebus-Kanaan, ujarnya.

Wajarlah bila di negeri ini banyak diutus para nabi dan rasul, karena merupakan salah satu kota tertua di dunia. Di negeri ini terdapat Haikal Sulaiman dan Kerajaan Daud, juga tempat kelahiran Isa, tempat di azabnya kaum Luth, tempat Zakaria melaksanakan shalat, tempat Rasul SAW melaksanakan Isra dan Mikraj, masjidil Aqsha, dan lainnya. Bahkan, di salah satu menara Masjid di Damaskus, dipercaya sebagai tempat turunnya Nabi Isa di akhir zaman nanti. Wallahu a’lam.

 

sumber: Republika Online

Salah Kaprah Tentang Jilbab

Begitu marak tren sinetron religi yang mengangkat cerita sosok remaja muslimah ideal tapi justru menyesatkan. Mereka digambarkan sebagai sosok wanita berjilbab tapi dalam kehidupannya tetap melakukan aktivitas pacaran. Jalan ceritanya mengesankan bahwa sah saja bagi wanita yang berjilbab untuk pacaran seperti remaja zaman masa kini. Belum lagi model jilbab yang di contohkan oleh para pemain sinetron nya,terkesan asal menutup aurat saja tidak memperhatikan definisi jilbab yang sebenarnya yang terdapat dalam Al Qur’an.

Hal ini tambah di perkeruh dengan pernyataan beberapa kalangan ulama yang mengatakan bahwa jika jilbab dimaknai seperti yang ada dalam Al Qur’an   ( jilbab syar’ie) maka akan terjadi keretakan diantara sesama muslim. Pada faktanya saat ini beberapa muslimah berjilbab dengan versinya masing – masing tidak peduli kain nya menerawang, transparan dan menunjukan lekuk tubuh pada intinya mereka menganggap sudah menutup aurat sudah lebih dari cukup. Bahkan ada fenomena jilbob ( sebutan bagi wanita berjilbab tapi menunjukan lekuk tubuhnya) yang tentu melecehkan nilai jilbab dalam Islam. Inilah akibat dari tidak diterapkan nya syariat Islam secara total dalam semua ranah kehidupan , setiap orang bebas berekspresi tanpa menyandarkan pada agama.

Nyatalah sistem sekulerisme telah terterap pada masyarakat kita khususnya para remaja. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan.

Lalu bisakah kita berharap pada pada generasi remaja yang demikian ? Padahal mereka adalah generasi penerus bangsa. Bagaimana agar generasi muda kita tak terjebak dengan pemahaman bahwa pacaran sah saja dilakukan oleh muslimah? Bukan kah pacaran adalah aktifitas yang dilarang dalam Islam? Bukankah menutup aurat dengan syar’ie adalah kewajiban setiap muslimah? Lalu mengapa jilbab modis yang tak syar’ie lebih gencar di promosikan. Maka sistem seperti apa yang bisa melindungi remaja dari tontonan yang salah? Mungkinkah sistem demokrasi sekuler bisa mewujudkan harapan kita untuk melindungi remaja dari aktivitas yang terlarang dalam Islam ?

 

sumber: EraMuslim.com

Ini Daftar Travel Umrah yang Dicabut Izinnya oleh Kemenag

Jakarta (Sinhat)–Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Abdul Djamil menyebutkan, ada tiga penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang dicabut izinnya, karena melakukan berbagai kesalahan.

“Antara lain PT Mediterania berkedudukan di Jakarta, PT Kopindo Wisata juga berkedudukan di Jakarta, dan PT Mustaqbal Lima di Cirebon,” ujarnya usai kegiatan pembahasan kerjasama Kemenag dengan Kemenlu terkait pengadaan barang/jasa di luar negeri, di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Selasa (11/08) malam.

Kata Djamil, Kemenag juga tak memperpanjang izin sejumlah PPIU. “Itu terpaksa dilakukan, karena berdasarkan kepada penilaian hasil akreditasi, ada yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.

“Yaitu PT Catur Daya Utama (Kepulauan Riau), PT Huli Saqdah (Jakarta), dan PT Maccadina (Maccadina),” imbuh dia membeberkan PPIU yang tak diperpanjang izinnya.

Sementara, Direktur Pembinaan Haji dan Umrah, Muhajirin Yanis menambahkan, pemerintah memberikan sanksi demikian, lantaran PPIU tersebut merugikan jemaah.

“Mulai dari mulai gagal berangkat ke Tanah Suci, terlantar di negara transit, masalah pemondokan, tidak ada tiket berangkat, dan bahkan ada yang sampai tidak dapat atau tertunda pulang dari Arab Saudi ke Tanah Air,” papar mantan Kepala Kanwil Kemenag Gorontalo ini.

Meski demikian, Muhajirin mengingatkan, sanksi administratif diberikan sesuai dengan kapasitas dan jenis kesalahan. “Dari yang paling ringan, yaitu berupa teguran tertulis sampai dengan paling berat berbentuk pencabutan izin sebagai PPIU,” tandasnya. (Rio/ar)

Meninggalkan Shalat Adalah Kufur, Sebabkan Pelakunya Keluar dari Islam

Meninggalkan shalat wajib adalah kufur. Oleh karena itu, barang siapa meninggalkan shalat dengan mengingkari hukum wajibnya, menurut kesepakatan ijma’ para ulama, dia telah masuk dalam kategori kufur besar, meski terkadang dia juga mengerjakannya . (Abdullah bin Baaz , kitab Tuffatu al ikhwaan bi ajwibatin Muhimmatin Tata’allaqu bi arkaani al Islam)

Adapun orang yang meninggalkan shalat secara total, sedang dia meyakini hukum wajibnya dan tidak mengingkarinya, dia juga kufur. Yang benar dari pendapat para ulama adalah bahwa kufurnya itu adalah kufur besar yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Hal itu didasarkan pada dalil yang cukup banyak, diantaranya :

 

68:42
68:43

“Pada hari ketika betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera (QS al Qalam 42- 43)

Hal itu menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu masuk dalam golongan orang orang kafir dan orang orang munafik yang punggung mereka tetap tegak ketika kaum muslimin bersujud. Seandainya mereka termasuk golongan kaum muslimin, niscaya mereka akan diperkenankan untuk bersujud sebagaimana yang diperkenankan kepada kaum muslimin.

74:38
74:39
74:40
74:41
74:42
74:43
74:44
74:45
74:46

“Tiap tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada dalam surge, mereka saling bertanya, tentang keadaan orang orang yang berdosa. “apakah yang memasukkan kamu ke dalam Neraka Saqar? Mereka menjawab,” Kami dahulu tidak termasuk orang orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak pula memberi makan orang miskin, dan kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang orang yang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan. (QS Al Muddatsir 38-46)

Dengan demikian, orang yang meninggalkan shalat termasuk orang orang yang berbuat dosa dan akan masuk ke dalam Neraka saqar.

 

9:11

“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka mereka itu adalah saudara saudara seagama, dan Kami menjelaskan ayat ayat itu bagi kaum yang mengetahui (QS At Taubah 11)

صحيح مسلم ١١٦: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ كِلَاهُمَا عَنْ جَرِيرٍ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرًا يَقُولُا
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

Dari Jabir RA, dia bercerita,”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,” Pemisah antara seseorang dengan syirik dan kekufuran adalah perbuatan meninggalkan shalat.” (HR Muslim)

Imam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu dinilai telah kafir besar, Ibnu Qayyim menyebutkan lebih dari 22 dalil yang mengkafirkan orang yang meninggalkan sholat dengan kufur besar.

-Sumber : Shalaatul Mu’min Ensiklopedia

Wasiat Tentang Sholat

Saudara-saudara rahimakumullah, ketahuilah bahwa sesungguhnya bencana yang dahsyat, perbuatan yang paling buruk, dan aib yang paling nista adalah kurangnya perhatian masyarakat pada salat lima waktu, salat Jumat dan salat jamaah, padahal semua itu adalah ibadah-ibadah yang dengannya Allah meninggikan derajat dan menghapuskan dosa-dosa maksiat. Dan salat adalah cara ibadah seluruh penghuni bumi dan langit.

Rasulullah SAW bersabda: “Langit merintih dan memang ia pantas merintih, karena pada setiap tempat untuk berpijak terdapat malaikat yang bersujud atau berdiri (salat) kepada Allah Azza Wa Jalla.” (HR Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Orang yang meninggalkan salat karena dilalaikan oleh urusan dunia akan celaka nasibnya, berat siksanya, merugi perdagangannya, besar musibahnya, dan panjang penyesalannya.

Dengarkanlah nasihatku tentang nasib orang yang meninggalkan salat, baik semasa hidup maupun setelah meninggal. Sesungguhnya Allah merahmati orang yang mendengarkan nasihat kemudian memperhatikan dan mengamalkannya.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya salat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.” (QS An-Nisa`, 4:103)

Abu Hurairah RA meriwayatkan, “Setelah Isya’ aku bersama Umar bin Khottob RA pergi ke rumah Abu Bakar AsShiddiq RA untuk suatu keperluan. Sewaktu melewati pintu rumah Rasulullah SAW, kami mendengar suara rintihan. Kami pun terhenyak dan berhenti sejenak. Kami dengar beliau menangis dan meratap.

“Ahh…, andaikan saja aku dapat hidup terus untuk melihat apa yang diperbuat oleh umatku terhadap salat. Ahh…, aku sungguh menyesali umatku.”

“Wahai Abu Hurairah, mari kita ketuk pintu ini,’ kata Umar RA.

Umar kemudian mengetuk pintu. ‘Siapa?’ tanya Aisyah RA. ‘Aku bersama Abu Hurairah.”

Kami meminta izin untuk masuk dan ia mengizinkannya. Setelah masuk, kami lihat Rasulullah SAW sedang bersujud dan menangis sedih, beliau berkata dalam sujudnya:

“Duhai Tuhanku, Engkau adalah Waliku bagi umatku, maka perlakukan mereka sesuai sifat-Mu dan jangan perlakukan mereka sesuai perbuatan mereka.”

“Ya Rasulullah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu. Apa gerangan yang terjadi, mengapa engkau begitu sedih?”

“Wahai Umar, dalam perjalananku ke rumah Aisyah sehabis mengerjakan salat di mesjid, Jibril mendatangiku dan berkata, ‘Wahai Muhammad, Allah Yang Maha Benar mengucapkan salam kepadamu,’ kemudian ia berkata, ‘Bacalah!’

“Apa yang harus kubaca?”

“Bacalah: “Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS Maryam, 19:59)

“Wahai Jibril, apakah sepeninggalku nanti umatku akan mengabaikan salat?”

“Benar, wahai Muhammad, kelak di akhir zaman akan datang sekelompok manusia dari umatmu yang mengabaikan salat, mengakhirkan salat (hingga keluar dari waktunya), dan memperturutkan hawa nafsu. Bagi mereka satu dinar lebih berharga daripada salat.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA.

Abu Darda` berkata, “Hamba Allah yang terbaik adalah yang memperhatikan matahari, bulan dan awan untuk berdzikir kepada Allah, yakni untuk mengerjakan salat.”

Diriwayatkan pula bahwa amal yang pertama kali diperhatikan oleh Allah adalah salat. Jika salat seseorang cacat, maka seluruh amalnya akan ditolak.

Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Abu Hurairah, perintahkanlah keluargamu untuk salat, karena Allah akan memberimu rezeki dari arah yang tidak pernah kamu duga.”

Atha’ Al-Khurasaniy berkata, “Sekali saja seorang hamba bersujud kepada Allah di suatu tempat di bumi, maka tempat itu akan menjadi saksinya kelak di hari kiamat. Dan ketika meninggal dunia tempat sujud itu akan menangisinya.”

Rasulullah SAW bersabda:”Salat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah merobohkan agama. (HR Baihaqi).

Barang siapa meninggalkan salat dengan sengaja, maka ia telah kafir.” (HR Bazzar dari Abu Darda`)

“Barang siapa bertemu Allah sedang ia mengabaikan salat, maka Allah sama sekali tidak akan mempedulikan kebaikannya.” (HR Thabrani)

“Barang siapa meninggalkan salat dengan sengaja, maka terlepas sudah darinya jaminan Muhammad.” (HR Ahmad dan Baihaqi)

“Allah telah mewajibkan salat lima waktu kepada hambaNya. Barang siapa menunaikan salat pada waktunya, maka di hari kiamat, salat itu akan menjadi cahaya dan bukti baginya. Dan barang siapa mengabaikannya, maka ia akan dikumpul-kan bersama firaun dan Haman.” (HR Ibnu Hibban dan Ahmad).

Sahkah Shalat Jamaah Diimami Anak Kecil?

Asalamu’alaikum Wr. Wb.

Ustadz yang baik, Saya seorang perempuanmemiliki seorang adik kecil laki-laki yang belum baligh dan masih SD. Untuk membiasakannyasholat, saya sering mengajaknyasholat jamaah berdua. AgarIa lebih semangat, saya memyuruhnya menjadi imam. Pertanyaanya: Sahkah sholat berjamaah kami? Dan bagaimana shaf yang seharusnya, berdiri sejajar dengannya atau berdiri dibelakangnya?

Terimakasih Ustadz atas jawabannya. Semoga Allah senantiasa merahmati Ustadz dan keluarga.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Prinsip dasarnya dalam urusan shalat jamaah adalah apabila imamnya sah dalam melakukan shalat. Bila shalatnya imam sah, maka sah pula keberjamaahan shalat tersebut. Sebaliknya, bila shalat imam tidak sah, maka tidak sah pula jamaah itu.

Shalatnya seorang anak kecil yang belum baligh, sebenarnya sah-sah saja. Sebabsyarat sah sebuah shalat tidak bergantung apakah seseorang sudah baligh atau belum. Baligh adalah syarat wajib, bukan syarat sah.

Syarat wajib dengan syarat sah berbeda.Maksud dari syarat wajib adalah apabila syarat-syarat itu sudah terpenuhi, maka yang bersangkutan jadi wajib hukumnya untuk melakukan shalat atauibadah lainnya. Dan sebaliknya, bila syarat wajib belum terpenuhi, maka yang bersangkutan tidak wajib atau belum diwajibkan untuk melakukan ibadah tersebut.

Kondisi seorang anak yang belum baligh menunjukkan bahwa dirinya sebenarnya belum lagi diwajibkan untuk melakukan shalat. Kalau dibilang belum diwajibkan, berarti seandainya dia tidak mengerjakannya, maka tidak ada dosa atasnya. Namanya saja belum wajib, berarti hukumnya cuma sunnah. Seandainya tidak dikerjakan tidak mengapa, tapi kalau dikerjakan, sebagaimana makna sunnah, dia akan dapat pahala.

Sedangkan yang dimaksud dengan syarat sah adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar shalat itu menjadi sah untuk dikerjakan. Misalnya, menghadap kiblat, suci dari najis, suci dari hadats kecil dan besar, sudah masuk waktu, menutup aurat dan seterusnya. Tapi urusan sudah baligh atau belum, ternyata tidak termasuk dalam syarat sah.

Jadi kalau ada anak kecil melakukan shalat fardhu dengan melengkapi syarat wajib, rukun dan kewajibannya, maka shalatnya sah. Walaupun jatuhnya bagi dirinya bukan wajib, melainkan menjadi shalat sunnah.

Bermakmum di belakang Imam yang Shalat Sunnah

Bermakmum dengan iman yang shalatnya shalat sunnah, sementara makmumnya berniat shalat fardhu, dibenarkan dan dibolehkan dalam syariat. Dengan demikian, keimaman seorang anak kecil yang belum baligh atas makmum yang sudah baligh, tidak menjadi masalah. Hukumnya tetap dianggap shalat berjamaah.

Dasar atas kebolehan anak kecil menjadi imam buat orang dewasa adalah sabda Rasulullah SAW:

Dari Jabir bin Abdillah bahwa Amr bin Salamah radhiyallahu a’nhu berkata, “Aku telah mengimami shalat jamaah di masa Rasulullah SAW sedangkan usiaku saat itu baru tujuh tahun. (HR Bukhari).

Dan menurut ulama dalam mazhab As-Syafi’i, bahkan meski shalat itu shalat Jumat, tetap sah bila diimami oleh seorang anak kecil yang baru mumayyiz. Meski dengan karahah (kurang disukai).

Pendapat Yang Berbeda

Namun tidak bisa kita tampik bahwa selain hadits Shahih Bukhari di atas, ada juga dalil yang secara pengertiannya justru menyatakan tidak sah bila yang jadi imam seorang anak kecil. Hadits itu sebagai berikut:

Al-Atsram meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas radhiayllahu anhuma bahwa: Janganlah seorang anak kecil mengimami shalat jamaah kecuali setelah bermimpi.

Sehingga menurut ulama kalangan mazhab Al-Hanafiyah, tidak sah bila anak kecil menjadi imam shalat, baik shalat fardhu atau pun shalat sunnah. Sedangkan ulama di kalangan mazhab Malik dan Hanabilah, yang tidak sah hanya untuk shalat fardhu, sedangkan untuk shalat sunnah, hukumnya sah.

Pendapat yang menurut kami lebih kuat adalah pendapat di atas, yang juga merupakan pendapat mazhab Asy-Syafi’iyah. Hal itu karena dalilnya sangat kuat, di mana Al-Bukhari menshahihkan hadits tentang Amr bin Salamah yang mengimami shalat jamaah saat beliau masih berusia 7 tahun.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

 

sumber: EraMuslim.com

Berapa Lama Jarak Waktu Seharusnya Antara Adzan dan Iqamah?

Adzan disyariatkan untuk memberitahukan masuknya waktu shalat. Oleh karena itu , diperlukan adanya perkiraan waktu yang memadai untuk bersiap siap shalat dan datang ke masjid. Jika tidak demikian, hilanglah manfaat dan fungsi dari seruan adzan tersebut dan hilang pula kesempatan shalat jamaah bagi banyak orang yang bermaksud untuk melaksanakannya. Sebab, jika orang yang sedang makan , minum atau buang hajat, atau sedang dalam keadaan tidak berwudhu – pada saat adzan sedang dikumandangkan- tidak diberi kesempatan waktu untuk bersiap siap, dia akan ketinggalan  shalat jamaah sepenuhnya atau sebagiannya disebabkan ketergesaan dan tidak adanya jarak waktu antara adzan dan iqamah. Apalagi orang yang tempat tinggalnya jauh dari masjid.

 

Imam Bukhari telah mengisyaratkan berapa lama jarak antara adzan dan iqamah, akan tetapi , dia tidak menetapkan perkiraan waktu yang pasti, dia menyebutkan hadits ‘Abdullah bin Mughaffal, dia berkata, Nabi SAW bersabda  :

صحيح البخاري ٥٩١: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ قَالَ حَدَّثَنَا كَهْمَسُ بْنُ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ

‘Antara tiap dua adzan  ada shalat. Antara tiap dua adzan ada shalat.” Kemudian yang ketiga kalinya beliau bersabda , “ Bagi yang mehendakinya.” (Muttafaq alaih)

 

Yang dimaksudkan 2 adzan disini adalah adzan dan iqamah.

Abdul Aziz bin Baaz mengatakan, “tidak boleh menyegerakan iqamah hingga imam memerintahkan, jarak itu sekitar seperempat jam atau sepertiga jam atau mendekatinya. Jika imam terlambat dalam waktu yang cukup lama, diperbolehkan yang lainnya untuk maju menjadi imam sholat. Imam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap iqamah, sedangkan mu’adzin adalah orang yang bertanggung jawab terhadap adzan. (Rr)

 

sumber: EraMuslim.com