Ingin dapat Shaf Pertama di Masjidil Haram? Ini Caranya

Kepadatan jamaah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, semakin meningkat. Jamaah pun kerap datang lebih awal untuk mendapatkan shaf terdepan untuk shalat wajib.

Kepala Bidang Bimbingan Ibadah dan Pengawasan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Ali Rokhmad menyarankan jamaah untuk datang tiga jam sebelum waktu shalat tiba. Jamaah juga sebaiknya melaksanakan tawaf untuk mendekati posisi shaf awal.

“Bagi perempuan segera memposisikan shaf awal khusus untuk perempuan,” kata dia berdasarkan laporanwartawan Republika, Ratna Puspita, Sabtu (5/9).

Ali menambahkan jamaah haji yang datang ke Kota Makkah harus dapat memaksimalkan pelaksanaan ibadahnya. Jamaah dapat melaksanakan umrah wajib, khususnya untuk mereka yang memilih melaksanakan haji tamattu’.

Tim Ibadah juga mendorong jamaah melaksanakan tawaf, shalat berjamaah dan i’tikaf di Masjidil Haram. “Pahalanya 100 ribu kali dibandingkan masjid lainnya, kecuali Masjid Nabawi 1000 kali,” ujar Ali.

Ibadah lainnya, yaitu membaca al Qur’an, memperbanyak dzikir, bersedekah, dan berziarah ke tempat-tempat bersejarah. Jamaah juga dapat melaksanakan umrah sunnah dengan mengambil miqat di Tan’im, Ji’ronah, atau Hudaibiyah.

Namun, Ali mengingatkan, jamaah juga harus memperhatikan kondisi fisik atau kesehatan masing-masing terutama menjelang wukuf di Arafah. Sebab, jamaah harus melaksanakan ritual haji yang panjang.

Dia menjelaskan rangkaian ritual haji itu ihram, wukuf, mabit di Muzdalifah dan Mina, melontar jumrah Aqabah, tawaf ifadhah, tahallul, melontar jumrah ula, wusta, dan aqabah, serta tawaf wada. “Jamaah juga harus membayar DAM dan melaksanakan Kurban,” kata dia.

Kepala Seksi Bimbingan Ibadah dan Pengawasan KBIH Daerah Kerja (Daker) Makkah Tawwabuddin juga mengatakan jamaah memang berhak melakukan seluruh aktivitas di Masjidil Haram. “Tapi, jangan berlelah-lelah untuk persiapan Armina,” kata dia.

Sebanyak 168.800 jamaah asal Indonesia akan mengikuti prosesi puncak haji di Arafah, Mudzalifah, dan Mina (Armina). Terdiri dari 155.600 jamaah haji reguler dan 13.200 jamaah haji khusus.

Hingga Jumat (4/9) pukul 17.00 waktu Arab Saudi (WAS), sebanyak 26.832 orang atau sekitar 17 persen dari total jamaah haji reguler asal Indonesia telah tiba di Makkah. Mereka tergabung dalam 65 kelompok terbang, 61 kloter tiba dari Madinah dan empat lainnya dari Jeddah.

 

sumber: Republika Online

Ini Tanda-Tanda Haji Mabrur

Tahun ini sekitar 168.800 jamaah dari Indonesia akan menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, namun tidak semua bisa mendapatkan pengalaman bathin dan bisa menjadi haji yang mabrur seperti yang diharapkan.

Prof Aswadi, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya, yang menjadi salah satu anggota tim pembimbing haji pada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 1436H/2015M di Makkah, Arab Saudi, mengatakan ada beberapa  hal yang harus diperhatikan jamaah untuk menjadi haji yang mabrur, sekaligus menjadi tanda-tanda ia memperoleh manfaat dari ibadahnya.

“Orang itu (jamaah) harus memiliki pengetahuan mengenai Islam yang luas,” katanya. Hal itu, lanjut dia, penting agar jamaah memahami tujuan berhaji dan proses pelaksanaannya, serta paham setiap makna urutan ibadah yang mereka lakukan.

Karena itulah tim pembimbing haji PPIH daerah kerja (Daker) Makkah yang dipimpin Tawwabuddin Muhammad Maulana, melakukan sejumlah kunjungan ke berbagai pemondokan untuk meningkatkan pengetahuan jamaah tentang ibadah haji.

Kemudian setelah paham mengenai makna berhaji, kata Aswadi, jamaah harus mampu mencegah orang melakukan pelanggaran, termasuk misalnya tidak menyakiti jamaah lain ketika berusaha mencium Hajar Aswad atau shalat di Hijr Ismail.

“Setelah itu ia akan mampu memberi kabar gembira kepada orang lain dan menyenangkan orang lain,” ujarnya.

Aswadi mencontohkan Nabi Ibrahim AS yang berdo’a kepada Allah agar Makkah yang tandus bisa menjadi negeri yang makmur  yang bisa memberi kemakmuran bagi banyak orang. Secara logika mungkin sulit, katanya, namun Nabi Ibrahim tidak putus asa berdoa dan.

Dengan kekuasaan Allah, banyak orang yang datang ke negeri tandus tersebut melalui perintah dibangunnya Rumah Allah (Baitullah) dan perintah berhaji ke sana, sehingga setiap tahun Makkah tidak pernah sepi dari kunjungan umat Islam untuk umrah dan haji. Do’anya dikabulkan dan menyenangkan serta memakmurkan banyak orang.

“Ketika melihat banyak persoalan,  kita tidak punya kemampuan secara total untuk mengatasinya, maka berserah dirilah padaNYA, pasti ada jalan keluarnya,” ujar Aswadi. Hal itulah yang dilakukan Nabi Ibrahim AS.

Selain itu, salah satu ciri haji yang mabrur kelak menjadi orang yang damai dan mudah mendamaikan, tenang dan menyenangkan orang lain.

“Tiga hal itu akan mengarahkan manusia benar-benar beriman kepada Allah dan RasulNya,” kata dosen S3 di UIN Surabaya, Jawa Timur itu.

Kemudian, manusia tersebut mempunyai tugas menginformasikan kepada orang lain, menyebarkan berita gembira tentang haji, dan terus bertasbih, sehingga meluas nilai-nilai kebaikan dalam dirinya.

 

 

sumber: Republika Online

Mau Daftar Haji Sejak Dini, Boleh Saja Tapi..

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima bagi umat Muslim. Namun, Abdul Djamil, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI menegaskan agar tetap memperhatikan istita’ah dalam mendaftarkan diri untuk berhaji meskipun antrian untuk berangkat ke Tanah Suci semakin panjang di Indonesia.

Istita’ah merupakan kemampuan seorang Muslim untuk menunaikan ibadah haji. Dia menegaskan terutama kemampuan tersebut adalah kemampuan dari segi finansial. Baik kemampuan finansial untuk ongkos berhaji maupun finansial untuk keluarga yang akan ditinggalkan selama berada di Tanah Suci.

“Baik memang jika mendaftarkan haji selagi muda, asalkan dia memang sudah memiliki istita’ah atau kemampuan terutama dari segi finansial. Karena Islam adalah agama yang tidak memberatkan umatnya,” tuturnya, Ahad (6/9).

Dia melanjutkan, Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah pemeluk agama Islam yang mayoritas memiliki kuota haji yang tidak seimbang dengan peminatnya. Banyak umat Islam di Indonesia yang berkeinginan untuk pergi ke Tanah Suci memenuhi panggilan Tuhannya, Allah SWT.

Oleh karena itu, antrian endaftaran haji di Indonesia cukup lama. Dia menyebutkan antrian di Kalimantan hingga 20 tahun, di Jawa rata-rata sekitar 18 tahun, bahkan untuk wilayah Sulawesi bisa mencapai 27 tahun. Hal ini juga berlaku di beberapa negara lain yang memiliki penduduk Muslim cukup banyak.

Jika melihat realita tersebut, dia membenarkan imbauan agar mendaftarkan haji selagi muda. Hal itu dia pertimbangkan jika mendaftarkan ketika berusia 80 tahun kemudian baru bisa melaksanakan ibadah haji pada umur 100 tahun. Sedangkan tidak ada yang bisa menjamin umur manusia hingga batas waktu tertentu.

Namun demikian dia menyarankan agar tetap memperhatikan istita’ah. Karena bagaimana pun juga tidak baik jika memaksakan mendaftarkan haji jika belum ada kemampuan secara finansial sehingga harus berhutang untuk memenuhi ongkos haji tersebut. Karena Islam tidak pernah mewajibkan umatnya untuk berhaji jika memang belum memiliki istita’ah untuk pergi berhaji.

‘Lebih Baik Berniat Haji Sejak usia Muda’

Waktu tunggu haji di Indonesia semakin lama. Menurut penghitungan Kementerian Agama RI, waktu tunggu untuk wilayah Jawa sekitar 18 tahun, Kalimantan sekitar 20 tahun dan untuk wilayah Sulawesi sekitar 27 tahun.

Pimpinan Lembaga Dakwah Kreatif (iHaqi), ustaz Erick Yusuf menilai, pemahaman yang salah jika berpikir haji sebaiknya dilakukan pada usia tua. Hal ini didasarkan pada ritual haji yang sebenarnya selain membutuhkan ritual rohani juga sangat membutuhkan kekuatan fisik.” Sehingga hal itu akan lebih mudah jika dilakukan ketika usoa muda dalam kondisi prima,” kata dia, Ahad (6/9).

Dia juga mempertimbangkan waktu tunggu yang menurutnya akan lebih baik jika dipersiapkan sejak usia muda. Sehingga akan lebih mudah dalam hal manajemen waktunya. Karena tidak ada seorang pun yang bisa memastikan usia hidupnya di dunia.

Selain itu dia juga mempertimbangkan penjagaan akhlak perilaku ketika sudah meniatkan diri untuk berhaji sejak usia muda.

“Jika dari muda sudah diniatkan untuk berhaji maka secara akhlak perilakunya akan terjaga, mulai dari niatnya, dari mulai mendaftarnya, dan segala sesuatunya. Jadi tidak lagi berpikir bahwa ‘ah sudahlah sekarang hancur-hancuran dulu, ngawur, nanti baru bertaubat,’ iya kalau ada kesempatan, kalau tidak bagaimana,” tuturnya, Jumat (6/9).

Terkait dengan istita’ah atau kemampuan untuk berhaji, terutama dari segi finansial, dia menyebutkan pada dasarnya manusia tidak memiliki kemampuan untuk itu. Tetapi Allah yang akan memampukan umatnya. Oleh karena itu dia menegaskan agar umat Islam memasukkan diri sebagai kategori umat yang dimampukan oleh Allah.

Dia melanjutkan, caranya adalah dengan mengazamkan diri, niat yang kuat agar dimampukan untuk pergi berhaji. Karena, dia menceritakan, banyak kisah-kisah yang mengumpulkan uang ribuan perak untuk pergi berhaji. Karena atas niat dan azzam yang kuat sehingga orang tersebut akhirnya benar-benar pergi ke Tanah Suci.

“Justru yang diinginkan Allah adalah bagaimana betul-betul hati kita terpaut ke sana, kita bersungguh-sungguh untuk berhaji. Karena untuk berhaji bukan hanya permasalahan harta saja, orang kaya raya yang belum berhaji pun banyak,” tegasnya.

 

sumber: Republika Online

Hiasi Diri dengan Sabar

Oleh: Moch Hisyam

Sifat sabar. Inilah sifat yang harus menjadi perhiasan bagi setiap jamaah haji. Kesabaran tak hanya dituntut pada saat puncak pelaksanaan haji, tetapi dalam seluruh proses haji. Mulai dari pendaftaran, keberangkatan, ketika berada di Tanah suci, hingga kembali ke Tanah Air.

Berdasarkan pengalaman, biasanya ujian kesabaran muncul akibat ketidaksesuaian antara rencana dan realitas, antara harapan dan kenyataan. Hal itu mulai terasa sejak keberangkatan dari daerah asal ke asrama haji lalu ke bandara.

Kesabaran jamaah haji diuji melalui kemacetan lalu lintas menuju asrama, pemeriksaan dokumen yang memakan waktu relatif lama, menunggu pesawat berjam-jam, mencari koper di tengah ratusan koper jemaah lain yang sama bentuk, ukuran, dan warna.

Ujian kesabaran pun kerap muncul di Tanah Suci, baik Makkah maupun Madinah. Kondisi penginapan juga bisa membuat jengkel. Memiliki empat lantai, tapi tak dilengkapi lift, toilet yang mampet, atau tempat tidur yang tak nyaman.

Begitu pula dengan makanan yang terkadang datang terlambat, sudah basi, atau tak sesuai dengan selera. Dan, puncak ujian kesabaran muncul pada puncak pelaksanaan ibadah haji.

Selain meninggalkan segala larangan ketika berihram, para jamaah pun tak diperkenankan rafats dan jidal. Setiap musim haji, jutaan orang dari seluruh dunia berkumpul di tempat yang sama dengan tujuan yang sama pula.

Jalanan macet, kendaraan terjebak berjam-jam sehingga terlambat tiba di tujuan. Di Arafah dan Mina, jamaah harus sabar mengantre makanan dan buang hajat.

Jika tak menghiasi diri dengan kesabaran, semua itu berpotensi membuat jamaah tak henti berkeluh kesah, stres, serta mudah tersinggung dan marah. Celakanya lagi, nilai ibadah bisa rusak. Bahkan, ibadah haji yang telah dilaksanakan bisa tertolak (batal).

Oleh karena itu, di dalam Alquran, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk meminta pertolongan kepada-Nya dengan sabar. “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat ….” (QS al-Baqarah [2]: 45).

Kesabaran adalah pokok dari setiap amal. Bila kesabarannya hilang, amal akan rusak. Ali bin Abi Thalib berkata, “Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang, keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Jika kesabaran hilang, seluruh permasalahan akan rusak.

Agar kita dapat menghiasi diri dengan sabar saat melaksanakan prosesi haji, hal yang harus dilakukan jamaah adalah senantiasa melatih diri dan bermujahadah (usaha maksimal) untuk selalu bersabar. Sabar merupakan akhlak yang bisa diperoleh dengan dua hal itu.

Selanjutnya, jamaah harus senantiasa berzikir. Zikir akan menumbuhkan ketenangan hati sehingga jamaah bisa menyikapi berbagai hal yang dihadapinya dengan kepala dingin. Selain itu, hendaknya jamaah meyakini takdir Allah, baik yang sesuai dengan keinginannya maupun tidak.

Takdir itu akan terus berlangsung dan itulah keputusan yang adil buat jamaah, sabar ataupun tidak. Jika jamaah bersabar, Allah SWT menjanjikan pahala dan kebaikan. Itulah yang akan menumbuhkan kekuatan pada diri jamaah. “Dalam kesabaran terhadap perkara yang tidak disukai itu banyak kebaikannya.” (HR Tirmidzi).

Satu hal yang tak kalah penting, hendaknya jamaah haji mencari informasi tentang berbagai kemungkinan yang bisa terjadi dalam pelaksanaan ibadah haji sejak dari berangkatan, ketika berada di Tanah suci, hingga kepulangan ke Tanah Air.

Dengan demikian, jamaah haji tak akan kaget ketika kemungkinan itu menjadi kenyataan dan bisa menyikapinya dengan sabar. Wallahualam.

 

sumber: Republika Online

Tipologi Ibadah Haji

Oleh: Imam Nur Suharno

Musim haji telah tiba. Jutaan kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia secara bertahap bergerak menuju Tanah Suci untuk menjalankan rukun Islam yang kelima, yaitu ibadah haji.

Dalam pelaksanaannya, banyak hal yang kadang melatarbelakangi seseorang dalam menjalankan ibadah haji, sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah SAW. “Akan datang suatu masa yang dialami umat manusia, yaitu orang kaya dari umatku yang melaksanakan ibadah haji (niatnya) karena wisata, orang kalangan menengah (niatnya) karena berdagang, orang kalangan ahli pengetahuan (niatnya) karena ria dan sumah, dan kaum fakir di antara mereka (niatnya) karena untuk meminta-minta.” (HR Ibnu Jauzy).

Hadis di atas memberikan peringatan kepada jamaah haji agar selalu menjaga keikhlasan sebelum, selama, dan setelah menjalankan ibadah haji.

Sebab, tidak sedikit orang yang pergi ke Tanah Suci dengan latar belakang (niat) yang berbeda-beda, itulah tipologi seseorang dalam menjalakan ibadah haji.

Pertama, untuk berwisata. Yaitu, ibadah haji yang dilaksanakan bertujuan untuk jalan-jalan. Sehingga, aktivitasnya di Tanah Suci lebih semangat jika diajak untuk jalan-jalan daripada ke masjid.

Dan, ibadah yang dilaksanakan selama di Tanah Suci tidak berpengaruh terhadap perbaikan pribadi, keluarga, dan masyarakatnya, melainkan agar masyarakat menilainya sebagai orang yang kaya.

Kedua, untuk berdagang. Yaitu, seseorang yang menunaikan ibadah haji bertujuan untuk berbelanja. Sehingga, aktivitasnya selama di Tanah Suci lebih banyak aktivitas berdagang atau berbelanja daripada ibadah kepada Allah SWT.

Ketiga, karena ria dan sum’ah. Yaitu, seseorang yang melaksanakan ibadah haji sekadar untuk mengejar status sosial kemasyarakatan, yakni gelar haji. Sehingga, ia mudah tersinggung jika tidak disebutkan gelar hajinya.

Keempat, untuk meminta-minta. Yaitu, kalangan kaum fakir yang berangkat ke Tanah Suci untuk mengharap belas-kasihan dengan harapan sekembalinya dari Tanah Suci, ia dapat mengumpulkan harta yang cukup. Sehingga, ia menjadikan aktivitas meminta-minta itu sebagai profesi tahunan baginya.

Dengan demikian, balasan bagi orang yang melandaskan niat ibadah hajinya sebagaimana di atas maka ia akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.

Sabda Nabi SAW, ”Sesungguhnya, setiap perbuatan bergantung niatnya. Dan, sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sedangkan, seseorang yang pergi hajinya atas dasar iman dan ikhlas semata karena Allah, tidak berbuat rafats, tidak berbuat fusuk, dan tidak melakukan jidal selama haji (QS al-Baqarah [2]: 197), niscaya ia akan meraih predikat haji mabrur yang balasannya adalah surga (HR Bukhari dan Muslim).

Semoga Allah meluruskan niat kaum Muslimin yang tengah menjalankan ibadah haji dengan niat semata karena-Nya dan meraih haji yang mabrur.Amin.

 

sumber: Republika Online

Keutamaan Hari Jumat

Ada beberapa hadis yang menyebutkan keutamaan hari Jumat. Di antaranya:

Hari Jumat merupakan hari raya tiap pekan

1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، إِنَّ هَذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ عِيدًا، فَاغْتَسِلُوا، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ

Wahai kaum muslimin, sesungguhnya saat ini adalah hari yang dijadikan oleh Allah sebagai hari raya untuk kalian. Karena itu, mandilah dan kalian harus menggosok gigi.” (H.r. Tabrani dalam Mu’jam Ash-Shaghir, dan dinilai sahih oleh Al-Albani)

2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ يَوْمَ الْجُمْعَة يَوْمُ عِيدٍ ، فَلَا تَجْعَلُوا يَوْم عِيدكُمْ يَوْم صِيَامكُمْ , إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْله أَوْ بَعْده

Sesungguhnya, hari Jumat adalah hari raya. Karena itu, janganlah kalian jadikan hari raya kalian ini sebagai hari untuk berpuasa, kecuali jika kalian berpuasa sebelum atau sesudah hari Jumat.” (H.r. Ahmad dan Hakim; dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)

Hari Jumat merupakan “yaumul mazid” (hari tambahan) bagi penduduk surga

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أتاني جبريل وفي يده كالمرآة البيضاء فيها كالنكتة السوداء فقلت يا جبريل ما هذه قال الجمعة قال قلت وما الجمعة قال لكم فيها خير قال قلت وما لنا فيها قال يكون عيدا لك ولقومك من بعدك ويكون اليهود والنصارى تبعا لك قال قلت وما لنا فيها قال لكم فيها ساعة لا يوافقها عبد مسلم يسأل الله فيها شيئا من الدنيا والآخرة هو له قسم إلا أعطاه إياه أو ليس بقسم إلا ادخر له عنده ما هو أفضل منه أو يتعوذ به من شر هو عليه مكتوب إلا صرف عنه من البلاء ما هو أعظم منه قال قلت له وما هذه النكتة فيها قال هي الساعة هي تقوم يوم الجمعة وهو عندنا سيد الأيام ونحن ندعوه يوم القيامة ويوم المزيد قال قلت مم ذاك قال لأن ربك تبارك وتعالى اتخذ في الجنة واديا من مسك أبيض فإذا كان يوم الجمعة هبط من عليين على كرسيه تبارك وتعالى ثم حف الكرسي بمنابر من ذهب مكللة بالجواهر ثم يجيء النبيون حتى يجلسوا عليها وينزل أهل الغرف حتى يجلسوا على ذلك الكثيب ثم يتجلى لهم ربك تبارك وتعالى ثم يقول سلوني أعطكم قال فيسألونه الرضى فيقول رضائي أحلكم داري وأنيلكم كراسي فسلوني أعطكم قال فيسألونه قال فيشهدهم أنه قد رضي عنهم قال فيفتح لهم ما لم تر عين ولم تسمع أذن ولا يخطر على قلب بشر قال وذلكم مقدار انصرافكم من يوم الجمعة …. قال فليسوا إلى شيء أحوج منهم إلى يوم الجمعة ليزدادوا إلي ربهم نظرا وليزدادوا منه كرامة

Jibril pernah mendatangiku, dan di tangannya ada sesuatu seperti kaca putih. Di dalam kaca itu, ada titik hitam. Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, ini apa?” Beliau menjawab, “Ini hari Jumat.” Saya bertanya lagi, “Apa maksudnya hari Jumat?” Jibril mengatakan, “Kalian mendapatkan kebaikan di dalamnya.” Saya bertanya, “Apa yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Hari jumat menjadi hari raya bagimu dan bagi kaummu setelahmu. Sementara, orang Yahudi dan Nasrani mengikutimu (hari raya Sabtu–Ahad).” Aku bertanya, “Apa lagi yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Di dalamnya, ada satu kesempatan waktu; jika ada seorang hamba muslim berdoa bertepatan dengan waktu tersebut, untuk urusan dunia serta akhiratnya, dan itu menjadi jatahnya di dunia, maka pasti Allah kabulkan doanya. Jika itu bukan jatahnya maka Allah simpan untuknya dengan wujud yang lebih baik dari perkara yang dia minta, atau dia dilindungi dan dihindarkan dari keburukan yang ditakdirkan untuk menimpanya, yang nilainya lebih besar dibandingkan doanya.” Aku bertanya lagi, “Apa titik hitam ini?” Jibril menjawab, “Ini adalah kiamat, yang akan terjadi di hari Jumat. Hari ini merupakan pemimpin hari yang lain menurut kami. Kami menyebutnya sebagai “yaumul mazid”, hari tambahan pada hari kiamat.” Aku bertanya, “Apa sebabnya?” Jibril menjawab, “Karena Rabbmu, Allah, menjadikan satu lembah dari minyak wangi putih. Apabila hari Jumat datang, Dia Dzat yang Mahasuci turun dari illiyin di atas kursi-Nya. Kemudian, kursi itu dikelilingi emas yang dihiasi dengan berbagai perhiasan. Kemudian, datanglah para nabi, dan mereka duduk di atas mimbar tersebut. Kemudian, datanglah para penghuni surga dari kamar mereka, lalu duduk di atas bukit pasir. Kemudian, Rabbmu, Allah, Dzat yang Mahasuci lagi Mahatinggi, menampakkan diri-Nya kepada mereka, dan berfirman, “Mintalah, pasti Aku beri kalian!” Maka mereka meminta ridha-Nya. Allah pun berfirman, “Ridha-Ku adalah Aku halalkan untuk kalian rumah-Ku, dan Aku jadikan kalian berkumpul di kursi-kursi-Ku. Karena itu, mintalah, pasti Aku beri!” Mereka pun meminta kepada-Nya. Kemudian Allah bersaksi kepada mereka bahwa Allah telah meridhai mereka. Akhirnya, dibukakanlah sesuatu untuk mereka, yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati seseorang. Dan itu terjadi selama kegiatan kalian di hari jumat …. sehingga tidak ada yang lebih mereka nantikan, melebihi hari Jumat, agar mereka bisa semakin sering melihat Rabb mereka dan mendapatkan tambahan kenikmatan dari-Nya.” (H.r. Ibnu Abi Syaibah, Thabrani dalam Al-Ausath, Abu Ya’la dalamAl-Musnad, dan statusnya hasan atau sahih, sebagaimana keterangan Abdul Quddus Muhammad Nadzir)

Terlarangnya puasa jika dilakukan pada hari Jumat saja

Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk melakukan puasa di hari Jumat saja, padahal saat hari Kamis, dia tidak berpuasa, dan di hari Sabtu, dia juga tidak puasa.

1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، إِلاَّ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ

Janganlah kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali jika telah berpuasa sehari sebelumnya atau akan puasa sehari setelahnya.” (H.r. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan,

نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن يفرد يوم الجمعة بصوم

Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyendirikan hari Jumat untuk berpuasa.” (H.r. Ahmad; sanadnya dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)

3. Dari Junadah Al-Azdi; beliau mengatakan,

دخلت على رسول الله صلى الله عليه و سلم في سبعة نفر من الأزد أنا ثامنهم يوم الجمعة ونحن صيام فدعانا رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى طعام بين يديه فقلنا انا صيام قال هل صمتم أمس قلنا لا قال فهل تصومون غدا قلنا لا قال فافطروا ثم خرج إلى الجمعة فلما جلس على المنبر دعا بإناء من ماء فشربه والناس ينظرون إليه ليعلمهم أنه لا يصوم يوم الجمعة

Saya menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat bersama tujuh orang dari suku Azd, dan saya adalah orang kedelapan. Saat itu, kami sedang berpuasa. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang kami untuk makan di depannya. Kami pun mengatakan, ‘Saya sedang puasa.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kemarin kalian puasa?’ Kami menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bertanya lagi, ‘Apakah besok kalian akan berpuasa?’ Kami menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Berbukalah!’ Lalu beliau berangkat shalat Jumat. Ketika beliau di atas mimbar, beliau minta dibawakan air, kemudian beliau minum dan orang-orang melihatnya, untuk mengajari mereka bahwa beliau tidak berpuasa di hari Jumat.” (H.r. Ibnu Abi Syaibah; dinilai sahih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar)

4. Dari Ummul Mukminin, Juwairiyah binti Al-Harits radhiallahu ‘anha; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenemuinya di hari Jumat, sementara dia sedang berpuasa. Beliau bertanya, “Apakah kemarin kamu puasa?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah besok kamu mau puasa?” Beliau menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda, “Berbukalah!” (H.r. Bukhari, Abu Daud, dan Ibnu Abi Syaibah)

5. Dari Laila, istri Basyir radhiallahu ‘anhuma; beliau mengatakan, “Sesungguhnya, Basyir bertanya kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bolehkah saya berpuasa di hari Jumat dan tidak berbicara dengan seorang pun di hari itu?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

لا تصم يوم الجمعة الا في أيام هو أحدها أو في شهر وأما أن لا تكلم أحدا فلعمرى لأن تكلم بمعروف وتنهى عن منكر خير من ان تسكت

Janganlah kamu berpuasa di hari Jumat, kecuali jika kamu berpuasa beberapa hari –salah satunya adalah hari Jumat– atau puasa sebulan. Adapun tentang dirimu yang tidak ingin berbicara dengan seorang pun maka sungguh engkau berbicara yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran itu lebih baik daripada engkau diam.” (H.r. Ahmad, Thabrani dalamMu’jam Al-Kabir, dan Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Tidak boleh mengkhususkan hari Jumat untuk shalat malam

Sebagian orang beranggapan bahwa kita dianjurkan untuk memperbanyak shalat tahajud di malam Jumat karena malam ini memiliki keutamaan yang banyak. Anggapan ini adalah anggapan yang salah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk mengkhususkan malam Jumat untuk ibadah.

1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تختصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي ولا تخصوا يوم الجمعة بصيام من بين الأيام إلا أن يكون في صوم يصومه أحدكم

Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat untuk tahajud dan meninggalkannya di malam yang lain. Jangan pula mengkhususkan siang harinya untuk berpuasa, kecuali dalam rangkaian puasa kalian.” (H.r. Muslim)

2. Dari Muhammad bin Sirrin; beliau mengatakan,

Dahulu, Abu Darda’ menghidupkan malam Jumat dengan ibadah, dan beliau berpuasa di siang harinya. Suatu ketika, datanglah Salman –dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mempersaudarakan keduanya– kemudian beliau tidur di rumahnya. Salman pun memperhatikan Abu Darda’ dan tidak membiarkannya, sampai Abu Darda’ tidur dan tidak berpuasa. Maka datanglah Abu Darda’ menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan perjumpaannya dengan Salman. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Uwaimir (nama asli Abu Darda’), Salman lebih tahu daripada kamu. Janganlah mengkhususkan malam Jumat untuk shalat dan siang harinya untuk puasa.” (H.r. Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf)

Anjuran untuk membaca surat khusus ketika shalat subuh di hari Jumat

Dianjurkan bagi orang yang melaksanakan shalat subuh di hari Jumat untuk membaca surat As-Sajdah di rekaat pertama dan surat Al-Insan di rekaat kedua.

  1. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika shalat subuh di hari Jumat, membaca “alif-lam-mim, as-sajdah” (surat As-Sajdah) dan “hal ata ‘alal insani …” (surat Al-Insan). Sementara, pada shalat Jumat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Jumu’ah dan surat Al-Munafiqun. (H.r. Muslim dan Abu Daud)
  2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika shalat subuh di hari Jumat, membaca ‘alif-lam-mim … tanzil, as-sajdah‘ (surat As-Sajdah) dan ‘hal ata ‘alal insani‘ (surat Al-Insan).” (H.r. Bukhari dan Muslim)

Sebagian malaikat duduk di depan pintu masjid

Di hari Jumat, Allah mengutus beberapa malaikat untuk berjaga di pintu masjid, mencatat setiap orang yang datang jumatan sebelum khatib naik mimbar.

1. Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا كان يوم الجمعة قعدت الملائكة على أبواب المسجد فيكتبون الناس من جاء من الناس على منازلهم فرجل قدم جزورا ورجل قدم بقرة ورجل قدم شاة ورجل قدم دجاجة ورجل قدم عصفورا ورجل قدم بيضة قال فإذا أذن المؤذن وجلس الإمام على المنبر طويت الصحف ودخلوا المسجد يستمعون الذكر

“Apabila hari Jumat datang, para malaikat duduk di depan pintu masjid-masjid. Mereka mencatat setiap orang yang datang sesuai dengan waktu kedatangan mereka. Ada orang yang seperti berkurban unta, ada yang seperti berkurban sapi, ada yang seperti berkurban kambing, ada yang seperti berkurban ayam, ada yang seperti berkurban burung, dan ada yang seperti berkurban telur. Ketika muazin melakukan azan dan imam sudah duduk di mimbar maka buku catatan ditutup dan mereka masuk masjid, mendengarkan khotbah.” (H.r. Ahmad; sanadnya dinilai hasan oleh Syu’aib Al-Arnauth)

2. Dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan,

إذا كان يوم الجمعة قامت الملائكة بأبواب المسجد فيكتبون الناس على منازلهم الاول فإن تأخر رجل منهم عن منزله دعت له الملائكة يقولون اللهم إن كان مريضا فاشفه اللهم إن كانت له حاجة فاقض له حاجته فلا يزالون كذلك حتى إذا خرج الامام طويت الصحف ثم ختمت فمن جاء بعد نزول الامام فقد أدرك الصلاة ولم يدرك الجمعة

Apabila hari Jumat datang, malaikat berjaga di pintu-pintu masjid. Mereka mencatat setiap orang yang datang sesuai tingkat kedatangannya. Apabila ada orang yang telat datang maka malaikat ini berdoa untuknya. Mereka memanjatkan doa, ‘Ya Allah, jika dia sakit maka sembuhkanlah dia, dan jika dia punya kepentingan maka selesaikanlah kebutuhannya.’ Mereka terus melakukan hal itu, sampai imam datang. Ketika imam datang, buku catatan ditutup kemudian distempel. Barang siapa yang datang setelah imam turun maka dia hanya mendapatkan shalat dan tidak mendapatkan jumatan.”

Keterangan:
Sanad hadis ini hasan. Hanya saja, statusnya mauquf sampai Abu Umamah. Artinya, ini adalah perkataan Abu Umamah radhiallahu ‘anhu.

Di hari jumat terdapat satu waktu yang mustajab

1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyinggung hari Jumat, kemudian beliau bersabda,

فيه ساعة لا يوافقها عبد مسلم وهو قائم يصلي يسأل الله تعالى شيئا إلا أعطاه إياه

Di hari Jumat, ada satu waktu, apabila ada seorang muslim melakukan shalat dan dia memohon sesuatu kepada Allah, pasti Allah beri.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan tangannya untuk menunjukkan bahwa waktu itu hanya sebentar. (H.r. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خير يوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه تقوم الساعة وفيه ساعة لا يسأل الله عز و جل فيها عبد يصلى خير الا أعطاه الله وقللها وقال بيده هكذا انها قليلة

Hari terbaik saat matahari terbit adalah hari Jumat. Di hari ini, Adam diciptakan; di hari ini pula, kiamat terjadi; di hari Jumat terdapat satu waktu, apabila ada seorang hamba yang shalat, memohon kepada Allah di waktu itu, maka Allah akan memberikan pintanya.” (H.r. Abu Daud Ath-Thayalisi; statusnya hasan lighairihi)

3. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن في الجمعة ساعة لا يوافقها مسلم وهو في صلاة يسأل الله خيرا الا آتاه إياه قال وقللها

Sesungguhnya, di hari Jumat, ada satu waktu; tidaklah seorang muslim yang shalat, dia memohon kebaikan kepada Allah, dan bertepatan dengan waktu tersebut, kecuali Allah pasti akan mengabulkannya.” (H.r. Ahmad; statusnya sahih)

Anjuran memperbanyak salawat di hari Jumat

1. Dari Aus bin Aus radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه قبض وفيه النفخة وفيه الصعقة فاكثروا على من الصلاة فيه فان صلاتكم معروضة على فقالوا يا رسول الله وكيف تعرض عليك صلاتنا وقد أرمت يعنى وقد بليت قال إن الله عز و جل حرم على الأرض أن تأكل أجساد الأنبياء صلوات الله عليهم

Di antara hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Di hari itu, Adam diciptakan; di hari itu, Adam meninggal; di hari itu, tiupan sangkakala pertama dilaksanakan; di hari itu pula, tiupan kedua dilakukan. Oleh sebab itu, perbanyaklah membaca salawat untukku di hari Jumat karena salawat kalian ditunjukkan kepadaku.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana salawat itu ditunjukkan kepada Anda padahal Anda telah menjadi tanah (mati)?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya, Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi –shallallahu ‘alahim ajma’in–.” (H.r. Ahmad; sanadnya dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)

2. Dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاةِ فِي كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ , فَإِنَّ صَلاةَ أُمَّتِي تُعْرَضُ عَلَيَّ فِي كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ , فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَيَّ صَلاةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّي مَنْزِلَةً

Perbanyaklah membaca salawat untukku setiap hari Jumat, karena salawat umatku ditunjukkan kepadaku setiap hari Jumat. Siapa saja yang paling banyak salawatnya untukku maka dia adalah orang yang paling dekat kedudukannya denganku.”

Keterangan:
Status hadis ini diperselisihkan oleh para ulama ahli hadis. Ada yang menilainya kuat dan ada yang menilainyadhaif. Di antara ulama yang menilainya dhaif adalah Imam Adz-Dzahabi dan Syekh Nashiruddin Al-Albani. Adapun ulama yang menerima hadis ini di antaranya adalah As-Suyuti. Hadis ini juga disebutkan oleh Al-Mundziri dalam At-Targhib; beliau mengatakan, “Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan sanad hasan.”

Kiamat terjadi di hari Jumat

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه أدخل الجنة وفيه أخرج منها ولا تقوم الساعة إلا في يوم الجمعة

Hari terbaik saat matahari terbit adalah hari Jumat. Di hari itu, Adam diciptakan; di hari itu, Adam dimasukkan ke surga; di hari itu pula, Adam dikeluarkan dari surga; dan kiamat tidak akan terjadi kecuali di hari Jumat.” (H.r. Muslim, Ahmad, dan Turmudzi)

Orang yang meninggal di hari Jumat akan dilindungi dari fitnah (ujian) alam kubur

Dari Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة الا وقاه الله فتنة القبر

Tidaklah seorang muslim yang meninggal di hari Jumat atau malam Jumat, kecuali Allah akan lindungi dirinya dari fitnah (ujian) alam kubur.” (H.r. Ahmad; dinilai sahih oleh Ahmad Syakir serta Al-Albani)

Anjuran membaca surat Al-Kahfi pada malam atau siang hari Jumat

1. Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ

Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jumat, dia akan disinari cahaya antara dirinya dan Ka’bah.” (H.r. Ad-Darimi; Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih)

2. Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat, dia akan disinari cahaya di antara dua Jumat.” (H.r. An-Nasa’i dan Baihaqi; Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih)

Download Naskah Keutamaan Hari Jumat

Keutamaan Hari Jumat (5355)

Info Naskah

Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.KhotbahJumat.com

Perbanyak Istighfar agar Mendapat Jalan Keluar

Istighfar mudah dilakukan. Tidak terlalu butuh tenaga ekstra dan waktu khusus. Di rumah, di pasar, di kantor, dan di masjid. Waktu berbaring, duduk, dan mengendara mobil.

SEMUA manusia pernah berdosa. Tidak seorang pun yang luput dari kesalahan. Besar ataupun kecil. Sengaja atau tidak disengaja. Sebab, fitrah manusia adalah tempat salah dan lupa. Tidak ada manusia yang maksum, kecuali Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wassalam yang dosanya telah diampuni dan dijamin surga. Hal itu tidak lain karena Allah telah memberikan dua potensi dasar kepada manusia: fujur (negatif) dan taqwa (positif). Hal itu pula yang menyebabkan fluktuasi iman dan bahkan cenderung kepada salah satunya yang bakal menentukan posisinya di akhirat: neraka atau surga.

Lebih dari itu, syetan tidak pernah henti menggoda dan menjerumuskan manusia ke lembah nista. Armadanya datang dari segala penjuru: depan, belakang, dan samping. Berbagai macam ranjau dan jebakan dipasang. Daya ledaknya pun luar biasa. Isi dunia dipercantik agar manusia terlena. Tak jarang manusia yang tergoda hingga terjerumus ke dalam tipu dayanya yang semu. Namun, meski manusia bergelimang dosa, Allah telah menyediakan ampunan-Nya yang tak terbatas. Pintu tobatnya selalu terbuka lebar. Meski dosa manusia seluas samudera dan setinggi gunung. Allah akan tetap mengampuninya.

Ia sangat senang kepada hamba-Nya yang berdosa lalu datang kepada-Nya dan ber-istighfar seraya bertobat. Senang-Nya itu bahkan melebihi seorang ayah yang menemukan anaknya yang telah lama hilang. Allah sengaja tidak menciptakan manusia bersih dari segala dosa. Sebab, hidup adalah ujian yang telah didesain sedemikian rupa. Hal itu untuk mengetahui siapakah di antara hamba-hamba-Nya yang lolos ujian dan kelak, di akhirat, berhak menggondol rapor dari tangan kanan. Karena itu, jika ada sekelompok manusia yang tidak pernah berdosa di muka bumi ini, maka Allah akan memusnahkannya dan menggantinya. Hal itu senada dengan hadits yang diriwayatkan Muslim.

“Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, jika kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan memusnahkan kalian dan akan menggantinya dengan kaum pendosa lalu mereka memohon ampunan kepada Allah dan Allah pun mengampuni dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim)

Kendati begitu, tidak menjadi alasan bagi kita untuk menumpuk dosa dan mengulur tobat dengan alasan karena Allah Maha Penerima tobat. Janganlah berfikir mumpung masih hidup. Mumpung masih muda. Mumpung masih berlimpah harta. Mumpung masih banyak waktu, lantas asyik masyuk bergelimang dosa dan lupa tobat. Sebab, tak seorang pun tahu kapan usianya akan tutup. Bisa detik ini. Bisa hari ini. Bisa lusa. Bisa bulan depan. Atau bahkan bisa tahun depan. Tak mengenal usia, waktu, dan tempat. Sebab, jika ajal telah keluar dari raga, maka pintu toba telah ditutup rapat. Penyesalan terlambat. Yang ada hanya derita sepanjang masa di akhirat.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan ‘Aku meminta ampunan kepada Allah, tidak ada tuhan kecuali Dia, yang hidup dan berdiri sendiri, mengatur makhluk-Nya dan aku bertaubat kepada-Nya.’ Maka dosanya akan diampuni meskipun ia pernah melarikan diri dari medang perang.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi dan Al Hakim).

Karena itu, tak ada alasan untuk tidak ber-istighfar dan bertobat. Sebesar apapun dosa dan keselahan yang diperbuat. Setiap hari, setiap saat dan di manapun bibir kita harus senantiasa basah dengan istighfar. Jangan sampai dosa yang diperbuat tidak di-istighfari lalu menumpuk sehingga hati menjadi keras dan gelap dari cahaya dan hidayah Allah. Janganlah menyepelekan dosa yang kecil yang kerap dilakukan setiap hari. Jangalah melihat kuantitas dosa yang diperbuat. Tapi, lihatlah kepada siapa kita bermaksiat. Rasulullah saja yang telah dijamin surga, setiap hari lisanya tak pernah alpa dari istighfar. Seperti yang termaktub dalam hadits Bukhori berikut.

“Aku pernah mendengar Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Demi Allah, sesungguhnya aku biasa memohon ampunan dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhori)

Kita dengan Rasulullah tentu sangat jauh berbeda. Tidak bisa dibandingkan. Ibadah beliau sempurna. Akhlak beliau al Quran. Perkataan dan tindak tanduk beliau mulia. Beliau maksum dan dijamin surga. Namun, meski demikian, beliau masih bersusah payah untuk beristighfar kepada Allah. Sedangkan kita? Dosa yang kita perbuat tentu amat banyak. Terlebih di akhir jaman yang penuh fitnah dan jerat tipu daya syetan durjana. Hampir di seluruh medium di dunia ini mengundang dosa. Di TV, di internet, di jalan-jalan, dan di berbagai medium lainnya yang berkontribusi kepada dosa.

Karena itu, sudah seharusnya intensitas dan kuantitas istighfar kita kepada Allah jauh lebih besar. Apalagi, kita tidak memiliki garansi dan tiket masuk surga sebagaimana Nabi Muhammad. Meski begitu, kita dilarang berputus asa dari maghfirah dan rahmat Allah. Allah senantiasa membuka pintu maghfirah-Nya lebar-lebar.

وَمَن يَعْمَلْ سُوءاً أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللّهَ يَجِدِ اللّهَ غَفُوراً رَّحِيماً

“Dan barangsiapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nisa: 110).

Selaksa faedah

Istighfar secara harfiah artinya memohon ampunan. Ampunan Allah Ta’ala dapat diraih dengan istighfar yang diucapkan dengan tulus dan ikhlas serta diiringi pertobatan yang dalam. Tak ada yang bisa menjamin manusia bersih dari dosa. Karena itu, Allah menganjurkan hamba-Nya untuk senantiasa beristighfar atas segala kesalahan dan dosa yang diperbuat. Istighfar memiliki banyak faedah. Tidak saja di dunia, namun juga di akhirat. Di antaranya, istighfar bisa menghapus dosa sebagaimana api yang melahap kayu hingga habis.

Selain itu, istihgfar juga bisa mengangkat azab. Sebab, dosa yang dilakukan manusia, baik secara individu maupun kolektif bisa mengundang azab dan murka Allah Ta’ala. Karena itu, salah satu cara mengangkat azab itu dengan istighfar. Sebagaimana yang termaktub dalam al Quran surah Al Anfal 33.

وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun (istighfar).” (QS. Al-Anfaal: 33)

Orang yang beristighfar hidupnya akan merasa aman, damai, dan selalu diliputi ketenangan jiwa. Sebab, hidupnya akan terarah dan merasa diawasi oleh sang Khaliq. Karena itu, jiwanya akan selalu takut jika berbuat salah dan dosa. Ia akan selalu kembali dan meninggalkan dosa yang telah diperbuat (QS: Huud 3).

Istighfar juga memiliki faedah lainnya. Efeknya tidak saja individual yang ditandai dengan diampuninya dosa, tapi juga bisa bisa menjadi sebab turunya hujan. Sebagaimana yang dikatakan Allah dalam QS Nuh: 10-11. Karena itu, bila suatu negeri dilanda kekeringan dan kemarau panjang karena dosa kolektif yang menumpuk dan tidak pernah di-istighfari.

Terakhir, istighfar akan menghilangkan kesusahan, gundah gulana, dan mengundang terbukanya pintu rezeki. Sebagaimana yang tertera dalam kitab Riyadhus Shalihin dalam hadits riwayat Abu Dawud dijelaskan, “Barangsiapa yang terbiasa istighfar, Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar dari setiap kesempitan dan kesusahannya, dan diberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”

Istighfar adalah perbuatan simpel dan mudah untuk dilakukan. Tidak terlalu butuh tenaga ekstra dan waktu khusus. Di rumah, di pasar, di kantor, dan di masjid. Waktu berbaring, duduk, dan mengendara mobil. Istighfar bisa dilakukan. Namun, faktanya, kita sering alpa. Padahal, dengan istighfar yang tulus, dosa kita akan diampuni dan juga mengundang selaksa faedah lainnya. Oleh karena itu, mari perbanyak istighfar.

اللهم اغفرلي ,اللهم ارحمني ,أستغفر الله و أ تبو إ ليه

“Ya Allah, ampuni dan rahmatilah aku. Aku meminta ampunan dan bertaubat kepada Allah.” */Syaiful Anshor

 

sumber: Hidayatullah.com

Kesabaran Pokok Setiap Amal

Oleh: Moch Hisyam

Sifat sabar. Inilah sifat yang harus menjadi perhiasan bagi setiap jamaah haji. Kesabaran tak hanya dituntut pada saat puncak pelaksanaan haji, tetapi dalam seluruh proses haji. Ya, mulai dari pendaftaran, keberangkatan, ketika berada di Tanah suci, hingga kembali ke Tanah Air.

Berdasarkan pengalaman, biasanya ujian kesabaran muncul akibat ketidaksesuaian antara rencana dan realitas, antara harapan dan kenyataan. Hal itu mulai terasa sejak keberangkatan dari daerah asal ke asrama haji lalu ke bandara.

Kesabaran jamaah haji diuji melalui kemacetan lalu lintas menuju asrama, pemeriksaan dokumen yang memakan waktu relatif lama, menunggu pesawat berjam-jam, mencari koper di tengah ratusan koper jemaah lain yang sama bentuk, ukuran, dan warna.

Ujian kesabaran pun kerap muncul di Tanah suci, baik Makkah maupun Madinah. Kondisi penginapan juga bisa membuat jengkel. Memiliki empat lantai, tapi tak dilengkapi lift, toilet yang mampet, atau tempat tidur yang tak nyaman. Begitu pula dengan makanan yang terkadang datang terlambat, sudah basi, atau tak sesuai dengan selera. Dan, puncak ujian kesabaran muncul pada puncak pelaksanaan ibadah haji.

Selain meninggalkan segala larangan ketika berihram, para jamaah pun tak diperkenankan rafats dan jidal. Setiap musim haji, jutaan orang dari seluruh dunia berkumpul di tempat yang sama dengan tujuan yang sama pula. Jalanan macet, kendaraan terjebak berjam-jam sehingga terlambat tiba di tujuan. Di Arafah dan Mina, jamaah harus sabar mengantre makanan dan buang hajat.

Jika tak menghiasi diri dengan kesabaran, semua itu berpotensi membuat jamaah tak henti berkeluh kesah, stres, serta mudah tersinggung dan marah. Celakanya lagi, nilai ibadah bisa rusak. Bahkan, ibadah haji yang telah dilaksanakan bisa tertolak (batal).

Oleh karena itu, di dalam Alquran, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk meminta pertolongan kepada-Nya dengan sabar. “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat ….” (QS al-Baqarah [2]: 45).

Kesabaran adalah pokok dari setiap amal. Bila kesabarannya hilang, amal akan rusak. Ali bin Abi Thalib berkata, “Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang, keseluruhan tubuh itu akan membusuk.”

Jika kesabaran hilang, seluruh permasalahan akan rusak. Agar kita dapat menghiasi diri dengan sabar saat melaksanakan prosesi haji, hal yang harus dilakukan jamaah adalah senantiasa melatih diri dan bermujahadah (usaha maksimal) untuk selalu bersabar.

Sabar merupakan akhlak yang bisa diperoleh dengan dua hal itu. Selanjutnya, jamaah harus senantiasa berzikir. Zikir akan menumbuhkan ketenangan hati sehingga jamaah bisa menyikapi berbagai hal yang dihadapinya dengan kepala dingin.

Selain itu, hendaknya jamaah meyakini takdir Allah, baik yang sesuai dengan keinginannya maupun tidak. Takdir itu akan terus berlangsung dan itulah keputusan yang adil buat jamaah, sabar ataupun tidak. Jika jamaah bersabar, Allah SWT menjanjikan pahala dan kebaikan. Itulah yang akan menumbuhkan kekuatan pada diri jamaah. “Dalam kesabaran terhadap perkara yang tidak disukai itu banyak kebaikannya.” (HR Tirmidzi)

Satu hal yang tak kalah penting, hendaknya jamaah haji mencari informasi tentang berbagai kemungkinan yang bisa terjadi dalam pelaksanaan ibadah haji sejak dari berangkatan, ketika berada di Tanah suci, hingga kepulangan ke Tanah Air. Dengan demikian, jamaah haji tak akan kaget ketika kemungkinan itu menjadi kenyataan dan bisa menyikapinya dengan sabar. Wallahualam.

sumber: Republika Online

Shalat Berjama’ah Bagi Wanita

Bismillah.

Shalat berjama’ah tidaklah wajib bagi kaum wanita menurut kesepakatan para ulama. Meskipun demikian, shalat berjama’ah dianjurkan bagi wanita tanpa ada perbedaan pendapat. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat berjama’ah itu melebihi shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajad” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Siapakah yang berhak menjadi imam di antara para wanita?

Yang paling berhak menjadi imam di kalangan mereka adalah yang paling paham al-Qur’an. Jika mereka sama (pemahamannya) dalam al-Qur’an, maka yang paling berhak adalah yang paling memahami Sunnah di kalangan mereka. Akan tetapi, ketika shalat jama’ah itu di rumah seseorang, maka tuan rumah paling berhak untuk menjadi imam. Meskipun, ia boleh mengizinkan orang lain untuk menjadi imam.

Barisan wanita yang terbaik

Barisan yang paling utama bagi para wanita adalah barisan yang pertama, kemudian barisan berikutnya. Ini berdasarkan (keumuman) sabda Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ

Sesungguhnya Allah menurunkan rahmat dan para Malaikat-Nya mendo’akan orang-orang yang berada pada barisan-barisan terdepan (dalam shalat berjama’ah) (HR. Abu Dawud dan an-Nasa-i).

Namun apabila kaum wanita berjama’ah dengan laki-laki maka barisan mereka harus jauh dari jama’ah laki-laki, jadi barisan terbaik bagi para wanita adalah barisan yang terakhir. Sedangkan yang paling buruk adalah barisan yang pertama.

Apakah seorang wanita yang mengimami wanita harus mengeraskan bacaannya?

Seorang wanita yang mengimami para wanita hendaklah mengeraskan bacaannya. Namun apabila ada kaum pria, maka ia tidak boleh mengeraskannya, kecuali jika kaum pria tersebut adalah para mahramnya.

Shalat para wanita di belakang kaum pria

Seorang wanita boleh shalat menjadi makmum di belakang barisan kaum pria. Tempat kaum wanita berdiri adalah di balakang kaum pria, meskipun wanita itu hanya sendiri. Wanita hendaknya berdiri sendirian di barisan yang terakhir. Demikian pula jika ia shalat berjama’ah bersama pria yang tergolong mahramnya, maka ia berdiri sendirian di belakangnya. Jika seorang wanita berdiri pada barisan kaum pria atau di depannya, maka shalat wanita itu batal berdasarkan pendapat yang benar, kecuali jika dalam keadaan darurat, atau ia tidak mengetahuinya, wallahu a’lam.

Seorang laki-laki boleh melakukan shalat berduaan dengan istrinya atau dengan wanita mahramnya, tanpa ada perbedaan pendapat. Hal ini karena ia diperbolehkan berduaan di luar shalat.

Tidak diperbolahkan seorang laki-laki menjadi imam bagi seorang wanita yang bukan mahramnya berdua-duaan. Namun diperbolehkan seorang laki-laki menjadi imam bagi sekelompok wanita, karena berkumpulnya banyak wanita menghilangkan al-khalwah(berduaan), dan tidak ada larangan mengenai hal ini. Akan tetapi hal ini berlaku jika aman dari fitnah.

Jika seorang wanita melakukan shalat (dengan jarak yang dekat) di belakang barisan kaum pria, maka berlaku pada mereka sebuah hadits yang artinya, “seburuk-buruk barisan kaum wanita adalah pada barisan pertama” (HR. Muslim, an-Nasa-i, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah). Jika seorang wanita hendak memperingatkan imam, sedangkan ia shalat di belakang kaum pria, maka ia boleh menepukkan tangannya, bukan mengucap tasbih (Subhanallah).

Wanita boleh shalat diimami anak kecil (yang telah tamyiz)

Syaratnya, anak kecil tersebut telah tamyiz (dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk) serta mengetahui cara shalat yang benar.

**************************

Zulfa sinta filavati

Referensi : Panduan Praktis Shalat Berjama’ah Bagi Wanita, Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah

Artikel muslimah.or.id