Imam Syafii, Perumus Ilmu Ushul Fiqh

Ilmu ushul fiqh adalah sebuah kajian luar biasa yang mampu meringkas begitu banyak teks yang memiliki konsekuensi hukum yang sama menjadi sebuah formula yang sederhana. Ilmu ini digunakan para ulama dalam mengambil kesimpulan hukum. Menyederhanakan masalah yang pelik menjadi mudah butuh kecerdasan dan pemahaman yang mendalam. Oleh karena itulah, seseorang yang menciptakan ilmu ushul fiqh ini pasti memiliki kecerdasan yang luar biasa dan pemahaman yang mendalam tentang ilmu-ilmu syariat. Ilmu ini pertama kali dirumuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafii atau lebih dikenal dengan Imam Syafii.

Nasab dan Masa Pertumbuhannya

Beliau adalah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Saib bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf. Nasab Imam Syafii dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu pada kakek mereka Abdu Manaf. Jadi, Imam Syafii adalah seorang laki-laki Quraisy asli. Adapun ibunya adalah seorang dari Bani Azdi atau Asad.

Imam Syafii dilahirkan pada tahun 150 H/767 M di Kota Gaza, Palestina. Tahun kelahiran beliau bertepatan dengan wafatnya salah seorang ulama besar Islam, yakni Imam Abu Hanifah rahimahullah. Ayahnya wafat saat Syafii masih kecil sehingga ibunya memutuskan untuk hijrah ke Mekah agar Syafii mendapatkan santunan dari keluarganya dan nasabnya pun terjaga.

Di Mekah, Syafii kecil mulai mempelajari bahasa Arab, ilmu-ilmu syariat, dan sejarah. Ia terkenal sebagai seoarang anak yang cerdas,  di usia enam atau tujuh tahun 30 juz Alquran sudah sempurna bersemayam di dalam dadanya. Keterbatasan ekonomi tidak menjadi penghalang baginya dalam menuntut ilmu, Syafii mencatat palajarannya di atas tulang-tulang hewan atau kulit-kulit yang berserakan. Namun ia dimudahkan dengan karunia Allah berupa daya hafal yang sangat kuat sehingga beban ekonomi untuk membeli buku dan kertas bisa terganti. Setelah beliau merasa cukup menuntut ilmu di Mekah, Madinah menjadi destinasi berikutnya dalam menimba ilmu. Di sana adaseorang ulama yang dalam ilmunya, yakni Imam Malik rahimahullah.

Proses Menuntut Ilmu

Saat menginjak usia 13 tahun, gubernur Mekah mendorongnya agar belajar ke Madinah di bawah bimbingan Imam Malik. Selama belajar kepada Imam Malik, sang imam negeri Madinah sangat terkesan dengan kemampuan yang dimiliki remaja dari Bani Hasyim ini. Kemampuan analisis dan kecerdasannya benar-benar membuat Imam Malik kagum sehingga Imam Malik menjadikannya sebagai asistennya dalam mengajar. Padahal kita ketahui, Imam Malik adalah seorang yang sangat selektif dan benar-benar tidak sembarangan dalam permasalahan ilmu agama, tapi kemampuan Syafii muda memang pantas mendapatkan tempat istimewa.

Di Madinah, Imam Syafii larut dalam lautan ilmu para ulama. Selain belajar kepada Imam Malik, beliau juga belajar kepada Imam Muhammad asy-Syaibani, salah seorang murid senior Imam Abu Hanifah. Di antara guru-guru Imam Syfaii di Madinah adalah Ibrahim bin Saad al-Anshari, Abdul Aziz bin Muhammad ad-Darawaridi, Ibrahim bin Abi Yahya, Muhammad bin Said bin Abi Fudaik, dan Abdullah bin Nafi ash-Sha-igh.

Adapun di Yaman, beliau belajar kepada Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf yang merupakan hakim di Kota Shan’a, Amr bin Abi Salama, salah seorang sahabat Imam al-Auza’i, dan Yahya bin Hasan. Sedangkan di Irak beliau belajar kepada Waki’ bin Jarrah, Abu Usamah Hamad bin Usamah al-Kufiyani, Ismail bin Aliyah, dan Abdullah bin Abdul Majid al-Bashriyani.

Dengan kesungguhannya dalam mempelajari ilmu syariat ditambah kecerdasan yang luar biasa, Imam Syafii mulai dipandang sebagai salah seorang ulama besar. Terlebih ketika gurunya yang mulia, Imam Malik wafat pada tahun 795, Imam Syafii yang baru menginjak usia 20 tahun dianggap sebagai salah seorang yan paling berilmu di muka bumi kala itu.

Di antara keistimewaan fikih Imam Syafii adalah beliau mampu menggabungkan dua kelompok yang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memahami fikih. Kelompok pertama dikenal dengan ahlul hadits, yaitu orang-orang yang mencukupkan diri dengan hadis tanpa butuh intepretasi atau analogi-analogi (qias) dalam menetapkan suatu hukum. Sedangkan kelompok lainnya dikenal dengan ahlu ra’yi atau mereka yang menggunakan hadis sebagai landasan penetapan hukum namun selain itu mereka juga memakai analogi-analogi dalam menetapkan hukum. Imam Syafii mampu mengkompromikan dua kelompok ini bisa menerima satu sama lainnya.

Ibadah Imam Syafii

Tidak diragukan lagi, seorang ulama yang terpandang selain memiliki keilmuan yang luas, mereka juga merupakan teladan dalam beribadah. Ar-Rabi’ mengatakan, “Imam Syafii membagi waktu malamnya menjadi tiga bagian: bagian pertama adalah untuk menulis, bagian kedua untuk shalat, dan bagian ketiganya untuk tidur.”

Di malam hari beliau tidak pernah terlihat membaca Alquran melalui mush-haf, akan tetapi bacaan beliau di malam hari hanya dilantunkan dalam shalat-shalatnya. Al-Muzani mengatakan, “Saat malam hari, aku tidak pernah sekalipun melihat asy-Syafii membaca Alquran melalui mush-haf. Ia membacanya saat sedang shalat malam (melalui hafalan pen.).”

Kefasihan Bahasa Imam Syafii

Selain menjadi bintang dalam ilmu fiqh, Imam Syafi’i juga dikenal dengan kefasihan dan pengetahuannya tentang bahasa Arab. Beliau belajar bahasa Arab kepada seorang Arab desa yang bahasa Arabnya fasih dan murni. Hal itu serupa dengan keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menitipkan beliau kepada ibu susunya yang berasal dari desa, tujuannya agar bahasa Arab Nabi berkembang menjadi bahasa Arab yang fasih ketika tumbuh dewasa. Ibnu Hisyam bercerita tentang kefasihan Imam Syafii, “Saya tidak pernah mendengar dia (Imam Syafi’i) menggunakan apa pun selain sebuah kata yang sangat tepat maknanya, seseorang tidak akan menemukan sebuah pilihan diksi bahasa Arab yang lebih baik dan lebih pas dalam mengungkapkan suatu kalimat.”

Perjalanan Hidupnya

Tidak lama setelah wafatnya Imam Malik, Imam Syafii ditugaskan pemerintah Abasiyah ke Yaman untuk menjadi hakim di wilayah tersebut. Namun beliau tidak lama memangku jabatan tersebut karena jabatan hakim secara tidak langsung menghubungkannya dengan dunia politik yang sering mengkompromikan antara kebohongan dengan kejujuran, dan beliau tidak merasa nyaman dengan hal yang demikian.

Setelah itu, beliau berpindah menuju Baghdad dan menyebarkan ilmu di ibu kota kekhalifahan tersebut. Kehidupan beliau di Baghdad dipenuhi dengan dakwah dan mengajar, bahkan beliau sempat berkunjung ke Suriah dan negeri-negeri di semenanjung Arab lainnya  untuk menyebarkan pemahaman tentang Islam. Sekembalinya ke Baghdad, kekhalifahan telah dipegang oleh al-Makmun.

Al-Makmun memiliki pemahaman yang menyimpang tentang Alquran. Ia menganut paham Mu’tazilah yang mengedepankan logika dibandingkan wahyu Alquran dan sunnah. Al-Makmun meyakini bahwasanya Alquran adalah makhluk, sama halnya seperti manusia. Pemahaman ini berkonsekuensi menyepadankan antara logika manusia dengan Alquran, artinya Alquran pun tidak mutlak benar sebagaimana akal manusia. Tentu saja keyakinan ini bertentangan dengan keyakinan Imam Syafii dan ulama-ulama Islam sebelum beliau yang menyatakan bahwa Alquran adalah firman Allah, yang kebenarannya absolut.

Al-Makmun memaksa semua orang agar memiliki pemahaman yang sama dengannya. Banyak para ulama ditangkap dan disiksa karena peristiwa yang dikenal dengan khalqu Alquran ini. Akhirnya, pada tahun 814, Imam Syafii hijrah menuju Mesir, negeri dimana beliau berhasil merumuskan ilmu ushul fiqh.

Wafatnya

Sebagaimana lazimnya manusia lainnya, sebelum wafat Imam Syafii juga merasakat masa-masa sakit. Dalam keadaan tersebut, salah seorang muridnya yang bernama al-Muzani mengunjunginya dan bertanya, “Bagaiaman keadaan pagimu?” Imam Syafii, “Pagi hariku adalah saat-saat pergi meninggalkan dunia, perpisahan dengan sanak saudara, jauh dari gelas tempat melepas dahaga, kemudian aku akan menghadap Allah. Aku tidak tahu kemana ruhku akan pergi, apakah ke surga dan aku pun selamat ataukah ke neraka dan aku pun berduka.” Kemudian beliau menangis.

Imam Syafii dimakamkan di Kairo pada hari Jumat di awal bulan Sya’ban 204 H/820 M. Beliau wafat dalam usia 54 tahun. Semoga Allah merahmati, menerima semua amalan, dan mengampuni kesalahan-kesalahan beliau.

Sumber:
– Islamstory.com
– Lostislamichistory.com

Oleh Nurfitri Hadi
Artikel www.KisahMuslim.com

Mengenal Syaikh ibnu Baz Ulama dari Hijaz

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya kalian sekarang ini berada di masa para ulamanya masih banyak dan tukang ceramahnya sedikit. Dan akan datang suatu masa setelah kalian dimana tukang ceramahnya banyak namun ulamanya amat sedikit.” (Qowa’id fi at-Ta’amul ma’al ‘Ulama, hal. 40).

Apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud sama sekali tidak meleset. Sekarang kita berada di zaman yang beliau katakan itu. Ulamanya sedikit dan para penceramah (orang yang pandai berbiacaranya) banyak. Sedikitnya ulama tentu memiliki dampak besar terhadap umat. Dalam keadaan tersebut penyebaran ilmu tentu berbeda dengan ketika ulama banyak. Keadaan demikian diperburuk dengan pembunuhan karakter terhadap para ulama. Sehingga kaum muslimin semakin bingung, ulama mana yang harus mereka teladani. Kian beratlah ujian. Ujian memilih ulama rabbani yang bisa membimbing kita pada jalan kebenaran.

Di antara ulama rabbani yang membimbing umat adalah Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazrahimahullah. Atau yang sering disebut dengan Syaikh Ibnu Baz. Sedikit tentang akhlak beliau telah pembaca simak di artikel Mencuri di Rumah Seorang Mufti. Kisah akhlak yang mengagumkan. Yang menimbulkan keingintahuan tentang siapakah mufti yang mulia itu.

Siapakah Ibnu Baz?

Beliau adalah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Dilahirkan di bulan Dzul Hijjah tahun 1330 H, di Kota Riyadh. Syaikh Ibnu Baz terlahir dalam keadaan sehat dan normal. Kemudian pada tahun 1346 H, pandangannya mulai rabun. Dan pada tahun 1350 H, beliau mengalami kebutaan secara total. Abdul Aziz kecil telah menghafalkan Alquran secara sempurna sebelum ia menginjak usia baligh (Jawanib min Sirati al-Imam Abdul Aziz bin Baz oleh Muhammad al-Hamd, Hal. 33). Kiranya inilah jalan hidup para ulama. Mereka membuka pintu ilmu dan hikmah dengan menghafalkan Alquran sedari kecil.

Semangat Ibnu Baz dalam mempelajari agama sudah muncul sejak kecil. Di masa kanak-kanaknya, ia telah belajar kepada para ulama besar di Kerajaan Arab Saudi. Di antara guru-gurunya adalah:

  • Syaikh Muhammad bin Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab,
  • Syaikh Shaleh bin Abdul Wahhab,
  • Syaikh Saad bin Hamd bin Athiq,
  • Syaikh Hamd bin Faris,
  • Syaikh Muhammad bin Ibrahim alu asy-Syaikh. Ibnu Baz hadir di majelisnya setiap pagi dan sore dan mempelajari banyak cabang ilmu syariat sejak tahun 1347 H-1357 H.
  • Syaikh Saad Waqqash al-Bukhari sebagai guru tajwidnya.

Ilmu Yang Dihiasi Akhlak Mulia

Sudah selayaknya orang yang berilmu itu memiliki akhlak yang mulia. Akhlak yang terbimbing dari apa yang sudah diketahuinya. Demikian pula dengan Ibnu Baz rahimahullah. Beliau dikenal dengan kelemah-lembutannya. Mudah tersentuh hatinya dan meneteskan air mata saat mendengar bacaan Alquran. Mendengar hadits-hadits Nabi ﷺ. Mendengar kisah-kisah kehidupan para ulama. Mendengar kabar tentang kaum muslimin. Atau bahkan mendengar sebuah syair.

Ilmunya tidak ia gunakan untuk mendebat orang yang berilmu dan para guru. Ia adalah seorang yang sangat rendah hati. Walaupun kedudukannya tinggi. Seorang yang tenang dan tidak tergesa-gesa dalam bersikap dan mengambil keputusan. Ia dikenal sebagai seorang yang dermawan dalam harta, waktu, ilmu, kebaikan, dan pertolongan. Tentu tidak mungkin tulisan singkat ini menguraikan contoh dari masing-masing sifat tersebut.

Daya ingatnya sangat kuat. Semakin bertambah usia, makin kuat pual hafalannya. Di antara ciri orang besar dan sukses adalah mereka memiliki semangat dan ketekunan yang luar biasa. Sifat itu pula yang dimiliki Syaikh Ibnu Baz. Ia senantiasa menjadi penengah dalam banyak permasalahan. Karena ia dikenal adil, bijak, dan sangat teguh memegang prinsip kebenaran. Dengan padatnya kegiatan, Syaikh tetaplah seseorang yang menepati janjinya.

Berkhdimat Kepada Umat

Pada tahun 1357-1371 H, Syaikh Ibnu Baz diberi amanah oleh kerajaan sebagai imam dan khotib di Kota al-Kharj. Di sana juga beliau memiliki majelis pengajian 5 hari sepekan. Hanya hari Selasa dan Jumat saja tidak ada majelis beliau.

Kemudian beliau pindah ke Kota Riyadh pada tahun 1372 H. Di ibu kota kerajaan ini beliau mengajar di Ma’had ar-Riyadh al-Ilmi. Perhatian beliau terhadap perkembangan ilmu agama di Riaydh sangatlah besar. Beliau mengembangkan halaqah belajar di al-Jami al-Kabir di Riyadh. Pada tahun 1381 H, beliau diangkat menjadi wakil rektor Universitas Islam Madinah. Kemudian menjadi rektor pada tahun 1390-1395 H. Dan beliau menginisiasi halaqah belajar di Masjid Nabawi (Jawanib min Sirati al-Imam Abdul Aziz bin Baz, Hal. 45-48).

Dengan keterbatasannya, beliau tetap menunaikan haji. Rukun Islam yang kelima itu beliau laksanakan sebanyak 42 kali dalam hidupnya. Haji pertama dilaksanakan pada tahun 1349 H. Setelah itu dilaksanakan empat kali haji tidak berturut-turut. Berikutnya, 37 kali haji dilaksanakan secara berturut-turut. Antara tahun 1372-1418 H (Jawanib min Sirati al-Imam Abdul Aziz bin Baz, Hal. 113).

Di dunia akademik modern, kita menyaksikan biasanya seseorang hanya mengambil satu bidang kajian khusus untuk ia dalami. Karenanya, ketika ia berbicara tentang bidang kajiannya, ia akan terlihat sangat mumpuni. Namun jika berbicara di luar bidangnya, ia sama seperti orang awam lainnya atau hanya mengetahui secara general saja. Adapun Syaikh Ibnu Baz, beliau pakar dalam banyak cabang ilmu agama.

Ketika Syaikh Ibnu Baz berbicara dalam satu cabang di antara cabang-cabang ilmu agama, maka orang yang mendengarnya akan menyangka ia memiliki spesialisasi di bidang tersebut. Namun ternyata hal itu sama ketika beliau berbicara di cabang ilmu yang lain. Ketika ia berbicara tentang hadits; pengenalan tentang rijalul hadits dan rawi-rawinya, tentang shahih dan dhaif-nya, orang akan menyangkanya sebagai ahli hadits. Ketika beliau berbicara tentang akidah, maka orang menyangka dialah pakarnya. Demikian juga dalam ilmu tafsir, fikih, dan yang lainnya. Para pendengar akan dibuat kagum akan kedalaman ilmunya.

Warisan Ibnu Baz

Syaikh Ibnu Baz banyak mewariskan karya ilmiah. Ada yang dalam bentuk tulisan. Ada pula dalam bentuk rekaman ceramah dan seminar. Karya tulis Syaikh Ibnu Baz adalah hasil transkrip dari ceramah-ceramah atau ucapan yang beliau diktekan kepada murid-muridnya.

Karya-karya beliau sangat menekankan koreksi ritual ibadah. Karena tidak kita pungkiri, banyak praktik-praktik ibadah yang menyelisihi tuntuntan Rasulullah ﷺ. Seperti bagaimana haji dan umrah yang sesuai dengan tuntunan sunnah Rasulullah ﷺ. Tentang bagaimana shalat sesuai bimbingan Nabi ﷺ. Tentang bagaimana puasa dan zakat. Beliau juga memiliki kumpulan fatwa yang telah dikumpulkan oleh Muhammad bin Saad asy-Syuwai’ir dalam 18 jilid tebal.

Beliau juga memiliki perhatian besar dengan akidah yang shahih. Berpegang kepada Sunnah dan memperingatkan masyarakat dari bahaya bid’ah. Kemudian tentang dakwah dan akhlak. Tentang hijab dan nikah. Memperingatkan buruknya fanatisme kearaban. Tentang jihad di jalan Allah, dll.

Kasih Sayang Sesama Muslim

Terlalu banyak kisah-kisah betapa kasihnya Syaikh Ibnu Baz terhadap umat Islam di belahan dunia. Bahkan tidak jarang orang-orang yang telah berputus asa di negerinya, mengirim surat ke Arab Saudi, kepada Syaikh Ibnu Baz, untuk memohon bantuan. Tidak hanya dari negara Arab. Surat permohonan tersebut juga datang dari negeri-negeri di Asia Tenggara.

Mungkin orang mengira, karena Syaikh Ibnu Baz adalah tokoh dakwah salaf di masa sekarang, beliau tidak peduli dengan tokoh-tokoh pergerakan. Beliau memang tegas dalam hal-hal yang menyelisihi sunnah, namun beliau juga memegang teguh prinsip persaudaraan dan kasih sayang sesama muslim. Mungkin tidak banyak yang tahu kalau Syaikh Ibnu Baz meminta pemerintah Mesir untuk tidak menghukum mati Sayid Qutb rahimahullah.

Syaikh Muhammad Majdzub –salah seorang ulama Maroko- mengisahkan tentang kemarahan Syaikh Ibnu Baz kepada pemerintah Mesir yang memvonis mati Sayid Qutb. Beliau mengirim surat kepada pemerintah Mesir agar membatalkan vonis tersebut. Ia menyebut Sayid Qutb adalah saudaranya. Beliau menutup suratnya dengan mencantumkan ayat:

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS:An-Nisaa | Ayat: 93) (Ulama wa Mufakkirun Araftuhum oleh Muhammad Majdzub, 1: 77-106).

Namun sayang, ulama Rabbani ini tidak dibiarkan populer dan mendapatkan hati di masyarakat. tidak sedikit media yang berusaha membunuh karakter beliau. Baik media Islam apalagi media non-Islam. Dan masih banyak kisah-kisah lainnya tentang hubunga beliau bersama tokoh-tokoh dakwah lainnya. Karena itu, pujian terhadap beliau datang dari lawan apalagi kawan. Orang-orang yang berbeda pemikiran dan jalan dakwahnya pun tidak sedikit yang datang kepada beliau untuk berkonsultasi. Masyarakat awam sangat menghormati dan mendengarkan pendapatnya. Beliau mendapat tempat di hati semua kalangan.

Syaikh Abdullah bin Sulaiman al-Mani’ menyatakan Syaikh Ibnu Baz adalah sebaik-baik hakim. Ia adalah hakim yang adil. Hakim yang berilmu. Hakim yang diridhai putusannya. Diterima dan menenangkan masyarakat (Ulama wa Mufakkirun Araftuhum oleh Muhammad Majdzub, 1: 77-106).

Jabatan-jabatan Semasa Hidupnya

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah pernah menjabat sebagai ketua Idarah al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta wa ad-Dakwah wa al-Irsyad. Kemudian menjabat Grand Mufti Kerajaan Arab Saudi dan pimpinan Hai-ah Kibar al-Ulama wa Idarah al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta.

Beliau juga adalah pimpinan dan anggota al-Majlis at-Ta’sisi Li Rabithah al-Alam al-Islami dan pimpinan Majlis al-A’la al-Alami lil Masajid.

Beliau juga mengemban amanah sebagai ketua al-Majma’ al-Islami di Mekah al-Mukarrmah dan anggota majelis tinggi Jami’ah Islamiyah di Madinah.

Wafatnya Sang Alim

Syaikh Ibnu Baz wafat pada hari Kamis, 27 Muharam 1420 H di usia 80 tahun. Beliau telah menghabiskan umurnya untuk ilmu, belajar, mengajar, berbakti kepada Islam dan kaum muslimin. Semoga Allah memberikan rahmat yang luas kepada beliau. Dan membalas kebaikannya dengan sebaik-baik balasan (Jawanib min Sirati al-Imam Abdul Aziz bin Baz oleh Muhammad al-Hamd, Hal. 587).

Suasana shalat jenazah Syaikh Ibnu Baz di Masjid al-Haram dan pemakaman beliau:

 

sumber:

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

Dr Oni Sahroni: ‘Azam Yang Kuat Kunci Meraih Haji Mabrur

Setiap musim haji diikuti tidak kurang dari 2 juta jamaah. Baik dalam negeri Arab Saudi, maupun jamaah yang datang dari berbagai negara.

Pertanyaannya, bagaimana jamaah haji yang jumlahnya jutaan itu,  dengan segala persiapan yang cukup melelahkan, bisa mendapatkan haji yang mabrur?

Menurut Dr Oni Sahroni, ada empat kunci  agar jamaah haji  bisa mendapatkan haji yang mabrur. Pertama, ber-‘azam atau niat yang kuat untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji.

“Tidak hanya sesuai dengan rukun dan syaratnya menurut fikih, tetapi lebih dari itu berkomitmen untuk menyempurnakannya dengan adab-adab berhaji,” kata doktor fiqih muamalat lulusan Al-Azhar University Kairo, Mesir itu, kepada Republika di Depok, Selasa (1/9).

Contohnya hanya sesorang hanya cukup dengan rukun dan syarat, orang yang haji diawali tamattu’ (memakai pakaian ihram) dan diakhiri dengan tawaf wada, maka bersangkutan telah berhaji dan telah menyandang gelar haji.

Tetapi rafats (berkata-kata kotor) dan fusuq (berbuat maksiat), etika melempar jumrah untuk tidak mendorong-dorong, etika  tawaf untuk tidak mencerca, tidak masuk dalam kriteria rukun dan syarat dalam fiqih.

Meskipun demikian, semua itu menentukan menentukan mabrur tidaknya seseorang dalam berhaji. “Karena itu, untuk menggapai haji mabrur, jamaah haji harus memadukan fiqih dan adab,’ papar Oni yang juga direktur dan peneliti SIBER-C SEBI Depok, Jawa Barat.

 

sumber: Republika Online

Hikmah Personal dan Sosial Haji

Ribuan umat Muslim dunia tengah melaksanakan ibadah haji. Mereka rela meninggalkan sesaat harta dan keluarga demi menyempurnakan rukun Islam.

Aktivis Dakwah Ustaz Ade Kurniawan mengatakan‎, sebagian ulama mengatakan bahwa haji adalah ibadah yang paling utama di antara ibadah dan rukun Islam yang lain. Ini dikarenakan ibadah haji merupakan rangkuman seluruh makna ibadah-ibadah lain.

“Maka orang yang melakukan ibadah haji seolah-olah ia tengah berpuasa, shalat, berzakat, beri’tikaf, bermuamalat, dan berjuang di jalan Allah SWT,” kata Ustaz Ade‎ saat dihubungi ROL, Kamis (3/9).

DAI mudah lulusan Kairo Mesir ini menuturkan, banyak hikmah yang didapat dari melaksanakan ibadah haji. yakni mendapatkan hikmah secara personal dan hikmah sosial.

Misalnya dari hikmah personal, Ustaz Ade menyampaikan ada lima hikmah yang akan didapat oleh orang yang mampu menjalankan ibadah haji. Pertama, orang yang telah melakukan haji akan diampuni dosa-dosanya dan dibersihkan dari kotoran-kotoran maksiat.

“Ini sekaligus merupakan imbalan bagi mereka yang telah mampu menunaikan ibadah haji, seperti sabda Rasulullah SAW “Seorang haji yang mabrur tidak akan mendapatkan balasan dari Allah swt kecuali surga.”

Kedua, ibadah haji mensucikan jiwa dan membersihkan hati. Sehingga orang yang telah berhaji seolah akan merasakan kehidupan baru yang lebih bermatabat di hadapan Allah dan manusia.

Ketiga, ibadah haji akan menumbuhkan kesadaran akan besarnya perjuangan rasulullah saw dan para ulama terdahulu dalam menegakkan dan menyebarkan agama islam. Hikmah keempat ibadah haji akan mendidik mental dan kepribadian seorang hamba dalam bergaul dan mengarungi kesulitan hidup.

Kelima, yang terpenting adalah ibadah haji akan meningkatkan rasa syukur seorang hamba kepada Allah swt.

Sementara dari segi hikmah sosial, orang yang menjalankan ibadah haji akan mendapatkan dua hikm‎ah. Pertama ialah haji merupakan sarana bagi umat dari berbagai penjuru dunia untuk saling mengenal dan menghormati satu sama lain, walaupun mereka berbeda warna kulit, bahasa dan negara.

Hikmah kedua ketika pelaksanaan haji, disitulah terjadi perputaran ekonomi terdahsyat di permukaan jagad raya ini.

“Dan ini jelas memberikan jutaaan manfaat tidak hanya bagi masyarakat Muslim, bahkan non-Muslim pun kecipratan berkah,” ujarnya.‎

Dua hikmah di atas tadi kata Ade, merupakan bagian dari rahmat Allah SWT kepada hambanya melalui syariat islam. Sehingga pelaksanaan ibadah haji menumbuhkan rasa solidaritas dan persatuan yang kuat di kalangan umat islam.

“Ibadah haji merupakan simbol kejayaaan dan kebesaran umat islam sepanjang masa yang tidak dimiliki umat lain dari agama mana pun,” katanya.

 

sumber: Republika Online

Dr Oni Sahroni: Rahasia Haji Mabrur Ibarat Jihad dan Bayi Baru Lahir

Setiap orang yang pergi haji ingin meraih gelar haji mabrur. Mengapa haji mabrur begitu penting? Menurut Dr Oni Sahroni, ada dua hadits terkait dengan  kedudukan haji mabrur.

“Pertama, haji mabrur adalah perbuatan yang palingmulia disetarakan dengan jihad,” ujar doktor fiqih muamalat lulusan Al-Azhar University Kairo, Mesir itu kepada Republika, Selasa (1/9).

Oni menambahkan,  jihad (berjuang atau berperang di jalan Allah)  mengorbankan aset yang paling mahal yang dimiliki manusia, yakni nyawanya.

“Begitulah kira-kira kedudukan dan fungsi haji. Karena begitu beratnya ibadah haji, maka balasan yang Allah siapkan tidak kalah mulianya dengan jihad,” papar Oni yang juga direktur dan peneliti SIBER-C SEBI, Depok, Jawa Barat.

Dalam hadis kedua, kata Oni,  dijelaskan bahwa haji mabrur itu akan bisa diperoleh manakala seorang jamaah haji tidak melakukan rafats (mengeluarkan kata-kata kotor) dan fusuq  (melakukan kemaksiatan).

“Jamaah haji yang komitmen untuk tidak melakukan kata-kata kotor dan maksiat diibaratkan oleh rasulullah sebagai seorang bayi yang baru lahir, bersih tidak berdosa,” papar Oni yang juga anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).

 

sumber: Republika Online

Fatwa MUI: Hukum Wanita Menjadi Imam Shalat

Masih ingat Amina Wadud? Itu tuh, wanita liberal yang menciptakan sensasi pada 2005 dengan menjadi imam shalat Jumat di gereja Katedral di AS. Yang nyeleneh lagi, makmum yang ikut-ikutan shalat di belakangnya tidak hanya kaum perempuan, tapi banyak juga yang laki-laki. Tentu saja ibadah shalat dengan makmum campur-aduk alias gado-gado ini menimbulkan kecaman dunia Islam.

Tak cukup sampai di situ, tiga tahun kemudian, tokoh kebanggaan kaum liberal yang juga profesor studi Islam di Virginia Commonwealth University ini, kembali berulah. Wadud didapuk sebagai imam shalat di Pusat Pendidikan Muslim di Oxford, Inggris pada 2008. Juga dengan makmum campur-aduk, laki-laki dan perempuan. Hebatnya lagi, bak khatib Jumatbeneran, si Wadud juga memberikan khutbah singkat sebelum shalat dua rakaat.

Beragam kecaman dari ulama-ulama Islam dunia menampar muka Wadud, namun ia tak ambil pusing. Untuk menjaga agar kejadian nyeleneh ala Amina ini tidak terjadi di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera mengeluarkan fatwa.

Dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 M, MUI menetapkan Fatwa Nomor: 9/MUNAS VII/MUI/13/2005 Tentang Wanita Menjadi Imam Shalat.

Hal ini, menurut MUI, perlu dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam syari’at Islam tentang hukum wanita menjadi imam shalat, agar dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam.

MUI mendasarkan fatwanya pada Kitabullah, sunnah Rasulullah SAW, ijma’ ulama, dan kaidah-kaidah fiqh.

Firman Allah SWT antara lain: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)…” (QS An-Nisaa’: 34)

Sedangkan hadits-hadits Nabi SAW, antara lain:

“Rasulullah memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi imam bagi penghuni rumahnya.” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim).

Rasulullah bersabda, “Janganlah seorang perempuan menjadi imam bagi laki-laki.” (HR Ibnu Majah)

Rasulullah bersabda, “Saf (barisan dalam shalat berjamaah) terbaik untuk laki-laki adalah saf pertama (depan) dan saf terburuk bagi mereka adalah saf terakhir (belakang); sedangkan saf terbaik untuk perempuan adalah saf terakhir (belakang) dan saf terburuk bagi mereka adalah saf pertama (depan).”

Rasulullah bersabda, “Shalat dapat terganggu oleh perempuan, anjing dan himar (keledai).” (HR Muslim)

Rasulullah bersabda, “(Melaksanakan) shalat yang paling baik bagi perempuan adalah di dalam kamar rumahnya.” (HR Bukhari)

Adapun berdasarkan ijma’ sahabat, di kalangan mereka tidak pernah ada wanita yang menjadi imam shalat di mana di antara makmumnya adalah laki-laki. “Para sahabat juga berijma’ bahwa wanita boleh menjadi imam shalat berjamaah yang makmumnya hanya wanita, seperti yang dilakukan oleh Aisyah dan Ummu Salamah,” jelas MUI seraya mengutip kitab Tuhfah Al-Ahwazi karya Al-Mubarakfuri.

Dan berdasarkan kaidah fiqh: “Hukum asal dalam masalah ibadah adalahtauqif dan ittiba’ (mengikuti petunjuk dan contoh dari Nabi).”

Selain itu, MUI juga memerhatikan pendapat para ulama seperti termaktub dalam kitab Al-Umm (Imam Syafi’i), Al-Majmu’ Syarah Al-Muhazzab (Imam Nawawi), dan Al-Mughni (Ibnu Qudamah).

“Berdasarkan telaah kitab-kitab tersebut, dan kenyataan bahwa sepanjang masa sejak zaman Nabi Muhammad SAW, tidak diketahui adanya shalat jamaah di mana imamnya wanita dan makmumnya laki-laki,” kata MUI.

Oleh sebab itu, Sidang Komisi C Bidang Fatwa MUI memutuskan fatwa. “Dengan bertawakkal kepada Allah SWT, MUI memutuskan bahwa wanita menjadi imam shalat berjamaah yang di antara makmumnya terdapat orang laki-laki hukumnya haram dan tidak sah. Adapun wanita yang menjadi imam shalat berjamaah yang makmumnya wanita, hukumnyamubah.”

Fatwa ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Jumadil Akhir 1426 H yang bertepatan dengan 28 Juli 2005 M, dan ditandatangani oleh Ketua MUI KH Ma’ruf Amin dan Sekretaris Hasanuddin.

 

sumber: Republika Online

Manusia yang Bangkrut Saat Kiamat


Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bertanya, ”Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?” Mereka (para sahabat) menjawab, ”Orang yang tidak mempunyai uang dan harta.” Rasulullah SAW menerangkan, ”Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa, dan zakatnya, namun dia dahulu di dunianya telah mencela si ini, menuduh (berzina) si itu, memakan harta si anu, menumpahkan darah si itu, dan telah memukul orang lain (dengan tidak hak), maka si ini diberikan kepadanya kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya (kepada orang lain), maka kesalahan orang yang dizalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke api neraka.” (HR Muslim).

Di dunia ini, mungkin banyak orang yang merasa kuat dapat membebaskan diri mereka dari jeratan hukum akibat perbuatan zalim mereka terhadap orang lain. Mungkin dia pernah berutang dan tidak pernah membayar, atau membunuh tanpa alasan yang dibenarkan Allah, atau bahkan mencaci maki orang lain, baik secara disengaja atau tidak.

Saat itu, dia tidak menyadari bahwa hukum dan keadilan Allah akan ditegakkan di hari kiamat kelak. Pada saat itu tidak seorang pun yang dapat membebaskan diri dari kesalahannya selama di dunia, yang dia tak pernah bertobat dan menyesalinya.

Dalam mahkamah Allah, hukum akan ditegakkan seadil-adilnya. Kesalahan dan kebaikan sebesar biji bayam pun, tak akan luput dari perhitungan-Nya. Orang yang menzalimi saudaranya di dunia, sedangkan dia belum bertaubat dari kezaliman tersebut dengan meminta maaf atau mengembalikan haknya, maka dia harus membayarnya dengan kebaikannya.

Karenanya, Rasulullah SAW berwasiat kepada umatnya dengan sabdanya, ”Barangsiapa yang melakukan perbuatan zalim terhadap saudaranya, maka hendaklah ia meminta dimaafkan sekarang sebelum datang hari yang tidak berlaku pada saat itu emas atau perak. Sebelum diambil darinya kebaikannya untuk membayar kezalimannya terhadap saudaranya, dan jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka dibebankan kepadanya keburukan saudaranya itu kepadanya.” (HR Bukhari).

Karena itu, mari kita membebaskan diri dari menzalimi orang lain, penuhilah setiap yang mempunyai hak akan haknya, dan jangan menunggu hari esok karena tidak seorang pun yang mengetahui akan keberadaannya di esok hari.

 

REPUBLIKA.CO.ID,

Wahai Kaum Muslimah, Jagalah Hijabmu!

Wahai kaum Muslimah, jagalah hijabmu yang merupakan kemuliaanmu dan pelindung bagimu

Dan angkatlah kepalamu karena bangga dengan Islam, semoga Allah memberimu taufik untuk memperoleh segala kebaikan

— Syaikh DR. ‘Ashim Al Qaryuti

sumber: Muslimah Or.Id

Jilbabku Syar’i Ataukah Modis?

Apakah motif kita dalam menggunakan hijab? Ingin syar’i tapi tetap modern? Ingin syar’i tapi tetap cantik? Atau bahkan, dengan menggunakan hijab jadi tambah cantik?

 

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang mengatur segalanya, hingga sampai saat ini kita bisa membaca tulisan ini menggunakan penglihatan kita yang sempurna, di bumi Allah ini. Tempat mana lagi yang bisa kita tinggali selain di bumi Allah ini, maka tidaklah pantas sedikit pun bagi kita sebagai seorang hamba Allah, tidak mematuhi perintah Allah terlebih melanggar larangan Allah.

Tidaklah lupa shalawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dengannya segala jalan kebaikan telah dibukakan, dan segala jalan keburukan telah ditutup, tinggal kitalah yang memilih jalan mana yang kita tempuh.

Saudariku, tidakkah kau perhatikan pada akhir zaman ini sudah banyak yang menggunakan hijab? Dari kalangan anak kecil sampai orang tua semua tahu tentang hijab, namun apakah motif kita dalam menggunakan hijab tersebut? Ingin syar’i tapi tetap modern? Ingin syar’i tapi tetap cantik? Atau bahkan, dengan menggunakan hijab jadi tambah cantik?

Namun itu semua hanyalah syubhat saja Saudariku, tulisan ini akan menepis segala syubhat mengenai mode dalam berhijab, berikut pemaparannya:

Sebagian muslimah yang tidak berhijab mengulang-ulang syubhat yang intinya, tidak ada yang disebut hijab secara hakiki, ia sekedar mode. Maka, jika itu hanya mode, kenapa harus dipaksakan untuk mengenakannya?

Mereka lalu menyebutkan beberapa kenyataan serta penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian ukhti berhijab yang pernah mereka saksikan. Sebelum membantah syubhat ini, kami perlu mengetengahkan enam macam alasan yang karenanya seorang ukhti mengenakan hijab.

Pertama, ia berhijab untuk menutupi sebagian cacat tubuh yang dideritanya.

Kedua, ia berhijab untuk bisa mendapat jodoh. Sebab sebagian besar pemuda, yang taat menjalankan syariat agama atau tidak, selalu mengutamakan wanita yang berhijab.

Ketiga, ia berhijab untuk mengelabui orang lain bahwa dirinya orang baik-baik. Padahal, ia sebenarnya suka melanggar syariat Allah. Dengan berhijab, maka keluarganya akan percaya terhadap keshalihannya, orang tidak ragu-ragu tentangnya. Akhirnya, dia bisa bebas keluar rumah kapan dan kemana dia suka, dan tidak akan ada seorang pun yang menghalanginya.

Keempat, ia memakai hijab untuk mengikuti mode, hal ini lazim disebut dengan “hijab ala Prancis”. Mode itu biasanya menampakkan sebagian jalinan rambutnya, memperlihatkan bagian atas dadanya, memakai rok hingga pertengahan betis, memperlihatkan lekuk tubuhnya. Terkadang memakai kain tipis sekali sehingga tampak jelas warna kulitnya, kadang-kadang juga memakai celana panjang. Untuk melengkapi mode tersebut, ia memoles wajahnya dengan berbagai macam make up, juga menyemprotkan parfum, sehingga menebar bau harum pada setiap orang yang dilewatinya. Dia menolak syariat Allah, yakni perintah mengenakan hijab. Selanjutnya lebih mengutamakan mode-mode buatan manusia. Seperti Christian Dior, Valentino, Saint Lauren dan merek nama orang-orang kafir yang dimurkai Allah lainnya.

Kelima, ia berhijab karena paksaan dari kedua orang tuanya yang mendidiknya secara keras di bidang agama, atau karena keluarganya semua berhijab sehingga ia terpaksa menggunakannya padahal dalam hatinya ia tidak suka. Jika tidak mengenakannya, ia takut akan mendapatkan teguran dan hardikan dari keluarganya.

Keenam, ia mengenakan hijab karena mengikuti aturan-aturan syariat. Ia percaya bahwa hijab adalah wajib, sehingga ia takut melepaskannya. Ia berhijab hanya karena mengaharap ridha Allah, tidak karena makhluk.

Wanita berhijab jenis keenam, akan selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan berhijab, di antaranya:

  1. Hijab itu longgar, sehingga tidak menampakkan lekuk-lekuk tubuh (tubuh bukan hanya kepala).
  2. Tebal, hingga tidak kelihatan sedikit pun bagian tubuhnya.
  3. Tidak memakai wangi-wangian.
  4. Tidak meniru mode pakaian wanita-wanita kafir sehingga muslimah memiliki identitas pakaian yang dikenal.
  5. Tidak memilih warna kain yang kontras (menyala) sehingga menjadi pusat perhatian orang.
  6. Hendaknya menutupi seluruh tubuh, selain wajah dan kedua telapak tangan, menurut suatu pendapat, atau menutupi seluruh tubuh dan yang tampak hanya mata, menurut pendapat yang lain.
  7. Hendaknya tidak menyerupai pakaian laki-laki sehingga bab hal ini dilarang oleh syara’.
  8. Tidak memakai pakaian yang sedang menjadi mode dengan tujuan pamer sehingga ia terjerumus kepada sifat membanggakan diri yang dilarang oleh agama.

(Kitab Hijab al-Mar’ah al-Muslimah fi al-Kitab wa as-Sunnah, karya al-Albani dan kitab Ila Kulli Fatatin Tu’minu Billah, karya al-Buthi).

Selain berhijab yang disebutkan terakhir, maka alasan-alasan mengenakan hijab adalah keliru dan bukan karena mengharap ridha Allah. Ini bukan berarti, tidak ada orang yang menginginkan ridha Allah dalam berhijab. Berhijablah sesuai dengan batas-batas yang ditentukan syariat sehingga Anda termasuk dalam golongan wanita yang berhijab karena mencari ridha Allah dan takut akan murka-Nya.

Saudariku, pakaian bermode itu boleh kau pakai asal di depan mahrammu, karena dirimu terlalu berharga untuk dinikmati oleh sembarangan mata. Tidakkah kita berpikir bahwa sesuatu yang amat berharga itu pantas dipertontonkan di muka umum? Tentulah tidak wahai Saudariku.

————————-

Artikel muslimah.or.id

Tulis ulang dari kitab “Ila Ukhti Ghairil Muhajjabah Mal Mani’ Minal Hijab?” “saudariku, Apa yang Menghalangimu Berhijab?” karya Abdul Hamid al-Bilali, penerjemah Ainul Haris bin Umar Aridin, Lc.

Pesan-Pesan Luqman

Siapakah Luqman?

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman.” (QS. Luqman: 12).

Luqman adalah seorang lelaki yang dikaruniai hikmah oleh Allah berupa ilmu, agama dan kebenaran dalam ucapan. Dia memberi fatwa sebelum Dawud diutus dan sempat menjumpai masanya. Lalu Lukman menimba ilmu dari Nabi Dawud dan meninggalkan fatwanya sendiri.

Mujahid berkata,”Luqman adalah seorang budak hitam dari Habasyah, tebal kedua bibirnya, dan lebar kedua telapak kakinya. Pada suatu hari ketika dia duduk di majelis sedang berceramah kepada orang banyak, datanglah seorang lelaki menemuinya, lalu bertanya, ‘Bukankah engkau yang tadi menggembala kambing di tempat ini dan itu?’ Luqman menjawab, ‘Benar.’ Lelaki itu bertanya, ‘Lalu apa yang menghantarkanmu sampai pada kedudukan terhormat seperti yang kulihat sekarang ini?’ Luqman menjawab, ‘Benar dalam berbicara dan diam terhadap hal-hal yang bukan menjadi urusanku.’”

Jangan Berbuat Syirik

Allah bercerita tentang pesan Luqman,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, pada waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13).

Luqman berpesan kepada anaknya untuk beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun karena syirik adalah dosa yang paling besar.

Allah Mengetahui Keadaan Hamba-Nya

Allah melanjutkan cerita Luqman,

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“(Luqman berkata), ‘Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha halus lagi Maha Mengetahui.”(QS. Luqman: 16).

Al-Qurthubi mengatakan, “Telah diceritakan bahwa putra Luqman bertanya kepada ayahnya tentang sebutir biji yang jatuh ke dasar laut, apakah Allah mengetahuinya? Maka Luqman menjawab dengan mengulangi jawaban semula dalam firman-Nya, ‘Sesungguhnya Allah Maha halus lagi Maha Mengetahui.’” (QS. Luqman: 16).

Dirikan Shalat, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan Sabar

Luqman terus-menerus memberikan pengarahan kepada putranya dalam pesan selanjutnya. Kisahnya disebutkan dalam firman-Nya,

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17).

Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab tafsirnya, “Dirikanlah shalat lengkap dengan batasan-batasan, fardhu-fardhu, dan waktu-waktunya. Perintahkanlah yang baik dan cegahlah yang munkar sesuai kemampuan dan jerih payahmu. Karena untuk merealisasikan amar ma’ruf dan nahi munkar, pelakunya pasti akan mendapat gangguan dari orang lain. Oleh karena itu, dalam pesan selanjutnya Luqman memerintahkan kepada putranya untuk bersabar.”

Jangan Sombong

Luqman juga berpesan,

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)

Makna ayat di atas menurut Al-Qurthubi, “Janganlah kamu palingkan mukamu dari orang-orang karena sombong terhadap mereka, merasa besar diri, dan meremehkan mereka.” Maka yang dimaksud adalah hadapkanlah wajahmu ke arah mereka dengan penampilan yang simpatik dan menawan. Apabila orang yang paling muda diantara mereka berbicara dengannya, dengarkanlah ucapannya sampai dia menghentikan pembicaraannya. Demikian yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam.

Bersikaplah Pertengahan

Pesan Luqman yang lain,

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman: 19).

Al-Qurthubi mengatakan, setelah Luqman memperingatkan anaknya agar waspada terhadap akhlak tercela, ia lalu menggambarkan kepadanya akhlak mulia yang harus dikenakannya. Yakni bersikap pertengahanlah kamu dalam berjalan. Cara jalan pertengahan yaitu antara langkah cepat dan lambat. Hanya Allah yang lebih mengetahui makna yang dimaksud. Akan tetapi, Allah sendiri memuji orang yang bersikap demikian sebagaimana yang telah disebutkan keterangannya dalam surat Al-Furqan,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا

Dan hamba-hamba Rabb yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati” (QS. Al-Furqan: 63).

“Lunakkanlah suaramu.” maksudnya kurangilah suaramu dari suara yang keras.Dengan kata lain, janganlah kamu memaksakan diri mengeluarkan suara yang sangat keras, tetapi dalam batasan seperlunya. Makna secara keseluruhan dari surat Lukman ayat 19 di atas ialah bersikaplah tawadhu’ atau rendah hati.

Allahu a’lam

***

Referensi: Islamic Parenting (mendidik anak metode nabi), Syaikh Jamal Abdurrahman)

Penyusun: Zulfa Sinta Filavati

Pemuraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Artikel muslimah.or.id