Inilah Rahasia Keberkahan Dalam Kehidupan Rumah Tangga

Jaman dulu di kota Mekkah dan sekitarnya, banyak wanita dan pasangannya yang berprofesi sebagai penyusu anak. Profesi ini mereka lakukan karena sudah menjadi suatu adat dimana menyusukan anak kepada wanita lain akan memiliki beberapa kelebihan seperti mengajarkan tata bahasa yang baik dan juga menjaga anak dari lingkungan yang buruk. Inilah awal diantara rahasia keberkahan rumah tangga.

Di Kota tersebut sang wanita hanya menunggangi seekor keledai yang lambat dikarenakan apa yang dimiliki tak mampu membeli tunggangan yang lebih baik. Pada akhirnya hampir semua anak orang kaya berhasil diadopsi oleh rekan-rekannya. Sementara yang tersisa hanyalah seorang anak yatim. Kedua pasangan ini pun seakan memiliki pertanyaan yang sama apakah ibu anak yatim tersebut mampu membayar jasa mereka? Sementara pekerjaannya tidak menghasilkan pendapatan yang cukup.

Maka mereka pun kemudian berkeliling untuk mencari anak susu lainnya. Namun yang dijumpai hanya anak yatim tersebut yang notabene dijauhi oleh para rekan-rekannya yang lain. Masalah semakin bertambah saat tunggangannya tiba-tiba sakit dan tak mengeluarkan susu untuk minum. Sementara wanita yang sedaerahnya sudah berlalu untuk pulang.

Di tengah masalah tersebut, sang istri mengeluarkan kata-kata kepada suaminya bahwa ia tidak akan pulang ke daerahnya kecuali membawa anak yatim tersebut untuk menjadi anak susu.

Tanggapan suami pada umumnya yang hanya berdasarkan logika atas sikap seorang istri, tidak ditemukan pada suaminya tersebut. Ia justru mengatakan yang sebaliknya dan berkata “Mudah-mudahan Allah melimpahkan keberkahan pada kita”.

Anak yatim yang masih kecil tersebut pun didekapnya dengan penuh kasih sayang. Secara ajaib muncul keanehan dimana tubuh wanita yang tengah kelelahan seharian tersebut tiba-tiba menjadi segar bugar dan penuh semangat.

Keajaiban lain pun bermunculan dimana keledai yang tadinya sakit sudah bisa berjalan bahkan lebih cepat. Saking cepatnya, si keledai milik pasangan suami istri tersebut bahkan bisa menyusul tunggangan rekan-rekan lainnya yang lebih dulu pulang.

“Hei tunggu kami !!! Apakah itu keledai yang engkau bawa saat berangkat tadi?” Tanya mereka.

“Benar” Jawab sang wanita tersebut. Rekan-rekan yang lain pun berkata “Sungguh kami melihatnya berbeda dengan hari kemarin”.

Setelah melihat kejadian tersebut, sang suami pun berkata kepada istrinya “Demi Allah, engkau telah mengambil anak yang penuh berkah wahai istriku”.

Tahukah anda bahwa cerita diatas merupakan kisah nyata dari Halimah binti Harist As Sa’diyyah yang menjadi ibu susu bagi anak yatim yang kelak menjadi seorang Rasul di muka bumi ini. Anak yatim itu tak lain adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutholib.

Hikmah yang bisa kita ambil dari kisah tersebut adalah adanya saling mendukung antara suami istri dalam hal kebaikan. Suami bisa saja memiliki hak untuk menolak inisiatif dari kebaikan sang istri. Namun ternyata Allah berkehendak lain. Apa yang terlihat seperti sebuah kerugian ternyata justru membawa keberkahan tersendiri.

Jadi wahai para suami, hargailah istrimu meski memiliki pendidikan atau strata yang lebih rendah dari dirimu. Tahanlah setiap ego yang ada dan lihatlah saran istrimu dengan penuh keimanan. Jangan langsung menolak sarannya tanpa melihat dahulu apa hikmah yang bisa dipetik. Apalagi jika menolak saran tersebut tanpa sebuah dasar alasan.

 

sumber: Kabar Makkah

Inilah Balasan Bagi Istri Yang Nafkahi Suami Dan Anaknya

Di zaman Nabi, terdapat seorang wanita yang menjadi salah satu istri dari sahabat beliau shallallahu alaihi wasallam. Wanita tersebut bernama Zainab ats Tsaqafiyyah. Ia merupakan sosok wanita yang menekuni dunia bisnis dan menjadi seorang pengrajin.

Dari hasil penjualan kerajinannya tersebut, ia menafkahi kehidupannya bersama suami dan anak-anaknya. Namun ternyata apa yang telah dilakukannya membuat ia merasa galau karena setiap harinya ia tak mampu untuk bersedekah dan menghabiskan semua yang ia dapat untuk keperluan keluarga. Ia tak tahu balasan bagi istri yang nafkahi suami dan anaknya.

Zainab berkata pada suaminya “Sesungguhnya engkau dan anak kita telah menghalangiku untuk bersedekah di jalan Allah. Tolong tanyakan kepada Rasulullah, jika yang kulakukan ini termasuk kebaikan akan aku lanjutkan. Dan jika bukan termasuk kebaikan, aku akan berhenti mengerjakannya”.

Suaminya yang ternyata Abdullah bin Mas’ud r.a pun mendatangi dan menyampaikan pertanyaan sang istri kepada Rasul. Setelah Rasul mendengar pertanyaan yang disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud, Rasul pun menjawab sebagaimana termaktub dalam kitab Hilyatul Auliya “Nafkahilah mereka (anak dan suami) sesungguhnya bagimu pahala yang engkau infaqkan untuk mereka”.

Itulah kisah yang telah terjadi saat jaman Rasul ada dan kini kondisi tersebut semakin dirasakan oleh kaum muslimin yang cukup kesulitan mencari pekerjaan untuk laki-laki dan mudahnya mencari pekerjaan bagi seorang perempuan.

Maka apa yang bisa kita ambil hikmahnya akan kejadian tersebut adalah bahwa amal shaleh pasti akan mendatangkan balasan yang baik. Apa yang dilakukan oleh Zainab ats Tsaqafiyyah terhadap anak dan suaminya merupakan sebuah kebaikan dan itu akan dicatat sebagaimana sedekah yang ingin ia lakukan.

Hal ini tentu bukanlah sebuah pembenaran akan sifat malas sang suami dalam mencari nafkah atau menyuruh sang istri bekerja sementara suami enak-enakan diam di rumah tanpa merasa bersalah. Kondisi Abdullah bin Mas’ud diatas memang tidak mencukupi untuk hidup sehari-hari sehingga istrinya pun harus ikhlas membantu sang suami mendapatkan penghasilan.

Lakukanlah upaya yang terbaik dan kita bisa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jika pun istri harus bekerja itu merupakan sebuah cara agar bisa memenuhi kebutuhan hidup dan bukannya untuk menghilangkan kewajiban mencari nafkah bagi suami.

Untuk kalian para istri yang turut mencari nafkah…. Berbahagialah karena apa yang telah kalian nafkahkan untuk keluarga akan dicatat menjadi suatu amalan yang serupa dengan sedekah tanpa dikurangi sedikit pun.

 

sumber: Kabar Makkah

Sebaik-baik Perhiasan Dunia

Manusia diberikan sifat mencintai perhiasan dan kesenangan dunia. Tentu saja hal ini tidak dilarang dan tidak pula diharamkan dalam islam. Istri yang cantik pun diperbolehkan. Malah ketika memilih pasangan, kecantikan menjadi salah satu kriteria yang bisa dijadikan pertimbangan.

Sebagaimana firmanNya di dalam Al-qur’an:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)
Harta yang melimpah ruah berupa emas dan perak, binatang peliharaan yang gemuk,anak-anak yang banyak menjadi hal yang disenangi manusia.(QS: Ali Imran Ayat: 14)

Rasulullah SAW bersabda:

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita sholehah” [H.R. Muslim]

Jadi wanita sholehah miskin yang jelek rupa adalah lebih baik daripada wanita kaya nan cantik tapi berakhlak buruk. Anda akan kerepotan sendiri jika beristrikan wanita semacam ini. Harta yang banyak yang dimilikinya akan habis dipakai untuk memoles kecantikan yang justru diperuntukkan bagi laki-laki lain di luar rumah. Ditambah perangainya yang jauh dari nilai-nilai islami, akan membuat rumah tangga terasa gersang dan jauh dari kata sakinah mawadah warahmah.

Dari hadits tersebut mengindikasikan pula bahwa nilai perhiasan dunia seperti emas perak, binatang ternak dan sawah ladang yang luas, semuanya kalah jika dibandingkan seorang wanita solehah. Dari redaksi hadits ini kita bisa lihat bagaimana islam memuliakan wanita. Tapi tidak semua wanita mempunyai nilai melebihi perhiasan dunia lainnya tersebut. Kemuliaan ini hanya akan disandang oleh wanita sholehah.

Betapa tidak, dalam setiap sendi kehidupannya wanita solehah akan melakukan yang terbaik. Jika Ia dititipi harta oleh suaminya, maka harta tersebut tidak akan dibelanjakan untuk hal-hal yang sia-sia. Jika Ia dititipi seorang anak oleh Robb-nya, maka ia akan mendidiknya menjadi generasi islam yang cemerlang akhlak dan ilmunya.

Disamping itu akhlak wanita solehah diterangkan pula oleh Allah dalam Firman-Nya sebagai berikut:

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS: An-Nisaa Ayat: 34)

Ayat diatas tersebut menerangkan 2 ciri wanita shalehah yakni:

Taat pada Allah

Dengan kata lain wanita solehah adalah wanita yang menjalankan semua apa yang diperintahkan Robbnya dan menjauhi semua apa yang dilarangNya. Taat kepada Allah menjadi patokan yang menggugurkan ketaatannya pada suami jika suami memerintahkannya berbuat maksiat.

Banyak cerita di film-film yang mengambarkan bahwa istri yang disuruh berbuat maksiat oleh suaminya tetap harus taat karena suami wajib ditaati. Padahal untuk mentaati sebuah perintah harus dilihat dulu isi dari perintah tersebut. Jika ma’ruf maka taati, jika maksiat maka jauhi.

Menjaga diri ketika suami tidak ada

Dahulu istri tidak ada kewajiban keluar rumah dalam rangka mencari rizki. Sebenarnya sekarang pun demikian. Namun perekonomian muslim sudah dikuasai oleh pihak non muslim sehingga pekerja yang banyak dibutuhkan adalah para wanita. Kondisi sudah diputarbalikan dimana istri keluar rumah untuk mencari penghidupan sedangkan suami di dalam rumah mengasuh anak.

Yang wajib mencari rizki sebenarnya adalah suami sehingga ada masanya ketika kondisi rumah ditinggalkan kepala keluarga. Entah itu untuk bekerja atau pergi berperang di jalan Allah. Wanita solehah pun mampu menjaga kehormatan diri dan suaminya ketika sang suami sedang tidak ada.

Didalam ayat lain Allah berfirman:

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS: An-Nuur Ayat: 31)

Jadi ciri lain wanita sholehah adalah yang mampu menjaga pandangan dan memelihara farjinya serta tidak memperlihatkan perhiasannya kecuali yang biasa telihat. Tidak ada dalam contoh sejarah wanita solehah jelalatan mengedarkan pandangan pada setiap lelaki.

Tidak ada pula sejarahnya wanita solehah berpakaian ketat karena ingin mendapat predikat gaul. Wanita solehah adalah dia yang seperti Siti Khadijah yang walaupun statusnya adalah janda tapi gelar wanita terhormat mampu disandangnya. Ketika sudah bersuamikan Muhammad, dia mampu menjadi penentram hati, pendukung perjuangan, dan penguat semangat dengan rela mengorbankan harta dan jiwa demi tegaknya islam. Sehingga ketika dia telah tiada pun sang suami selalu menyebut-nyebut namanya karena besarnya kasih terhadap sang istri.

Maka dari itu wahai para pemuda pilihlah wanita solihah menjadi teman hidup niscaya Anda akan bahagia hidup di dunia ini. Namun perlu diingat bahwa wanita sholihah diperuntukkan Allah bagi laki-laki sholih. Maka itu solehkanlah dirimu jika ingin wanita solehah jadi pendampingmu.

 

sumber: Kabar Makkah

Cara Menjadi Istri Sholehah Dambaan & Idaman Suami Tiap Hari

Belajar bagaimana cara nya untuk menjadi istri sholehah yang menjadi idaman dan dambaan setiap suami adalah kewajiban bagi semua muslimah. Seorang suami pasti menginginkan untuk mempunyai istri sholihah yang mampu menjalankan segala kewajibannya dan memenuhi segala hak suami terhadap istrinya.

Mempunyai istri sholehah bagi seorang suami adalah kekayaan yang melebihi apapun, Bahkan memilikinya laksana memperoleh kenikmatan yang ada di seluruh dunia, sebagaimana dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amar bin Ash, Rasulullah SAW bersabda,

“Dunia ini adalah kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah perempuan (istri yang sholihah),” (HR. Muslim dan Ahmad)

Agar kita bisa dikategorikan dan termasuk sebagai istri yang sholehah, berikut akan dijelaskan apa saja perkara yang harus dipenuhi:

1. Segera menyahut dan hadir apabila diajak untuk berhubungan.
2. Tidak membantah perintah suami selagi tidak bertentangan dengan syariat.
3. Tidak bermasam muka terhadap suami.
4. Senantiasa berusaha memilih perkataan yang terbaik ketika berbicara.
5. Tidak memerintahkan suami untuk mengerjakan pekerjaan wanita.
6. Keluar rumah hanya dengan izin suami.
7. Berhias hanya untuk suami.
8. Tidak memasukkan orang ke dalam rumah tanpa seijin suami.
9. Menjaga waktu makan dan waktu istirahat suami.
10. Menghormati mertua serta kerabat keluarga suami. Terutama ibu mertua.
11. Berusaha menenangkan hati suami jika suami galau.
12. Segera minta ma’af jika melakukan kesalahan kepada suami.
13. Mencium tangan suami tatkala datang dan pergi.
14. Mau diajak oleh suami untuk sholat malam, dan mengajak suami untuk sholat malam.
15. Tidak menyebarkan rahasia keluarga terlebih lagi rahasia ranjang…!
16. Tidak membentak atau mengeraskan suara di hadapan suami.
17. Berusaha untuk bersifat qona’ah (nerimo) sehingga tidak banyak menuntut harta kepada suami.
18. Sedih dan bergembira bersama suami dan berusaha pandai mengikuti suasana hatinya.
19. Perhatian akan penampilan, jangan sampai terlihat dan tercium oleh suami sesuatu yang tidak disukainya.
20. Berusaha mengatur uang suami dan tidak boros.
21. Tidak menceritakan kecantikan dan sifat-sifat wanita lain kepada suaminya.
22. Berusaha menasehati suami dengan baik tatkala suami terjerumus dalam kemaksiatan, bukan malah ikut-ikutan.
23. Menjaga pandangan dan tidak suka membanding-bandingkan suami dgn para lelaki lain.
24. Lebih suka menetap di rumah, dan tidak suka sering keluar rumah.

Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, masih ada beberapa hal lagi yang harus anda penuhi agar bisa menjadi istri sholehah:

1. Selalu mendahulukan hak suaminya daripada hak orang lain termasuk hak dirinya sendiri.

2. Senantiasa bersedia memberikan kenikmatan (termasuk kenikmatan s3ksu4litas) pada sang suami, terutama jika suami menginginkannya, terkecuali jika sedang haid dan mengalami nifas. Apabila istri menolak keinginan suami tanpa sebab dan alasan yang diperbolehkan dalam ajaran Islam, maka saat itu juga istri berdosa, bahkan dilaknat oleh malaikat. Rasulullah SAW bersabda:

“Jika suami mengajak istrinya berhubun6an, lalu istrinya menolak (tanpa alasan yang dibenarkan), lalu suaminya marah, maka istri itu dilaknat oleh malaikat,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasul juga mengatakan, “Apabila diajak oleh suaminya untuk berhubun6an int1m, maka istri harus memenuhi ajakan itu, meskipun ia sibuk di dapur,” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i).

Selain itu, Rasulullah juga mengatakan pada haditsnya yang lain bahwasanya, “Apabila seorang istri tidur menjauh dari tempat tidur suaminya (karena menghindari suami dsb), maka istri itu dilaknat oleh malaikat hingga pagi,” (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Tidak diperkenankan bagi istri untuk menjalankan puasa sunnah tanpa seizin suaminya. Saat sang istri sedang berpuasa, sudah tentu suami dilarang untuk menggaulinya, padahal hak bergaul adalah hak suami terhadap istrinya, hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak halal (tidak boleh) seorang istri berpuasa padahal suaminya ada di rumah, kecuali atas izinnya,” (HR. Bukhari dan Muslim).

4. Tidak diperkenankan untuk seorang istri memberikan sesuatu dari dalam rumahnya atau mengeluarkan sesuatu dari dalam rumahnya tanpa izin dan sepengetahuan suaminya. Apabila ia melakukan hal tersebut, maka dosa yang akan didapat, sedangkan sang suami mendapatkan pahala. Tentunya yang menyangkut tentang hal-hal yang memang bernilai dan harus sepengetahuan suami.

5. Sebagai seorang istri tidak diperbolehkan bepergian meninggalkan rumah, dan mencari nafkah (kerja) di luar rumah kecuali atas izin suaminya.

6. Sebagai seorang istri, harus memiliki sifat qana’ah yaitu menerima apa adanya segala kemampuan suami dalam hal mencari nafkah. Ia tidak boleh menuntut suaminya melebihi kadar kemampuan yang suami punya. Seorang istri yang shalihah harus senantiasa mengingatkan suaminya untuk mencari nafkah dari sumber yang halal jangan sampai terjerumus dan terjebak ke dalam pekerjaan yang haram. Kita dapat mencontoh dari perkataan para istri salafusshaleh yang selalu mengatakan seperti ini ketika suaminya hendak meninggalkan rumah untuk mencari rezeki, “Hati-hati dan jauhi sumber-sumber rezeki yang haram, karena sesungguhnya kami bisa bersabar menahan lapar, tetapi kami tidak akan sanggup menahan api neraka.”

7. Seorang istri diwajibkan untuk selalu menutup auratnya dan tidak memperlihatkan kecantikannya kepada orang lain yang tidak berhak melihatnya. Membuka aurat, memakai pakaian mini (minim) dan memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang indah sangat jelaslah hukumnya haram. Diriwayatkan oleh Aisyah, ia berkata:

“Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh bagi seorang perempuan membuka pakaiannya di rumah yang bukan milik suaminya, sebab apabila ia lakukan maka berarti ia membongkar auratnya sendiri serta menginjak-injak kemuliaan dan kehormatannya sebagai perempuan (istri),” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Abu Daud)

Hal ini berlaku pula bagi perempuan yang mempertontonkan aurat dan bagian tubuhnya yang tidak boleh dilihat orang lain di kolam-kolam renang, tempat disko, dan sebagainya.

8. Tidak diperkenankan seorang istri berkenalan dengan lawan jenis terutama teman dari suami. Lebih baik hal seperti ini dihindari sebagai tindakan antisipatif dan sikap kehati-hatian agar tidak munculnya fitnah serta tidak membawa pada dosa kemaksiatan.

9. Seorang istri yang sholihah tidak boleh bersikap sombong dengan membanggakan diri dengan kecantikannya kepada suaminya, atau menghina kejelekan suaminya (kalau fakta suaminya kebetulan jelek secara fisik). Tidak boleh pula berbangga dengan harta dan kekayaannya di hadapan suaminya. Mau bagaimanapun kondisi suami, ia tetap harus dihormati, dihargai, dijaga perasaannya, dilayani dengan sepenuh hati, dijaga kewibawaan dan kehormatannya.

10. Istri yang shalihah harus memiliki rasa cinta dan kasih sayang terhadap semua anak-anaknya. Mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan perasaan tanpa melakukan kekerasan yang kerap terjadi sekarang ini. Berusaha mendidik anak-anak dengan pendidikan Islam yang baik. Tidak mengajarkan anak-anaknya dengan perkataan kasar dan kotor. Orang tua yang baik hendaknya jika sedang ada masalah, jangan membicarakan permasalahan apalagi sampai bertengkar di depan anak-anaknya. Hal ini akan berpengaruh buruk pada anak-anak kelak sudah besar nanti. Ia akan mengikuti apa yang dulu orang tuanya lakukan.

Istri yang sholehah selalu ingat akan perjuangan dan kerja keras suami selama ini, jangan melupakan kebaikan suami dikarenakan sebuah kesalahan kecil yang dilakukan suaminya, apalagi sampai melaknat suami. Hal ini sangat tidak baik dan dilarang. Karena hal ini, penghuni neraka lebih banyak dari kaum perempuan. Ketika Rasulullah SAW menjalankan perintah isra’ dan mikraj, beliau melihat dan menyaksikan bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah dari kaum perempuan. Lalu beliau ditanya apa sebabnya, maka beliau menjawab:

“Karena perempuan sering (suka) melaknat dan melupakan kebaikan suaminya,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Yuk, Prektekkan cara-cara diatas agar kita bisa menjadi istri sholehah dambaan suami setiap hari.. Selamat Menjadi Wanita Sholehah… Mari Bersama Memperbaiki diri Menjadi Lebih baik…

 

sumber:  Kabar Makkah

Kisah Istri Sholehah…(Berhak Untuk Dibaca…!!)

Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata :

Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.

Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa’) tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…

Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak anjuran tersebut.

Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.

Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur’an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu.

Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya rahimahullah.

Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku malam ini tidur bersama ayahku…
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.
Putriku bercerita :

Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai. Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.

Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku, “Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah) terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??”

Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…lalu akupun mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do’aku, “Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa ‘Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut’aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya…

Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…

Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…”

Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.

Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., “Siapa engkau?, apa yang kau lakukan di sini?”. Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku…

Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata, “Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….), engkau tidak halal bagiku…!”. Maka aku berkata kepadanya, “Aku ini putrimu Asmaa'”. Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.

Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- : “Subhaanallahu…”. Dokter yang lain dari Mesir berkata, “Maha suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…”. Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat duha atau tidak..??

Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa’ akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…

Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do’a…, sesungguhnya tidak ada yang menolak qodoo’ kecuali do’a…barang siapa yang menjaga syari’at Allah maka Allah akan menjaganya.

Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur…

Ini adalah kisahku sebagai ‘ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu keselamatan telah tertutup…

Maka ketuklah pintu langit dengan do’a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil ‘Aaalamiin (SELESAI…)

          Janganlah pernah putus asa…jika Tuhanmu adalah Allah…
          Cukup ketuklah pintunya dengan doamu yang tulus…
          Hiaslah do’amu dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
          Lalu yakinlah dengan pertolongan yang dekat dariNya…

(sumber : http://www.muslm.org/vb/archive/index.php/t-416953.html , Diterjemahkan oleh Firanda Andirja)
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 19-11-1434 H / 25 September 2013 M
www.firanda.com

Delapan Ciri Istri Idaman

Istri idaman sering menjadi dambaan. Pernikahan yang menyatukan istri idaman dan tentu juga suaminya yang baik diyakini akan melahirkan keluarga sakinah. Dari keluarga ini, akan lahir-lahir putra dan putri yang memperoleh pendidikan terbaik hingga mereka mewujud sebagai generasi berprestasi.

Imam Al-Ghazali dalam kitab terkenalnya, Ihya Ulum al-Din, paling tidak ada delapan ciri seorang perempuan ideal yang bisa menjadi istri idaman, yaitu agama, akhlak yang baik, wajah cantik, mahar yang ringan, bisa melahirkan anak banyak dan tidak mandul, masih perawan, keturunan yang unggul, dan bukan kerabat dekat suami.

Guru Besar Ilmu Alquran Universitas Sayf  al-Dawlah, Abd al-Qadir Manshur, dalam bukunya, Buku Pintar Fikih Wanita, menambahkan dua ciri utama lainnya yaitu penyayang dan memiliki rasa malu. Ia menjelaskan, salehah dan beragama kuat merupakan hal terpenting.

Seorang istri yang lemah dalam menjalankan ajaran agama dan tak bisa menjaga kehormatan dengan baik akan mudah meremehkan suami. Dia juga biasanya akan bermuka masam di depan semua orang. Maka itu, Rasulullah mengingatkan kepada umatnya agar memilih istri yang agamanya kuat.

“Perempuan itu dinikahi karena hartanya, kecantikannya, nasabnya, dan agamanya. Tapi, pilihlah yang beragama kuat, niscaya engkau akan beruntung,” kata Rasulullah. Ini merupakan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Rasulullah menekankan agar laki-laki memilih perempuan yang agamanya kuat untuk dijadikan istri.

Akhlak mulai menjadi bagian penting lainnya. Manshur menjelaskan, seorang istri yang berakhlak buruk selalu mengucapkan kata yang tidak baik. Dalam persoalan akhlak, Rasulullah mengungkapkan, orang yang paling ia cintai dan tempat duduknya paling dekat dengannya saat hari kiamat adalah orang yang berakhlak baik.

Dianjurkan pula, perempuan itu berwajah cantik. Menurut Manshur, tak menjadi soal jika memilih perempuan berwajah cantik. Namun, harus pula mempunyai pemahaman agama yang baik dan hidup dengan akhlak mulia. Hal yang dicela adalah menikahi perempuan hanya karena kecantikannya.

Di sisi lain, perempuan dengan mahar ringan menjadi pertimbangan dalam memilih seorang istri. Hal ini ditegaskan Rasulullah bahwa sebaik-baiknya perempuan adalah perempuan yang maharnya mudah dipenuhi. Beliau melarang perempuan meminta mahar terlalu besar dan suit dipenuhi.

Laki-laki juga hendaknya tak menikahi seorang perempuan dengan tujuan untuk menguasai hartanya. Al-Tausari mengatakan, jika ada laki-laki yang mau menikah lalu menanyakan apa saja yang dimiliki calon istrinya, laki-laki tersebut adalah seorang pencuri.

Untuk mewujudkan sebuah keluarga bahagia, pertimbangkan juga keturunan. Ini akan berpengaruh pada pola pendidikan anak-anak kelak. Seorang istri yang berasal dari keluarga baik-baik diyakini akan mendidik anak yang dilahirkannya seperti yang ia pernah rasakan saat dididik orang tuanya dulu. Demikian pula sebaliknya.

Dengan pertimbangan itu, tak dianjurkan memilih istri yang tumbuh dari lingkungan kurang baik. Rasulullah mengatakan, nikahilah perempuan dari keluarga yang saleh karena keturunan itu sangat menentukan.

Sumber: Pusat Data Republika

Bersabar Atas Ujian Allah pada Kita

Setiap manusia akan Allah beri cobaan. Cobaan yang diberikan adalah hal-hal yang dicintainya. Mari kita bersabar dan bersyukur atas setiap cobaan yang Allah berikan pada kita.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT berfirman: bila Aku member cobaan kepada HambaKu dengan kedua yang dicintainya (kedua matanya) dan dia tetap sabar, maka Aku ganti kedua yang dicintainya (kedua matanya) dengan syurga”. (HR. Bukhari)

 

sumber: Ummi-Online

Saat Banjir Melanda, Amalkan Do’a Ketika Terjadi Hujan Deras

Banjir dapat terjadi karena hujan yang terus menerus turun atau karena adanya hujan deras, bisa juga karena banjir kiriman. Jika yang terjadi adalah hujan yang begitu deras di tempat kita atau hujan yang tidak kunjung berhenti, maka kita bisa meminta pada Allah untuk memalingkan hujan tersebut pada tempat yang lebih manfaat dengan mengamalkan do’a yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Do’a yang dimaksud adalah sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

(Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa. Allahumma ‘alal aakaami wadz dzirabi wa buthuunil awdiyati wa manabitis syajari)

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang merusak kami. Ya, Allah! turunkanlah hujan di dataran tinggi, di bukit-bukit, di perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” 1

Do’a di atas disebutkan dalam hadits Anas bin Malik, ketika hujan tak kunjung berhenti (dalam sepekan), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memohon pada Allah agar cuaca kembali cerah. Lalu beliau membaca do’a di atas. (HR. Bukhari no. 1014 dan Muslim no. 897).

Do’a tersebut berisi permintaan agar cuaca yang jelek beralih cerah dan hujan yang ada berpindah pada tempat yang lebih membutuhkan air. [ed]

Atau untuk ringkasnya membaca:

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا

“Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa” [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang merusak kami]

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata menjelaskan hadits, “Maksud hadits ini adalah memalingkan hujan dari pusat kehidupan, al-aakaam adalah jamak dari akmah dengan memfathahkan hamzah, yaitu gunung kecil atau apa yang tinggi di bumi (dataran tinggi). Adz dziraf maknanya adalah bukit yang kecil. Adapun penyebutan lembah karena di situlah tempat berkumpulnya air dalam waktu yang lama sehingga bisa dimanfaatkan oleh manusia dan binatang ternak.”2

Ibnu Daqiq Al-‘Ied rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan dalil doa memohon dihentikan dampak buruk hujan, sebagaimana dianjurkan untuk berdoa agar turun hujan, ketika lama tidak turun. Karena semuanya membahayakan (baik lama tidak hujan atau hujan yang sangat lama, pent).”3

Syaikh Abdul Aziz bin Biz rahimahullah berkata,  “Selama hujan tidak membawa bahaya maka –alhamdulillah– ucapkan doa:

اللهم صيّباً نافعاً، مطرنا بفضل الله ورحمته

Allahumma shayyiban nafi’a, muthirna bifadhlillahi wa rahmatihi, Allahummaj’alhu mubarakan

Jika hujan ini memberatkan, maka berdoalah:

اللهم حوالينا ولا علينا

Allahumma hawalaina wa laa ‘alaina”4

Jadi, bagi saudara-saudara kami yang merasakan hujan yang begitu deras, amalkanlah do’a di atas. Moga hujan tersebut turun tidak membawa musibah banjir. Moga dengan diberikannya ujian, kita sadar untuk bertaubat pada Allah. Moga kita pun terus diberi kesabaran. [ed]

 

@Laboratorium Klinik RSUP DR. Sardjito, Yogyakarta tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Editor: M. Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

 

1 HR. Al-Bukhari 1/224 dan Muslim 2/614

2 Fathul Baari 2/505, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, syamilah

3 Ihkam Al-Ahkam, 1/358. Mathba’ah As-Sunnah Muhammadiyyah, syamilah

//

 

Semoga Hujan Ini Mendatangkan Manfaat

ssalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah, negeri kita tengah dilanda berbagai macam bencana: tanah longsor, gunung meletus, hingga banjir bandang. Selayaknya kita banyak beristigfar, …

 

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah, negeri kita tengah dilanda berbagai macam bencana: tanah longsor, gunung meletus, hingga banjir bandang.

Selayaknya kita banyak beristigfar, bertaubat kepada Allah, dan menengadahkan tangan ke atas langit untuk berdoa kepada-Nya.

Berikut ini kami salinkan beberapa doa yang sangat bagus dibaca dalam kondisi saat ini. Semoga Allah berkenan mengabulkannya.

Berdoa ketika hujan turun

Dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,

إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ : اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ‘Allahumma shoyyiban nafi’an (Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat).’” (HR. Bukhari, no. 1032)

Ibnu Baththal mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdoa ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak manfaatnya.” (Syarh Al-Bukhari, Ibnu Baththal, 5: 18, Asy-Syamilah)

Turun hujan adalah waktu mustajab untuk berdoa

Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ

Dua doa yang tidak akan ditolak: doa ketika azan dan doa ketika ketika hujan turun.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi; Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan; lihat Shahihul Jami’, no. 3078)

Doa ketika hujan lebat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebat, beliau memohon kepada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiraabi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari (Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah, dan tempat tumbuhnya pepohonan).” (HR. Bukhari, no. 1014)

Syaikh Shalih As-Sadlan mengatakan bahwa doa di atas dibaca ketika hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya. (Lihat Dzikru wa Tadzkir, Shalih As-Sadlan, hlm. 28, Asy-Syamilah)

Berdoa setelah turun hujan

Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jamaah shalat, lalu mengatakan, ‘Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?’ Kemudian mereka mengatakan, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

Pada pagi hari, di antara hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Barang siapa yang mengatakan ’muthirna bi fadhlillahi wa rahmatih’ (kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah) maka dialah yang beriman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘muthirna binnau kadza wa kadza’ (kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini) maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman kepada bintang-bintang.’” (HR. Bukhari, no. 846; Muslim, no. 71)

Doa apabila ada angin kencang

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا

Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya.” (HR. Abu Dawud, 4:326; Ibnu Majah, 2:1228, lihat kitab Shahih Ibnu Majah, 2:305)

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ

Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang ada di dalamnya dan kebaikan tujuan dihembuskannya angin ini. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan angin ini, kejahatan yang ada di dalamnya, dan kejahatan tujuan diehmbuskannya angin ini.” (HR. Bukhari, 4:76; Muslim, 2:616)

Apakah penduduk negeri itu merasa aman?

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Namun mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)

أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتاً وَهُمْ نَآئِمُونَ

Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka pada malam hari sewaktu mereka sedang tidur?” (Qs. Al-A’raf: 97)

أَوَ أَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ

Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka sewaktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?” (Qs. Al-A’raf: 98)

أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-A’raf: 99)

Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk segera beristigfar dan bertaubat dari segala dosa dan maksiat, yang dilakukan secara sengaja maupun tak sengaja, yang dilakukan sendirian maupun beramai-ramai, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Mari bertaubat sebelum terlambat
Mari berdoa kepada Allah Yang Maha Kuasa

Maraji’:

Penyusun: Redaksi Muslimah.Or.Id

Artikel Muslimah.Or.Id