Kiai Buntet: Perkosaan Bukti Kerusakan Sosial Semakin Akut

Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Cirebon KH Ayip yang akrab disapa Kiai Buntet Cirebon mengajak para alim ulama untuk kembali ke khittahnya membenahi tatanan masyarakat. Semakin hari bangsa ini makin diterpa kerendahan  akhlak dan moral. 

“Adanya perkosaan dan pembunuhan anak di bawah umur, menjamurnya LGBT, merebaknya simbol-simbol komunis menjadi serpihan kerusakan sosial yang semakin akut. Semua ini perlu dituntaskan dengan nilai-nilai kemanusiaan,” katanya dalam siaran persnya, Ahad, (8/5).

Di sinilah peran ulama untuk kembali ke khittahnya menjadi sangat vital. “Tidak cukup dengan imbauan, aturan atau segudang wacana tapi perlu turun langsung terjun ke lapangan.”

Kondisi bangsa ini, ujar Kiai Buntet, sudah mengalami titik nadir krisis akidah, akhlak dan moral. Dia menjelaskan, kerusakan sosial semakin tidak terbendung. Karena itu, dia menilai para ulama harus menapak jejak kehidupan alim ulama terdahulu.

Salah satunya tidak lelah bekerja keras membenahi tauhid dan akhlak masyarakat tanpa membonceng kepentingan apapun. “Kita perlu bercermin kembali pada ulama-ulama terdahulu, mereka tulus membenahi dan melayani seluruh elemen masyarakat dengan ketulusan hati.”

Ia berharap agar ulama bisa saling menghargai dan menghormati siapa saja serta mampu merangkul seluruh elemen dengan tidak meninggalkan prinsip agama. Ia juga menganjurkan agar rajin mengkaji sejarah dan belajar dari putaran sejarah.”Perluas wawasan, bersama belajar membersihkan jiwa-jiwa kita,” kata Kiai Buntet.

sumber: Republika Online

Jika Hukum Islam Diterapkan, Ini yang akan Diterima Pemerkosa Y

Banyak orang takut dan menilai stereotip hukum Islam (syariah). Beragam komentar publik muncul mengenai hukum Islam, baik itu darii Muslim atau non-Muslim.

Ada yang mengatakan hukum Islam bar-bar, tidak berprikemanusian, melangar hak asasi manusia (HAM), dan sebagainya. Bahkan, banyak umat Islam di negeri ini sendiri antipati dan enggan dengan hukum Islam (syariah).

Pembicara kajian Islam tadabbur Alquran Parwis L Palembani mengajak masyarakat belajar rasa keadilan lewat kasus yang menimpa siswi SMP korban pemerkosaan dan pembunuhan di Bengkulu, Y (14). Kasus kekerasan pembunuhan dan disertai pemerkosaan yang dialami Y sontak menyita perhatian publik. 

“Kasus ini sangat membuat geram masyarakat, bahkan banyak menyeruak ke permukaan kemarahan masyarakat,” ujarnya, baru-baru ini. Alhasil, muncul wacana tentang hukuman mati atau kebiri, atau paling minim dihukum penjara seumur hidup bagi pelaku pemerkosaan yang disertai pembunuhan oleh belasan pelaku kejahatan.

Parwis yakin dengan kasus yang menimpa Y, pasti publik sepakat apapun agama dan sukunya jika pelaku pemerkosaan dan pembunuhan untuk dihukum mati. Di sini banyak yang menyuarakan hukuman berat bagi pelaku kekerasan tersebut, termasuk tindak pidana lainnya. “Tahukah Anda, hukum Islam sudah jauh-jauh hari memberikan hukum keras bagi pelaku seperti ini, mulai dari cambukan, rajam atau bahkan paling dahsyat dengan hukuman salib dengan cara menyilang,” kata Parwis.

Hal ini telah tertuang sebagaimana firman Allah SWT, ‘Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar’ (QS.5:33).

Yang mengherankan, kata Parwis, adalah mengapa banyak orang membenci dan antipati dengan hukum Islam diterapkan, tapi berharap hukuman berat bagi pelaku tindak pidana. Dia mengajak publik untuk menimbang keadilan seakan Anda adalah korban atau keluarga korban. “Dengan cara ini Anda akan tahu betapa adilnya hukum Allah lewat hukum syariah,” ujarnya.

Hampir setiap keluarga korban menilai, apapun putusan hakim, mereka selalu berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya baik hukuman mati, atau minimal penjara seumur hidup. Dengan demikian Anda pasti menyimpulkan bahwa hukum Allah adalah adil.

Parwis mengatakan hukum Islam menimbang keadilan lewat rasa yang ada pada diri keluarga korban, karena keluarga korban tidak mungkin bisa disogok karena mereka yang kehilangan. Sehingga adil baru tegak menurut mereka jika pelaku dihukum seberat-beratnya.

Keluarga korban diberikan beberapa pilihan, yakni menuntut hukum mati, meminta uang tebusan (diyat), atau memaafkan. Jika keluarga korban memilih opsi ketiga, maka di sana akan terlihat betapa indahnya hukum Islam, tapi jika yang dipilih opsi 1 atau 2, maka itu sangat wajar. 

Namun hukum positif sepenuhnya merupakan kewenangan hakim. Hakim, kata Parwis, tidak merasakan kepedihan seperti yang dirasakan korban. Alhasil, tidak sedikit para hakim memutuskan perkara jauh dari harapan keluarga korban.

sumber: Republika Online

Ahli Psikologi: Hukuman Mati Bagi Pemerkosa Yuyun Berikan Efek Jera

Ahli neuropsikologi saraf (psikologi saraf otak) Ihshan Gumilar menilai penerapan hukuman mati pada pelaku pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun dapat memberikan efek jera secara psikologis.

Menurutnya, tuntutan hukuman yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 10 tahun terlalu ringan. “Hukuman mati memberikan efek jera secar psikologis,” tegas Ihshan di Jakarta, Sabtu (7/5).

Menurut Ihshan, kedewasaan seseorang dari sudut pandang umur dinilai menjadi bias. Sebab, batasan usia anak-anak secara psikologis zaman dulu sangat berbeda dengan anak-anak era sekarang. Kalau hanya menggunakan angka umur tanpa memerhatikan kondisi psikologi pelaku, memang didapatkan mereka masih berusia anak-anak.

Seharusnya kedewasaan juga ditimbang dari sisi psikologi yang bersangkutan. “Pelaku (pemerkosa Yuyun) memang masih usia anak-anak, tapi mungkin secara psikologis sudah bukan anak-anak,” tegas Ihshan.

Ihshan mengatakan, sistem pembinaan di penjara juga dinilai tidak bakal membuat pelaku jera. Sebab, para pelaku kejahatan seksual tidak mendapat terapi untuk menyembuhkan mereka dari adiksi terpapar pornografi.

Dengan menerapkan hukuman mati, imbuh dia, setidaknya membuat fungsi kontrol otak menjadi lebih tinggi untuk melakukan kejahatan serupa. Ihshan membandingkan penerapan hukuman mati di Arab Saudi dengan di Indonesia.

Menurutnya, penerapan hukuman mati di Arab mampu menekan tingginya angka kejahatan. “Sebab, orang berpikir ulang untuk melakukan kejahatan serupa pelaku yang dihukum mati,” ujar dia.

 

 

sumber: Republika Online

Nasehat bagi Orang yang Melalaikan Shalat

Ketahuilah, sesungguhnya shalat adalah tiang agama. Oleh karena itu, tidak akan tegak agama seseorang yang meninggalkan shalat dan ia tidak akan mendapatkan bagian dalam agama ini.

Menegakkan shalat adalah suatu bentuk keimanan dan meninggalkannya merupakan kekufuran. Maka, siapa yang menjaga shalatnya, maka hatinya akan bercahaya, demikian pula wajah dan kuburnya, dan saat dikumpulkan di Mahsyar, ia juga akan mendapat keselamatan pada hari kiamat. Dia akan dikumpulkan bersama orang-orang yang telah diberi kenikmatan oleh Allah Azza wa Jalla yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada` dan shalihin. Adapun sebaliknya, siapa yang tidak menjaga shalatnya, dia tidak akan mendapatkan cahaya dan keselamatan pada hari kiamat, dan di akhirat kelak dia akan dikumpulkan bersama Firaun, Haman, Qarun, dan Ubai bin Khalaf.

Bagaimana kita bisa menyia-nyiakan shalat, padahal shalat adalah penghubung kita dengan Allah Azza wa Jalla. Jika kita tidak memiliki penghubung antara kita dengan Allah Azza wa Jalla, dimana ubudiyah (penyembahan) kita? Dimana (wujud) kecintaan kita kepada Allah Azza wa Jalla, dan ketundukan kita kepada-Nya? Sungguh celaka dan rugi orang yang setiap kali mendengar panggilan kepada dunia, dengan segera ia memenuhinya dan ketika mendengar seseorang menyeru kepada Allah Azza wa Jalla hayya alas shalah dan hayya ala falah, mereka merasa berat hati dan berpaling.

Bukankah kita semua tahu bahwa amal yang pertama kali akan dihisab oleh Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalat kita baik, maka baik pula seluruh amal ibadah kita. Dan jika rusak, maka rusak pula amal ibadah kita.

 

Marilah kita tegakkan shalat kita selagi kita masih berada di dunia. Ingatlah Allah Azza wa Jalla di saat lapang, niscaya Allah Azza wa Jalla akan mengingat kalian di waktu sempit. Siapa yang melupakan Allah Azza wa Jalla, AllahAzza wa Jalla pun akan melupakannya. Siapa yang meremehkan perintah Allah Azza wa Jalla, Allah pun akan meremehkannya. Wahai umat Muhammad, siapakah di antara kita yang merasa aman dengan kematian kemudian bertaubat dan mengerjakan shalat? Bukankah masing-masing kita takut dengan kematian dan tidak mengetahui waktunya? Bukankah kematian itu datang secara tiba-tiba dalam keadaan manusia tidak merasa? Bukankah kematian mendatangi manusia di dunia ini saat mereka lalai?

 

Sesungguhnya setelah kematian yang datang secara tiba-tiba tidak ada lagi amal setelahnya, yang ada setelah itu hanyalah balasan dari amal perbuatannya. Maka, siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah ia akan melihatnya, dan siapa yang mengerjakan keburukan seberat dzarrah , dia juga akan melihatnya.

 

wahai orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beriman kepada wahyu yang diturunkan Allah Azza wa Jalla kepadanya. Sesungguhnya di antara ketentuan yang Allah Azza wa Jallawajibkan dalam shalat itu adalah hendaknya kita mengerjakannya di masjid bersama jamaah kaum Muslimin. Marilah kita menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan ruku` bersama orang-orang yang ruku`. Ini adalah jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan , “Siapa di antara kalian yang kelak ingin berjumpa dengan Allah Azza wa Jalla dalam keadaan Islam (berserah diri), hendaklah dia menjaga shalat-shalatnya, karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mensyariatkan sunah-sunah petunjuk kepada Nabi-Nya, dan shalat itu termasuk sunah-sunah petunjuk. Jika kita shalat di rumah, maka itu sama saja kita meninggalkan sunah Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam . Jika kita meninggalkan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka kita akan tersesat. Jika seorang yang berwudlu dan membaguskan wudlunya, setelah itu dia menuju masjid, maka pada setiap langkahnya Allah Azza wa Jalla akan memberikan satu kebaikan yang akan mengangkat kedudukannya satu derajat dan menghapuskan satu kesalahannya. Menurutku, orang yang meninggalkan shalat tiada lain adalah orang munafik yang diketahui nifaknya.”

 

Sesungguhnya shalat jamaah di masjid itu termasuk suatu kewajiban, dan orang yang melaksanakan, berarti ia telah menegakkan shalat dan menjaganya. Orang yang shalat bersama jamaah berarti telah menegakkan kewajibannya kepada Allah Azza wa Jalla. Sedangkan orang yang meninggalkan jamaah tanpa udzur, berarti ia telah berbuat maksiat kepada Allah Azza wa Jalla dan membahayakan shalatnya. Sebagian ulama mengatakan, “Siapa yang meninggalkan shalat jamaah tanpa udzur, maka shalatnya batil (tidak sah). Ucapan di atas di katakan oleh adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad dalam sebuah riwayat. Sesungguhnya shalat jamaah itu lebih afdhal dari pada shalat sendirian sebesar 27 derajat. Orang yang meninggalkan shalat jamaah tanpa udzur adalah orang yang pemalas dan lalai. Keadaan mereka seperti keadaan orang-orang munafik yang difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla dalam Alquran:

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ

“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.” (an-Nisa`/4:142).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَثْقَلُ اَلصَّلَاةِ عَلَى اَلْمُنَافِقِينَ: صَلَاةُ اَلْعِشَاءِ, وَصَلَاةُ اَلْفَجْرِ, وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Shalat yang (dirasakan) paling berat oleh orang-orang munafik adalah shalat Isya` dan shalat Fajr(subuh). Seandainya mereka mengetahui (pahala) apa yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya, meskipun dengan merangkak”. (HR. al-Bukhari).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersumpah bahwa seandainya orang munafik yang meninggalkan shalat itu mendapatkan rezeki sedikit di dunia, niscaya ia akan menghadiri shalat jamaah dan kebanyakan orang-orang yang meninggalkan shalat jamaah seandainya mereka disibukkan dengan urusan duniawi ketika terbit fajar, niscaya ia akan bersemangat untuk hadir tepat pada waktunya. Shalat jamaah adalah suatu aktifitas dan ketenangan dan meninggalkannya merupakan bentuk kemalasan, dan sedangkan tergesa-gesa dalam mengerjakannya biasanya tidak tuma`ninah.

Orang yang mengerjakan shalat dengan tergesa-gesa keadaannya seperti seekor burung yang mematuk makanannya. Barangkali dia juga mengakhirkan waktu shalatnya. Shalat jamaah akan melahirkan suatu kecintaan dan kelembutan serta akan menerangi masjid dengan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla. (Dengan shalat) syiar-syiar Islam akan nampak.

Dalam shalat jamaah ada suatu pembelajaran bagi orang-orang jahil, peringatan bagi orang yang lalai dan kemaslahatan yang sangat banyak. Bagaimana pendapat kalian jika shalat jamaah itu tidak disyariatkan, dan tidak mungkin Allah Azza wa Jalla menghendaki demikian, bagaimanakah keadaan kaum Muslimin? (tentu) mereka akan terpecah belah, masjid-masjid akan tutup dan umat ini akan memiliki syi`ar jama`i dalam agama ini.

Karena itulah di antara hikmah Allah Azza wa Jalla dan rahmat-Nya, Dia mewajibkannya kaum Muslimin. Marilah kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla dengan nikmat ini. Marilah kita laksanakan kewajiban ini. Marilah kita merasa malu kepada Allah Azza wa Jalla ketika meninggalkan perintah-Nya, serta waspada terhadap siksa-Nya.

أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ؛ وَأَسْتَغْفُرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .

 

 

Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla memberikan pertolongan kepada kita agar bisa selalu mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, beribadah kepada-Nya dengan baik, serta mengumpulkan kita di dunia ini di atas ketaatan. Dan di akhirat berada di kampung kemuliannya (surga) serta memberikan kita hidayah ke jalan yang lurus.

عباد الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ* وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ) [النحل:90-91]، فاذكروا اللهَ يذكرْكم، واشكُروه على نعمِه يزِدْكم، ولذِكْرُ اللهِ أكبرُ، واللهُ يعلمُ ما تصنعون.

 

sumber:  KhotbahJumat.com

Dunia, Ladang Beramal

Jika kita keluar rumah, kita akan menyaksikan bahwa kebanyakan manusia memandang dunia sebagai tujuan hidupnya. Belum lagi yang kita saksikan di kota-kota, baik di pinggiran jalan, di kendaraan; di bus-bus, kereta maupun lainnya. Kita akan menyaksikan bahwa yang terlintas di benaknya hanyalah Bagaimana caranya agar bisa hidup enak di dunia ini”, tidak lebih dari itu. Seakan-akan, tidak pernah terlintas di hati ini bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan bahwa Allah menjadikan dunia ini sebagai ladang untuk beramal. Kita akan melihat manusia bermegah-megahan dalam segala hal sampai tidak sempat lagi beramal.

 

Allah berfirman:

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ {1} حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ {2}

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu-sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At Takaatsur: 1-2)

 

Ketika azan dikumandangkan mereka masih saja sibuk dengan pekerjaannya, tanpa mempedulikan seruan adzan. Padahal tentang dunia ini, Allah Ta’ala berfirman, 

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ وَمَاالْحَيَاةُ الدُّنْيَآ إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

 “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan saling berbangga dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS. Al Hadiid : 20)

Di ayat lain, Allah berfirman:

إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَآءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ اْلأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَاْلأَنْعَامُ حَتَّى إِذَآ أَخَذَتِ اْلأَرْضُ زُخْرُفُهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَآ أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَآ أَتَاهَآ أَمْرُنَا لَيْلاً أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِاْلأَمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Sesungguhnya  perumpamaan kehidupan dunia itu, adalah seperti air yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanaman-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya dan berhias, dan permliknya mengira bahwa mereka pasti  menguasainya (memetik hasilnya), tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan  laksana tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang berfikir.” (QS. Yunus : 24)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحدُكُمْ أُصْبُعَهُ فِي الْيَمِّ . فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ؟

Dunia dibanding akhirat, tidak lain seperti salah seorang di antara kamu menyelupkan jarinya ke dalam lautan (kemudian diangkat), lalu lihatlah yang menempel darinya?” (HR. Muslim)

 

Hikmah di Balik Musibah

Berbagai macam bencana, musibah, kecelakaan, dan kematian yang kita lihat seharusnya membuat diri kita berhenti dari sikap ini “Mengerahkan pikiran dan tenaga hanya untuk meraih kenikmatan dunia”, karena pada bencana, musibah, kecelakaan, dan kematian terdapat bukti nyata akan fananya dunia dan tidak pantasnya dijadikan sebagai tempat tujuan.

Cara Pandang yang Salah

Sebenarnya, tidak mengapa meraih kesenangan dunia, hanya saja yang menjadi masalah adalah ketika sibuk dengan dunia sampai lupa dengan akhirat. Shalat lima waktu dan ibadah-ibadah lainnya yang sesungguhnya manusia diciptakan untuk itu malah ditinggalkan dan tidak menggunakan kenikmatan yang ada untuk itu. Nampaknya, untuk orang yang seperti ini hanya maut saja yang dapat membuatnya menyadari kelalaiannya. AllahTa’ala berfirman,

وَأَنفِقُوا مِن مَّارَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ {10} وَلَن يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَاللهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
{11}

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata (menyesali): “Wahai Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan aku sedikit waktu lagi, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”– Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan  seseorang apabila telah datang waktunya. Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munaafiquun : 10-11)

Akibatnya ia pun menyesal, karena terlena oleh dunia dan tidak sempat beramal.

Sungguh sangat sedikit sekali orang yang memiliki pandangan “Dunia adalah ladang tempat beramal” sebagai persiapan menuju negeri yang kekal, yaitu akhirat. Padahal inilah pandangan yang benar terhadap dunia yang seharusnya dimiliki oleh setiap insan. Oleh karena itu, ia pun menjadikan berbagai fasilitas yang ada sebagai sarana untuk memperbanyak amal shalih.

Dunia adalah jembatan menuju akhirat, di dunia ia bisa memperbanyak bekal, yaitu takwa. Dunia adalah tempat ibadah, tempat shalat, tempat puasa, tempat bersedekah, tempat berjihad, dan tempat ia berlomba-lomba dengan saudaranya untuk menggapai kebaikan (surga).

نَفَعَنِيَ اللهُ وَإِيَّاكُمْ بِالقُرْآنِ العَظِيْمِ، وَبِسُنَّةِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُهُ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ…

Petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Dalam Menjalani Hidup di Dunia

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

Jadilah kamu di dunia  seakan-akan sebagai orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HR. Bukhari)

Yakni janganlah Anda cenderung kepada dunia, jangan Anda jadikan sebagai tempat tujuan, jangan sampai terlintas dalam diri Anda bahwa Anda akan kekal di situ, jangan berlebihan terhadapnya, jangan sampai hati Anda bergantung kepadanya, jangan sampai Anda disibukkan oleh selain tujuan Anda yang sebenarnya di dunia ini (yaitu memperbanyak bekal).

Cukuplah kiranya teladan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai contoh terdepan dalam berpandangan seperti ini, Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhuberkata:

نَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حَصِيرٍ فَقَامَ وَقَدْ أَثَّرَ فِي جَنْبِهِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوِ اتَّخَذْنَا لَكَ وِطَاءً فَقَالَ مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur di atas tikar. Ketika bangun, tikar itu memberikan bekas pada badan bagian samping beliau. Lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami membuatkan untukmu kasur?” Beliau menjawab, “Apa kepentinganku terhadap dunia ini! Aku di dunia ini hanyalah seperti orang yang menaiki kendaraan sedang berteduh sebentar di bawah sebuah pohon, kemudian akan pergi meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)

Amr bin Harits radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika wafatnya tidak meninggalkan satu dinar, satu dirham, budak laki-laki maupun budak perempuan, dan tidak meninggalkan apa-apa selain seekor bighal putih (kuda yang lahir dari perkawinan kuda dan keledai) yang biasa ditungganginya, senjatanya, dan tanahnya yang disedekahkan untuk ibnus sabil.” (HR. Bukhari)

Sungguh indah ucapan penyair berikut,

اِنَّ ِللهِ عِبَادًا فُطَنَا         طَلَّقُوا الدُّنْيَا وَخَافُو اْلفِتَنَا

نَظَرُوْا فِيْهَا عَلِمُوْا         اَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ وَطَنًا

جَعَلُوْهَا لُجَّةً وَاتَّخَذُوْا    صَالِحَ اْلاَعْمَالِ فِيْهاَ سُفُنًا

“Sesungguhnya Allah memiliki hamba yang cerdas,

Mereka melepaskan dunia dan takut akan terfitnah,

Mereka melihat dunia itu dengan sebenarnya,

Maka sadarlah mereka bahwa ia tidak pantas

dijadikan tempat menetap,

Mereka pun menjadikan dunia sebagai samudera,

dan menjadikan amal yang shalih sebagai bahtera.

Oleh karena itu sudah sepantasnya kita memiliki sikap Zuhud terhadap dunia.

Nasehat Ulama Tentang Zuhud

Ali bin Abi Thalib berkata, “Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan dan akhirat akan datang menyongsong. Masing-masing dari keduanya  memiliki anak-anak, jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan menjadi anak-anak dunia, karena sesungguhnya hari ini adalah (waktu) beramal dan belum dihisab, sedangkan nanti adalah hisab dan tidak lagi bisa beramal.”

Abdullah bin ‘Aun berkata, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu menjadikan untuk dunia ini sisanya (dari bekerja) untuk akhirat, namun kamu menjadikan untuk akhirat kamu sisanya (dari bekerja) untuk duniamu.”

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ

، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا

أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

sumber: KhotbahJumat.com

Kita Tak Akan Mampu Halangi Malaikat Maut

KEMARIN saya sempatkan diri menjenguk sahabat sekaligus saudara saya yang sedang opname di RSUD Sumenep. Dulu, saat bersama-sama mondok di PPSS Sukorejo, dia adalah salah seorang pemuda yang gagah, kekar dengan dada berbulu.

Pencak silat dan karate adalah salah satu hobinya. Saat ini, dia takluk pada asam urat, kolestrol dan kencing manis. Allah mengujinya dengan penyakit stroke, yang semoga Allah segera sembuhkan.

RSUD Sumenep penuh sekali dengan pasien dan pengunjung. Entah apakah karena memang karena menjadi RS Favorit atau karena terpaksa tak ada lagi pilihan RS di Kabupaten yang kaya minyak ini. Lorong-lorong penghubung antar kamar penuh dengan pasien dengan fasilitas seadanya. Peralatan infus ditempelkan senempelnya di tembok yang tak bisa dibilang baru. Fasilitas dan suasananya betul-betul beraroma rumah “sakit.”

Sayapun berandai, walaupun saya tak pernah ada ingin untuk menjadi: “Anda saya jadi pemegang kuasa, rumah sakit adalah yang akan paling saya prioritaskan untuk diperbaiki dan dilengkapi agar orang sakit yang datang tak semakin sakit untuk kemudian mati.”

Di RSUD banyak yang cerita bahwa setiap hari selalu ada yang mati. Saya besarkan jiwa mereka dengan berkata bahwa kematian bukan urusan RSUD, melainkan memang karena sudah waktunya. Siapapun pasti mati pada waktunya, walaupun kaya dan berkuasa bisa membeli dan memerintahkan siapa saja.

Para presiden sudah banyak yang mati sebagaimana para hartawan atau konglomerat sudah banyak yang masuk kuburan. Lalu kita kapan? Ya jangan tanyakan saya, tapi siap-siap saja. Kematian pasti datang.

Seorang kaya yang sudah pensiun berupaya keras untuk tidak mati. Rumahnya dipagari tembok tinggi yang aksesnya cuma jalan masuk kecil selebar setengah meter kali 35 meter. Menurutnya tak akan ada yang bisa masuk tanpa terpantau. Suatu hari dia baca koran di depan rumahnya. Ketika khusuk, truk gandeng tabrakan di jalan raya, satu bannya copot dan berjalan sendiri melewati lorong masuk itu. Dengan cepat ban itu naik ke pangkuan orang itu, menabraknya dan kemudian dia mati.

Sekuat apapun kita berupaya tak mati bukan berarti kita mampu menghalangi datangnya malaikat maut. Selalu bersiap-siaplah dengan istiqamah dalam iman dan amal shalih. Salam, AIM. [*]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2293751/kita-tak-akan-mampu-halangi-malaikat-maut#sthash.GEMmYDa2.dpuf

Siapa Yang Menjamin Umurmu Bisa Bertahan Hingga Esok Hari

Siapa Yang Menjamin Umurmu Bisa Bertahan Hingga Esok Hari

Syeikh Utsaimin -rohimahulloh- mengatakan:

Jangan berangan-angan bahwa bila kamu hidup di pagi hari; akan bisa bertahan hingga sore. Atau bila kamu hidup di sore hari; akan mampu bertahan hingga pagi. Karena betapa banyak orang yg hidup di pagi hari, akhirnya tdk bertahan hingga sore. Sebaliknya, betapa banyak orang hidup di waktu sore, akhirnya tidak bertahan hingga waktu pagi.

Betapa banyak orang memakai baju sendiri, akhirnya baju tersebut dilepas oleh pemandi jenazah. Betapa banyak orang yg meninggalkan keluarganya, lalu mereka menyiapkan makan siang atau makan malam untuknya, tapi akhirnya dia tidak bisa menyantapnya. Dan betapa banyak orang yg tidur, akhirnya dia tidak bangun lagi dari kasurnya.

Intinya: bahwa seseorang jangan sampai memanjangkan angan-angannya.Tapi, hendaknya dia waspada, cerdas, giat, dan tidak malas.

[Syarah Riyadhus Sholihin, jilid 3, bab: mengingat kematian dan memendekkan angan]

 

sumber: Vvanita

Subhanallah! Inilah Fakta Ilmiah dibalik Waktu Sholat

Shalat adalah suatu kewajiban dari Allah atas setiap orang mukmin. Dimana Allah memerintahkannya dalam sejumlah firman-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an. Firman Allah :

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” 

Dalam ayat lain Allah berfirman, “Peliharalah segala shalat dan (peliharalah) shalat wustha.”

Rasulullah menjadikan shalat sebagai tiang kedua dari tiang-tiang bangunan Islam yang lima, seraya berkata,

“Islam didirikan di atas lima tiang, yaitu: bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang berhak di ibadahi selain Allah dan sesengguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji ke Baitullah serta berpuasa dibulan Ramadhan.” 

Shalat fardhu ada lima: zhuhur, ashar, maghrib, ‘isya, dan subuh. Sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat berikut ini:

Dari Anas bin Malik ia berkata, “Telah difardhukan atas Nabi pada malam Isra’ shalat sebanyak lima puluh (waktu), kemudian dikurangi hingga menjadi lima waktu. Kemudian, Beliau di seru: “Ya, Muhammad, sesungguhnya ketetapan disisi-KU tidak bisa diubah. Dan untukmu shalat lima (waktu) ini sama dengan lima puluh (waktu).” 

Dari Thalhah bin Ubaidillah bahwa ada seorang Arab Badwi datang kepada Rasulullah dengan rambut yang tidak tersisir seraya berkata, Ya, Rasulullah beritahukan kepadaku shalat yang Allah fardhukan kepadaku!” jawab Beliau: “Shalat yang lima (waktu) kecuali kalau engkau mau shalat tathawwu (shalat sunnah).”

Dibalik wajibnya melaksanakan Shalat Fardhu, ternyata dari waktu sholat yang 5 waktu itu terkandung banyak hikmah yang bisa kita dapatkan dilihat dari faktor kesehatan, ilmu pengetahuan, psikologi dan lain-lain. Berikut pengamatan para ahli di bidangnya mengenai masalah waktu sholat, salah satu rukun Islam, karena ada rahasia dibalik peralihan/perpindahan waktu sholat.

Setiap perpindahan/peralihan waktu sholat sebenarnya bersamaan dengan terjadinya perubahan tenaga alam yang bisa diukur dan dirasakan melalui perubahan warna alam. Fenomena perubahan warna alam ini tidak asing bagi penggemar dan praktisi fotografi/video/film juga dalam industri cahaya/lampu,percetakan, astrofisika dan lain-lain karena ada istilah suhu/temperatur warna (color temperature) dimana kalau siang itu bluish (kebiru-biruan) dan kalau sore itu reddish(kemerah-merahan)- Suhu warna biasanya menggunakan satuan Kelvin (K) sebagai perangkat pengukurannya.

WAKTU SUBUH

Pada waktu subuh, alam berada dalam spectrum warna biru muda yang bersesuaian dengan frekuensi tiroid (kelenjar gondok). Dalam ilmu Fisiologi (Ilmu Faal-salah satu dari ilmu biologi yang mempelajari berlangsungnya sistem kehidupan) tiroid mempunyai pengaruh terhadap sistem metabolisma tubuh manusia. Warna biru muda juga mempunyai rahasia tersendiri berkaitan dengan rejeki dan cara berkomunikasi. Mereka yang masih tertidur nyenyak pada waktu Subuh akan menghadapi masalah rejeki dan komunikasi. Mengapa? Karena tiroid tidak dapat menyerap tenaga biru muda di alam ketika roh dan jasad masih tertidur. Pada saat azan subuh berkumandang, tenaga alam ini berada pada tingkatan optimum. Tenaga inilah yang kemudian diserap oleh tubuh kita terutama pada waktu ruku dan sujud.

line-height: 22.3999996185303px; margin: 0px; padding: 0px;”>WAKTU ZUHUR

Alam berubah menguning dan ini berpengaruh kepada perut dan sistem pencernaan manusia secara keseluruhan. Warna ini juga punya pengaruh terhadap hati. Warna kuning ini mempunyai rahasia berkaitan dengan keceriaan seseorang. Jadi bagi mereka yang selalu ketinggalan atau melewatkan sholat Zuhur berulang kali akan menghadapi masalah dalam sistem pencernaan serta berkurang keceriaannya.

WAKTU ASHAR

Alam berubah lagi warnanya menjadi jingga/oranye (warna antara merah dan kuning). Hal ini berpengaruh cukup signifikan terhadap organ tubuh yaitu prostat ( kelenjar eksorin pada pria jantan, fungsi utamanya adalah untuk mengeluarkan dan menyimpan sejenis cairan yang menjadi dua pertiga bagian dari air mani), rahim , ovarium/ indung telur (kelenjar kelamin wanita) , dan testis (kelenjar kelamin jantan) yang merupakan sistem reproduksi secara keseluruhan. Warna oranye di alam juga mempengaruhi kreativitas seseorang. Orang yang sering ketinggalan waktu Asar akan menurun daya kreativitasnya. Disamping itu organ-organ reproduksi ini juga akan kehilangan tenaga positif dari warna alam tersebut.

WAKTU MAGHRIB

Warna alam kembali berubah menjadi merah. Sering pada waktu ini kita mendengar banyak nasehat orang tua agar tidak berada di luar rumah. Nasehat tersebut ada benarnya karena pada saat Maghrib tiba, spektrum warna alam selaras dengan frekuensi jin dan iblis. Pada waktu ini jin dan iblis amat bertenaga(powerful) karena mereka bergema atau ikut bergetar dengan warna alam. Mereka yang sedang dalam perjalanan sebaiknya berhenti sejenak dan mengerjakan sholat Maghrib terlebih dahulu. Hal ini lebih baik dan lebih selamat karena pada waktu ini banyak gangguan (interferensi-interaksi antar gelombang dalam satu daerah-bisa membangun dan merusak) atau terjadi tumpang-tindih dua atau lebih gelombang yang berfrekuensi sama atau hampir sama dan bisa menimbulkan fatamorgana yang bisa mengganggu mata(penglihatan) kita.

WAKTU ISYA

Selanjutnya pada waktu ini warna alam berubah menjadi nila (indigo) dan selanjutnya menjadi gelap. Waktu Isya mempunyai rahasia ketenteraman dan kedamaian yang frekuensinya sesuai dengan sistem kontrol otak. Mereka yang sering ketinggalan waktu Isya akan sering merasa gelisah. Untuk itulah ketika alam mulai diselimuti kegelapan, kita dianjurkan untuk mengistirahatkan tubuh ini. Dengan tidur pada waktu ini, keadaan jiwa kita berada pada gelombang Delta dengan frekuensi dibawah 4HZ (Hertz adalah satuan ukur untuk frekuensi) dan seluruh sistem tubuh memasuki waktu rehat.

Selepas tengah malam, alam mulai bersinar kembali dengan warna-warna putih, merah jambu dan kemudian ungu. Perubahan warna ini selaras dengan kelenjar pineal (badan pineal atau “mata ketiga”, sebuah kelenjar endokrin pada otak)kelenjar pituitary (hipofisis), thalamus(struktur simetris garis tengah dipasangkan dalam otak vertebrata termasuk manusia dan fungsinya mencakup sensasi menyampaikan, rasa khusus dan sinyal motor ke korteks serebral, bersama dengan pengaturan kesadaran, tidur dan kewaspadaan) dan hypothalamus(hipotalamus-bagian otak yang terdiri dari sejumlah nucleus dengan berbagai fungsi yang sangat peka terhadap steroid, glukokortikoid, glukosa dan suhu). Maka sebaiknya kita bangun lagi pada waktu ini untuk mengerjakan sholat malam(tahajud).

Demikianlah ringkas hubungan antara waktu shalat dengan warna alam. Manusia sebaiknya sadar akan pentingnya tenaga alam. Faktor-faktor inilah yang mendasar kegiatan meditasi seperti taichi, qi-gong dan sebagainya. Kegiatan meditasi ini dilakukan untuk menyerap tenaga-tenaga alam ke sistem tubuh. Kita sebagai umat Islam sepatutnya bersyukur karena telah di’karuniakan’ syariat shalat oleh Allah SWT sehingga jika laksanakan sesuai aturan maka secara tak sadar kita telah menyerap tenaga alam ini. Ini mungkin belum pernah terfikir oleh kita sebelumnya.

Inilah hakikat mengapa Allah SWT yang memiliki sifat Pengasih dan Penyayang mewajibkan shalat kepada kita sebagai hambaNYA. Sebagai Pencipta Allah swt mengetahui bahwa hambaNYA amat sangat memerlukan-Nya. Shalat di awal waktu akan membuat badan semakin sehat.

Semoga informasi ini dapat menambah semangat kita untuk melaksanakan shalat tepat pada waktunya , dan bersegera ke mesjid bagi laki-laki.

Hikmah-hikmah Shalat

Kita sebagai manusia dengan keterbatasan tidak mungkin mengetahui dan mengungkap seluruh hikmah yang terkandung dalam apa yang Allah syariatkan dan tetapkan. Apa yang kita ketahui dari hikmah Allah hanyalah sebagian kecil, dan yang tidak kita ketahui jauh lebih besar, “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra`: 85).

Allah adalah al-Hakim, pemilik hikmah, tidak ada sesuatu yang Dia syariatkan kecuali ia pasti mengandung hikmah, tidak ada sesuatu dari Allah yang sia-sia dan tidak berguna karena hal itu bertentangan dengan hikmahNya.

Sekecil apapun dari hikmah Allah dalam sesuatu yang bisa kita ketahui, hal itu sudah lebih dari cukup untuk mendorong dan memacu kita untuk melakukan sesuatu tersebut karena pengetahuan tentang kebaikan sesuatu melecut orang untuk melakukannya.

Setiap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengandung kebaikan untuk hamba-hamba-Nya. Memperhambakan diri kepada Allah bermanfaat untuk kepentingan dan keperluan yang menyembah bukan yang disembah. “Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyaat: 57-58)

Penghambaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadi tujuan hidup dan tujuan keberadaan kita di dunia, bukanlah suatu penghambaan yang memberi keuntungan bagi yang disembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi yang menyembah. Penghambaan yang memberikan kekuatan bagi yang menyembahnya.

وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40)

Imam Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu kepada kalian bukan karena berhajat padanya, dan tidak melarang sesuatu atas kalian karena bakhil. Akan tetapi Dia memerintahkan sesuatu pada kalian karena di dalamnya terdapat kemaslahatan untuk kalian, dan melarang sesuatu karena di dalamnya terdapat mafsadat (kerusakan). Oleh karenanya bukan hanya satu tempat di dalam al-Qur’an yang memerintahkan berbuat perbaikan dan melarang berbuat kerusakan.”

Ibadah shalat yang merupakan ibadah teragung dalam Islam termasuk ibadah yang kaya dengan kandungan hikmah kebaikan bagi orang yang melaksanakannya. Siapa pun yang mengetahui dan pernah merasakannya mengakui hal itu, oleh karena itu dia tidak akan rela meninggalkannya, sebaliknya orang yang tidak pernah mengetahui akan berkata, untuk apa shalat? Dengan nada pengingkaran.

Di antara hikmah-hikmah shalat adalah:

Pertama: Manusia memiliki dorongan nafsu kepada kebaikan dan keburukan, yang pertama ditumbuhkan dan yang kedua direm dan dikendalikan. Sarana pengendali terbaik adalah ibadah shalat. Kenyataan membuktikan bahwa orang yang menegakkan shalat adalah orang yang paling minim melakukan tindak kemaksiatan dan kriminal, sebaliknya semakin jauh seseorang dari shalat, semakin terbuka peluang kemaksiatan dan kriminalnya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala;

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45).

Dari sini kita memahami makna dari penyandingan Allah antara menyia-nyiakan shalat dengan mengikuti syahwat yang berujung kepada kesesatan.

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59).

Kedua: Seandainya seseorang telah terlanjur terjatuh kedalam kemaksiatan dan hal ini pasti terjadi karena tidak ada menusia yang ma’shum (terjaga dari dosa) selain para nabi dan rasul, maka shalat merupakan pembersih dan kaffarat terbaik untuk itu.
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam mengumpamakan shalat lima waktu dengan sebuah sungai yang mengalir di depan pintu rumah salah seorang dari kita, lalu dia mandi di sungai itu lima kali dalam sehari semalam, adakah kotoran ditubuhnya yang masih tersisa?
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Menurut kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian di mana dia mandi di dalamnya setiap hari lima kali, apakah masih ada kotorannya yang tersisa sedikit pun?” Mereka menjawab,”Tidak ada kotoran yang tersisa sedikit pun.” Rasulullah saw bersabda, “Begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki mendaratkan sebuah ciuman kepada seorang wanita, lalu dia datang kepada Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam dan menyampaikan hal itu kepada beliau, maka Allah menurunkan, “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Hud: 114) Laki-laki itu berkata, “Ini untukku?” Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Untuk seluruh umatku.” (Muttafaq Alaihi).

Ketiga: Hidup manusia tidak terbebas dari ujian dan cobaan, kesulitan dan kesempitan dan dalam semua itu manusia memerlukan pegangan dan pijakan kokoh, jika tidak maka dia akan terseret dan tidak mampu mengatasinya untuk bisa keluar darinya dengan selamat seperti yang diharapkan, pijakan dan pegangan kokoh terbaik adalah shalat, dengannya seseorang menjadi kuat ibarat batu karang yang tidak bergeming di hantam ombak bertubu-tubi.
Firman Allah, (artinya) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Al-Baqarah: 45).
Ibnu Katsir berkata, “Adapun firman Allah, ‘Dan shalat’, maka shalat termasuk penolong terbesar dalam keteguhan dalam suatu perkara.”
Firman Allah (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153).
Ibnu Katsir berkata, “Allah Taala menjelaskan bahwa sarana terbaik sebagai penolong dalam memikul musibah adalah kesabaran dan shalat.”

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Hudzaefah bahwa jika Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam tertimpa suatu perkara yang berat maka beliau melakukan shalat. (HR. Abu Dawud nomor 1319).

Keempat: Hidup memiliki dua sisi, nikmat atau musibah, kebahagiaan atau kesedihan. Dua sisi yang menuntut sikap berbeda, syukur atau sabar. Akan tetapi persoalannya tidak mudah, karena manusia memiliki kecenderungan kufur pada saat meraih nikmat dan berkeluh kesah pada saat meraih musibah, dan inilah yang terjadi pada manusia secara umum, kecuali orang-orang yang shalat. Orang yang shalat akan mampu menyeimbangkan sikap pada kedua keadaan hidup tersebut.

Firman Allah, (artinya), “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.” (Al-Ma’arij: 19-23).
Ibnu Katsir berkata, “Kemudian Allah berfirman, ‘Kecuali orang-orang yang shalat’ yakni manusia dari sisi bahwa dia memiliki sifat-sifat tercela kecuali orang yang dijaga, diberi taufik dan ditunjukkan oleh Allah kepada kebaikan yang dimudahkan sebab-sebabnya olehNya dan mereka adalah orang-orang shalat.”

Sebagian dari hikmah yang penulis sebutkan di atas cukup untuk membuktikan bahwa shalat adalah ibadah mulia lagi agung di mana kita membutuhkannya dan bukan ia yang membutuhkan kita, dari sini kita mendapatkan ayat-ayat al-Qur`an menetapkan bahwa perkara shalat ini merupakan salah satu wasiat Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi kepada umatnya.

Allah berfirman tentang Isa putra Maryam,

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا

Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan dia mewasiatkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (Maryam: 31).

Allah berfirman tentang Musa, (artinya) “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Thaha: 14).

Allah berfirman tentang Ismail, (artinya) “Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Maryam: 55).

Allah berfirman tentang Ibrahim, (artinya) “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Ibrahim: 40).

Allah berfirman tentang Nabi Muhammad, (artinya) “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132).
Wallahu a’lam!!!!

 

 

– See more at: http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2009/07/07/166/hikmahhikmah-shalat/#sthash.j3SmzNDC.dpuf

Shalat, Amal yang Pertama Kali Dihisab

Kadang tanpa sadar kita menunda-nunda shalat. Sengaja mengakhirkannya, dengan segudang alasan kesibukan duniawi.

Bukankah shalat adalah amal yang pertama kali ditanya dan dihisab? Mengapa kita selalu punya banyak alasan untuk mengakhirkan atau menunda-nunda melaksanakannya?

Mari terus perbaiki shalat kita… Semoga ibadah kita diterima Allah Swt dan mendapat keridhoan-Nya.

Aamiin.

 

sumber: Annida Online