Tolong, Jauhi 7 Perkara Pemicu Perceraian

Pernikahan yang bahagia dan langgeng hingga akhir hayat tentu menjadi impian bagi banyak orang. Sayangnya beberapa kejadian umum yang dialami sepasang suami istri dapat berisiko meningkatkan perceraian.

Kepala psikolog sekaligus penasihat pernikahan dari New York, Elizabeth Ochoa, PhD mengemukakan setidaknya ada lima kejadian umum yang dapat meningkatkan risiko perceraian jika tidak dihadapi dengan bijaksana. Berikut ini ialah tujuh kejadian umum dalam hidup yang dapat meningkatkan risiko perceraian dan cara menghadapinya dengan bijak menurut Ochoa seperti dilansir ABC News.

Sakit
Ketika salah satu pasangan menderita penyakit kronis yang serius, tentu akan ada hal yang berubah di dalam ritme hubungan pasangan suami-istri tersebut. Sakit yang parah, lanjut Ochoa, akan membawa pasangan ke dalam kondisi sulit di mana mereka perlu menanggung banyak beban moril dan materiil. Kondisi ini juga akan memaksa salah satu pihak yang sehat untuk berperan lebih besar demi membantu pihak yang sakit.

Berdasarkan penelitian Iowa State Univesiry, ada 6 persen kasus perceraian yang terjadi akibat istri menderita penyakit kronis. Akan tetapi, angka perceraian tidak meningkat ketika yang sakit merupakan suami.

Ochoa menilai lebih sulit bagi laki-laki untuk turut menjalani peran sebagai ibu dalam rumah tangga ketika istri menderita sakit. Oleh karena itu, kasus perceraian lebih banyak terjadi ketika istri menderita sakit dibandingkan ketika suami menderita sakit.

Ochoa menilai risiko ini bisa dihindari jika salah satu pihak yang sehat terbiasa dengan membantu peran pasangannya. Dengan begitu, ketika pasangan mereka sakit, tidak akan sulit bagi pasangan yang sehat untuk melakukan dua peran dan membiasakan diri.

Perubahan Pekerjaan
Dalam penelitian Ohio State University pada 2011 lalu, diketahui bahwa pria tanpa pekerjaan cenderung akan meninggalkan istri mereka atau ditinggalkan istrinya. Kehilangan pekerjaan yang dialami salah satu pasangan dapat membuat pasangan suami istri merasa tertekan mengenai masalah keuangan, kesejahteraan dan tanggungjawab. Tekanan tersebut dapat berujung kepada rasa ketidakpuasan dalam berumahtangga.

Akan tetapi, Ochoa mengatakan bukan kehilangan pekerjaan yang menyebabkan terjadinya ketidakbahagiaan di antara pasangan suami istri. Ochoa mengatakan ketidakbahagiaan tersebut dapat berasal dari apa pun yang menyebabkan adanya perubahan dalam kondisi keuangan, jadwal, hingga cara suami istri menghabiskan waktu bersama.

Ochoa mengatakan, ketika perubahan tersebut membuat salah satu pasangan tidak lagi memprioritaskan pernikahan, maka konflik akan mulai terjadi. Ketika pasangan mulai memprioritaskan hal lain di atas pernikahan, Ochoa mengatakan pasangan lainnya akan merasa terisolasi dan marah.

Memiliki Anak
Memiliki anak merupakan sebuah kebahagiaan bagi pasangan suami istri. Akan tetapi, ada pula kasus perceraian yang terjadi akibat salah satu pihak tidak sepakat mengenai rencana memiliki anak. Selain itu, meski kedua pihak sama-sama menginginkan anak, ralita sulitnya merawat bayi dan membesarkan anak dapat menyebabkan perubahan yang kurang baik dalam hubungan suami dan istri. Dalam Journal of Family Psichology misalnya, sebanyak 67 persen apsangan merasakan kepuasan atas pernikahan mereka menurun dalam waktu tiga tahun pertama setelah kelahiran bayi mereka.

Untuk mengatasnya, Ochoa mengatakan dibutuhkan kesediaan dari suami dan istri untuk berkompromi dan berkomunikasi secara terbuka. Selain itu, sikap yang baik dari kedua belah pihak juga dapat membantu pasangan tersebut dalam mengatur peran mereka masing-masing dalam merawat dan membesarkan anak dengan seimbang.

Hidup Terpisah
Sebuah penelitian dari RAND Corporation terhadap keluarga militer menemukan bahwa risiko perceraian pada anggota militer dipengaruhi dengan lamanya mereka bertugas dan terpisah dari keluarga. Selain itu, prajurit yang sempat terjun dalam peperangan juga tidak hanya harus berhadapan dengan waktu perpisahan yang lama dengan keluarga tetapi juga tekanan traumatik pascapeperangan ketika mereka kembali dari medan pertempuran.

Ochoa mengatakan, pasangan yang memutuskan untuk hidup terpisah akibat beberapa alasan, seperti alasan pekerjaan atau urusan keluarga, tidak merasakan dampak yang serupa dengan penelitian tersebut. Akan tetapi, hidup terpisah tetap akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan pernikahan suami dan istri.

Setiap orang, lanjut Ochoa, memiliki kadar kenyamanan terkait kedekatan dan jarak dengan pasangan yang berbeda-beda. Jika kedua belah pihak merasa nyaman hidup terpisah, maka tidak ada masalah yang timbul jika mereka tidak tinggal bersama. Akan tetapi, jika salah satu pihak merasa tidak nyaman akibat rasa takut diabaikan, isu kepercayaan hingga takut akan kesetiaan pasangannya, maka hidup terpisah akan mempengaruhi hubungan suami dan istri tersebut.

Trauma
Pasangan yang mengalami kejadian traumatis bersama-sama bisa jadi memiliki hubungan yang lebih dekat dibandingkan sebelumnya. Akan tetapi, terkadang seseorang justru merasa perlu untuk menjauh dari berbagai hal yang dapat mengingatkan mereka akan kejadian traumatis tersebut, termasuk dari orang yang bersama-sama mengalami kejadian traumatis tersebut. Pasalnya, kenangan buruk akan kejadian traumatis tersebut dapat muncul kembali karena kehadiran dari pasangan mereka yang saat itu sama-sama mengalami kejadian traumatis.

Hilang Rasa
Ochoa mengatakan pada 2013 lalu kasus perceraian pada orang yang sudah lanjut usia lebih banayk terjadi dibandingkan dengan kasus ditinggal mati oleh pasangan. Seiring berjalannya waktu, pasangan suami dan istri akan merasa telah kehilangan pertalian di antara keduanya. Ketiadaan kedekatan hubungan, baik secara fisik, emosional atau pun keduanya juga dapat menjadi penyebab dari hilangnya ‘koneksi’ di antara suami dan istri.

Ketidaksetiaan
Ochoa mengatakan perselingkuhan dapat menjadi momentum bagi suami istri untuk menyadari masalah dalam hubungan mereka. Akan tetapi di saat perselingkuhan tersebut telah sangat mempengaruhi secara emosinal dan berlangsung lama, maka perselingkuhan tersebut dapat menjadi pintu dari terjadinya perceraian.

Jalan Keluar
Ochoa mengatakan apa pun kejadian dalam hidup yang dialami pasangan suami dan istri, keterbukaan dan kejujuran di antara kedua belah pihak merupakan kunci untuk mengatasi masalah bersama. Jika kedua belah pihak merasa tidak dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri, Ochoa mengatakan pasangan tersebut tidak perlu ragu meminta pertolongan dari pihak ketiga.

Menurut Ochoa, membiarkan masalah berlarut-larut akan membuat pasangan suami dan istri cenderung sulit untuk menyelesaikan masalah dan malah memiliki risiko perceraian lebih besar dan tak terhindarkan. Dengan mengatasi masalah dalam hubungan sejak dini, Ochoa menilai isu perceraian dapat terhindarkan.

 

 

REPUBLIKA

Pentingnya Fondasi Agama untuk Membangun Rumah Tangga

Dalam beberapa tahun terakhir, angka perceraian di Indonesia terus meningkat. Inisiatif perceraian tersebut banyak datang dari kaum perempuan.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Siti Noordjanah Djohantini, mengatakan, untuk membangun rumah tangga setiap calon pasangan harus mempunyai fondasi agama yang kuat. “Fondasi agama harus kuat. Kalau Fondasi agamanya kuat insya Allah badai apa pun akan bisa dihadapi,” ujar Siti saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (20/8).

Dia mengatakan pada prinsipnya untuk membangun keluarga sakinah setiap calon pengantin harus dibekali dengan konsep berkeluarga. Karena itu, menurut dia, Kementerian Agama harus mensosialisasikan terkait konsep menikah tersebut, khususnya terhadap pasangan yang menikah dini. “Sejak masih remaja harus dikenalkan bagaimana konsep berkeluarga menuju dewasa,” ujarnya.

Menurut dia, dalam membangun mahligai rumah tangga bukan hanya berbicara persoalan materi tapi juga bagaimana membangun hubungan batin yang kuat. Bahkan, kata dia, setiap pasangan yang menikah harus mampu mempertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT kelak. “Di sana harus ada saling menghargai dan saling memberikan dukungan. Tapi harus kembali lagi pondasinya adalah agama. Untuk apa kepentingan menikah itu,” kata Siti.

Dia menyebut, selama ini salah satu penyebab terbesar terjadinya perceraian adalah karena kurangnya pemahaman agama dan juga menikah muda. Namun, menurut dia, masih banyak faktor lain yang menjadi penyebab hancurnya sebuah rumah tangga. “Karena itu pernikahan harus disiapkan, baik mental, spiririal maupun fisik untuk menghadapi kehidupan. Di antara faktor lainnya pasti banyak dan saya tidak selalu mengatakan karena ekonomi,” ujarnya.

 

REPUBLIKA

Allah Maha Kuat

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Dialah Allah yang telah menciptakan langit bumi dan segala isinya, mengaturnya dan mencukupi rezekinya. Hanya kepada Allah kita menyembah dan memohon pertolongan. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda Nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, semoga Allah Swt Yang Maha Kuat, menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang kuat. Kuat secara lahir, kuat secara batin, kuat akal, kuat hati, kuat ilmu. Karena ternyata mumin yang lebih dicintai Allah dan dinilai lebih baik oleh Allah adalah mumin yang kuat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.“Mumin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripadamumin yang lemah; danpada keduanya ada kebaikan.”(HR. Muslim, Ahmad, Ibn Majah, Nasai)

Salah satu asma Allah adalahAl Qowiy,Allah Maha Kuat. Al Qowiy terambil dari rangkaian hurufqof, wau, ya,yang artinya adalah keras, kuat, lawan dari lemah. Al Quran menyebut kata ini sebanyak sebelas kali. Sembilan diantaranya mensifati Allah, dua diantaranya mensifati nabi Musa a.s dan jin Ifrit, Dari sembilan yang disandarkan kepada Allah, tujuh diantaranya dikaitkan dengan kataAl Aziz,Allah Yang Maha Bijaksana. Artinya, kekuatan itu menjadi dahsyat jikalau dipegang oleh yang memiliki kebijaksanaan.

Kekuatan Allah Swt meliputi seluruh alam semesta. Allah betul-betul berkuasa penuh atas alam ini. Tidak ada satu titik pun kecuali tunduk pada kehendak Allah. Langit, gunung, samudra, hujan, matahari, bulan, bintang-bintang, hingga serangga paling kecil di dalam tanah, seluruhnya tunduk pada kekuasaan Allah Swt.

Bagaimana dengan iblis yang membangkan? Iblis pun membangkang atas izin Allah. Bagaimana dengan manusia-manusia yang ingkar? Mereka pun ada dalam kekuasaan Allah. Mudah saja bagi Allah untuk menghentikan detak jantungnya. Allah yang menidurkan mereka dan membangunkan mereka kembali. Allah yang menyediakan bagi mereka rezeki. Allah yang menjadikan mereka tua hingga pada saatnya tiba, Allah yang mematikan mereka.

Tidak ada makhluk yang hebat. Jika memang hebat, cobalah jangan bernapas. Jika memang hebat, cobalah jangan tidur. Jika memang hebat, coba tahan pertumbuhan kukunya. Jika memang hebat, cobalah jangan menjadi tua. Jadi, tidak ada yang kuat di alam semesta ini, kecuali karena dikuatkan oleh Allah Swt.

Allah Maha Kuat. Tidak bisa diancam oleh apapun dan oleh siapapun. Pembangkangan makhluk tidak membuat berkurang sedikitpun kekuatan-Nya. Demikian juga, ketaatan makhluk tidak akan menambah kekuatan-Nya. Allah Maha Kuat, sebelum dan sesudah apapun.

Maka saudaraku, sungguh kita tidak memiliki daya dan kekuatan apapun kecuali Allah yang memberikan kekuatan itu.Laa haulaa walaa quwwata illaa billah,tiada daya dan tiada kekuatan kecuali atas izin Allah Swt.WAllahu alam bishowab.

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

MOZAIK

Kesungguhan dalam Beribadah

Suatu kali, datanglah seorang sahabat yang tua renta lagi buta kepada Rasulullah SAW. Ia adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Ia da tang meminta izin agar bisa ab sen menunaikan shalat berjamaah di masjid.

“Ya Rasulullah, setiap hari saya datang ke masjid bersama keponakan saya. Namun, sekarang dia sudah meninggal dan tidak ada lagi yang bisa menuntun saya ke masjid. Apakah boleh dengan uzur ini saya tidak ke masjid menunaikan shalat?” Tanya lelaki tua itu.

Rasulullah SAW terdiam mendengar kisahnya. “Wahai Abdullah, apakah eng kau mendengar azan?” tanya Beliau. Abdullah mengiyakan. Kendati rumahnya cukup jauh dari masjid, Abdullah masih mendengarkan Bilal mengumandangkan azan.

“Kalau begitu, engkau tetap harus datang ke masjid,” lanjut Rasulullah SAW. Beliau SAW paham dengan kondisi Abdullah, namun kewajiban tetaplah kewajiban yang harus dilaksanakan tanpa tawar-menawar.

Sebagian riwayat menyebutkan, dibentangkanlah tali dari rumah Abdullah menuju masjid. Tali itu menjadi penuntun jalan bagi Abdullah menuju ke masjid. Setiap hari, ia meraba-raba seraya berpegang kepada tali itu untuk datang ke masjid.

Suatu kali, Abdullah tersandung batu dan terjatuh. Pakaiannya pun kotor terkena lumpur dan berlumuran darah dari luka di kakinya. Ia pun segera pulang untuk mengganti baju dan membersihkan lukanya. Sesaat kemudian ia segera menuju masjid kembali.

Karena tergesa-gesa, Abdullah pun kembali terpeleset dan jatuh. Dengan hati kesal, ia pun kembali ke rumahnya untuk mengganti pakaiannya. Selanjutnya, untuk ketiga kalinya Abdullah segera kembali ke masjid.

Di tengah jalan, ia kembali terpeleset. Namun, dengan sigapnya ia segera ditangkap seorang pemuda. Tidak hanya itu, pemuda tersebut memapah Abdullah hingga sampai ke pintu masjid. Tentu saja ia sangat berterima kasih dengan bantuan si pemuda tersebut.

Herannya, si pemuda berjiwa pahlawan tadi tidak ikut bersama kaum Muslimin untuk menunaikan shalat di masjid. Ia hanya menunggu Abdullah di luar, kemudian mengantarkannya pulang ke rumah. Hal ini terulang beberapa kali pada hari berikutnya.

Abdullah pun menanyakan siapa pemuda yang telah menolongnya itu. Tentu saja Abdullah ingin mendoakan pemuda itu atas kebaikannya. Dan yang paling membuatnya penasaran, mengapa pula pemuda itu tidak ikut shalat di masjid bersamanya?

“Wahai Abdullah, tidak perlu engkau doakan aku dan tidak perlu engkau tahu siapa namaku. Aku adalah iblis,” tegas si pemuda itu.

Abdullah kaget. Ternyata yang biasa menuntunnya ke masjid adalah sesosok iblis. “Lalu mengapa engkau menuntunku ke masjid, sedangkan engkau iblis yang menghalangi manusia mengerjakan shalat?” tanya Abdullah.

Iblis itu akhirnya berkisah. “Saat engkau terjatuh ketika hendak ke masjid, aku mendengar ucapan malaikat bahwa Allah telah mengampuni dosamu. Ketika engkau jatuh kali kedua, aku mendengar bahwa Allah telah mengampuni dosa keluargamu.

Aku takut, jika engkau terjatuh lagi, Allah akan mengampuni dosa orang-orang di sekitarmu,” kisah si Iblis. Itulah alasan yang membuat Iblis terpaksa membantu Abdullah ke masjid dan pulang ke rumahnya agar tidak terjatuh lagi.

Itulah Abdullah bin Ummi Maktum yang karena kesungguhannya telah membuat iblis terpaksa melayani dan membantunya menunaikan ibadah. Abdullah hanya seorang laki-laki tua yang renta.

Ia tinggal sebatang kara. Ia juga buta sehingga sangat susah melakukan aktivitas sehari-hari. Namun, segala kekurangan yang dimilikinya tak membuatnya manja menjalankan syariat Allah SWT.

Lihatlah kesungguhannya, ia tetap bertekad datang ke masjid kendati tak bisa melihat dan sering terjatuh. Ia tak ingin melewatkan syariat yang telah diperintahkan Allah SWT.

Lantas bagaimana dengan kebanyakan umat Islam saat ini yang masih bertubuh muda, tegap, dan kuat? Sering kali tubuh yang tegap dan kuat itu lalai menunaikan kewajibannya untuk menyembah Allah SWT. Ada saja alasan yang dibuat-buat untuk tidak ke masjid dan mengulur-ulur waktu shalat.

Tidak malukah tubuh yang tegap dan kuat itu kepada Abdullah bin Ummi Maktum? Masihkah tubuh yang tegap dan kuat itu mengaku beriman kepada Allah SWT? Dengan percaya diri, tubuh yang tegap dan kuat itu memproklamirkan diri nya sebagai orang saleh atau pejuang agama Allah SWT. Padahal, untuk me menuhi imbauan azan saja ia tak mampu.

Banyak orang yang kuat mengangkat beban yang sangat berat, namun mereka tak kuat mengangkat selimutnya untuk menunaikan shalat Subuh. Banyak orang yang kuat berlari berpuluh-puluh kilometer, namun mereka yang kuat melang kahkan kaki beberapa meter untuk menunaikan shalat di masjid.

Orang yang malas dan lamban untuk beribadah, maka keberkahan dan rahmat Allah SWT juga lamban untuk datang meng hampirinya. Ingatlah fi rman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah tak akan mengubah nasib suatu kaum, sampai ia bertekad untuk mau mengubahnya.” (QS ar-Ra’d [13]: 11).

Tunjukkan terlebih dahulu kesungguhan dan kesalehanmu dalam beribadah. Perlihatkan bahwa dirimu adalah hamba- Nya yang taat dan saleh. Setelah itu, barulah hidayah dan berkah Allah SWT akan turun kepada hamba-Nya.

 

REPUBLIKA

Apa Amalan Unggulan Kita?

Suatu kali Rasulullah duduk dengan para sahabat. Beliau kemudian bersabda, “Akan datang kepada kalian seorang lelaki penghuni surga.” Kemudian muncul lelaki, janggutnya masih basah oleh air wudhu, sementara tangannya menjinjing sandal. Tak ada yang teramat istimewa dari sosok lelaki ini.

Hari berikutnya, Rasulullah kembali bersabda, “Akan datang kepada kalian seorang lelaki penghuni surga.” Sejurus kemudian, lelaki yang sama muncul lagi. Masih dengan sandal yang dijinjing dan janggut yang basah oleh air wudhu.

Tak berhenti di situ, Rasulullah kembali mengulangi perkataan yang sama. Kemudian, lelaki tersebut muncul lagi. Padahal, tak ada yang istimewa dalam diri lelaki tersebut. Rasa penasaran pun membuncah di dada Abdullah bin Amr bin Ash. Maka, diikutinya lelaki tersebut hingga ke rumahnya.

“Duhai saudaraku,” ujar Abdullah memulai percakapan, “sungguh aku sedang berselisih dengan orang tuaku. Aku tidak akan berbicara kepadanya selama tiga hari. Bolehkah aku menginap di rumahmu barang tiga hari.” Lelaki itu pun tak keberatan. Maka Abdullah resmi menjadi tamunya sekaligus ‘mata-mata’. Abdullah begitu penasaran, amalan apakah yang dilakukan lelaki ini sehingga Rasulullah menyebutnya lelaki penghuni surga.

Satu, dua, hingga malam ketiga tak ada amalan yang spesial didapati Abdullah. Lantas ia pun berterus terang. “Saudaraku sesungguhnya aku tidak sedang berselisih dengan orang tuaku,” Abdullah mengakui maksudnya. “Lantas kenapa kau ingin tinggal di rumahku,” tanya lelaki itu.

“Aku ingin mengetahui amalanmu sehingga Rasulullah tiga kali menyebutmu sebagai lelaki penghuni surga. Namun saudaraku, aku tidak mendapatimu memiliki amalan yang spesial,” urai Abdullah. Lelaki itu menjelaskan rahasia amalnya. “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.”

Terjawab sudah rasa penasaran Abdullah. Meski lelaki tersebut tak rajin Tahajud, shalat Dhuha, bersedekah, atau amalan sunah lainnya, namun ia memiliki satu amalan unggulan. Di hatinya, tiada pernah tebersit rasa hasad atau iri atas karunia yang diberikan Allah kepada hambanya. Sungguh sebuah amalan yang sangat berat.

Lantas, mari kita bertanya kepada diri sendiri amalan unggulan apa yang sudah kita miliki? Memang hanya ridha Allah sajalah yang bisa memasukkan kita ke dalam surga, namun pantaskah diri ini yang telah diberi teramat banyak kemudahan lantas menjauhi-Nya. Wasilah paling mudah untuk bersyukur dan berdekatan dengan Rabb yang menciptakan kita ialah dengan amal ibadah.

Jika Bilal bin Rabah tak pernah putus wudhu sehingga bunyi terompahnya terdengar di surga, lantas apa amalan kita? Jika Abu Bakar menyedekahkan seluruh hartanya untuk Islam, lantas apa amalan kita? Jika Khalid bin Walid memenangkan pasukan Islam, kemudian apa amalan kita? Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu, Ibnu Abbas ulama para sahabat, Utsman bin Affan sang dermawan nan pemalu, Umar bin Khattab sang pemberani lagi peduli telah menorehkan tinta emas dalam sejarah Islam lewat amalan unggulan mereka.

Kisah-kisah itu bukan hanya untuk dikagumi lantas disimpan di rak-rak buku hingga using, namun untuk diteladani dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum memiliki amal unggulan, tentu kita harus selesai dahulu dengan amal-amal yang bersifat wajib. Baru ibadah nafilah yang mampu kita jalankan menjadi rutinitas kita.

Rutinitas atau istiqamah menjadi kunci sebuah amal bisa menjadi amal unggulan. Rasulullah SAW bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah amalan yang berkelanjutan meskipun sedikit.” (HR Muslim).

Kita tidak sedang membanggakan berapa juz Alquran yang kita baca dalam sehari, berapa rupiah yang kita sedekahkan, berapa rakaat shalat Tahajud. Meski amalan yang banyak tentu baik dan berpahala. Namun, kita lebih memerlukan daya tahan amal, sejauh mana kita terus merutinkan amalan tersebut. Istiqamah terlihat sepele, namun perlu usaha ekstra untuk menjalankannya.

Setiap amalan juga memiliki fadilah. Seperti halnya kita yang baru mengadu ke Allah ketika tertimpa kesulitan. Amalan yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya juga bisa mengusir kesulitan-kesulitan hidup. Sedekah bisa menolak pahala, istighfar bisa mendatangkan rezeki, silaturahim mampu memperpanjang umur, puasa bisa menjadi perisai.

Segera temukan amalan unggulanmu dan istiqamahlah. Seperti istiqamahnya lelaki yang didatangi Abdullah bin Amr tadi saat ibunya mogok makan karena keislamannya. Kemudian dengan tekad kuat lelaki itu berkata, “Jikalau ibu memiliki seribu nyawa kemudian keluar satu per satu di hadapanku, aku tidak akan meninggalkan Islam.” Lelaki gigih nan kokoh itu adalah Saad bin Abi Waqash, singa yang menyembunyikan kukunya, lelaki yang di-istijabah doanya dan pemanah pertama dalam Islam.

 

Disarikan dari Pusat Data Republika

Menjadi Manusia Mulia

Manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan Allah SWT dengan sebaik-baik bentuk. Karena kemuliaannya itu, Allah bahkan, memerintahkan kepada para malaikat dan jin untuk bersujud kepada manusia pertama, yakni Adam AS.

Pertanyaannya, bagaimana seharusnya kita memaknai kemuliaan yang di berikan Allah SWT kepada manusia? Topik itulah yang menjadi fokus pembahasan Ustaz Adi Hidayat dalam kajian Islam yang digelar di Masjid al-Muhajirin Taman Permata Cikunir, Bekasi, akhir pekan lalu.

Dalam Alquran, Allah menyebut ma nusia dengan beragam istilah. Di anta ranya adalah bani Adam (disebutkan tu juh kali), al-insan (sebanyak 65 kali), Annaas (sebanyak 241 kali), Al-ins (se banyak 18 kali), dan Basyar (sebanyak 35 kali).

Sebelum Allah menciptakan manu sia, Dia telah lebih dulu menciptakan makhluk dari golongan malaikat dan jin. Malaikat sengaja diciptakan Allah dengan satu sifat saja, yakni takwa. Dengan sifat tersebut, mereka sama sekali tidak me miliki peluang untuk berbuat salah. Ma laikat selalu mengerjakan apa saja yang diperintahkan Allah dan tidak pernah sekalipun mendurhakai Tuhannya.

Setelah beberapa waktu lamanya, barulah Allah kemudian menciptakan manusia pertama dari tanah. Dalam Surah al-Hijr (15) ayat 58 dinyatakan, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesung guh nya Aku akan menciptakan seorang ma nusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk’.”

Pada ayat tersebut Allah SWT menggunakan kata basyar untuk menyebut manusia pertama. Adi menjelaskan, se cara terminologi, kata basyar diartikan sebagai makhluk yang memiliki dua sifat paradoks alias saling berlawanan. “Ke dua sifat itu adalah baik dan buruk,” ujarnya.

Dia menjelaskan, semua sifat baik yang dimiliki manusia pada hakikatnya menjadi bagian dari takwa. Sebagai con toh di sini adalah sifat jujur, sabar, dan rendah hati. Sementara, semua sifat bu ruk yang ada pada diri manusia menjadi bagian dari nafsu (atau dalam istilah lain disebut fujur). Beberapa contoh di an taranya adalah sifat dusta, mudah naik darah, dan sombong.

Dengan begitu, kata Adi, semua makh luk yang bernama manusia atau basyar, pasti memiliki potensi untuk menjadi baik atau buruk. Mereka memiliki peluang yang sama untuk menjadi orang-orang yang bertakwa, ataupun sebaliknya, yaitu menjadi orang-orang yang hanya menuruti hawa nafsu se mata. “Yang lebih unik lagi, kata takwa dan nafsu sama-sama disebutkan Allah SWT sebanyak 115 kali dalam Alquran,” ujar nya.

Adi menuturkan, potensi buruk yang terdapat pada diri manusia telah ber transformasi ke dalam bentuk perilaku, ia disebut dengan kesalahan atau kejahatan. Hal itu seperti difirmankan Allah SWT dalam Surah Yusuf (12) ayat 53, “(Yu suf berkata) ‘Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena se sungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesung guh nya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.”

“Adanya potensi takwa dalam diri manusia, dapat membuat mereka lebih mulia dari makhluk yang telah diciptakan Allah sebelum mereka, yaitu malaikat. Sebaliknya, keberadaan nafsu juga dapat membuat mereka lebih hina atau rendah dari hewan. Sebab, hewan memang di ciptakan Allah dengan nafsu saja,” kata Adi.

Oleh karena itulah, di samping di su ruh memperbanyak amal kebaikan, ma nusia juga diperintahkan Allah untuk ber juang menekan hawa nafsu mereka. De ngan cara itulah manusia mampu meraih predikat makhluk paling mulia di sisi Allah SWT.

Catat, 27 Agustus Katering di Makkah Berhenti Sementara

MAKKAH — Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengingatkan jamaah haji Indonesia layanan katering akan dihentikan sementara jelang puncak haji Arafah dan Mina (Armina).

Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Ahmad Dumyathi Basori mengatakan bahwa distribusi layanan katering di Makkah ini akan dihentikan sementara jelang puncak haji, tepatnya mulai 27 Agustus 2017 dan kembali normal pada 7 September 2017.

“Hal ini bertepatan dengan kegiatan haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina atau yang biasa disebut dengan Armina,” kata dia Sabtu (18/8) di Makkah  seperti di laporkan wartawan Republika.co.id, Nashih Nashrullah, dari Makkah, Arab Saudi.

Dia menjelaskan jamaah haji Indonesia tahun ini mendapatkan layanan katering sebanyak 25 kali dalam bentuk boks selama di Makkah. Katering itu berupa makan siang, makan malam, dan roti untuk snack pagi.

Direktur  Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis menjelaskan bahwa selama di Armina jamaah haji akan mendapat layanan katering  yang disiapkan oleh 18 perusahaan penyedia katering.

Menurutnya, 18 perusahaan tersebut sudah siap untuk memberikan layanan katering kepada jamaah haji Indonesia. Menurut Sri Ilham, jamaah haji Indonesia akan terbagi dalam 71 maktab saat Armina.

Ada dua pihak yang akan memberikan pelayanan katering,  45 maktab akan dilayani Muasasah Asia Tenggara, 26 maktab dilayani Pemerintah Indonesia yang telah mengontrak 18 perusahaan katering.

“PPIH ingin memastikan bahwa layanan katering armina sudah dalam tahap siap sesuai kontrak yang disepakati,” terang Sri Ilham.

Rincian Layanan Armina

-16 x makan yang terdiri dari:

 

  • 15x makan berat
  • 1x snack selama lima hari semenjak 8–12 Dzulhijjah.
  • Pada 8 Dzulhijjah, jamaah diberikan makan malam plus tiga botol minum ukuran 330 ml.
  • Pada 9-12 Dzulhijjah,  3x makan  plus tiga botol minum ukuran 330 ml. Pada 13 Dzulhijjah, 2x makan saja, pagi, dan siang.

 

Paket Muzdalifah

-Paket snack berat yang berisi:

  1. Roti manis
  2. Kurma sukari satu kotak
  3. Jus buah
  4. Mie instan cup
  5. Air mineral tiga botol ukuran 330 ml
  6. Buah
  7. Coffee kid (kopi empa sachet, teh emam sachet, kremer 19 sachet, gula pasir 30 sachet gelas melamine/kaca)
  8. Kecap botol ukuran 140 ml
  9. Saos botol ukuran 140 ml

 

IHRAM

Inilah Hikmah di Balik Kesedihan yang Menimpa Orang Beriman (Bagian 3)

3. Kesedihan menjadi perantara dan jalan untuk masuk surga

Sungguh, kesedihan dan hal-hal yang tidak disukai yang menimpa seseorang adalah salah satu jalan menuju surga apabila dia menerimanya dengan sabar dan mengharap pahala dari Allah Ta’ala.

Memang, surga itu tidak bisa diperoleh kecuali dengan bersusah-payah dan hal-hal yang tidak disukai.

Dalam hal ini, Allah Azza wa Jalla berfirman,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amatlah dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, Allah Ta’ala berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga” maksudnya sebelum kamu diberi cobaan, diuji, dan diberi bencana seperti halnya yang dialami umat-umat sebelum kamu?

Oleh karena itu, selanjutnya Allah Ta’ala berfirman,

Padahal, belum datang kepadamu (cobaan) seperti halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan”, yaitu berbagai macam penyakit, penderitaan, kepedihan, musibah, dan berbagai macam kesengsaraan lainnya.

Firman Allah Ta’ala, “serta digoncangkan” dengan goncangan hebat, yakni mendapat ancaman dari musuh, selain ujian besar lainnya.”

Terkait hal ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

حُفَّتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“Surga itu dikelilingi hal-hal yang tidak disukai, dan neraka itu dikelilingi hal-hal yang menyenangkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslimi)

Ibnu Hajar Rahimahullah dalam kitab Fath Al-Bari mengatakan,

“Ini tentu memerlukan perjuangan melawan hawa nafsu dalam melakukan ketaatan-ketaatan, menghindari berbagai macam maksiat, sabar terhadap berbagai musibah, dan berserah diri kepada perintah Allah dalam melaksanakan semua itu.”

Oleh karena itu, datanglah janji pahala dari Allah bagi orang yang kehilangan penglihatannya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits riwayat Anas Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Allah Azza wa Jalla berfirman,

إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجَنَّةَ

“Apabila aku mencobai hamba-Ku dengan kedua matanya, lalu dia bersabar, maka Aku beri dia ganti keduanya berupa surga.” (HR. Al-Bukhari)

Demikian pula, ada janji untuk orang yang diberi cobaan dengan kematian seorang yang dikasihi, seperti anak atau saudara atau lainnya, lewat sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Allah Ta’ala berfirman,

مَا لِعَبْدِي الْمُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلَّا الْجَنَّةُ

“Tidak ada balasan di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman, apabila Aku mencabut nyawa kekasihnya dari penghuni dunia, kemudian dia bersabar atas (kematian)nya, melainkan surga.” (HR. Al-Bukhari).

Jadi, seorang muslim hendaklah bersabar ketika mendapat berbagai ujian dan musibah, supaya memperoleh pahalanya atas izin Allah, dan jangan sampai dia bersedih, gundah dan berkeluh kesah terhadap musibah itu.

Salah seorang ulama salaf berkata, “Hilangnya pahala atas suatu musibah, adalah lebih berat daripada musibah itu sendiri.”

Sebagian tulisan ini dikutip dari kitab Salwa Hazin karya Sulaiman bin Muhammad bin Abdullah Al-Utsaim. Semoga bermanfaat.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Inilah Hikmah di Balik Kesedihan yang Menimpa Orang Beriman (Bagian 2)

2. Untuk menghapus dosa dan kesalahan orang beriman

Siapakah di antara kita yang tidak pernah menganiaya diri sendiri? Setiap anak Adam pasti pernah melakukan kesalahan. Namun demikian, Allah Maha Pengasih. Di antara kasih sayang-Nya, Dia membuat musibah-musibah dan kesedihan-kesedihan yang menimpa seseorang sebagai penghapus dosa-dosa baginya.

Dalam hal ini, sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Radhiyallahu Anhuma, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, disebutkan bahwa beliau bersabda,

“Tidaklah orang mukmin ditimpa suatu keletihan, penyakit, kecemasan, kesedihan, gangguan dan kesusahan, sampai duri yang menusuknya sekalipun, kecuali Allah menghapus dengannya kesalahan-kesalahannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, lafazh hadits ini menurut riwayat Al-Bukhari).

Adapun menurut lafazh Muslim berbunyi,

“Tidaklah seorang mukmin ditimpa suatu penyakit, keletihan, kepedihan maupun kesedihan, sampai sekedar kecemasan yang dia rasakan, kecuali Allah menghapus dengannya keburukan-keburukannya.”

Di antara yang menambah pahala yang diberikan kepada orang yang mengalami kesedihan, ialah apabila kesedihannya itu karena Allah Ta’ala, seperti sedih atas musibah-musibah yang menimpa kaum muslimin, atau sedih atas suatu dosa yang telah dilakukannya, atau sedih atas kelalaian yang dia lakukan dan sebagainya.

Dalam kaitan ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata,

“Kadang-kadang kesedihan itu dibarengi pula dengan hal-hal yang penyandangnya diberi pahala dan mendapat pujian, sehingga dari sisi itu dia menjadi orang terpuji bukan dari kesedihan itu sendiri.

Contohnya, sedih atas suatu musibah yang menimpa urusan agama dan sedih atas musibah-musibah yang menimpa kaum muslimin pada umumnya.

Dalam hal ini, orang tersebut mendapat pahala atas apa yang terjadi dalam hatinya, yaitu cintanya kepada kebaikan dan kebenciannya kepada kejahatan.”

Selain itu, ada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, yang berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Orang mukmin lelaki atau perempuan tak henti-hentinya mendapat bencana pada dirinya, anaknya dan hartanya, hingga akhirnya dia menemui Allah dalam keadaan tidak punya kesalahan sama sekali.” (HR. Abu Dawud)

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

 

 

—————————————————————-
Download-lah Aplikasi CEK PORSI HAJI dari Smartphone Android Anda agar Anda juga bisa menerima artikel keislaman ( termasuk bisa cek Porsi Haji dan Status Visa Umrah Anda) setiap hari!
————————————————————-

Inilah Hikmah di Balik Kesedihan yang Menimpa Orang Beriman

Sungguh, termasuk rahmat Allah Ta’ala adalah kesedihan atau segala sesuatu yang tidak diinginkan yang dialami manusia. Tidak ada yang berlangsung selamanya, tetapi selalu berakhir dengan meninggalkan dampak-dampak positif dan berbagai manfaat bagi orang yang terkena musibah.

Hal tersebut bisa berbeda-beda sesuai taufik Allah yang diberikan kepada orang yang beriman di satu sisi, dan di sisi lain sesuai kesadaran dari orang yang terkena musibah itu sendiri dalam memetik buah dari peristiwa yang dialaminya dalam mengharapkan pahala di sisi Allah Ta’ala.

Patut diingatkan di sini bahwa kesedihan -sekalipun pada umumnya terdapat manfaat-manfaat dan akibat-akibatnya yang terpuji-, tetapi kesedihan itu sendiri sebenarnya tidak dikehendaki dalam Islam, karena sering kali menyebabkan kegelisahan dan keruhnya tabiat manusia.

Terkait hal ini, dalam Al-Qur`an disebutkan,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga telah bersabda dalam sebuah hadits,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Tidaklah Allah menakdirkan suatu takdir pada orang mukmin, kecuali menjadi kebaikan baginya. Jika dia mengalami suatu kegembiraan, dia bersyukur, maka menjadi kebaikan baginya. Dan, jika dia terkena suatu kesedihan, dia bersabar, maka menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Dalam membahas soal ini, berikut ini penulis akan menyampaikan sejumlah manfaat dan buah yang bisa dipetik oleh orang yang menderita kesedihan ketika mengalami musibah.

1. Orang yang ditimpa musibah mendapatkan kesempatan untuk beribadah

Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan makhluk-Nya tak lain untuk diberi cobaan dan ujian, agar terlihat ibadah mereka, berupa syukur dari orang yang mengalami kesenangan dan bersabar dari orang yang mengalami kesedihan.

Ini semua takkan bisa terjadi kecuali jika Allah membolak-balikkan keadaan hamba-Nya, sehingga nyatalah kesungguhan ibadahnya kepada Allah Ta’ala.

Apabila hamba tersebut benar-benar mukmin, maka segala sesuatunya menjadi baik. Yakni, jika mengalami kesenangan, dia bersyukur, maka kesenangannya menjadi kebaikan baginya. Jika mengalami kesedihan, dia bersabar, maka kesedihannya menjadi kebaikan pula baginya.

Demikianlah, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Sungguh mengagumkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya segala urusannya menjadi baik, dan itu takkan terjadi pada siapa pun selain orang mukmin. Jika dia mengalami kesenangan, dia bersyukur, maka menjadi kebaikan baginya. Dan, jika dia terkena kesedihan, dia bersabar, maka menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim).

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]