Keindahan Shalat

Semakin jauh ke dalam keadaan spiritual kita selama shalat mengharuskan kita memiliki kehadiran hati dan mengingat kata-kata yang diucapkan selama sholat.

Doa kita akan terasa lebih pendek, namun ketika kita melihat berapa banyak waktu yang kita habiskan, kita akan berpikir: “Apakah saya hanya menghabiskan waktu 10 menit? Atau bahkan 15 dan 20 menit.”
Seseorang yang mulai menerapkan ini mengatakan bahwa ia berharap sholat tidak akan pernah berakhir.

Perasaan yang Ibn al-Qayyim gambarkan sebagai “pesaing apa yang bersaing untuk … itu adalah makanan bagi jiwa dan kegembiraan mata,” dan dia juga berkata, “Jika perasaan ini meninggalkan hati, seolah-olah itu adalah tubuh tanpa jiwa. ”

Beberapa hubungan manusia dengan Allah terbatas mengikuti perintah dan meninggalkan larangan, sehingga orang tidak masuk neraka. Tentu saja, kita harus mengikuti perintah dan meninggalkan larangan, tapi perlu dilakukan lebih dari sekedar rasa takut dan harapan. Itu juga harus dilakukan karena cinta kepada Allah. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an: “… Allah akan membawa [di tempat mereka] orang-orang yang akan Dia cintai dan siapa yang akan mengasihi Dia.” (Al Qur’an, 5:54)

Kita sering menemukan bahwa ketika seorang kekasih bertemu dengan yang dicintai, hati tergerak dan ada kehangatan dalam pertemuan itu. Namun saat kita bertemu dengan Allah, bahkan tidak ada sedikit pun dari perasaan yang sama ini.

Allah berfirman di dalam Al Qur’an: “Dan di antara bangsa-bangsa ada orang-orang yang mengambil selain Allah yang sama dengan Dia. Mereka mencintai mereka karena mereka (seharusnya) mencintai Allah. Tetapi orang-orang yang beriman lebih kuat mencintai Allah. “(QS. 2: 165)

Dan orang-orang yang beriman lebih kuat mencintai Allah. Harus ada perasaan rindu, dan saat kita mengangkat tangan untuk memulai sholat, kehangatan dan cinta harus mengisi hati kita karena kita sekarang bertemu dengan Allah. Doa Nabi Muhammad (saw): “Ya Allah, aku meminta kerinduan untuk bertemu denganmu” (An-Nisa’i, Al-Hakim)

Ibn Al-Qayyim mengatakan dalam bukunya Tareeq Al-Hijratain bahwa Allah menyukai utusan-Nya dan hamba-hamba-Nya yang percaya, dan mereka mengasihi Dia dan tidak ada yang lebih mereka sayangi daripada Dia. Cinta orang tua memiliki rasa manis, seperti halnya cinta anak-anak, tapi cinta Allah jauh melampaui semua itu.

Nabi saw. Bersabda, “Setiap orang yang menggabungkan ketiga kualitas ini akan merasakan manisnya iman: 1) bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih berharga darinya daripada yang lainnya; 2) bahwa cintanya kepada orang lain murni karena Tuhan; dan 3) bahwa dia membenci kembalinya rasa tidak percaya sama seperti dia membenci untuk dilemparkan ke dalam api. “(Bukhari)

Jadi, hal pertama yang dia sebutkan adalah: “… bahwa Tuhan dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lainnya …”

Ibn Al-Qayyim mengatakan: “Karena ‘tidak ada yang seperti Dia’ (Al Qur’an, 42:11), tidak ada yang seperti mengalami cinta untuk Dia.”

Jika Anda merasakan cinta ini untuk Dia, itu akan menjadi perasaan yang begitu kuat, sangat manis, sehingga Anda berharap shalat tidak akan pernah berakhir.

Apakah Anda benar-benar ingin merasakan cinta ini? Kemudian tanyakan pada diri sendiri: ‘mengapa kamu atau haruskah kamu mencintai Allah?’

Ketahuilah bahwa Anda mencintai orang untuk satu dari tiga alasan, atau semuanya. Pertama, demi kecantikan mereka. Kedua, karena karakter mereka yang agung. Ketiga, karena mereka telah bersikap baik kepada Anda. Dan ketahuilah bahwa Allah menggabungkan ketiga hal ini secara maksimal.

 

REPUBLIKA

Agama adalah Energi

Lewat karyanya yang berjudul al-Ghirah Baina as-Syar’i wa al-Waqi’, Ibrahim hendak menegaskan hakikat perasaan cemburu itu. Menurut Islam, cemburu sama sekali bersih dan terjauh dari berahi dan nafsu duniawi.

Cemburu -dalam bahasa Arab memakai kata ghirah- yang dimaksud, ialah kala seseorang menyaksikan sendi-sendi dan ajaran agama dilecehkan dan tidak diindahkan, hatinya tergugah dan berontak. Seorang mukmin sejati akan merasa cemburu dan tak nyaman, ketika melihat larangan-larangan Allah SWT justru banyak dilanggar. Inilah hakikat cemburu,  kata Ibrahim.

Minimnya rasa cemburu itu dari seorang mukmin, menunjukkan lemahnya frekuensi iman yang dimiliki. Karena, seperti penegasan hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah, sesungguhnya Allah akan ‘cemburu’, demikian pula seyogianya seorang mukmin. ‘Kecemburuan’ Allah itu, tatkala larangan-larangan-Nya diabaikan.

Rasulullah SAW, merupakan sosok mukmin yang paling memiliki rasa cemburu dalam arti syar’i. Ini ditegaskan dalam hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah. Rasul menegaskan, dirinya merupakan figur ‘pencemburu’ dalam pengertian syar’i. Dan Allah lebih ‘pencemburu’ lagi, sabda Rasul. Dan, para sahabat merupakan generasi berikutnya yang ‘mewarisi’ rasa tersebut secara kental.

Perasaan cemburu itu, sangat urgen dalam Islam. Cemburu dalam pengertian syar’i itu, mendatangkan kebaikan dan menghalangi keburukan serta mencegah keprofanan di masyarakat. Rasa ini juga akan menciptakan suasana yang kondusif dan kontrol sosial yang tinggi di masyarakat.

Nurani mana yang tega, saat maksiat bertebaran di sekitarnya. Perlu ada aksi konkret, dengan berbagai tahapannya, seperti dakwah dengan lisan, keteladanan, atau upaya persuasif lainnya. Bila perlu represif, dengan menjunjung tinggi aturan dan norma hukum yang berlaku di masyarakat.

Hal ini ditunjukkan dengan tegas oleh Abu Bakar kala memerangi orang-orang yang murtad dan menolak membayar zakat. Ketika Umar bin Khattab mencoba menenangkan sahabatnya itu, Abu Bakar marah. Hai Umar jawablah: apa kita harus bersikap keras semasa jahiliyah dan justru lembek sewaktu Islam?

Diakui, tak semua orang mempunyai rasa cemburu itu. Ada saja kelompok yang justru terjebak dalam jurang kemaksiatan. Larangan-larangan Allah tak lagi mereka indahkan. Tak ada lagi batasan halal dan haram. Dan, ini mereka jadikan sebagai jalan hidup. Merugilah mereka.

Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.’ Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (QS al-A’raf [7]: 28).

Faktor penyebab penyusutan atau bahkan hilangnya rasa cemburu itu, antara lain, tindakan dosa dan maksiat. Ini kaitannya dengan frekuensi keimanan seseorang yang akan menambah saat tak bermaksiat dan akan terdegradasi akibat perbuatan dosa.

Ibn al-Qayim, dalam ad-Daa’ wa ad-Dawaa’ mengatakan, salah satu dampak perbuatan dosa, yakni memadamkan api kecemburuan dalam hati, padahal api tersebut merupakan senyawa penting untuk keberlangsungan hidupnya, seperti peran krusial suhu panas untuk tubuh manusia.

Suhu panas cemburu, mengeluarkan, dan mencegah tindakan dan sikap keji. Maka, penting menjaga agar suhu panas cemburu itu, tetap bertahan dalam hati. Membiarkannya padam, hanya akan mengantarkan seseorang ke arah jalan yang tak menentu. Dan sebab itu, berdoalah agar Allah SWT senantiasa melimpahkan hidayah-Nya.

 

REPUBLIKA

Jika Pernah Alami Ini, Anda Dijaga Allah Swt

Demi menghormati ajakan keluarga besarnya, setelah sebelumnya tak pernah ikuti tradisi tahunan di masyarakatnya yang jahiliyah itu, Muhammad bin Abdullah yang belum menjadi Nabi ini akhirnya keluar rumah atas ajakan keluarganya.

Mereka hendak menuju tempat pemujaan terhadap berhala. Festival tahunan. Kebiasaan jahiliyah dengan memberikan persembahan kepada berhala yang notabene benda mati, tak bisa bergerak, mustahil memberikan manfaat kepada diri apalagi orang lain.

Ketika mendekati tempat penghormatan terhadap berhala itu, tiba-tiba Muhammad menghilang. Para keluarga mencarinya. Berkali-kali. Tetapi tidak ada yang bisa menemukan Muhammad.

Singkat kisah, Muhammad bin Abdullah baru terlihat ketika acara sudah kelar. Ia muncul, seperti tiba-tiba, di tengah-tengah keluarganya dengan wajah yang menggambarkan ketakutan.

“Dari mana saja engkau? Mengapa wajahmu seperti itu? Apa yang membuatmu merasa ketakutan?”

“Setiap kali kudekati sebuah patung,” jawab Muhammad sebagaimana dikisahkan Abdul Mun’im Muhammad Umar dalam Khadijah Cinta Sejati Rasulullah yang mengutip riwayat Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat Al-Kubra, “terlihat di hadapanku sesosok lelaki berkulit putih dan berpostur tinggi,”

Lelaki yang tak dikenal oleh Muhammad itu tak hanya diam. Lelaki yang tak lain adalah malaikat itu berteriak, “Menjauhlah Muhammad! Jangan kau sentuh itu!”

Ketika masih anak-anak, Muhammad bin Abdullah juga pernah mengalami hal serupa. Saat ia diajak oleh teman-temannya untuk menghadiri acara festival musik yang mengandung nilai-nilai kesyirikan di dalamnya, Muhammad kecil tertidur hingga tak sedikit pun mendengar alunan musik jahiliyah atau pertunjukan yang jauh dari nilai-nilai Islami. Muhammad terbangun ketika pertunjukan usai, kemudian pulang ke kediamannya.

Pernahkan kita mengalami kejadian-kejadian seperti ini? Pernahkah kita diarahkah menuju kebaikan yang tak pernah direncanakan sebelumnya? Pernahkan kita terhindar dari berbagai jenis keburukan bukan atas kuasa diri kita sendiri?

Tak ada yang kebetulan. Tiada yang terjadi begitu saja. Semua atas Kuasa Allah Ta’ala. Dialah Yang Maha Berkehendak. Dialah yang Maha Mengatur. Dialah Yang Maha Menaqdirkan.

Jika pernah mengalami hal ini, yakinlah bahwa Anda dijaga oleh Allah Ta’ala.

Bersyukurlah dan jagalah diri sebaik-baiknya agar senantiasa berada di jalan kebaikan. (kl/kh)

ERA MUSLIM

Beruntungnya Orang yang Gemar Bersedekah dan Inilah 10 Sedekah yang Utama

Sungguh beruntung orang-orang yang gemar bersedekah. Begitu banyak ayat Alquran dan Hadis nabi Muhammad yang menerangkan keutamaan sedekah.

Dalam bersedekah, tentu kita ingin memberikan yang terbaik untuk amalan yang terbaik pula. Berikut beberapa sedekah yang utama dalam dalam ajaran Islam. Yuk, disimak.

1. Sedekah Sirriyyah

Sedekah sirriyyah adalah sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sedekah ini sangat utama karena lebih mendekati ikhlas dan selamat dari sifat riya. Allah SWT berfirman: “Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS Al Baqarah: 271)

Perlu diketahui, bahwa yang utama untuk disembunyikan adalah pada sedekah kepada fakir dan miskin. Hal ini, karena ada banyak jenis sedekah yang mau tidak mau harus ditampakkan, seperti membangun masjid, membangun sekolah, jembatan, membuat sumur, dan sebagainya.

Di antara hikmah menyembunyikan sedekah kepada fakir miskin adalah untuk menutupi aib saudara kita yang miskin tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui kekurangan dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada di bawah dan bahwa dia orang yang tidak punya. Hal ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam berbuat ihsan kepada fakir miskin. Oleh karena itu, Nabi SAW memuji sedekah sirriyyah, memuji pelakunya dan memberitahukan bahwa dia termasuk tujuh golongan yang dinaungi Allah SWT nanti pada hari kiamat.

2. Sedekah dalam Kondisi Sehat

Bersedekah dalam kondisi sehat lebih utama daripada berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau ketika sudah sakit parah dan sulit diharapkan kesembuhannya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi SAW bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Engkau bersedekah dalam kondisi sehat dan berat mengeluarkannya, dalam kondisi kamu khawatir miskin dan mengharap kaya. Maka janganlah kamu tunda, sehingga roh sampai di tenggorokan, ketika itu kamu mengatakan, ‘untuk Fulan sekian, untuk Fulan sekian, dan untuk Fulan sekian.’ Padahal telah menjadi milik si Fulan.” (HR Bukhari dan Muslim)

3. Sedekah Setelah Kebutuhan Wajib Terpenuhi

Allah SWT berfirman: “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (QS Al Baqarah: 219)

Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR Bukhari)

4. Sedekah dengan Kemampuan Maksimal

Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah sedekah maksimal orang yang tidak punya, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR Abu Dawud dan Hakim, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ No. 1112)

Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah berkata, “Hendaknya seorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan secukupnya untuk dirinya karena khawatir terhadap fitnah fakir (kemiskinan). Sebab, boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan berinfak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga merusak pahala.

Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam keadaan menanggung banyak utang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu. Karena membayar utang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meskipun sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar dan itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin.

Para ulama mensyaratkan bolehnya bersedekah dengan semua harta apabila orang yang bersedekah kuat, mampu berusaha, bersabar, tidak berutang dan tidak ada orang yang wajib dinafkahi di sisinya. Ketika syarat-syarat ini tidak ada, maka bersedekah ketika itu adalah makruh.

5. Menafkahi Anak Istri

Rasulullah SAW bersabda, “Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak istri) lebih besar pahalanya.” (HR Muslim)

6. Bersedekah kepada Kerabat

Disebutkan bahwa Abu Thalhah memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha’. Ketika turun ayat: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS Ali Imran: 92)

Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah dan mengatakan bahwa Bairuha’ diserahkan kepada Beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak Beliau.

Rasulullah menyarankan agar ia membagikan Bairuha’ kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi dan membagikannya untuk kerabat dan keponakannya.

Rasulullah juga bersabda, “Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan); sedekah dan silaturrahim.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim, Shahihul Jami’ No. 3858)

Secara lebih khusus, setelah menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok:

a. Anak yatim yang masih ada hubungan kerabat

Allah SWT berfirman, “Tetapi Dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apa jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. (QS Al Balad: 11-16)

b. Kerabat yang memendam permusuhan

Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang memendam permusuhan.” (HR Ahmad dan Thabrani dalam al-Kabir, Shahihul Jami’ No. 1110)

7. Bersedekah kepada Tetangga

Dalam surat An Nisaa ayat 36 disebutkan perintah berbuat baik kepada tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh. Rasulullah SAW juga bersabda kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak sop, maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya kepada tetanggamu.” (HR Muslim)

8. Bersedekah untuk Jihad fii Sabilillah

9. Bersedekah kepada Kawannya yang Berada di Jalan Allah

Kedua hal di atas (no. 8 dan 9) berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Dinar yang paling utama adalah dinar yang dikeluarkan seseorang untuk menafkahi keluarganya, dinar yang dikeluarkan untuk kendaraannya (yang digunakan) di jalan Allah dan dinar yang dikeluarkan kepada kawannya di jalan Allah.” (HR Muslim)

“Barang siapa mempersiapkan (membekali) orang yang berperang, maka sungguh ia telah berperang. Barang siapa yang menanggung keluarga orang yang berperang, maka sungguh ia telah berperang.” (HR Bukhari dan Muslim)

10. Sedekah Jariyah

Sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya terus mengalir meskipun ia sudah meninggal. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila cucu Adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga; sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakan orangtuanya.” (HR Muslim)

Termasuk sedekah jariyah adalah wakaf, pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air bersih, menggali sumur, menanam pohon agar buahnya dapat dimanfaatkan banyak orang, dan proyek-proyek lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.

Imam as-Suyuthiy membuatkan syair yang menyebutkan hal-hal yang bermanfaat bagi seorang sesudah meninggalnya: “Apabila cucu Adam Adam meninggal, maka mengalirlah kepadanya sepuluh perkara; ilmu yang disebarkannya, doa anak saleh, pohon kurma yang ditanamnya serta sedekahnya yang mengalir, mushaf yang diwariskan dan menjaga perbatasan, mMenggali sumur, mengalirkan sungai, rumah untuk musafir yang dibangunnya atau membangun tempat ibadah.”

Ditulis: oleh Ustaz Marwan bin Musa

 

DOMPET DUAFA BANTEN

Awas! Maksiat di Malam Jumat, Lebih Besar Dosanya?

MALAM Jumat termasuk malam yang mulia karena mengikuti siangnya atau harinya. Ibnu Muflih menyatakan dalam Al-Furu bahwa ada pendapat yang menyatakan malam Jumat itu sama mulia seperti hari Jumatnya. Beliau berkata sebagai berikut.

Lailatul qadar adalah malam yang lebih afdhal dari malam-malam lainnya. Lailatul qadar lebih afdhal daripada malam Jumat. Hal ini berdasarkan ayat dan disebutkan oleh Imam Al-Khattabi ada ijma (kata sepakat ulama) dalam hal ini.

Ibnu Aqil sendiri menyebutkan ada dua pendapat dalam hal ini. Salah satunya yang disebutkan di atas. Sedangkan pendapat lain menyebutkan bahwa malam Jumat lebih utama karena malam Jumat itu terus berulang. Hari Jumat sebagaimana diketahui adalah hari yang paling utama, maka malam Jumat adalah ikutan dari hari Jumat tersebut. Yang menyatakan bahwa malam Jumat itu lebih utama adalah menjadi pendapat yang dipilih oleh Ibnu Batthah, Abul Hasan Al-Khirzi, Abu Hafsh Al-Barmaki. (Dinukil dari Fatwa Islam Web, no. 48477)

Kita diperintahkan untuk memuliakan malam yang mulia seperti malam Jumat sebagaimana perintah dalam ayat, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)

Dari sini, Ibnul Qayyim rahimahullah menyimpulkan bahwa maksiat yang dilakukan pada malam Jumat berbeda dengan maksiat yang dilakukan di waktu lainnya. Ini bukan hanya berlaku untuk malam Jumat saja, namun setiap tempat dan waktu yang dimuliakan, maka melakukan dosa atau maksiat pada waktu tersebut dianggap lebih bermasalah. Contohnya mengenai bulan haram, maksiat yang dilakukan pada bulan tersebut lebih besar dosanya dibanding waktu lainnya. Disebutkan dalam ayat,

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)

Kesimpulannya, kita mesti menghormati malam Jumat sebagaimana kemuliaan hari Jumat. Sehingga berhati-hatilah dalam melakukan maksiat pada malam Jumat. Semoga pengetahuan ini bermanfaat. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Malam Jumat adalah Malam yang Mulia

APAKAH bermaksiat atau berbuat dosa di malam Jumat makin besar dosanya dibanding malam atau hari lainnya? Karena kita tahu bahwasanya malam Jumat adalah malam yang mulia sebagaimana siang harinya. Berikut di antara keutamaan hari Jumat:

1- Hari Jumat memiliki peristiwa-peristiwa penting

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hari yang baik saat terbitnya matahari adalah hari Jumat. Hari tersebut adalah hari diciptakannya Adam, hari ketika Adam dimasukkan ke dalam surga dan hari ketika Adam dikeluarkan dari surga. Hari kiamat tidaklah terjadi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Muslim, no. 854)

2- Hari Jumat adalah hari yang paling afdhal

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah matahari terbit dan tenggelam pada suatu hari yang lebih utama dari hari Jumat.” (HR. Ahmad, 2: 272. Syaikh Syuaib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim. Perawinya tsiqah -kredibel-, termasuk dalam perawi shahihain selain dari Ala bin Abdurrahman)

3- Hari Jumat adalah hari ied kaum muslimin

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bertanya pada Jibril, “Hari apa ini?” Jibril pun menjawab, “Hari ini adalah hari Jumat yang Allah jadikan sebagai ied (hari raya) bagimu dan umatmu.” (HR. Abu Yala dalam musnadnya. Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii rahimahullah menyebutkan dalam Ash-Shahih Al-Musnad mimma Laysa fi Ash-Shahihain, 86 bahwa hadits ini hasan)

 

INILAH MOZAIK

Rezeki Itu Datang Lebih Cepat Bergerak Daripada Ajalnya

Banyak manusia merasa khawatir dalam mencari rezeki karunia Allah Swt. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang rela menggadai diri dan menghinakan martabat.

Banyak manusia merasa khawatir dalam mencari rezeki karunia Allah Swt. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang rela menggadai diri dan menghinakan martabat. Kondisi dunia modern yang sarat persaingan dan pergulatan menuntut mereka untuk lebih berjibaku dalam mencari nafkah berupa karunia Tuhan. Betapa banyak setiap pagi hari di belahan bumi manapun didapati wajah-wajah penuh ketegangan dan kepanikan yang memancarkan rona khawatir dalam mengais rezeki di pagi hari. Seolah mereka tiada memiliki Tuhan yang Maha Kaya Yang Mampu menjamin rezeki setiap hambaNya. Dialah Allah, Ar Razzaq Sang Pemberi Rezeki.

Hal yang sering luput dari diri manusia zaman modern ini adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah Swt telah menjamin rezeki dan nafkah setiap hambaNya. Karena keyakinan ini semakin memudar, maka setiap individu bergulat dan berkutat dalam kehidupan dunia demi memenuhi kebutuhan hidup belaka.

Dalam kitab Mirqaat al Mafatiih terdapat kutipan pernyataan Al Qusyairi yang mengatakan, ““Seseorang yang mengetahui bahwa Allah itu adalah Sang Pemberi Rezeki, berarti ia telah menyandarkan tujuan kepadaNya dan mendekatkan diri dengan terus bertawakal kepadaNya.”

Pernyataan Al Qusyairi ini penting untuk diyakini bahwa memang kunci mendapatkan rezeki adalah dengan mendatangi Sang Pemilik rezeki yaitu Ar Razzaq! Sebab dengan mendatanginya maka segala kebutuhan akan terpenuhi.

Apakah kita belum pernah mendengar hadits yang amat masyhur ini:

Hai manusia, jika dari generasi pertama sampai terakhir, baik jin dan manusia berkumpul dalam satu tempat untuk meminta kepadaKu, lalu masing-masing orang meminta untuk dipenuhi kebutuhannya, niscaya hal tersebut tidak mengurangi sedikit pun dari kekuasaanKu, kecuali hanya seperti jarum yang dicelupkan di laut. HR. Muslim

Ini semua bukanlah demi menafikan sebuah ikhtiar mencari nafkah atau bekerja. Tetap saja bekerja adalah sebuah prasyarat mulia untuk mendapatkan nafkah, dan para nabi manusia terhormatpun tetap melakukannya. Namun tekanan yang terpenting dalam mencari rezeki dan nafkah adalah ketaatan kepada Allah Sang Pemberi rezeki.

Dalam kitab Shahih Al Jami’ disebutkan sebuah hadits dari Rasulullah Saw yang berbunyi, “Sesungguhnya malaikat Jibril menghembuskan ke dalam hatiku bahwasanya jiwa hanya akan mati sampai tiba masanya dan memperoleh rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah, carilah nafkah yang baik, jangan bermalas-malasan dalam mencari rezeki, terlebih mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah karena sesungguhnya Allah tidak akan memberikan apa yang dicarinya kecuali dengan taat kepadaNya.”

Sebab itu usahlah panik dalam mencari karunia Allah Swt berupa rezeki. Yakinilah bahwa rezeki itu datang, bahkan kedatangannya menghampiri diri kita begitu cepat.

“Sesungguhnya rezeki itu akan mencari seseorang dan bergerak lebih cepat daripada ajalnya.” HR. Thabrani

Semoga Allah memberkahi rezeki & hidup kita bersama. Amien!

 

Ustadz Bobby Herwibowo

ERA MUSLIM

Gua Hira dan Cahaya Semesta

Muhammad saat berusia sekitar 37 tahun sering menyendiri, menyepi, merenung di Gua Hira. Upayanya ini sangat didukung istrinya yakni Khadijah. Muhammad ingin mencari jawaban dari berbagai permasalahan terkait ketuhanan dan kemasyarakatan. Masyarakat Mekkah saat itu banyak yang menyembah berhala dan melakukan tindakan yang sewenang-wenang sehingga dapat disebut sebagai masyarakat jahiliyah.

Gua Hira sebenarnya merupakan ceruk yang terdapat di Jabal Nur. Jabal Nur terletak sekitar enam kilometer dari Baitullah. Sesampainya di kaki bukit atau gunung masih harus menanjak melewati bebatuan setinggi sekitar 300 meter. Dari puncak gunung dapat melihat Kota Mekkah di kejauhan. Dari puncak gunung, berjalan turun sedikit sampailah di Gua Hira.

Secara arkeologi, Gua Hira dapat disebut sebagai situs arkeologi. Situs ini dapat dikatakan tidak diubah bentuknya, tetapi telah digunakan untuk aktivitas manusia. Gua atau ceruk alami yang digunakan oleh Muhammad itu bentuknya tidak beraturan. Ukuran bagian dalam gua sekitar 1,5 x 2,5 meter dengan tinggi sekitar dua meter.
Pada usia 40 tahun atau sekitar tahun 610 Masehi, Muhammad memperoleh wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala berupa Surah Al-Alaq (96): 1-5. Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalammemperoleh kunci jawaban untuk semua permasalahan. Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam diminta untuk membaca, mempelajari, menelaah, mengkaji dengan menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala. Jika belum memperoleh jawaban atas permasalahan yang dihadapi, maka bacalah minimal sekali lagi. Allah subhanahu wa ta’ala akan mengajarkan manusia apa yang belum diketahuinya.
Selanjutnya, secara berangsur-angsur selama sekitar 23 tahun, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam menerima wahyu dari Allah. Sedikit demi sedikit berbagai jawaban untuk permasalahan di dunia dan akhirat diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Kumpulan wahyu Allah subhanahu wa ta’ala kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam itulah yang disebut Alquran. Alquran juga mengandung arti bacaan.
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam dengan dibekali Alquran kemudian menerapkannya dalam kehidupan keseharian. Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam menjadi suri teladan yang baik dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Sepeninggal Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam, bagaimana umat Islam menyelesaikan permasalahan hidupnya?
Haruskah kita ke Jabal Nur? Jabal Nur berarti gunung cahaya. Dalam bahasa Inggris mungkin disebut The mountain of enlightenment atau gunung pencerahan. Jika kita mengalami kesuraman hidup, kegundahan hati, kegelapan mata, maka bacalah Alquran. Alquran juga berarti cahaya. Membaca dan mengamalkan Alquran akan menerangi hidup kita.
Alquran dapat menjawab semua permasalahan di dunia dan akhirat. Mungkin sampai menjelang ajal, kita tidak mampu menyelesaikan semua permasalahan dunia. Namun, dengan membaca dan mengamalkan Alquran, maka kita mampu menyelesaikan permasalahan akhirat.
QS Al-Baqarah (2): 201 – Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Wallahu a’lam
Oleh: Ali Akbar*,  Doktor arkeologi lulusan UI

Mengapa Muhammad SAW Harus Menjadi Nabi Terakhir?

Bukanlah sesuatu yang klaim oleh seseorang yang membuktikan dirinya layak atau tidak untuk diberi pengakuan atas kesalehannya. Kenabian adalah jabatan dimana Tuhan menunjuk seorang laki-laki untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Alquran menyebutkan empat kondisi di mana nabi-nabi dikirim ke seluruh dunia.

Keempat kondisi itu adalah: 1. Bila tidak ada nabi yang pernah dikirim ke umat sebelumnya dan tidak ada pesan ilahi yang sampai kepada mereka. 2. Ketika pesan seorang nabi sebelumnya telah dilupakan oleh umat atau ajaran nabi-nabi sebelumnya telah diubah seiring berjalannya waktu.

3. Bila nabi kedua dibutuhkan untuk membantu yang pertama, dan 4. Bila orang belum menerima instruksi lengkap dari Allah SWT.

Dilansir dari Muslimink bahwa dalam masing-masing kasus ini, seorang nabi ditunjuk untuk menyampaikan wahyu ilahi yang memperbarui pesan sebelumnya dan memperbaiki penyimpangan yang telah dilakukan manusia ke dalam agama Allah SWT.

Setelah pesan Allah SWT selesai melalui wahyu kepada Muhammad dan pelestariannya terjamin, sehingga tidak ada kebutuhan lebih lanjut bagi utusan untuk menyampaikan wahyu. Hanya sekedar guru dan pembaru untuk mengingatkan orang tentang apa yang telah Allah wahyukan.

Ketika masa kenabian Muhammad SAW, dunia telah kondusif untuk transmisi pesan Tuhan ke semua peradaban, membuat penunjukan nabi tambahan tidak perlu dilakukan. Firman-firman Allah SWT tidak mengalami perubahan atau diubah oleh manusia. Tidak ada satu kata pun yang ditambahkan atau dihapus dari yang telah disampaikan Nabi Muhammad SAW.

Jika Allah SWT bermaksud mengirim nabi lain setelah Muhammad, maka Dia pasti telah membuat fakta itu jelas di dalam Alquran atau memerintahkan Rasul-Nya untuk menyatakan bahwa seorang nabi akan mengikutinya.

Tapi, Alquran dengan jelas menegaskan bahwa Tuhan telah menyelesaikan misi ilahi-Nya melalui Nabi. Oleh karena itu, ‘kantor kenabian’ telah dibatalkan sehingga memungkinkan dunia untuk bersatu dalam kesetiaan kepada nabi terakhir dan ketaatan kepada Allah  SWT.

Bagi semua orang yang menerima Muhammad sebagai utusan akhir yang diilhamkan secara ilahi hanya akan mencari petunjuk dalam pesan yang dia sampaikan.

 

REPUBLIKA