Terlarang Saat Doa, Tapi Banyak Dikerjakan

Berdoa merupakan ibadah. Ia diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan disunnahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Maka kaum Muslimin tidak boleh sembarangan dalam berdoa. Ada aturan yang harus ditepati agar doanya mendapatkan ridha dari Allah Ta’ala.

Ketika seorang hamba tidak mengetahui apa saja yang termasuk anjuran dalam berdoa, bisa jadi ia akan terjerumus dalam hal-hal yang dilaranag dalam berdoa. Ketika larangan ini banyak dikerjakan, wajar jika doa tidak dikabulkan dan malah menimbulkan keburukan lantaran dilakukan tidak sebagaimana diperintahkannya.

Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim mengutip keterangan dari Imam Ibnu Juraij yang berkata, “Mengangkat suara, berseru dengan suara yang keras, dan berteriak di dalam doa hukumnya makruh. Diperintahkan untuk merendahkan diri dan tenang (di dalam berdoa).”

Larangan ini juga disebutkan di dalam al-Qur’an al-Karim. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. al-A’raf [7]: 55)

Bukan hanya melampaui batas dalam berdoa, tetapi juga dalam banyak amal ibadah lainnya. Termasuk dalam hal makanan, minuman, pakaian, pun amalan-amalan lain. Berlebihan selalu menimbulkan ketidakbaikan.

Masih diterangkan dari sumber yang sama, Imam Abu Miljaz menyebutkan satu di antara makna berlebihan dalam berdoa, yaitu meminta kedudukan para Nabi.

Sementara itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menerangkan makna berlebihan dengan mengatakan, “Akan ada suatu kaum yang berlebih-lebihan dalam berdoa dan bersuci.”

Apakah kita sudah rajin memanjatkan permintaan kepada Allah Ta’ala? Alhamdulillah jika sudah terbiasa.

Akan tetapi, tiada salahnya jika kita memeriksa kualitas doa yang dipanjatkan. Apakah di dalamnya ada makna berlebi-lebihan dalam memanjatkan pinta kepada Allah Ta’ala?

Apakah berteriak-teriak seperti meminta kepada yang tuli? Apakah berlebihan dengan meminta yang mustahil terjadi? Apakah pernah menyampaikan permintaan berupa sesuatu yang terlarang? Apakah pernah mengangkat tangan terlalu tinggi hingga menimbulkan kesan sombong?

Terus meneruslah berdoa. Ada atau tiada pinta. Sebab kita sangat butuh kepada Allah Ta’ala.

Ingatlah selalu nasihat sayyidina ‘Umar bin Khaththab yang memaksa diri untuk berdoa sebagai wujud ibadah tanpa memikirkan doanya dikabulkan atau tidak. Bukankah ada begitu banyak nikmat yang kita terima tanpa diminta?

Sungguh, Allah Ta’ala Maha Mencukupi kebutuhan makhluk-Nya.

Wallahu a’lam.

 

[Pirman/Bersamadakwah]

Membangkitkan Rumah Lumpur Orang Arab Masa Lalu

Kelompok-kelompok rumah lumpur yang menghiasi berbagai wilayah di Arab Saudi telah lama teruji selama berabad-abad sebelum kedatangan struktur beton. Namun, bangunan ini sebagian besar ditinggalkan pemiliknya setelah ledakan minyak dan revolusi dibidang industri konstruksi.

Dilansir dari Saudi Gazette masuknya pekerja asing untuk membantu Arab Saudi dalam penemuan minyak tentunya memerlukan tempat tinggal. Akomodasi yang sulit menyebabkan rumah lumpur tersebut disewakan kepada mereka. Selain itu sang pemilik memilih kenyamanan bangunan modern dibandingkan bangunan kuno tersebut. Rumah lumpur dibangun di atas pondasi batu, dengan atap yang terbuat dari kayu, daun kelapa dan pasir.

Curah hujan sering menyebabkan dinding lumpur runtuh. Sejumlah besar rumah ini dibiarkan hancur sampai beberapa orang mulai merawatnya lagi. Beberapa dari mereka merenovasinya sebagai pelarian dimana mereka bisa pergi dan bersantai di pedesaan.

Ushaigur terletak di Shaqra governorate sekitar 190 kilometer barat laut Riyadh, adalah salah satu kota pertama yang rumah lumpurnya dipulihkan. Ini mungkin merupakan kota warisan tertua di negara ini. Pada tahun 2005 pertama kalinya rumah-rumah lumpur dibuka untuk para wisatawan. Ketika Kementerian Urusan Kota dan Pedesaan melihat banyaknya wisatawan yang masuk, maka mereka memutuskan untuk fokus ke rumah lumpur tua di seluruh negeri dan mengubahnya menjadi tempat-tempat wisata.

Pada tahun 2011, Komisi Pariwisata dan Warisan Dunia Saudi mengumumkan bahwa mereka akan merehabilitasi dan mengembalikan semua rumah lumpur di seluruh negeri melalui kemitraan dengan sektor swasta. Dana pemerintah dialokasikan untuk tujuan ini. Selain itu banyak pengusaha mendukung rencana rehabilitasi dan menyumbangkan uang untuk tujuan tersebut.

Komisi tersebut memulai pekerjaan rehabilitasi di Riyadh dengan fokus pada kota-kota di pinggiran kota, termasuk situs-situs wisata dan warisan seperti Istana Al-Masmak, Pusat Sejarah Raja Abdulaziz, Museum Nasional, Wadi Hanifah dan Museum Saqr Al-Jazirah.

Komisi tersebut mengidentifikasi beberapa lokasi dengan rumah-rumah lumpur di Qassim, Unaizah, Dammam, Sakaka, Al-Baha, Madinah, Makkah, Pulau Farasan, Hofuf, Kharj, Qatif dan daerah lainnya di seluruh negeri.

Komisi tersebut juga memberikan bantuan keuangan kepada keluarga yang memiliki rumah lumpur tua untuk mengubahnya menjadi tempat-tempat wisata. Turut pula membantu mereka menghasilkan pendapatan yang layak dari bisnis rumah lumpur tersebut. Banyak pemilik rumah lumpur telah mengubahnya menjadi penginapan kecil dimana wisatawan dapat menikmati waktu mereka sambil mengenal budaya orang Arab secara langsung.

Penginapan menawarkan makanan tradisional dan memberi kesempatan kepada pemilik untuk menampilkan produk buatan tangan mereka kepada wisatawan. Yang terpenting, proyek-proyek ini menciptakan peluang kerja yang menguntungkan bagi banyak orang di Saudi. Saat ini, kota-kota dan gubernur di seluruh negeri bersaing satu sama lain untuk menarik jumlah wisatawan terbesar.

Banyak orang telah mendaftarkan bangunan warisan mereka kepada komisi tersebut untuk melindungi hak mereka sebagai pemilik tunggal struktur. Sementara beberapa orang meminta kepada komisi tersebut untuk  mengubah rumah mereka menjadi situs arkeologi. Sekaligus  menjalankannya dengan cara yang mencerminkan gaya hidup yang sesuai dengan zaman dahulu. Saat ini, rumah-rumah lumpur tua telah dihidupkan kembali dan mereka mulai bersinar lagi. Memberi pengunjung gambaran tentang kehidupan sederhana yang terjadi berabad-abad lalu.

 

REPUBLIKA

Hukum Memakan Cacing sebagai Obat

UNTUK masalah cacing kita perlu meneliti jauh tentang hal ini. Apakah ada dalil yang melarang untuk mengonsumsinya? Jika tidak ada, maka kembali ke hukum asalnya halal. Karena sekali standar menjijikkan bagi kita bukanlah standar orang, tetapi dikembalikan pada dalil. Wallahu alam, sampai saat ini penulis belum menemukan dalil yang mengharamkan cacing. Sehingga dari sini tidak masalah jika cacing digunakan sebagai obat, sebagai pakan ternak, atau dibudidayakan.

Namun taruhlah jika cacing ini dianggap haram karena menjijikkan, maka yang haram ini dibolehkan dalam keadaan darurat, yang tidak ada lagi obat yang dapat menyembuhkan penyakit selain zat haram tersebut. Tetapi juga harus berdasarkan anjuran/nasihat dokter yang dapat dipercaya.

Allah Taala berfirman, “Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” (QS. Al Anam: 119)

“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 173)

Wallahu alam bish showwab. [Ummul Hamam]

 

INILAH MOZAIK

Meneguhkan Syahadat

Syekh Muhammad bin Sholeh Al Utsmaini mengatakan, kalimat La Ilaha Illallah bermakna seorang mengakui dengan lisan dan hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang hak, kecuali Allah. Kalimat ini mengandung makna peniadaan dan penetapan.  Kalimat peniadaan (Laa ilaha) dan penetapan (Illallah) mengandung makna ikhlas. Artinya, memurnikan ibadah hanya untuk Allah saja dengan meniadakan ibadah selain dari-Nya.

“Bagaimana kamu mengatakan tidak ada sesembahan (ilah) kecuali Allah padahal di sana banyak ilah-ilah yang diibadahi selain Allah dan Allah Azza wa Jalla menamainya alihah (jamak dari ilah) dan penyembahnya menyebutnya alihatun,” tulis Syekh Al Utsmaini.  Tentang sesembahan ini, Allah SWT berfirman dalam QS Hud: 101.  “Karena itu tidaklah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sesembahan yang mereka seru selain Allah di waktu azab Rabb-mu datang. ” Allah juga berfirman dalam QS al-Isra: 39, yakni “Dan janganlah kamu mengadakan sesembahan-sesembahan lain di samping Allah.

Lebih lanjut, sang syekh mengatakan, makna Muhammad utusan Allah adalah membenarkan apa-apa yang Rasulullah kabarkan, melaksanakan apa yang dia perintahkan, menjauhi apa yang dilarang dan tidak ada ibadah kepada Allah kecuali dengan cara yang disyariatkan darinya. Kalimat ini juga mengandung konsekuensi bahwa seorang Muslim tak memiliki keyakinan bahwa Rasulullah memiliki hak untuk disembah, hak mengatur alam, atau hak dalam ibadah.

Hanya, Rasulullah merupakan seorang hamba yang tidak berdusta dan tidak memiliki kemampuan sedikit pun untuk memberi manfaat dan mudarat untuk dirinya sendiri ataupun orang lain, kecuali apa yang dikehendaki Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Anfal:50. “Katakanlah (ya Muhammad): Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malakikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku..”

Karena itu, meneguhkan kembali kalimat syahadat sangat relevan pada zaman yang penuh dengan fitnah dan cobaan ini. Maraknya aliran sesat di bumi nusantara mengharuskan kita untuk menjaga diri dan keluarga lewat mempertebal akidah. Kalaulah kita jauh dari aliran sesat, mengingat lagi syahadat dapat menggerus syirik-syirik kecil yang kerap dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Tanpa sadar, pengingkaran ini sering kita lakukan sehingga dapat membatalkan syahadat. Kita meninggalkan sunah-sunah Rasulullah yang seharusnya menjadi komitmen saat mengucap syahadat. Sering kali kita mengutamakan pertandingan sepakbola ketimbang panggilan azan, larut dalam rapat berjam-jam tanpa memerhatikan waktu shalat, menunda untuk membayar zakat padahal sudah memenuhi nisabnya, dan sebagainya. Maka, sebagaimana wudhu yang diperintahkan untuk diulang saat kentut atau buang air kecil, sudah semestinya kita perbaharui lagi syahadat. Kali ini dengan lebih khusyuk. Wallahu’alam.

 

REPUBLIKA

Malas Mengerjakan Shalat, Belajar dari Pemuda Anshar Ini!

Banyak riwayat yang mengkisahkan shalatnya Rasulullah SAW dan para sahabat, betapa khusuk dan asyiknya mereka dalam mengerjakan shalat, sampai-sampai mereka tidak menghiraukan apa yang terjadi pada diri mereka. Salah satunya, kisah sahabat dari golongan Anshar, bernama Abbad bin Bisyr. Meski panah demi panah menancap di tubuh dan darah mengalir dari lukanya, ia tetap asyik shalat tanpa goyah sedikit pun.

Dikisahkan dari Buku yang berjudul “Himpunan Fadhilah Amal” karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a. bahwa ketika Nabi SAW kembali dari suatu peperangan, Beliau berhenti di suatu tempat dan bersabda, “Siapakah yang siap menjadi penjaga pada malam ini?” Ammar bin Yasir ra dari kalangan Muhajirin dan Abbad bin Bisyr dari kalangan Anshar berkata, “Kami siap berjaga malam.” Kemudian Nabi SAW menyuruh mereka agar berjaga di sebuah bukit. Di bukit itu terdapat jalan bagi musuh untuk menyerang.

Keduanya pergi ke bukit itu, setibanya di sana, Abbad ra berkata kepada saudaranya Ammar ra, “Mari kita bagi malam ini menjadi dua bagian. Bagian malam pertama, aku yang berjaga dan engkau beristirahat. Dan bagian kedua, engkau yang berjaga dan aku beristirahat. Sehingga malam ini dapat kita jaga secara bergantian. Jika merasa ada musuh yang datang, maka yang berjaga dapat membangunkan yang tidur. Jika kita berdua berjaga bersama-sama, bisa-bisa kita mengantuk.”

Maka Abbad ra, pemuda Anshar, mendapat bagian yang pertama dalam berjaga, dan Ammar ra, pemuda Muhajirin tidur. Sambil bertugas Abbad ra mendirikan shalat. Ternyata ada seorang musuh yang mengintainya. Dari jarak jauh, musuh itu membidikkan anak panahnya ke Abbad ra, namun ia masih tegak berdiri. Musuh pun melepaskan lagi anak panahnya, dan Abbad ra masih belum goyah.

Ketiga kalinya musuh melepaskan anak panahnya pada Abbad ra. Hal yang dilakukan Abbas adalah mencabut dan melemparkan setiap anak panah yang menancap di badan dengan tangannya. Ia meneruskan shalatnya, mengerjakan ruku’ dan sujud dengan tenang. Selesai shalat, Abbad baru membangunkan kawannya.

Ketika musuh melihat Abbas ra tidak sendiri, ia segera melarikan diri. Musuh yang seorang diri tidak tahu berapa banyak tentara Islam di tempat itu. Ammar ra melihat badan Abbad ra penuh darah dengan bekas tiga anak panah di tubuhnya.

Ammar ra berkata kepada saudaranya yang terluka, “Subhanallah, mengapa engkau tidak membangunkanku dari tadi?” Jawab Abbad ra, “Ketika tadi aku shalat, aku mulai membaca surat Al-Kahfi, dan hatiku enggan untuk ruku’ sebelum menyelesaikan surat ini. Namun aku merasa, aku bisa mati jika dipanah terus menerus sehingga tugas dari Rasulullah SAW untuk berjaga tidak tertunaikan.”

Abbad ra melanjutkan perkaatannya pada saudaranya, Ammar ra, “Aku mencemaskan keselamatan Nabi SAW. Jika tidak, akan kuselesaikan bacaan surat itu sebelum ruku’, walaupun aku harus mati.” (Baihaqi, Abu Dawud).

Ada perbedaan fiqhiyah mengenai darah yang mengalir dalam shalat. Imam Abu Hanifah rah.a berpendapat dapat membatalkan wudhu sedangkan menurut madzhab Ssyafi’i tidak membatalkakn. Barangkali seperti itulah pendapat para sahabat, atau hal itu belum diteliti karena Nabi SAW tidak ada di tempat kejadian, atau karena belum ada hukum terhadap hal tersebut. Wallahualam.

 

REPUBLIKA

Inti Kalimat Syahadat

Syahadat merupakan gerbang masuk seseorang ketika hendak menjadi Muslim. Dua untai kalimat bermakna “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah” tidak sesederhana yang terlihat. Kalimat ini menjadi sumpah setia seorang hamba kepada Tuhannya dan seorang pengikut kepada junjungannya. Saat sumpah itu benar-benar dihujamkan, maka empat rukun Islam yang lain – shalat, puasa, zakat, pergi haji – pun akan mudah dilakukan.

Dari segi tata bahasa, kalimat syahadat memiliki makna terdalam. Pengucapan kalimat tidak ada tuhan adalah komitmen seorang hamba untuk “mengesampingkan” apa pun. Penyembahan terhadap bumbu-bumbu dunia seperti keluarga, anak, istri, harta, dan jabatan  harus dikesampingkan pada waktu awal pengucapan. Penambahan kata “selain Allah” menjadi bukti Allah adalah satu-satunya yang patut dipertuhankan. Sementara, kalimat Rasulullah utusan Allah menjadi komitmen seorang Muslim untuk mengikuti segala sunah yang diajarkan Nabi.

Syahadat berarti ikrar (pengakuan), sumpah dan perjanjian. Pada QS al-Imran ayat 18, Allah SWT berfirman “Allah menyatakan tidak ada tuhan selain Dia; demikian pula para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” Di ayat yang lain, Allah SWT berfirman tentang status Rasulullah SAW sebagai utusan. “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan.”(QS al-Ahzab ayat 45).

Para pembesar Quraisy memahami betul inti kalimat syahadat. Karena itu, mereka menolak saat Rasulullah meminta mereka untuk mengucapkan Lailahaillallah Muhammad Rasulullah. Kepada para pembesar Bani Hasyim, Nabi Muhammad bersabda, “Wahai saudara-saudara, maukah kalian aku beri satu kalimat, di mana dengan kalimat itu kalian akan dapat menguasai seluruh jazirah Arab?” Kemudian Abu Jahal menjawab, “Jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat berikan kepadaku.” Kemudian, Rasulullah pun mengatakan, “Ucapkanlah laa ilaha illa Allah dan Muhammad Rasulullah.” Abu Jahal pun menjawab, “Kalau itu yang engkau minta, berarti engkau mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan bukan Arab.”

Penolakan Abu Jahal kepada kalimat ini bukan karena dia tidak paham akan makna dari kalimat itu. Abu Jahal justru tidak mau menerima sikap yang mesti tunduk, taat, dan patuh hanya kepada Allah SWT. Jika bersikap seperti itu, Abu Jahal menyadari bahwa semua orang akan tidak tunduk lagi kepadanya. Abu Jahal ingin mendapatkan loyalitas dari kaum dan bangsanya. Jika dia mengikuti untuk bersyahadat, artinya Abu Jahal dan para pembesar itu menerima semua aturan dan segala akibatnya.

 

REPUBLIKA

Tips Rasulullah dalam Mengatasi Mimpi Buruk

BAGIAN dari kesempurnaan syariat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah mengajarkan semua hal penting dalam kehidupan manusia.

Hanya saja, ada orang yang berusaha memahaminya dan ada yang melupakannya. Seseorang akan bisa merasakan dan meyakini betapa sempurnanya Islam, ketika dia memahami aturan syariat yang demikian luas. Di saat itulah, seorang muslim akan semakin yakin dengan agamanya. Anda bisa buktikan dan mencobanya.

Diantaranya petunjuk tentang mimpi. Meskipun Islam tidak mengajarkan umatnya tentang takwil mimpi yang mereka alami, namun rambu-rambu yang diberikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah sangat memadai untuk menjadi panduan dalam mensikapi mimpi. Tak terkecuali, mimpi buruk.

Ada beberapa hal yang dijelaskan dalam Islam, terkait mimpi buruk.Pertama, mimpi tidak semuanya benar. Sumber mimpi tidak selamanya datang dari Allah. Bisa juga karena bawaan perasaan atau permainan setan.

Disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Mimpi itu ada tiga macam: bisikan hati, ditakuti setan, dan kabar gembira dari Allah.”

Makna Hadis: “Bisikan hati”: terkadang seseorang memikirkan sesuatu ketika sadar. Karena terlalu serius memikirkan, sampai terbawa mimpi.

“Ditakuti setan”: mimpi yang datang dari setan. Bentuknya bisa berupa mimpi basah atau mimpi yang menakutkan.

Jenis mimpi yang ketiga adalah kabar gembira dari Allah. Mimpi ini adalah mimpi yang berisi sesuatu yang baik dan menggembirakan kaum muslimin. (Keterangan Dr. Musthafa Dhib al-Bugha, salah seorang ulama bermazhab Syafii, dalam taliq untuk Shahih Bukhari)

Kedua, mimpi buruk berasal dari setan. Dari jenis mimpi di atas, mimpi buruk termasuk salah satu permainan setan kepada bani Adam. Mereka ingin menakut-nakuti manusia. Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang kita menceritakan mimpi buruk kepada siapa pun.

Dari Jabir radhiallahu anhu, ada seorang Arab badui datang menemui Nabi kemudian bertanya, “Ya rasulullah, aku bermimpi kepalaku dipenggal lalu menggelinding kemudian aku berlari kencang mengejarnya”. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada orang tersebut, “Jangan kau ceritakan kepada orang lain ulah setan yang mempermainkan dirimu di alam mimpi”. Setelah kejadian itu, aku mendengar Nabi menyampaikan dalam salah satu khutbahnya, “Janganlah kalian menceritakan ulah setan yang mempermainkan dirinya dalam alam mimpi” (HR Muslim)

Ketiga, Yang harus dilakukan ketika mimpi buruk. Ada beberapa hal yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika seseorang mimpi buruk:

1. Meludah kekiri 3 kali.

2. Memohon perlindungan kepada Allah Taala dari setan 3 kali, dengan membaca

“Audzu billahi minas-syaithanir-rajiim” atau bacaan taawudz lainnya).

3. Memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan mimpi tersebut.

4. Atau sebaiknya dia bangun kemudian melaksanakan Shalat.

5. Mengubah pisisi tidurnya dari posisi semula ia tidur, jika ia ingin melanjutkan tidurnya, walaupun ia harus memutar kesebelah kiri, hal ini sesuai zahir hadis.

6. Tidak boleh menafsir mimpi tersebut baik menafsir sendiri atau dengan meminta bantuan orang lain.

Keterangan tentang hal ini terdapat dalam beberapa hadis berikut :Dari Jabir radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Jika kalian mengalami mimpi yang dibenci (mimpi buruk) hendaklah meludah kesebelah kiri tiga kali, dan memohon perlindungan dari Allah dari godaan setan tiga kali, kemudian mengubah posisi tidurnya dari posisi semula.” (HR. Muslim)

Dalam hadis lain Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Ketika kalian mengalami mimpi buruk, hendaknya meludah ke kiri tiga kali, dan memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan dan dari dampak buruk mimpi. Kemdian, jangan ceritakan mimpi itu kepada siapapun, maka mimpi itu tidak akan memberikan dampak buruk kepadanya.” (HR. Muslim)

Abu Qatadah (perawi hadis) mengatakan,

“Sesungguhnya saya pernah bermimpi yang saya rasa lebih berat dari pada gunung, setalah aku mendengar hadis ini aku tidak peduli mimpi tersebut.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Mimpi itu ada tiga: mimpi yang benar, mimpi bisikan perasaan, dan mimpi ditakut-takuti setan. Barangsiapa bermimpi yang tidak disukainya (mimpi buruk), hendaklah dia melaksanakan shalat.” (HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani). Allahu alam.[Ustaz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Kesempurnaan Ibadah

Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan bencana bagi hamba-Nya bukan untuk menyusahkan, membinasakan, atau menyiksanya, tetapi ialah untuk menguji tingkat kesabaran dan kekuatan ibadahnya.

Karena sesungghunya Allah mempunyai hak-yang sama atas ibadah hamba-nya. Yaitu baik dalam keadaan susah (berat) maupun dalam keadaan lapang, baik atas perkara yang dibenci maupun perkara yan disukai.

Barang siapa yang dapat beristiqamah dalam beribadah dengan dua keadaan tersebut, maka ia tergolong hamba Allah yang tidak pernah merasa takut dan bersedih. Tidak ada jalan bagi musuh untuk mencelakainya karena Allah yang akan selalu menjaganya.

Tetapi setan terkadang mampu untuk membuatnya tergelincir. Seorang hamba yang diuji dengan kelaparan, syahwat, dan kemarahan, sedangkan setan selalu datang kepada hamba lewat ketiga pintu ini.

Tetapi kebanyakan manusia beribadah hanya dengan hal yang disukainya saja. Padahal banyak sekali ibadah yang ringan yang sebenarnya mudah dilakukan.

Seperti, berwudhu dengan aiar yang dingin pada waktu cuaca panas adalah ibadah, menikah dengan seseorang yang baik adalah ibadah, berwudhu dengan air yang dingin pada cuaca dingin adalah ibadah, meninggalkan maksiat dan hawa nafsu tanpa adanya rasa takut kepada manusia adalah ibadah, dan sabar menahan lapar dan sakit adalah ibadah.

Dari semua keadaan atau ujian yang Allah berikan, barangsiapa yang dapat melaksanakan ibadah dalam kondisi tersebut, maka Allah akan memberikan kebahagaian di dunia dan di akhirat.

Dalam buku Ensiklopedia Islam Al Kamil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri, disebutkan 3 kondisi yang membuat seorang hamba akan berbolak-balik keimanannya,

1. Ketika mendapatkan nikmat dan karunia dari Allah subhanahu wa ta’ala maka dia wajib memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya.

2. Ketika melakukan perbuatan maksiat dan dosa, maka dia wajib memohon ampunan kepada Allah subhanhau wa ta’ala

3. Ketika tertimpa bencana, maka dia wajib sabar.

 

REPUBLIKA

Haji Cukup Sekali

Kisah Muwaffaq yang diceritakan oleh Ibnu Umar ihwal memilih sedekah untuk membantu yatim dan berniat pergi haji memberi hikmah, betapa sedekah bisa lebih baik dari haji dalam kondisi tertentu. Dalam Fatwa Kontemporer, Yusuf Qardhawi  menulis pintu-pintu amal sunah untuk memperoleh kebaikan itu banyak dan luas. Allah pun tak akan mempersempitnya. Meski haji dan umrah masuk dalam salah satu rukun Islam yang kelima dan ibadah dengan kandungan pahala berlipat ganda, bukan berarti tidak ada amal lain yang tak bisa kita kerjakan.

 

Karena itu, kisah Ibnu Mubarak dan Muwafaq boleh jadi menjadi hikmah bagi kita. Saat tetangga atau famili kelaparan ketika kita tidur kenyang, boleh jadi kewajiban bersedekah sudah melekat pada kita ketimbang pergi ke Tanah Suci.

“Tidaklah beriman (dengan sempurna) orang yang tidur malam dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan.” (HR Thbarani dan Abu Ya’la). “Bersedekah kepada orang miskin (yang bukan famili) bernilai sebagai satu sedekah, sedangkan bersedekah kepada famili mempunyai nilai dua, yaitu sebagai sedekah dan penyambung kekeluargaan. (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Hakim).

Yusuf Qardhawi pun mengutip satu kalimat hikmah. “Orang Mukmin yang memiliki pandangan luas ialah orang yang memilih sesuatu, yang menurutnya sesuai dengan kondisi zaman dan lingkungannya.”  Fenomena yang saat ini terjadi adalah lamanya masa tunggu antrean calon jamaah haji. Untuk sampai ke Tanah Suci, ada calon jamaah yang harus menunggu hingga 10 sampai 15 tahun. Padahal, banyak di antara mereka yang sudah pernah ke Tanah Suci berkali-kali.

Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya sudah memberi imbauan kepada umat Islam, agar menunaikan haji cukup satu kali. MUI mengeluarkan fatwa singkat tentang naik haji sekali seumur hidup dalam rapat kerja nasional tahun 1984. MUI menegaskan, kaum Muslimin Indonesia hendaknya memahami betapa luas dan kompleksnya masalah yang dihadapi Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia, dalam menyelenggarakan pelayanan ibadah haji.

Setiap tahun, jumlah jamaah semakin bertambah, sementara lingkungan alamiah untuk pelaksanaan ibadah haji terbatas. Dalam tugas tersebut, baik Pemerintah Arab Saudi maupun Indonesia, dituntut untuk menyediakan fasilitas dan berbagai kemudahan bagi tamu-tamu Allah tersebut.

Karena alasan tersebut, MUI mengeluarkan fatwa jika ibadah haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup meski kemampuan yang dimiliki oleh setiap Muslim berbeda-beda. Kemudian, MUI mengimbau agar jamaah yang sudah berangkat haji, tapi mampu kembali berangkat agar memberi kesempatan kepada orang lain, terutama keluarga yang belum pernah melaksanakan ibadah haji. Wallahualam.

 

REPUBLIKA