Hukum Mobil Plat Merah untuk Kepentingan Pribadi

ALLAH melarang kita untuk menggunakan harta milik orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta orang lain diantara kalian dengan cara batil, kecuali melalui perdagangan yang saling ridha diantara kalian.” (QS. an-Nisa: 29)

Ayat ini menjelaskan larangan mengambil hak orang lain, tanpa alasan yang benar. Dan Allah sebut sebagai makan harta orang lain secara batil. Termasuk mengambil hak orang lain adalah memanfaatkan barang milik orang lain tanpa seizinnya. Jika barang itu milik satu orang, maka jika ada kawannya yang hendak menggunakannya, dia harus izin ke pemilik ini.

Lalu bagaimana jika barang itu milik banyak orang? Dia harus izin ke semua pemiliknya. Dan itu tidak mungkin bisa dia lakukan. Barang milik negara, haknya ada di tangan negara. Sehingga dia harus digunakan sesuai peruntukannya, yaitu untuk kepentingan negara dan rakyat. Karena ketika pengadaan barang ini, semua masyarakat memahami, ini untuk kepentingan bersama. Dalam islam, menguasai hak milik umum untuk kepentingan pribadi, baik penguasaan sementara atau selamanya (seperti korupsi), disebut dengan ghulul (hart khianat).

Syaikh Sulaiman al-Bujairami ulama Syafiiyah menyatakan, “Ghulul secara makna bahasa artinya khianat. Namun istilah ini lebih dikenal untuk menyebut orang yang mengambil harta ghanimah sebelum dibagi.” (Hasyiyah al-Bujairami, 4/394).

Karena itulah, para ulama melarang menggunakan barang milik negara untuk kepentingan pribadi. Diantaranya Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah . Beliau pernah ditanya, “Apa hukum menggunakan mobil milik negara untuk kepentingan pribadi?”

Jawaban beliau, “Mobil milik negara atau fasilitas lainnya milik negara, seperti mesin fotocopi atau lainnya, tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi seseorang. Karena barang ini dipergunakan untuk kemaslahatan umum. Jika seseorang menggunakannya untuk kebutuhan khusus, ini termasuk pelanggaran terhadap hak masyarakat umum, dan dia menguasai sendiri sementara orang lain tidak mendapatkan manfaatnya.”

Beliau melanjutkan, “Sesuatu yang menjadi milik umum kaum muslimin, tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi. Dalilnya adalah bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan ghulul yaitu orang mengambil ghanimah untuk kepentingan pribadi, padahal itu milik bersama.”

Lalu beliau ditanya, “Bagaimana jika atasan mengizinkan penggunakan fasilitas itu, apakah masih bermasalah?” Jawab beliau, “Tetap masalah, meskipun atasan mengizinkan penggunaan fasilitas ini. Karena fasilitas ini bukan milik atasan, bagaimana mungkin dia bisa memberikan izin untuk orang lain.”(Liqaat Bab al-Maftuh, masalah no. 238).

Demikian. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Lazimkah Zakat dari Pemotongan Gaji ASN/PNS?

Pemungutan zakat dari gaji bulanan aparatur sipil negara (ASN) Muslim lazim dilaksanakan di sejumlah daerah di Indonesia. Dana zakat yang terkumpul pun selalu disalurkan untuk kemaslahatan umat Islam.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, pemungutan zakat dari gaji bulanan ASN Muslim di DKI Jakarta sudah dilakukan sejak 2014. Persentase gaji yang dipotong untuk dana zakat sebesar 2,5 persen.

Tahun lalu, total dana zakat yang dihimpun Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta sebesar Rp 170 miliar. Mayoritas bersumber dari tunjangan kinerja daerah (TKD) ASN Muslim di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

“Memang secara konsep kalau di sini kan voluntary (sukarela) bukan mandatory (wajib),” kata Sandiaga di Balai Kota, Jakarta, Kamis (8/2).

Menurut dia, konsep sukarela dalam praktik ini sangat ditekankan karena Pemprov DKI Jakarta menginginkan ASN memiliki kesadaran membersihkan rezeki dengan membayar zakat. Ia pun mengaku masih menunggu rencana pemerintah pusat menerbitkan perpres tentang zakat ASN Muslim. Sandiaga tidak ingin berspekulasi perihal konsep pemungutan zakat yang tertuang dalam beleid itu.

Di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Bupati Semarang Mundjirin ES mendukung rencana pemerintah yang berencana menerapkan kebijakan pemungutan zakat dari gaji bulanan ASN Muslim. Khusus untuk Kabupaten Semarang, kebijakan tersebut telah berlaku sejak 2016 dengan pengelola dana zakat adalah Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Semarang.

“Namun, dari ASN ini baru mampu menghimpun Rp 180 juta hingga Rp 200 juta per bulan. Sementara potensi sesungguhnya bisa lebih besar lagi,” ujar Mundjirin di Ungaran, Kamis (8/2).

Menurut dia, apabila potensi tersebut mampu dioptimalkan, dana yang terhimpun bisa mencapai miliaran rupiah. Itu artinya, kebermanfaatan zakat juga akan semakin besar. “Karena zakat ini dikelola secara profesional untuk kemaslahatan umat,” kata Mundjirin.

Bupati Majalengka Sutrisno mengatakan, Pemerintah Kabupaten Majalengka telah memungut zakat sebesar 2,5 persen dari ASN Muslim sejak 2014. Dia menjelaskan, berdasarkan data dari Baznas Kabupaten Majalengka, sepanjang tahun lalu terkumpul dana zakat sekitar Rp 8 miliar.

Dana zakat yang dihimpun, menurut Sutrisno, telah dimanfaatkan untuk mendukung berbagai program kegiatan Pemkab Majalengka. Program-program itu, antara lain, beasiswa bagi siswa miskin, bantuan ekonomi produktif, dan bantuan untuk guru mengaji.

“Masih banyak lagi program yang diprioritaskan untuk masyarakat,” kata Sutrisno di Majalengka, Rabu (7/2).

Dari Solo, Jawa Tengah, jumlah ASN Muslim yang berzakat melalui Baznas Kota Solo terus mengalami peningkatan. “Total 500 ASN yang zakat. Ada 130 ASN ditambah dari Kemenag (Kementerian Agama) sekitar 370-an,” kata Wakil Ketua Bidang Perencanaan Laporan dan Keuangan Baznas Kota Solo Endang Suryana, Kamis (8/2).

Selama periode 2017, total penghimpunan zakat dan infak ASN Muslim di Solo sudah mencapai Rp 741,3 juta. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 522 juta telah disalurkan ke mereka yang berhak menerima dana zakat, antara lain, fakir miskin Rp 124,5 juta, fisabilillah Rp 135,3 juta, dan amil Rp 65,8 juta.

Pemerintah dalam hal ini Kemenag sedang menyusun perpres tentang pemungutan zakat 2,5 persen dari gaji bulanan ASN Muslim. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memastikan tidak ada kewajiban dan pemaksaan dalam rencana itu. Pembahasan di internal pemerintah masih terus dilakukan dengan melibatkan Baznas.

Tiga cara hitung gaji untuk zakat

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah M Cholil Nafis menjelaskan, kewajiban zakat profesi harus berdasarkan dengan nisab atau batas kekayaan. Sebagai contoh, kepemilikan emas, yakni minimal seseorang harus memiliki 85 gram emas baru dinyatakan wajib zakat.

“Mengeluarkan zakatnya disamakan dengan zakat pertanian, yakni setiap menerima gaji atau per bulan juga ada yang memperbolehkan setiap tahun,” ujar Cholil, Kamis (8/2).

Ia pun mengingatkan, ada tiga pendapat dalam menghitung gaji yang wajib zakat. Pertama, dari seluruh pendapatan gaji dan tunjangan. Kedua, gaji dan tunjangan dikurangi biaya operasional, seperti transportasi dan konsumsi.

Ketiga, gaji dikurangi seluruh kebutuhan pokok diri dan keluarga dan lebihnya baru dikeluarkan zakatnya. “Kalau nisab dihitung setelah kebutuhan pokok maka tak semuanya ASN wajib zakat,” kata dia.

Hal ini, lanjut Cholil, karena masih banyak ASN Muslim yang besaran gajinya belum mengikuti kenaikan harga-harga. Ditambah lagi, laju inflasi yang terus menggerogoti. Selain itu, ASN pun sudah punya beban pajak.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, sampai detik ini, MUI belum pernah diajak bermusyawarah oleh Kemenag ataupun Baznas terkait dengan rencana pemungutan zakat dari gaji bulanan ASN Muslim. MUI pun belum bisa memberikan pendapat terkait dengan rencana itu.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan potensi zakat dari ASN Muslim bisa mencapai Rp 10 triliun per tahun. Berdasarkan data dari Baznas, potensi zakat ini bahkan mencapai hingga Rp 270 triliun.

Dana zakat yang berasal dari gaji ASN Muslim akan disalurkan untuk kemashalatan masyarakat, baik di bidang sosial, pendidikan, kesehatan hingga bencana alam. Terpenting, dana tersebut tidak sebatas kepentingan umat Muslim saja.

Ada kemungkinan dana zakat tersebut akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Hal tersebut bergantung dari lembaga amil dalam menerjemahkan dana kemaslahatan masyarakat .

Pemerintah saat ini sedang menyiapkan Peraturan Presiden (perpres) tentang pungutan zakat bagi ASN yang beragama Muslim. Bagi ASN yang berkeberatan adanya pungutan zakat sebesar 2,5 persen tersebut dapat mengajukan ataupun menyampaikan permohonannya.

(andrian saputra/ali mansur/novita intan/lida puspaningtyas, Pengolah: muhammad iqbal).

 

REPUBLIKA

Potongan Zakat ASN Muslim

Wacana seputar potongan zakat untuk aparatur sipil negara (ASN) ramai beredar, baik di media cetak maupun digital. Latar belakang munculnya wacana ini adalah agar Indonesia tidak melulu menjadi ‘raja potensi’ tapi minim ‘realisasi’.

Sebab, penerimaan zakat saat ini baru mencapai Rp 6 triliun dari potensi seluruh penerimaan zakat di negeri ini sebesar Rp 217 triliun. Dengan kebijakan ini, diharapkan dapat meningkatkan realisasi penerimaan dana zakat.

Selain itu, wacana ini juga diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi di Indonesia. Sebab, upaya penanggulangan kemiskinan merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan, penanggulangan kemiskinan merupakan hal berat untuk dilakukan.

Selaras dengan penanggulangan kemiskinan, problem kesenjangan pendapatan masih saja menggelayuti bangsa ini, meskipun terjadi penurunan 0,001 poin dari rasio Gini per Maret 2017 sebesar 0,393 dibandingkan September 2016 yang mencapai poin 0,394 (BPS). Namun, hal ini belum berdampak siginifikan pada pemerataan pendapatan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan laporan Oxfam Indonesia dan International NGO Forum on Indonesia Develop­ment (lNFID), per Februari 2017, satu persen golongan kaya Indonesia menguasai 49,30 persen kue ekonomi nasional. Tentu hal ini menjadi hal yang serius untuk direspons.

Dengan adanya wacana potongan zakat bagi ASN ini, semoga problem kesenjangan pendapatan segera mendapatkan solusi. Sebagaimana dikatakan pakar ekonomi dan mantan penasihat Presiden Joseph E Stiglitz (2014). Menurut dia, salah satu jalan untuk menghilangkan kesenjangan pendapatan suatu negara adalah dengan memangkas pendapatan golongan atas, mempertahankan pendapatan golongan menangah, dan membantu kelas bawah.

Tegasnya, dalam ajaran Islam mekanisme ini hanya bisa dilakukan dengan membudayakan gerakan zakat. Dalam teori relasi antara agama dan negara, Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Kadang kala negara dapat menegakkan apa yang tidak dapat ditegakkan oleh agama.”

Salah satu contohnya, penegakan kebijakan potongan zakat. Wacana potongan yang diembuskan pemerintah terkait akan membuat gerakan berzakat lebih memiliki dampak riil dalam peningkatan zakat dibandingkan hanya imbauan ulama dan pengelola zakat.

Jika wacana tentang kebijakan ini terjadi, perlu diketahui beberapa tantangan yang akan dihadapi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang ditengarai akan menjadi pengelola dana zakat tersebut.

Beberapa poin utama dalam pengelolaan zakat meliputi akuntabilitas penghimpunan, tepat sasaran dalam penyaluran, akuntabilitas penggunaan dana, dan profesionalitas amil zakat. Mengapa beberapa hal diatas sangat penting?

Sebab, titik tolak dari segala hal tersebut mengerucut pada satu pertanyaan, “Apakah dana zakat yang berasal dari potongan gaji ASN Muslim berdampak signifikan terhadap penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan?” Guna menjawab pertanyaan ini, penting kiranya menengok sejarah masa lalu, saat negara (kini Baznas) menjadi pengelola dana zakat.

Beberapa kode etik pengelolaan zakat di masa lalu adalah sebagai berikut (Abu Yusuf, 1985; Abu Ubaid; 2001; Al-Mawardi; 1975); pertama, profesionalitas amil zakat. Amil zakat memiliki peran signifikan dalam penglolaan zakat (Beik, 2010). Jika merujuk masa lampau, amil zakat yang profesional adalah mereka yang mengikuti dengan ‘teguh’ sunah-sunah Rasulullah dan khalifah setelahnya.

Jika dilacak, beberapa sunah yang harus dilakukan oleh amil zakat meliputi; berlaku jujur, tidak menerima suap dan hadiah (risywah wal hadayah), tidak berlaku zalim terhadap muzakki, dan segara menyalurkan dana zakat.

Dalam diskursus kontemporer, amil profesional menurut Adnan (2017), di antaranya mereka yang berkerja secara full-timer, memiliki pegetahuan memadai terkait zakat dan selalu belajar, memiliki hak dan kewajiban yang jelas, dan memiliki jaringan sebagai anggota profesi.

Dengan potensi zakat dari ASN Muslim bisa mencapai Rp 10 triliun per tahun (Republika.co.id), tentu aspek amil zakat profesional menjadi hal yang harus disiapkan Baznas guna menjaga kepercayaan para ASN yang menjadi ‘muzakki’.

Kedua, akuntabilitas penghimpunan juga merupakan hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Dalam konteks kebijakan ini, hendaknya mekanisme besaran pungutan harus dijelaskan secara terang benderang.

Tentunya dengan perbedaan penghasilan antara satu ASN dengan yang lain, besaran pungutan zakat juga berbeda, sesuai dengan besaran gaji dan kesediaan ASN untuk zakat. Sebab, sebagaimana pernyataan Menteri Agama bahwa potongan gaji untuk zakat tidak bersifat wajib. Dalam konteks sejarah zakat masa lampau, penghitungan terhadap kewajiban zakat tidak dapat digeneralisasi, akan tetapi sesuai dengan proporsi masing-masing individu (Abu Ubaid, 2001).

Ketiga, tepat sasaran dalam penyaluran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan PIRAC (2005), salah satu faktor penyebab rendahnya realisasi terkumpulnya dana zakat adalah banyaknya muzakki yang membayarkan zakat secara langsung kepada mustahik. Menarik untuk dipertanyakan, mengapa mereka prefer untuk membayar langsung dibandingkan melaluli lembaga zakat?

Selain faktor kepercayaan kepada organisasi pengelola zakat (OPZ) dan sosialisasi yang minim; satu faktor lagi penting untuk dijadikan alasan, yaitu tepat sasaran dalam penyaluran. Dalam konteks ini, penyaluran zakat hendaknya tidak keluar dari wilayah di mana zakat dikumpulkan.

Jika hal ini tidak diperhatikan akan banyak ASN yang tidak bersedia pendapatan mereka dipotong, sebab dana mereka yang dipotong tidak ‘menetes’ kepada para mustahik yang ada di lingkungan mereka. Bila itu terjadi, akan lebih zakat diberikan langsung kepada mustahik.

Hal ini menjadi salah satu kode etik dalam pengelolaan zakat oleh negara pada masa lampau, penyaluran zakat tidak boleh keluar dari wilayah pengumpulan.

Keempat, akuntabilitas penggunaan dana. Penting dalam pengelolaan zakat agar dana zakat tidak tercampur dengan dana lain, seperti pajak dan keuangan negara lainnya.

Dengan adanya kebijakan ini, Baznas perlu memerinci secara jelas program-program penyaluran dana zakat dan juga memastikan agar program tersebut tidak tumpang-tindih dengan program pengentasan kemiskinan dan penangulangan kesenjangan pendapatan yang dilakukan negara.

Meskipun memiliki tujuan yang sama, dana zakat tetaplah dana zakat. Dana ini memiliki SOP yang clear and clean kepada siapa dana ini diberikan, yaitu kepada delapan golongan sebagaimana termaktub dalam Alquran surah at-Taubah ayat 60 bahwa golongan yang lebih prioritas adalah warga fakir dan miskin. Wallahu a’lam bissawab.

Oleh: Rahmad HakimKandidat Doktor Ekonomi Islam Universitas Airlangga Surabaya, Dosen Universitas Muhammadiyah Malang

 

REPUBLIKA

Ini 3 Tanda Kiamat Kubra yang Sudah ‘Dilihat’ Ulama Mesir

Kiamat kubra sudah dekat. Demikian kesimpulan Syaikh Dr Ali Gomaa setelah melihat tiga tanda kiamat kubra. Dalam sebuah acara televisi baru-baru ini, Mantan Mufti Mesir itu menyatakan bahwa tiga tanda dimulainya kiamat kubra sudah tampak dan terjadi.

Tanda pertama yang disebut Ali Gomaa seperti dikutip media Arab Albadee.net adalah kekeringan yang melanda daerah Nakhl Baisan di Syam yang saat ini diduduki oleh Zionis Israel.

Tanda kedua menurut Ali Gomaa adalah surutnya Danau Tiberias. Danau yang menjadi sumber utama air bersih bagi Israel itu mulai mengering pada 2012 lalu. Pemerintah Israel sempat panik karena danau Tiberias diperkirakan hanya akan bertahan sepuluh tahun. Pada 2022, danau itu diprediksi akan benar-benar kering dan tidak dapat diambil airnya. Karenanya sekarang Israel mencari sumber air di wilayah Lebanon.

Tanda ketiga menurut Ali Gomaa adalah surutnya mata air Zaghar. Mata air Zaghar terletak di sebuah desa di dekat Laut Mati di Jordania. Seperti danau Tiberias, mata air Zaghar juga sudah mulai surut.

Kendati disebut makin dekat, tidak ada satu pun ulama yang berani memastikan kapan kiamat kubra akan datang. Termasuk Ali Gomaa sendiri.

Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak dapat memastikan kapan terjadinya kiamat kubra. Ketika Malaikat Jibril datang bertanya kepada beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab “yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya” [Ibnu K/bersamadakwah.net]

 

BERSAMA DAKWAH

Desain Masjid Tanpa Kubah ala Ridwan Kamil

Terinspirasi oleh konsep desain masjid zaman Rasulullah dan Masjid Nabawi

Masjid memiliki  tempat dan peranan tersendiri dalam keseharian umat Islam. Masjid bukan sekadar tempat sujud sebagaimana makna harfiahnya. Lebih dari itu, banyak keragaman fungsi. Zaman Rasulullah SAW, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah mahdah. Masjid berfungsi juga sebagai pusat pemerintahan, sentra pendidikan, hingga penentuan strategi peperangan.

Bahkan, lahan sekitar masjid pernah dijadikan sebagai pasar dan sentra perdagangan. Rasulullah menjadikan masjid sebagai sentra utama seluruh aktivitas umat. Di Masjid, Rasulullah SAW mengajarkan dan berdiskusi tentang berbagai hal dengan para sahabat. Tempat pembentukan karakter, sarana pembinaan dan pembangunan beragam aspek, termasuk di dalamnya ibadah muamalah yang berdimensi sosial.

Dalam perjalanannya, bentuk dan desain masjid kemudian berkembang mengikuti zaman. Sebagai pusat aktivitas umat, maka aspek kesucian sebagai tempat sakral harus tetap diperhatikan. Wali Kota Bandung yang juga Bakal Calon Gubernur Jabar H M Ridwan Kamil memiliki perspektif luas dalam menyikapi kefungsian dan arsitek masjid.

Bersama arsitektur yang didirikannya, Urbane, Kang Emil (panggilan akrab Ridwan Kamil) sengaja mendesain masjid sebagai sebuah ruang yang suci dan sakral. Dalam mendesain masjid, menurut Emil, dibutuhkan kedalaman rasa. Kedalaman rasa itu tidak sekadar bergantung pada temuan panca indra, namun dilengkapi aspek kerohaniannya juga.

Semua prinsipal yang diterapkan Urbane, yakni nilai-nilai Islam, sehingga mendesain masjidpun dijadikan sebagai tanggung jawab moral, dan salah satu bentuk pengejawantahan diri dalam menjalankan keyakinan. Disamping itu, secara pribadi juga, Ridwan Kamil menyandang amanah dari almarhum ayah dan kakeknya untuk turut mendirikan atau mendesain serta menyokong pembangunan masjid.

Salah satu partner Urbane, Reza A Nurtjahja mengaku, mayoritas desain masjid yang didesain Ridwan Kamil senantiasa memiliki kekhasan. Bisa jadi, desain masjid ala Ridwan Kamil jarang ditemukan di kebanyakan masjid.

Salah satu desain masjid Ridwan Kamil, yaitu tidak dilengkapi kubah. Konsep tanpa kubah yang diinisiasi Ridwan Kamil itu merujuk pada keterangan masjid yang dibangun zaman Rasulullah SAW. Bahkan, berdasarkan riwayat, bangunan Masjid Nabawi di Madinah menyatu dengan pasar dan tidak memiliki kubah.

Bangunan Ka’bah di Masjid Al Haram, Mekah, sebagai baitullah dan kiblat umat Islam di dunia berbentuk kotak sederhana. ‘’Kubah adalah bentuk teknik konstruksi bangunan yang sudah ada sejak zaman romawi, untuk menciptakan ruang bangunan yang cukup luas tanpa memerlukan tiang,’’ jelasnya.

Bentuk kubah selain dipakai sebagai konstruksi, juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akustik. Tujuannya, agar suara yang disampaikan imam dan khatib bisa terdengar nyaring, terutama di saat teknologi microphone dan pelantang belum ditemukan. Ini seperti orang yang mengira bedug dan kentongan adalah kelengkapan wajib yang harus ada di setiap masjid, untuk menjadi penanda datangnya waktu shalat, meski sudah ada mik dan pelantang. Namun seiring waktu, orang sekarang sudah bisa menerima masjid tanpa dilengkapi bedug.

Namun, kesederhanaan bentuk masjid yang didesain Ridwan Kamil atau Urbane tidak selalu harus mengikuti pakem berkubah atau tidak berkubah. ‘’Ada kalanya desain masjid Urbane berkubah dan beratap,’’ tuturnya lagi.

Ditegaskan Reza, sosok bangunan masjid harus lebih mementingkan rasa, menghadirkan ketenangan serta mampu membuat jamaah khusyuk dalam beribadah. Ketimbang memperbanyak simbol, yang boleh jadi tidak selaras dengan ajaran Islam, menurut Reza, lebih baik mengutamakan bangunan hijau dimana banyak masukan ventilasi dan cahaya alami di dalam masjid.

‘’Pada beberapa masjid yang didesain Kang Emil dan Urbane, cahaya leluasa menerobos masuk melalui berbagai desain pencahayaan yang membuat suasana masjid terang alami, tanpa perlu banyak lampu penerang di siang hari,” jelasnya. Sebagai contoh Masjid Al Irsyad yang terletak di Kota Baru Parahyangan, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

Bentuknya kotak persegi mirip Kabah, dan pada dindingnya terdapat kalifgrafi bertuliskan lafadz tauhid, La Ilahaillalalhu. Di dalamnya, ada ruangan luas mengerucut pada sebuah lubang terbuka berbentuk persegi, tepat di ruang mihrab dengan pemandangan yang luas ke arah bukit.

Berkat desain yang unik ini, Masjid Al Irsyad mendapat penghargaan sebagai Future Arc Green Leadership Award BCI Asia 2011 dan penghargaan 5 World Top Religious Building 2010 oleh archdaily.com.

Selain Al Irsyad, Ridwan Kamil dan Urbane juga mendesain masjid di beberapa kota besar lainnya. Di antaranya di Jakarta, Yogyakarta dan Makasar. Ridwan Kamil juga sempat mendesain masjid di Beijing, namun belum sempat dibangun.

Saat ini, ungkap Reza, Urbane sedang membantu pendesainan masjid di Sevilla Spanyol, untuk komunitas umat Islam di sana. Saat ini, Di Denpasar dan di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, ada masjid yang sedang didesain oleh Urbane.

Keunikan desain masjid ala Ridwan Kamil dan Urbane, tegas Reza, mengharuskan adanya desain arsitektural masjid bernarasi dan memiliki konsep yang kuat. Intinya, menunjukan keagungan dan kemahabesaran Allah Swt terhadap ciptaan-Nya. Keunikan setiap mihrab yang didesain Urbane,  di antaranya selalu dirancang terbuka.

Desain arsitektural Ridwan Kamil dan Urbane lainnya yang cukup ikonik, adalah Masjid di rest area KM 88 Jalan Tol Purbaleunyi arah Jakarta. ‘’Masjid KM 88 yang desainya segitiga itu pada awalnya adalah turunan dari bentukan lansekap atau bentang alam,’’ imbuh Reza.

Sementara fasad atau eksterior bangunan yang berlubang dan menghadirkan cahaya ke dalam masjid, terinspirasi dari keadaan di saat malam, di mana bintang-bintang bergemerlapan di langit yang terlihat indah.

Kini, Masjid As Safar berkapasitas 6.000 jamaah yang diresmikan oleh Dirut Jasa Marga Dessi Ariani pada Mei tahun 2017 itu, menjadi salah satu ikon baru Jalan Tol Purbaleunyi. Kehadiran masjid ini senantiasa menarik perhatian para pengendara yang akan pergi ke Jakarta untuk singgah beristirahat dan menjalankan shalat.

 

REPUBLIKA

Foto: Masjid Al Irsyad di Kota Baru Parahyangan, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Masjid ini mendapat penghargaan sebagai Future Arc Green Leadership Award BCI Asia 2011 dan penghargaan 5 World Top Religious Building 2010.

Merokok Sembarangan di Arab Saudi Akan Didenda Rp 18 Juta

Komite Nasional Pengendalian Tembakau Saudi tengah menggodok aturan tentang sanksi bagi para perokok  yang merokok yang sembarangan di tempat-tempat umum. Bagi mereka yang melanggar, Arab Saudi akan mengenakan denda hingga 1.300 USD (Sekitar Rp18 juta).

Tidak hanya denda, Arab Saudi dalam tahapan berikutnya akan menyediakan klinik keliling untuk mengobati para perokok dalam kebijakan baru negeri kaya minyak tersebut mengenai tembakau, landi Alarabiya, Rabu (7/2).

Sanksi yang dikenakan untuk asupan tembakau meliputi penggunaan rokok, cerutu, pipa, jig, shisha, atau cara lain untuk menikmati tembakau.

Peraturan tersebut juga akan menjatuhkan hukuman kepada siapapun yang dinyatakan bersalah melakukan usaha pembuatan produk tembakau dan turunannya di Arab Saudi. Mereka akan dihukum dengan denda 20 ribu riyal.

Peraturan baru akan melarang merokok di tempat umum seperti di lingkungan masjid, fasilitas pendidikan, kesehatan, olahraga, budaya, tempat sosial dan amal, perusahaan, institusi, badan, pabrik, bank dan sejenisnya.

Termasuk larangan merokok di angkutan umum, darat, udara atau laut, tempat yang menawarkan makanan dan minuman, atau pabrik pengolahan dan kemasannya, serta SPBU, alat transportasi, gudang, lift dan toilet umum. (Ip/Ram)

 

ERA MUSLIM

Suami Ganteng, Kaya, Saleh OK, Tapi Saya Gelisah…

Bahagia dalam keluarga kadang abu-abu. Dari luar terlihat cukup, tapi di dalam justru was-was. Orang boleh mengatakan: di atas langit ada langit. Tapi, di atas gunung bukan ada gunung. Melainkan, jurang.

Hidup berumah tangga memang unik. Satu tambah satu yang selalu dua dalam rumus matematika, tidak begitu di keluarga. Terutama soal cinta suami isteri.

Orang luar boleh-boleh saja menilai tentang kebahagiaan seorang isteri terhadap kelebihan suami dan keluarganya. Betapa tidak; suami ganteng, penghasilan lebih dari cukup, rumah bagus, kendaraan dua. Apalagi? Wajar kalau ada yang iri dengan tampilan luar begitu. Karena hampir semua wanita pasti ingin seperti itu.

Tapi gimana kalau di balik kebahagiaan itu ada was-was. Lho? Soalnya, bukan rahasia lagi kalau setelah ada cukup, pasti ada kurang. Artinya, kelebihan buat isteri kadang bisa menjadi kekurangan buat suami. Isteri boleh bahagia dengan kelebihan yang ada, tapi suami justru jadi merasa kurang ‘tantangan’. Tantangan?

Ada banyak cara yang mungkin dilakukan suami mencari tantangan baru. Di antaranya, membangun rumah baru, menyekolahkan anak keluar negeri, dan ada satu yang biasa dikhawatirkan seorang isteri: kawin lagi. Setidaknya, hal itulah yang kini dirasakan Bu Wiwin.

Ibu tiga anak ini memang patut bersyukur. Jarang muslimah yang bisa hidup sebahagia Bu Wiwin. Punya rumah bagus, kendaraan lebih dari satu, serta suami yang saleh dan ganteng. Kemana pun Bu Wiwin pergi, selalu bertabur hormat dan pujian. Tidak heran jika Bu Wiwin selalu senyum tiap kali ketemu orang. Sapaan dibalas senyuman. Dan senyuman dibalas dengan senyum yang lebih manis lagi. Indahnya!

Begitukah sebenarnya perasaan Bu Wiwin? Ini memang menarik. Tak seorang pun bisa menduga kalau Bu Wiwin sebenarnya gelisah. Ia tidak menihilkan nikmat Allah yang begitu banyak. Tapi, ada perasaan gundah ketika melihat kecukupan itu.

Entah kenapa Bu Wiwin punya perasaan lain kalau ada temannya bertanya soal suaminya. Dalam hal apa pun: pekerjaan, kesukaan, dan lain-lain. Terlebih ketika yang bertanya belum dan atau tidak lagi bersuami. Wah, bisa tidak tidur tiga malam.

“Memangnya Bu Wiwin kenapa?” tanya seorang teman ketika kegelisahan tak lagi bisa disembunyikan. Tak satu pun kata terucap dari Bu Wiwin kecuali untaian senyum.

Sepertinya, Bu Wiwin tidak ingin seorang pun tahu apa masalahnya. Soalnya, ia sendiri bingung mau bilang apa kalau was-wasnya terungkap. Apa yang kurang dari suami Bu Wiwin. Tampang oke, kocek tebal, akhlak jempolan. Semua syarat nyaris terpenuhi. Cuma satu yang masih tersangkut kalau dugaan Bu Wiwin tentang suaminya itu benar: ketidaksetujuannya. Dan itu justru menjatuhkan dirinya sendiri.

Duh, Bu Wiwin benar-benar bingung. Gelisah. Terlebih akhir-akhir ini. Ia menangkap ketidakwajaran suami tercintanya. Entah kenapa, Bu Wiwin merasakan kalau suaminya terlihat sering grogi. Kalau sendirian, suaminya seperti membayangkan sesuatu. Dan, kemudian senyum sendiri. Gila?

“Astaghfirullah!” ucap Bu Wiwin dalam hati. Tidak mungkin suaminya sakit jiwa. Justru, suaminyalah yang dikenal masyarakat sebagai dokter jiwa. Orang-orang yang gelisah akan menemukan mata air ketenangan saat mendengar nasihat suami Bu Wiwin. Lembut, tapi berbobot.

Bu Wiwin khawatir, bayang-bayang yang dianggapnya hitam selama ini terwujud. Ia bukan tidak setuju. Tapi benar-benar tidak kuat kalau suaminya nikah lagi. Berat!

Ia sudah mengantongi alasan kenapa muslimah lebih cepat bersedia menjadi isteri kedua daripada isteri pertama. Alasannya sederhana, tapi agak filosofis. Kalau isteri kedua, dari tidak ada menjadi ada. Tapi buat yang pertama, dari ada menjadi berkurang. Beda kan!

Dan suatu malam, kekhawatirannya kian menjadi. Ketika itu, Bu Wiwin mendapati suaminya menyebut-nyebut nama seorang wanita dalam keadaan tidur. “Mutia! Mutia! Mutia!” Saat itu juga ia terperanjat bukan main. Diingatnya nama itu kuat-kuat. Biarlah hafalannya berkurang asal nama itu tidak menghilang.

Namun, peristiwa itu tetap menjadi rahasia dan misteri. Rahasia karena tak seorang pun yang ia ceritakan. Dan misteri, karena Bu Wiwin belum pernah dengar nama itu kecuali dari mulut suaminya.

“Siapa Mutia?” Bu Wiwin jadi penasaran. Rasa-rasanya, tak ada nama akhwat di daerah tempat tinggalnya. Begitu pun di kantor tempat suaminya bekerja. Apa itu cuma mimpi? Dan penasaran Bu Wiwin kian menjadi ketika di malam yang lain, nama itu kembali disebut-sebut suami.

Bu Wiwin kian yakin kalau suaminya sedang jatuh cinta. Keyakinan itu menjadikan pikiran Bu Wiwin tak bisa konsen. Hatinya gundah. Sesekali ia menangis. Pelan tapi pasti, suara hatinya seperti berujar, “Terimalah kenyataan ini, Win!” Dan tangisnya pun kian menjadi.

Hanya ada satu cara untuk bisa memastikan: keterbukaan. Bu Wiwin sudah membayangkan apa yang akan diucapkan orang tua, kakak, adik, teman, dan tetangganya. Tapi, kenyataan tetap kenyataan. Ia harus mendengar langsung dari suaminya.

“Ayah sedang jatuh cinta?” tanya Bu Wiwin langsung ke suaminya. Walau berat, ia harus dapat kepastian. Yang ditanya tersenyum. “Apa kamu siap menerimanya?” tanya sang suami lebih terbuka. Bu Wiwin mulai menangis. “Silakan ayah ucapkan!” ucapnya sambil terisak.

“Isteriku. Kalau kamu tidak keberatan, aku akan mengangkat anak yatim Aceh sebagai anak kita. Namanya Mutia!” ucap suami Bu Wiwin tenang. “Kamu bersedia?” tanya suaminya seraya menatap sang isteri agak keheranan. (mn)

 

ERA MUSLIM

Menyikapi (Teknologi) Bitcoin

BAHWASANNYA seluruh otoritas moneter dan keuangan kita melarang Bitcoin, saya bisa memahami dan setuju dengan tiga alasan yang saya jelaskan di bawah. Namun kehadiran Bitcoin 10 tahun terakhir telah memperkenalkan ‘peradaban teknologi baru’ yang disebut blockchain, sebagaimana internet hadir di dunia sekitar 30 tahun lalu – blockchain akan menjadi ‘the next internet’ for transactions.

Produk peradaban manusia selalu seperti pisau bermata dua – kita kudu melihat dua sisinya agar bisa memperoleh manfaatnya.

Mengapa saya setuju dengan keputusan BI maupun OJK dalam melarang Bitcoin? Ini tiga alasan saya untuk ini.

Pertama Bitcoin adalah decentralized money – yang ‘penerbit’nya adalah para miner atau penambang Bitcoin. Para miners ini sebenarnya melalukan fungsi verifikasi, namun sampai tahun 2140 – kalau belum keburu Kiamat, para miners mendapatkan ‘bonus’ berupa Bitcoin baru yang terus berkurang separuhnya setiap sekitar 4 tahun.

Bila ‘bonus’ Bitcoin baru itu nilainya per block 50 coin pada awal mula diperkenalkannya, saat ini tinggal 12.5 coin – karena Bitcoin sudah berusia 10 tahun. Dua tahun lagi bonus itu tinggal 6.75 coin per block dan seterusnya. Bitcoin baru terakhir akan dikeluarkan tahun 2140, dan setelah itu tidak ada lagi Bitcoin baru.

Pada saat Bitcoin terakhir dikeluarkan, saat itu total Bitcoin di dunia ada 21 juta keeping. Saat ini yang sudah beredar sekitar 16.7 juta, berarti tinggal sekitar 4.3 juta lagi yang masih bisa ‘ditambang’.

Bitcoin Miner Pools

Masalahnya adalah, karena desentralisasi penambangan Bitcoin ini membutuhkan energy yang murah – dan juga tenaga kerja IT yang murah, lebih dari 60% penambang Bitcoin ini berada di China, 15 % di Georgia, 7.5 % di Swedia, 3 % di AS dan total sisanya 14.5 % di negara-negara lain.

Bahkan karena para ‘penambang’ ini juga membentuk pool untuk berbagi bonus Bitcoin baru, lebih dari 80% pool ini bermuara di China lagi! Walhasil kalau kita menggunakan Bitcoin – ‘Bank Central’ nya terdesentralisasi kepada sejumlah pihak di China. Sama dengan setiap kita menggunakan Dollar berarti ‘meminjami’ Paman Sam, maka setiap kita mengggunakan Bitcoin secara tidak langsung kita ‘meminjami’ China dengan uang kita.

Kedua, meskipun Bitcoin jumlahnya akan berhenti pada 21 juta pada tahun 2140 – jangan dikira bahwa harganya hanya bisa naik karena kelangkaannya. Mirip juga jual beli pada umumnya, harga Bitcoin juga sangat terpengaruh oleh supply and demand.

Ketika ada isu satu negara seperti Indonesia menolak Bitcoin – dan sekarang bukan lagi isu lagi, maka harga Bitcoin di dunia juga sempat terguncang – karena banyaknya yang mau menjual. Bagaimana kalau negara lain juga melakukan hal yang sama? Bitcoin Anda karena dia virtrual – tidak ada intrinsic value-nya, dia bisa menjadi Zero dan tidak ada yang tersisa.

Sang pelopor teknologi ‘internet baru’ blockchain, bisa bernasib sama dengan pelopor lahirnya internet dahulu, mayoritas kita tidak tahu bukan siapa yang membuat web pertama? Teknologinya exist selama 30 tahun ini, tetapi sang pelopornya tidak lagi dikenal.

Maka demikian pula dengan teknologi blockchain yang dibawa oleh Bitcoin, teknologinya banyak bermanfaat dan kemungkinan besar akan exist dengan perbagai penyempurnaannya terus menerus – tetapi sang pelopor Bitcoin-nya sendiri belum tentu bisa berusia panjang.

Yang ketiga – dan ini alasan utama saya menolak Bitcoin tetapi tidak menolak teknologinya – yaitu fitrah dari uang itu sendiri.

Dalam Islam uang itu adalah intrinsic sebagaimana hadits sahih yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi Hadis yaitu  Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai”.

Dari seluruh jenis alat tukar yang disebutkan dalam hadits-hadits tersebut, semuanya memiliki nilai intrinsic. Karenanya ‘uang’ dalam Islam tidak bisa bernilai zero seperti uang yang dipakai oleh dunia modern termasuk Bitcoin tersebut di atas.

Lantas di zaman now yang semuanya serba digital ini, apakah kita harus kembali menggembol emas, perak, gandum dlsb untuk bisa berjual beli? Disitulah indahnya Islam, umat ini dijamin unggul oleh Allah sepanjang zaman berarti termasuk zaman now! – selagi kita menggunakan kitabNya, dan tentu juga petunjuk nabiNya – dalam melaksanakan urusan kehidupan ini (QS 3:138-139).

Di zaman teknologi ini berarti kita juga harus sangat unggul di bidang teknologi, termasuk teknologi pengelolaan uang dan transaksi tersebut. Betapa banyak anak muda kita yang sukses luar biasa dalam usahanya – karena menguasai dan pandai pula menggunakan teknologi yang ada saat ini, betapa banyak ustadz-ustadz yang sukses mencerahkan umat – juga dengan menguasai dan menggunakan teknologi internet.

Sedangkan ‘the next internet’ of transaction itu akan menggunakan teknologi blockchain, tidak terbayang bukan kalau dahulu kita menolak internet? Maka tidak kebayang juga sekarang apabila kita menolak teknologi Blockchain yang merupakan the next level of internet.

Maka solusi Islam bisa sangat modern dan bahkan mengungguli zamannya, tetapi pada saat yang bersamaan solusi ini juga tidak keluar dari petunjukNya. Lantas bagaimana kita menggabungkan keduanya untuk menghadirkan ‘uang’ yang lebih baik dari Bitcoin yang kita tolak tersebut di atas?

Gunakan teknologinya – blockchain – untuk mengelola ‘uang’ sektor riil kita. Blockchain bisa kita pakai mengelola hutan kita agar terjaga hijau , tidak gundul tetapi juga produktif menciptakan pekerjaan yang sangat banyak misalnya, karena dengan blockchain yang merupakan catatan transactional (ledgers) yang terdesentralisasi dan terverifikasi – semua menjadi transparan dan dipelototi oleh jutaan nodes di seluruh dunia.

Dengan blockchain ini kita bisa melawan arus tersedotnya uang kita ke China karena menggunakan Bitcoin, atau tersedot ke AS karena menggunakan Dollar – menjadi sebaliknya, kita menyedot uang dunia untuk membiayai pengelolaan hutan-hutan kita.

Dengan blockchain pula kita bisa melacak setiap ‘transaksi’ pengambilan ikan di laut kita, sehingga semua produksi ikan dari negara kepulauan ini menjadi traceable dan auditable, tidak ada yang boleh memunahkan ikan di laut kita. Hal yang sama dengan tanah-tanah gersang di 60% desa-desa Indonesia yang masih tertinggal dan sangat tertinggal, penghijauannya, penyuburannya, pemakmurannya – bisa menggunakan teknologi blockchain untuk menyedot dana-dana global yang mulai banyak yang teralokasikan untuk impact investment, green fund, charity fund dlsb.

Sepert pisau bermata dua, demikianlah teknologi itu harus kita kuasai. Ketika teknologi itu hanya dikuasai oleh orang lain dan digunakan sisi buruknya – maka dia bisa melukai kita. Sebaliknya ketika kita yang menguasai pisau itu dan kita manfaatkan sisi baiknya, berjuta manfaat bisa kita peroleh karenanya. Hingga kini kita semua masih bisa memanfaatkan internet untuk kebaikan bukan? Maka demikian pulalah the next internet itu. InsyaAllah.*

Oleh: Muhaimin Iqbal, Penulis adalah Direktur Gerai Dinar

 

HIDAYATULLAH

Watak Malas Bertentangan dengan Islam

ALLAH berfirman “Seseorang tidak mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya”. (QS. An-Najm : 39). Andaikata Sunnatullah tersebut tidak berlaku, betapa akan sangat membingungkannya kehidupan ini karena tidak ada yang bisa dijadikan pedoman lagi.

Dan kita tidak dapat menduga-duga apa yang akan kita peroleh dengan melihat sudah seberapa serius dan keras kita dalam mengusahakan sesuatu.

Sebagaimana diriwayatkan Thabrani dalam Al-Kabir, Rasulullah bersabda, “Allah mencintai setiap mukmin yang bekerja untuk keluarganya dan tidak menyukai mukmin pengangguran”. Haram hukumnya apabila seseorang yang mampu bekerja hanya berdiam diri. Yusuf Qardhawi dakam fatwa-fatwanya menyatakan bahwa setiap Muslim diharamkan malas bekerja dengan dalih sibuk beribadah atau tawakal kepada Allah, sebab langit tidak akan mencurahkan hujanemas dan perak. “barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah”.

Nabi sudah lama mengingatkan, “Apabila kamu telah selesai salat subuh, maka janganlah kamu tidur”. Hadis ini memerintahkan kita agar manusia dengan segera bekerja sejak pagi-pagi sekali, supayaia menjadi produktif. Bahkan Nabi SAW secara khusus mendoakan orang yang bekerja sejak pagi sekali. “Ya, Allah, berkahilah umatku yang bekerja pada pagi-pagi sekali”.

Dalam kaitan ini, menaik untuk mengutip ungkapan Jimmy Carter, “Saya bisa saja bangun jam sembilan pagi dan menjadi petani kacang, atau bangun jam enam pagi dan menjadi presiden”. Malas adalah watak yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu Nabi pernah berdoa kepada Allah agar dilindungi dari sifat lemah dan malas, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan-Mu dari sifat lemah dan malas”. Alquran mengemukakan kepada Nabi SAW, “Katakanlah (Hai Muhammad, kepada umatmu): bekerjalah !”.

Bekerja keras untuk mencari rezeki yang halal akan mengundang rahmat dan cinta Allah, Rasul, dan juga orang-orang yang beriman. Dalam Alquran berkali-kali disebut, “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaannya itu”.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa orang-orang yang menyediakan makanan dan kebutuhan lain untuk dirinya dan keluarganya lebih baik daripada orang yang menghabiskan waktunya beribadah tanpa mencoba berusaha mendapat penghasilan untuk dirinya sendiri. Islam sangat menjungjung tinggi kerja dan produktivitas. Islam tidak menyukai pengangguran dan kemalasan. []

 

Sumber: Islampost dari “Tangan-Tangan yang Dicium Rasul/Syahyuti/Pustaka Hira/Depok/Oktober 2011

INILAH MOZAIK

Pulsa Handphone dan Ayat-Ayat Kematian

Kita pernah menghadapi kondisi yang sangat mendesak dan membutuhkan ponsel untuk menghubungi seseorang. Sayangnya, ketika ingin menghubungi, ada suara dari bot operator yang menyatakan pulsa kita tidak mencukupi alias habis. Ingin menggunakan paket data internet, ternyata tidak ada jaringan dan paket data sudah habis. Di posisi seperti itu kita seperti mati gaya dan juga mati guna.

Peristiwa habisnya pulsa, baik untuk internetan maupun komunikasi sambungan telepon ini memang benar-benar serupa dengan diri kita. Hape adalah diri kita, dan pulsa adalah nyawanya. Tidak sama persis memang, karena hape masih menyala tapi mengalam disfungsi sebagai alat komunikasi.

Pertanyaan saat ini; jika pulsa habis kita bisa langsung beli, bagaiman jika nyawa kita habis? Sebuah pertanyaan yang retoris. Nyawa yang sudah dicabut tidak akan kembali dan tidak besi di toko nyata maupun toko maya mana pun.

Saat peristiwa meninggalnya ibu penulis, ada sebuah kejadian yang membuat direnungkan sehingga lahir gagasan ini. Handphone penulis dalam keadaan mati. Itu terjadi pada malam hari saat istirahat. Baru paginya ketika hape menyala banyak notifikasi memberitahukan itu.

Saat Malaikat Maut Mencabut Nyawa

Percaya kepada malakul maut yang memiliki tugas mencabut nyawa, qabdhul arwah, adalah kredo seorang muslim.

Dalam kitab “Al-Minhah Al-Ilhaiyah fi Tahdzib SYarh Ath-Thahawiyah Li Imam Ali bin Abil Izz Al-Hanafi” yang ditakhrij oleh Abdul Akhir Hummad Al-Hanafi disebutkan: “Dan kita beriman kepada malakul maut, yang diutus untuk mencabut roh seluruh manusia.”

Allah pun menegaskan dalam beberapa ayat tentang kematian. Tentang pencabutan nyawa. Seperti ayat-ayat berikut:

قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan. (QS. As-Sajdah: 11)

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لا يُفَرِّطُونَ
Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (QS. Al-An’am-61).

اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِيْ قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرٰى إِلٰى أَجَلٍ مُّسَمًّى ۗ إِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan.Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran ) Allah bagi kaum yang berpikir.

Itulah kematian. Hadirnya memberikan pesan kepada siapapun agar melipatgandakan kualitas amal diri. Pulsa memiliki masa berlaku dan kita mengetahuinya. Sementara nyawa kita tidak tahu kapan masa berlakunya berakhir. [@paramuda/BersamaDakwah]

 

BERSAMA  DAKWAH