Belasan Hafiz Quran di UMP Mendapat Beasiswa

Berbagai macam beasiswa diberikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) terhadap para mahasiswanya. Wakil Rektor Bidang Pengembangan Kerja Sama dan Al Islam Kemuhammadiyahan UMP, Dr Jebul Suroso, menyebutkan seluruhnya ada delapan program beasiswa yang diberikan.

Dari sekian banyak program beasiswa yang bisa diperoleh mahasiswa UMP, salah satunya adalah beasiswa yang diberikan pada penghapal Alquran atau hafiz Quran.

”Mereka yang hapal Alquran 30 juz, dibebaskan dari seluruh biaya kuliah. Bahkan mahasiswa hafiz Quran juga mendapat beasiswa berupa biaya jaminan hidup selama kuliah di UMP,” jelas Jebul Suroso, Kamis (31/5).

Ia menyebutkan, pemberian beasiswa hafiz Quran bertujuan untuk memotivasi generasi-generasi muda Islam untuk tetap mencintai Alquran dengan menghapal seluruh ayat-ayatnya. ”Melalui cara ini, UMP ingin memberikan penghargaan bagi generasi muda yang menjadi penghapal Alquran,” jelasnya.

Hingga saat ini, kata Jebul, ada belasan mahasiswa di UMP yang tercatat sebagai penerima beasiswa hafiz Quran. Mereka tersebar di berbagai progran studi sesuai dengan pilihan dan minat mahasiswa bersangkutan.

Menurutnya, program beasiswa hafiz Quran tersebut diberikan pada calon mahasiswa sejak awal masuk kuliah. Sejak mendaftar sebagai calon mahasiswa di UMP, calon mahasiswa bersangkutan bisa mendaftar melalui jalur hafiz Quran.

”Dengan demikian, ujian seleksi yang dilakukan tidak hanya selesai akademik saja. Tapi juga tes mengenai hapalan Quran,” katanya. Bila benar-benar lolos tes hapal Quran, maka yang bersangkutan otomatis akan mendapat beasiswa hafiz Quran.

Namun Jebul juga menyebutkan, selain mahasiswa yang sejak awal sudah mendapat beasiswa hafiz Quran, juga ada mahasiswa yang baru mengajukan permohonan beasiswa hafiz Quran setelah menjadi mahasiswa UMP.

”Hal ini karena bisa saja pada awal masuk UMP belum benar-benar menguasai 30 juz. Namun setelah kuliah di UMP, mahasiswa tersebut terus belajar Quran sehingga benar-benar menghapal 30 juz,” katanya.

Dikatakan, pada para penghapal Quran tersebut, setiap semester akan dilakukan evaluasi dan monitoting. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak sampai lupa, dan tetap menjadi penghapal Quran.

Namun dari pengalaman selama ini, kata Jebil, mereka yang sudah menghapal Alquran, akan terus ingat dengan seluruh isi Alquran. Apalagi dari pengamatan selama ini, mereka yang hafiz Quran, biasanya juga cukup aktif melakukan kegiatan di masjid UMP.

Salah satu mahasiswa yang menjadi penerima beasiswa hafiz Quran UMP, adalah Muhammad Afif Muizzuddin (21 tahun). Dia merupakan dari Program Studi Teknik Informatika UMP yang saat ini menginjak semester 4.

Ia mengaku senang bisa mendapat beasiswa dari UMP, karena orang tuanya tidak perlu lagi mengeluarkan biaya kuliah bagi dirinya. ”Seluruh biaya kuliah, sudah digratiskan. Bahkan tiap bulan juga mendapat bantuan biaya hidup dari UMP,” katanya.

Afif yang merupakan warga Keluarahan Kembaran Kulon Kabupaten Purbalingga ini, mengaku sebelum masuk UMP dia menyelesaikan sekolah setara SMA di Pondok Pesantren Ma’had Tahfidzu Quran Assurkati Kota Salatiga. ”Saya belajar menghapal Alquran sejak masih SMP,” ujarnya.

Mahasiswa yang aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini mengaku, motivasi terbesar untuk menghapal Alquran adalah karena bisa menjadi menjadi Ahlullah. Mengutip salah satu hadis, Afif menyebutkan, Rasulullah menyatakan bahwa para ahli Alquran merupakan keluarga Allah.

Ia mengaku untuk dapat menghapal 30 juz ayat Alquran, membutuhkan proses yang sangat panjang. Namun dengan motivasi yang kuat, maka dia bisa melawan rasa malas yang sering melanda.

Menurutnya, untuk tetap hal seluruh isi Alquran, tidak cukup hanya dengan sekali hapal. Namun harus terus menerus diingat, karena suatu saat bisa saja lupa.

”Di UMP, program evaluasi penghapal Quran juga dilakukan setiap semester. Evaluasi ini memang perlu dilakukan, karena bisa saja mahasiswa yang awalnya hapal Alquran menjadi lupa bila tidak selalu melantunkan ayat suci,” kata dia.

 

REPUBLKA

Itu Buah Doamu, Terimalah dengan Lapang Dada

SALAH seorang alim yang saya sukai adalah Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi. Nasehat-nasehatnya menyentuh hati dan merangsang pikiran untuk lebih cerah dan terbuka. Kali ini saya ingin berbagi kalimat penuh makna dari beliau.

Beliau berkata: “Jangan sedih saat sebagian orang itu menjauh darimu atau berubah sikap kepadamu. Jangan-jangan itu adalah buah dari doamu pada suatu malam, saat kau katakan: Ya Allah jauhkanlah dariku segala kejelekan apa yang kau tetapkan.”

Yakinkan bahwa kita selalu memohon yang terbaik kepada Allah. Lakukan semua kebaikan yang bisa dilakukan. Maka ketaknyamanan yang terjadi tak usah lagi menjadikan diri ini resah dan gelisah. Barangkali dengan cara tak nyaman itu Allah akan migrasikan kita ke tempat yang berderajat mulia.

Tafsir positif atas setiap musibah dan ujian sangatlah penting. Namun menafsirkan secara positif semua ujian adalah sesuatu yang sulit karena ada setan dan nafsu yang mendorong diri menjadi pribadi egois dan mau menang sendiri.

Seorang yang selalu mendapat musibah dilepari batu setiap hari oleh orang yang menganggapnya gila akhirnya memiliki rumah sendiri. Semua orang curiga dari mana dia mendapatkan biaya. Dengan senyum dia selalu menjawab: “Kubangun rumah ini dari batu-baru yang kau lemparkan setiap hari kepadaku.”

Banjir Besar Di Jeddah Dan Tanda-Tanda Kiamat

Bencana berupa banjir besar di Jeddah beberapa waktu yang lalu telah menimbulkan kehebohan. Peristiwa yang terjadi persis pada saat jamaah haji sedang bersiap-siap untuk wukuf di Arafah tentunya tidak terlepas dari fenomena global climate change(perubahan iklim dunia) khususnya global warming (pemanasan global). Global warming telah menimbulkan berbagai anomali iklim di berbagai sudut dunia. Di satu sisi negeri-negeri yang biasanya dibasahi hujan mengalami kekeringan yang luar biasa. Sementara itu negeri-negeri yang biasanya diterpa panas disertai kelembaban udara rendah justru diguyur hujan hingga kadangkala mengakibatkan banjir. Untuk kasus Jeddah maka fenomena kedualah yang terjadi. Namun bolehkah kita merasa puas hanya dengan penjelasan ilmiah para pakar klimatologi dan laporan resmi institusi seperti BMKG?

Seorang muslim yang rajin membaca dan beriman kepada Kitabullah Al-Quran Al-Karim dan hadits-hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tidak akan begitu saja menerima penjelasan para pakar. Mereka selalu berusaha merujuk dan mencari jawaban dari dua sumber utama kehidupannya, Kitabullah was-Sunnah.

Penulis sendiri berpendapat setidaknya ada tiga dalil yang perlu menjadi perhatian kita. Satu dalil bersifat umum dan berlaku sepanjang masa. Dua sisanya terkait dengan fenomena dan tanda-tanda semakin dekatnya Hari Kiamat.

Pertama, secara garis besar Allah telah mengingatkan bahwa keimanan dan ketaqwaan penduduk suatu daerah akan memastikan datangnya keberkahan Allah baik dari langit (atas) maupun dari bumi (bawah).

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا

عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS Al-A’raaf ayat 96)

Namun sebaliknya, Allah juga peringatkan, bila sikap dominan suatu kaum justeru mendustakan ayat-ayat Allah, maka Allah tidak segan-segan mendatangkan siksa dan derita bagi kaum tersebut. Ini merupakan suatu sunnatullah yang pasti dan jelas. Sehingga di dalam ayat yang sama itu pula Allah langsung menegaskan melalui firmanNya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا

عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raaf ayat 96)

Kita tentunya tidak ingin dan tidak berhak untuk menghakimi bahwa segenap penduduk kota tua Jeddah itu telah ramai-ramai menjadi pendusta ayat-ayat Allah. Namun boleh jadi sikap korup, gemar bermaksiat dan lalai sebagian warganya telah menjadi faktor pengundang bencana. Apalagi jika sebagian warga dimaksud adalah justru fihak yang berwenang alias para pejabat pemkot-nya. Maka sudah sepatutnya peringatan Allah pada ayat-ayat berikutnya menjadi perhatian utama semua fihak.

أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ

أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

أَوَلَمْ يَهْدِ لِلَّذِينَ يَرِثُونَ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ أَهْلِهَا أَنْ لَوْ نَشَاءُ

أَصَبْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ

”Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?” (QS Al-A’raaf ayat 97-100)

 

Kedua, perlu diketahui bahwa jika kecenderungan perubahan iklim global berlanjut terus seperti yang terjadi dewasa ini, maka tidak mustahil anomali iklim seperti yang terjadi kemarin di Jeddah akan berulang kembali pada tahun-tahun yang akan datang. Akan semakin sering turun hujan dengan guyuran yang tidak seperti biasanya di bumi Arab. Bila ini benar, maka masyarakat di tanah Arab harus semakin mengantisipasi kemungkinan banjir tahunan. Dan wilayah yang sering diguyur hujan tentunya akan menjadi wilayah yang potensial menjadi subur dan tidak lagi dihiasi padang pasir seperti jazirah Arab dewasa ini. Tidak mustahil dalam jangka panjang justeru tanah Arab akan dihiasi oleh padang rumput bahkan aliran sungai.

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallamtelah memprediksi bahwa di antara tanda-tanda semakin dekatnya hari Kiamat ialah bilamana tanah Arab kembali dihiasi oleh padang rumput dan aliran sungai-sungai. Ungkapan ”kembali” mengisyaratkan bahwa memang pada asalnya tanah Arab itu wilayah yang subur tidak tandus seperti yang kita saksikan dewasa ini. Subhanallah

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا وَأَنْهَارًا

”Tidak akan datang hari Kiamat sehingga negeri Arab kembali menjadi rerumputan dan sungai-sungai.” (HR Ahmad)

Saudaraku, berarti memang benarlah kita dewasa ini telah berada di Akhir Zaman. Tanda-demi tanda Akhir Zaman bermunculan di sekitar kita. The clock is ticking forward…! Jarum jam berputar terus kian hari kian mengingatkan kita akan dekatnya hari Kiamat. Demikianlah Allah senantiasa ingatkan kita melalui firmanNya seperti:

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

”Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat waktunya.” (QS Al-Ahzab ayat 63)

Ketiga, beberapa pihak juga mensinyalir bahwa bencana banjir besar Jeddah merupakan teguran Allah swt terhadap pemerintah Arab Saudi yang dekat dan akrab-mesra dengan Barat—terutama Amerika. Padahal Amerika dewasa ini menjadi Fir’aun Modern yang nyaris mengumumkan dirinya tuhan penguasa dunia yang maha kuasa dan maha perkasa. Negeri muslim Kerajaan Arab Saudi di mana terdapat dua kota suci utama (Mekkah dan Madinah) raja dan para pangerannya takluk kepada kemauan fihak Barat. Sehingga tidak mengherankan saat terjadinya penzaliman Yahudi Zionis Israel kepada saudara-saudara kita di Gaza-Palestina awal tahun 2009 kemarin, negara kerajaan Arab Saudi tidak menunjukkan keberfihakannya kepada Palestina. Malah sebaliknya mereka bersama Mesir dan Jordan bermain mata alias berkolaborasi dengan musuh ummat Islam, yaitu Israel.

Arab Saudi merupakan wilayah terbesar dari jazirah (semenanjung) Arabia. Kerajaan ini memiliki bendera yang tertera padanya kalimat Laa ilaha illAllah Muhammadur Rasulullah lengkap dengan pedangnya. Namun semua orang tahu betapa banyaknya kezaliman yang berlangsung di dalamnya.

Berapa banyak TKW Indonesia yang dilaporkan mengalami penganiayaan oleh para majikan Arabnya. Kerajaan ini mewajibkan jamaah haji seluruh dunia untuk divaksinasi Meningitis terlebih dahulu, padahal serumnya mengandung enzim dari hewan babi yang najis. Arab Saudi membungkam para ulamanya yang menghidupkan kesadaran dan semangat berjihad fi sabilillah. Bahkan mencekal para ulamanya yang menunjukkan permusuhan kepada Amerika dan Israel. Belum lagi para raja dan pengerannya mempertontonkan hedonisme gaya hidup mewah cinta dunia yang sungguh mencerminkan ketidakpedulian dan empati terhadap sebagian besar ummat Islam di berbagai negeri lainnya yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Dalam kaitan dengan ini Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam telah memprediksi bahwa kedatangan Imam Mahdi di Akhir Zaman akan ditandai dengan berlangsungnya perang demi perang antara pasukan Islam yang dipimpinnya dengan pasukan kafir dan munafiqun yang dipimpin oleh para Mulkan Jabriyyan (para penguasa diktator yang memaksakan kehendak sambil mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya). Dan jika kita merujuk kepada hadits mengenai periodisasi perjalanan sejarah Ummat Islam di akhir zaman, maka kita dapati bahwa dewasa ini kita sudah berada di babak keempat dari perjalanan tersebut. Babak keempat merupakan babak kepemimpinan para Mulkan Jabriyyan di seantero dunia, baik itu di negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim, apalagi di negeri-negeri berpenduduk mayoritas kafir. Ini merupakan era penuh kezaliman dan kesewenang-wenangan, era paling kelam dalam sejarah Islam.

Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam memberikan kabar gembira dengan bakal datangnya Imam Mahdi. Pemimpin ummat Islam di akhir zaman ini akan memindahkan kita dari kondisi dunia penuh kezaliman dan kesewenang-wenangan menuju keadilan dan kejujuran. Artinya beliau akan mengantarkan kita semua kepada peralihan dari babak keempat menuju babak kelima, yaitu tegaknya kembali Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan Berdasarkan Manhaj / Metode Kenabian). Bahkan tidak sedikit ulama yang berpandangan bahwa Al-Mahdi bakal menjadi Khalifah Rasyidahummat Islam di akhir zaman setelah beliau dengan pasukannya diizinkan Allah menaklukkan peradaban modern kuffar Sistem Dajjal.

الْمَهْدِيُّ مِنِّي أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الْأَنْفِ يَمْلَأُ الْأَرْضَ

قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ

“Al-Mahdi dariku (keturunanku). Lebar dahinya dan mancung hidungnya. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana bumi sebelumnya dipenuhi dengan penganiayaan dan kezaliman. Ia akan memimpin selama tujuh tahun.” (HR Abu Dawud)

Yang menarik ialah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam juga memprediksi bahwa peralihan kondisi dunia dengan hadirnya Al-Mahdi akan diwarnai dengan huru-hara yang menghebohkan. Karena peralihan tersebut tidak berlangsung mulus dan lancar, melainkan diwarnai dengan pertumpahan darah dan pertikaian. Perang demi perang akan dilancarkan oleh fihak pasukan Imam Mahdi. Sekurangnya ada empat perang yang bakal beliau pimpin dan menangkan. Namun yang paling membangkitkan bulu roma kita ialah berita dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bahwa perang paling pertama merupakan perang pembebasan jazirah Arab. Sedangkan Kerajaan Arab Saudi merupakan wilayah terbesar dari jazirah (semenanjung) Arabia.

تَغْزُونَ جَزِيرَةَ الْعَرَبِ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ فَارِسَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ

ثُمَّ تَغْزُونَ الرُّومَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ تَغْزُونَ الدَّجَّالَ فَيَفْتَحُهُ اللَّهُ

“Kalian akan perangi jazirah Arab sehingga Allah memenangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Persia sehingga Allah memenangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Ruum sehingga Allah memenangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Dajjal sehingga Allah memenangkan kalian atasnya.” (HR Ahmad)

Sungguh saudaraku, persiapan setiap muslim bersama keluarganya untk menghadapi keadaan penuh huru-hara tersebut sudah selayaknya kita prioritaskan. Memang, jadwal perisis episode demi episode semua kehebohan tersebut hanya Allah yang tahu, tapi apa salahnya kita bersiap-siaga sedini mungkin? Jangan sampai kita termasuk mereka yang terus-menerus tidak peduli dengan peristiwa yang berlangsung di sekitar kita padahal ia termasuk bagian dari tanda-tanda semakin senjanya usia dunia fana ini. Boleh jadi kiamat sudah dekat, saudaraku.

فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً

فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا فَأَنَّى لَهُمْ إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ

”Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang?” (QS Muhammad ayat 18)

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam pasukan Imam Mahdi yang akan memperoleh salah satu dari dua kebaikan: ’Isy Kariman (hidup mulia di bawah naungan Syariat Allah) atau mati syahid. Amin ya Rabb.

 

ERA MUSLIM

Tasbih Bagi Lelaki, Tepukan Tangan Bagi Perempuan

RASULULLAH Saw ketika bersabda: “Tasbih bagi para lelaki, dan tepukan tangan bagi perempuan.” (Hr. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzy dan Nasay).

Hadis mulia ini mengandung motivasi beramal dengan maksimal, dan meleburkan gerak dan diam pada Allah Taala.

Engkau telah banyak melihat dari komunitas kaum arifin, membuat isyarat mengenai kondisi rohani, dan ketika hadir dihadapan-Nya, mereka menempelkan telapak tangannya. Jangan sampai anda menyangka bahwa isyarat mereka itu termasuk bertepuk tangan. Anda salah. Namun isyarat itu adalah bentuk kesirnaan gerakannya hanya bagi Allah, dan pada gerakan lain, hanya bagi Allah, karena mereka mati bersama Allah ketika mereka masih hidup. Karena itu Allah menghidupkan mereka, ketika mereka sedang mati.

Ketahuilah bahwa Allah Swt mempunyai para hamba yang hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah Swt, yang merindukan maut karena rindu kepada Kekasihnya, disamping ia sudah sangat tidak suka dengan kehidupan yang lama di dunia. Tak ada keindahan bagi mereka karena belum keluar dari dunia. Mereka tergelisahkan oleh lamanya di dunia, dan rindunya untuk cepat keluar dari dunia, lebih dahsyat dibandingkan orang yang kehausan air.

Jika ajalnya tiba, malaikat maut dengan tujuh puluh ribu malaikat datang diutus Allah dengan penghormatan dan salam, sebagaimana firman Allah Taala:

“Orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat yang menyambut dengan penuh kebajikan sembari mereka berkata, “Salam kepadamu, masuklah kamu sekalian ke surga, dengan amal-amal yang kamu sekalian lakukan.”

Begitu pula malaikat mendatangi orang beriman dengan aroma paling harum dan wajah paling tampan, lalu sang mukmin berkata: “Selamat datang, untuk apa kedatanganmu?”

“Untuk mengambil rohmu, dengan cara mengambil roh yang bagaimanakah yang paling kau senangi?” Tanya balik malaikat.

“Apabila aku sedang sujud,” jawabnya.

Lalu malaikat itu melakukan sesuai permintaannya, lalu kedua penjaganya datang dalam salah satu mengatakan pada yang lain: “Kita punya sahabat dan saudara, telah tiba waktunya berpisah.”

Lantas keduanya berkata bersamaan, “Semoga Allah membalas kebajikan padamu, dan mengampunimu. Engkaulah sebaik-baik saudara, dan engkau benar-benar orang beriman paling mudah, dan sebaik-baik langkah bagi dirimu.”

“Wahai nafsu yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan penuh kerelaan dan mendapatkan rida,” dengan penuh riang dan santai gembira.

Lalu rohnya bicara pada jasadnya, “Semoga Allah membalas padamu kebaikan dariku, engkau mencintai kebaikan dan orang yang berbuat baik. Dan engkau membeci keburukan dan mereka yang bebruat buruk, aku menitipkan dirimu pada Allah.”

Sosok jenazah sedang lewat bertemu Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah ra, lalu beliau berkata, “Orang yang sedang istirahat, atau sedang menjadi beban.”

“Siapa yang disebut orang yang istirahat?” beliau ditanya seseorang.

“Orang beriman bila mati istirahat dari beban dunia, dan kesengsaraan penghuninya, lalu ia berjumpa dengan rahmat Allah Taala. Sedangkan orang yang menjadi beban adalah orang yang menentang Allah Taala, dan apabila ia mati, para hamba dan negara bisa istirahat.”

Mamun as-Sulami ra, menegaskan, “Ketika Abdullah bin Muqatil ra, wafat kami turut memandikan, mengkafani, dan menguburnya. Tiba-tiba ada suara lembut dari langit, “Segala puji bagi Allah yang telah menyinambungkan pecinta dengan Kekasihnya, dengan hati rela dan mendapatkan kerelaan-Nya.”

Santri dari Abu Abdullah mengatakan, “Aku bermimpi bertemu Abu Abdullah setelah wafatnya, dimana ia sedang membakar dupa di surga. Lalu aku bertanya, “Hai Abu Abdullah, bukankah ini dilarang bagi kita?”

“Inilah perjalanan pelayan di Darussalam, di hadapan Yang Diraja Semesta..”

Dzun Nuun Al-Mishry ra, dimimpikan setelah beliau wafat, lalu ditanyakan padanya, “Bagaimana kondisimu?”

“Aku mohon pada Allah empat masalah, lalu Allah Swt memberikan dua saja, dan aku sedang menunggu yang dua itu.”

“Apa semua itu?”

“Kukatakan: Ilahi, bila Engkau mengambil ruhku jangan Engkau pasrahkan pada Malaikat maut. Bila Engkau bertanya padaku, jangan engkau serahkan pada malaikat Mungkar dan Nakir. Dan jika Engkau merendahkan aku jangan Engkau serahkan pada Malaikat Malik. Dan bila Engkau memuliakan aku janganlah Engkau serahkan pada Malaikat Ridhwan.”

Hikayat orang saleh pascamaut

Dikisahkan bahwa Dawud al-Ujly ra, ketika mati ia dibawa ke kuburnya. Tiba-tiba ia menyemburkan aroma wangi. Lalu tukang kuburnya mengambilnya sebagai minyak aroma wewangian. Sedangkan orang-orang sangat takjub melihatnya. Selama tujuh puluh hari, tetap saja bau wangi. Lalu penguasa wilayah itu berusaha mengambilnya dari orang tersebut, tiba-tiba hilang begitu saja entah kemana sirnanya.

Ammar bin IBrahim ra mengatakan, “Aku bermimpi melihat perempuan miskin setelah kematiannya. Wanita ini sangat senang dengan majlis dzikir, kusapa ia. “Selamat datang wahai wanita miskin”

“Jauh sekali wahai Ammar. Wanita miskin sudah pergi, dan datanglah si kaya raya,” jawabnya.

“Kemarilah” kataku.

“Apa yang kau minta pada orang yang diberi kewenangan surga dan segala isinya?” katanya.

“Dengan apa?” tanyaku.

“Dengan majelis-majelis zikir.”

“Lalu apa yang dianugerahkan Allah Taala pada Ali bin Zadan?”

Ia malah tertawa, dan berujar, “Allah memberinya pakaian yang sangat kharismatik, dan dikatakan padanya, “Hai qori, bacalah, dan naiklah!”.

Ibnu Abil Hiwary ra, mengatakan, “Aku bermimpi bertemu Al-Washily, seakan ia berdiri di angkasa, padahal seluruh langit penuh dengan cahayanya, lalu aku bertanya, “Apa yang diberikan Allah Taala padamu?”

“Sebaik-sebaik Tuhan adalah Tuhan kami. Dia mengampuni kami dan memuliakan kami, dan kami dijadikan sebagai keluarga-Nya.”

“Kalau begitu beri aku wasiat,” kataku.

“Hendaknya engkau tetap di majelis orang-orang yang berzikir, sebab mereka menurut kami berada di derajat yang luhur.”

Saat Muadz ra, mendekati maut, ia pingsan, lalu sadar, kemudian berkata, “Temukan aku dengan orang-orang yang telah diberi nikmat Allah Taala dari kalangan Nabi, Shiddiqin dan syuhada,” Lalu ia tersenyum dan berucap Laailaaha Illalloh Muhammadurrosulullah. Alhamdulillah.” Lalu beliau wafat.

Jafar adh-Dhobby ra mengatakan, “Aku menghadiri ziarah kubur Malik bin Dinar ra, lalu aku berkata dalam benakku, “Apa ya, yang dianugerahkan Allah pada Malik?”

Lalu kudengar suara dari atas Malik, “Malik selamat dari kehancuran, selamat dari buruknya penempuhan Jalan, dan ia telah berada di rumah kebahagiaan, bertetangga dengan Tuhan Maha Pengampun..”

“Alhamdulillah” kataku.

Ibnu Bikar mengisahkan, “Suatu hari aku sedang sholat di Mashishoh (nama sebuah kota). Ketika imam salam, seseorang tiba-tiba berdiri dan berkata, “Wahai manusia, aku adalah seorang ahli syurga, dan aku telah mati hari ini. Kalau ada yang butuh, datanglah kemari..”

Ketika kami sholat ashar, orang tersebut meninggal.

Harits bin Umar ath-Thai ra sedang sakit di Arminia. Suatu hari ia menghadap kiblat dan sholat dua rekaat, lalu ia berkata di akhir sujudnya, “Ya Allah! Aku memohon dengan NamaMu yang dengannya menjadi pengokoh agama, dan dengan NamaMu yang dengannya alam semesta mendapatkan rizki, dan dengan namaMu Engkau hidupkan tulang-tulang yang remuk. Bila ada kebaikan padaku di sisi-Mu, segerakan matiku.”

Lalu ia terdiam, dan orang-orang menggerak-gerakkannya, ternyata ia sudah mati.

Seseorang pernah melihat Malik bin Dinar ra, seakan-akan ia ada di istana di cakrawala, yang tidak bias digambarkan keindahannya. “Apa yang dianugerahkan Allah Taala padamu hai Malik?” tanya seseorang.

Ia menjawab, “Tuhanku menempatkan aku di istana ini seperti kau lihat dan Dia memperkenankan diriku untuk memandangNya manakala aku rindu padaNya, tanpa bagaimana atau tanpa padanan. Walhamdulillaahi robbil alamin.”

Ketika guruku Syeikh Manshur ra, hendak wafat, kami menangis di dekatnya. Lalu beliau siuman dari pingsannya, dan berkata: “Kematian pecinta adalah kehidupan tiada putus-putusnya.

Suatu kaum mati, namun mereka hidup di tengah manusia.”

Lalu beliau berucap, “Asyhadu al-Laailaaha Illalloh, wa-Asyhadu Anna Muhammadar-Rasulullah, Shollallaahu alaihi wa-Alihi wasallam. Lalu takdir menjemputnya dan ruhnya yang suci membubung ke hadirat Ilahi Sang Pencipta.

Semoga Allah memberkahi Al-Qutub Agung Sayyid Ahmad Rifay dan keluarga tercintanya dan seluruh muslimin. Salam semoga kepada para Rasul. Walhamdulillahi Rabbilalamin.

INILAH MOZAIK

Mana yang Didahulukan, Qada Ramadan atau Syawal?

PERTAMA, terkait dengan puasa wajib Ramadan, puasa sunah ada dua:

[1] Puasa sunah yang berkaitan dengan puasa Ramadan. Contoh puasa sunah semacam ini adalah puasa sunah Syawal. Berdasarkan hadis,

“Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian dia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa selama setahun.” (HR. Ahmad 23533, Muslim 1164, Turmudzi 759, dan yang lainnya)

[2] Puasa sunah yang tidak ada kaitannya dengan puasa Ramadan. Seperti: puasa Arafah, puasa Asyura, dan lain-lain.

Kedua, untuk puasa sunah yang dikaitkan dengan puasa Ramadan, puasa sunah ini hanya boleh dikerjakan jika puasa Ramadan telah dilakukan dengan sempurna, karena hadis di atas menyatakan, “Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian ,”

Sementara orang yang memiliki utang puasa Ramadan tidak dikatakan telah melaksanakan puasa Ramadan. Karena itu, orang yang memiliki utang puasa Ramadan dan ingin melaksanakan puasa Syawal harus meng-qadha utang puasa Ramadan-nya terlebih dahulu, baru kemudian melaksanakan puasa Syawal.

Fatwa Imam Ibnu Utsaimin tentang wanita yang memiliki utang puasa ramadhan, sementara dia ingin puasa syawal,

Jika seorang wanita memiliki utang puasa ramadhan, maka dia tidak boleh puasa syawal kecuali setelah selesai qadha. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian dia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal”. Sementara orang yang masih memiliki utang puasa ramadhan belum disebut telah berpuasa ramadhan. Sehingga dia tidak mendapatkan pahala puasa 6 hari di bulan syawal, kecuali setelah selesai qadha. (Majmu Fatawa, 19/20).

Ketiga, untuk puasa sunah yang tidak terkait dengan puasa Ramadan, boleh dikerjakan, selama waktu pelaksanaan qadha puasa Ramadan masih panjang. Akan tetapi, jika masa pelaksanaan qadha hanya cukup untuk melaksanakan qadha puasanya dan tidak memungkinkan lagi untuk melaksanakan puasa sunah lainnya maka pada kesempatan itu dia tidak boleh melaksanakan puasa sunah.

Contoh: Ada orang yang memiliki utang enam hari puasa Ramadan, sedangkan bulan Syaban hanya tersisa enam hari. Selama enam hari ini, dia hanya boleh melaksanakan qadha Ramadhan dan tidak boleh melaksanakan puasa sunah.

Keempat, makna tekstual (tertulis) hadis di atas menunjukkan bahwa niat puasa Syawal dan niat qadha puasa Ramadan itu tidak digabungkan, karena puasa Syawal baru boleh dilaksanakan setelah puasa Ramadhan telah dilakukan secara sempurna. Bagaimana mungkin bisa digabungkan?

Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Gabungkan Puasa Syawal dengan Puasa Sunah Lainnya?

KITA sudah mengetahui mengenai keutamaan puasa Syawal, yaitu bagi siapa yang menunaikan puasa Ramadan diikuti puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seakan mendapatkan pahala puasa setahun penuh.

Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)

Tetapi barangkali ada yang punya kebiasaan puasa Senin Kamis atau puasa Daud. Lalu apakah diperbolehkan ia niatkan dua puasa sekaligus?

Berikut ada keterangan dari Syaikh Muhammad bin Rosyid Al Ghofili. Beliau hafizhohullah berkata,

“Ada sebagian orang yang melakukan puasa enam hari di bulan Syawal sekaligus berniat puasa senin kamis karena itulah hari kebiasaan puasanya. Yang ia harapkan adalah pahala kedua puasa tersebut. Dan ini adalah pendapat sebagian ulama yang dianggap sebagai ijtihad mereka. Namun yang jelas ijtihad ini adalah ijtihad yang keliru. Yang benar, tidak bisa diperoleh pahala puasa Syawal dan puasa senin kamis sekaligus. Karena puasa enam hari di bulan Syawal punya keutamaan tersendiri dan puasa senin kamis punya keutamaan tersendiri.

Begitu pula contoh lainnya, siapa yang menjadikan puasa enam hari di bulan Syawal satu niat dengan puasa ayyamul biid (puasa pada tanggal 13, 14, dan 15 hijriyah). Penggabungan niat seperti ini adalah pendapat yang tidak benar dan tidak ada dasarnya karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara dalam urusan agama kami yang tidak ada dasarnya, maka amalan tersebut tertolak” (Muttafaqun alaih). Ibadah itu sudah paten baik ibadah yang sunnah maupun yang wajib. Ibadah itu masuk dalam hukum syari, artinya harus ada dalil yang membenarkannya. Sehingga tidak boleh bagi seseorang beribadah kepada Allah Taala kecuali dengan dalil yang benar-benar tegas, yang tidak ada keraguan di dalamnya.”

Demikian penjelasan Syaikh Muhammad bin Rosyid dalam kitabnya Ahkam Maa Bada Shiyam, hal. 169.

Catatan:

Bedakan antara menggabungkan shalat sunnah wudhu dan shalat tahiyyatul masjid dengan shalat sunnah rawatib, ini boleh. Karena shalat sunnah wudhu dan tahiyyatul masjid bukan dimaksud zatnya, namun siapa saja yang melakukan shalat dua rakaat setelah wudhu dan shalat dua rakaat ketika masuk masjid, itulah yang dimaksudkan. Artinya ketika itu masih boleh digabungkan dengan shalat sunnah rawatib.

Adapun bahasan kita, puasa syawal itu punya maksud sendiri, puasa senin kamis punya maksud sendiri. Sehingga tidak boleh digabungkan. Namun boleh berniat puasa Syawal pada hari Senin Kamis, dan berharap dapat keutamaan puasa Senin Kamisnya pula namun tetap dengan niatan puasa Syawal.

Wallahu waliyyut taufiq. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. [rumaysho]

INILAH MOZAIK

Kisah Cucu Rasulullah Mendapatkan Kado Lebaran dari Malaikat Ridwan

Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain tidak memiliki pakaian baru untuk lebaran,  sedangkan hari raya sebentar lagi datang.

Mereka bertanya kepada ibunya : “Wahai ummah, anak-anak di Madinah telah dihiasi dengan pakaian lebaran kecuali kami, mengapa bunda tidak menghiasi kami?”

Sayyidah Fathimah as menjawab: “Sesungguhnya baju kalian berada di tukang jahit”.

Ketika malam hari raya tiba, mereka berdua mengulangi pertanyaan yang sama.

Sayyidah Fathimah menangis karena tidak memiliki uang untuk membeli baju buat kedua buah hatinya itu.

Ketika malam tiba, ada yang mengetuk pintu rumah, lalu Sayyidah Fathimah bertanya: “Siapa?”

Orang itu menjawab: “Wahai putri Rasulullah, aku adalah tukang jahit, aku datang membawa hadiah pakaian untuk putra-putramu.”

Maka Beliau pun membuka pintu, tampak seseorang membawa sebuah bingkisan hadiah,

lalu diberikan kepada Sayyidah Fathimah Radhiyallahu ‘anha.

Kemudian beliau membuka bingkisan tersebut, dan ternyata di dalamnya terdapat 2 gamis, 2 celana, 2 mantel, 2 sorban, serta 2 pasang sepatu hitam yang semuanya sangat indah.

Lalu Sayyidah Fathimah membangunkan kedua putra kesayangannya dan memakaikan hadiah tersebut kepada mereka.

Rasulullah Saw datang dan melihat kedua cucunya sudah dihiasi dengan semua hadiah yang terdapat dalam bingkisan tersebut.

Kemudian Rasulullah Saw menggendong kedua cucunya dan menciumi mereka dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Rasulullah Saw bertanya kepada Sayyidah Fathimah : “Apakah engkau melihat tukang jahit tersebut?”

Sayyidah Fathimah menjawab: “Iya, aku melihatnya …”.

Lalu Rasulullah Saw bersabda : “Duhai putriku, dia bukanlah tukang jahit, melainkan Malaikat Ridwan penjaga surga”

Para penghuni langit dan bumi bersedih jika kedua cucu Rasululullah Saw bersedih, malaikat pun bersedih….

 

ﺁﻟﻠّﻬُﻢَ ﺻَلِّ ﻋَلى ﺳَﻴّﺪﻧَﺂ ﻣُﺤَﻤّﺪٍ ﻭَ ﻋَلى ﺁﻝِ ﺳَﻴّﺪِنَا ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ وَعَلى آله

 

“ Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada penghulu kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga penghulu kami Nabi Muhammad ﷺ ”

Ya Rabb jadikanlah kami sebagai orang-oran yang mencintai para cucu Nabi Saw serta jadikanlah kami sebagai pembantu perjuangan para cucu Nabi Saw serta kumpulkanlah kami bersama para cucu Nabi Saw kelak di akhirat.

BANGKIT MEDIA

Yuk, Nikah di Bulan Syawal!

SETELAH bulan suci Ramadan ada bulan Syawal, di mana masyarakat sudah mengenal sunah puasa 6 hari di bulan Syawal. Akan tetapi ada juga sunah lainnya di bulan Syawal yaitu anjuran menikah di bulan Syawal. Bagi yang sudah dimudahkan oleh Allah, bisa melaksanakan sunah ini.

Dalil sunnah menikah di bulan Syawal, Aisyah radiallahu anha istri Nabi shallallahu alaihi wasallam menceritakan,

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan syawal pula. Maka isteri-isteri Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah Radiyallahu anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal” (HR Muslim).

Sebab Nabi Shalallahu alaihi Wassalam menikahi Aisyah di bulan Syawwal adalah untuk menepis anggapan bahwa menikah di bulan Syawal adalah kesialan dan tidak membawa berkah. Ini adalah keyakinan dan aqidah Arab Jahiliyah. Ini tidak benar, karena yang menentukan beruntung atau rugi hanya Allah Taala.

Bulan Syawal dianggap bulan sial menikah karena anggapan di bulan Syawal unta betina yang mengangkat ekornya (syaalat bidzanabiha). Ini adalah tanda unta betina tidak mau dan enggan untuk menikah, sebagai tanda juga menolak unta jantan yang mendekat. Maka para wanita juga menolak untuk dinikahi dan para walipun enggan menikahkan putri mereka.

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menikahi Aisyah untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua ied (bulan Syawwal termasuk di antara ied fitri dan idul Adha), mereka khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 3/253).

Imam An-Nawawi rahimahullah juga menjelaskan, “Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal. Para ulama kami (ulama syafiiyyah) telah menegaskan anjuran tersebut dan berdalil dengan hadits ini.

Dan Aisyah Radiyallahu anhaa ketika menceritakan hal ini bermaksud membantah apa yang diyakini masyarakat jahiliyyah dahulu dan anggapan takhayul sebagian orang awam pada masa kini yang menyatakan kemakruhan menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan Syawal.

Dan ini adalah batil, tidak ada dasarnya. Ini termasuk peninggalan jahiliyyah yang ber-tathayyur (menganggap sial) hal itu, dikarenakan penamaan syawal dari kata al-isyalah dan ar-rafu (menghilangkan/mengangkat).” (yang bermakna ketidakberuntungan menurut mereka)” (Syarh Shahih Muslim 9/209).

Demikian, semoga bermanfaat. [dr. Raehanul Bahraen]

 

INILAH MOZAIK

Bulan Syawal, Bulan Pembuktian Takwa, Apa Artinya?

TERDAPAT banyak kemuliaan dan keistimewaan bulan Syawal, yakni:

5. Bulan Nikah

Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka. Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah Ta’ala menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin.

Maka sejak itulah kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal. Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari istri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”.

Selain dengan Siti Aisyah, Rasulullah juga menikahi Ummu Salamah pada bulan Syawal. Menurut Imam An-Nawawi, hadis tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.

6. Bulan peningkatan

Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah. Kata Syawal, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil latihan selama bulan Ramadan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Naudzubillah.

7. Bulan pembuktian takwa

Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadan berlalu, pada bulan Syawal merupakan bulan pembuktian berhasil atau tidaknya ibadah Ramadan, terutama ibadah puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.

Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang muslim akan menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadan. Wallahu alam. [abatasa]

 

INILAH MOZAIK

Bulan Syawal, Bulan Silaturahmi

TERDAPAT banyak kemuliaan dan keistimewaan bulan Syawal, yakni:

1. Bulan Kembali ke Fitrah

Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadan selama sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.

Tibanya bulan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berhasil menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. la merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari peperangan menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.

2. Bulan Takbir

Tanggal 1 Syawal adalah Hari Raya Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak selama satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias malam takbiran hingga menjelang salat Idul Fitri.

Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan dalam melaksanakan ibadah Ramadan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih.

“Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah la memberi petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan” (QS al-Baqarah: 185).

3. Bulan Silaturahmi

Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, halal bi halal. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.

4. Puasa Satu Tahun

Amaliah yang ditentukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadan.

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah).

Dalam hadis yang lain disebutkan “Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun.” (HR An-Nasai dan Ibnu Majah). [bersambung]

 

INILAH MOZAIK