Ini Fasilitas Khusus Jamaah Haji Indonesia dari Arab Saudi yang Tak Didapat Negara Lain

Jamaah haji Indonesia patut bersyukur, lantaran tahun ini pemerintah melalui Kementerian Agama berhasil melobi Arab Saudi, sehingga jamaah haji Indonesia mendapat fasilitas khusus.

Lukman menuturkan, hubungan diplomatik Indonesia dan Arab Saudi membuat sejumlah fasilitas ‘khusus’ jamaah haji Indonesia.

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, jamaah haji Indonesia harus bersyukur atas fasilitas yang disediakan Arab Saudi. Sebab, kata politisi PPP itu, fasilitas itu tak didapat negara lain.

“Tidak ada didapat negara lain (fasilitas tersebut), hanya Indonesia,” ujar Lukman di kantor Kementerian Agama, Senin (2/7/2018).

Kata Lukman, fasilitas ‘khusus’ yang diterima jamaah haji Indonesia yaitu dibukanya sejumlah gerbang Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz Jeddah dan Bandar Udara Internasional Prince Mohammad bin Abdul Aziz di Arab Saudi.

“Kita mendapatkan gate di bandara paling banyak,” ucap dia.

Persoalan bandara ini pula yang disebut Lukman membuat masa jamaah haji Indonesia tinggal selama 40 hari. “Keterbatasan bandara untuk jamaah menjadi masalah,” kata dia.

Melihat masalah keimigrasian di bandara ini, tahun ini jamaah haji Indonesia mendapatkan pelayanan verifikasi imigrasi dari Arab Saudi. Jamaah haji dari embarkasi Jakarta dan Surabaya, akan mendapatkan perekaman biometrik di Tanah Air.

Selain fasilitas itu, pemerintah Saudi juga memberikan izin didirikannya balai-balai kesehatan di Arafah, Mina, dan Madinah.

Lukman mengatakan, sebetulnya berdirinya balai-balai itu dilarang Arab Saudi. Sebab, semua fasilitas kesehatan sudah ditanggung Arab Saudi.

“Tapi sebagai bentuk komunikasi dengan jamaah (Indonesia) Arab Saudi memahami itu dan memberikan izin klinik setingkat rumah sakit kelas C,” pungkasnya.

 

OKEZONE

Ambil Baiknya, Buang Buruknya

Ketika datang ke suatu negeri, Islam tidak saja menyerap segala sesuatu di sekitarnya, tapi juga aktif memilahnya. Seluruh nilai yang dianggap kebenaran dan kebaikan disaring lagi oleh prinsip dasar Islam sebelum mendapat tempat dalam agama.

Sedangkan, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai Islam dan fitrah manusia maka terjadilah proses Islamisasi jika memungkinkan. Oleh sebab itu, seorang Muslim–sebagaimana lebah–kiranya hanya menyerap apa yang baik bagi kemaslahatan dirinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah yang selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak. (HR Imam Ahmad, disahihkan Ahmad Syakir).

Sebagaimana lebah, setiap Muslim berjalan di atas kaidah ini di dalam kehidupannya, misalnya, seperti ketika memilih makanan dan minuman. Allah berfirman: “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. (QS al-Baqarah: 168).

Lebih jauh lagi, seorang Muslim mampu memilah dan memilih ketika menjumpai suatu berita atau hendak menyerap suatu ilmu pengetahuan. Para ulama hadis telah purna merumuskan metode kritik sanad hadis yang begitu komprehensif dan sistematik, metode yang belum pernah ada sebelumnya bahkan melampaui di zaman di saat kemuncul annya, untuk menyaring dan memilah suatu kabar sebelum menetapkannya sebagai hadis Nabi.

Metode sanad hadis merupakan landasan vital bagi kaidah jurnalistik pada zaman ini jauh sebelum jurnalisme dijadikan sebagai cabang ilmu dunia modern. Da lam metode ini, seluruh informasi yang di klaim berasal dari Rasulullah dipilah seba gai upaya memurnikan sumber hukum Islam.

Bahkan, mengambil yang baik dan menyingkirkan yang buruk merupakan asas penting dalam tujuan syariat itu sendiri. Hal ini tampak pada penjagaan syariat terhadap pada lima hal pokok (dharurriyatul khamsah) yakni agama, akal, jiwa, harta, dan keturunan. Sehingga, tampaklah bahwa seorang Muslim idealnya mampu memilah segala sesuatu berdasarkan tuntunan Islam.

Namun, untuk memilah antara baik dan buruk membutuhkan ilmu. Selanjutnya, untuk mengikuti yang baik dan meninggalkan yang buruk setelah mengetahuinya membutuhkan taufik dan hidayah. Sebab, terkadang mengetahui kebaikan dan keburukan tidak cukup untuk mendorong seseorang untuk mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk kecuali dengan petunjuk Allah.

Berilmu, beriman, dan berdoa mengais taufik dan hidayah merupakan di antara upa ya bagi seorang Muslim untuk adil dalam memilah. Sebagaimana lebah, ia mampu membedakan tempat-tempat kebaikan, sehingga mereka tidak akan mencari sari bunga di gundukkan sampah. Wallahu a’lam.

OLEH: WISNU TANGGAP PRABOWO

 

REPUBLIKA

Dan Mata Ini Pun Menangis KarenaNya

SAAT menyendiri dalam i’tikaf-mu
Mohonlah agar air mata
Mengalir karena Allah
Karena ia bukti keimanan

Menangis karena Allah
Anda tidak akan bisa
Sengaja menangis tiba-tiba
Tidak akan bisa “mengarang” tangisan ini
Dalam kesendirian
Karena ia bukan tangisan “menular”
Menangis karena melihat orang menangis
Dalam kumpulan jama’ah

Tangisan ikhlas karena Allah
Mata airnya bersumber dari iman
Relung hati terdalam
Rasa takwa dan takut

Jika seumur hidup tidak pernah
Anda menangis karena Allah
Entah kenapa tidak bisa menangis
Banyaknya maksiat dan jeratan syahwat
Serta tenggelam gemerlap dunia
Maka tangisi-lah hati anda
Tangisi-lah iman anda
Yang tidak bisa menjadi sumber mata air
Bagi air mata yang kering
Tidak pernah menangis karena Allah
Dalam kesendirian

Mata menangis akan tetapi hati berbahagia
Bagaimana tidak bahagia?
Sementara air mata mengalir deras, ia bergumam, “Akhirnya, akhirnya, akhirnya,
mata ini menangis karena Allah?”
Bagaimana tidak bahagia,
ia langsung teringat keutamaan
Menangis karena Allah.

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu (yang telah diperah) bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi)

Semoga Allah senantiasa memberikan kelembutan di hati-hati kita semua. Aamiin. [Raehanul Bahraen]

Keadaan Rembulan dan Matahari di Hari Kiamat

Allah SWT menyebutkan gerhana bulan dalam kitabNya dan Dia juga menyebutkan keadaannya pada hari kiamat nanti.

Allah SWT. berfirman:

“Dua matahari dan bulan dikumpulkan.” (QS. Alqiyamah:9)

Matahari dan rembulan tidak mungkin bisa bersatu kecuali jika sudah menjadi tanda datangnya hari kiamat, sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah SWT.

Sedangkan pada hari kiamat nanti, manusia benar-benar akan menjumpai kondisi yang demikian.

Rasulullah SAW. telah mengabarkan, bahwa ketika datang hari kiamat, Allah SWT. mengumpulkan seluruh manusia dari yang terdahulu sampai yang terakhir. Di antara mereka ada yang beriman, ada pula yang musyrik. Ada umat-umat terdahulu dari kaum Nabi Nuh, Hud, Shalih, Luth AS. ada juga dari kaum Shabiah, yaitu kaum nabi Ibrahim AS yang menyembah bintang. Kemudian dikatakanlah kepada mereka semua, siapa yang menyembah sesuatu, maka ikutilah dia; orang yang menyembah matahari akan mengikuti matahari, sampai terjerumus ke dalam neraka.

Orang yang menyembah rembulan, akan mengikuti rembulan hingga mereka terjerembab ke dalam api neraka. Dan orang yang menyembah berhala, akan mengikuti berhala tersebut sampai mereka masuk ke dalam neraka. Hingga tersisa orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. mereka menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun.

Para ulama menjelaskan tentang kabar dari Rasulullah SAW. di atas, apakah dosa yang diperbuat oleh rembulan sehingga diikuti oleh pengikutnya dan jatuh ke dalam api neraka. Dosa apa yang diperbuat oleh berhala-berhala sehingga mengakibatkan orang-orang mengikutinya kemudian mereka semua juga masuk ke dalam neraka. Padahal sebenarnya berhala-berhala tersebut tidak ridha ketika diibadahi oleh mereka. Allah SWT. berfirman:

““Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan jahanam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya. Mereka merintih di dalam api dan mereka di dalamnya tidak bisa mendengar. Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. Mereka tidak mendengar sedikitpun suara api neraka, dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh mereka. Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat), dan mereka disambut oleh para malaikat. Malaikat berkata: “Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS. Al-Anbiya’: 98-103).

Namun, Allah SWT. memberi pengecualian terhadap beberapa sesembahan sehingga tidak dimasukkan ke dalam neraka. Nabi Isa AS: misalnya, beliau disembah oleh suatu kaum, tapi beliau tidak masuk neraka bersama mereka. Nabi Isa justru akan diberi balasan dengan surga oleh Allah. Serta, siapa saja yang disembah selain Allah dari kalangan orang-orang saleh, baik yang disembah adalah para wali atau shahabat sedangkan mereka semua tidak ridha dengan hal itu dan menolaknya. Maka, sesungguhnya mereka mendapatkan balasan di sisi Allah SWT di surga-Nya nanti.

Adapun jika yang disembah itu ridha, seperti Fir’aun. Dialah yang meminta supaya manusia menyembahnya, maka sesembahan yang demikian itu akan ikut bersama mereka.

Namrud, seorang yang mengaku sebagai Tuhan, kemudian kaumnya menyembahnya, maka mereka akan mengikutinya sampai masuk ke dalam neraka.

Akan tetapi, bagaimana keadaan matahari dan rembulan yang sedang kita bicarakan ini, serta, keadaan berhala-berhala?

Allah SWT. berfirman tentang jahanam, semoga kita terhindar darinya:

““Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Manusia sebagai bahan bakar api neraka, maka ini tidak ada masalah. Karena mereka telah bermaksiat kepada Allah SWT: . Allah telah mengancam mereka dengan neraka ketika mereka hidup di dunia, sehingga ketika mereka melanggar perintah Allah, mereka berhak untuk medapatkan siksa tersebut di dalamnya.

Adapun bebatuan, yaitu berhala-berhala yang dahulu mereka sembah, Allah memasukkannya bersama dengan mereka ke dalam neraka untuk menghinakan mereka. Sebagaimana Iblis pun juga masuk bersama-sama dengan mereka ke dalam neraka. Kemudian, mereka saling berkata dan pada waktu itu manusia akan mencela Iblis. Allah berfirman:

“Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. ” (QS. Ibrahim: 22)

Iblis menghina dan mencela para penghuni neraka, mereka pun juga menghina Iblis serta mencelanya. Mereka bersama-sama di dalamnya sebagai penghinaan untuk mereka, begitu juga berhala-berhala tersebut. Akan tetapi, dikarenakan berhala tersebut tidak berakal, ia hanyalah batu dan tidak merasa sakit meski dimasukkan dengan mereka.

Begitu juga rembulan, ia mempunyai tasbih, tahmid dan pengagungan terhadap Allah SWT. dimasukkanya rembulan ke dalam neraka tidak akan berdampak apapun terhadapnya.

Ada banyak riwayat yang menyebutkan tentang digulungnya api bersama matahari dan bulan. Keduanya akan digulung di dalam neraka. Akan tetapi, ini semua bukan bermaksud untuk menyiksa keduanya, melainkan sebuah penghinaan kepada mereka yang telah membuat kerusakan dengan menyembah keduanya.

Allah SWT. juga menyebutkan rembulan sebagaimana Allah juga menyebutkan matahari Allah berfirman:

“Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan musing-masing beredar pada garis edarnya. ” (QS. Yasin: 40 )

Sungguh, Allah SWT menundukkan makhluk-makhluk ini dan menyempurnakan penciptaannya. Allah telah mengatur jarak antara bulan dan bumi dengan ukuran yang tepat. Para astronom zaman ini menyebutkan rembulan pada setiap tahun menjauh dari bumi sejarak 3 cm. Mereka juga menyebutkan, bahwa bulan mempunyai daya tarik ke bumi. sedangkan jaraknya dengan bumi 384.000 km.

Mereka mengatakan jarak tersebut memberikan pengaruh dalam peristiwa pasang surut air laut. Seandainya rembulan menjauh secara tiba tiba, atau medekat secara tiba tiba, bisa jadi akan mengguncang salah satu wilayah laut, sehingga akan membanjiri manusia.

Allah SWT. telah menyebutkan tentang rembulan sebanyak 25 kali di dalam Al-Qur’an. Dan Allah juga menyebutkan berbagai macam keadaannya, di antaranya tentang peredaran rembulan, larangan beribadah kepada rembulan, dan bagaimana rembulan beribadah kepada Allah.

Kita berdoa kepada Allah agar menambahkan
pemahaman kepada kita semua terhadap kitab-Nya dan memudahkan kita mentadaburi ayat-ayat-Nya.

Wallahua’lam.

BersamaDakwah

Kisah Teladan Sikap Wara Abu Bakr

SIAPA yang tidak kenal dengan Abu Bakar ash-Shiddiq radliallahu anhu? Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang mulia sangat terkenal karena banyak memiliki keutamaan dan sifat-sifat mulia dalam Islam. Sampai-sampai sahabat Umar bin al-Khattab Radhiyallahu anhu memuji beliau dengan mengatakan:

“Seandainya keimanan Abu Bakar radliallahu anhu ditimbang dengan keimanan penduduk bumi (selain para Nabi dan Rasul shallallahu alaihi wa sallam) maka sungguh keimanan beliau radliallahu anhu lebih berat dibandingkan keimanan penduduk bumi”. (HR. Ishaq bin Rahuyah dalam Musnadnya, no. 1266 dan al-Baihaqi dalam Syuabul iman, no. 36 dengan sanad yang shahih)

Kisah berikut ini mengambarkan tingginya keutamaan Abu Bakar radliallahu anhu dan besarnya kehati-hatian beliau dalam masalah halal dan haram:

Dari Aisyah radhiallahuanha bahwa ayah beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq radliallahu anhu memiliki seorang budak yang setiap hari membayar setoran kepada Abu Bakar radliallahu anhu (berupa harta atau makanan) dan beliau makan sehari-hari dari setoran tersebut.

Suatu hari, budak tersebut membawa sesuatu (makanan), maka Abu Bakar radliallahu anhu memakannya. Lalu budak itu berkata kepada beliau: “Apakah anda mengetahui apa yang anda makan ini?”. Abu Bakar radliallahu anhu balik bertanya: “Makanan ini (dari mana)?”. Budak itu menceritakan: “Dulu di jaman Jahiliyah, aku pernah melakukan praktek perdukunan untuk seseorang (yang datang kepadaku), padahal aku tidak bisa melakukannya, dan sungguh aku hanya menipu orang tersebut. Kemudian aku bertemu orang tersebut, lalu dia memberikan (hadiah) kepadaku makanan yang anda makan ini”. Setelah mendengar pengakuan budaknya itu Abu Bakar segera memasukkan jari tangan beliau ke dalam mulut, lalu beliau memuntahkan semua makanan dalam perut beliau”. (HR. Bukhari no. 3629)

Kisah ini menggambarkan tingginya ketakwaan dan keimanan Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliau sangat berhati-hati dalam menjaga anggota badan beliau dari mengkonsunmsi makanan yang tidak halal, dan inilah aplikasi dari sifat wara yang sebenarnya. (Lihat bahjatun Nadzirin, 1/649)

 

INILAH MOZAIK

 

 

TERBARU:

Aplikasi Cek Porsi Haji, kini dilengkapi Infomasi Akomodasi Haji di Tanah Suci!
Silakan Download dan instal bagi Calon Jamaah Haji yang belum menginstalnya di smartphone Android!
Klik di sini!

Di Balik Larangan Konsumsi Bangkai

Orang-orang Arab jahiliah mengharamkan sebagian binatang karena dianggap kotor. Keharaman binatang juga terkait dengan alasan ibadah, yaitu untuk mendekatkan diri kepada berhala dan karena mengikuti waham (kepercayaan yang salah).

Di balik sikap itu, mereka juga menunjukkan perilaku yang kontradiktif. Mereka menghalalkan binatang yang kotor seperti bangkai dan darah yang mengalir. Ada pula yang mengonsumsi makanan yang berlebihan, ada yang melarang secara keras.

Islam datang memberikan pandangan baru dalam masalah makanan hewani. Agama ini mengajarkan manusia untuk mengambil yang baik-baik dari segala yang telah dihamparkan Allah SWT di muka bumi. Walaupun begitu, Allah memberikan batasan berupa empat hal yang diatur dalam QS al-An’am: 145. Keempat hal tersebut, antara lain, bangkai, darah yang mengalir, dan daging babi yang dianggap kotor. Allah juga mengharamkan binatang yang disembelih dengan nama selain-Nya.

Ulama kontemporer Yusuf Qaradhawi menjelaskan dalam kitab Halal dan Haram, bangkai diartikan sebagai makanan yang kematiannya tidak disebabkan adanya usaha manusia. Secara naluri, bangkai dipandang sebagai barang yang kotor.

Asal-usul kematian binatang yang ditemukan dalam bentuk bangkai juga tidak jelas. Suatu binatang bisa saja mati karena penyakit, umur sudah tua, atau mengonsumsi makanan beracun. Dengan kata lain, bangkai tidak dapat dijamin keamanannya untuk dikonsumsi.

Diharamkannya bangkai menyimpan hikmah agar manusia tidak tamak. Dengan mengharamkan bangkai bagi manusia, Allah menyediakannya sebagai makanan bagi makhluk lain seperti burung dan binatang pemangsa lain. Ini juga memberikan isyarat agar manusia senantiasa memperhatikan binatang yang dimiliki dan tidak membiarkannya sakit, mati, lalu menjadi bangkai.

Selain itu, naluri manusia yang sehat pasti tidak akan rela memakan bangkai, dengan sendirinya ia akan menganggapnya kotor. Para ahli di kalangan mereka pasti akan beranggapan bahwa makan bangkai adalah suatu perbuatan buruk yang dapat menurunkan derajat manusia.

Oleh karena itu, seluruh agama samawi memandang bangkai tersebut suatu makanan yang dikategorikan haram. Mereka tidak boleh makan kecuali yang telah disembelih sesuai dengan syariat.

Selanjutnya, binatang yang mati dengan sendirinya pada umumnya mati karena suatu sebab tertentu. Bisa jadi, karena penyakit yang mengancam, umurnya sudah tua, atau karena makan tumbuh-tumbuhan yang beracun dan sebagainya sehingga keamanannya tidak dapat dijamin.

Allah mengharamkan bangkai kepada manusia agar rantai makanan tetap berjalan alami. Artinya, hewan pemangsa lain atau burung-burung memiliki kesempatan untuk memakan bangkai sebagai bukti kasih sayang Allah.

Dalam QS al-Maidah ayat 3, Allah memperjelas kategori bangkai ke dalam lima kelompok. Pertama, al-munkhaniqah, yaitu binatang yang mati dicekik, baik menggunakan tangan maupun alat untuk menghimpit leher dan menghentikan pernapasan binatang tersebut.

Kedua, al-mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena dipukul. Ketiga, al-mutaraddiyah, binatang yang mati karena jatuh, misalnya, jatuh ke jurang atau ke sumur. Keempat, an-nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk atau baku hantam. Dan, kelima, maa akalas sabu, yaitu binatang yang disergap binatang buas dan dimakan sebagian hingga mati.

Sebelum menutup ayat tersebut, Allah menyebutkan, “Kecuali yang kalian sempat menyembelihnya.”  Maka, selama hewan itu masih bergerak kakinya, ekornya, maupun kerlingan matanya, kemudian disembelih, hewan tersebut halal dikonsumsi.

Soal pemanfaatan bangkai selain untuk konsumsi ada perbedaan di kalangan ulama. Dewan Penasehat Institut Ilmu Quran (IIQ) KH Ahsin Sakho Muhammad mengatakan, batasan bagian tubuh bangkai hewan yang boleh dimanfaatkan merupakan wilayah ijtihad. Ada ulama yang mengatakan, semua bagian yang masih berguna boleh dimanfaatkan. Pendapat ini bertumpu pada perintah Allah untuk memanfaatkan semua ciptaan-Nya yang ada di bumi.

Pimpinan Pusat Kajian Hadis KH Ahmad Luthfi Fathullah cenderung lebih ketat dalam menetapkan batasan ini. Menurut dia, pemanfaatan bangkai yang diperbolehkan hanya terbatas pada bagian kulit saja. Daging dan bagian yang lain tidak boleh dimanfaatkan sebab dikategorikan sebagai bangkai. Penggunaan kulit bangkai yang disamak dijelaskan dalam berbagai hadis.

Wilayah khilafiyah lain terkait dengan jenis bangkai hewan yang boleh disamak. Kiai Luthfi mengatakan, ulama tidak memperdebatkan bolehnya pemanfaatan kulit hewan yang halal dimakan. Artinya, jika suatu hewan halal dimakan selama hidupnya,  kulit dari hewan tersebut boleh disamak. Begitu pula kulit dari bangkai hewan itu. Hewan-hewan yang masuk dalam kategori ini, antara lain, sapi, kambing, domba, unta, rusa, dan sebagainya.

Lebih lanjut, Kiai Luthfi memberikan batasan kategori hewan yang boleh disamak adalah yang termasuk dalam najis besar (mughaladhah). Dengan begitu, kata dia, kulit anjing dan babi tidak boleh disamak.

Walaupun begitu, ia tidak menampik adanya pendapat ulama lain yang membolehkan penyamakan kulit babi dan anjing dengan melandaskan pada hadis riwayat Muslim. Dalam hadis tersebut dikatakan, Rasulullah pernah bersabda, “Kulit apa saja kalau sudah disamak maka sungguh menjadi suci.”

Jalan Rizki yang Tak Terduga

SALAH satu cara untuk mendapatkan rizki yang tidak terduga adalah dengan mengistiqamahkan diri di jalan yang diridlai Allah. Cobalah perhatikan QS Al-Jinn ayat 16:

Allah SWT berfirman: “Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.” (QS. Al-Jinn 72: Ayat 16)

Yang dimaksud dengan air yang cukup, dalam maknanya yang luas, adalah rizki yang banyak. Rizki bukan hanya yang berupa uang, melainkan pula kesehatan, keluarga yang baik, dan kehidupan serta penghidupan yang layak.

Jalan yang diridlai Allah itu banyak sekali macamnya, mulai dari ibadah ritual rutin yang biasa kita lakukan sampai pada kegiatan sosial yang kota programkan. Yakinkan bahwa semua yang kita lakukan adalah disukai Allah SWT. Jauhi apa yang tidak disukai Allah. Saat yang dimurka Allah dilakukan, saat itu pula bermacam bentuk rizki itu menjauh dari kita.

Maksiat yang dilakukan mungkin saja tak mengurangi jumlah uang kita, bahkan mungkin saja menambah uang kita dengan cara tak benar. Tapi yakinlah bahwa bentuk rizki yang lain, seperti keceriaan hati dan keluarga yang baik, akan hilang dari kita. Na’udzu biLLAH min dzaalik.

Demikian salah satu bagian ceramah saya pagi ini di Masjid Agung Sorong Papua Barat. Pagi ini saya berdoa: “Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami dan yang mengamini doa kami ini kebahagiaan hati, keberkahan harta dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat kelak.”

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

Dajjal Juga Bisa Dimaknai Simbolis

Kiamat merupakan keniscayaan yang tak dapat dihindari oleh manusia. Di dalam Alquran, kiamat pun telah digambarkan tentang tanda-tanda hari akhir ini dan kehancuran yang mahadahsyat.

Kiamat juga tak dapat ditebak kapan datangnya. Wartawan Republika.co.id, Rahmat Fajar, mewawancarai Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar, terkait kiamat. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana Alquran menjelaskan tentang hari kiamat?

Kisah tentang kiamat itu iqraatisa’ah, di keterangan iqraatisa’ah itu telah dekat kiamat. Ass’ah itu hari kiamat. Allah sudah menegaskan 14 setengah abad lampau dalam Alquran. Hari kiamat itu sudah mendekat.

Bahkan, dalam hadis dilukiskan hadis Isra’ Mi’raj itu ada orang nenek yang bersolek, tapi sudah bongkok keriput sebentar lagi jalannya juga terhuyung-huyung. Nabi bertanya siapa itu? Itu perumpaan dunia sudah setua itu, bayangkan pada masa nabi 1400 tahun lampau kan sekarang ini sudah kayak apa nenek itu.

Apa tanda-tanda kiamat?

Dalam hadis itu ada 11 tanda kecil jika kiamat itu akan terjadi sebelum muncul kiamat besar. Sebelas tanda kecil kiamat kecil itu, antara lain, perempuan lebih besar jumlahnya daripada laki-laki, kedua orang tua melahirkan rajanya, dia tidak sopan, menyandera orang tuanya. Ketiga, bermunculan aneka tambang dari perut bumi, keempat, perzinaan itu akan merajalela dan terbuka. Kelima, korupsi juga merajalela.

Keenam, masjid didandani, mulai overdandanannya jadi lebih rasa apa gitutidak rasa masjid. Kemudian, perhiasan semakin norak, di situ di susul tanda-tanda kubro, matahari tidak lagi beraturan. Kedua, disusul munculnya apa yang disebut Dajjal. Dajjal itu sekarang terkubur di dasar bumi. Sekarang berusaha untuk naik ke permukaan bumi nanti membuat keonaran, kecelakaan, membunuh orang beriman.

Satu-satunya wilayah yang jauh dari jangkauan Dajjal itu Kota Makkah dan Madinah, itu pun di pinggirannya diculik. Setelah itu, muncul Ya’juj Ma’juj semacam binatang serangga menghabiskan seluruh hijau-hijauan, dedaunan, termasuk padi, air tawar dikonsumsi tidak diberikan kepada manusia. Selanjutnya, gempa di mana-mana.

Terus muncul pada akhirnya Nabi Isa, itu di dalam kitab-kitab kuning Nabi Isa yang membunuh Dajjal dan akhirnya timbullah masa ketenangan, jadi kembali lagi tenteram. Nabi Isa tidak lagi menjalankan agamanya, tapi melanjutkan ajaran agama yang pernah dibawa Nabi Muhammad. Habis itu selesai, kiamat sudah.

Seperti apa penggambaran Dajjal?

Dajjal itu bisa dimaknai secara fakta bisa dimaknai secara simbolis. Kalau lukisannya dalam hadis Dajjal itu bermata satu, sangat ganas, antiorang beriman. Tapi, itu nanti akan berhadapan dengan Nabi Isa dalam salah satu keyakinan Nabi Isa diangkat ke langit nanti akan turun kembali, nanti akan berhadapan dengan Dajjal. Ada lagi yang mengartikan secara simbolis, semua orang yang mempunyai perilaku Dajjal itu Dajjal.

Hubungan kedatangan Dajjal dengan banyak fitnah yang terjadi di masyarakat sekarang?

Itu juga saling fitnah tanda-tanda kecil, saling curiga, saling fitnah, curiga mencurigai itu tanda-tanda akhir zaman. Itu belum tanda kiamat besar.

Apa perintah Alquran bagi manusia dalam menghadapi kiamat?

Selama manusia menegakkan kalimat la ilaha illallah, langit tidak akan runtuh. Itu ada juga hadisnya. Tapi, apakah mengucapkannya saja atau menegakkan prinsipnya yang dimaksud tauhid, itu juga perlu dipahami. Selama orang menegakkan kalimat la ilaha illallah langit tidak akan runtuh itu. Tiang-tiang langit.

Karena itu, untuk menunda kiamatnya, dunia kita harus kembali taat pada ajaran agama, lebih dekat kepada petunjuk-petunjuk Rasulullah itu menunda hari kiamat terjadi. Kiamat itu ketika keonaran manusia mencapai puncaknya.

 

REPUBLIKA

Beriman Bukan Sekadar Diucapkan

MENGUCAPKAN “Saya beriman”, memang sangat mudah dan ringan di mulut. Akan tetapi bukan hanya sekedar itu kemudian orang telah sempurna imannya.

Ketika memproklamirkan dirinya beriman, maka seseorang memiliki konsekuensi yang harus dijalankan dan ujian yang harus diterima, yaitu kesiapan untuk melaksanakan segala apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya baik berat atau ringan, disukai atau tidak disukai.

Konsekuensi iman ini pun banyak macamnya. Kesiapan menundukkan hawa nafsu dan mengekangnya untuk selalu berada di atas ridha Allah termasuk konsekuensi iman. Mengutamakan apa yang ada di sisi Allah dan menyingkirkan segala sesuatu yang akan menghalangi kita dari jalan Allah juga konsekuensi iman.

Demikian juga dengan memperbudak diri di hadapan Allah dengan segala unsur pengagungan dan kecintaan.

Mengamalkan seluruh syariat Allah juga merupakan konsekuensi iman. Menerima apa yang diberitakan oleh Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam tentang perkara-perkara gaib dan apa yang akan terjadi di umat beliau merupakan konsekuensi iman.

Meninggalkan segala apa yang dilarang Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam juga merupakan konsekuensi iman. Memuliakan orang-orang yang melaksanakan syariat Allah, mencintai dan membela mereka, merupakan konsekuensi iman.

Dan kesiapan untuk menerima segala ujian dan cobaan dalam mewujudkan keimanan tersebut merupakan konsekuensi dari iman itu sendiri. Allah berfirman di dalam Alquran:

“Alif lam mim. Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan untuk mengatakan kami telah beriman lalu mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka agar Kami benar-benar mengetahui siapakah di antara mereka yang benar-benar beriman dan agar Kami mengetahui siapakah di antara mereka yang berdusta.” (QS Al-Ankabut: 1-3)

Imam As Sady dalam tafsir ayat ini mengatakan:

“Allah telah memberitakan di dalam ayat ini tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Termasuk dari hikmah-Nya bahwa setiap orang yang mengatakan “aku beriman” dan mengaku pada dirinya keimanan, tidak dibiarkan berada dalam satu keadaan saja, selamat dari segala bentuk fitnah dan ujian dan tidak ada yang akan mengganggu keimanannya.

Karena kalau seandainya perkara keimanan itu demikian (tidak ada ujian dan gangguan dalam keimanannya), niscaya tidak bisa dibedakan mana yang benar-benar beriman dan siapa yang berpura-pura, serta tidak akan bisa dibedakan antara yang benar dan yang salah.”

Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

“Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi kemudian setelah mereka kemudian setelah mereka” (HR. Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Said Al Khudri dan Saad bin Abi Waqqas Radhiyallahu Anhuma dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami no.992 dan 993)

Ringkasnya, iman adalah ucapan dan perbuatan. Yaitu, mengucapkan dengan lisan serta beramal dengan hati dan anggota badan. Dan memiliki konsekuensi yang harus diwujudkan dalam kehidupan, yaitu amal.

 

INILAHMOZAK

Tiga Saran KPHI Terkait Sertifikasi Pembimbing Ibadah Haji

Kementerian Agama RI (Kemenag RI) mengintensifkan sertifikasi petugas pembimbing ibadah haji agar para pembimbing profesional dan berkarakter. Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) memberikan tiga saran terkait sertifikasi pembimbing ibadah haji.

Komisioner KPHI, Syamsul Maarif mengatakan, pertama, sertifikasi sebagai persyaratan mutlak untuk pembimbing ibadah haji. Kedua, mendorong pemerintah segara melakukan sertifikasi sebanyak-banyaknya agar tahun ini petugas pembimbing ibadah haji betul-betul sudah tersertifikasi.

Ketiga, pembimbing ibadah haji tidak boleh lagi dimonopoli oleh golongan pegawai negeri sipil (PNS). Artinya, pemerintah harus lebih banyak melibatkan unsur masyarakat. “Unsur masyarakat itu bisa lembaga keagamaan, ormas Islam, pondok pesantren, tetapi jangan hanya sekedar pantes-pantes (formalitas) saja,” kata Syamsul kepada Republika.co.id, Ahad (28/1).

Syamsul berpandangan, orang-orang dari lembaga keagamaan, ormas Islam dan pondok pesantren lebih mengetahui fikih haji ketimbang PNS. Maka sertifikasi pembimbing ibadah haji sebaiknya diberikan kepada unsur non PNS juga, jangan hanya kepada PNS saja. Mestinya, para kiai dari pondok pesantren dan ormas Islam serta akademisi yang non PNS dilibatkan menjadi pembimbing ibadah haji.

Dia juga menyampaikan, sudah dua tahun KPHI mendorong lewat rekomendasi KPHI supaya Kemenag RI meningkatkan kualitas dan kuantitas program sertifikasi. Setiap penyelenggaraan ibadah haji, terutama tahun lalu petugas pembimbing ibadah haji yang sudah tersertifikasi tidak sampai 20 persen.

“Akibatnya, banyak petugas haji terutama pembimbing ibadah, di samping tidak menguasai materi manasik secara komprehensif, juga lemah menyelesaikan masalah,” ujarnya.

Syamsul menjelaskan, padahal yang dibutuhkan petugas pembimbing ibadah, pertama, betul-betul menguasai manasik. Baik manasik yang standar maupun manasik perbandingan mazhab. Kedua, mampu menyelesaikan masalah-masalah ibadah ketika terjadi pelanggaran-pelanggaran.

Oleh karena itu, KPHI menyarankan harus lebih selektif lagi memilih petugas pembimbing ibadah haji. Petugas pembimbing ibadah haji harus mempunyai sertifikat sebagai syarat utama menjadi pembimbing. Kalau belum 100 persen pembimbing ibadah haji yang disertifikasi, minimal 50 persen lebih petugas pembimbing ibadah haji harus sudah disertifikasi.

 

IHRAM