Nasihat Rasulullah: Mau Makan Cicipilah Garam

TERDAPAT sebuah hadis dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, dinyatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberi nasihat beliau,

“Jika kamu makan, mulailah dengan mencicipi garam dan akhiri dengan makan garam. Karena dalam garam terdapat obat bagi 70 penyakit, yang pertama lepra, gila, dan kusta”

Dan ada hadis lain yang semisal, yang paling dikenal adalah hadis Ali bin Abi Thalib di atas.

Hadis ini disebutkan oleh al-Harits bin Abi Usamah dalam al-Musnad, dari Abdurrahim bin Waqid, dari Hammad bin Amr, dari As-Suri bin Khalid bin Syadad. Hadisnya cukup panjang, yang disebutkan di atas adalah salah satu cuplikannya.

Dalam al-Fatawa al-Haditsiyah ketika pembahasan hadis ini dijelaskan,

Hadis ini sanadnya gugur, penuh rentetan perawi yang dinilai cacat. Syaikh al-Harits bin Abi Usamah, dikatakan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab Tarikhnya (11/85), Dalam hadisnya terdapat banyak yang munkar. Karena hadis-hadisnya diriwayatkan dari para perawi dhaif dan majhul (tak dikenal). (al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Huwaeni, 1/497).

Sementara perawi berikutnya yang bernama Hammad bin Amr, dinilai pendusta oleh al-Juzajani. Abu Zurah menilainya sebagai orang lemah hadisnya. Ibnu Hibban menilai orang ini dengan mengatakan, Dia telah memalsukan hadis.

Hammad juga ditinggalkan oleh an-Nasai, dan Bukhari menyebutnya, Munkar hadisnya.

Kemudian, as-Suri bin Khalid, dinyatakan oleh al-Azdi, Tidak dianggap. Sementara ad-Dzahabi dalam al-Mizan menyatakan, Tidak dikenal. (al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Huwaeni, 1/497).

Ibnul Jauzi juga menyebutkan hadis ini dalam karyanya al-Maudhuat (kumpulan hadis dhaif). Ketika sampai pada pembahasan hadis ini, beliau mengatakan, “Hadis ini tidak sah sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” (al-Maudhuat, 2/289).

Kemudian, as-Suyuthi (w. 911 H) juga membawakan hadis di atas, dari jalur lain, yaitu dari jalur Abdullah bin Ahmad, dari ayahnya Ahmad bin Amir, dari Ali bin Musa ar-Ridha. Selanjutnya, as-Suyuthi menegaskan,

“Tidak shahih. Yang tertuduh di sini adalah Abdullah bin Ahmad bin Amir dan ayahnya. Kedua orang ini mengumpulkan tulisan hadis dari ahlul bait, namun semuanya dusta (atas nama ahlul bait).” (al-Lali al-Mashnuah, 2/179).

As-Syaukani (w. 1250 H) juga memberikan penilaian yang sama. Bahkan beliau dengan tegas menyatakan, Hadis palsu. (al-Fawaid al-Majmuah, 1/78).

Dari semua keterangan di atas, tidak halal bagi kita untuk menyatakan bahwa mencicipi garam sebelum atau sesudah makan termasuk sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Karena semua hadis tentang masalah ini adalah hshirt polo muslimadis dusta atas nama beliau shallallahu alaihi wa sallam.

Allahu alam. [Ustaz Ammi Nur Baits]

 

 

Para Rasul dan Pasar

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Bagian dari karunia yang Allah berikan kepada umat manusia, Allah mengutus para nabi dan rasul dari kalangan mereka. Sehingga mereka bisa berinteraksi secara baik dengan para utusan Allah. Mereka manusia, beraktifitas sebagaimana manusia, berbahasa dengan bahasa manusia, dst. Ini akan memudahkan mereka untuk meniru para utusan itu.

Allah berfirman,

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali Imran: 164).

Sayangnya, keberadaan rasul dari kalangan manusia, justru dijadikan celah bagi orang kafir untuk menghina sang rasul, yang tentu saja celaan ini menjadi tidak nyambung. Diantaranya, mereka mencela para rasul karena sang rasul beraktifitas di pasar.

Allah berfirman,

وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا

Dan mereka berkata: “Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia.” (QS. al-Furqan: 7)

Ada dua pelajaran yang bisa kita ambil dari ayat ini,

Pertama, celaan yang diberikan orang kafir kepada Nabi ﷺ. Menurut mereka, seharusnya rasul itu berasal dari kalangan malaikat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di pasar, menyampaikan dan mengajak manusia untuk mengikuti kebenaran, mereka menganggap, Muhammad seperti para penguasa yang ingin menguasai pasar. Kemudian hal ini dibantah oleh Allah, bahwa para rasul di masa silam juga melakukan yang sama. Mereka berdakwah di pasar.

Allah berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ

“Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar..” (QS. al-Furqan: 20).

Kedua, bahwa masuk pasar hukum asalnya mubah, dalam rangka berdagang, atau mencari nafkah. Dan ada tugas mulia yang dilakukan oleh para rasul ketika di pasar, disamping melakukan transaksi di pasar, mereka juga berdakwah menyampaikan kebenaran, mengajak para kabilah untuk kembali kepada kebenarn.

Atha’ bin Yasar pernah ketemu Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu, lalu beliau meminta,

‘Tolong sampaikan kepadaku mengenai sifat Rasulullah ﷺ dalam Taurat?’

Abdullah mengatakan,

أَجَلْ ، وَاللَّهِ إِنَّهُ لَمَوْصُوفٌ فِى التَّوْرَاةِ بِبَعْضِ صِفَتِهِ فِى الْقُرْآنِ

Baik, demi Allah, sifat beliau yang disebutkan dalam taurat, merupakan sebagian dari sifat beliau yang disebutkan di al-Quran…

Diantara yang beliau sebutkan,

لَيْسَ بِفَظٍّ وَلاَ غَلِيظٍ وَلاَ سَخَّابٍ فِى الأَسْوَاقِ

Beliau kalau bicara tidak kasar, hatinya tidak keras, dan tidak suka teriak-teriak di pasar. (HR. Bukhari 2125).

Karena itu, diantara sikap ideal bagi mukmin ketika di pasar, disamping berdagang adalah mendulang pahala di pasar. Seperti menebar senyum, menebar salam, berdakwah, mengajak masyarakat agar kembali kepada kebenaran, dst.

Seperti yang dilakukan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

إِنْ كُنْت لأَخْرُجُ إلَى السُّوقِ وَمَا لِي حَاجَةٌ إلاَّ أَنْ أُسَلِّمَ وَيُسَلَّمَ عَلَيَّ

“Aku pernah datang ke pasar, padahal aku tidak memiliki kebutuhan apapun, selain untuk menyampaikan salam atau menjawab salam.” (HR. Ibnu Abi Syaibah 26260).

Terkadang para sahabat masuk pasar, hanya untuk mengajak masyarakat untuk banyak takbiran ketika masuk sepuluh pertama bulan Dzulhijjah. Imam Bukhari menyebutkan,

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا

“Dulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan takbiran kemudian masyarakat bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Bukhari, bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq).

Demikian, Allahu a’lam.

Oleh Ustadz Ammi Nur Baits

Read more https://pengusahamuslim.com/6647-para-rasul-dan-pasar.html

Konsekuensi Muslim Ucapkan ‘Selamat Natal’ Menurut UAS

Umat Nasrani saban 25 Desember menggelar perayaan Natal. Di masyarakat, khususnya umat Islam timbul perdebatan apakah boleh mengucapkan ‘Selamat Natal’ kepada umat Nasrani sebagai upaya toleransi? Ustaz Abdul Somad (UAS) punya jawabannya.

“Ketika Anda mengucapkan ‘Selamat Natal’, ini sama artinya mengucapkan, ‘Selamat Allah sudah melahirkan anak’. ‘Selamat Tuhan sudah melahirkan anak pada 25 Desember’,” kata UAS dalam satu ceramahnya.

Menurut UAS, ada tiga konsekuensi ketika seorang Muslim mengucapkan ‘Selamat Natal’ kepada umat Nasrani. “Pertama, mengakui Tuhan punya anak. Padahal dalam Alquran (Surah Al-Ikhlas ayat 3) disebut ‘Lam yalid walam yulad’ (Dia tidak beranak dan tidak diperanakan). Kedua meyakini Tuhan lahir pada 25 Desember. Padahal Nabi Isa Alahisallam lahir pada musim panas, bulan Juli. Mana dalilnya? ‘Goncangkan pangkal kurma, akan gugur buah kurma dari atas’. Buah kurma gugur pada bulan Juli.”

Dijelaskan UAS, ketika Nabi Isa lahir, kambing-kambing sedang digembalakan di padang rumput hijau. Padang rumput, kata UAS, hanya ada di bulan Juli, karena bulan Desember rumput tak tumbuh karena permukaan rumput ditutupi es. “Ketika Nabi Isa lahir, bintang gemintang sedang terang. Bintang terang ada pada bulan Juli. Kalau bulan salju bintang gemintang tertutup kabut.”

Konsekuensi ketiga menurut UAS jika seorang Muslim mengucapkan ‘Selamat Natal’ adalah mengakui Nabi Isa mati dipalang salib. “Ketiganya bertentangan (dengan akidah).”

Pendapat serupa disampaikan Ustaz Khalid Basalamah yang menyatakan tidak boleh seorang Muslim mengucapkan ‘Selamat Natal’ kepada umat Nasrani. “Kenapa tidak boleh? mengucapkan ‘Selamat Natal’, berarti mengucapkan ‘Selamat Allah punya anak’. Tidak bisa dalam Islam. Kita berbuat baik (kepada non-Muslim), iya, membantu yang sakit, iya, menjenguk yang sakit, iya, membantu yang susah, iya, berbakti kepada orang tua yang non-Muslim, iya. Tapi berhubungan dengan masalah keyakinan yang telah Allah kufurkan, tidak boleh,” ucap Ustaz Khalid menegaskan.

Ustaz Adi Hidayat juga punya pendapat yang sama. Ia menjelaskan, Islam adalah agama yang indah. “La ikra fiddin, tidak ada paksaan dalam Islam. Tapi kita tidak boleh mengikuti keyakinan kita pada keyakinan orang lain,” ujar Ustaz Adi.

Dijelaskan Ustaz Adi, hukum mengucapkan selamat pada agama lain di luar keyakinan dan keimanan sebagai Muslim, itu tidak diperkenankan. “Haram hukumnya mengucapkan selamat, misalnya ada unsur pengakuan. Awas jika ada din selain Islam, ada agama yang dibenarkan selain islam, itu adalah wilayah keyakinan kita. yang non-Muslim pun meyakini kepercayaan mereka yang benar.”

 

KHAZANAH REPUBLIKA

 

Adab Pinjam-meminjam dalam Islam, Seperti Apa?

Berhutang atau meminjam terkadang menjadi kebiasaan atau kebutuhan. Sehingga, seseorang terlilit dalam hutang dan tidak jarang hutang menjerat peminjam.

Di dalam Islam, hutang pada dasarnya diperbolehkan. Namun, Islam juga mengatur adab dalam meminjam dan berhutang.

Pakar ekonomi syariah, Dr. Oni Sahroni, MA, mengatakan berhutang diperkenankan dalam Islam. Sebagaimana hadist Rasulullah SAW, “Nabi SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menggadaikan baju besinya.” (HR. Bukhari).

Bagi peminjam (kreditor), hendaklah ia membantu saudaranya tatkala ia membutuhkan pinjaman. Karena membantu orang lain yang membutuhkan termasuk tolong menolong dalam kebaikan.
Sebagaimana firman Allah QS. Al-Maida ayat 2, “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Di sini, kata Oni, kreditor tidak boleh mengambil imbalan bersyarat atas jasa pinjamannya. Misalnya, Oni mencontohkan, A meminjam uang Rp 10 juta kepada B yang mempersyaratkan pengembaliannya melebihi pokok pinjaman.
Maka, ia mengatakan kelebihan tersebut adalah riba jahiliah yang diharamkan. Hal ini sesuai dengan kaidah, bahwa setiap manfaat bersyarat yang diterima kreditor itu riba. Kecuali jika atas inisiatif debitur (tanpa diperjanjikan), maka dibolehkan.
Sedangkan bagi debitur (peminjam), Ketua Dewan Pengawas Syariah Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) ini mengatakan yang bersangkutan boleh meminjam, tetapi dengan itikad ia mampu menunaikan utangnya pada masa yang disepakati. Oleh karena itu, menurutnya, tidak diperkenankan meminjam dalam kondisi tidak mampu menunaikan pinjaman tersebut.
“Semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan finansial dan fasilitas dalam batas standar (sederhana atau tidak berlebihan), agar tidak menyebabkan defisit dan berutang,” kata Oni melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Rabu (12/12).
Bagaimanapun, Anggota Dewan Syariah Nasional MUI ini mengatakan, hendaklah hidup sederhana sebagaimana pesan dan keteladanan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sehingga, ia tidak sampai harus berhutang untuk memenuhi hajatnya.
Di antara maknanya, kata dia, adalah memenuhi hajat hidupnya sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Ia mengatakan, hendaknya berbelanja karena kebutuhan dan bukan sebaliknya. Karena memiliki sesuatu yang tidak dibutuhkan itu bukan dari adab Islam.
Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah gaya hidup mewah. Sesungguhnya hamba-hamba Allah itu bukan orang-orang yang bermewah-mewahan.” Dalam hadist lain, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya hidup sederhana termasuk bagian dari iman.”
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan.”(QA. Al-Isra’: 26-27)
Doktor pertama Indonesia di bidang Fiqh Muqarin Universitas Al-Azhar ini mengatakan, Islam melarang untuk berbuat boros (tabdzir). Imam an-Nawawi menerangkan alasan larangan penghamburan tersebut.
Beliau berkata, “Sesunguhnya pemborosan harta akan menyebabkan orang meminta-minta kepada orang lain. Sedangkan penyediaan harta memberikan maslahat akan hajat dunianya. Jika kemampuan keuangannya stabil, maka hal itu akan berpengaruh terhadap agamanya. Karena jika keuangannya stabil, seseorang bisa fokus dengan urusan-urusan akhiratnya.”

Rasulullah Larang Bencana Alam Dikaitkan Politik

KALAU Allah memberikan bencana alam seperti di Lombok (NTB), Palu (Sulteng), dan kini di Banten, Lampung (Selat Sunda), hanya karena urusan politik, maka sesuai QS. an-Nahl ayat 61, Allah juga akan memberikan gempa kepada seluruh manusia.

Berikut di bahwa ini sekilah sejarah fenomena alam di masa para nabi.

Suatu hari, masyarakat Arab berkerumun, mereka sedang membincangkan fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu gerhana matahari. Perbincangan orang Arab saat itu, jika terjadi gerhana matahari, maka hal itu sangat berkaitan dengan kematian seorang pembesar. Inilah yang menjadikan perbincangan di kalangan masyarakat Arab saat itu semakin mempercayai bahwa mitos tentang gerhana itu benar adanya.

Mendengar desas-desus yang terjadi di kalangan masyarakat Arab saat itu, Rasul kemudian bersabda:

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah, keduanya tidak gerhana karena kematian atau lahirnya seseorang, jika kalian melihatnya (gerhana) maka laksanakanlah salat.

Hadis ini dijadikan dalil oleh para ulama bahwa fenomena Alam dan bencana yang terjadi, sama sekali tidak ada kaitannya dengan urusan duniawi, termasuk kematian seorang pembesar pada saat itu, begitu pula dengan urusan politik, khususnya yang terjadi saat ini.

Hal ini ditegaskan juga oleh Ibn Hajar al-Asyqalani dalam Fathul Bari-nya bahwa fenomena Alam, sama sekali tidak berkaitan dengan urusan apapun terkait duniawi. Fenomena alam yang terjadi adalah bentuk kebesaran Allah, yang harus diikuti dengan ketauhidan dan muhasabah diri.

Jika kasus dalam hadis tersebut diqiyaskan dengan kasus bencana di Indonesia, maka sama sekali tidak ada kaitannya gempa dengan pilihan politik di Tanah Air menjelang Pilpres 2019. Hal ini justru dilarang oleh Rasulullah SAW, mengaitkan bencana Alam dengan urusan duniawi, termasuk pilihan politik.

Memang dalam kasus nabi-nabi terdahulu, Allah memberikan azab kepada umat nabi tertentu karena menyekutukan Allah dan melanggar perintah-Nya. Hal ini termaktub dalam Surat Ali Imran ayat 56:

“Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.”

Bahkan untuk orang kafir pun, Allah menjadikan azab atau musibah dalam ayat tersebut sebagai sarana untuk bersabar, bukan sebagai hukuman atas hal yang ia lakukan. Hal ini ditegaskan oleh Fakhruddin al-Razi dalam kitab Mafatih al-Ghaibnya:

“Karena sesungguhnya ayat (Ali Imran 56, untuk orang kafir) bukan menjadi hukuman, melainkan hanya ujian. Sedangkan argumentasi yang menyebutkan hal itu adalah bahwa Allah memerintahkan semua orang untuk bersabar atas semua musibah, rida dan berpasrah. Dan hal ini tidak berkaitan dengan hukuman.”

Menurut al-Razi, jika orang kafir diberikan hukuman di dunia, maka akan bertentangan dengan Surat an-Nahl ayat 61, yang menyebutkan bahwa jika Allah menghukum seluruh manusia di Bumi, niscaya tidak akan ada sesuatu yang terlepas dari azab-Nya.

“Jika Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ada makhluk yang ditinggalkan-Nya.”

Bagi al-Razi, kata lau dalam ayat di atas adalah berfaidah intifaus syai lintifai ghairihi, yakni jika kata lau itu dihilangkan, maka artinya Allah tidak akan meemberikan hukuman (azab) kepada seseorang secara langsung di bumi. Karena jika Allah memberikan azab, maka semua orang yang ada di bumi ini akan mendapatkannya.

Surat Ali Imran: 56 di atas, menurut al-Razi juga bertentangan dengan Q.S. Ghafir: 17, yang menjelaskan bahwa semua kesalahan yang dilakukan manusia akan diberikan balasannya di akhirat kelak, bukan di dunia:

“Pada hari itu (kiamat) Allah akan memberikan balasan kepada setiap jiwa atas segala hal yang telah dilakukan.”

Nah, jika orang kafir saja tidak diberikan hukuman secara langsung di dunia atas kekafirannya, bagaimana dengan orang yang jelas-jelas beriman kepada Allah?

Perbedaan pandangan politik memang bukan merupakan hal baru. Lima belas abad yang lalu, generasi Islam awal juga pernah mengalaminya, tepatnya pada masa Ali versus Muawiyah. Namun, sampai sekarang kita belum pernah mendengar atau membaca literatur keislaman yang menjelaskan bahwa kelompok Ali tertimpa bencana gempa bumi, gunung meletus, atau bencana lain, begitu pula kelompok muawiyah.

Jika ada orang-orang mengira kalau bencana di Indonesia sebagai hukuman karena urusan politik saat ini, maka jika mengikuti QS. an-Nahl ayat 61 di atas, seluruh manusia, juga akan mendapatkan azab yang sama. Wallahu Alam.

 

 

Perbedaan Sistem Kredit Syariah dan Konvensional

Assalamualaikum wr wb

Saya ingin menanyakan perbedaan mendasar tata cara pemberian kredit antara Bank Syariah dan Bank Konvensional, terutama Kredit Konsumtif seperti pinjaman uang untuk pembelian rumah atau kendaraan. Karena praktiknya sama-sama menentukan bunga yang harus dibayar. Sedangkan untuk kredit usaha mudah dimengerti karena memakai sistem bagi hasil sesuai dengan tingkat keuntungan atau kerugian usahanya. Terima kasih.

Wassalamualikum wr wb

Edi Suhendrawan

Griya Mangkalaya Blok D No 9 Cibolang Sukabumi 43156

Jawaban :

Mas Edi yang dirahmati Allah,

Sebenarnya tata cara pembiayaan bank konvensional dengan bank syariah untuk hal-hal yang bersifat konsumtif sangat jauh berbeda secara prinsipil, meskipun secara matematis, boleh jadi ada kemiripan di antara keduanya. Pada bank konvensional, kredit yang digunakan adalah berdasarkan akad pinjaman, dimana nasabah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut beserta bunganya di masa yang akan datang. Secara syariah, kelebihan atas pinjaman ini termasuk ke dalam kategori riba, dimana Allah SWT secara tegas telah mengharamkannya (perhatikan QS 2 : 275-281).

Sementara dalam praktik perbankan syariah di tanah air, biasanya yang digunakan adalah akad murabahah (jual beli), ijarah wa iqtina (sewa yang diakhiri oleh perubahan kepemilikan dari pemilik barang kepada penyewa) atau pada sebagian bank ada yang menerapkan pola musyarakah mutanaqishah. Pada murabahah, bank bertindak sebagai penjual barang, sedangkan nasabah adalah pembelinya. Nah, bank dan nasabah kemudian bersepakat untuk menentukan berapa besar marjin keuntungan yang dapat dinikmati oleh bank sebagai penjual. Katakan, “x persen”. Maka kewajiban nasabah adalah membayar kepada bank, biaya pokok pembelian plus marjin keuntungannya. Misal harga rumah Rp 1 milyar, dan marjin keuntungannya 10 persen. Maka kewajiban nasabah adalah Rp 1,1 milyar. Secara matematis mirip dengan bunga bank, tetapi secara akad berbeda sangat signifikan.

Sedangkan ijarah adalah akad sewa, di mana nasabah diharuskan membayar biaya sewa secara berkala kepada bank syariah dalam kurun waktu tertentu sebagai reward karena telah menggunakan barang tertentu (misal rumah atau mobil). Selanjutnya, dalam skema ijarah wa iqtina, bank kemudian menyerahkan kepemilikan barang tersebut kepada nasabah setelah berakhir masa sewanya. Sementara pada skema musyarakah mutanaqishah, bank dan nasabah sama-sama berkontribusi modal dalam pembelian barang (misal rumah). Katakan, proporsi modal bank 80 persen dan nasabah 20 persen. Dengan pola ini, maka rumah tersebut menjadi milik bersama. Kemudian nasabah diberikan hak untuk membeli proporsi kepemilikan bank secara bertahap dalam kurun waktu tertentu, sehingga prosentase kepemilikan nasabah terhadap rumah tersebut menjadi 100 persen. Wallahu’alam.

Penghalang Rezeki

SAHABAT, ketika kita merasa bahwa rezeki kita susah, maka yang harus segera kita lakukan adalah memeriksa ke dalam diri kita. Karena sesungguhnya yang menjadi penghalang bertemunya kita dengan rezeki adalah dosa-dosa kita.

Demikian pula dengan jalan keluar bagi masalah-masalah kita. Sebenarnya jalan keluar itu sudah ada, sebagaimana rezeki kita itu juga sudah ada. Namun, kita akan sulit menemukannya karena suatu penghalang yang bernama dosa.

Jadi, apa yang harus kita lakukan jika ingin bertaubat atas dosa-dosa kita? Ada beberapa syarat agar taubat kita diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Syaratnya yaitu menyesal, memohon ampunan atas kesalahan dan dosa yang telah dilakukan, tekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosanya, serta hijrah, makin kuat hijrahnya, maka makin bagus taubatnya, makin tenang hatinya, makin terbuka jalan keluar dari semua permalahan hidup yang ia hadapi. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

 

Tips Melakukan Umrah Pertama Kali Ke Mekkah

Selain refreshing, traveling juga bisa dilakukan untuk tujuan spiritual. Salah satunya adalah dengan umrah atau dikenal dengan haji kecil ke Mekkah. Bagi sebagian orang, saat pertama kali melakukannya pasti ada perasaan nervous dan penasaran dengan suasana di tanah suci. Nah, buat kamu yang juga punya rencana untuk umrah dan ingin tahu apa sih yang semestinya dipersiapkan, Pegipegi punya tips dan informasinya buat kamu. Simak ya, travelers!

Travelers, hal pertama yang mesti kamu pertimbangkan saat merencanakan umrah adalah pemilihan waktu. Biarpun umrah bisa dilakukan kapan saja, tetapi kamu mesti jeli menentukannya agar bisa merasa nyaman dan ibadah pun berjalan lancar.

Saat musim panas, yaitu antara bulan Juni – Agustus, temperatur di Mekkah bisa mencapai 450C. Sedangkan pada saat musim dingin, yaitu antara bulan November – Februari, temperatur malam hari mencapai 80C, sedangkan siang hari berkisar antara 380C – 420C.

Setelah tahu kondisi temperatur di Mekkah, kamu mau pilih berumrah di bulan apa? Tidak hanya itu, kalau kamu ingin mengurangi biaya umrah, hindari untuk pergi pada musim liburan dan ramadan ya karena biayanya bisa membengkak. So, rencanakan waktu yang tepat ya, travelers?

Tips kedua, carilah agen travel yang sudah dipercaya. Kamu bisa mencari informasi dari saudara, teman, atau testimoni dari orang yang sudah pernah memakai jasa mereka. Jangan sampai kamu membayar mahal namun akomodasi yang kamu nikmati tidak sepadan.

Kalau kamu pengin fokus berumrah, lebih baik kamu pilih paket travel reguler. Dengan begitu kamu tidak perlu singgah kemana-mana, seperti Dubai, Turki, Mesir, dan Malaysia. Jadi hanya ke Mekkah saja. Setelah itu, kamu bisa segera mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan. Seperti paspor, foto close up, dan kartu kuning berisi vaksinasi meningitis dan influenza.

Tips ketiga, karena umrah masuk dalam kategori ibadah dan olahraga, kamu juga disarankan untuk mulai latihan jalan kaki atau jogging. Tahu sendiri kan travelers, kalau saat umrah kamu harus melakukan tawaf, sa’i, dan harus berjalan dari satu tempat ke tempat lain.

Kamu bisa melatih diri dengan melakukan olahraga ringan secara teratur agar tubuh kamu terbiasa. Dengan begitu, fisik pun makin kuat. Selain itu, mulailah untuk membaca dan mempelajari buku-buku umrah beserta doa-doa, shalat sunah. Travelers pun nantinya punya bekal dan informasi yang cukup sebelum berangkat.

Tips keempat, kamu juga mesti membawa perbekalan yang cukup dan diperlukan. Misalnya, pakaian ihram, sandal/sepatu, kaus tangan, kerudung panjang atau lebar, kaus kaki, face moisturizer, hand and body lotion, pakaian secukupnya, pakaian tidur, gamis atau pakaian panjang, mukena, sajadah, Al Quran, obat-obatan, multivitamin, pembalut untuk wanita, panty liner, kacamata hitam jika diperlukan, topi kecil, dan keperluaan pribadi.

Selain itu, tidak ada salahnya kok kamu bawa kamera saku, colokan dengan 3 lubang, HP, dan charger. Dengan begitu, kamu tidak akan kelimpungan untuk berkomunikasi dengan kerabat di tanah air.

Tips kelima, bawahlah uang secukupnya saja. Dan yang penting, jaga selalu kesehatan fisik dan mental agar tidak kaget. Mulailah belajar untuk ikhlas dan sabar karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di tanah suci. Dengan persiapan yang matang, travelers bisa beribadah dan menikmati kegiatan umrah di tanah suci Mekkah.

Selamat berwisata religi ke Mekkah ya.

 

PEGIPEGI

Keutamaan Menuntut Ilmu

Beragam kajian dengan bermacam mazhab muncul di majelis taklim, mushala, masjid, hingga di perkantoran. Umat pun berlomba untuk men datangkan asatiz, ajengan, tuan guru, kiai, hingga habaib untuk mengisi majelis ilmu. Di dalam Islam, menuntut ilmu merupakan aktivitas yang amat tinggi derajatnya di sisi Allah SWT.

Terlebih bagi para penuntut ilmu. “… Allah akan mengangkat derajat orang beriman dan yang diberi pengetahuan, beberapa derajat ….” (QS al-Mujadalah: 11).

Di dalam ayat lainnya, Allah SWT bahkan menyejajarkan menuntut ilmu dengan jihad fi sabilillah. “Tidak selayaknya para mukminin itu berjuang (di medan perang) seluruhnya. Mengapa tidak pergi dari setiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk mendalami pe nge tahuan agama, demi mengingatkan kaumnya bila mereka telah kembali agar kaumnya itu (pun) dapat menjaga diri.” (QS at-Taubah: 122).

Untuk memandu umat dalam menuntut ilmu, pendiri Quran and Sunnah Solution, Ustaz Adi Hidayat, menulis sebuah buku berjudul Al-Majmu, Bekal Nabi Bagi Para Penuntut Ilmu. Di dalam buku ini, Ustaz Adi mengungkapkan beberapa keutamaan menuntut ilmu.

Pertama, dia termasuk orang yang baik. Seorang Muslim yang memiliki materi berlimpah, kedudukan yang megah, tetapi gagal paham ten tang agamanya, maka ia belum termasuk orang baik menurut Allah SWT.

Karena itu, saat Allah SWT menginginkannya berubah menjadi baik, hal pertama yang diberikan ada lah bim bingan untuk mau belajar. Dia dibimbing untuk memahami tuntunan agamanya.

Ringannya langkah penuntut ilmu juga akan meringankan dia menuju surga. Seorang penuntut ilmu pun akan dinaikkan derajatnya men jadi pewaris para Nabi. “Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa siapa pun yang menempuh jalan untuk belajar satu pe ngetahu an, Allah akan mudahkan jalannya me nuju surga. Dan sungguh, para ma laikat membentangkan sayap me reka seraya meridhai para penuntut ilmu. Sungguh, penghuni langit dan bumi hingga yang berada di lautan memohonkan ampunan bagi penuntut ilmu. Sungguh, keutamaan orang berilmu dibanding ahli iba dah layak nya keutamaan rembulan dibanding se luruh gemintang. Sungguh, para ahli ilmu ada lah pewaris para Nabi, sedang para Nabi tidaklah mewaris kan dinar dan dirham, melain kan pengetahuan…. ” (HR ibnu Majah).

Tidak adanya ilmu pun membuat hidup kehilangan arah. Ditukil dari HR al-Bukhari, Rasulullah SAW bah kan berkata, jika tidak ada lagi se orang berilmu, masyarakat akan meng angkat orang-orang bodoh se ba gai pemimpin. Mereka pun mulai bertanya, sedang para pemimpin itu menjawab tanpa ilmu, maka mereka pun sesat dan menyesatkan.

Membaca Tanda Alam

Bercengkerama dengan alam telah melahirkan kemahiran tersendiri bagi umat Islam. Para ilmuwan Muslim kemudian juga memiliki ilmu pengetahuan mengenai alam semesta. Misalnya, menentukan ke mana arah angin dan memperkirakan terjadinya badai.

Ilmu pengetahuan ini, yang kemudian disebut meteorologi, menularkan manfaat bagi para pelaut Muslim, misalnya, dalam upaya mereka mengarungi ganasnya samudra dan menentukan waktu harus melaut. Pun, masyarakat umum dalam mengantisipasi terjadinya badai.

Ilmuwan Muslim mengenal beragam jenis badai berbahaya dan dampak yang ditimbulkannya. Dan tentunya, mereka perlu memperkirakan kedatangan badai tersebut. Filolog Arab pada awal masa Islam menyebutkan ada sejumlah karya ilmuwan Muslim mengenai bidang ini.

Dalam sebuah risalah disebutkan terdapat 100 kata yang menguraikan tentang jenis angin menurut dampaknya, kualitas, dan arah angin tersebut. Termasuk, angin ribut dan topan. Kian banyak buku tentang meteorologi seiring penerjemahan buku-buku Yunani.

Pada abad kesembilan, ilmuwan Muslim, Al-Kindi, menghasilkan sebuah karya yang terkait dengan masalah meteorologi. Bahkan, ia dikenal sebagai ilmuwan pertama yang memperkenalkan percobaan dalam ilmu bumi, termasuk meteorologi.

Al-Kindi juga menulis buku berjudul Risala fi l-Illa al-Failali l-Madd wa l-Fazr. Salah satu hal yang ia jelaskan di dalam bukunya adalah soal angin. Menurut dia, angin terkait dengan pergerakan udara, termasuk ke tempat-tempat lebih rendah.

Selain itu, Al-Kindi juga melakukan percobaan di laboratoriumnya. Dalam percobaan itu, Al-Kindi menemukan bagaimana udara yang sangat dingin berubah wujud menjadi air. Dia mengambil botol kaca lalu memenuhi botol tersebut dengan salju dan menutupinya secara rapat.

Lalu, pada permukaan botol tersebut udara berubah menjadi air, seperti botolnya mengeluarkan titik-titik air. Melalui percobaan itu, ia pun meluruskan pandangan sejumlah orang. Ia mengatakan, air atau salju tak dapat melewati kaca.

Pada abad ke-12 dan ke-13, Al-Tifashi yang hidup antara 1184 hingga 1253, mengikuti jejak Al-Kindi. Ia membuat definisi tentang angin ribut, yaitu angin yang mengembangkan kekuatannya dan naik ke atmosfer. Ada pula, ilmuwan Muslim bernama Al-Qazwini (1203-1283).

Al-Qazwini juga mengulang ide Al-Kindi. Ia membuat sebuah definisi yang hampir sama dengan apa yang telah dinyatakan Al-Tifashi. Namun, ia memberikan definisi yang lebih perinci. Pengetahuan tentang angin kemudian dikembangkan lebih jauh.

Langkah ini dilakukan oleh Ahmed Ibn Majid, yang berasal dari Ras al-Khaymah yang sekarang lebih dikenal Uni Emirat Arab dan Sulayman al-Mahri dari Yaman. Kedua orang tersebut merupakan navigator kapal dan pengetahuan tentang angin sangat berguna bagi pekerjaan mereka.

Sebagai navigator kapal, mereka memanfaatkan ilmu tersebut dalam menjalankan profesinya. Dalam pembicaraannya mengenai topan, Al-Mahri  mengatakan, sangat perlu seorang navigator untuk tahu banyak tentang topan dan tanda-tanda datangnya.

Tanda-tanda yang biasanya menyertai datangnya topan adalah meningginya temperatur air laut, hujan lebat, dan perubahan angin yang begitu tiba-tiba. Sedangkan Al-Mahri, menyebut ada lima jenis topan di Samudra India yang biasa menerjang kapal yang berlayar.

Salah satu jenis topan yang ada dalam daftar Al-Mahri adalah topan 40. Ini merupakan topan urutan ketiga dalam daftarnya. Menurut dia, topan jenis ini biasanya menghantam Laut Hurmuz. Ibn Majid juga berbicara mengenai topan.

Menurut Ibn Majid, ada topan yang menerjang laut dalam beberapa tahun dan hilang pada beberapa tahun lainnya. Topan memiliki tanda-tanda saat datang. Di antaranya adalah meningkatnya debu di daratan dan laut.

Tanda lainnya, petir dan awan menutupi langit. Ini terjadi saat langit tertutup awan yang warnanya seperti warna kulit sapi. Setelah mengetahui hal ihwal angin, navigator menentukan langkah yang harus dipersiapkan sebelum dan saat berlayar.

Seorang navigator akan meminta sejumlah awak kapal untuk meneliti lambung kapal saat masih berada di daratan. Ini untuk meneliti apakah ada bahan pembuat kapal yang tak memenuhi standar dan menuliskannya.

Tak hanya itu, para awak kapal juga diminta untuk terus memeriksa peralatan berlayar setiap saat. Ini perlu dilakukan agar semua peralatan dalam keadaan baik dan bisa segera diperbaiki bila terjadi kerusakan.

Selain itu, ada langkah lain yang juga perlu dilakukan, yaitu mempertimbangkan antara kapasitas kapal dengan beban kargo dan muatan yang dibawa penumpang ke dalam kapal. Bahkan, ada urutan siapa yang bertanggung jawab jika prosedur ini dilanggar.

Pertama yang bertanggung jawab adalah kapten kapal. Selanjutnya, pemilik barang atau para pedagang yang biasanya membawa muatan dalam kapal. Ini jika mereka telah diingatkan mengenai kelebihan beban muatan.

Pemilik kapal juga dimintai pertanggungjawabannya jika terbukti terlibat dalam pelanggaran tersebut. Ada pula langkah yang biasa direkomendasikan kepada para navigator untuk menghindari hantaman topan, yaitu kembali ke pelabuhan terdekat.

Kasus seperti ini pernah terjadi pada Sabtu, 13 November 1518. Saat itu, sejumlah kapal yang meninggalkan Alexandria menuju Istanbul, terpaksa harus kembali ke pelabuhan Rosetta karena adanya topan yang menghadang mereka.

Membawa perahu penyelamat seperti yang lazim ada pada kapal-kapal besar di masa sekarang, telah dilakukan pada masa itu. Ini merupakan langkah kehati-hatian dalam menghadapi badai yang terjadi di tengah samudra.

Perahu penyelamat yang ditempatkan di kapal induk, telah diketahui dan digunakan oleh para navigator Muslim dan Arab selama masa periode klasik Islam, yaitu pada abad kesembilan hingga ke-13.

Biasanya perahu-perahu tersebut digunakan ketika kapal induk tak dapat lagi menahan hantaman badai. Selain itu, perahu itu juga bisa digunakan untuk perjalanan laut jarak pendek saat musim angin tiba.