Menakjubkan! Raup Pahala Besar Dengan Amal Sederhana (Bag. 2)

Sederhana tapi besar!

Allah Ta’ala Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kasih sayang-Nya demikian besarnya, terutama kepada hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya.

Diantara bentuk kasih sayang Allah Ta’ala adalah menetapkan adanya amalan-amalan yang sederhana, namun besar pahalanya, dan menjadikan keikhlasan seorang hamba serta kebagusan hatinya berpengaruh besar terhadap nilai amal yang dilakukannya.

Al-Munaawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits sahih tentang tingkatan-tingkatan pahala orang yang melakukan salat, beliau berkata:

أَنَّ ذَلِكَ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلاَفِ الأَشْخَاص بِحَسَبِ الْخُشُوْعِ وَالتَّدَبُّرِ وَنَحْوِهِ مِمَّا يَقْتَضِي الْكَمَالَ

“Perbedaan pahala sholat tersebut sesuai dengan perbedaan orang-orang yang sholat berdasarkan kekhusyu’an (hatinya) dan penghayatan makna bacaan sholat (dalam hatinya), serta perkara -perkara semisalnya yang menyebabkan kesempurnaan sholat”

 

Nah, di bawah ini terdapat hadits-hadits tentang amalan-amalan yang sederhana, namun besar pahala atau keutamaannya. Hal ini tentunya tidak bisa dipisahkan dari pengaruh keimanan, keikhlasan, serta kelurusan hati yang ada pada pelakunya, diiringi dengan mutaba’ah dalam tata cara beramal sholeh.

Berikut ini hadits-hadits tersebut :

1. Wanita sang penyapu masjid, sosok yang dicari dan disholati jenazahnya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Hadits riwayat Imam Muslim (956) di kitab Shahihnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ – أَوْ شَابًّا – فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَ عَنْهَا – أَوْ عَنْهُ – فَقَالُوا: مَاتَ

“Dari Abu Hurairah (mengkisahkan), dahulu ada seorang wanita berkulit hitam, atau seorang pemuda yang biasanya menyapu masjid (keraguan dari perowi-pent). (Suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangannya, kemudian beliau bertanya tentang wanita atau pemuda tersebut. Lalu para sahabat menjawab : “Dia telah meninggal!”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفَلَا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي

“Mengapa kalian tidak memberitahuku?”

Berkata Abu Hurairah (menjelaskan keadaan orang-orang yang diajak bicara oleh beliau): “Seolah-olah mereka meremehkan urusan wanita atau pemuda tersebut”.

 

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ

“Tunjukkan makamnya kepadaku!”

Maka merekapun menunjukkan makamnya, kemudian beliau mensalatinya, setelah itu beliau bersabda:

إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ

“Sesungguhnya makam ini penuh kegelapan bagi penghuninya, dan sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla meneranginya untuk mereka dengan sebab aku mensalati mereka”.

Penjelasan:

Ulama menjelaskan bahwa nama wanita tersebut adalah Ummu Mihjan atau Ummu Mihjanah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya: Al-Ishobah fi tamyiizish Shohabah.

Wanita tersebut adalah salah satu penduduk Madinah yang lemah dan miskin, lagi tak memiliki nasab yang mulia, dan orang-orang pun mereka seolah-olah meremehkan urusan wanita tersebut. Itu zahirnya!.

Namun, hakikatnya beliau adalah sosok wanita yang memiliki amalan yang sangat mulia, yaitu menyapu kotoran yang mengotori masjid agar jemaah bisa nyaman beribadah kepada Allah Ta’ala di masjid tersebut.

 

Terbukti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi perhatian besar kepada wanita tersebut, yang didalamnya terkandung penghargaan beliau kepadanya karena amal sholeh yang meskipun sederhana namun sangat besar nilainya!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sampai menanyakan kabarnya dan mensalati jenazahnya padahal dia telah dimakamkan.

MasyaAllah!

Seorang wanita yang lemah dan miskin, lagi tak memiliki nasab yang mulia, bukan tokoh dan bukan bangsawan, ditanyakan kabarnya dan disholati jenazahnya oleh hamba dan utusan Allah yang paling mulia, dan diharapkan dengannya Allah ‘Azza wa Jalla menerangi kuburnya, padahal wanita tersebut “sekedar” melakukan amal yang sederhana, yang secara fisik hampir setiap orang bisa melakukannya!

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44492-menakjubkan-raup-pahala-besar-dengan-amal-sederhana-bag-2.html

Menakjubkan! Raup Pahala Besar Dengan Amal Sederhana (Bag. 1)

Pandai-pandailah melihat hakekat sebuah amal!

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al-Ubudiyyah berkata,

فالعاقل ينظر إلى الحقائق لا إلى الظواهر

(Ciri khas) orang yang berakal (sehat) adalah (pandai) melihat hakikat (sesuatu), dan tidak terjebak dengan zahirnya (semata)”.

Benarlah apa yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di atas, karena dalam ajaran Islam, kita dituntut untuk memperhatikan hakikat, bukan semata-mata memperhatikan sisi lahiriyyah (zhahir) amalan semata, walaupun perkara zhahir itu penting diperhatikan agar sesuai dengan Sunnah, namun hakikat dan perkara batin, hati, dan hakekat sebuah amal lebih penting lagi diperhatikan agar sesuai dengan Sunnah pula.

 

Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Bada’iul Fawaid (3/244):

أعمال القلوب هي الأصل، وأعمال الجوارح تبع ومكملة، وإنّ النيّة بمنزلة الروح، والعمل بمنزلة الجسد للأعضاء، الذي إذا فارق الروح ماتت، فمعرفة أحكام القلوب أهم من معرفة أحكام الجوارح

Amal hati itu adalah dasar (dari seluruh amal), dan anggota tubuh lahiriyyah pengikut dan penyempurna. Sesungguhnya niat itu seperti kedudukan ruh, sedangkan amal seperti kedudukan jasad pada tubuh, yang apabila ruh berpisah dengannya, maka akan mati (jasad tersebut), dengan demikian mengenal hukum-hukum amalan hati lebih penting daripada mengenal hukum-hukum amalan anggota tubuh lahiriyyah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan dalam Majmu’ul Fatawa (11/81):

والأعمال الظاهرة لا تكون صالحة مقبولة إلا بتوسّط عمل القلب، فإن القلب ملكٌ، والأعضاء جنوده، فإذا خبث خبثت جنوده، ولهذا قال النبي صلى الله عليه وسلم: إنّ في الجسد مضغة… الحديث

“Amal lahiriyyah tak akan menjadi shalih dan diterima kecuali dengan perantara amalan hati, karena hati itu raja, sedangkan anggota tubuh itu pasukannya, maka jika hati buruk, maka buruk pula pasukannya, oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنّ في الجسد مضغة

Sesungguhnya didalam jasad terdapat segumpal daging…” (Al-Hadits)

Di dalam Madarijus-Salikin (1/121), Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan macam-macam amal hati dan amal anggota tubuh lahiriyyah, dan keutamaan amalan hati, setelah beliau menyebutkan beberapa contoh amal hati, Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur :

وغير ذلك من أعمال القلوب التي فرضها أفرض من أعمال الجوارح، ومستحبها أحب إلى الله من مستحبها، وعمل الجوارح بدونها إما عديمة أو قليلة المنفعة

“Dan selainnya dari contoh-contoh amalan hati, yang mana amalan hati yang hukumnya wajib itu lebih wajib daripada amalan wajib lahiriyyah, sedangkan amalan sunnah hati lebih dicintai oleh Allah daripada amalan sunnah lahiriyyah. Amalan lahiriyyah tanpa amalan hati, berakibat pada tidak sahnya (tertolaknya) amalan lahiriyyah atau sedikit manfaatnya”

 

Kelurusan dan kebagusan hati, seperti ikhlas, mengharap keridaan Allah, tawakal memohon taufik dan pertolongan-Nya agar sukses dalam beramal, bertekad agar sesuai amalannya dengan Sunnah, mengharap pahala-Nya, dan semacamnya, sangatlah diperlukan untuk sebuah hakekat amal dan kualitasnya.

Adapun perkara lainnya yang berpengaruh terhadap amal saleh adalah mutaba’ah (mengikuti Sunnah).

Sedangkan ikhlas dan mutaba’ah ini, keduanya adalah dua syarat diterimanya amal saleh dan ibadah seorang hamba.

Syarat Diterimanya Ibadah

Ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti sunnah) adalah syarat diterimanya sebuah ibadah sekaligus inti ujian hidup manusia, Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al-Mulk: 2).

Al Fudhail bin ‘Iyadh menjelaskan makna أَحْسَنُ عَمَلًا :

هو أخلصه وأصوبه

“yaitu yang paling ikhlas dan paling benar (sesuai tuntunan agama)”

Karena demikian tingginya kedudukan ikhlas dan mutaba’ah dalam agama Islam ini, maka pantas jika kedua hal ini sangat berpengaruh terhadap amal yang kita lakukan.

 

Pengaruh Ikhlas

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرفُ؛ وَمَا كُتِبَ إِلا عُشُرُ صلاتِهِ، تُسُعُها، ثُمنُها، سُبُعُها، سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثلُثُها، نِصْفها

Sesungguhnya seseorang selesai dari shalatnya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

فَإِنَّ الْأَعْمَالَ تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا في الْقُلُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْإِخْلاَصِ، وَإِنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنَ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ

“Sesungguhnya amalan-amalan itu berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu saf shalat akan tetapi perbedaan nilai shalat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi”.

Pengaruh Mutaba’ah

Disebutkan dalam hadits muttafaqun ‘alaih (riwayat Bukhari dan Muslim) bahwa ada salah seorang yang menyembelih hewan kurban sebelum shalat ‘Ied kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ), maksudnya, “Kambingmu adalah kambing yang hanya bisa dimanfaatkan dagingnya (untuk dirimu sendiri dan tidak terhitung sebagai kambing kurban)”, mengapa demikian? Karena waktu ibadah menyembelih kurban itu sudah ada ketentuannya dalam sunnah Easulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak akan diterima ibadah kurban seseorang jika dilakukan di luar waktunya, walaupun niatnya baik.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits tersebut,

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

Barangsiapa yang menyembelih hewan kurban sebelum shalat ‘Ied, maka dia menyembelih untuk (diambil manfaatnya ) oleh dirinya sendiri (tidak terhitung sebagai kambing kurban) dan barangsiapa yang menyembelih hewan kurban sesudah shalat ‘Ied, maka telah sempurna ibadahnya dan sesuai dengan sunnatul muslimin (tata cara kaum muslimin)”.

(Bersambung)

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44488-menakjubkan-raup-pahala-besar-dengan-amal-sederhana-1.html

Adab Jika Serdawa dalam Salat

SEBAGAI muslim yang haus ilmu agama akan memahami betapa islam merupakan agama sempurna, yang mengatur semuanya. Termasuk masalah adab sehari-hari. Suatu ketika ada orang musyrik bertanya kepada Salman dengan nada ngeledek, “Apakah nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampaipun masalah al-Khiraah?”

Al-Khiraah artinya cara duduk ketika buang air. Mendengar pertanyaan ini, Salman mengatakan dengan sangat bangga, “O ya beliau shallallahu alaihi wa sallam melarang kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar atau buang air kecil.” (HR. Muslim 629 dan yang lainnya)

Masalah serdawa pernah disebutkan dalam hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, beliau bercerita, “Ada orang yang berserdawa di dekat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian beliau mengatakan, ‘Tahan serdawamu di hadapan kami. Karena orang yang paling sering kenyang di dunia, paling lama laparnya kelak di hari kiamat’.” (HR. Turmudzi 2666 dan dihasankan al-Albani).

Dalam riwayat lain, disebutkan dalam Syarh Sunah, “Kurangi serdawamu.”

Dalam Tuhfatul Ahwadzi dinyatakan, “Larangan banyak beserdawa merupakan larangan untuk kenyang. Karena kenyang merupakan sebab terjadinya serdawa.” (Tuhfatul Ahwadzi, 7/153)

Dalam Fatwa Islam dinyatakan, “Serdawa dengan suara keras tidaklah haram, namun perbuatan ini tidak sesuai adab. Terutama ketika ada orang lain, sehingga mereka tidak terganggu dengan suara dan baunya.” (Fatwa Islam, no. 130906)

Karena itulah, ketika seseorang terpaksa beserdawa di depan orang lain, dianjurkan untuk ditahan atau disembunyikan. Agar tidak mengganggu atau menimbulkan suasana jijik orang yang mendengarnya. Syaikh Abdullah bin Aqil mengatakan,

Imam Ahmad mengatakan menurut riwayat Abu Thalib, “Apabila ada orang beserdawa ketika salat, hendaknya dia mengangkat kepalanya ke atas, sehingga udaranya hilang.” Karena jika tidak menengadah, akan mengganggu orang di sekitarnya karena bau mulutnya. Beliau mengatakan, “Ini bagian dari adab.” Beliau juga mengatakan menurut riwayat Muhanna, “Apabila orang mau beserdawa, hendaknya dia angkat kepalanya ke atas, agar tidak keluar bau mulut yang mengganggu orang lain.” (Fatawa Syaikh Ibnu Aqil, 2/214).

Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

Bersyukur atas Nafkah yang Diberi Suami

BANYAK orang menganggap bahwa nafkah yang wajib diberikan seorang suami kepada istrinya adalah uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, atau yang biasa disebut sebagai uang belanja. Namun, tahukah kamu, ternyata nafkah istri dan uang belanja adalah dua hal yang berbeda. Uang belanja berupa uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan, membayar rekening listrik dan air, dan biaya kebutuhan hidup lainnya. Sedangkan nafkah istri adalah yang khusus yang diberikan suami kepada istrinya atau uang jajan.

Allah subhanahu wa Taala berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34)

Sudah menjadi kewajiban seorang suami yang harus memberi nafkah kepada istrinya berupa uang belanja dan nafkah khusus untuk istri atau uang jajan. Rasulullah Salallahu Alaihi wa Salam bersabda: “Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).” (HR. Muslim: 2137)

Dalam hadis ini disebutkan dua nafkah yang wajib diberikan seorang suami kepada istrinya, yaitu rizki (uang belanja) dan pakaian (nafkah istri). Namun, Islam juga tidak memberatkan kepada para lelaki untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Para suami memang wajib memberikan nafkah pada istrinya, namun tetap sesuai dengan kemampuannya.

Allah Subhanahu wa Taala berfirman: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara maruf, Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS.al-Baqarah: 233)

Para istri juga harus memiliki sifat qanaah dengan cara bersyukur untuk setiap rizki yang diberikan suaminya dan mengaturnya sebaik mungkin, seperti yang dinasihatkan Rasulullah Salallahu Alaihi wa Salam saat Hindun binti Itbah mengadu pada Rasul tentang suaminya yang kikir. Rasulullah Salallahu Alaihi wa Salam bersabda: “Ambil-lah nafkah yang cukup untukmu dan anak- anakmu dengan cara yang wajar.” (HR.Bukhori: 4945)

Nah, untuk para suami, mulai sekarang sisihkan uang untuk memberi nafkah istri juga selain untuk memberi uang belanja. Untuk para istri, boleh mengingatkan suaminya untuk memenuhi kewajiban nafkah istri, namun lakukan dengan cara yang wajar dan bersyukurlah atas setiap nafkah yang diberikan suami. Insya Allah akan membawa berkah dalam kehidupan keluarga. Aamiin. [Dailymoslem]

Berziarah ke Makam Baqi

Di tepian Syari’ (jalan) Abu Bakar As-Shiddiq, Madinah sambil melihat ke arah Masjid Nabawi, terbentang pagar bertembok tebal sepanjang 1.724 meter dengan tinggi sekitar empat meter. Pagar panjang berwarna coklat dengan kisi-kisi besi itu membatasi jalan raya dengan kompleks pemakaman Baqi.

Kompleks pemakaman Baqi terletak di dalam kota Madinah, tepat di belakang Masjid Nabawi. Selain berdekatan dengan Masjid Nabawi, lokasi pemakaman Baqi juga amat dekat dengan lokasi Rasulullah SAW di Raudhah. Sejajar dengan pintu masuk Baqi, terdapat pintu nomor 36 Masjid Nabawi, yang langsung menuju makam Rasulullah.

Saat ini, setelah sebagian besar jamaah pulang, kondisi sekitar Baqi mulai sepi. Jalan di tepi pagar pun tak ada yang hilir mudik. Namun, di pojokan pagar Baqi, ada beberapa jamaah asal Turki yang menengadahkan tangannya sambil berdoa. Mereka adalah sekelompok penziarah yang memanjatkan doa bagi mereka yang dimakamkan di Baqi.

Kami mencoba memasuki areal pemakaman tersebut. Namun askar mencegah kami di pintu masuk. Terlebih di rombongan kami ada perempuan. Askar menjelaskan kaum pria boleh ziarah ke Baqi pada hari Jumat. Sebaliknya perempuan sama sekali terlarang. Jika memang mau masuk, harus ada izin dari Madinah. Begitu petugas menjelaskan kepada rombongan Media Centre Haji yang ingin ziarah ke Baqi.

”Satu lagi, tak ada wawancara,” kata mereka.

Akhirnya kami hanya dibolehkan melihat dari luar, dari balik pagar pemakaman. Dari situ juga para peziarah biasa berdoa. Dari kisi-kisi besi kami menyaksikan, tanah di Baqi berwarna kelabu, kering. Banyak burung merpati di kawasan itu.

Konon, Baqi adalah satu-satunya tanah yang lembut dan cocok untuk pemakaman. Tak ada gundukan tanah layaknya sebuah pemakaman. Hanya sebongkah batu yang diletakkan berjarak antara 1-1,5 meter sebagai penanda makam di areal seluas lebih dari 138 ribu meter persegi.

Di pemakaman itu terdapat 10 ribu sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW. Mereka itu termasuk para syuhada Perang Badar dan Uhud. Sahabat Nabi yang dikuburkan di sana adalah Usman Bin Affan, Abbas bin Abd al-Muthalib dan cucu Beliau. Tak hanya itu, keluarga Nabi, termasuk para istrinya juga dimakamkan di sana, kecuali Khadijah (dimakamkan di Ma’la, Makkah).

Setiap awal tahun, Nabi Muhammad SAW melakukan ziarah ke Baqi. Beliau mendoakan para syuhada dan yang dimakamkan di situ. Ini berdasarkan riwayat yang diterima Abi Syaibah dan diriwayatkan Muslim. Dia jugalah yang menuliskan riwayat Abi Buraidah yang menyatakan bahwa bila Nabi berziarah ke Baqi, Beliau mendoakan agar semua yang dimakamkan di kompleks pemakaman itu diampuni segala dosanya oleh Allah SWT.

Namun, karena kecenderungan penziarah menitikkan air mata dan menyebutkan kebaikan orang-orang yang wafat, Nabi pun melarang umatnya berziarah. Namun, setelah Allah memberikan restunya, maka ziarah pun diizinkan lagi bagi umat Islam. Karena banyaknya sahabat Nabi dan syuhada, maka berziarah ke Baqi itu dianjurkan bagi jamaah haji dan umat Islam. Tujuannya adalah untuk mengingat dan mencontoh perjuangan mereka dan mendoakan keselamatannya.

Menurut sejarah, pemakaman itu sudah ada sejak jaman Jahiliyah yang dikhususkan untuk kaum Yastrib, yaitu penduduk Madinah. Namun, setelah Nabi Muhammad hijrah ke kota tersebut, Baqi dijadikan pemakaman umum bagi mereka yang wafat di Madinah. Sampai saat ini, Baqi pun menjadi tempat dikuburkannya mereka yang wafat di Al Munawarah, termasuk jamaah asal Indonesia. Sudah lebih dari ribuan jamaah asal Indonesia yang dikuburkan di Baqi.

Kompleks pemakaman ini terdiri atas Baqi Lama dan Baqi Ghargad. Namun ada ada sejumlah ulama yang berpendapat bahwa Baqi Ghargad juga merupakan Baqi Lama tempat bersemayan ahlibait Nabi. Sedangkan Baqi Ghargad merupakan bagian Baqi yang ada sekarang.

Menunjuk Imam Shalat

Pada satu waktu, Rasulullah SAW pergi menuju Bani Amr bin Auf untuk mendamaikan mereka yang tengah bersengketa. Semasa kepergian Nabi, tiba waktu shalat. Muazin pun mendatangi Abu Bakar as-Shiddiq untuk bertanya kepadanya. “Apakah engkau akan memimpin shalat orangorang agar aku dapat melantunkan iqamat?” Abu Bakar menjawab, “Ya.”

Abu Bakar melaksanakan shalat sebagai imam. Setelah shalat itu dimulai, Rasulullah SAW datang ketika shalat berjamaah itu dimulai. Nabi yang mulia lantas beranjak sampai berdiri di dalam shaf. Melihat ada Rasulullah, jamaah shalat ber tepuk. Hanya, Abu Bakar tidak menoleh dalam shalatnya, meski orang-orang semakin ramai bertepuk.

Abu Bakar menoleh dan melihat Ra sulullah SAW memberi isyarat. Dia menunjukkan: Tetaplah di tempatmu! Abu Bakar kemudian mengangkat tangannya memuji Allah atas apa yang diperintahkan Rasulullah kepadanya. Abu Bakar mundur dan Rasulullah kemudian maju untuk memimpin orang-orang shalat.

Selesai shalat, Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, apakah gerangan yang menghalangimu untuk tetap di tempatmu ketika aku perintahkan itu kepadamu?” Abu Bakar menjawab, “Tidaklah boleh Ibnu Abu Quhafah untuk melaksanakan shalat di hadapan Rasulullah SAW.”

Rasulullah lalu bersabda, “Mengapa aku melihat banyak dari kalian yang bertepuk tangan untuk mengingatkan sesuatu dalam shalatnya? Hendaklah bertasbih karena jika bertasbih maka dia (imam) akan menoleh kepadamu. Sesungguhnya, tepukan untuk wanita.”

Imam merupakan sosok penting dalam kesuksesan shalat berjamaah. Seorang Mus lim yang memiliki pengetahuan mengenai fikih shalat dan bacaan Alquran baik kerap menjadi pilihan dalam memimpin shalat. Bagaimana seorang imam bisa ditunjuk dalam memimpin shalat?

Imam Syafii dalam Kitab Al-Umm ber kata, sah bagi seseorang untuk meminta orang lain maju atau maju sendiri untuk memimpin shalat suatu kaum tanpa perintah dari wali (pemimpin) mereka yang biasa memimpin shalat. Ketentuan ini ber laku baik untuk shalat Jumat, shalat wajib atau shalat sunah.

Menurut imam yang bernama asli Abu Abdillah Muhammad bin Idris as-Syafii ini, penguasa adalah orang yang paling berhak memimpin shalat di wilayah kekua saannya. Namun, kalau seorang wali me nunjuk seseorang sebagai imam maka hal itu diperbolehkan. Imam Syafii beralasan, orang yang ditunjuk memimpin shalat atas mandat dari wali.

Meski menjadi penguasa daerah, ada kalanya wali tersebut berada di bawah ke kuasaan seorang khalifah. Dalam konteks saat ini, bisa dianalogikan sebagai camat dengan bupati, bupati dengan gubernur atau gubernur dengan presiden. Dengan de mikian, khalifah atau presiden yang pa ling berhak menjadi imam. Hanya, jika wa li atau khalifah bepergian ke luar negeri, dia menjadi sama dengan orang keba nyakan.

Bagaimana dengan keutamaan tuan rumah menjadi imam? Imam Syafii me ngisah kan, sekelompok orang di antara para sahabat Rasulullah SAW berada di sebuah rumah milik salah satu dari mereka. Ketika waktu shalat datang, si tuan ruamh meminta seorang dari mereka untuk men jadi imam. Orang yang diminta itu berkata,

“Majulah engkau karena engkau yang paling berhak menjadi imam di rumahmu.” Tuan rumah itu pun maju.

Imam Syafii pun menjelaskan, adanya keutamaan tuan rumah menjadi imam di rumahnya sendiri. Imam Syafii memakruh kan seseorang diimami oleh orang lain tan pa perintahnya. Adapun jika itu dilakukan dengan perintahnya maka itu merupakan bentuk tindakan meninggalkan hak nya atas keimanan.

Keutamaan lain, yakni pengetahuan dalam fikih, kemampuan membaca Alqur an dan usia. Rasulullah bersabda, “Shalat-lah kalian seperti kalian melihat aku sha lat. Jika waktu shalat tiba maka hendaklah seorang dari kalian melakukan azan, dan hendaklah yang paling tua di antara kalian mengimami kalian.”

Dalam menyikapi hadis ini, Imam Syafii menjelaskan, mereka adalah satu kaum yang datang bersama-sama. Kualitas bacaan dan kefakihan mereka pun sama. Mereka lantas menunjuk pemimpin atau mereka diimami oleh orang yang paling tua di antara mereka; yang dengan senioritasnya itu dia menjadi yang paling tepat untuk memimpin mereka.

Berdasarkan prinsip ini, Imam Syafii menjelaskan tentang pertimbangan satu kelompok untuk menunjuk imam. Pertim bangan ini diambil ketika ada satu kaum berkumpul di satu tempat tanpa ada wali di antara mereka dan tak berkumpul di kediaman salah satu dari mereka. Hendak nya, mereka mengedepankan orang yang paling baik bacaannya, paling fakih, dan paling tua di antara mereka.

Jika semua sifat itu tak terhimpun pada seorangpun dari mereka, mereka harus memilih orang yang paling fakih. Dengan catatan, orang itu memiliki kemampuan membaca yang cukup bagi sahnya shalat.

Mereka bisa mengesampingkan faktor usia jika ada orang yang lebih fakih dan lebih baik bacaan Alquran. Faktor tambahan lainnya jika semua itu ada–fakih, baca Alquran dan senioritas–maka mereka bisa mempertimbangkan nasab terbaik. Imam Syafii beralasan, perkara menjadi imam adalah perkara kedudukan terhormat. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. “Da hulukanlah orang Quraisy dan janganlah kalian mendahului mereka.”

Meski, jika tidak ada orang dengan nasab terbaik maka faktor fakih dan kemampuan baca Alquran yang menjadi pertimbangan. Dalam hal ini, Imam Syafii menjelaskan, budak pun bisa menjadi imam kalau dia adalah orang paling fakih di antara semua yang hadir. Wallahu a’lam.

 

KHAZANAH REPUBLIKA

Beda “Benci Syariat Poligami” dan “Benci Poligami”

Mungkin ada yang berkata:

“Siapa sih wanita yang tidak benci poligami? Kalau tidak benci berarti dia bukan wanita”

Sebagian orang menyatakan bahwa pasti semua wanita benci dengan poligami, yaitu benci (tidak suka) apabila suaminya melakukan poligami, karena semua wanita ingin hanya menjadi satu-satunya hati di tempat suaminya. Hal ini perlu dijelaskan bahwa berbeda antara “benci syariat poligami” dan “benci poligami”:

  1. “Benci syariat poligami” yaitu benci terhadap syariat ini dan menganggap syariat poligami tidak sesuai dengan kemaslahatan manusia serta mendatangkan kerusakan rumah tangga dan kerusakan masyarakat.
  2. “Benci poligami” yaitu benci yang merupakan naluri wanita karena cemburu, karena hal ini menimbulkan rasa berat bagi wanita itu sendiri apabila dipoligami.

 

1. Benci syariat poligami

Hal ini yang digaungkan dan dipromosikan oleh orang-orang munafik yang tidak suka dengan ajaran Islam. Mereka “menunggangi” dan memprovokasi dengan memanfaatkan perasaan wanita agar benci dengan syariat Islam, salah satunya melalui poligami. Hal ini bisa dilihat dari sikap mereka, apabila ada tokoh-tokoh Islam melakukan poligami mereka langsung bersuara lantang dan keras serta mencela poligami, tetapi mereka diam terhadap mantan presiden Soekarno yang melakukan poligami atau tokoh selain Islam yang melakukan poligami seperti eyang Subur dan lain-lain.

Mereka juga mencela Nabi shalllahu ‘alaihi wa sallam karena melakukan poligami padahal mereka sendiri beragama Nasrani dan Yahudi, yang mana Nabi-Nabi yang disebut dalam kitab suci mereka Taurat dan Injil juga melakukan poligami seperti Nabi Sulaiman, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’qub dan lain-lainnya.

 

Intinya mereka sebenarnya benci dengan ajaran Islam.

Allah berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 9)

Hendaknya berhati-hati, karena membenci salah satu syariat Islam merupakan tanda munafik akbar yang bisa mengeluarkan seseorang dari Islam. Hendaknya patuh dan taat kepada syariat, karena Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Allah yang paling tahu apa yang paling maslahat bagi manusia.

Allah berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ، وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidakkah patut bagi laki-laki dan perempuan yang (benar-benar) beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS al-Ahzaab:36)

Poligami juga memiliki hikmah dan kemaslahatan sebagaimana yang telah dijelaskan ulama, asalkan dilakukan oleh laki-laki yang adil dan bertanggung jawab.

 

2. Benci Poligami

Maksudnya wanita benci secara naluri karena cemburu dan tidak suka apabila ada istri lain bersama suaminya, maka hal ini adalah hal naluri pada wanita. Hanya saja “benci ini” jangan sampai menimbulkan mudarat lebih besar, seperti menjadi benci terhadap syariat poligami, atau ketika suami melakukan poligami dengan adil dan bertanggungjawab ia tetap benci terhadap suaminya.

Benci yang naluri adalah hal manusiawi sebagaimana kisah para sahabat yang “benci perang” yaitu tidak suka saat itu diwajibkan perang karena adanya rasa berat dan rasa tidak siap yang manusiawi.

Perhatikan ayat berikut, Allah berfirman ,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Sementara boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagi kalian. Dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, Padahal itu amat buruk bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan bahwa benci yang dimaksud adalah benci karena dampak perang, bukan benci terhadap syariat perang. Beliau berkata,

وأخبر أنه مكروه للنفوس, لما فيه من التعب والمشقة, وحصول أنواع المخاوف والتعرض للمتالف

“Allah memberitakan bahwa perang dibenci oleh jiwa (naluriyah) karena perang menimbulkan rasa berat dan keletihan serta terjadinya rasa takut dan berbagai kerusakan/kehancuran.” (Lihat Tafsir As-Sa’diy)

 

Demikian juga Al-Qutrhubi menjelaskan bahwa benci ini adalah benci tabiat, beliau berkata,

وهو كره في الطباع

“Yaitu benci secara tabiat manusia.” (Lihat Tafsir Al-Qurthubi)

Demikian juga dengan poligami, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan,

والمرأة التي عندها غيرة لا تكره أن الله أباح لزوجها أن يتزوج أكثر من واحدة لكن تكره الزوجة معها ، وبين الأمرين فرق ظاهر

“Wanita ketika cemburu, ia tidak benci (syariat) Allah membolehkan suaminya untuk menikah lebih dari satu (poligami), tetapi ia membenci adanya istri suaminya yang lain yang akan bersamanya (berbagi suami). Kedua hal ini (benci ini) adalah berbeda jelas.” (Fatwa Syaikh Al-Utsaimin limajallatid da’wah)

Jadi, apabila wanita membenci poligami secara naluri atau tabiat wanita, maka ini adalah suatu hal yang wajar, hanya saja jangan sampai benci naluri seperti ini mengarahkan pada benci pada syariat poligami.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44565-beda-benci-syariat-poligami-dan-benci-poligami.html

Teman Akrab Menjadi Musuh di Hari Kiamat

Bisa jadi teman sesama pengguna narkoba terlihat sangat akrab bahkan hampir bersaudara ketika menggunakan narkoba bersama-sama. Mereka mengatakan:

“Kita saling berbagi jika dapat narkoba dan susah-senang bersama”

Namun keadaan berbalik 100% tatkala mereka semua ditangkap oleh polisi, mereka saling menyalahkan siapa duluan yang mengajak, saling mengelak dan saling menuduh siapa yang membeli dan menghadirkan narkoba pertama kali.

Demikianlah keadaan “teman akrab” di dunia yang tidak dibangun berdasarkan “pertemanan karena Allah”, bisa jadi mereka akan saling bermusuhan di hari kiamat. Misalnya saja mereka sangat akrab di dunia dan kompak dalam berbagai aktivitas dan kebersamaan, akan tetapi tatkala tiba waktu salat, tidak ada satu pun dari mereka yang mengingatkan agar salat dahulu, akhirnya mereka semua lalai akan salat.

 

Sahabat akrab bisa jadi saling bermusuhan di hari kiamat. Allah berfirman,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Ahli Tafsir At-Thabari menjelaskan,

المتخالون يوم القيامة على معاصي الله في الدنيا, بعضهم لبعض عدوّ, يتبرأ بعضهم من بعض, إلا الذين كانوا تخالّوا فيها على تقوى الله.

“Orang-orang yang saling bersahabat di atas maksiat kepada Allah di dunia, di hari kiamat akan saling bermusuhan satu sama lain dan saling berlepas diri, kecuali mereka yang saling bersahabat di atas takwa kepada Allah.” (Lihat Tafsir At-Thabari)

Hendaknya kita benar-benar mencari sahabat yang baik dan jangan sampai kita menyesal di hari kiamat sebagaimana firman Allah,

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ﴿٢٧﴾ يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ﴿٢٨﴾ لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya (yakni: sangat menyesal), seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku.” Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqan: 27-29)

 

Hendaknya kita selalu berkumpul bersama orang-orang saleh dan jujur dalam keimanannya sebagaimana firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah: 119)

Selalu perhatikan siapa sahabat kita dan harus memilih pertemanan dan sahabat yang mayoritas waktu, kita habiskan bersama mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu mengikuti diin (agama; tabiat; akhlaq) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan dekat.” (HR. Abu Dawud, Silsilah ash-Shahihah no. 927)

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44592-teman-akrab-menjadi-musuh-di-hari-kiamat.html

Hindari Menawar Harga dengan Cara Memaksa

PASAR merupakan tempat bertemunya permintaan dan penawaran. Permintaan dari konsumen dan penawaran yang dilakukan oleh para pedagang dan produsen. Kegiatan yang dilakukan di pasar tersebut tentu dilakukan setiap hari untuk memenuhi kehidupan, baik itu para konsumen maupun pedagang dan produsen yang terlibat.

Pada kegiatan jual beli tersebut, tawar-menawar harga menjadi sebuah hal yang biasa. Bahkan terkadang banyak orang yang menawar harga dengan semena-mena hingga dapat membayar dengan harga yang jauh lebih murah. Lalu bagaimana pandangan Islam tentang menawar agar mendapat harga yang jauh lebih murah?

Beberapa pedangang memang menaikkan harga hingga beberapa persen, dan mungkin terasa mahal bagi para konsumen. Tetapi, adanya kondisi pasar lain dapat membuat harga tersebut menurun dengan sendirinya.

Misalkan toko A menjual permen degan harga Rp 150 sedangkan toko B menjual degan Rp 90. Maka kebanyakan konsumen akan membeli ke toko B yang jauh lebih murah, oleh karena itu, toko A akan menurunkan harga akan jualannya laku.

Selain itu, Islam dalam fikih muamalah telah mengatur mengenai hal jual beli. Salah satunya adalah syarat sah jual beli yang disebutkan harus berdasarkan keridhaan pembeli dan penjual. Sehingga jika ada unsur keterpaksaan dalam jual beli bisa jadi akadnya tidak sah.

Oleh karena itu, jika memang ada toko lain yang menjual barang lebih murah lebih baik beli lah ke toko tersebut dan hindari menawar dengan cara memaksa. Namun jika tidak ada, maka boleh menawar dengan bijaksana. Jangan sampai membuat penjual rugi atau mengancam dengan nada yang tinggi.

Allah Subhanahu wa taala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS An-Nisa: 29)

[Dailymoslem]