Ketika Berbangsa, Bernegara Bukan Atas Dasar Cinta

ADA jenis warga negara yang begitu peduli terhadap negara lain tapi tak pernah peduli pada negaranya sendiri. Bagi saya, warga negara seperti ini sama saja dengan seseorang yang begitu baik pada teman-temannya tapi begitu jahat pada keluarganya sendiri.

Bagi saya, warga negara seperti itu sama dengan seseorang yang senang memuji setinggi langit keluarga orang lain namun tak pernah mengapresiasi sedikitpun kelebihan keluarganya sendiri. Kira-kira, apakah yang menjadi penyebab perilaku aneh ini?

Salah satu jawaban yang seringkali saya dapatkan adalah karena ketidakcintaan yang sesungguhnya akan negaranya sendiri, ketidaksetulushatian dirinya dalam berkeluarga. Mereka yang kawin paksa memang rentan untuk menghujat pasangannya. Mereka yang bersatu badan tapi tak bersatu hati memang berpotensi untuk selalu berkonflik. Mereka yang sedang berkonflik biasanya cenderung selalu melihat sisi negatif lawan konflik. Inilah penyebab maraknya penghinaan, penyinyiran dan semacamnya.

Hidup bersama itu membutuhkan cinta, cinta dalam hati bukan hanya cinta dalam kata dan ucapan. Hidup damai itu membutuhkan saling sayang, saling sayang dalam rasa bukan hanya saling sayang dalam prosa. Hidup rukun itu membutuhkan saling berjabat tangan dan bergandeng tangan, bukan saling tepis tangan dan tolak tangan. Hidup guyub itu membutuhkan anggukan kepala dengan senyum, bukan gelengan kepala dengan wajah murka.

Mari kita lihat fenomena terkini di negeri kita ini, lebih banyak manakah antara senyuman dan murka, antara apresiasi dan depresiasi, antara jabat tangan dan tepis tangan, antara anggukan kepala dan gelengan kepala, serta antara syukur dan keluhan? Dari manakah kita harusnya berbenah? Benar bahwa kita harus memulai dari kita masing-masing. Namun adalah sangat baik kalau para pejabat, tokoh dan pembesar memberikan contoh teladan dengan tidak memamerkan amarah dan permusuhan, tidak mempertontonkan kebencian dan kesalingtidaksetujuan.

Kami, para rakyat, sudah lelah dan capek melihat tontonan seperti ini, baik di media massa dan media sosial. Kami rindu Indonesia yang saling sapa, saling senyum dan saling bantu. “Wahai para pejabat, tokoh dan pembesar negeriku, jika kalian tak sanggup mempertontonkan sikap terbaik dan tersantun sebagai orang dewasa, turun saja dari jabatanmu dan biarlah anak-anak muda yang berpotensi menggantikanmu.” Demikian seru hati para pemuda yang saya dengar dengan telinga hati saya. Salam, AIM. [*]

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Baru Berniat Sudah Mendapat Pahala

PERKARA niat adalah perkara penting dalam amal ibadah kita. Bahkan jauh lebih penting dari amalan itu sendiri. Niat adalah asas dan pondasi, sedangkan amalan hanya mengikuti niat.

Ibnu Qayyim rahimahullah menyampaikan, “Sesungguhnya niat adalah ruh amalan. Pemimpin dan pengendalinya. Sedangkan amalan sekadar mengikuti. Amalan menjadi sah sesuai keabsahan niat dan menjadi rusak dengan rusaknya niat. Dengan niat tersebut akan didapatkan taufiq. Adapun ketiadaan niat akan mendatangkan kehinaan. Dengan niat pula bertingkat-tingkatlah derajat manusia di dunia dan akhirat”.

Tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhuma, ia berkata, “Kami pernah bersama Nabi shalallahu alaihi wasallam dalam suatu peperangan, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa laki-laki yang mana tidaklah kalian menempuh perjalanan, tidak pula melewati lembah, melainkan mereka bersama kalian. Sakit telah menghalangi mereka”. Dalam riwayat lain, “Melainkan mereka berserikat dengan kalian dalam pahala.

Juga hadits yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi yang bersumber dari sahabat Abu Kabsyah al Anmari radliyallahu anhu. Hadits ini mengabarkan bahwa golongan orang yang tidak diberi harta namun diberi ilmu oleh Allah, orang tersebut berniat akan memperlakukan hartanya seperti perlakuan seorang dermawan yang kaya apabila ia diberi harta oleh Allah. Rasulullah katakan, “dengan niatnya yang baik itu, maka pahala keduanya sama”.

Dari dua hadits mulia ini, muncullah kaidah agung dalam hal keutamaan berniat baik. Berdasar hadits ini, ulama menjelaskan bahwa niat dapat mendatangkan pahala bagi orangnya, meskipun orang tersebut tidak dapat melaksanakan amal/ibadah yang dia niatkan karena terhalang oleh sesuatu hal.

Allah Alam.

 

INILAH MOZAIK

Masa Seorang Janda Tak Boleh Menikah Usai Ditalak

IDDAH adalah masa di mana seorang wanita yang diceraikan suaminya menunggu. Pada masa itu ia tidak diperbolehkan menikah atau menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya. Iddah ini juga sudah dikenal pada masa jahiliyah.

Setelah datangnya Islam, iddah tetap diakui sebagai salah satu dari ajaran syariat karena banyak mengandung manfaat. Para ulama telah sepakat mewajibkan iddah ini yang didasarkan pada firman Allah Taala: “Wanita-wanita yang dithalak hendaklah menahan dini (menunggu) selama tiga masa quru.” (QS Al-Baqarah: 228)

Lama masa quru` ada dua pendapat. Pertama, masa suci dari haid. Kedua, masa haid sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Dia (isteri) beriddah (menunggu) selama tiga kali masa haid. “(HR Ibnu Majah)

Demikian pula sabda beliau yang lain: “Dia menunggu selama hari-hari qurunya. “(HR Abu Dawud dan Nasai)

INILAH MOZAIK

Manfaat Syariat Janda yang Ditinggal Cerai/Mati

IDDAH wajib bagi seorang istri yang dicerai oleh suaminya, baik cerai karena kematian maupun cerai karena faktor lain. Dalil yang menjadi landasan nya adalah firman Allah Subhanahu wa Taala: “Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan istri-istri, maka hendaklah para istri itu menangguhkan diri nya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.”(QS Al-Baqarah: 234)

Dan firman-Nya yang lain: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian menikahi wanita- wanita yang beriman, kemudian kalian hendak menceraikan mereka sebelum kalian mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagi kalian yang kalian minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mutah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.” (A1-Ahzab: 49)

Yang dimaksud dengan “mutah” di sini adalah pemberian untuk menyenangkan hati istri yang diceraikan sebelum dicampuri. Hikmah disyariatkannya Iddah:
– Memberikan kesempatan kepada suami istri untuk kembali kepada kehidupan rumah tangga, apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.
– Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada istri yang diceraikan. Untuk selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi jelas siapa ayah dan bayi tersebut.
– Agar istri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang dialami keluarga suaminya dan juga anak-anak mereka serta menepati permintaan suami. Hal ini jika iddah tersebut dikarenakan oleh kematian suami.

[baca lanjutan]

INILAH MOZAIK

Ternyata Ini Larangan bagi Janda Cerai Hidup/Mati

DI antara yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang ber`iddah adalah:

– Tidak boleh menerima khitbah (lamaran) dari laki-laki lain kecuali dalam bentuk sindiran.
– Tidak boleh menikah
– Tidak boleh keluar rumah
– Tidak Berhias (Al-Hidad/Al-Ihtidad)
– Seorang wanita yang sedang dalam masa iddah dilarang untuk berhias atau bercantik-cantik. Dan di antara kategori berhias itu antara lain adalah:
* Menggunakan alat perhiasan seperti emas, perak atau sutera
* Menggunakan parfum atau wewangian
* Menggunakan celak mata, kecuali ada sebagian ulama yang membolehkannya memakai untuk malam hari karena darurat.
* Memakai pewarna kuku seperti pacar kuku (hinna`) dan bentuk-bentuk pewarna lainnya.
* Memakai pakaian yang berparfum atau dicelup dengan warna-warna seperti merah dan kuning.

[baca lanjutan]

 

INILAH MOZAIK

Ini Persiapan Jemaah Haji Berhak Lunas Saat Keppres BPIH Terbit

Jakarta (PHU)—Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta kepada jemaah haji yang telah ditetapkan berangkat pada tahun 1440H/2019M ini untuk segera mempersiapkan biaya pelunasannya saat Keputusan Presiden (Keppres) Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) ditandatangani Presiden.

Demikian penjelasan Menag saat penetapan dan pengesahan BPIH antara Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta. Senin (04/02).

Menag juga meminta kepada jemaah haji untuk segera menghubungi Bank Penerima Setoran (BPS) masing-masing untuk menlunasi biaya hajinya.

“Setelah Keppres terbit, sejak saat itulah setiap calon haji yang ditetapkan berangkat tahun ini bisa segera menghubungi BPS masing-masing untuk melunasi biaya hajinya,” kata Menag.

Jumlah yang harus dilunasi jemaah, kata Menag adalah selisih dari setoran awal sebesar Rp25.000.000 dengan rata-rata Rp35.235.602.

Menag juga berpesan kepada seluruh jemaah agar sudah mempersiapkan diri dan segala sesuatunya termasuk manasik haji yang terus harus dipelajari terkait tata cara dan urutan pelaksanaan ibadah hajinya.

“Setelah Keppres itu terbit untuk segera melunasi biaya haji dan sejak sekarang sudah mempersiapkan diri dan segala sesuatunya selain manasik haji yang terus dipelajari terkait tata cara urutan dan bagaimana haji diselenggarakan,” terang Menag.

Selain memperdalam manasik haji, jemaah juga diminta untuk menjaga kesehatannya karena ibadah haji merupakan ibadah fisik yang membutuhkan stamina yang prima.

“Yang tak kalah pentingnya adalah menjaga kesehatan kita dari sekarang dan nanti diperkirakan tanggal 6 Juli nanti para calon jemaah memasuki asrama haji karena kloter pertama insya Allah akan diberangkatkan 7 Juli,” tandasnya

Pemerintah bersama DPR resmi menyepakati Direct Cost (Biaya yang dibiayai oleh jemaah) pada Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1440 H/2019M. Biaya haji dipastikan tidak mengalami kenaikan sehingga besaran yang harus dibebankan per jemaah sama dengan biaya tahun 2018 lalu yaitu sebesar Rp 35.235.602.(ha/ha)

KEMENAG RI

Merutinkan Membaca Al Quran

SAUDARAKU, yang semoga selalu dirahmati Allah Taala. Pada kesempatan kali ini, sedikit akan kita bahas bagaimana seharusnya perlakuan kita terhadap Al Quran? Khususnya dalam membacanya.

Membaca Al Quran itu bukan hanya saat malam atau hari Jumat saja, bukan hanya di bulan Ramadhan saja, Al Quran harus dibaca setiap hari karena ia adalah petunjuk kehidupan. Bagaimana mungkin Al Quran sebagai petunjuk hidup yang diturunkan Allah Subhanahu wataala kepada Nabi Muhammad Shallalllahu alaihi wasallam hanya dibaca ketika hari jumaat saja atau bulan Ramadhan saja.

Membaca Al Quran Janganlah Sesaat

Wahai saudaraku, perlu diketahui bahwa membaca Al Quran tidak semestinya dilakukan hanya sesaat di suatu waktu saja. Seperti ini bukanlah perilaku yang baik. Tahukan bahwa para ulama mengatakan kata-kata yang cukup keras terhadap orang yang rajin shalat contohnya hanya pada bulan Ramadhan saja. Sedangkan pada bulan-bulan lainnya amalan tersebut ditinggalkan.

Para ulama terdahulu pernah mengatakan “Bahwa Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun”.

Oleh karena itu Ibadah khususnya membaca Al Quran bukan hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, walaupun memang keutamaan membaca Al Quran pada bulan tersebut pahalanya jauh lebih besar. Akan tetapi sebaik-baik membaca Al Quran adalah yang dilakukan sepanjang hari.

Mari kita lihat sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, tentang keutamaan sebuah amal yang dikerjakan biarpun sedikit tetapi kontinyu.

Dari Aisyah radhiyallahu anhaistri Nabi Shallallahu alaihi wasallam, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Taala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”

Perlu kita ketahui bahwa amalan yang sedikit namun jika rutin dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang sekaligus banyak dilakukannya namun cuma sesekali saja. [*]

INILAH MOZAIK

Kisah Nyata yang Membuat Menangis Haru

SEMUA orang tua berkeinginan memiliki anak yang normal, ganteng/cantik, sehat lahir batin dan cerdas. Tak terkecuali pasangan muda ini yang sama-sama merupakan anak tunggal dari keluarga kaya di daerahnya.

Ternyata, anak ketiga yang terlahir dari pasangan ini mengalami gangguan kecerdasan yang banyak disebut oleh orang sekitar sebagai idiot. Orang tuanya sesungguhnya menerima garis nasib ini walau dengan hati sedih. Sang kakeklah yang tetap tak bisa menerima takdir ini dan terus merasa terhina.

Saat anak ini berusia 7 tahun, langsung saja dikirim dan dititipkan ke sebuah pondok pesantren. Perbincangan tentang anak ini menjadi reda setelah sudah 4 tahun anak ini mondok dan tidak pulang-pulang. Kakek merasa senang. Minimal, melupakan kegelisahannya selama ini.

Setahun sekali orang tuanya menjenguknya ke pondok untuk membayar biaya tahunan yang harus dibayarkannya. Orang tuanya tak banyak bertanya tentang perkembangan otak si anak melainkan cuma melihat perkembangan fisiknya saja. Memang ada tipe orang kaya yang setiap waktunya hanya bicara materi. Pengasuh tak banyak cerita, anaknya pun tak banyak bicara.

Sudah 7 tahun si anak idiot ini mondok dan tidak pulang-pulang. Namun terpaksa kini harus pulang karena si kakek sedang sekarat. Semua anak cucu sudah berkumpul menunggu nafas terakhir si kakek keluar. Banyak yang nangis, ada juga sebagian cucunya yang mengambil surat Yasin terjemahan untuk dibaca terjemahannya. Bisa dimaklumi, mereka tak pernah dekat dengan langgar dan mushalla apalagi masjid. Tapi mereka mendengar berita bahwa orang yang akan meninggal adalah baik kalau dibacakan ayat al-Qur’an.

Sang kakek terengah engah melawan rasa sakitnya. Lalu tibalah cucunya yang idiot itu dari pondoknya. Sang cucu yang lama tak terlihat oleh kakek ini lalu dituntun orang tuanya mendekat ke kakeknya.

Sang kakek terkejut, kaget, tersentak dan haru melihat cucunya yang datang berkopiah putih sambil tersenyum. Diciumnya kening sang kakek setelah mencium tangan sang kakek. Cucu yang satu ini lalu teteskan air mata dan membacakan ayat-ayat al-Qur’an tanpa memegang kitab al-Qur’an di samping telinga kakeknya.

Siapa yang tidak terkesima? Semua bisik-bisik berbincang “anak idiot kok bisa ngaji?”. Ustadz pondok yang mengantarkan anak ini bercerita bahwa Mas Iman, nama anak ini, sudah hapal 14 juz 5 halaman. Anak ini memang tak bisa membaca huruf, tapi masih bisa menghapal suara. Subhanallaah.

Sang kakek menangis tersedu-sedu. Seakan ada penyesalan berat di dadanya. Sang kakek lalu tersenyum bangga dan kemudian menangis lagi. Dipeluknya cucu idiot yang satu ini. Dipeluknya erat-erat sambil diciumnya seakan tak ingin lagi menjauh atau terpisah. Semua famili dan handai taulan terkejut, haru, dan terkesima.

Terlihat si kakek membisikkan sesuatu kepada cucu yang idiot ini. Sang cucu tertunduk diam. Ada yang khawatir ini adalah wasiat terakhir. Ada yang lebih khawatir kalau wasiat ini adalah urusan pemasrahan kerajaan bisnis si kakek kepada cucunya yang satu ini. Tahukah apa kira-kira kalimat yang kakdk bisikkan kepada sang cucu? Ternyata setelah bisik-bisik itu sang kakek menghembuskan nafas terakhir dalam pangkuan cinta cucu yang terusir karena idiot ini.

Saya bersyukur mendapatkan kisah ini dari keluarga besar si kakek. Saya bersyukur bisa mengambil hikmah dari seorang anak yang dianggap idiot ini. Saya bersyukur mengetahui apa yang menjadi pikiran orang kaya saat bertarung melawan kematian. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

 

INILAH MOZAIK

Seluk Beluk Wudhu

Wudhu merupakan salah satu amalan ibadah yang agung di dalam Islam. Secara bahasa, wudhu berasal dari kata Al-Wadha’ah, yang mempunyai arti kebersihan dan kecerahan. Sedangkan menurut istilah, wudhu adalah menggunakan air untuk anggota-anggota tubuh tertentu (yaitu wajah, dua tangan, kepala dan dua kaki) untuk menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi seseorang untuk melaksanakan shalat atau ibadah yang lain.

Dalil-Dalil Disyariatkannya Wudhu

Dalil dari Al-Qur’an

Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan taganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)

Dalil dari As-Sunnah

  1. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku diperintahkan untuk berwudhu apabila hendak mengerjakan shalat.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa’i dengan derajad shahih)
  2. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” Tidak diterima shalat salah seorang dari kalian apabila ia berhadas, hingga ia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalil Ijma’

Para ulama telah sepakat bahwa tidak sah shalat tanpa bersuci, jika dia mampu untuk melakukannya.

Begitu penting dan agungnya perkara wudhu ini, sampai-sampai dikatakan bahwa tidak sah shalat seseorang tanpa berwudhu, maka sudah selayaknya bagi setiap muslim untuk menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ini dengan berusaha memperbagus wudhunya yaitu dengan memperhatikan syarat, kewajiban serta sunnah-sunnah wudhu.

Syarat-syarat Wudhu

Yang dimaksud dengan syarat-syarat wudhu adalah perkara-perkara yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak berwudhu. Di antara syarat-syarat wudhu adalah:

  1. Islam.
    Wudhu merupakan salah satu bentuk ibadah dalam Islam di mana orang yang melakukannya dengan ikhlas serta sesuai dengan tuntunan Allah akan diberi pahala. Adapun orang kafir, amalan-amalan mereka seperti debu yang beterbangan yang tidak akan diterima oleh Allah ta’ala.
  2. Berakal
  3. Tamyiz (Dewasa)
  4. Niat
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang diniatkannya. ” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, orang yang dhohirnya (secara kasat mata) berwudhu, akan tetapi niatnya hanya sekedar untuk mendinginkan badan atau menyegarkan badan tanpa diniati untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dalam berwudhu serta menghilangkan hadats, maka wudhunya tidak sah. Dan yang perlu untuk diperhatikan, bahwa niat di sini letaknya di dalam hati dan tidak perlu dilafazkan.
  5. Tasmiyah
    Yang dimaksud dengan tasmiyah adalah membaca “bismillah”. Boleh juga apabila ditambah dengan “Ar-Rohmanir Rohim“. Tasmiyah ketika hendak memulai shalat merupakan syarat sah wudhu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah (bertasmiyah, pen). ” (HR. Ibnu Majah, hasan)
  6. Menggunakan air yang suci
    Air dikatakan suci atau masih suci manakala tidak tercampur oleh zat/barang yang najis sehingga menjadi berubah salah satu dari tiga sifat, yaitu bau, rasa dan warnanya. Apabila air telah terkena najis, misalnya air kencing atau yang lainnya, kemudian menjadi berubah salah satu dari ketiga sifat di atas maka air tersebut telah menjadi tidak suci lagi berdasarkan ijma’. Apabila air tersebut tercampuri oleh sesuatu yang bukan najis, maka air tersebut masih boleh dipakai untuk berwudhu apabila campurannya hanya sedikit. Namun apabila campurannya cukup banyak sehingga menjadikan air tersebut tidak bisa dikatakan lagi sebagai air, maka air yang telah berubah ini tidak dapat dipakai untuk berwudhu lagi karena sudah tidak bisa dikatakan lagi sebagai air. Misalnya, ada air yang suci sebanyak 1 liter. Air ini kemudian dicampur dengan 5 sendok makan susu bubuk dan diaduk. Maka campuran air ini tidak bisa lagi dipakai untuk berwudhu karena sudah berubah namanya menjadi “susu” dan tidak dikatakan sebagai air lagi.
  7. Menggunakan air yang mubah
    Apabila air diperoleh dengan cara mencuri, maka tidak sah berwudhu dengan air tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Baik. Dia tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim). Sudah dimaklumi, bahwa mencuri merupakan perbuatan yang tidak baik dan keharamannya sudah jelas. Oleh karena itu, air hasil curian (yang merupakan barang yang tidak baik) tidak sah digunakan untuk berwudhu.
  8. Menghilangkan sesuatu yang menghalangi sampainya air ke kulit.
    Tidak sah wudhu seseorang yang memakai kutek atau yang lainnya yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit.

Rukun-Rukun Wudhu

Rukun wudhu dikenal pula sebagai kewajiban wudhu yaitu perkara-perkara yang harus dilakukan oleh orang yang berwudhu agar wudhunya menjadi sah. Di antara rukun-rukun wudhu adalah:

1. Mencuci seluruh wajah

Wajah adalah sesuatu yang tampak pada saat berhadapan. Batasan wajah adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut bagian atas dahi hingga bagian paling bawah dari jenggot atau dagu (jika memang tidak punya jenggot). Ini bila ditinjau secara vertikal. Adapun batasan wajah secara horizontal adalah dari telinga hingga ke telinga yang lain.

Mencuci wajah merupakan salah satu rukan wudhu, artinya tidak sah wudhu tanpa mencuci wajah. Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu.” (QS. Al-Maidah: 6)

Termasuk salah satu kewajiban dalam wudhu adalah menyela-nyela jenggot bagi yang memiliki jenggot yang lebat berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, beliau mengambil setelapak air kemudian memasukkannya ke bawah dagunya selanjutnya menyela-nyela jenggotnya. Kemudian bersabda, “Demikianlah Rabbku memerintahkanku.” (HR. Abu Dawud, Al-Baihaqi, Al-Hakim dengan sanad shahih lighoirihi).

Perlu untuk diperhatikan bahwa pegertian mencuci wajah termasuk di dalamnya madhmadhoh (berkumur-kumur) dan istinsyaq (memasukkan air dan menghirupnya hingga ke bagian dalam hidung). Hal ini karena mulut dan hidung juga termasuk bagian wajah yang harus dicuci. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berwudhu hendaklah ia melakukan istinsyaq.” (HR. Muslim). Adapun tentang madhmadhoh, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau berwudhu, maka lakukanlah madhmadhoh.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu majah dengan sanad yang shahih)

Sehingga orang yang berwudhu tanpa disertai dengan madhmadhoh dan istinsyaq maka wudhunya tidak sah.

2. Mencuci kedua tangan hingga siku

Para ulama telah bersepakat tentang wajibnya mencuci kedua tangan ketika berwudhu. Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan juga tanganmu sampai dengan siku.” (QS. Al-Maidah: 6)

Perlu untuk diperhatikan bahwa siku adalah termasuk bagian tangan yang harus disertakan untuk dicuci.

3. Mengusap kepala serta kedua telinga

Allah berfirman yang artinya, “… dan usaplah kepalamu.” (QS. Al-Maidah: 6). Yang dimaksud dengan mengusap kepala adalah mengusap seluruh bagian kepala mulai dari depan hingga belakang. Adapun apabila seseorang mengenakan sorban, maka cukup baginya untuk mengusap rambut di bagian ubun-ubunnya kemudian mengusap sorbannya. Demikian pula bagi wanita yang mengenakan kerudung.

Adapun mengusap kedua telinga hukumnya juga wajib karena termasuk bagian dari kepala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kedua telinga termasuk kepala.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Mengusap kedua telinga ini dilakukan setelah mengusap kepala dengan tanpa mengambil air yang baru.

4. Mencuci kedua kaki hingga mata kaki.

Allah berfirman yang artinya,” dan (cucilah) kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)

Perlu untuk diperhatikan bahwa kedua mata kaki adalah termasuk bagian kaki yang harus disertakan untuk dicuci. Adapun menyela-nyela jari-jari kaki hukumnya juga wajib apabila memungkinkan bagian antar jari tidak tercuci kecuali dengan menyela-nyelanya.

5. Muwalaat (berturut-turut)

Muwalat adalah berturut-turut dalam membasuh anggota wudhu. Maksudnya adalah sebelum anggota tubuh yang dibasuhnya mengering, ia telah membasuh anggota tubuh yang lainnya.

Dalilnya adalah hadits Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seorang laki-laki yang berwudhu dan meninggalkan bagian sebesar kuku pada kakinya yang belum tercuci. Ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya maka beliau bersabda, “Kembalilah dan perbaikilah wudhumu!” (HR. Muslim). Dalam suatu riwayat dari sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bahwasanya Nabi melihat seseorang sedang shalat, sementara di bagian atas kakinya terdapat bagian yang belum terkena air sebesar dirham. Maka Nabi memerintahkannya untuk mengulangi wudhu dan shalatnya.” (HR. Abu dawud, shahih). Dari hadits di atas, dapat kita ketahui bahwa muwalaat merupakan salah satu rukun wudhu. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mencukupkan diri dalam memerintahkan orang yang belum sempurna wudhunya untuk mencuci bagian yang belum tercuci sebelumnya, namun beliau memerintahkan orang tersebut untuk mengulangi wudhunya.

Sunnah-sunnah Wudhu

Yang dimaksud sunnah-sunnah wudhu adalah hal-hal yang menyempurnakan wudhu. Di dalamnya terdapat tambahan pahala. Adapun jika hal-hal tersebut ditinggalkan, wudhunya tetap sah. Di antara sunnah-sunnah wudhu adalah:

1. Bersiwak

Siwak diambil dari kata saka, yang artinya adalah menggosok. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan bersiwak adalah menggunakan kayu siwak atau sejenisnya pada gigi untuk menghilangkan warna kuning atau yang lainnya.

Bersiwak ini sangat dianjurkan tatkala hendak berwudhu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku, niscaya telah kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.” (HR. Ahmad, dalam Shohihul jami’)

2. Mencuci kedua telapak tangan

Yang dimaksud adalah mencuci kedua telapak tangan sebelum wudhu ketika hendak mencuci wajah. Hal ini dilakukan masing-masing sebanyak tiga kali berdasarkan hadits Utsman tentang sifat (cara) wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “…lalu beliau menuangkan (air) di atas telapak tangannya tiga kali kemudian mencucinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Madhmadhoh (berkumur-kumr) dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dari satu telapak tangan sebanyak tiga kali.

Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu yang mengajarkan tentang sifat wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ” Bahwasanya beliau berkumur-kumur dan istinsyaq dari satu telapak tangan. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali.” (HR. Muslim). Termasuk sunnah dalam wudhu adalah bersungguh-sungguh tatkala beristnsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), kecuali bagi orang yang bepuasa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bersungguh-sunguhlah dalam beristinsyaq, kecuali kamu dalam keadaan berpuasa. (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dengan sanad yang shahih)

Perlu untuk diketahui bahwa bermadhmadhoh serta beristinsyaq dalam wudhu hukumnya wajib (sebagaimana penjelasan yang terdahulu tentang rukun-rukun wudhu). Adapun bermadhmadhoh dan beristinsyaq dengan menggunakan satu telapak tangan serta melakukannya sebanyak tiga kali hukumnya hanyalah sunnah. Demikian pula bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq tatkala berwudhu selain bagi orang yang berpuasa, ini pun hukumnya hanyalah sunnah.

4. Tayamun

Yang dimaksud dengan tayamun adalah mencuci anggota wudhu dengan memulainya dari bagian anggota wudhu yang kanan dulu kemudian ke bagian yang kiri pada saat mencuci kedua tangan atau kaki.

Dalilnya adalah perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu tatkala menceritakan sifat wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “…Kemudian beliau mengambil seciduk air lalu mencuci tangan kanannya, kemudian mengambil seciduk air lalu mencuci tangan kirinya. Kemudian beliau mengusap kepalanya. Selanjutnya beliau mengambil seciduk air lalu menyiramkannya pada kaki kanannya hingga mencucinya. Kemudian beliau mengambil seciduk air lagi lalu mencuci kaki kirinya.” (HR. Bukhari)

5. Mencuci anggota-anggota wudhu sebanyak tiga kali.

Hali ini merupakan cara wudhu yang paling sempurna berdasarkan hadits A’robi (arab badui) tatkala ia bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wudhu, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarinya tiga kali-tiga kali. Selanjutnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Inilah cara berwudhu...” (HR. Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad, shohih). Juga berdasarkan hadits Utsman radhiyallahu ‘anhu yang suatu ketika memperlihatkan cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Utsman radhiyallahu ‘anhu berwudhu tiga kali tiga kali kemudian berkata, “Aku melihat Nabi berwudhu seperti wudhuku ini…” (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun berwudhu sekali-sekali ataupun dua kali dua kali, ini pun juga diperbolehkan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah melakukannya.

6. Berdoa setelah wudhu

Berdoa setelah wudhu merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan, berdasarkan hadits dari Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu dengan sempurna, kemudian mengucapkan ‘Asyhadu allaa ilaha illallah wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna muhammdan abduhu wa rosuluhu‘ kecuali dibukakan baginya delapan pintu surga dan ia boleh masuk dari pintu mana saja yang ia suka.” (HR. Muslim). Di dalam lafadz Tirmidzi ada tambahan bacaan, “Allahumma ijnalni minattawwabiin wa ij’alni minal mutathohhiriin.” (HR. Tirmidzi, shahih)

7. Shalat dua rakaat setelah wudhu

Amalan ini mempunyai nilai yang sangat agung di dalam Islam berdasarkan hadits Utsman radhiyallahu ‘anhu. Tatkala Utsman radhiyallahu ‘anhu selesai mempraktekkan cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, ‘Barang siapa berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian shalat dua rakaat dengan penuh kekhusyukan, maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikian beberapa syarat, rukun dan sunnah-sunnah wudhu yang hendaknya menjadi perhatian bagi kita semua untuk kita amalkan agar wudhu kita sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebenarnya ada beberapa permasalahan di atas yang masih menjadi perselisihan para ulama tentang pengelompokannya menjadi syarat, rukun atau sunnah wudhu, akan tetapi sengaja tidak kami tampilkan dan hanya dipilih yang paling kuat pendapatnya menurut penulis untuk mempermudah pembahasan. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada penulis dan menjadikan tulisan ini sebagai tabungan amal shalih bagi penulis di akhirat kelak serta bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

***

Penulis: Ibnu Sutopo

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/155-seluk-beluk-wudhu.html