Ternyata Inilah Para Pengikut Dajjal

Bismillah..

Dajjal, digambarkan dalam hadis-hadis Nabi sebagai seorang pendusta yang sebelah matanya buta, tertulis di keningnya huruf kaf fa’ dan ra’ ((ك ف ر. Kemunculannya pertanda kiamat sudah sangat dekat. Dia menjadi fitnah terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Sampai-sampai, setiap Nabi yang diutus, mengingatkan umatnya tentang fitnah Dajjal.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا بُعِثَ نَبِيٌّ إِلَّا أَنْذَرَ أُمَّتَهُ الأَعْوَرَ الكَذَّابَ، أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَإِنَّ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ كَافِرٌ

“Tidaklah diutus seorang nabi, melainkan dia mengingatkan kaumnya tentang si buta sebelah, sang pendusta. Ketahuilah Dajjal itu buta sebelah dan Tuhan kalian tidak buta sebelah. Diantara dua matanya tertulis: Kafir” (HR. Bukhari 7131).

Suatu yang menarik, ternyata Dajjal adalah sosok raja yang ditunggu-tunggu oleh sekelompok aliran agama. Siapakan mereka? Yahudi!

Iya, orang-orang Yahudi meyakini Dajjal sebagai raja yang akan menguasai lautan dan daratan. Mereka juga meyakininya sebagai salah satu tanda daripada tanda-tanda kebesaran Allah.

Orang-orang Yahudi menamainya dengan nama Al-Masih bin Dawud.

Perbedaan yang sangat mencolok antara mukmin dan yahudi. Orang-orang beriman, menunggu kedatangan Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam. Sementara mereka menunggu sang pendusta yang buta sebelah, penebar fitnah, yang bernama Dajjal.

Bukti wahyu yang menunjukkan informasi ini, adalah hadis dari sahabat ‘Utsman bin Abil ’ash radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda,

أكثر أتباع الدجال اليهود و النساء

“Kebanyakan pengikut Dajjal, adalah orang yahudi dan kaum wanita” (HR. Ahmad, dalam musnad beliau 4/216-217).

Dalam hadis yang lain, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengabarkan,

يتبع الدجال من يهود أصبهان سبعون ألفا عليهم الطيالسة

“Dajjal akan diikuti oleh 70,000 Yahudi dari Asfahan, mereka memakai thayalisah” (HR. Muslim 2944).

Thayalisah adalah selendang yang dipakai di pundak, menyerupai baju/jubah, tidak memiliki jahitan.

(Lihat keterangan ini di catatan kaki hal. 253, dari kitab Al-Qiyamah As-Sughra)

Dan menariknya, salah satu wilayah di kota Asfahan, dahulu ada yang disebut-sebut desa Al-Yahudiyah. Karena dahulu wilayah tersebut hanya dihuni oleh orang-orang Yahudi. Hal ini terus berlanjut sampai di zaman Ayub bin Ziyad, gubernur Mesir di zaman Khalifah Al-Mahdi bin Mansur dari dinasti Abbasiyah (Lihat: Lamaawi’ Al-Anwar Al-Bahiyyah, 2/107).

Kelak, Dajjal akan terbunuh di tangan Nabi Isa ‘alaihissalam di daerah Palestina. Demikian pula beliau akan memimpin peperangan memberangus para pengikutnya.

Semoga Allah melindungi kita dari fitnah Dajjal.

Demikian..

Wallahua’lam bis showab.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/36168-ternyata-inilah-para-pengikut-dajjal.html

Benarkah Dajjal Berada di Segitiga Bermuda?

Ada sebagian pendapat yang menyebar bahwa Dajjal sedang berada di Segitiga Bermuda dan akan muncul dari tempat tersebut. Ditambahkan lagi fakta bahwa banyak kejadian aneh di Segitiga Bermuda yaitu banyak pesawat yang jatuh dan banyak kapal yang hilang ketika melewati daerah tersebut. Pendapat ini tentu TIDAK BENAR karena tidak ada dalil yang shahih bakan pendapat ini bertentangan dengan dalil shahih yang ada.

Dalil mereka bahwa Dajjal ada di segitiga bermuda adalah berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa Iblis meletakkan singgasananya di atas air yaitu samudra dan kerajaan mereka ada di situ dan Dajjal pun bergabung di situ.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ 

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya.” [HR. Muslim]

Memang benar bahwa singgasana Iblis ada di atas air (diriwayat yang lain di atas laut) sebagaimana dhazir hadits ini. Syaikh Al-Mubarakfury menjelaskan,

وفي رواية على البحر، ومعناه أن مركزه البحر

فالصحيح حمله على ظاهره…. وضع عرضه على الماء

“Di riwayat yang lain di atas laut, yaitu markasnya (kerajaannya) di lautan. Yang shahih adalah kita pahami hadits ini sesuai dengan dzahirnya dan meletakknya singgasananya di atas air.” [Mir’atul mafatih 1/149]

 

Sanggahan:

[1] Memang benar singgasana dan kerajaan Iblis di lautan atau samudra, akan tetapi kita tidak bisa memastikan bahwa singgasananya berada di Segitiga Bermuda karena Ini butuh dalil untuk memastikan

[2] Hadits ini berbicara tentang Iblis bukan tentang Dajjal karena Dajjal berbeda dengan Iblis

[3] Dalam hadits lainnya disebutkan bahwa Dajjal itu berada di sebuah pulau yang tidak diketahui sampai sekarang di mana posisinya.

Dalam suatu hadits diriwayatkan oleh Tamim Ad-Dari, ia menceritakan kepadaku bahwa dia pernah menaiki sebuah kapal laut bersama 30 orang yang berpenyakit kulit dan kusta. Mereka terombang ambing oleh ombak selama satu bulan di tengah lautan hingga akhirnya terdampar pada sebuah pulau di arah terbenamnya matahari. Mereka menaiki kapal kecil (sampan), lalu mereka masuk ke dalam pulau dan bertemu dengan Dajjal [Lihat Hadits riwayat Muslim 2942]

Terombang-ambing (bukan melayar dan meluncur) selama sebulan di lautan dengan kapal kecil dari jazirah Arab apakah bisa sampai ke segitiga bermuda yang terletak di barat benua Amerika? Seandainya bisa, apakah kita memastikan letaknya di segitiga bermuda? Bisa jadi terdampar di samudra lainnya. Intinya kita tidak boleh memastikan di mana letak pulau tersebut tanpa dalil.

 

[4] Dalam hadits disebutkan Dajjal akan muncul dari daerah timur yang bernama Khurasan (sekitar daerah persia-Iran). Jadi bukan muncul dari laut atau segitiga bermuda.

الدَّجَّالُ يَخْرُجُ مِنْ أَرْضٍ بِالْمَشْرِقِ يُقَالُ لَهَا خُرَاسَانُ ، يَتْبَعُهُ أَقْوَامٌ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ

“Dajjal itu keluar dari bumi sebelah timur yang disebut Khurasan. Dajjal akan diikuti oleh kaum yang wajah mereka seperti tameng yang dilapisi kulit”. [HR. Tirmidzi, dihasankan Al-Albani]

[5] Banyaknya pesawat yang jatuh dan kapal yang tenggelam di daerah segitiga bermuda bukan dalil adanya Dajjal. Banyak hipotesis dan dugaan terkait hal ini, misalnya di segitiga bermuda ada medan magnet yang sangat kuat yang dapat menggangu pesawat dan lautan. Tentunya untuk memastikan perlu penelitian dan data yang kuat.

 

Demikian semoga bermanfaat

 

Penyusun: Raehanul Bahraen

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/47192-benarkah-dajjal-berada-di-segitiga-bermuda.html

Bertobat Nasuha

Tobat nasuha titik balik perbaikan hamba.

Di kalangan para sufi, nama Ibrahim bin Adham tidaklah asing. Pemilik nama lengkap Ibrahim bin Adham bin Manshur al ‘Ijli ini dikenal dengan kedalaman intuisi dan ilmu hikmah yang ia miliki. Kelebihan ini menempatkannya sebagai sosok yang disegani dan karismatik.

Lahir dan tumbuh dari keluarga bangsawan tak membuat sosok kelahiran Balkh ini dibutakan oleh harta. Justru, gemerlap dunia membuat hatinya kian dekat dengan Allah SWT. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan dunia dan berolah spiritual, lalu berbagi hikmah kepada sesama.

Sebuah kisah menarik dinukilkan oleh Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam at-Tawwabin. Kisah tersebut menceritakan pertemuan tokoh yang lahir pada 100 H/718 M tersebut dengan seorang pendosa yang bernama Jahdar bin Rabiah. Seperti biasanya, Ibrahim bin Adham kerap didatangi oleh beragam orang dengan berbagai latar belakang.

Dan ketika itu, Jahdar dalam kondisi keterpurukan spiritual Jahdar pun memutuskan meminta petuah bijak kepada tokoh yang juga akrab disapa dengan panggilan Abu Ishaq al-Balkhi itu. Jahdar pun berkisah ihwal kondisinya. Ia berujar ingin berhenti dari segala maksiat yang ia lakukan selama ini. “Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya,” pintanya kepada Abu Ishaq.

Tak langsung mengiyakan, Ibrahim merenung sejenak. Ia meminta petunjuk Allah. Ia pun lantas mengabulkan permohonan Jahdar. Akan tetapi, solusi-solusi yang akan ia berikan penuh syarat, Jahdar tidak boleh menolak. Jahdar pun akhirnya menerima dengan senang hati. “Apa saja syarat-syarat itu?” katanya.

Abu Ishaq mulai memaparkan, syarat yang pertama ialah jika hendak bermaksiat, janganlah sesekali memakan rezeki-Nya. Bagi Jahdar, syarat ini mustahil. Bagaimana mungkin bisa terpenuhi, sementara segala sesuatu yang berada di bumi ini adalah anugerah-Nya.” Lalu, aku makan dari mana?” kilah Jahdar.

“Tentu saja,” kata Ibrahim. “Jika tetap berbuat maksiat, pantaskah seseorang memakan rezeki-Nya?” Jahdar pun menyerah. “Syarat itu sangat masuk akal dan mengena di hatinya.” “Baiklah, apa syarat berikutnya?” katanya.

Ibrahim mengungkapkan syarat yang kedua, yaitu jika bermaksiat maka jangan tinggal di bumi Allah. Syarat kedua ini membuat Jahdar terperangah. “Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu, aku harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?”

“Jika demikian,” kata Ibrahim, “pikirkan matang-matang. Apakah pantas memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sementara pada saat yang sama berani bermaksiat?” Untuk kali kedua, Jahdar menyerah dan membenarkan Abu Ishaq. “Lalu apa syarat ketiga?” ujarnya.

“Syarat yang ketiga,” ungkap Ibrahim, “jika masih saja bermaksiat dan ingin  memakan rezeki  dan tinggal di bumi-Nya, carilah tempat tersembunyi yang tak tampak dari pengawasan-Nya.” “Wahai Abu Ishaq, nasihat macam apakah semua ini? Mana mungkin Allah tidak melihat kita?” ketus Jahdar terkesima.

“Tepat,” ujar Ibrahim. “Jika yakin Allah selalu mengawasi dan tetap saja memakan rezeki dan tinggal di bumi-Nya, tentu tidaklah pantas bermaksiat kepada-Nya. Pantaskah Anda melakukan semua itu?” tanya Ibrahim kepada Jahdar. Tak elak, syarat-syarat itu membuat Jahdar terpaku, terdiam seribu bahasa, dan menjadi pukulan telak baginya. Ia pun meminta syarat berikutnya.

Ibrahim bertutur, “Jika malaikat kematian menjemputmu, mintalah kepadanya untuk menangguhkan sampai Anda berbuat dan beramal saleh.” Jahdar semakin tak berkutik. Ia termenung. Jawaban-jawaban tokoh yang wafat pada 782 M/165 H itu semakin logis dan rasional. “Mustahil semua itu aku lakukan,” seloroh Jahdar sembari meminta syarat terakhir.

Ibrahim menjawab, “Bila Malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka pada hari kiamat, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!” Secara spontan, air mata Jahdar terurai. Ia menyesal dan memohon agar tidak mencukupkan nasihatnya itu. Ia pun berjanji tidak akan bermaksiat lagi mulai detik itu hingga seterusnya. “Sejak saat ini, aku bertobat nasuha kepada Allah,” tuturnya.

KHAZANAH

Kebangkrutan Besar Akibat Buruknya Lisan di Sosial Media

Realita Kebebasan Berpendapat di Sosial Media

Di zaman modern saat ini, dengan adanya sosial media dan internet, seseorang dengan mudah berbicara dan menyampaikan pendapatnya. Di sosial media lebih mudah menyampaikan aspirasi dan pendapat. Akan tetapi sosial media ada juga sisi negatifnya, yaitu setiap orang bebas berbicara negatif, mencaci dan mencela. Lebih bebas daripada di dunia nyata karena ia bisa sembunyi di balik akun sosial media yang ia punya, bisa lebih berani karena tersembunyi dan bisa lebih lari dari tanggung jawab.

Sebagai seorang mukmin, tentu sangat tidak layak berbicara kasar, mencela dan melaknat kapanpun dam di mana pun, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦَ ﻟَﻴْﺲَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻌَّﺎﻥِ ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟﻄَّﻌَّﺎﻥِ، ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟْﻔَﺎﺣِﺶِ ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟْﺒَﺬِﻱﺀِ

“Sesungguhnya orang mukmin itu orang yang tidak suka melaknat, mencela, berkata keji/jorok, dan kotor” (HR. Ahmad 1/416; shahih).

Bangkrut Akibat Lisan yang Buruk di Sosial Media

Hendaknya kita berhati-hati menjaga lisan kita di dunia nyata dan menjaga tulisan serta komentar kita di dunia maya. Karena tulisan ini kedudukannya sama dengan ucapan lisan. Sebagaimana kaidah:

الكتابة تنزل  منزلة القول

“Tulisan (hukumnya) sebagaimana lisan”

Ketika lisan suka mencaci, mencela, melaknat, ghibah dan berkata-kata kotor kepada orang lain, ini sama saja kita akan “bagi-bagi pahala gratis” kepada mereka kemudian kita akan bangkrut. Mengapa demikian? Karena dengan lisan dan tulisan kita, mereka yang kita cela dan caci-maki adalah pihak yang kita dzalimi. Jika kita tidak meminta maaf di dunia, maka urusan akan berlanjut di akhirat.

Di akhirat kita tidak bisa meminta maaf begitu saja, akan tetapi ada kompensasinya. Kompenasi tersebur bukan uang ataupun harta. Karena ini sudah tidak bermanfaat di hari kiamat.

Allah berfirman,

ﻳَﻮْﻡَ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻔَﻊُ ﻣَﺎﻝٌ ﻭَﻟَﺎ ﺑَﻨُﻮﻥَ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺑِﻘَﻠْﺐٍ ﺳَﻠِﻴﻢٍ

“Pada hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat” (Asy-Syu’araa`: 88-89).

Kompensasi Berat Atas Buruknya Lisan di Sosial Media

Kompensasinya adalah sebagai berikut:

  1. Jika punya pahala kebaikan seperti pahala shalat dan puasa, maka akan dibagi-bagikan kepada mereka yang didzalimi di dunia dan belum selesai perkaranya artinya belum ada maaf dan memaafkan
  2. Jika yang mendzalimi (mencela dan memaki) sudah habis pahalanya, maka dosa orang yang didzalimi akan ditimpakan dam diberikan kepada orang yang mendzalimi

Inilah yang disebut dengan orang yang bangkrut atau “muflis” di hari kiamat berdasarkan hadits berikut,

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu?”

Para sahabat menjawab, ”Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.”

Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka” (HR. Muslim).

Jaga Lisan Sebelum Anda Diadili di Akhirat

Tahukah anda bahwa di dunia ini cukup sulit mencari keadilan yang seadil-adilnya. Ini adalah bukti adanya kehidupan setelah kematian di mana pada hari tersebut akan ada keadilan yang seadil-adilnya. Hendaknya kita sebagai seorang muslim menjaga lisan kita, karena memang lidah itu tidak bertulang, sangat mudah kita dengan lisan dan tulisan kita menyakiti orang lain. Terlebih yang disakiti adalah sesama muslim yang sejatinya bersaudara

Allah berfirman,

ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺆْﺫُﻭﻥَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻣَﺎ ﺍﻛْﺘَﺴَﺒُﻮﺍ ﻓَﻘَﺪِ ﺍﺣْﺘَﻤَﻠُﻮﺍ ﺑُﻬْﺘَﺎﻧًﺎ ﻭَﺇِﺛْﻤًﺎ ﻣُّﺒِﻴﻨًﺎ

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesunguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (Al-Ahzab: 58).

Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamin surga mereka yang bisa menjaga lisannya. Beliau bersabda,

ﻣَﻦْ ﻳَﻀْﻤَﻦَّ ﻟِﻲ ﻣَﺎﺑَﻴْﻦَ ﻟِﺤْﻴَﻴْﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺭِﺟْﻠَﻴْﻪِ ﺃَﺿْﻤَﻦْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ

“Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga” (HR. Bukhari).

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/29950-kebangkrutan-besar-akibat-buruknya-lisan-di-sosial-media.html

Hukum “Memplesetkan” Kata “Takbir” Menjadi “Tuak bir” atau “Take beer”

Kita dapati ada oknum (bisa jadi muslim) yang suka memplesetkan beberapa istilah dalam ajaran agama Islam. Misalnya di luar negeri ungkapan takbir “diplesetkan” menjadi “take beer” (ambil minuman keras memabukkan) atau di Indonesia menjadi “tuak bir” (keduanya jenis minuman memabukkan). Hal ini tidak lah terlalu mengherankan, karena sejak zaman dahulu kala ini sudah dilakukan oleh mereka yang benar-benar sombong, merendahkan dan membangkang dengan ajaran agama. Sudah ada contoh sebelumnya dan tentu hasil akhirnya sangat merugi dunia dan akhirat.

Contohnya adalah adalah orang Yahudi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memplesetkan kata “raa’inaa” menjadi “ru’uunah”. “Raa’inaa artinya “kamu memperhatikan kami” diplesetkan menjadi makna buruk yaitu “ru’uunah” yang artinya sangat dungu atau tolol. Oleh karena itu, kaum muslimin diperintahkan mengganti kata “raa’inaa” menjadi “undzurnaa”.

 

Kisah ini terdapat dalam Al-Quran:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انظُرْنَا وَاسْمَعُوا ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa’ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.” (QS. Al-Baqarah[2]: 104)

Ibnu Katsir menjelaskan,

وذلك أن اليهود كانوا يعانون من الكلام ما فيه تورية لما يقصدونه من التنقيص عليهم لعائن الله فإذا أرادوا أن يقولوا : اسمع لنا يقولون : راعنا . يورون بالرعونة

“Hal ini karena orang yahudi memaksudkan tauriyah (kode tidak langsung) untuk bermaksud merendahkan, dengan maksud mereka mengatakan ‘raa’inaa’ dengan ‘ru’uunah’”. [Tafsir Ibnu Katsir]

Demikian juga orang Yahudi memplesetkan salam menjadi “as-saamu ‘alaikum” yang artinya “semoga kematian menimpamu”.

Karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

ان اليهود اذا سلموا وقالوا : السام عليكم, فقولوا : وعليكم

Orang Yahudi apabila mengucapkan salam dan mengucapkan as-saamu ‘alaikum (semoga kematian menimpamu), maka jawablah Wa’alaikum’ (dan demikian juga bagimu)” (HR. Muslim).

Contoh lainnya adalah Bani Israil yang memplesetkan menjadi “sami’naa wa ‘ashainaa” (kami dengar tapi kami tidak taat), seharusnya “sami’naa wa ‘atha’naa” (kami dengar dan kami taat).

Allah berfirman dalam Al-Quran,

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا ۖ قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ ۚ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُم بِهِ إِيمَانُكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “Kami mendengar tetapi tidak mentaati”. Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).”[Al-Baqarah: 93]

 

Yang lebih penting lagi, bahwa hal ini termasuk dalam mengolok-olok agama atau menjadikan agama sebagai bahan candaan. Perbuatan ini mendapatkan ancaman keras dari Allah dalam Al-Quran.

Allah Ta’ala berfirman,

ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ۚ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya BERSENDA GURAU dan BERMAIN-MAIN saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu BEROLOK-OLOK?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman… [At Taubah : 65-66]

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa hukumnya sangat berat yaitu bisa keluar dari agama Islam. Beliau berkata,

‏ فإن الاستهزاء باللّه وآياته ورسوله كفر مخرج عن الدين لأن أصل الدين مبني على تعظيم اللّه، وتعظيم دينه ورسله

“Mengolok-olok dalam agama, ayat Al-Quran dan Rasul-Nya termasuk kekafiran yang bisa mengeluarkam dari Islam, karena agama ini dibangun di atas pengagungan kepada Allah, agama dan Rasul-Nya.” [Tafsir As-Sa’diy]

 

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43594-hukum-memplesetkan-kata-takbir-menjadi-tuak-bir-atau-take-beer.html

Larangan Menjadikan Agama Sebagai Bahan Candaan dan Lawakan

Terdapat peringatan dalam agama kita yang melarang seseorang membuat suatu lawakan atau candaan dengan menceritakan suatu hal yang isinya dusta atau berbohong, dalam rangka membuat manusia tertawa. Peringatannya cukup keras.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻭَﻳْﻞٌ ﻟِﻠَّﺬِﻯ ﻳُﺤَﺪِّﺙُ ﻓَﻴَﻜْﺬِﺏُ ﻟِﻴُﻀْﺤِﻚَ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡَ ﻭَﻳْﻞٌ ﻟَﻪُ ﻭَﻳْﻞٌ ﻟَﻪُ

“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia .”[1]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa dusta tidak diperbolehkan baik dalam hal serius maupun bercanda, Beliau menukilkan perkataan Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,

ﺇﻥ ﺍﻟﻜﺬﺏ ﻻ ﻳﺼﻠﺢ ﻓﻲ ﺟﺪ ﻭﻻ ﻫﺰﻝ

“Sesungguhnya berdusta tidak boleh baik dalam keadaan serius maupun bercanda”[2]

Beliau menjelaskan lagi bahwa hukumannya lebih berat jika sampai menimbulkan permusuhan dan persengketaan di antara manusia bahkan menimbulkan bahaya bagi agama. Beliau berkata,

ﻭﺃﻣﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻋﺪﻭﺍﻥ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﻠﻢ ﻭﺿﺮﺭ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ؛ ﻓﻬﻮ ﺃﺷﺪ ﺗﺤﺮﻳﻤﺎ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ . ﻭﺑﻜﻞ ﺣﺎﻝ : ﻓﻔﺎﻋﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺴﺘﺤﻖ ﻟﻠﻌﻘﻮﺑﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺮﺩﻋﻪ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ

“Apabila hal tersebut (dusta) menimbulkan permusuhan di antara kaum muslimin dan menimbulkan madharat bagi agama, maka ini lebih terlarang lagi. Pelakunya harus mendapatkan hukuman syar’i yang bisa membuatnya jera.”[3]

Ini menjadi peringatan bagi para komedian, aktivis stand-up comedy dan para pelawak agar hendaknya berhati-hati dan kita doakan kebaikan kepada mereka agar meninggalkan hal ini. Terlebih-lebih terlalu banyak tertawa bisa mematikan hati dan mengeraskan hati karena kebahagiaan sejati bukan dengan terlalu sering tertawa bahkan berlebihan sampai terbahak-bahak.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻻَ ﺗُﻜْﺜِﺮُ ﺍﻟﻀَّﺤَﻚَ ﻓَﺈِﻥَّ ﻛَﺜْﺮَﺓَ ﺍﻟﻀَّﺤَﻚِ ﺗُﻤِﻴْﺖُ ﺍﻟﻘَﻠْﺐَ

“Janganlah terlalu banyak tertawa karena banyak tertawa bisa mematikan hati.”[4]

Larangan menjadikan agama sebagai bahan candaan, lawakan dan olok-olok

Hal ini sangat keras peringatannya. Allah berfirman,

ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ۚ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya BERSENDA GURAU dan BERMAIN-MAIN saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu BEROLOK-OLOK?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman… [At Taubah : 65-66]

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa hukumnya sangat berat yaitu bisa keluar dari agama Islam. Beliau berkata,

‏ فإن الاستهزاء باللّه وآياته ورسوله كفر مخرج عن الدين لأن أصل الدين مبني على تعظيم اللّه، وتعظيم دينه ورسله

“Mengolok-olok dalam agama, ayat Al-Quran dan Rasul-Nya termasuk kekafiran yang bisa mengeluarkam dari Islam, karena agama ini dibangun di atas pengagungan kepada Allah, agama dan Rasul-Nya.”[5]

Karena memang agama ini adalah suatu yang mulia dan sangat tidak layak jika digunakan untuk jadi bahan candaan atau lawakan. Ingatkah kita ada aturan di bandara, “Bagi yang bercanda membawa bom di bandara, bisa terkena pasal hukuman pidana”. Jika urusan dunia seperti ini saja tidak boleh, tentu urusan agama lebih tidak boleh lagi.

Perlu diperhatikan juga bahwa menjadikan agama sebagai candaan atau mem-plesetkan istilah-istilah agama adalah kebiasaan orang Yahudi, sebagaimana Allah berfirman,

ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﻻَ ﺗَﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﺭَﺍﻋِﻨَﺎ ﻭَﻗُﻮﻟُﻮﺍ ﺍﻧﻈُﺮْﻧَﺎ ﻭَﺍﺳْﻤَﻌُﻮﺍ ﻭَﻟِﻠْﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﺃَﻟِﻴﻢٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa’ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih. [Al-Baqarah/2:104].

Raa’ina berarti “Sudilah engkau memperhatikan kami”. Yaitu kebiasaan para sahabat ketika berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yahudi mem-plesetkan menjadi “Ru’unah” yang artinya sangat dungu atau sangat tolol. Allah memerintahkan sahabat menggantinya dengan perkataan “undzurna” yang maknanya sama.

Semoga kita dijauhkan dari hal seperti ini.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/35776-larangan-menjadikan-agama-sebagai-bahan-candaan-dan-lawakan.html

Menjaga Anak dan Pemuda dari Paham Liberal dan Pluralisme

Orang Tua, Engkau Mempunyai Tugas yang Berat

Tugas terbesar dan terberat orang tua bukanlah menjadikan anaknya semata-mata memiliki banyak harta dan berkedudukan tinggi, tetapi tugas terbesar orang tua adalah menjadikan anak tersebut dekat dengan Allah dan memiliki akidah yang baik dan benar.

Jika ada anak-anak dan pemuda yang memiliki akidah tidak benar, seperti mengarah kepada pemikiran liberal atau pluralisme, sebaiknya jangan menyalahkan mereka secara total, apalagi di-bully habis-habisan. Mereka adalah anak-anak dan pemuda yang sedang mencari jati diri dan lebih banyak butuh bimbingan daripada celaan atau cacian.

Bisa jadi ini adalah kesalahan dan kelalaian kita bersama terhadap pendidikan akidah dasar pada anak-anak dan remaja. Sebagai orang tua bahkan kita sendiripun kadang lalai mempelajari dan mendakwahkan cara beragama yang benar kepada mereka. Jangan sampai buku-buku dan bacaan akidah tersimpan rapi di rumah tetapi sangat jarang bahkan tidak pernah disentuh.

Orang Tua, Jangan Hanya Fokus Pada Pendidikan Dunia Saja

Bisa jadi sebagian orang tua hanya fokus pada pendidikan dunia semata, sedangkan pendidikan agama benar-benar lalai. Bahkan demi mengejar pendidikan dunia tersebut, orang tua sampai mendatangkan guru les matematika atau fisika ke rumah, akan tetapi guru ngaji dan guru agama tidak diperhatikan sama sekali.

Orang Tua, Sadarilah Bahaya Pemikiran Liberal dan Pluralisme pada Anak

Paham liberal dan pluralisme secara sederhana adalah suatu pemikiran yang bebas dalam menafsirkan agama. Mereka beranggapan bahwa semua agama itu sama dan tidak ada kebenaran mutlak pada satu agama. Paham ini tidak hanya menimpa orang dewasa saja, tetapi saat ini mulai memasuki pikiran anak-anak. Padahal  sangat jelas, ajaran Islam menolak dan bertentangan dengan paham ini. dalil-dalilnya sudah sangat jelas dan mudah didapatkan  di dalam ajaran dasar-dasar Islam. Ini bukti bahwa kita benar-benar mulai lalai akan pendidikan akidah dan agama bagi anak-anak dan para pemuda.

Orang Tua, Lebih Awaslah Terhadap Perilaku Anak di Sosial Media

Terlebih di zaman modern sekarang ini, berkembangnya internet dan sosial media akan semakin memudahkan anak dalam  mendapatkan akses berbagai informasi. Orang tua benar-benar harus memperhatikan akidah anak-anak dan para pemuda. Inilah yang dicontohkan oleh nabi Ya’qub, beliau benar-benar memastikan akidah dan agama anak-anak beliau.

Allah berfirman mengenai kisah nabi Ya’qub,

ﺃَﻡْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺷُﻬَﺪَﺍﺀَ ﺇِﺫْ ﺣَﻀَﺮَ ﻳَﻌْﻘُﻮﺏَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﺒَﻨِﻴﻪِ ﻣَﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻱ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻧَﻌْﺒُﺪُ ﺇِﻟَٰﻬَﻚَ ﻭَﺇِﻟَٰﻪَ ﺁﺑَﺎﺋِﻚَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻭَﺇِﺳْﻤَﺎﻋِﻴﻞَ ﻭَﺇِﺳْﺤَﺎﻕَ ﺇِﻟَٰﻬًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﻟَﻪُ ﻣُﺴْﻠِﻤُﻮﻥَ

“Adakah kamu hadir ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ”Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab:”Kami akan menyembah Sesembahanmu dan Sesembahan nenek moyangmu; Ibrahim, Isma’il, dan Ishak, (yaitu) Sesembahan satu-satu-Nya yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya”. (Al-Baqarah/2:133)

Dalam Tafsir Al-Baghawi dijelaskan bahwa nabi Ya’qub benar-benar ingin memastikan anak dan cucunya memiliki akidah yang baik. Beliau mengumpulkan semua anak dan cucunya menjelang kematiannya untuk memastikan hal ini. Al-Baghawi berkata,

ﻓﺠﻤﻊ ﻭﻟﺪﻩ ﻭﻭﻟﺪ ﻭﻟﺪﻩ ، ﻭﻗﺎﻝ ﻟﻬﻢ ﻗﺪ ﺣﻀﺮ ﺃﺟﻠﻲ ﻓﻤﺎ ﺗﻌﺒﺪﻭﻥ ﻣﻦ ﺑﻌﺪﻱ

“Nabi Ya’qub pun mengumpulkan anak  dan cucunya, kemudian bertanya kepada mereka tatkala akan datang ajalnya, apa yang akan mereka sembah setelah kematiannya.” (Lihat Tafsir Al-Baghawi)

Orang Tua, Contohlah Orang-Orang Shalih Terdahulu Dalam Mendidik Anaknya

Demikian juga orang-orang shalih sebelum kita, semisal Luqman yang menasehati anak-anaknya agar menjaga akidah dan agama mereka, jangan sekali-kali menyekutukan Allah atau berbuat syirik. Luqman berkata kepada anak-anaknya

ﻭَﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟُﻘْﻤَﺎﻥُ ﻟِﺎﺑْﻨِﻪِ ﻭَﻫُﻮَ ﻳَﻌِﻈُﻪُ ﻳَﺎ ﺑُﻨَﻲَّ ﻟَﺎ ﺗُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ۖ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙَ ﻟَﻈُﻠْﻢٌ ﻋَﻈِﻴﻢٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13)

Orang Tua, Jangan Takut Menolak Paham Liberal dan Pluralisme

Untuk menolak dan membantah paham liberal dan plutalisme cukup mudah dan jelas, karena ada dalam pelajaran agama yang sangat mendasar. Jika sampai anak-anak dan pemuda kita tidak paham, berarti kita memang benar-benar lalai akan hal ini.

Misalnya untuk membantah paham mereka bahwa semua agama itu sama dan kebenaran pada satu agama itu tidaklah mutlak yang mereka kampanyekan dengan bertopeng toleransi, bijaksana dan merangkul/menyenangkan semua pihak. Sangat jelas bahwa dalam ajaran Islam, agama yang diridhai adalah Islam saja, sedangkan agama selain Islam tidak benar.

Yaitu firman Allah,

ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺒْﺘَﻎِ ﻏَﻴْﺮَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡِ ﺩِﻳﻨًﺎ ﻓَﻠَﻦْ ﻳُﻘْﺒَﻞَ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَﻫُﻮَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﺎﺳِﺮِﻳﻦَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)

Orang Tua, Tanamkan Sejak Dini Bahwa Hanya Islam Agama yang Benar

Hanya Islam agama yang benar, sehingga untuk menyenangkan dan merangkul agama lain bukan dengan membuat pernyataan semua agama sama baiknya dan sama-sama benar, akan tetapi dengan menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang adil dan indah, tidak memaksakan ajaran kepada orang lain serta larangan keras menzalimi agama lain tanpa uzur syariat. Oleh karena itu, sebagai bentuk kasih sayang kepada manusia, Islam mengajak agar manusia memeluk Islam.

Contohnya adalah perintah Allah agar adil meskipun kepada orang non-muslim sekalipun

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir  As-Sa’diy  rahimahullah menafsirkan,

لا ينهاكم الله عن البر والصلة، والمكافأة بالمعروف، والقسط للمشركين، من أقاربكم وغيرهم، حيث كانوا بحال لم ينتصبوا لقتالكم في الدين والإخراج من دياركم، فليس عليكم جناح أن تصلوهم، فإن صلتهم في هذه الحالة، لا محذور فيها ولا مفسدة

“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturahmi, membalas kebaikan, berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka, karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.” [Taisir Karimir Rahmah hal. 819, Dar Ibnu Hazm]

Demikian juga dasar-dasar Islam lainnya. Satu-satunya kebenaran adalah dari nabi Muhammad shallallahualaihiwasallam dan Al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya.

Nabi shallallahualaihiwasallam bersabda,

ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻧَﻔْﺲُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻻَ ﻳِﺴْﻤَﻊُ ﺑِﻲْ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦْ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻷُﻣَّﺔِ ﻳَﻬُﻮْﺩِﻱٌّ ﻭَﻻَ ﻧَﺼْﺮَﺍﻧِﻲٌّ ﺛُﻢَّ َﻳﻤُﻮْﺕُ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﺆْﻣِﻦْ ﺑِﺎﻟَّﺬِﻱْ ﺃُﺭْﺳِﻠْﺖُ ﺑِﻪِ ﺇِﻻَّ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ

“Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun dari umat manusia yang mendengarku; Yahudi maupun Nasrani, kemudian mati dan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia adalah penghuni neraka.” (HR Muslim)

Mari kita giatkan  kembali dakwah serta pelajaran akidah kepada anak-anak dan pemuda kita. Semoga Allah menjaga mereka dan kaum muslimin dari akidah dan pemahaman yang rusak seperti pemahaman liberal dan pluralisme.

Yogyakarta tercinta, dalam keheningan jaga malam

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30123-menjaga-anak-dan-pemuda-dari-paham-liberal-dan-plurarisme.html

Sumayyah binti Khayyath Syahidah Pertama Dalam Islam

Di masa awal Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat bukanlah hal mudah. Seseorang harus siap kehilangan dunianya. Kehilangan ayah atau ibu, saudara, kerabat, dan mata pencarian. Mereka tak hanya dikucilkan masyarakat, tapi mengalami juga penyiksaan. Jangankan mereka yang berstatus sosial rendah, bangsawan pun mengalami hal yang mengerikan. Abu Bakar ash-Shiddiq, seorang bangsawan pernah dipukuli sampai pingsan. Oleh karena itu, mereka yang memeluk Islam di zaman itu adalah orang pilihan. Mereka adalah orang yang siap bertaruh nyawa. Kalau mereka orang-orang lemah seperti kita, pastilah Rasulullah tak punya pembela dan teman setia.

Di antara mereka yang memeluk Islam di awal kedatangannya adalah Sumayyah binti Khayyath. Seorang wanita mulia yang memiliki keimanan yang kuat. Ia termasuk orang yang pertama-tama memeluk Islam. Bahkan orang ketujuh yang menyambut seruan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. status sosialnya yang rendah membuatnya mengalami penyiksaan yang parah. Sampai ia wafat gara-gara disiksa.

Siapakah Sumayyah?

Sumayyah binti Khayyath radhiallahu ‘anha adalah ibu dari Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhuma. Ia memeluk Islam di Mekah. Dan menjadi orang ketujuh yang menyambut seruan tauhid. Ia disiksa. Dipaksa agar kembali ke agama semua. Namun ia tak peduli dengan siksaan itu. Ia bersabar. Hingga Abu Jahal melemparkan tombak yang menembus perutnya.

Memeluk Islam

Beberapa saat sebelum diutusnya Muhammad bin Abdullah menjadi Nabi dan Rasul, Yasir bin Amir datang ke Mekah. Ia seorang laki-laki yang berasal dari Yaman. Kemudian ia dinikahkan oleh Abu Hudzaifah dengan budaknya yang bernama Sumayyah binti Khayyath. Saat Sumayyah melahirkan Ammar, Abu Hudzaifah membebaskannya.

Kemudian cahaya Islam mendatangi Mekah. Keluarga kecil Yasir ini segera menerimanya (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/101). Ada yang meriwayatkan bahwa Sumayyah adalah orang ketujuh yang memeluk Islam (Ibnu Mandah: al-Mustakhraj, 2/516).

Mujahid rahimahullah berkata, “Orang pertama yang menampakkan keislamannya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian Abu Bakar ash-Shiddiq, Bilal bin Rabah, Shuhaib, Khabbab bin al-Arat, Ammar bin Yasir, Sumayyah ibunya Ammar. Semoga Allah meridhai mereka semua (Ibnu Abdil Bar: al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ash-hab, 4/1864).

Derita di Jalan Islam

Derita di jalan Islam dialami oleh Sumayyah binti Khayyath radhiallahu ‘anha. Setelah ia memeluk Islam, ia disiksa. Ia dipaksa kembali kepada agama semula. Namun ia tetap bergeming. Padahal saat itu ia sudah tua dan lemah (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 8/207). Saat ia mengalami penyiksaan, Rasulullah menemui Sumayyah, suaminya, Yasir, dan anaknya, Ammar. Mereka sedang dijemur diteriknya matahari Mekah (Ibnu Ishaq: as-Siyar wa al-Maghazi, Hal: 192). Beliau bersabda,

صَبْرًا يَا آلَ يَاسِرٍ فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ

“Bersabarlah keluarga Yasir. Sungguh tempat kalian adalah surga.” (HR. Al-Hakim dalam Mustadraknya 5646).

Islam adalah solusi bahagia kehidupan dunia dan akhirat. Namun sebagian orang salah paham tentang solusi ini. Mereka sangka, solusi itu berarti semuanya enak dan cukup. Kalau ikut syariat tidak mengalami kesulitan. Kalau ikut syariat bisa menjadi kaya. Dan pemahaman yang berorientasi duniawi lainnya. Padahal bahagia itu adalah bahagi hati. Meskipun raga mengalami derita. Ibnu Taimiyah rahimahullah, seorang ulama yang dipenjara tujuh kali seumur hidupnya. Mengalami siksa dan derita sebagai seorang tahanan. Sampai tak sempat menikah. Dan wafat di dalam penjara. Beliau pernah mengatakan,

ما يصنع أعدائي بي أنا جنتي وبستاني في صدري أين رحت فهي معي لا تفارقني ، أنا حبسي خلوة ، وقتلي شهادة ، وإخراجي من بلدي سياحة .

“Apa yang bisa diperbuat musuh-musuhku padaku? Karena surgaku dan kebahagiaanku berada di hatiku. Kemanapun aku pergi ia tetap bersamaku. Tak terpisah dariku. Kalau mereka menahanku, maka aku berduaan menyepi bersamanya. Kalau mereka membunuhku, itulah syahadah (syahid). Kalau mereka mengasingkanku dari negeriku, itu adalah rekreasi.” (Muhammad bin Ahmad bin Salim as-Safarini: Ghidza-u al-Albab fi Syarhi Manzhumati al-Adab, Hal: 496).

Jadi, Islam itu sendiri adalah bahagia. Kalau seseorang memahami Islam dengan baik, bagaimanapun kondisinya ia akan mendapatkan kebahagiaan di hatinya. Semoga Allah memberi taufik kita pada yang demikian.

Wafat

Sumayyah binti Khayyath radhiallahu ‘anha wafat dalam keadaan tegar di atas Islam. Tidak ada ucapan yang keluar dari mulutnya merespon paksaan orang-orang musyrikin. Ia tak peduli. Biar pedih raganya disiksa. Mengalir darah dari tubuhnya yang tua. Sambaran terik matahari padang pasir Mekah membakarnya. Dipadu dengan caci maki kafir Quraisy. Keimanan tetap ia pertahankan. Jabir radhiallahu ‘anhu berkata,

يقتلوها فتأبى إلا الإسلام

“Mereka membunuhnya. Tapi ia tolak semuanya kecuali Islam.” (Ibnu Katsir: al-Bidayah wa an-Nihayah, 3/59).
Ia tetap teguh walaupun disiksa. Hingga lewat Abu Jahal yang sudah berputus asa memaksanya. Si Firaun ini hujamkan sangkur pada wanita tua itu. Sumayyah pun menjadi syahidah pertama di dalam Islam (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 8/207).

Saat Abu Jahal tewas di Perang Badar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Ammar radhiallahu ‘anhu,

قَتَلَ اللهُ قَاتِلَ أُمِّكَ

“Telah tewas pembunuh ibumu.” (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 8/207).

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6350-sumayyah-binti-khayyath-syahidah-pertama-dalam-islam.html

Empat Orang Abdullah Yang Istimewa

Orang Arab mengatakan,

لِكُلِّ مُسَمَّى مِنْ اِسْمِهِ نَصِيْبٌ

“Setiap orang akan mendapatkan pengaruh dari nama yang diberikan padanya.”

Nama itu penuh arti. Karena nama adalah identitas yang senantiasa menempel pada seseorang. Bahkan dari nama bisa diketahui latar belakang orang tua. Kalau namanya nama pemain sepak bola, berarti orang tuanya hobi sepak bola. Kalau namanya nama penyanyi, orang tuanya pengagum penyanyi itu. Kalau namanya nama tokoh pewayangan, bisa jadi orang tuanya pengagum budaya Jawa. Kalau si anak namanya nama islami, baik sangka kita orang tuanya seorang yang memiliki perhatian dengan agama.

Orang Arab juga mengatakan,

مِنْ اِسْمِكَ أَعْرِفُ أَبَاكَ

“Dari namamu, aku bisa mengetahui bagaimanakah ayahmu.”

Di zaman sekarang alternatif memilih nama banyak sekali. Namun ada nama-nama yang kata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah nama terbaik. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ

“Sesungguhnya nama kalian yang paling dicintai di sisi Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (HR. Muslim no. 2132).

Karena itu banyak sekali di kalangan para sahabat yang memberi nama anaknya dengan Abdullah. Imam an-Nawawi rahimahullah menyebutkan setidaknya ada 120 orang sahabat yang bernama Abdullah. Belum lagi nama Abdullah di generasi setelah sahabat. Semakin menambah padat komunitas nama Abdullah itu. Umat Islam berbangga dengan nama terbaik ini. Mereka berduyun menamai anak mereka dengan Abdullah. Dengan harapan, nama ini menjadi pendorong bagi si anak untuk menjadi pribadi yang baik pula.

Di antara sekian banyak nama Abdullah di tengah umat ini, ada empat orang Abdullah yang begitu menonjol. Mereka adalah anak dari tokoh sahabat. Dan mereka juga adalah tokoh di kalangan sahabat. Empat Abdullah itu adalah Abdullah bin Umar bin al-Khattab, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin az-Zubair, dan Abdullah bin Amr bin al-Ash. Merekalah yang dikenal dengan Abadilah (jamak dari Abdullah).

Abdullah bin Umar bin al-Khattab

Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu seorang imam dan panutan. Seorang sahabat putra dari seorang sahabat. Nasabnya adalah Abdullah bin Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/105-106). Ia adalah seorang Quraisy dari klan Bani Adi. Sehingga dinisbatkan di akhir namanya dengan gelaran al-Qurasyi al-Adawi (Ibnul Atsir: Asad al-Ghabah, 3/336).

Ibnu Umar lahir tahun ke-3 kenabian (Ibnu Hajar: al-Ishabah, 4/156). Ia seorang rawi hadits yang popular. Termasuk enam orang yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia seorang sahabat dan putra dari menteri Rasulullah, Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu (adz-Dzahabi: Tarikh al-Islam, 2/843). Kun-yahnya adalah Abu Abdurrahman. Ibunya bernama Zainab binti Mazh’un (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/106). Dan ia merupakan saudara kandung istri Rasulullah, Ummul Mukminin Hafshah binti Umar radhiallahu ‘anhuma.

Putra Umar ini memeluk Islam sebelum baligh. Ia masuk Islam bersama sang ayah di tengah panasnya kekufuran Kota Mekah (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/106). Kemudian, bersama sang ayah juga ia hijrah ke Madinah. Hebatnya, perjalanan sejauh 450-an Km itu ia tempuh saat usianya baru 10 tahun (Ibnu Asakir: Tarikh Dimasyq, 31/83).

Sejarawan sepakat kalau Ibnu Umar tak turut serta dalam Perang Badar. Karena Nabi memandangnya masih sangat kecil kala itu. Ia baru diizinkan berperang oleh Nabi dalam Perang Khandaq. Saat berusia 15 tahun. Setelah itu, ia senantiasa turut serta dalam perang yang dipimpin oleh Rasulullah. Demikian juga dalam Perang Mu’tah, Yarmuk, Penaklukkan Mesir dan Afrika (an-Nawawi, Tadzhib al-Asma wa al-Lughat, 1/279).

Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu dikenal sebagai sahabat yang sangat semangat dalam meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baik perkataan maupun perbuatan beliau. Sampai-sampai generasi setelah sahabat, kalau ingin meneladani Rasulullah, mereka akan memperhatikan gerak-gerik Abdullah bin Umar. Semangatnya ini terbukti dengan semangatnya juga mengambil hadits dari Nabi. Dialah yang meriwayatkan 2630 hadits dari Nabi (Ibnul Jauzi: Taqlih Fuhum Ahli al-Atsar, Hal: 263). Ibnu Umar adalah salah seorang sahabat yang paling paham tentang fikih haji. Dan memberi fatwa selama 60 tahun (Ibnu Hajar: Tadzhib at-Tadzhib, 5/330). Walaupun seorang mufti, ia bukanlah seorang yang bermudah-mudah dalam berfatwa.

Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu wafat di Mekah tahun 73 H (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/142). Saat itu usianya menginjak 84 tahun (al-Baghawi, Mu’jam ash-Shahabah, 3/479). Dan ia adalah sahabat terakhir yang wafat di Mekah (ad-Dinuri: al-Ma’rif, Hal: 186). Di usianya yang tua itu ia telah mengalami kebutaan sebelum wafatnya. Semoga Allah meridhai Abdullah bin Umar.

Abdullah bin al-Abbas

Abdullah bin Abbas juga seorang sahabat dan putra dari seorang sahabat. Nasabnya adalah Abdullah bin al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay. Seorang Bani Hasyim (ahlul bait). Putra dari paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini digelari ayah para khalifah (Shalah ash-Shufdi: Nukats al-Humyan fi Nukat al-Umyan, Hal: 160). Karena khalifah-khalifah Daulah Abbasiyah nasabnya kembali padanya. Karena ilmunya yang luas, ia juga dijuluki al-faqih dan imam at-tafsir, al-bahr (lautan ilmu) dan habrul ummah (tintanya umat ini) dan penerjemah Alquran (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 2/279). Keluasan ilmunya merupakan berkah dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya.

Ibunya adalah Ummu Fadhl, Lubabah binti al-Harits al-Hilali. Dan dia dilahirkan di Mekah, 3 tahun sebelum hijrah (Ibnu Hajar: al-Ishabah, 4/122). Artinya Abdullah bin Abbas lahir dan tumbuh besar di masa kenabian. Ia membersamai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 30 bulan (adz-Dzahabi: as-Siyar, 3/332). Namun kebersamaan singkat itu ia manfaatkan secara maksimal sehingga bisa meriwayatkan 1660 hadits dari Nabi (Ibnul Jauzi: Taqlih Fuhum Ahli al-Atsar, Hal: 263). Ada juga yang mengatakan 1696 hadits.

Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, usia Ibnu Abbas baru menginjak 13 tahun (Ibnu Hajar: al-Ishabah, 4/122). Sepeninggal Nabi, ia berada di pihak Ali bin Abu Thalib di Perang Jamal dan Shiffin (adz-Dzahabi: Tarikh al-Islam, 2/663).

Abdullah bin al-Abbas radhiallahu ‘anhuma wafat di Thaif tahun 68 H. Inilah pendapat paling masyhur di kalangan sejarawan. Saat wafat usianya 71 tahun (ath-Thabari: al-Muntakhab, Hal: 28). Muhammad al-Hanafiyah yang mengimami penyalatan jenazahnya. Ia berkata, “Pada hari ini telah wafat seorang Rabbani di tengah umat ini.” (al-Qurthubi: al-Isti’ab, 3/934).

Abdullah bin az-Zubair

Abdullah bin az-Zubair adalah seorang sahabat dan putra dari seorang sahabat. Nasabnya adalah Abdullah bin az-Zubair bin al-Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah al-Qurasyi al-Asadi (Ibnul Atsir: Asad al-Ghabah, 3/241). Kun-yahnya Abu Bakar. Ada juga yang mengatakan Abu Khubaib (an-Nawawi, Tadzhib al-Asma wa al-Lughat, 1/266).

Ayahnya seorang sahabat mulia az-Zubair bin al-Awwal. Salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin surga. Ibunya Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq. Dan bibinya Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha (an-Nawawi, Tadzhib al-Asma wa al-Lughat, 1/266). Ia adalah bayi pertama di dalam Islam yang dilahirkan setelah hijrah (Ibnu Asakir: Tarikh Dimasyq, 28/140).

Ibnu Zubair adalah seorang yang mendalam ilmunya. Seorang yang mulia, mujahid, dan ahli ibadah. Ia rutin berpuasa di siang hari. Dan shalat yang panjang di malam hari. Saat berusia tujuh atau delapan tahun, ayahnya membawa Abdullah menuju Rasulullah untuk berbaiat kepada beliau. Ia meriwayatkan hadits-hadits Nabi dari ayahnya, Umar bin al-Khattab, dan juga Utsman bin Affan (Ibnul Atsir: Asad al-Ghabah, 3/241). Jumlah haditnya sekitar 33 hadits.

Abdullah bin az-Zubair seorang penunggang kuda terbaik di zamannya. Kemampuannya ini sangat membantunya dalam berjihad. Di antara peperangan yang ia ikuti adalah Perang Yarmuk, penaklukkan Maroko, dan Perang Konstantinopel. Saat Perang Jamal, ia berada di pihak bibinya, Aisyah radhiallahu ‘anha (adz-Dzahabi: as-Siyar, 3/364).

Ia berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah di akhir hayat sang pemimpin Bani Umayyah itu. Sekitar tahun 64 H atau 65 H. Ia sempat menjadi penguasa Hijaz, Yaman, Mesir, Irak, Khurasan, dan sebagian wilayah Syam (an-Nawawi, Tadzhib al-Asma wa al-Lughat, 1/267). Kekuasaannya berlangsung selama sembilan tahun. Sampai ia terbunuh di tangan al-Hajjaj bin Yusuf di masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan tahun 73 H (an-Nawawi, Tadzhib al-Asma wa al-Lughat, 1/267). Saat itu usianya menginjak 72 tahun (Ibnu Khalkan: Wafiyat al-A’yan, 3/74).

Abdullah bin Amr bin al-Ash

Abdullah bin Amr merupakan seorang imam luas ilmunya dan ahli ibadah yang luar biasa (adz-Dzahabi: as-Siyar, 3/80). Nasabnya adalah Abdullah bin Amr bin al-Ash bin Wa-il bin Hasyim bin Said bin Sahm (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/197). Ia seorang Quraisy dari klan Bani Sahm. Kun-yahnya Abu Muhammad. Ada pula yang mengatakan Abu Abdurrahman (adz-Dzahabi: Tarikh al-Islam, 2/666). Ibunya bernama Rithah binti Munabbih bin al-Hajjaj. Ada yang mengatakan, awalnya ia bernama al-Ash. Kemudian Rasulullah menamainya dengan Abdullah (Ibnu Asakir: Tarikh Dimasyq, 31/238). Usianya dengan ayahnya hanya terpaut 12 tahun. Bahkan ada yang mengatakan 11 tahun. Namun ada juga yang mengatakan terpaut 20 tahun. Dan ia memeluk Islam sebelum ayahnya.

Abdullah bin Amr bin al-Ash merupakan salah seorang ulama di kalangan para sahabat (adz-Dzahabi: Tarikh al-Islam, 2/666). Ibadahnya terkenal luar biasa dan ilmunya sangat luas. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata tentang dirinya, “Tak ada seorang pun yang lebih banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibanding diriku kecuali Abdullah bin Amr. Karena ia mencatat. Sedangkan aku tidak (Ibnu Hajar: Tahdzib at-Tahdzib, 5/337). Sejak zaman jahiliyah Abdullah bin Amr telah memiliki kemampuan menulis. Di masa Islam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkannya untuk mencatat hadits. Namun ia sedikit menyampaikan karena sangat sibuk beribadah.

Selain pakar dalam ilmu agama, Abdullah bin Amr juga turut serta dalam jihad dan peperangan. Di Perang Yarmuk ia berperan sebagai salah seorang pembawa panji perang. Di Perang Shiffin ia berada di pihak Muawiyah radhiallahu ‘anhu. Dan Muawiyah pernah mempercayakan jabatan Gubernur Kufah kepadanya.

Tentang wafatnya, sejarawan berbeda pendapat. Ada yang mengatakan ia wafat pada tahun 63 H. Pendapat lain menyebutkan tahun 65, 67, 68, bahkan 73 H. Karena tahun wafatnya diperselisihkan, otomatis usianya juga diperselisihkan. Ada yang menyebut 72 tahun. Ada pula yang berpendapat 92 tahun. Sampai tempat wafatnya pun sejarawan berbeda pendapat. Ada yang mengatakan beliau wafat di Mekah. Ada pula yang menyebut Thaif, Mesir, dan Syam (Ibnu Asakir: Tarikh Dimasyq, 31/244-245).

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

 

Read more https://kisahmuslim.com/6353-empat-orang-abdullah-yang-istimewa.html

Dunia itu Berputar

KALIMAT “dunia itu berputar” sering sekali kita dengar sebagai ungkapan untuk menggambarkan perubahan nasib atau jalan hidup seseorang. Mungkin saja, ungkapan ini juga berangkat dari QS Ali Imron ayat 140: “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).”

Hari ini kita bisa belajar banyak dari keluarga super sederhana di lereng sebuah bukit yang jauh dari kota. Ada gubuk kecil yang ditempati sepasang suami istri yang lebaran kali ini mendadak ramai dan menjadi perbincangan banyak orang. Tenang, jangan terlalu cepat menganggap biasa karena memang musim mudik. Ada yang tidak biasa dan layak menjadi perenungan.

Yang tidak biasa adalah kedatangan tiga orang anaknya yang sukses dengan segala keserhanaannya. Anak pertamanya tinggal di Inggris telah menyelesaikan S3-nya di universitas ternama. Anak keduanya tengah menyelesaikan S2-nya di universitas ternama Amerika. Anak ketiganya seorang hafidz yang sedang kuliah di Mesir. Luar biasa, bukan? Tiga-tiganya datang dengan cerita yang berbeda tapi kesimpulannya sama: “Semua ini adalah karunia Allah yang diberikan kepada kami melalui keringat dan air mata Bapak dan Ibu kami.”

Bapaknya adalah seorang petani yang tak pernah ke mana-mana. Paling jauhnya tempat berkunjung adalah ke kota kabupaten yang berjarak sekitar 10 km dari rumahnya. Baru bulan yang akan datang, tepatnya bulan Juli, Bapak dan Ibunya akan pergi jauh berhaji ke tanah suci berkah pertanian garapan mereka. Apa yang dilakukan kedua orang tua ini kok bisa memiliki anak-anak yang sukses? Itu yang saya tanyakan kepada mereka.

Jawaban mereka adalah pelajaran bagi kita semua: Pertama, bagi kami, kebahagian adalah jika anak-anak kami istiqamah shalat dan mengaji. Kami minta anak kami merutinkan itu sembari berdoa untuk kesuksesan hidup mereka; kedua, satu-satunya yang menenangkan kami yang tak punya modal harta adalah karena kami memiliki Allah Yang Makakuasa, maka kepadaNyalah kami sandarkan segala harapan; ketiga, karena memang tidak punya apa-apa maka kami mengajari anak kami agar tidak pernah merasa memiliki apa-apa karena memang semuanya adalah milik Allah. Maka kami minta anak kami agar tak sombong walau kini sudah sukses dan kuliah di luar negeri semua.

Saya kagum kepada kedua orang tua yang hebat ini. Rumahnya masih tetap rumah kuno, khas rumah Madura jaman lampau. Langgar kecil masih tetap berdiri di ujung halaman, khas tradisi rumah berhalaman panjang di Madura. Ketiga anak mereka masih tetap berbahasa daerah dengan kami walau sangat lancar bahasa Arab, Inggris dan Perancisnya.

“Bahasa Madura lebih mewakili jiwa kami,” kata mereka sambil menunduk dan tersenyum malu-malu. Salut pada kalian dan orang tua kalian Nak. Kapan-kapan datanglah ke pondok kami untuk bercerita segala ilmu yang diperoleh dalam pelancongan di luar negeri. Salam, AIM, orang tua yang ingin sukses menjadi orang tua. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi