Salah Kaprah Mengenai Wali dan Karomah

Tidak sedikit kaum muslimin yang salah paham mengenai definisi wali dan karomah

Salah Paham Tentang Wali

Banyak orang yang salah memahami mengenai wali. Mereka mengira wali Allah adalah orang-orang yang bisa melakukan perkara-perkara yang ajaib-ajaib. Dari kesalah-pahaman inilah timbul berbagai macam penyimpangan dan kesesatan. Karena orang-orang yang bisa melakukan perkara yang ajaib-ajaib kemudian dikultuskan bahwan disembah.

Wali Terbebas dari Beban Syariat?

Orang-orang awam juga berkeyakinan bahwa wali itu adalah orang yang sudah tidak lagi menjalankan syariat agama, karena sudah mencapai level teratas dalam agama. Jadi mereka orang yang dianggap wali, sudah tidak wajib lagi shalat, tidak wajib puasa, tidak wajib menutup aurat, boleh minum khamr, zina, mencuri, dll. Keyakinan ini jelas batilnya.

Syaikh Muhammad at Tamimi dalam risalah beliau “al Ushul as Sittah” membahas masalah ini, beliau mengatakan:

“Landasan yang kelima: Penjelasan Allah Subhaanahu tentang wali-wali Allah dan perbedaan antara wali Allah dengan pihak-pihak yang menyerupai mereka (wali setan) dari kalangan musuh-musuh Allah kaum munafikin dan kaum fajir (yang banyak berbuat dosa). Cukuplah dalam hal ini ayat dalam surat Ali Imron yaitu firman Allah:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ

Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian…(Q.S Ali Imran ayat 31)

Dan ayat dalam surat al-Maidah yaitu firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ

“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa yang murtad (keluar dari Islam) di antara kalian, Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah…” (Q.S al-Maidah ayat 54)

Dan (dua) ayat dalam Surat Yunus:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ  الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

“Ingatlah, sesungguhnya para Wali Allah itu tidak ada perasaan takut pada mereka dan merekapun tidak bersedih. Mereka adalah orang yang beriman dan bertaqwa.” (Q.S Yunus ayat 62-63)

Kemudian Allah ta’ala menakdirkan ternyata kebanyakan orang yang mengaku berilmu dan mengaku kalau dia adalah da’i kepada Allah dan penjaga syariat bahwa para wali haruslah orang yang meninggalkan ittiba’ (meneladani Rasul) dan yang mengikuti Rasul bukanlah mereka (wali Allah), Wali Allah haruslah meninggalkan jihad, barangsiapa yang berjihad bukanlah wali Allah. Wali Allah haruslah meninggalkan iman dan taqwa, barangsiapa yang berpegang teguh dengan iman dan taqwa bukanlah Wali Allah. Wahai Tuhan kami, kami memohon kepadaMu pemaafan dan ‘afiyat (kesehatan dan keselamatan), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa”

[selesai nukilan]

Manusia Paling Mulia Tidak Pernah Meninggalkan Syariat

Padahal manusia yang paling bertaqwa kepada Allah ta’ala, wali yang paling wali, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, tidak pernah meninggalkan syariat bahkan sampai akhir hidupnya. Dari Aisyah radhiallahu ta’ala ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika beliau sakit menjelang wafatnya beliau bersabda:

أَصَلَّى النَّاسُ؟ فَقَالُوْا: لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ

“Apakah orang-orang telah melaksanakan shalat?”. Para Sahabat menjawab, “Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu engkau (untuk menjadi imam)”. Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Taruhkanlah air untukku pada al-mikhdhab (tempat air)” (HR. Bukhari no.687, Muslim no. 418).

Demikian juga para sahabat Nabi, yang mereka jelas para wali Allah yang mulia, mereka tidak ada yang meninggalkan syariat sampai akhir hayatnya. Lihat bagaimana Umar bin Khathab radhiallahu’anhu ketika sakaratul maut akibat ditusuk oleh Abu Lu’luah, beliau tetap melaksanakan shalat. Dari Musawwar bin Makhramah radhiallahu’anhu:

أنَّه دخَلَ مع ابنِ عبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهما على عُمرَ رَضِيَ اللهُ عَنْه حين طُعِن، فقال ابنُ عبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهما: (يا أميرَ المؤمنين، الصَّلاةَ! فقال: أجَلْ! إنَّه لا حَظَّ في الإسلامِ لِمَنْ أضاعَ الصَّلاةَ)

“Ia masuk ke rumah Umar bin Khathab bersama Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma ketika Umar (pagi harinya) ditusuk (oleh Abu Lu’luah). Maka Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkata: Wahai Amirul Mukminin, ayo shalat! Umar pun menjawab: betul, tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang menyia-nyiakan shalat” (HR. Malik dalam Al Muwatha, 1/39, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil, 1/225).

Maka jelaslah kebatilan keyakinan bahwa wali itu adalah orang yang boleh meninggalkan syariat.

Wali Allah adalah Setiap Orang yang Bertaqwa

Allah ta’ala sudah mendefinisikan wali dalam Al Qur’an. Allah ta’ala berfirman:

مَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلَّا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“dan mereka (kaum Musyrikin) bukanlah wali-wali Allah? Wali-wali Allah hanyalah orang-orang yang bertaqwa. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (QS. Al Anfal: 34).

At Thabari rahimahullah (wafat 310 H) menuturkan:

يعني: الذين يتقون الله بأداء فرائضه, واجتناب معاصيه

“Wali Allah adalah yang bertaqwa kepada Allah, menjalankan semua kewajiban-Nya, dan meninggalkan semua larangan-Nya” (Tafsir Ath Thabari).

As Sa’di rahimahullah menjelaskan:

وهم الذين آمنوا باللّه ورسوله، وأفردوا اللّه بالتوحيد والعبادة، وأخلصوا له الدين‏

“Wali Allah adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka mentauhidkan Allah dalam ibadah dan mengikhlaskan amalan hanya kepada Allah” (Taisir Karimirrahman).

Maka tidak benar bahwa wali Allah itu adalah orang yang punya khawariqul ‘adah (keajaiban-keajaiban). Bahkan semua orang yang beriman dan bertaqwa adalah wali Allah. Semakin tinggi ketaqwaannya dan pengamalannya terhadap syariat agama, semakin tinggi pula kewaliannya.

Para Ulama Sunnah, Mereka Jelas Wali Allah

Jika anda memahami bahwa semua orang yang beriman dan bertaqwa adalah wali Allah. Dan tingkat kewalian itu sebanding dengan ketaqwaan. Maka para ulama ahlussunah, mereka lah yang paling pantas disebut wali. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحربِ

“Sesungguhnya Allah berfirman: barangsiapa yang menentang wali-Ku, ia telah menyatakan perang terhadap-Ku” (HR. Bukhari no. 6502).

Oleh karena itu Imam Asy Syafi’i rahimahullah (wafat 204 H) mengatakan:

إن لم يكن الفقهاء العاملون أولياء الله فليس لله ولي

“Jika para fuqaha (ulama) yang mengamalkan ilmu mereka tidak disebut wali Allah, maka Allah tidak punya wali” (diriwayatkan Al Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’i, dinukil dari Al Mu’lim hal. 21).

Maka para ulama, orang-orang yang mengajarkan agama yang benar, dan juga orang-orang yang belajar agama dan mengamalkannya, merekalah wali-wali Allah yang paling nyata.

Perbedaan Karomah dengan Sihir dan Perdukunan

Syaikh Shalih al Fauzan menjelaskan tentang karomah, “Diantara akidah ahlussunah wal Jama’ah adalah membenarkan adanya karomah wali. Karomah wali adalah perkara khawariqul ‘adah (yang di luar kebiasaan manusia) yang Allah jadikan pada diri sebagian wali-Nya, sebagai pemuliaan bagi mereka. Ini ditetapkan dalam al Qur’an dan as Sunnah. 

Orang-orang Mu’tazilah dan Jahmiyah mengingkari adanya karomah. Mereka mengingkari perkara yang sudah menjadi suatu realita. 

Namun perlu kita ketahui bersama, bahwa di zaman sekarang, banyak orang yang terjerumus dalam kesesatan dalam masalah karomah wali. Mereka ghuluw dalam masalah ini sampai-sampai menganggap sya’wadzah (perdukunan), sihir setan dan dajjal sebagai karomah wali. 

Padahal perbedaannya jelas antara karomah wali dan perdukunan. Karomah dijadikan oleh Allah untuk terjadi pada diri orang yang shalih. Sedangkan sya’wadzah (perdukunan) dilakukan oleh tukang sihir dan orang sesat yang ingin menyesatkan manusia dan meraup harta mereka. Kemudian karomah itu terjadi karena sebab ketaatan dan sya’wadzah terjadi karena kekufuran dan maksiat” (Min Ushuli Aqidah Ahlissunnah, 37-38).

As Sa’di rahimahullah juga menjelaskan:

وشرط كونها كرامة أن يكون من جرت على يده هذه الكرامة مستقيمًا على الإيمان ومتابعة الشريعة ، فإن كان خلاف ذلك فالجاري على يده من الخوارق يكون من الأحوال الشيطانية

“syarat dikatakan karomah adalah ia terjadi pada orang yang lurus imannya dan mengikuti syariat. Jika tidak demikian maka keajaiban yang terjadi padanya adalah dari setan” (Tanbihat Al Lathifah, 107).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan:

والكرامة موجودة من قبل الرسول ومن بعد الرسول إلى يوم القيامة ، تكون على يد ولي صالح ، إذا عرفنا أن هذا الرجل الذي جاءت هذه الكرامة على يده هو رجل مستقيم قائم بحق الله وحق العباد عرفنا أنها كرامة . 

وينظر في الرجل فإذا جاءت هذه الكرامة من كاهن – يعني : من رجل غير مستقيم – عرفنا أنها من الشياطين ، والشياطين تعين بني آدم لأغراضها أحياناً

“Karomah sudah ada sebelum diutusnya Rasulullah dan tetap ada sepeninggal beliau hingga hari kiamat. Karomah terjadi pada seorang wali yang shalih. Jika orang yang terjadi karomah pada dirinya kita ketahui ia adalah orang yang lurus agamanya, menjalankan hak-hak Allah, dan menjalankan hak-hak hamba, maka kita ketahui itu adalah karomah.

Dan kita lihat seksama pada orang tersebut, jika karomah tersebut terjadi pada seorang dukun, yaitu orang yang tidak lurus agamanya, maka kita ketahui ia adalah dari setan. Setan terkadang membantu manusia untuk melancarkan tujuan-tujuan setan” (Liqa Baabil Maftuh, 8/8).

Karomah yang Paling Sakti

Orang sering mengidentikkan karomah wali dengan kesaktian-kesaktian dan berbagai keajaiban. Namun tahukah anda apa karomah wali yang paling “sakti” menurut para ulama?

Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah (wafat 792 H) mengatakan:

في الحقيقة إنما الكرامة لزوم الاستقامة ، وأن الله تعالى لم يكرم عبدا بكرامة أعظم من موافقته فيما يحبه ويرضاه وهو طاعته وطاعة رسوله

“Karomah yang sebenar-benarnya adalah seseorang tetap bisa istiqomah. Allah Ta’ala tidak memuliakan seorang hamba dengan suatu karomah yang paling besar kecuali dengan memberinya taufiq untuk tetap melaksanakan apa-apa yang Allah cintai dan ridhai, yaitu taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya” (Syarah Aqidah Thahawiyah, 2/ 748).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:

وانما غاية الكرامة لزوم الاستقامة، فلم يكرم الله عبدا بمثل أن يعينه على ما يحبه ويرضاه، ويزيده مما يقربه اليه ويرفع به درجته

“Sesungguhnya karomah yang paling ‘sakti’ adalah seseorang tetap bisa istiqomah. Allah tidak memuliakan seorang hamba dengan kemuliaan yang lebih besar ketimbang ia diberi pertolongan untuk tetap bisa melakukan apa-apa yang Allah cintai dan ridhai, dan menambah apa-apa yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah dan mengangkat derajatnya di hadapan Allah” (Al Furqan baina Auliya-ir Rahman wa Auliya-isy Syaithan, 1/187).

Maka karomah yang paling sakti bukanlah hal-hal ajaib seperti bisa terbang, bisa jalan di atas air, bisa mengubah daun jadi uang, dan semisalnya. Karomah paling sakti adalah seseorang menghabiskan hari-harinya dalam keadaan bisa istiqamah di atas ketaatan dan tidak bermaksiat. Sungguh ini sangat sulit kita dapati pada diri-diri kita, dan andai ada orang yang bisa demikian, dialah wali Allah yang sejati.

Semoga Allah ta’ala menjadikan kita semua sebagai wali-wali-Nya.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53415-salah-kaprah-mengenai-wali-dan-karomah.html

Doa Memohon Perlindungan dari Serangan Ular

Rasulullah SAW mengajarkan doa memohon perlindungan dari serangan ular.

Rasulullah SAW pernah mengajarkan tentang doa memohon perlindungan kepada Allah SWT dari serangan ular berbisa dan juga hewan pemangsa. Doa ini dapat ditemukan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud.

Begini redaksi doanya

يَا أَرْضُ رَبِّي وَرَبُّكِ اللَّهُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّكِ وَشَرِّ مَا فِيكِ وَشَرِّ مَا خُلِقَ فِيكِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَدِبُّ عَلَيْكِ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ أَسَدٍ وَأَسْوَدَ وَمِنْ الْحَيَّةِ وَالْعَقْرَبِ وَمِنْ سَاكِنِ الْبَلَدِ وَمِنْ وَالِدٍ وَمَا وَلَدَ

Artinya: Wahai bumi, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah, aku berlindung kepada Allah dari keburukanmu dan keburukan yang ada padamu, dan keburukan apa yang diciptakan padamu, dari keburukan apa yang merayap di atasmu. Dan aku berlindung kepada Allah dari singa dan sesuatu yang hitam, dari ular dan kalajengking, dan dari penghuni negeri serta dari orang yang melahirkan serta apa yang ia lahirkan.

Doa ini terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dengan jalur dari Amru bin ‘Utsman hingga As Zubair bin Al Walid dan Abdullah bin Amru. Doa serupa juga dapat ditemukan dalam hadits riwayat Ahmad.

Selain doa itu, Rasulullah juga mengajarkan sebuah perkataan ketika mendapati seekor ular, yaitu

إِنَّا نَسْأَلُكِ بِعَهْدِ نُوحٍ وَبِعَهْدِ سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ أَنْ لَا تُؤْذِيَنَا

Artinya: Sesungguhnya kami meminta kepadamu dengan perjanjian Nuh dan Sulaiman bin Daud agar engkau tidak menyakiti kami

Ini terdapat dalam hadits Tirmidzi melalui jalur Hanad bin As sariy hingga Abu Laila. Abu Isa mengatakan hadits tersebut derajatnya hasan gharib. Hadist dengan redaksi serupa juga dapat ditemukan dalam hadits riwayat Abu Daud dari jalur Said bin Sulaiman hingga Abu Laila.

KHAZANAH REPUBLIKA


Wahai Suami, Istri Itu Penuh dengan Misteri (Bag. 1)

Berusaha Memahami Keinginan Istri

Di antara faktor penting kelanggengan rumah tangga adalah seorang suami yang mampu membaca keinginan dan maksud tersembunyi yang ditunjukkan oleh sang istri. Bisa jadi sang istri menginginkan A, namun kalimat yang terucap adalah B. Di waktu lain, dia sangat menginginkan B, namun yang diucapkan adalah kalimat C. 

Seorang suami yang polos, yang belum mampu memahami seluk beluk wanita, tentu tidak berpikir panjang. Dan hanya menuruti apa yang tersurat diucapkan atau sikap yang ditunjukkan sang istri. Padahal, bukan itu yang dia inginkan. Di sinilah akhirnya timbullah masalah karena sang suami yang belum mampu membaca keinginan tersembunyi dari sang istri. 

Kita pun menjumpai hal semacam ini dari kisah rumah tangga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama istri-istrinya. 

Kisah ibunda ‘Aisyah terkait dengan posisi Abu Bakar sebagai imam shalat

Diceritakan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي مَرَضِهِ: «مُرُوا أَبَا بَكْرٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ» قَالَتْ عَائِشَةُ: قُلْتُ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ إِذَا قَامَ فِي مَقَامِكَ لَمْ يُسْمِعِ النَّاسَ مِنَ البُكَاءِ، فَمُرْ عُمَرَ فَلْيُصَلِّ لِلنَّاسِ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ لِحَفْصَةَ: قُولِي لَهُ: إِنَّ أَبَا بَكْرٍ إِذَا قَامَ فِي مَقَامِكَ لَمْ يُسْمِعِ النَّاسَ مِنَ البُكَاءِ، فَمُرْ عُمَرَ فَلْيُصَلِّ لِلنَّاسِ، فَفَعَلَتْ حَفْصَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَهْ إِنَّكُنَّ لَأَنْتُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ، مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ لِلنَّاسِ» فَقَالَتْ حَفْصَةُ لِعَائِشَةَ: مَا كُنْتُ لِأُصِيبَ مِنْكِ خَيْرًا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata saat sakit menjelang wafatnya, “Suruhlah Abu Bakar untuk memimpin shalat orang-orang.” ‘Aisyah berkata, “Aku lalu berkata, “Jika Abu Bakar menggantikan posisi Engkau, maka suaranya tidak akan bisa didengar oleh orang-orang karena dia mudah menangis (ketika membaca Al-Qur’an, pent.). Sebaiknya, suruhah Umar untuk memimpin shalat orang-orang.”

‘Aisyah berkata, “Aku lalu sampaikan kepada Hafshah, “Katakanlah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika Abu Bakar menggantikan posisi Engkau, maka suaranya tidak akan bisa didengar oleh orang-orang karena dia mudah menangis. Maka perintahkanlah ‘Umar untuk memimpin shalat orang-orang.”” Maka Hafshah pun melaksanakannya. 

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa asallam bersabda, “Celakalah kalian! Sungguh kalian ini seperti isteri-isterinya Yusuf. Suruhlah Abu Bakar untuk memimpin shalat orang-orang.” 

Hafshah kemudian berkata kepada ‘Aisyah, “Sungguh aku tidak mendapatkan kebaikan darimu.” (HR. Bukhari no. 679)

Dalam hadits di atas, ibunda ‘Aisyah mengatakan suatu kalimat yang seolah-olah beliau menyarankan agar ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu saja yang menggantikan posisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai imam ketika beliau sakit, bukan Abu Bakar sebagaimana yang dikehendaki oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah kalimat yang diucapkan ‘Aisyah. Akan tetapi, ada maksud tersembunyi dari perkataan ini. Maksud tersembunyi tersebut ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ceritakan sendiri di hadits yang lain,

لَقَدْ رَاجَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ذَلِكَ، وَمَا حَمَلَنِي عَلَى كَثْرَةِ مُرَاجَعَتِهِ إِلَّا أَنَّهُ لَمْ يَقَعْ فِي قَلْبِي: أَنْ يُحِبَّ النَّاسُ بَعْدَهُ رَجُلًا، قَامَ مَقَامَهُ أَبَدًا، وَلاَ كُنْتُ أُرَى أَنَّهُ لَنْ يَقُومَ أَحَدٌ مَقَامَهُ إِلَّا تَشَاءَمَ النَّاسُ بِهِ، فَأَرَدْتُ أَنْ يَعْدِلَ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ

“Aku selalu membantah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada yang mendorongku untuk selalu membantah beliau, kecuali karena aku cemas orang-orang belum menyukai seseorang (yaitu Abu Bakr, pen.) yang menggantikan kedudukan beliau sepeninggal beliau nanti. Aku khawatir tidak ada orang yang menggantikan beliau, kecuali orang-orang hanya akan merasa pesimis terhadapnya. Karena itulah, aku ingin agar Rasulullah segera memalingkan tugas itu dari Abu Bakr.” (HR. Bukhari no. 4445 dan Muslim no. 418)

Artinya, sebetulnya yang diinginkan oleh ‘Aisyah adalah agar orang-orang tau secara yakin bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam betul-betul menginginkan sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai imam shalat, bukan orang lain. 

Oleh karena itu, ‘Aisyah seolah-olah menyarankan agar ‘Umar saja yang menjadi imam. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar menginginkan Abu Bakar, tentu Nabi akan menolak dengan keras saran ‘Aisyah tersebut, dan itulah sebetulnya yang diinginkan oleh ‘Aisyah. Yaitu agar manusia melihat bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar menginginkan Abu Bakar sebagai imam, bukan ‘Umar, bukan pula sahabat yang lainnya. Hal ini supaya manusia ridha Abu Bakar sebagai imam, karena hal itu adalah isyarat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam siapakah yang akan beliau kehendaki sebagai khalifah sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53406-wahai-suami-istri-itu-penuh-dengan-misteri-bag-1.html

Kelahiran Nabi Muhammad hingga Menikah dengan Khadijah

Meskipun Kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sudah dibahas pada artikel sebelumnya, kita bahas sekilas di artikel Sirah Nabawiyah ini. Membahas masa kecil Nabi hingga pra kenabian, termasuk saat Rasulullah menikah dengan Khadijah. Semoga semakin menambah kecintaan kita kepada beliau.

Kelahiran Nabi Muhammad

Rasulullah Muhammad lahir pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah. Bertepatan 20 April 571 M. Ayahnya adalah Abdullah dan ibunya adalah Aminah.

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ

Rasulullah ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau bersabda: “Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim)

Beliau memiliki nasab yang mulia. Ayah dan kakek-kakek beliau adalah orang-orang terpandang. Bahkan para pemimpin Makkah.

إِنَّ اللهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ

Sesungguhnya Allah memilih Kinanah di antara keturunan Ismail, dan memilih Quraisy di antara keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim di antara suku Quraisy. Dan Allah memilihku di antara Bani Hasyim. (HR. Muslim dan Ahmad)

Saat Rasulullah lahir, ada cahaya yang menyertainya. Sebagaimana ibunda Rasulullah, Aminah mengatakan, “Saat Muhammad lahir, ada cahaya yang keluar dari jalan lahirnya, menyinari istana-istana di Syam.”

Dalam riwayat Al Baihaqi, saat Rasulullah lahir, terjadi sejumlah peristiwa:

1. Runtuhnya 14 balkon istana Kisra
2. Padamnya api yang biasa disembah majusi
3. Runtuhnya gereja di Buhairah setelah ambles ke tanah

Ketika dikabari bahwa cucunya lahir, Abdul Muthalib sangat gembira. Ia kemudian membawa cucunya ke Ka’bah dan memberi nama Muhammad. Nama yang belum familiar di kalangan orang Arab karena belum ada yang memakainya.

Pada hari ketujuh, Rasulullah dikhitan oleh kakeknya. Inilah pendapat yang dikuatkan Ibnu Qayyim Al Jauziyah. Sedangkan pendapat yang menyebutkan Rasulullah lahir dalam kondisi dikhitan tidak memiliki dalil yang kuat.

Selain disusui oleh ibunya sendiri, Rasulullah disusui oleh dua ibu susuan. Pertama, Tsuwaibah, budak Abu Lahab. Tsuwaibah juga menyusui Masruh, Hamzah dan Abu Salamah bin Abdul Asad Al Makhzumi. Sehingga mereka semua menjadi saudara sepersusuan Rasulullah.

Nabi Muhammad di Bani Sa’d

Wanita ketiga yang menyusui Rasulullah adalah Halimah binti Abu Dzu’aib. Darinya Rasulullah memiliki saudara sepersusuan: Abdullah bin Al Harits, Unaisah binti Al Harits, Hadzafah binti Al Harits, Abu Sufyan Al Harits bin Abdul Muthalib, dan Hamzah.

Halimah dan suaminya Al Harits bin Abdul Uzza datang ke Makkah dengan menaiki keledai betina putih. Mereka juga membawa unta tua yang tak bisa diambil air susunya, untuk mengangkut barang. Sepanjang malam ia tak bisa tidur karena bayinya kelaparan. Air susunya juga tidak lancar.

Semua menolak membawa Rasulullah karena yatim. Tapi Halimah tak punya pilihan. Semua temannya sudah dapat bayi. Akhirnya dibawalah Nabi Muhammad.

Keberkahan langsung terasa. Menggendong Nabi Muhammad bayi tidak terasa terbebani. Saat menyusuinya, ASI Halimah langsung lancar. Bayinya juga kenyang hingga tidur pulas. Keledainya menjadi kuat dan cepat hingga teman-temannya heran. Untanya mengeluarkan susu hingga dia dan suami kenyang meminumnya.

Setiba di Bani Sa’ad, tanah keluarga Halimah menjadi subur. Domba-dombanya pulang dengan kenyang dan air susunya penuh. Sampai-sampai warga Bani Sa’ad mengatakan, “Tirulah Halimah dengan melepaskan domba agar mencari rumput sendiri.” Namun domba mereka pulang dalam kondisi lapar, tidak seperti domba Halimah.

Dua tahun menyusui Muhammad, keluarga Halimah dipenuhi keberkahan. Saat waktunya mengembalikan ke pangkuan ibu, Halimah minta diperpanjang.

Nabi Muhammad di Bani Sa’ad sampai 4 atau 5 tahun. Hingga malaikat jibril membelah dadanya. Setelah itu, karena khawatir keselamatan Muhammad, ia pun dikembalikan ke ibundanya.

Ibunda Wafat, Diasuh Kakek

Pada usia 6 tahun, Nabi Muhammad diajak Aminah ke Yatsrib untuk ziarah makam ayahnya. Bersama pembantunya, Ummu Aiman, mereka tinggal di Yatsrib selama satu bulan. Dalam perjalanan pulang, Aminah meninggal di Abwa, antara Makkah dan Madinah.

Mendengar Aminah wafat, Abdul Muthalib menjemput Muhammad lalu diasuhnya. Ia sangat menyayangi beliau melebihi anak-anaknya, hingga dibolehkan duduk di dipannya dekat kabah. Pada saat Muhammad berusia 8 tahun, Abdul Muthalib wafat.

Diasuh Paman (Abu Thalib)

Sepeninggal Abdul Muthalib, Abu Thalib mengambil tanggung jawab mengasuh Rasulullah. Disayang melebihi anak-anaknya. Pada usia 12 tahun, diajak berdagang ke Syam hingga bertemu Buhaira.

“Dia pemimpin semesta alam. Akan diutus Allah jadi rahmat bagi seluruh alam,” kata Buhaira kepada Abu Thalib.

“Dari mana kau tahu?”

“Sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada bau dan pohon melainkan tunduk bersujud. Sujud mereka hanya pada Nabi. Aku juga tahu cincin nubuwah di bawah tulang rawan bahunya menyerupai apel. Tertulis dalam kitab kami.”

Buhaira meminta Abu Thalib kembali ke Makkah. Agar orang-orang Yahudi tidak bertemu dengan Rasulullah dan berbuat jahat kepadanya.

Nabi Muhammad Menggembala Kambing

Semasa remaja, Rasulullah menggembalakan kambing di Bani Sa’ad bin Bakar dan Makkah. Meskipun imbalannya tidak seberapa dibanding fasilitas yang bisa didapatkan dari Abu Thalib. Namun dari situlah terlihat tanggung jawab Rasulullah, perannya sebagai Nabi telah disiapkan Allah.

Di saat itu pula, Allah mentarbiyah Rasulullah untuk tidak memiliki keinginan sebagaimana anak-anak sebaya pada umumnya. Dan Allah menyelamatkannya dari dua hiburan yang ingin ditontonnya.

Suatu hari, Rasulullah mendengar kabar bahwa di Makkah akan ada pertunjukan musik.

“Tolong jaga kambing-kambingku, aku ingin melihat hiburan seperti anak-anak pada umumnya,” demikian kata Rasulullah kepada temannya sore itu.

Sesampainya di Makkah, ketika mendekati lokasi pertunjukan, Rasulullah mengantuk dan tertidur hingga pagi. Ketika bangun, pertunjukan sudah selesai.

Di hari yang lain, Rasulullah kembali menitipkan kambing gembalaan ke temannya. Namun kembali terulang, sebelum sempat melihat, beliau tertidur. Rupanya Allah menyelamatkan Rasul-Nya dengan membuatnya mengantuk dan tertidur.

Setelah dua kali mengalami hal itu, Rasulullah tak pernah lagi punya keinginan untuk melihat pertunjukan musik. Allah menjaga beliau sejak kecil.  

Perang Fijar dan Hilful Fudul

Pada usia 15 tahun, beliau ikut perang Fijar. Beliau bertugas mengumpulkan anak panah untuk diberikan kepada Abu Thalib.

Pasca Perang Fijar, terjadi perjanjian pada bulan Dzulqa’dah yang dinamakan Hilful Fudul. Orang-orang Quraisy sepakat untuk tidak membiarkan orang dizalimi di Makkah.

“Aku telah menghadiri perjanjian di rumah Abdullah bin Jud’an yang lebih aku sukai daripada memiliki unta merah. Andai di masa Islam aku diundang untuk menghadirinya, niscaya aku akan memenuhinya.”

Berdagang ke Syam

Pada usia 25 tahun, beliau berdagang ke Syam dengan modal dari Khadijah. Maysarah, pembantu Khadijah yang menemaninya, begitu kagum dengan kejujuran, amanah dan akhlak Muhammad. Kepiawaian bisnis beliau juga membawa keuntungan besar bagi Khadijah.

Menikah dengan Khadijah

Saat mengetahui kejujuran dan kemuliaannya, Khadijah meminta Nafisah binti Munayyah menanyakan kepada Muhammad apakah mau menikah dengan Khadijah. Rasulullah pun menikah dengan Khadijah dengan mahar 20 ekor unta muda. Pernikahan itu terjadi dua bulan sepulang dari Syam. Usia Rasulullah saat itu 25 tahun, sedangkan Khadijah 40 tahun.

Dari pernikahan itu lahir putra-putri beliau: Al Qasim, Abdullah (Ath Tahyyib, Ath Thahir), Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah.

Al Amin dan Renovasi Ka’bah

Rasulullah mendapat gelar al amin dari masyarakat Quraiys karena kejujurannya. Karenanya ketika ada renovasi Ka’bah saat usia beliau 35 tahun, tokoh-tokoh Quraisy sangat senang mendapatkan hakim Muhammad.

Hampir saja mereka berperang karena memperebutkan siapa yang pantas meletakkan hajar aswad. Lantas dipilih orang pertama yang masuk Masjidil Haram dan itu tidak lain adalah Rasulullah.

Beliau kemudian memberikan keputusan yang memuaskan seluruh pihak. Yakni hajar aswad diletakkan di atas kain. Semua pemimpin kabilah memegang kain itu dan mengangkatnya, mendekatkan ke ka’bah. Setelah dekat, Rasulullah meletakkan hajar aswad ke tempatnya.

Demikian Sirah Nabawiyah bab kelahiran Rasulullah hingga menikah dengan khadijah dan sebelum diangkat menjadi Nabi. Singkat, namun semoga mewakili peristiwa-peristiwa penting yang perlu kita ketahui dari kehidupan beliau. Wallahu a’lam bish shawab.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Kelahiran Nabi Muhammad dan 5 Peristiwa Besar yang Mengiringinya

Kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah rahmat agung bagi manusia, bahkan bagi alam semesta. Sebab beliau adalah rahmatan lil ‘alamin.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiya: 107)

Berikut ini sejarah kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan peristiwa-peristiwa besar yang mengiringinya.

Kelahiran Nabi Muhammad

Rasulullah Muhammad lahir di Mekkah pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah. Bertepatan 20 April 571 M. Ayahnya adalah Abdullah dan ibunya adalah Aminah.

Rasulullah biasa puasa Senin Kamis. Ketika ditanya tentang hari senin, beliau menjelaskan bahwa itu adalah hari lahirnya.

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ

Rasulullah ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau bersabda: “Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim)

Saat itu, bahkan hingga masa Islam, Arab belum memiliki angka tahun. Penamaan tahun diambilkan dari peristiwa besar yang terjadi pada tahun itu. Tahun lahirnya Rasulullah disebut tahun gajah karena pada saat itu terjadi penyerbuan pasukan Gajah yang hendak menghancurkan Ka’bah. Namun pasukan yang dipimpin Abrahah itu dihancurkan Allah sebelum mencapai Ka’bah.

Saat Rasulullah lahir, keluar cahaya hingga menerangi istana-istana di Syam. Ibnu Sa’ad meriwayatkan bahwa ibunda Rasulullah berkata, “Setelah bayiku lahir, aku melihat ada cahaya yang keluar dari jalan lahirnya, menyinari istana-istana di Syam.” Imam Ahmad juga meriwayatkan hal senada.

Saat Rasulullah lahir, ayah beliau Abdullah telah wafat. Ia wafat di Yatsrib (Madinah) saat diutus Abul Muthalib untuk mengurus kurma di sana.

Setelah bayinya lahir, Aminah mengirim utusan menemui Abdul Muthalib. Mendengar kabar gembira itu, Abdul Muthalib datang dengan penuh suka cita. Diambilnya bayi itu dan dibawahnya ke Ka’bah seraya berdoa kepada Allah.

Jangan heran jika sebagian orang Mekkah berdoa kepada Allah karena demikianlah ajaran Ibrahim dan Ismail yang masih tersisa. Hanya saja seiring dengan waktu telah terjadi banyak penyimpangan hingga pada kondisi kronis menyembah berhala dan berdoa kepada berhala.

Abdul Muthalib lantas memberikan nama Muhammad untuk cucunya itu. Nama yang belum dikenal di Arab dan mungkin belum pernah dipakai oleh siapapun.

Nasab Nabi Muhammad

Dari segi nasab (keturunan), Rasulullah adalah orang pilihan. Ia terlahir dari keturunan pilihan sebagaimana sabda beliau:

إِنَّ اللهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ

Sesungguhnya Allah memilih Kinanah di antara keturunan Ismail, dan memilih Quraisy di antara keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim di antara suku Quraisy. Dan Allah memilihku di antara Bani Hasyim. (HR. Muslim dan Ahmad)

Ayah Rasulullah adalah Abdullah. Ia wafat pada usia 25 tahun. Merupakan laki-laki terpandang di kalangan Quraisy. Ia putra Abdul Muthalib, pemimpin kaum di Makkah yang memiliki otoritas pemeliharaan Ka’bah. Abdul Muthalib dikenal dengan gelar Al Fayyadh (Sang Dermawan) karena kedermawanannya.

Ibu Rasulullah bernama Aminah. Lengkapnya adalah Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Aminah adalah wanita paling terpandang di kalangan Quraisy. Baik karena nasabnya maupun kedudukannya.

Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri menjelaskan ada tiga bagian nasab Rasulullah yaitu:

  1. Bagian yang disepakati kebenarannya oleh para pakar sirah dan nasab, yakni sampai Adnan
  2. Bagian yang diperselisihkan. Yakni dari Adnan hingga Ibrahim ‘alaihis salam.
  3. Bagian yang di dalamnya ada hal-hal yang tidak benar. Yakni dari Ibrahim ‘alaihis salam ke atas hingga Adam ‘alaihis salam.

Bagian pertama dari nasab Rasulullah adalah 22 generasi yang namanya disepakati para pakar sirah. Yakni Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qusyai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

Peristiwa yang Mengiringi Kelahiran Nabi Muhammad

Ada lima peristiwa besar yang mengiringi kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Satu peristiwa besar itu terjadi sebelum Rasulullah lahir dan empat peristiwa besar lainnya terjadi setelah Rasulullah lahir.

1. Hancurnya Pasukan Gajah

Seperti disinggung di atas, Rasulullah dilahirkan pada tahun Gajah. Disebut tahun Gajah karena saat itu Abrahah membawa pasukan bergajah menyerang Ka’bah.

Abrahah adalah penguasa di Yaman. Ia membangun gereja besar di Kota Shan’a dengan maksud agar orang-orang berkunjung ke sana dan mendatangkan pemasukan besar bagi Yaman. Ia ingin menggeser kedudukan Ka’bah yang selalu ramai didatangi orang dari seluruh penjuru Arab.

Namun, bangunan yang megah dan indah itu tak kunjung ramai. Orang-orang Arab tetap berdatangan ke Makkah untuk mengunjungi Ka’bah yang memiliki nilai historis tinggi. Terlebih pada musim haji.

Syaikh Mahmud Al Mishri dalam Sirah Rasulullah menyebutkan, seorang laki-laki Arab dari Bani Kinanah masuk gereja tersebut dan meletakkan kotoran di dalamnya. Ini yang memicu kemarahan Abrahah hingga ingin menghancurkan Ka’bah.

Abarah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar. Sebagiannya mengendarai gajah. Dengan sombong dan pongah mereka bergerak menuju Makkah. Tujuannya hanya satu, menghancurkan Ka’bah.

Orang-orang Makkah yang mendengar kabar itu merasakan ancaman besar. Pasukan bergajah itu bukan tandingan mereka. Bahkan Abdul Muthalib sebagai pemimpin Makkah pun tak bisa berbuat banyak. Ia menyerahkan perlindungan Ka’bah sepenuhnya kepada Allah.

Saat mengetahui 200 untanya dijarah Abarah, Abdul Muthalib menemui Abrahah meminta untanya dikembalikan.

“Kamu datang hanya untuk meminta untamu kembali? Lalu bagaimana dengan Ka’bah yang akan kuhancurkan?” Abrahah keheranan dengan sikap Abdul Muthalib.

“Unta itu milikku, maka aku memintanya kembali. Sedangkan Ka’bah itu milik Allah, maka Dia sendiri yang akan melindunginya,” jawab kakek Nabi Muhammad itu.

Abrahah merasa besar diri karena tak ada yang mampu melawannya. Unta Abdul Muthalib pun dikembalikan.

Namun belum sampai di Makkah, datang burung berbondong-bondong dari arah laut. Burung-burung itu membawa batu-batu panas dan menjatuhkannya ke pasukan Abrahah. Mereka pun jatuh bergelimpangan. Tewas mengenaskan.

Abrahah tidak langsung mati saat terkena batu itu. Namun luka parah. Ketika dilarikan ke Yaman, kondisinya semakin melemah. Dan akhirnya tewas dengan dada terbelah dan jantungnya keluar.

2. Keluar cahaya saat kelahiran Nabi Muhammad

Peristiwa yang tak kalah ajaib adalah keluarnya cahaya saat kelahiran Nabi Muhammad. Cahaya itu keluar dan menerangi ke arah istana-istana di Syam.

Jika peristiwa gajah diabadikan Allah dalam Surat Al Fil, keluarnya cahaya ini diriwayatkan Ibnu Sa’ad dan Imam Ahmad.

Ibnu Sa’ad meriwayatkan bahwa Aminah ibunda Rasulullah berkata, “Setelah bayiku lahir, aku melihat ada cahaya yang keluar dari jalan lahirnya, menyinari istana-istana di Syam.”

Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Al Irbadh bin Sariyah dengan riwayat yang hampir sama.

Peristiwa ini memberikan isyarat bahwa kelak agama Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan sampai ke Syam yang saat itu masih di bawah kekuasaan Romawi. Dan kita kemudian bisa melihat sejarah, Syam menjadi negeri muslim. Baitul Maqdis dibebaskan pada masa khalifah Umar bin Khattab. Bahkan Damaskus menjadi ibu kota khilafah Bani Umayyah. Dan hingga saat ini Suriah, Lebanon dan Palestina menjadi negeri-negeri muslim.

3. Runtuhnya 14 balkon istana Kisra

Runtuhnya 14 balkon istana Kisra saat kelahiran Nabi Muhammad ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi. Seakan memberi isyarat bahwa nantinya Persia akan jatuh.

Dan ternyata benar, Persia akhirnya jatuh. Peperangan terakhir yang kemudian disusul dengan jatuhnya Persia adalah perang qadisiyah.

4. Padamnya api yang biasa disembah majusi

Peristiwa besar lain yang mengiringi kelahiran Nabi Muhammad adalah padamnya api yang biasa disembah Majusi. Peristiwa ini juga diriwayatkan oleh Al Baihaqi. Seakan memberi isyarat bahwa nantinya banyak orang Majusi masuk Islam.

Di kemudian hari, banyak orang majusi masuk Islam. Salah satunya yang paling terkenal adalah Salman Al Farisi.

5. Runtuhnya gereja di Buhairah

Runtuhnya gereja di Buhairah setelah ambles ke tanah ini juga diriwayatkan Al Baihaqi sebagaimana dua peristiwa sebelumnya. Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri mencantumkannya di Ar Rakhiqul Makhtum. Namun riwayat ini diperselisihkan.

Berbeda dengan peristiwa pasukan gajah dan keluarnya cahaya saat kelahiran Nabi Muhammad, yang keduanya disepakati para ulama.

Demikian sejarah kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan peristiwa-peristiwa besar yang mengiringinya. Serta nasab beliau yang mulia. Semoga semakin menambah kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Insya Allah atau In Shaa Allah? Penulisan yang Benar, Arti dan Keutamaan

Seorang muslim pasti sering mendengar ucapan insya Allah. Namun banyak yang bertanya, mana penulisan yang benar, “insya Allah” atau “in sha Allah”? Apa artinya dan apa saja keutamaan ucapan ini?

Penulisan Insya Allah

Banyak yang bertanya, penulisan yang benar itu “insya Allah”  atau “in shaa Allah”? Bahkan pernah beredar meme dr Zakir Naik melarang menulis “Insya Allah” dan menyerukan menulis “In Shaa Allah”.

Soal meme itu, dr Zakir Naik tidak pernah mengatakan apa pun tentang penulisan “insya Allah” maupun “In Shaa Allah”. Sehingga gambar yang mencatut nama dr Zakir Naik dalam hal ini adalah hoax. Akun fan dr Zakir Naik telah mengklarifikasinya.

Kedua, memang terdapat perbedaan penulisan antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Bahasa Indonesia ditulis dengan huruf alfabet sedangkan bahasa Arab ditulis dengan hufur hijaiyah.

Dalam bahasa Arab, penulisan yang benar adalah:

إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Yang artinya “jika Allah menghendaki” atau “jika Allah berkehendak”

Dalam bahasa Indonesia, huruf ش biasa ditulis dengan “sy”

Sedangkan dalam bahasa Inggris, huruf ش biasa ditulis dengan “sh”

Inilah yang membuat perbedaan mengapa kadang tertulis “insya Allah” dan kadang tertulis “in sha Allah”. Mana pun dari kedua cara penulisan ini, asalkan maksud dan bunyinya adalah إِنْ شَاءَ اللَّهُ maka dia benar. Hanya saja yang lebih umum dalam bahasa Indonesia adalah “insya Allah” sebagaimana kita bisa menulis “shalat isya” bukan “shalat isha”.

Penulisan insya Allah dalam bahasa Indonesia pun kadang dipisah dengan spasi dan kadang disambung menjadi insyaallah. Sekali lagi, jika maksudnya sesuai dengan tulisan dalam bahasa Arab, maka keduanya tidak bisa disalahkan. Dalam artikel inipun kadang dijumpai penulisan yang disambung.

Arti Insya Allah dan Penggunaannya

Kata insya Allah (إِنْ شَاءَ اللَّهُ) artinya adalah “jika Allah menghendaki” atau “jika Allah berkehendak.”

Maknanya adalah, segala sesuatu terjadi atau tidak terjadi adalah atas kehendak Allah. Kata ini diucapkan seorang muslim ketika ia berjanji atau berencana mengerjakan sesuatu. Sebab ia tidak tahu apakah hal yang akan dikerjakannya nanti benar-benar terjadi atau tidak.

Kata insyaallah juga mengandung doa. Yakni doa isti’anah, meminta pertolongan kepada Allah agar apa yang ia janjikan atau ia rencanakan dimudahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk mengucapkannya ketika mengatakan akan berbuat sesuatu di masa yang akan datang.

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا , إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”.. (QS. Al Kahfi: 23-24)

Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili membuat sub judul “tuntunan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan umat beliau agar senantiasa mengaitkan keinginannya dengan kehendak Allah.”

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan asbabun nuzul ayat ini. Ketika itu, orang-orang Quraisy meminta keterangan kepada beliau apakah yang dikatakah ruh itu, bagaimana kisah ashabul kahfi dan siapa yang mengembara ke barat dan ke timur.

Rasulullah berjanji akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu besok. Beliau berharap malamnya Jibril datang menyampaikan wahyu.

Rupanya Jibril tidak datang-datang hingga lima belas hari. Lalu Allah menurunkan ayat ini agar ketika Rasulullah dan umatnya berjanji, mereka mengucapkan insya Allah.

Penggunaan Ucapan yang Salah

Ketika seorang muslim berjanji atau mengatakan akan berbuat sesuatu di masa mendatang, ia dituntun untuk mengucapkan insya Allah. Saat mengatakannya, keyakinannya kokoh bahwa perkara itu bisa terjadi atas kehendak Allah semata. Di saat yang sama, ia benar-benar berusaha memenuhi janjinya itu dengan segenap ikhtiar.

Terkadang kita dapati ada orang-orang yang tidak percaya ketika orang lain mengucapkan insyaallah saat berjanji. Mengapa? Karena ia beranggapan orang itu tidak serius berjanji dan menjadikan ucapan tersebut sebagai alasan saat janjinya tidak terpenuhi.

Dan ternyata memang ada yang modelnya seperti itu. Mengucapkan insya Allah saat berjanji, tetapi tidak bersungguh-sungguh berikhtiar memenuhi janjinya. Ini adalah penggunaan yang salah.

Sebagai seorang muslim, kita harus menunjukkan bahwa ketika kita mengucapkan insya Allah, artinya kita benar-benar serius, bersungguh-sungguh berusaha memenuhi janji tersebut. Dan sebagai seorang muslim, kita tidak boleh meragukan kesungguhan saudara kita yang mengucapkan insya Allah saat berjanji.

Keutamaan Ucapan Insya Allah

Salah satu keutamaan ucapan ini diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Shahih-nya masing-masing. Yakni hadits yang mengisahkan Nabi Sulaiman lupa mengucapkan kata ini.

Sulaiman bin Dawud alaihimassalam berkata: “Sungguh aku akan berkeliling (menggilir) 100 istriku malam ini, sehingga tiap wanita akan melahirkan anak yang akan berjihad di jalan Allah.”

Malaikat mengucapkan kepada beliau: “Ucapkan Insya Allah.” Namun Nabi Sulaiman tidak mengucapkan dan lupa.

Kemudian beliau berkeliling pada istri-istrinya. Hasilnya, tidak ada yang melahirkan anak kecuali satu orang wanita yang melahirkan setengah manusia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas bersabda: “Kalau Nabi Sulaiman mengucapkan Insyaallah, niscaya beliau tidak melanggar sumpahnya dan lebih diharapkan hajatnya terpenuhi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi keutamaan ucapan insya Allah adalah kemudahan dari Allah, dengan dikabulkannya hajat yang ia inginkan. Di sisi lain, jika janji tersebut atas takdir Allah tidak terpenuhi, maka ia tidak digolongkan sebagai orang yang mengingkari janji.

Contoh lain bagaimana Allah mengabulkan keinginan orang yang mengucapkan insya Allah terdapat pada Surat Ash Shaffat ayat 102. Ketika hendak disembelih Nabi Ibrahim karena perintah dari Allah melalui mimpi, Nabi Ismail mengatakan insyaallah.

يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, niscaya engkau akan dapati aku InsyaAllah termasuk orang-orang yang sabar. (QS. Ash Shaffat: 102)

Maka Allah pun menjadikan Nabi Ismail bersabar dan lulus ujian itu dengan hasil yang baik. Beliau tidak jadi disembelih, karena Allah menggantinya dengan kambing. Demikian pembahasan mengenai insya Allah mulai dari penulisan yang benar, arti, hingga keutamaan ucapan tersebut. Semoga kita dimudahkan Allah untuk membiasakannya.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]


Doa Qunut Subuh dan Witir, Bacaan Arab Latin dan Artinya

Doa qunut adalah doa khusus yang dibaca saat sholat dalam posisi berdiri. Ada tiga doa qunut yang terkenal yakni qunut Subuh, qunut witir, dan qunut nazilah. Pada artikel ini kita bahas dua yang pertama.

Pengertian Qunut

Qunut (الْقُنُوْتُ) berasal dari qonata (قَنَتَ) yang artinya tunduk patuh atau taat. Qunut juga berarti berdiri lamadiamdoa dan khusyu’.

Qunut yang artinya tunduk patuh bisa kita dapati pada firman Allah Surat Ar Rum ayat 26:

وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ

“Dan kepunyaan-Nya lah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.” (QS. Ar Rum: 26)

Qunut yang artinya taat bisa didapati pada firman Allah surat At Tahrim ayat 12. Yakni ketika Allah berfirman mengenai Maryam:

وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ

“dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.” (QS. At Tahrim: 12)

Qunut yang berarti berdiri lama bisa kita dapati dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau menerangkan sholat yang paling utama.

أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوتِ

“Seutama-utama sholat yaitu yang lama berdirinya” (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad)

Qunut yang artinya diam bisa kita dapati dalam sabda Rasulullah saat menafsirkan Surat Al Baqarah ayat 238. Bahwa sholat harus khusyu’ dan khusyu’ dimulai dengan tidak berbicara saat sholat. Zaid bin Arqam meriwayatkan:

كُنَّا نَتَكَلَّمُ فِى الصَّلاَةِ يُكَلِّمُ الرَّجُلُ صَاحِبَهُ وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِى الصَّلاَةِ حَتَّى نَزَلَتْ (وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ) فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ وَنُهِينَا عَنِ الْكَلاَمِ

“Ada seseorang di antara kami berbicara dengan orang di sampingnya ketika sholat, maka turunlah ayat (Berdirilah untuk Allah -dalam shalatmu- dengan khusyu’). Beliau memerintahkan kami untuk diam dan melarang berbicara.” (HR. Muslim dan Abu Daud)

Pengertian qunut secara bahasa tersebut tidaklah saling bertentangan. Justru saling melengkapi. Sehingga secara istilah, qunut adalah doa yang dibaca saat sholat dalam posisi berdiri dan cukup lama sebagai bentuk ketundukan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tentu posisi berdiri ini bagi yang kuat melaksanakannya. Bagi orang yang sholat sambil duduk, maka doa qunut juga dibaca dengan posisi duduk.

Hukum Qunut

Ada tiga doa qunut dalam fiqih yakni qunut Subuh, qunut witir dan qunut nazilah. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, secara umum membaca doa qunut hukumnya mandub. Namun dalam perinciannya, para ulama berbeda pendapat.

Ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa qunut hanya dibaca dalam sholat witir. Namun kapan membacanya, dua mazhab ini berbeda pendapat. Menurut mazhab Hanafi, qunut witir dibaca sebelum ruku’. Sedangkan menurut mazhab Hanbali, qunut witir dibaca sesudah ruku’ (i’tidal).

Menurut mazhab Maliki dan Syafii, sholat yang ada doa qunutnya adalah sholat Subuh. Menurut keduanya, hukum qunut Subuh adalah sunnah. Dibaca sebelum ruku’ menurut mazhab Maliki, dibaca sesudah ruku’ (i’tidal) menurut mazhab Syafi’i.

Sedangkan untuk qunut nazilah, doa qunut dibaca dalam semua sholat fardhu menurut Syafi’i dan Hanbali. Namun menurut Hanafi hanya dibaca dalam sholat jahriyah (Maghrib, Isya’ dan Subuh). Dan menurut Maliki hanya dibaca saat sholat Subuh.

Doa Qunut Witir

Doa qunut witir ini bersumber dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An Nasa’i, Tirmidzi dan Ahmad.

Berikut ini doa qunut witir ketika sholat sendirian:

اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ. وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ. وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ. وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ

وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ. إِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ. وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ. وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

Alloohummah dinii fiiman hadait. Wa ‘aafinii fiiman ‘aafait. Wa tawallanii fiiman tawallait. Wa baariklii fiimaa a’thoit.

Wa qinii syarro maa qodloit. Innaka taqdli wa laa yuqdlo ‘alaik. Wa innahu laa yadzillu maw waalait. Wa laa ya’izzu man ‘aadait. Tabaarokta wa ta’aalait.

Artinya:
Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku perlindungan sebagaimana orang yang Engkau lindungi. Sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi. Berikanlah berkah terhadap apa-apa yang telah Engkau berikan kepadaku.

Jauhkanlah aku dari kejelekan apa yang Engkau telah takdirkan. Sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan hukum dan tidak ada orang yang memberikan hukuman kepada-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami Yang Mahatinggi.

Baca juga: Bacaan Sholat

Doa Qunut Subuh

Seperti dijelaskan di atas, para ulama berbeda pendapat mengenai qunut Subuh terus menerus. Imam Abu Hanifah menyimpulkan bahwa qunut Subuh itu tidak ada.

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat qunut Subuh hukumnya sunnah. Sedangkan Imam Ahmad menyimpulkan, qunut Subuh berlaku saat ada masalah besar dan perlu mendoakan. Yakni qunut nazilah.

Dalam mazhab Syafi’i, doa qunut Subuh sama dengan doa qunut witir. Berikut ini doa qunut Subuh sebagai imam (dalam bentuk jamak) lengkap tulisan Arab, latin dan terjemah dalam bahasa Indonesia.

اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْتَ. وَعَافِنَا فِيمَنْ عَافَيْتَ. وَتَوَلَّنَا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ. وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا أَعْطَيْتَ

وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ. إِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ. وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ. وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

Alloohummah dinaa fiiman hadait. Wa ‘aafinaa fiiman ‘aafait. Wa tawallanaa fiiman tawallait. Wa baariklanaa fiimaa a’thoit.

Wa qinaa syarro maa qodloit. Innaka taqdli wa laa yuqdlo ‘alaik. Wa innahu laa yadzillu maw waalait. Wa laa ya’izzu man ‘aadait. Tabaarokta wa ta’aalait.

Artinya:
Ya Allah berilah kami petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kami perlindungan sebagaimana orang yang Engkau lindungi. Sayangilah kami sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi. Berikanlah berkah terhadap apa-apa yang telah Engkau berikan kepada kami.

Jauhkanlah kami dari kejelekan apa yang Engkau telah takdirkan. Sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan hukum dan tidak ada orang yang memberikan hukuman kepada-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami Yang Mahatinggi.

Manfaat Doa Qunut

Allah mengabulkan doa hamba yang berdoa kepada-Nya. Sebagaimana yang diminta dalam doa qunut, demikianlah Allah akan memberiNya.

  • Mendapat petunjuk dan dihindarkan dari kesesatan. Sebagaimana yang diminta yaitu “Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk.”
  • Mendapat perlindungan Allah dari marabahaya dan diberi kesehatan. Sebagaimana yang diminta yaitu “Berilah aku perlindungan sebagaimana orang yang Engkau lindungi.”
  • Disayang oleh Allah. Sebagaimana doa yang dipanjatkan yaitu “Sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi.”
  • Kehidupannya diberkahi. Apa yang telah Allah anugerahkan baik berupa materi maupun pasangan hidup dan anak-anak juga diberkahi Allah. Sebagaimana yang dipanjatkan yaitu “Berikanlah berkah terhadap apa-apa yang telah Engkau berikan kepadaku.”
  • Dihindarkan Allah dari kejelekan dan keburukan. Sebagaimana yang diminta yaitu “Jauhkanlah aku dari kejelekan apa yang Engkau telah takdirkan.”
  • Mendapat pembelaan dari Allah sebagaimana yang diminta di akhir doa tersebut: Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi.

Demikian pembahasan tentang doa qunut Subuh dan qunut witir. Lengkap dengan tulisan Arab, latin dan terjemah dalam bahasa Indonesia. Serta penjelasan singkat para ulama dari empat mazhab. Wallahu a’lam bish shawab.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Jika Suci dari Haid di Waktu Ashar, Apakah juga Harus Shalat Dzuhur?

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan: 

Jika seorang wanita suci dari haidh atau nifas pada waktu ashar, apakah dia wajib shalat dzuhur dan shalat ashar; atau apakah tidak wajib shalat kecuali shalat ashar saja?

Jawaban:

Pendapat yang terkuat dalam masalah ini bahwa wanita tersebut tidak memiliki kewajiban shalat, kecuali shalat ashar saja. Hal ini karena tidak ada dalil wajibnya shalat dzuhur (bagi wanita tersebut). (Juga karena) hukum asalnya adalah seseorang itu terbebas dari kewajiban (baraa’atu adz-dzimmah) (sampai ada dalil yang mewajibkan perkara tersebut, pen.). 

Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ العَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَدْرَكَ العَصْرَ

“Siapa saja yang mendapati satu raka’at dari shalat ashar sebelum matahari tenggelam, dia telah mendapatkan shalat ashar.” (HR. Bukhari no. 579 dan Muslim no. 163)

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan bahwa dia mendapati shalat dzuhur. Seandainya shalat dzuhur juga diwajibkan dalam kondisi ini, tentu akan dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Selain itu, jika seorang wanita datang haidh setelah masuk waktu shalat dzuhur (dan dia belum shalat dzuhur, pen.), maka tidak ada kewajiban qadha’ untuknya (setelah suci dari haidh, pen.), kecuali qadha’ shalat dzuhur saja, tanpa qadha’ shalat ashar. Padahal, shalat dzuhur itu dikumpulkan (dijama’) dengan shalat ashar. Sehingga tidak ada perbedaan antara kondisi tersebut dengan kondisi yang ditanyakan di sini.

Oleh karena itu, pendapat yang lebih kuat adalah tidak ada kewajiban atas wanita tersebut kecuali shalat ashar saja, karena inilah yang ditunjukkan oleh dalil nash (hadits) dan juga oleh dalil qiyas. Sehingga demikian pula kondisinya ketika seorang wanita suci dari haidh sebelum habisnya waktu shalat isya’. Maka tidak ada kewajiban bagi wanita tersebut, kecuali shalat isya’ saja. Tidak ada kewajiban shalat maghrib baginya.

[Selesai]

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53382-jika-suci-dari-haid-di-waktu-ashar-apakah-juga-harus-shalat-dzuhur.html

Ketika Shalat Jamaah Anak Menangis, Haruskah Membatalkan Shalat?

Ustadz, apa yang harus kami lakukan tatkala sedang shalat, sementara bayi kami menangis, apakah kami harus membatalkan salat atau bagaimana ya? Terlebih ketika salat berjamaah. Mohon penjelasannya, Ustadz.

Jawaban:

Alhamdulillaahi Rabbi-l aalamin, wa-sh sholaatu wa-s salaamu alaa asyrafi-l anbiyaa’i wa-l mursaliin, Nabiyyina Muhammad, wa alaa aalihi wa ash-haabihi ajma’iin, wa ba’d…

Ahlan wa sahlan saudaraku penanya.

Para ulama sepakat bahwa jika seseorang telah mulai melaksanakan salat fardhu, maka haram baginya untuk memutusnya/membatalkannya, tanpa ada alasan yang syar’i. Dan alasan-alasan tersebut telah disebutkan dalam sunah Nabi –shallallaahu alaihi wa sallam-, sebagaimana juga diterangkan oleh para ulama, di antaranya yaitu:

  • Untuk menyelamatkan diri dari sesuatu yang mengancam jiwanya, atau hartanya.
  • Untuk menyelamatkan orang lain dari sesuatu yang mengancam jiwanya, seperti menyelamatkan orang yang hampir tenggelam, terbakar, jatuh dari tangga, tertabrak mobil, dan yang semisalnya. (Lihat Raddu al-Muhtaar, Al-Mabsuuth, dan Kasysyaaf al-Qinaa’)

Dan uzur-uzur lain dapat kita bandingkan dengan uzur-uzur di atas, jika maknanya sesuai, maka berarti ia juga menyamai hukumnya. Para ulama menyebut ini dengan qiyas.

Adapun masalah bayi anda yang menangis, maka hukumnya dapat diketahui dari kondisi yang ada. Jika memang:

  • Tangisan tersebut dikhawatirkan membahayakannya (seperti meronta-ronta sehingga dikhawatirkan dapat terjatuh), atau disebabkan sesuatu yang membahayakannya (seperti gigitan sesuatu, atau rasa sakit tertentu). Atau…
  • Tangisannya mengganggu kekhusyukan jama’ah lain yang sedang salat, seandainya sedang berada pada situasi salat berjama’ah.
  • Tidak ada cara lain untuk mendiamkannya selain dengan membatalkan salat anda.

Maka tidak mengapa anda membatalkan salat anda.

Dan sebagai tambahan, bagi anda yang masih belum meyakini ketenangan anak ketika berada di masjid, maka sebaiknya untuk tidak membawanya ke masjid terlebih dahulu.

Bagi suami istri, jika memang mengetahui anaknya masih belum bisa anteng saat ditinggal salat, maka hendaklah salat secara bergantian, sehingga tidak perlu ada pembatalan salat ketika si anak menangis.

Dan juga untuk para imam, ketika mendengar tangisan anak, hendaklah meringankan durasi salatnya, sehingga sang ayah/ibu dapat segera menenangkan si anak tanpa harus membatalkan salatnya.

Wallaahu a’lam, semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan anda.

Dijawab oleh Ustadz Ustadz Muhammad Afif Naufaldi (Mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah)

Read more https://konsultasisyariah.com/35997-ketika-shalat-jamaah-anak-menangis-haruskah-membatalkan-shalat.html

Hukum Pulang Tanpa Ngasih Kabar untuk Surprise Kepada Istri

Klo ngasi surprise buat istri dgn pulang nggk bilang² dulu blh ngg?

Dari : Abdul Basith, di bumi Allah.

Jawaban:

Bismillah wal hamdulillah was sholaatu was salaam ‘ala Rasulillah, wa ba’du.

Dari Jabir dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قَدِمَ أَحَدُكُمْ لَيْلًا فَلَا يَأْتِيَنَّ أَهْلَهُ طُرُوقًا حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ وَتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ

Jika salah seorang dari kalian tiba (dari perjalanan) janganlah kalian pulang ke rumah keluargamu tengah malam, supaya keluarga yang ditinggalkan dapat bersiap-siap dan menyisir rambut (menyambut kedatanganmu). (HR. Muslim)

Hadis ini berisi larangan pulang ke rumah menemui istri setelah safar, seperti juga LDR, tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Larangan ini, dimaknai makruh oleh para ulama, diantaranya :

Imam Tirmidzi rahimahullah.

Dalam sunan Tirmidzi beliau memberi judul untuk hadis yang semakna,

باب ما جاء في كراهية طروق الرجل أهله ليلا

Bab: Tentang Makruhnya seorang suami menemui istrinya tiba-tiba di malam hari.

Imam Nawawi rahimahullah.

Beliau menyatakan,

معنى هذه الروايات كلها أنه يكره لمن طال سفره ، أن يقدم على امرأته ليلا بغتة فأما من كان سفره قريبا تتوقع امرأته إتيانه ليلا ، فلا بأس

Makna riwayat-riwayat ini (hadis di atas dan yang semakna, pent), seluruhnya menunjukkan makruhnya seorang yang lama tak berjumpa istri karena safar, untuk datang tiba-tiba. Adapun yang safarnya tidak lama, yang istri bisa mengira-ngira kedatangan suami meski di malam hari, maka tidak mengapa.

Mengapa Makruh?

Karena dua sebab (illat) berikut:

Pertama, agar istri bisa berdandan sebelum menyambut suaminya.

Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu bercerita,

“Kami pernah bersama Nabi dalam sebuah peperangan. Saat kami telah tiba di Madinah, kami percepat perjalan agar segera sampai rumah. Lalu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أَمْهِلُوا حتى نَدْخُلَ لَيْلًا – أَيْ عِشَاءً – كَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ ، وَتَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ

Pelan-pelan jalannya, nanti kita masuk rumah malam saja. Supaya para istri bisa bersiap-siap menyisir rambut dan membersihkan bulu. (HR. Bukhori dan Muslim).

Kedua, agar tidak menimbulkan penilaian buruk kepada istri, karena melihat aib-aib yang muncul akibat lama tak berjumpa dengan suami.

Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata,

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلاً يَتَخَوَّنُهُمْ أَوْ يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ

“Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam melarang seseorang mendatangi istrinya di malam hari untuk mencari-cari tahu apakah istrinya berkhianat kepadanya atau untuk mencari-cari kesalahannya.” (HR. Muslim)

Al–Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan,

يقع الذي يهجم بعد طول الغيبة غالبا ما يكره ، إما أن يجد أهله على غير أهبة من التنظف والتزين المطلوب من المرأة ، فيكون ذلك سبب النفرة بينهما

Setelah lama bepisah biasanya akan muncul kondisi-kondisi yang tak sedap dipandang. Bisa karena istri belum siap bersih-bersih atau berdandan. Sehingga hal tersebut menyebabkan munculnya kerenggangan antara mereka berdua. (Fathul Bari 9/123, dikutip dari Islamqa)

Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjaga kehormatan manusia dan mengupayakan segala yang dapat memunculkan keharmonisan kehidupan dan kerukunan. Sampai pada masalah sedetail dan sesederhana inipun dijelaskan oleh Islam. Agama yang sangat indah, menebar rahmat bagi seluruh makhluk. Maka bersyukurlah atas nikmat Islam.

Selain itu, ini juga menunjukkan motivasi untuk mendahulukan husnuzon (prasangka baik) kepada sesama muslim, apalagi pasangan. Dan larangan saling mencurigai antar pasangan selama keduanya komitmen menjalankan syariat Islam.

Sahabat Mu’awiyah semoga Allah meridhoi beliau, bercerita mengungkapkan pesan yang sangat berkesan yang beliau dengar dari kekasih beliau, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

إنك إن اتبعت عورات المسلمين أفسدتهم، أو كدت أن تفسدهم

Sungguh kamu jika mencari-cari aib kaum muslimin itu akan merusak mereka. Atau bisa jadi dengan sikap seperti itu kamu bisa merusak mereka. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

Wallahua’lam bis showab.

***

Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk AndroidDownload Sekarang !!

Read more https://konsultasisyariah.com/35986-hukum-pulang-tanpa-ngasih-kabar-untuk-surprise-kepada-istri.html