Kata-Kata Mutiara Imam Syafi’i

Kata-kata mutiara Imam Syafi’i terpatri di dada kaum muslimin.

Dalam khazanah keilmuan Ahlu Sunnah Wal Jamaah, dikenal empat imam mazhab. Mazhab Hanafi yang dinisbatkan untuk pengikut Imam Hanafi, mazhab  Maliki yang dinisbatkan kepada Imam Malik, mazhab Syafi’i dengan tokohnya Imam Syafi’i, dan mazhab Hanbali sebagai pengikut Imam Ahmad bin Hanbal.

Salah satu yang menarik dikupas adalah sejarah hidup Imam Syafi’i. Di mana, beliau adalah peletak dasar mazhab Syafi’i yang mayoritas dianut umat Islam di Indonesia dan Asia Tenggara.

Selama hidupnya, dia mengeluarkan kata-kata mutiara. Kata-kata bijak atau mutiara itu terpatri di dada kaum muslimin khususnya yang bermazhab Syafi’i.

Syekh Abdul Aziz Asy-Syinawi, dalam bukunya yang berjudul Biogrfi Empat Imam Mazhab terbitan Beirut Publishing, mengumpulkan kata-kata mutiara Imam Syafi’i. Di antaranya yaitu:

“Siapa yang mencari kekuasaan, maka kekuasaan itu akan lari darinya dan jika terjadi suatu kejadian, ia akan kehilangan ilmu yang banyak.”

“Menuntut ilmu membutuhkan tiga hal: Kecakapan dalam menulis, panjang umur, dan kecerdasan.”

“Amal yang paling berat ada tiga: dermawan di saat kekurangan, wara’ (menjaga diri) pada waktu sendirian, dan mengatakan kebenaran di hadapan orang yang diharapkan dan ditakuti.”

“Menuntut ilmu lebih baik dari shalat sunah.”

“Tidak akan kering pekerjaan orang yang bersih.”

“Jika kalian mendapatkan di dalam tulisanku hal-hal yang menyelisihi sunah Rasulullah, maka peganglah sunah dan tinggalkanlah perkataanku.”

KHAZANAH REPUBLIKA

Demi Meraih Surga!

Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan tentang surga dan segala kenikmatan di dalamnya. Meyakini atau tidak, setiap manusia pasti berharap untuk hidup dalam kenikmatan dan kesejahteraan yang tak terbatas. Namun kehidupan semacam ini hanya akan diraih oleh mereka yang gigih dan berjuang di dunia untuk meraih kerelaan Allah swt. Itulah yang disebut orang-orang bertakwa.

Sifat-sifat surga banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, salah satunya adalah firman Allah swt :

وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Ali ‘Imran:133)

Kita diajak untuk berlomba dan bergegas untuk meraih ampunan Allah dan surga yang luasnya seperti langit dan bumi.

Bila kita memahami skala prioritas dalam hidup, tentu kita akan meninggalkan sesuatu yang tak begitu bernilai untuk meraih sesuatu yang lebih berharga. Lalu apa yang lebih berharga dari surga?

Karenanya orang yang sadar tentang nilai surga tentu akan meninggalkan segala sesuatu yang akan menjauhkannya dari surga.

Maka demi surga, jagalah hati orang-orang yang dibawahmu…

Demi surga, bantulah mereka yang membutuhkan uluran tanganmu…

Demi surga, tersenyumlah kepada mereka..

Demi surga, bahagiakanlah hati anak-anak yatim disekelilingmu…

Demi surga, sambunglah silaturahmi dengan kerabatmu…

Demi surga, maafkan mereka yang berbuat salah kepadamu…

Demi surga, bersabarlah untuk melakukan hal-hal yang berat dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Allah swt…

Demi surga, tabahlah dengan segala cobaan dan musibah…

Demi surga, bersabarlah dalam membimbing anak dan istrimu menuju jalan Allah..

Akhirnya demi surga, orang tuamu adalah pintu menuju surgamu atau nerakamu…

Ibu bukan hanya surga tapi surgamu ada di telapak kakinya..

Ketika kita menyebut demi surga, kita tidak sedang melupakan Allah swt. Karena kita melakukan semua yang demi surga itu atas perintah Allah dan demi Kerelaan-Nya.

Allah mengajak kita untuk bergegas menuju surga. Ingatlah surga pasti kita akan melupakan segala yang merintangi kita menuju surga.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAHALQURAN

Mengapa Perlu Muhasabah Diri?

Pertanyaan di atas mungkin banyak menghampiri benak seorang muslim, ada di antara mereka yang memilih untuk menyibukkan diri dengan urusan dunianya tanpa memikirkan apa yang akan menjadi bekalnya di akhirat. Ada pula yang beribadah sebagaimana apa yang Allah perintahkan, namun ibadahnya hanyalah sebagai rutinitas. Mereka shalat lima waktu setiap harinya, berpuasa dan mengeluarkan zakat setiap tahunnya akan tetapi semua itu tidak berdampak pada akhlak dan pribadinya, maksiat pun terkadang masih dilakukan. Motivasi untuk memperbaiki amalan-amalan yang ada tak kunjung hadir, penyebabnya satu karena melupakan muhasabah diri sehingga orang-orang seperti ini sudah merasa cukup dengan amalan yang telah dilakukan. Di sinilah pentingya muhasabah, ada beberapa hal lainnya yang menjadi alasan kenapa muhasabah perlu dilakukan, diantaranya:

1. Muhasabah merupakan perintah dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala.

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).

2. Muhasabah merupakan sifat hamba Allah yang bertaqwa

Seseorang yang bertaqwa adalah mereka yang membawa sebaik-baik bekal, dan dalam perjalanan mencari bekal tersebut tak jarang seseorang merasa lelah dan bosan yang mengakibatkannya tak mawas diri sehingga tergelincir dan terjatuh dalam futur (lemah semangat untuk melakukan amal shalih). Muhasabah akan membantu seseorang untuk menghadapi berbagai rintangan yang ia temukan dalam pencariannya akan bekal tersebut. Maimun bin Mahran rahimahullah berkata:

لَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يَكُوْنَ لِنَفْسِهِ أَشَدُّ مُحَاسَبَةً مِنَ الشَّرِيْكِ الشَّحِيْحِ لِشَرِيْكِهِ

“Tidaklah seorang hamba menjadi bertaqwa sampai dia melakukan muhasabah atas dirinya lebih keras daripada seorang teman kerja yang pelit yang membuat perhitungan dengan temannya”.

3. Buah manis dari muhasabah adalah taubat

Ketika seseorang melakukan muhasabah maka akan tampak jelas di hadapannya atas dosa-dosa yang dilakukan. Bagaimana mungkin seorang anak cucu Adam dapat melihat dosa dan aibnya tanpa melakukan muhasabah?!

Banyak di antara manusia yang melakukan kemaksiatan, namun Allah masih memberikan nikmat kepadanya, dia tidak menyadari bahwa ini adalah bentuk istidraj (penangguhan menuju kebinasaan) dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.” (QS. Al-A’raf: 182).

Orang-orang yang memahami ayat Allah ini, akan takut atas peringatan Allah tersebut dan dia akan senantiasa mengintrospeksi dirinya, jangan sampai nikmat yang Allah berikan kepadanya merupakan bentuk istidraj. Muhasabah yang mengantarkan kepada pertaubatan di awali dengan memasuki gerbang penyesalan. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

النَّدَامَةُ تَوْبَةٌ

Menyesal adalah taubat.” (HR.Ibnu Majah no. 4252, Ahmad no.3568, 4012, 4414 dan 4016. Hadist ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahiih al-Jaami’ ash-Shaghir no.6678)

Wallahu A’lam.

***

Penulis: Noviyardi Amarullah Tarmizi

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/27695-mengapa-perlu-muhasabah-diri.html

Khutbah Jumat Tahun Baru: Resolusi Berbasis Muhasabah

Mengambil momentum tahun baru 2020, khutbah Jumat ini mengambil tema Resolusi Berbasis Muhasabah. Selain tema ini, disediakan pula Khutbah Jumat Menyikapi Musibah Banjir 2020, khususnya untuk wilayah Jabodetabek.

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا . مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ . وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memanjangkan usia kita dan menyehatkan kita sehingga bisa menunaikan sholat Jumat di awal tahun 2020 ini. Sungguh merupakan nikmat paling besar ketika Allah menjaga iman kita. Maka marilah kita terus bersyukur kepada-Nya dengan senantiasa berusaha meningkatkan taqwa.

Sholawat dan salam atas Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah memberikan keteladanan kepada kita semua. Tak ada satu pun petunjuk yang kita butuhkan untuk mengarungi kehidupan ini kecuali beliau memberikan keteladanan terbaik untuk umatnya.

Jamaah Jum’at rahimakumullah,
Di awal tahun seperti ini, banyak perusahaan dan instansi mencanangkan target setelah membuat evaluasi tahun lalu. Mereka ingin satu tahun ke depan lebih baik daripada satu tahun yang telah dilewatinya.

Bagi seorang muslim, sesungguhnya setiap pergantian satuan waktu adalah momentum untuk melakukan evaluasi dan menghadirkan resolusi. Melakukan perbaikan dari waktu ke waktu. Muhasabah.

1. Muhasabah

Muhasabah adalah keniscayaan bagi orang-orang yang beriman. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (QS. Al Hasyr: 18)

Melalui Surat Al Hasyr ayat 18 ini, Allah memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman untuk melakukan muhasabah. Waltandhur nafsum maa qoddamat lighad. Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.

Seluruh ulama mufassirin sepakat bahwa makna ghad pada ayat ini adalah akhirat. Sehingga muhasabah kita yang paling utama adalah terkait dengan apa yang sudah kita lakukan untuk akhirat. Bukan sekedar masa depan di dunia ini.

Ketika menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir mengingatkan sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengingatkan.

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا

Hitung-hitunglah diri kalian sendiri sebelum kalian dihitung (di akhirat nanti).

Maka kualitas iman dan ibadah kita mestinya menjadi bahan muhasabah. Karena itulah yang akan menjadi bekal masa depan akhirat kita.

Bagaimana shalat kita. Amal pertama dan utama yang nanti akan dihisab di akhirat. Sudahkan kita berusaha shalat berjamaah.

Abdullah bin Ummi Maktum pernah minta izin kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, rumahku jauh dan aku tidak punya penuntun ke masjid. Bolehkah aku shalat di rumah?”

Rasulullah tahu sahabatnya ini tidak bisa melihat. Maka beliau mengijinkan. Namun ketika Abdullah bin Ummi Maktum hendak pulang, ia dipanggil kembali. “Apakah ketika engkau mendengar adzan ketika di rumah?”

“Benar ya Rasulullah. Adzan terdengar hingga rumahku.”

“Kalau begitu, shalatlah berjamaah di masjid.”

Sejak saat itu, Abdullah bin Ummi Maktum tidak pernah meninggalkan shalat jamaah di masjid. Bahkan beliaulah yang adzan Subuh. Artinya, sebelum fajar sudah berada di masjid. Padahal beliau buta.

Bagaimana tilawah kita. Sudahkah kita membiasakan membaca Al Qur’an dan menambah hafalan kita? Yang di akhirat kelak akan menentukan ketinggian derajat surga.

Para sahabat demikian mesra dengan Al Quran dan selalu sigap mengamalkannya. Sehingga Sayyid Qutb menyebut mereka jailul qur’anil farid. Generasi Qur’ani yang unik.

Para sahabat Nabi hingga pahlawan Islam yang namanya abadi hingga saat ini, mereka adalah orang-orang yang demikian mesra dengan kitab suci. Para ulama hingga para pembebas negeri seperti Shalahuddin Al Ayyubi dan Muhammad Al Fatih, ternyata mereka adalah para penghafal Al Quran. Bahkan sudah hafizh sejak kecil. Bagaimana dengan kita, sudah bertambah berapa hafalan Qur’an kita dalam setahun lamanya?

Bagaimana sedekah kita? Yang akan menjadi benteng dari musibah di dunia dan benteng dari api neraka. Para sahabat mencontohkan dalam keadaan lapang dan sempit mereka bersedekah. Hingga ada yang sambil menangis membawa segenggam kurma. Karena hanya itu yang sanggup mereka infakkan.

2. Resolusi

Jama’ah Jumat hafidhakumullah,
Muhasabah harus bermuara pada kesimpulan bahwa amal-amal kita masih sedikit sedangkan dosa-dosa kita banyak. Bekal kita untuk masa depan akhirat masih sangat kurang. Sehingga muhasabah yang benar akan melahirkan resolusi dan perbaikan.

Kalau perusahaan dan orang-orang membuat resolusi untuk kinerjanya mengejar kesuksesan dunia, semestinya kita membuat resolusi berbasis muhasabah untuk kesuksesan akhirat kita. Tentu boleh kita memiliki target kesuksesan dunia, namun tujuan akhirnya tetap akhirat.

وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.. (QS. Al Qashash: 77)

Maka berangkat dari muhasabah, kita buat resolusi. Terkait shalat kita. Jika belum lengkap berjamaah, kita lengkapi. Tidakkah kita ingin seperti Said bin Musayyab yang 50 tahun tak pernah ketinggalan shalat jamaah. Tidakkah kita ingin seperti Muhammad Al Fatih yang sejak baligh tak pernah meninggalkan shalat jamaah.

Kita tingkatkan pula khusyu’ dalam shalat kita. Tidakkah kita ingin demikian mesra berkomunikasi dengan Allah sebagaimana Rasulullah dan para sahabat menemukan kenikmatan terbesar dalam shalat.

وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ

Dan dijadikan penyejuk hatiku dalam shalat. (HR Nasa’i dan Ahmad)

Ali bin Abu Thalib pernah terkena panah. Di zaman itu belum ada anestesi seperti sekarang. Umumnya orang di zaman itu menggunakan khamr agar tidak merasa kesakitan saat anak panahnya dicabut. Namun Ali tidak mau. Ia minta anak panah itu dicabut saat shalat. Dan demikian khusyu’nya shalat, Ali tidak mengerang kesakitan saat anak panah itu dicabut.

Kalau kita sudah muhasabah tentang tilawah dan hafalan kita. Maka perlu menghadirkan resolusi agar di tahun baru ini tilawah kita lebih banyak. Tadabbur kita lebih lama. Dan hafalan bertambah.

Kalau kita sudah muhasabah tentang sedekah kita. Maka perlu menghadirkan resolusi agar di tahun baru ini sedekah kita lebih besar. Ini juga membuat kita lebih semangat untuk kerja lebih keras, kerja lebih cerdas dan tentunya kerja lebih ikhlas. Semoga dengan resolusi ini, kita kemudian bertumbuh semakin taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bekal kita ke akhirat semakin banyak.

أَقُوْلُ قَوْلِ هَذَا وَاسْتَغْفِرُوْاللَّهَ الْعَظِيْمِ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ باَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ . رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ. اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ . رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

[Khutbah Jumat Tahun Baru edisi 8 Jumadil Awal 1441 H bertepatan 3 Januari 2020; Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH

Kenapa Nabi Muhammad Rutin Puasa Senin-Kamis?

Nabi Muhammad biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.

Hari Senin merupakan hari yang dihormati dan dimuliakan Rasulullah saw. Sebab, terdapat sejumlah keutamaan dan peristiwa bersejarah yang terjadi di hari Senin. Salah satunya, adalah dilahirkannya beliau pada hari tersebut, wafatnya, dan diturunkannya Alquran kepadanya untuk pertama kalinya. Karena itulah, Rasulullah menghormatinya dengan melakukan amalan ibadah.

Pada hari Senin, Rasulullah saw kerap berpuasa dan juga melakukannya pada hari Kamis. Rasulullah saw ditanya tentang anjuran berpuasa di hari Senin. Lalu beliau menjawab, “Itu adalah hari di mana aku dilahirkan, hari di mana aku diutus atau diturunkannya wahyu kepadaku.” (HR. Muslim)

Rasulullah saw memang menekankan perhatiannya terhadap puasa Senin dan Kamis. Sangat jarang beliau meninggalkannya, karena manfaat dan keutamaan berpuasa pada Senin dan Kamis tersebut. Sebab, Nabi Muhammad SAW ingin ketika amalannya diangkat ke hadapan Allah swt beliau dalam keadaan shaum.

Aisyah ra mengatakan, “Rasulullah saw biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” (HR. An Nasai dan Ibnu Majah).

Hal ini juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, di mana Rasulullah saw bersabda, “Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi).

Lantas apa keutamaan orang yang melaksanakan puasa sunah tersebut?

Septian El Syakir dalam buku berjudul “Islamic Hypnoparenting: Mendidik Anak Masa Kini ala Rasulullah”, menyebutkan keutamaan orang yang berpuasa. Hal itu di antaranya, ampunan dan pahala yang sangat besar, puasa adalah tameng terhadap api neraka, puasa adalah pemutus syahwat, orang yang berpuasa mendapat ganjaran khusus di sisi Allah.

Adapun cara puasa Senin dan Kamis pada dasarnya sama dengan puasa pada umumnya. Namun demikian, puasa di hari Senin adalah amalan tersendiri, demikian pula puasa pada hari Kamis. Sehingga, Rasulullah saw tidak mensyaratkan bahwa puasa harus dilakukan pada Senin dan Kamis dan tidak boleh melewatkan salah satu hari tersebut.

KHAZANAH REPUBLIKA

Ujian Kelaparan Dan Kemiskinan

Fenomena kekeringan, kelaparan, melambungnya harga kebutuhan hidup, paceklik dan peperangan berkepanjangan membuat taraf hidup masyarakat menjadi ‘miskin’. Allah ta’ala menguji hamba-Nya di berbagai belahan negeri-negeri kaum muslimin dengan berbagai musibah berupa penderitaan hidup. Dalam sejarah Islam realita serupa pernah pula terjadi bahkan peristiwanya sangat tragis.

Imam Ibnu Katsir mengisahkan, pada 434 H terjadi paceklik dan wabah penyakit di kota Baghdad. Saking parahnya sampai-sampai masyarakat setempat memakan kucing dan anjing. Bahkan demi mempertahankan banyak orang menjual tanah dan rumahnya demi beberapa potong roti (Al Bidayah Wa An-Nihayah, II/211).

Pada tahun 462 H terjadi kelaparan yang sangat dan wabah di Mesir, sampai sebagian orang memakan sebagian yang lainnya, buah bodam dan gula dibeli dengan timbangan dirham, telur dibeli dengan sepuluh qirath. Ada seorang menteri Mesir keluar mengendarai keledainya menuju daerah wabah. Ketika ia turun dari bighol-nya (bighol adalah hasil persilangan kuda dan keledai), tiga orang mengambil dan memakan bighol menteri itu. Sehingga tiga orang itu disalib. Pada pagi harinya orang-orang tidak mendapati mereka kecuali berupa tulang belulang mereka di bawah kayu salib mereka, karena mereka sudah dimakan. (Dikutip dari Sejarah Bencana Umat Islam [terjemah] Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, hal 123-114).

Seorang mukmin harus memahami segala yang terjadi tak lepas dari taqdir Allah ta’ala. Di sinilah sejatinya seorang yang benar-benar beriman harus meyakini segala yang ditaqdirkan-Nya. Meskipun dalam pandangannya terasa menyusahkannya. Allah ta’ala berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Tiada suatu bencana yang menimpa di muka bumi dan (tidak pula) pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfudz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami menjelaskan yang demikian itu) supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan supaya kalian jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid : 22-23).

Ujian yang diberikan Allah yang berupa perkara-perkara yang menyengsarakan, sedikitnya harta, kelaparan dan krisis yang berkepanjangan jangan sampai membuat iman goyah. Keringnya sumber-sumber air tidak membuat patah harapan akan turunnya rahmat-Nya. insyaallah, Allah menguji sesuai kapasitas kemampuan hamba-Nya. Alhamdulillah, di negeri ini tak separah sebagaimana tragedi mencekam sehingga sesama manusia menjadi ‘kanibal’ alias memakan daging sesama untuk mempertahankan hidup.

Solusi dari problematika kelaparan dan kemiskinan adalah beriman dan bertaqwa pada Allah ta’ala. Berusaha merubah keadaan dengan jalan-jalan yang halal, memperbanyak do’a selalu bertawakkal kepada-Nya. Meninggalkan maksiat serta bertaubat niscaya Allah akan memberikan kemudahan dan menghilangkan segala perkara-perkara yang membuat manusia menderita lahir-batin. Allah ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami). Maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-A’raf: 96).

Allah ta’ala mencintai hamba-Nya yang bersabar menghadapi ketetapan Allah ta’ala. Mereka tidak berprasangka buruk pada Allah Azza wa Jalla dengan datangnya musibah. Bahkan mereka bersegera merendahkan diri kepada-Nya, meminta diangkatnya beban yang menghimpitnya, dan tidak berputus asa dari pertolongan-Nya.

Dan hikmah di balik musibah bisa menumbuhkan empati diantara sesama untuk membantu dan meringankan penderitaannya dengan suport moral, bantuan fisik dan do’a sehingga tumbuh ukhuwah imaniyah yang kuat.

***

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11858-ujian-kelaparan-dan-kemiskinan.html

Ibadah Perlu Kesabaran!

Dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah swt, kita sangat membutuhkan kesabaran. Karena disaat kita beribadah atau melakukan ketaatan, kita sedang melawan hawa nafsu yang selalu mengajak ke arah sebaliknya.

Menundukkan hawa nafsu bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan komitmen dan usaha yang keras untuk menundukkan dan semua itu tidak akan terwujud tanpa kesabaran !

Tanpa kesabaran manusia tidak akan mampu mendekatkan diri kepada Allah swt. Karena itu kita akan temukan berbagai ayat Al-Qur’an yang menggandengkan antara “sabar” dan “ketaatan”, begitu juga antara “sabar” dan “meninggalkan maksiat”.

Allah swt berfirman,

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS.Al-Baqarah:45)

Dalam ayat lain Allah swt berfirman,

إِلَّا ٱلَّذِينَ صَبَرُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَأَجۡرٞ كَبِيرٞ

“Kecuali orang-orang yang sabar, dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS.Hud:11)

Pada ayat yang pertama Allah mendahulukan sabar sebelum sholat, kemudian di ayat kedua Allah mendahulukan sabar sebelum beramal sholeh. Hal in adalah isyarat bahwa ibadah dan amal sholeh itu sangat bergantung pada kesabaran. Kita tidak mampu beramal sholeh tanpa memiliki kesabaran.

Ada pula ayat-ayat Al-Qur’an yang menggandengkan antara kesabaran dan takwa. Allah swt berfirman :

وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لَا يَضُرُّكُمۡ كَيۡدُهُمۡ شَيۡـًٔاۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيط

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan.” (QS.Ali ‘Imran:120)

وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.” (QS.Ali ‘Imran:186)

Seakan-akan mustahil seorang meraih ketakwaan tanpa kesabaran. Takwa artinya ketika seseorang melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangannya. Dan untuk mencapai ini sangat dibutuhkan kesabaran yang extra.

Bahkan dalam satu ayat Allah swt berfirman :

رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَا فَٱعۡبُدۡهُ وَٱصۡطَبِرۡ لِعِبَٰدَتِهِۦۚ هَلۡ تَعۡلَمُ لَهُۥ سَمِيّٗا

“(Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguhhatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?” (QS.Maryam:65)

Karena itu jangan pernah kita berkhayal menjadi orang yang taat dengan santai dan mudah. Ketataan memerlukan kesabaran dan pengorbanan. Maka gandakan kesabaranmu !

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQUR’AN

Empat Ciri Diterimanya Tobat

JIKA merujuk pendapat Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, ciri-ciri orang yang tobatnya diterima itu ada empat. Pertama, cara bicaranya lebih terjaga karena hatinya bersih dan peka. Kebersihan dan kepekaan itu menghidupkan hati dan memandu tutur kata sehingga dia tidak berani untuk berkata kasar, Jorok, sombong, berbohong, dan sebagainya. Hatinya akan terus mengingatkan.

Kedua, tidak ada dengki terhadap orang beriman. Tidak ada rasa persaingan terhadap saudara yang beriman. Dia sadar bahwa semua karunia itu Alloh Ta’ala yang memberi. Dengki kepada orang beriman sama artinya tidak suka dengan perbuatan dan kehendak Alloh.

Terserah Allah ingin memberi kepintaran, kecantikan, kesehatan, rezeki, pangkat atau Jabatan kepada orang beriman lainnya. Dia akan senang dengan apapun yang diberikan kepada hamba-hamba yang beriman. Bukan sebaliknya. seperti SMS (susah melihat orang senang senang melihat orang susah). Saat teman naik haji, dia malah naik tensi.

Ketiga, senang pada lingkungan yang baik. Hati Yang bersih dan peka akan mencari semacam frekuensi yang baik dari lingkungan sekitar. Misalkan ketika bertemu orang lain, hati kecilnya dapat merasakan nyaman atau tidaknya bersama orang itu.

Hati bersihnya dapat merasa jika ada yang sombong, kasar, banyak bicara, atau yang suka keluyuran, nongkrong tidak jelas, dan sebagainya yang membuat hidup lelah dan tidak bermanfaat. Dia pun cenderung menghindari lingkungan-lingkungan yang tidak baik. Kelembutan hatinya membuat dia pun sulit untuk ikut menertawakan kekurangan orang lain.

Dia sangat suka berteman dengan orang yang akhlaknya baik atau hatinya bersih. Hatinya tidak nyaman terhadap hal-hal yang duniawi semata. Dia tetap bergaul akan tetapi kepekaan hatinya membuatnya sangat hati hati dalam pergaulan.

Namun demikian, bukan berarti dia berniat berburuk sangka (su’udzhan) kepada orang lain. Hal ini karena setiap orang memancarkan semacam frekuensi. Adapun kepekaan hati orang yang tobatnya diterima bisa dengan mudah menangkap frekuensi itu, untuk kemudian mengarahkannya pada lingkungan yang baik.

Keempat, dia tidak pernah berhenti bertobat. Orang yang tobatnya diterima tidak memiliki istilah, misalnya, sedang Iibur atau cuti bertobat. Dia tidak merasa sudah diampuni dosa-dosanya, lalu merencanakan perbuatan dosa yang baru dan menentukan waktu untuk bertobat kembali.

Orang yang tobatnya diterima akan terus-menerus bertobat. Dari waktu ke waktu shalat fardhu, seolah-olah di depannya ada aliran sungai yang menyejukkan. Karena shalat fardhu itu benar-benar menggugurkan dosa, bahkan jatuhnya air wudhu saja sudah menggugurkan. Begitu dalam satu minggu. Dia sangat menantikan datangnya hari Jumat yang istimewa itu. Dia pun berharap umurnya bisa sampai pada Ramadhan tahun depan.

Demikianlah, orang yang tobatnya diterima itu sadar kalau sifat manusia senang berbuat dosa. Hatinya yang bersih, peka dan Iembut terus berupaya menghindarkannya dari segala hal yang tidak baik. Dia menikmati betapa nyaman dan bahagia hidup bersama Pencipta, Pemilik dan Penguasa Kehidupan, Alloh Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang melazimkan istighfar, niscaya Alloh Ta’ala akan membebaskannya dari segala kesusahan dan kesedihan, serta melapangkannya dari setiap kesempitan dan akan mengaruniakan kepadanya rezeki darijalan yang tidak terduga.” (HR Abu Daud) [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Taharah Pasca Banjir

Taharah atau bersuci adakalanya wajib dan sunnah. Taharah menjadi wajib ditentukan berdasarkan faktor penyebabnya, seperti terdapat benda najis dan keluarnya zat dari kemaluan, serta tujuan taharah itu sendiri, misalnya untuk salat dan membaca Al-Qur’an.

Taharah dilakukan dengan menggunakan media air atau debu yang suci karena untuk mensucikan tentu harus dengan zat yang suci pula. Termasuk air banjir yang melimpah pada dasarnya suci, sekalipun berubah warnanya disebabakan larut membawa hanyut berbagai benda, baik suci atau kotor. 

Jadi, taharah dapat menggunakan air banjir asalkan belum surut. Namun jika air banjir surut dan tidak mengalir yang tertampung dalam kobakan-kobakan kecil, atau disebut bekas banjir, maka hukumnya tersendiri. Air bekas banjir yang tidak mengalami perubahan warna, aroma dan rasa alamiah air dikatagorikan suci. Sedangkan yang telah berubah airnya dianggap kotor dan mungkin najis.

Khusus air bekas banjir yang dikategorikan suci, maka dapat digunakan bersuci dengan catatan harus mengikuti cara-cara bersuci. Jika mengikuti Mazhab Syafi’iyah maka volumenya harus mencapai 1 kubik. Kalau belum sampai 1 kubik maka untuk memakainya harus dialirkan atau dikucurkan untuk memastikan air itu bukan mustakmal (bercampur air bekas).

Begitupun perabotan rumah, lantai rumah, kendaraan yang terkena dampak banjir tidak menutup kemungkinan masih berbalut kotoran dan najis yang terbawa banjir. Supaya benda-benda itu kembali bersih dan suci harus dibersihkan terlebih dulu sehingga tidak membekas minimal warna dan aromanya. Sesudah tidak kelihatan lagi endapan bekas banjir, barulah dibilas dengan menggunakan air yang suci. 

Cara mensucikannya dapat menggunakan bekas air banjir yang suci, yaitu dengan cara mengucurkan atau mengalirkan ke benda-benda terkena dampak banjir itu. Sementara jika benda itu ingin dicelupkan maka volume airnya harus lebih 1 kubik supaya tidak menjadi mustakmal. Bersuci dengan air yang mustakmal tidak dapat mensucikan benda-benda terkena dampak banjir.

Oleh sebab itu, perhatikan cara mensuci pakaian, perabotan rumah, isi rumah dan kendaraan agar benar-benar kembali suci dan dapat digunakan kembali, khususnya untuk beribadah kepada Allah SWT.

M. Ishom el-Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten) 

KEMENAG RI

Doa untuk Anak Kita Agar Terhindar dari Perbuatan Zina

Zina adalah perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah. Karena itu, kita hendaknya senantiasa memohon perlindungan kepada Allah agar kita dijauhkan dari perbuatan zina. Juga kita harus senantiasa memohon perlindungan dari Allah agar anak-anak dan  keturunan kita dilindungi dari perbuatan zina. Di antara doa agar anak kita terhindar dari perbuatan zina adalah sebagai berikut;

اللَّهُمّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ

Allohummaghfir dzanbahu wa thohhir qolbahu wa hashshin farjahu.

Ya Allah, ampunilah dosanya, bersihkan hatinya dan jagalah kemaluannya.

Doa ini berdasarkan hadis riwayat Imam Ahmad dari Abu Umamah, dia berkisah;
إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا فَأَقْبَلَ الْقَوْمُ عَلَيْهِ فَزَجَرُوهُ قَالُوا مَهْ مَهْ فَقَالَ ادْنُهْ فَدَنَا مِنْهُ قَرِيبًا قَالَ فَجَلَسَ قَالَ أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِخَالَتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ فَلَمْ يَكُنْ بَعْدُ ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ


Sesungguhnya seorang pemuda mendatangi Nabi Saw lalu berkata; Wahai Rasulullah! Izinkan aku untuk berzina. Orang-orang mendatanginya lalu melarangnya, mereka berkata; diamlah!. Rasulullah Saw bersabda; “Mendekatlah.” Ia mendekat lalu duduk kemudian Rasulullah Saw bersabda; “Apa kau menyukainya (orang lain) berzina dengan ibumu?” Pemuda itu menjawab; Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, semoga Allah menjadikanku sebagai penebus tuan.

Nabi saw bersabda; Orang-orang juga tidak menyukainya berzina dengan ibu-ibu mereka.” Rasulullah Saw bersabda; “Apa kau menyukainya berzina dengan putrimu?” Tidak, demi Allah wahai Rasulullah semoga Allah menjadikanku sebagai penebus Tuan. Nabi saw bersabda; Orang-orang juga tidak menyukai berzina dengan putri-putri mereka.” Kemudian Rasulullah Saw meletakkan tangan beliau pada pemuda itu dan berdoa;
اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ

“Ya Allah, ampunilah dosanya, bersihkan hatinya, jagalah kemaluannya.” Setelah itu pemuda itu tidak pernah melirik apa pun.

BINCANG SYARIAH