Qurban, Amal yang Dicintai Allah

Orang yang berqurban, amal qurbannya dicatat sebagai amal yang paling dicintai Allah.

Umat Islam sebentar lagi akan merayakan hari raya Idul Adha. Di hari raya ini banyak umat Islam yang melaksanakan ibadah qurban.

Secara bahasa kata ‘qurban’ dalam ilmu fikih dikenal dengan istilah Udhhiyah. Imam al-Qurtubi menjelaskan definisi Udhhiyah secara bahasa adalah kambing yang disembelih pada waktu dhahwah (waktu dhuha).

Sedangkan Udhhiyyah menurut istilah syara’ sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Abdiin adalah hewan yang disembelih dengan tujuan bertaqarrub kepada Allah SWT di hari Nahr dengan syarat-syarat tertentu.

Ustadz Muhammad Ajib dalam buku Fikih Kurban Perspektif Mazhab Syafi’i terbitan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan keutamaan berqurban. “Menurut keterangan beberapa hadits bahwa orang yang berqurban maka amal qurbannya dicatat sebagai amal yang paling dicintai oleh Allah SWT dan pahalanya lebih cepat,” kata Ustadz Ajib dalam bukunya.

Dalam hadits riwayat Imam at-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah, Nabi Muhammad SAW menerangkan pekerjaan yang paling dicintai Allah di hari Nahr adalah berqurban. “Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda, tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari Nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan pahala kurban itu di sisi Allah SWT lebih dahulu dari pada darah yang menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah. Maka hiasilah dirimu dengan ibadah qurban.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

KHAZANAH REPUBLIKA

Berqurban atau Bersedekah Bantu Saudara, Mana Didahulukan?

Berqurban atau bersedekah harus dilihat variabelnya tak bisa digeneralisasi.

Terkadang seseorang menghadapi dua pilihan, antara bersedekah atau berqurban. Lalu manakah yang yang harus didahulukan?

Dewan Syariah Pusat Zakat Umat, Ustadz Jeje Zainudin mengungkapkan, masing-masing ibadah memiliki keistimewaannya sendiri.

“Satu ibadah dengan yang lain memiliki aspek keistimewaan yang berbeda. Sedekah mempunyai keistimewaan sendiri, berqurban juga memiliki keistimewaan,” kata Jeje dalam diskusi webinar bertajuk “Urgensi Qurban di tengah Pandemi Covid-19″, pada Jumat (3/7) sore.

Namun jika harus memilih di saat ingin berqurban ada saudara atau kerabat yang membutuhkan uang. Jika mampu maka tunaikanlah keduanya, akan tetapi jika jumlah uang yang dimiliki terbatas, maka pilih yang paling bermanfaat.

“Pilih yang paling manfaat, maslahat, dan paling dibutuhkan seseorang. Ketika yang dibutuhkan adalah makanan yang bergizi, maka yang lebih utama adalah sembelih hewan qurban, apabila dibutuhkan uang tunai maka itu didahulukan. Tidak bisa digeneralisasi,” ucap Jeje.

Di samping itu, terdapat keistimewaan berqurban di tengah pandemi Covid-19. Dalam masa ini, sebagian besar orang mengalami kesulitan secara ekonomi, namun mereka yang tetap berqurban dalam kondisi yang sempit akan menjadi sebuah keistimewaan.

“Ibadah qurban memiliki pahala yang besar dibanding pada situasi normal. Besarnya amal ditentukan dalam situasi kondisi sulit, serta besarnya kebermanfaatan yang didapat oleh seseorang. Yang menentukan nilai dan kualitas, semakin berat dan luas kemanfaatanya, maka semakin besar pahalanya,” kata Jeje.

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلا تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلانٍ كَذَا وَلِفُلانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلانٍ”

Dalam sabda Rasulullah SAW, ketika beliau ditanya, “Sedekah bagaimanakah yang paling utama?”, beliau menjawab, “Engkau bersedekah di saat kamu dalam keadaan sehat dan cinta harta, banyak keinginan dan takut miskin. Serta tidak menangguhkannya sampai nyawa di kerongkongan, kemudian mengatakan, “Ini untuk si fulan, dan itu untuk si fulan”. Padahal memang itu sudah jatah si fulan dan si fulan).” (mutafaq alaih).

Semakin berat suatu ibadah dilakukan, dan semakin luas kemanfaatannya, maka semakin besar pula pahalanya. Sesuai dengan kaidah, besaran balasan sesuai dengan besaran beban cobaan.

KHAZANAH REPUBLIKA


Lihatlah dalam Dirimu!

Allah Swt Berfirman :

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS.Adz-Dzariyat:56)

Ayat mulia ini sedang menunjukkan sebab dan tujuan penciptaan jin dan manusia. Tiada lain tujuan dari semua itu adalah agar jin dan manusia beribadah dan menyembah-Nya.

Menyembah Allah Swt tidak akan mungkin terjadi jika kita tidak mengenal-Nya, walau hanya dengan pengenalan yang sangat sederhana. Lalu bagaimana cara kita mengenal-Nya?

Sayyidina Ali bin Abi tholib pernah meriwayatkan :

مَن عَرَفَ نَفسَهُ عَرَفَ رَبهُ

“Siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya.”

Pertanyaan kedua, bagaimana cara seseorang mengenali dirinya agar bisa mengenali Tuhannya?

Apakah mengenal diri cukup dilakukan dengan mengenal tanda lahir, tahun kelahiran, dan mengenal anak siapa, dimana kelahirannya, dimana ia bekerja ??

Tidak… Bukan itu pengenalan tersebut yang dimaksud. Karena pengenalan macam ini hanya mengenal dari sisi luar saja. Dan itu bisa dilakukan bahkan oleh anak kecil.

Lalu pengetahuan macam apa yang membuat seseorang bisa mengenal dirinya?

Kita bisa mencari jawabannya dari sini :

فَلۡيَنظُرِ ٱلۡإِنسَٰنُ مِمَّ خُلِقَ – خُلِقَ مِن مَّآءٖ دَافِقٖ – يَخۡرُجُ مِنۢ بَيۡنِ ٱلصُّلۡبِ وَٱلتَّرَآئِبِ

“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan. Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar. yang keluar dari antara tulang punggung (sulbi) dan tulang dada. (QS.Ath-Thariq:5-7)

Ayat ini adalah jawaban bahwa pernahkah kita bertanya darimana kita ada? Bagaimana kita diciptakan.

Perintah ini adalah cara Allah mewajibkan hamba-Nya untuk menggunakan akal dalam berpikir.

“Terbuat dari apa dirimu? Bagaimana engkau tiba-tiba hadir di dunia ini? Siapa yabg menciptakanmu? Dan mengapa Dia menciptakanmu?

Siapa yang menciptakan makhluk yang unik bernama manusia ini? Kemudian siapa yang menitipkannya di rahim ibunya selama 9 bulan?

Darisini kita akan memahami bahwa Tuhan dan pencipta kita adalah Allah Swt. Dan Dia memiliki hak atas mereka untuk disembah.

Karenanya seringkali ketika Allah Swt memerintahkan hamba-Nya untuk beribadah, perintah ini di dahului dengan informasi penting bahwa Dia lah yang menciptakan manusia.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah:21)

Oleh karena itu, salah satu metode Al-Qur’an menghadapi orang-orang yang berpaling, sombong bahkan menentang Allah Swt adalah dengan mengingatkan darimana ia tercipta.

قَالَ لَهُۥ صَاحِبُهُۥ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَكَفَرۡتَ بِٱلَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٖ ثُمَّ مِن نُّطۡفَةٖ ثُمَّ سَوَّىٰكَ رَجُلٗ

Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya sambil bercakap-cakap dengannya, “Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakan engkau dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna? (QS.Al-Kahfi:37)

Manusia diciptakan dari setetes air yang hina, lantas mengapa ia tidak malu untuk berlaku congkak dan sombong?

خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِن نُّطۡفَةٖ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٞ مُّبِينٞ

“Dia telah menciptakan manusia dari mani, ternyata dia menjadi pembantah yang nyata.” (QS.An-Nahl:4)

Semoga Bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Ayat Alquran yang Disentuh Utsman bin Affan Ketika Dibunuh

Sejarah mencatat terbunuhnya Utsman bin Affan oleh tangan-tangan orang-orang keras dan kasar.  

Utsman bin Affan dikepung terlebih dahulu sebelum terbunuh. Para pembunuh memanjati rumahnya, dan membunuhnya ketika dia sedang meletakkan mushaf di depannya. Mereka adalah orang-orang yang keras dan kasar.

Dikutip dari buku Inilah Faktanya karya Utsman bin Muhammad al-Khamis, seseorang bertanya kepada al-Hasan al-Bashri, ketika itu dia sudah lahir, karena dia termasuk Tabiin senior, “Apakah ada di antara mereka yang membunuh Utsman itu seorang dari kalangan Muhajirin dan Anshar?” 

Al-Hasan menjawab, “Para pembunuh Utsman adalah orang-orang keras dan kasar dan berasal dari penduduk Mesir.” (Tarikh Khalifah).

Meski demikian, orang-orangnya bisa dikenali. Mereka adalah, Kinanah bin Bisyr, Ruman al-Yamani, seorang yang mempunyai panggilan Jabalah, Sudan bin Humran, dan seorang yang dijuluki kematian hitam dari Bani Sadus. Ada yang mengatakan, di antara mereka juga adalah, Malik bin al-Asytar an-Nakha’i.

Mereka itulah tokoh penggerak fitnah yang menimpa Utsman bin Affan. Adapun orang yang membunuhnya secara langsung, menurut pendapat yang masyhur, dia adalah orang Mesir yang bernama Jabalah.

Dari Amrah binti Arthah, dia menuturkan, “Aku keluar bersama Aisyah menuju Makkah pada tahun Utsman terbunuh. Kami kemudian melewati Madinah. Saat itu, kami sempat melihat mushaf yang berada di pangkuannya saat dia dibunuh. Kami melihat juga bahwa tetesan darah pertama yang menimpa mushaf itu adalah pada awal ayat:

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al- Baqarah: 137).

Amrah melanjutkan, “Maka, tidak seorang pun di antara para pembunuh itu yang mati secara wajar.” (Riwayat Ahmad).

KHAZANAH REPUBLIKA

Darimana Budaya “Menyembah Penguasa” Dimulai?

Salah satu ambisi para penguasa adalah menciptakan kesan dalam diri masyarakat bahwa mereka lah penguasa sejati yang berkuasa atas segalanya. Dengan kekuatan dan keagungan yang mereka miliki seakan mampu menentukan nasib orang lain dan mampu merealisasikan semua yang mereka inginkan. Sehingga masyarakat menjadi buta dan tak bisa melihat realitas yang sesungguhnya.

Allah Swt menceritakan tentang Fir’aun dalam Firman-Nya :

وَنَادَىٰ فِرۡعَوۡنُ فِي قَوۡمِهِۦ قَالَ يَٰقَوۡمِ أَلَيۡسَ لِي مُلۡكُ مِصۡرَ وَهَٰذِهِ ٱلۡأَنۡهَٰرُ تَجۡرِي مِن تَحۡتِيٓۚ أَفَلَا تُبۡصِرُونَ

Dan Fir‘aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, “Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; apakah kamu tidak melihat?” (QS.Az-Zukhruf:51)

Dalam ayat lain Al-Qur’an menyebutkan :

وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرِي

Dan Fir‘aun berkata, “Wahai para pembesar kaumku! Aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku.” (QS.Al-Qashash:38)

Dan Allah Swt menceritakan raja di zaman Nabi Ibrahim as.

أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِي حَآجَّ إِبۡرَٰهِـۧمَ فِي رَبِّهِۦٓ أَنۡ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ إِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِـۧمُ رَبِّيَ ٱلَّذِي يُحۡيِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحۡيِۦ وَأُمِيتُۖ

Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” (QS.Al-Baqarah:258)

Para Toghut ini memiliki peran yang sangat besar dalam melemahkan akal manusia. Mereka mewajibkan masyarakat untuk taklid buta dalam mengikuti kehendak penguasa dan mengesampingkan pandangan serta kehendak mereka. Masyarakat tidak diberi kesempatan untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Kebebasan mereka telah di rampas dan akal mereka telah di cabut.

فَٱسۡتَخَفَّ قَوۡمَهُۥ فَأَطَاعُوهُۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَوۡمٗا فَٰسِقِينَ

“Maka (Fir‘aun) dengan perkataan itu telah mempengaruhi kaumnya, sehingga mereka patuh kepadanya. Sungguh, mereka adalah kaum yang fasik.” (QS.Az-Zukhruf:54)

Itulah upaya penguasa dzalim untuk mendominasi masyarakatnya sehingga ia tidak cukup di sebut raja, tapi ia ingin menjadi tuhan yang berkuasa atas segala sesuatu.

Semoga Bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Rahasia Keberkahan Rezeki Menurut Rasulullah SAW

Rasulullah SAW menungkapkan rahasia keberkahan rezeki.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS Huud: 6)

Bagi manusia, bekerja menjadi salah satu cara untuk mendapatkan rezeki berupa penghasilan. Rezeki manusia dalam jaminan Allah SWT. 

Sebaik-baik rezeki adalah yang mengandung nilai keberkahan. Maka, jangan hanya mengejar banyaknya rezeki, tetapi kejar berkahnya rezeki.

Bukan banyaknya rezeki yang membuat cukup. Kecukupan berkait soal keberkahan. Ketika rezeki berkah, banyak atau sedikit menjadi lapang. Tetapi, ketika berkah hilang, banyak atau sedikit bisa berujung pada kesempitan hidup. Rasulullah SAW bersabda: 

 اللَّهُمَ قَنِّعْنِي بِمَا رَزَقْتَنِي، وَبَارِكْ لي فِيهِ، 

“Ya Allah, jadikanlah aku merasa cukup dengan apa yang Engkau rezekikan, berikanlah berkah di dalamnya.” (HR Al-Hakim).

Ada dua tipe manusia yang memiliki sudut pandang berbeda tentang rezeki. Pertama, ada manusia yang berpandangan bahwa rezeki mereka murni sebagai hasil kerja keras dan usaha mereka sendiri. Penghasilan yang mereka terima adalah buah dari kompetensi mereka. Semakin kompeten, semakin besar penghasilannya.

Manusia yang menihilkan Allah SWT sebagai pemberi rezeki membuat hatinya mudah khawatir kehilangan rezeki. Hatinya tak pernah tenang karena tak terpaut dengan Allah SWT. Niat bekerja bukan karena Allah SWT. Saat bekerja, semua cara dihalalkan demi mengejar banyaknya rezeki. 

Kedua, ada manusia yang berpandangan bahwa rezeki itu adalah titipan Allah SWT. Niat bekerja karena Allah SWT. Mereka bekerja dengan sungguh-sungguh sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.

Hati mereka tenang karena selalu menyertakan Allah SWT dalam setiap niat dan ikhtiar pekerjaan mereka. Seperti halnya yang disampaikan Imam Hasan Al Bashri, “Aku tahu rezekiku tidak akan diambil orang, karena itu hatiku selalu tenang. Aku tahu amalku tidak akan dikerjakan orang, karena itu aku sibuk beramal.” Bekerja dalam kerangka beramal saleh untuk meraih keberkahan adalah sebaikbaiknya sikap hidup para pencari rezeki. 

Para pencari rezeki yang menyadari bahwa rezekinya titipan Allah SWT akan menjadikan dirinya sebagai perantara bagi kemaslahatan bagi orang lain. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, rezeki yang sudah diperolehnya akan dibagikan kepada orang lain yang membutuhkan. Tak pernah ada kekhawatiran rezekinya akan berkurang atau bahkan hilang.

Para pencari rezeki yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, bertakwa kepada-Nya, dan berusaha menjadi hamba yang taat, maka Allah SWT akan selalu memberinya jalan keluar dari setiap persoalan hidup dan memberinya rezeki dari jalan tak terduga. Firman Allah SWT,

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ

“…Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukup kan (keperluannya).” (QS at Thalaq: 2-3). 

KHAZANAH REPUBLIKA

Menyegerakan Zakat Mal di Tengah Pandemi Corona (Bag. 1)

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :

Perselisihan para ulama tentang menyegerakan zakat sebelum tibanya haul

Pada asalnya, zakat ditunaikan pada waktu wajibnya dengan segera tanpa mengakhirkannya. [1]

Sedangkan menyegerakan penunaian zakat mal sebelum waktu wajibnya, maka ini ada khilaf di antara ulama rahimahumullah.[2] Menurut pendapat ulama yang terkuat, seorang muslim boleh menyegerakan menunaikan zakat mal (yang dipersyaratkan adanya haul [3]) dua tahun [4] sebelum masa haul [5] nya tiba.

Bolehnya menyegerakan penunaian zakat mal sebelum waktu wajibnya (sebelum haulnya) ini adalah pendapat Jumhur ulama rahimahumullah, di antaranya tiga imam madzhab, yaitu Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ahmad dan juga pendapat sekelompok salafus shalih. [6] Terlebih lagi jika alasan menyegerakannya itu karena adanya maslahat bagi orang faqir. [7]

Dalil jumhur ulama rahimahumullah adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyegerakan zakat mal Al-‘Abbas dua tahun lebih dahulu, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang hasan,

أنه تعجل من العباس صدقة سنتين

“Bahwa beliau menyegerakan zakat Al-‘Abbas dua tahun (sebelum haulnya).” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi dan selain mereka, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil) [8]

Dalam hadits lain yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi,

أن العباس بن عبد المطلب عم رسول الله صلى الله عليه وسلم، سأل الرسول عليه الصلاة والسلام في تعجيل صدقته قبل أن تحلَّ، فرخص له في ذلك

“Bahwa Al-‘Abbas bin Abdul Muthallib, paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang menyegerakan zakatnya sebelum tiba haulnya. Lalu beliau pun membolehkan dia melakukan hal itu.” [9]

Apakah disunnahkan menyegerakan penunaian zakat mal sebelum haulnya tiba?

Menyegerakan penunaian zakat mal terbagi dua keadaan, yaitu:

  1. Apabila hal itu didasari tuntutan maslahat syar’i, seperti di saat faqir miskin membutuhkan harta dengan segera, atau saat ada musibah besar menimpa kaum muslimin (misal: wabah penyakit atau terjadi krisis perekonomian atau bencana alam besar atau kelaparan atau negaranya sedang berperang melawan penjajah) sehingga mereka membutuhkan harta yang banyak. Pada kondisi ini, hukum menyegerakan penunaian zakat mal sebelum masa haulnya tiba adalah disunnahkan.
  2. Apabila tujuan menyegerakan penunaian zakat mal sebelum tiba haulnya adalah sekedar segera terlepas dari kewajiban dan meringankan dirinya semata. Maka hukumnya adalah menyelisihi keutamaan (tidak afdhol), karena keluar dari hukum asal [10] tanpa ada alasan kemaslahatan faqir miskin. Dan karena dikhawatirkan bahwa justru pada saat waktu wajibnya tiba, kondisi faqir miskin lebih membutuhkan harta, serta dikarenakan ada kemungkinan harta muzakki berkurang nishobnya, hilang atau musnah sebelum tiba haulnya.

Pada kondisi ini, yang lebih utama adalah zakat ditunaikan pada waktu wajibnya. [11]

Syarat dibolehkannya menyegerakan penunaian zakat mal

Ada 2 syarat yang harus dipenuhi jika seorang muzakki hendak menyegerakan penunaian zakat malnya sebelum waktu wajibnya, yaitu: [12]

Syarat Pertama:

Harta yang dizakati benar-benar telah menjadi miliknya dan telah mencapai nishab pada saat penunaian zakat yang disegerakan tersebut.

Ulama telah bersepakat (Ijma’) bahwa tidak boleh menyegerakan penunaian zakat mal sebelum harta muzakki tersebut mencapai nishab [13], sebagaimana ijma’ ini dinyatakan oleh Al-Baghawi, Ibnu Qudamah, An-Nawawi, dan Al-Qarafi. [14]

Jika tetap disegerakan padahal belum mencapai nishab, maka tidak sah dan terhitung sebagai sedekah biasa, bukan dihitung zakat mal. Syarat pertama ini disepakati oleh ulama.

Contoh:

Nishab zakat kambing adalah 40 ekor kambing. Ketika seseorang memiliki 30 ekor kambing dan menduga sebagian kambingnya akan beranak sehingga berharap nantinya jumlah kambingnya akan bertambah menjadi 40 ekor, lalu ia pun menunaikan zakatnya ketika jumlah kambingnya masih 30 ekor. Maka zakat tersebut tidak sah dan apa yang ia niatkan sebagai zakat tersebut terhitung sebagai sedekah biasa dan bukan zakat, [15] karena jumlah kambingnya belum mencapai nishob (40 ekor). Sehingga dalam kasus tersebut, sebab wajibnya zakat itu belumlah ada. Kedudukannya seperti orang yang menunaikan kaffarah (tebusan sumpah) namun saat belum bersumpah.

Syarat Kedua:

Waktu menyegerakan penunaian zakat mal maksimal 2 tahun sebelum waktu wajibnya (sebelum haul), [16] menurut pendapat yang terkuat.

Ulama rahimahumullah berselisih pendapat tentang batasan maksimal penyegeraan zakat mal, sebagian mereka membatasi maksimal 1 tahun saja, sebagian mereka menyatakan boleh lebih dari 2 tahun. [17]

Namun pendapat yang terkuat adalah pendapat jumhur ulama [18], yaitu boleh menyegerakan penunaian zakat mal maksimal 2 tahun sebelum waktu wajibnya (sebelum haul), berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi dan selain mereka, dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil.

Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أنه تعجل من العباس صدقة سنتين

“Bahwa beliau menyegerakan zakat Al-‘Abbas dua tahun (sebelum haulnya).” [19]

Oleh karena itu, pendapat yang terkuat adalah mencukupkan dengan waktu terbanyak yang disebutkan dalam dalil.

Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata,

تعجيل الزكاة قبل حلولها لأكثر من سنة: الصحيح: أنه جائز لمدة سنتين فقط، ولا يجوز أكثر من ذلك

“Pendapat yang benar tentang menyegerakan zakat mal lebih dari satu tahun sebelum tiba haulnya adalah boleh, namun maksimal hanya dua tahun (sebelum haul), tidak boleh lebih dari itu.” [20]

Catatan:

Sebagian ulama menyatakan dua syarat lainnya bagi bolehnya menyegerakan penunaian zakat mal, sebagaimana disebutkan oleh ulama Syafi’iyyah dalam kitab Fiqih mereka rahimahumullah, seperti kitab Mughnil Muhtaj dan Nihayatul Muhtaj.

Mereka menjelaskan bahwa masing-masing syarat tersebut membawa kosekuensi hukum masing-masing, baik terkait dengan kesahan, kewajiban mengulang penunaian zakat mal, ataupun terkait dengan hak mengambil kembali harta yang telah dikeluarkan dengan niat zakat mal tersebut.

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

 Artikel: Muslim.or.id

Bacaan Niat Puasa Dzulhijjah, Tarwiyah, dan Arafah

Pelaksanaan puasa Dzulhijjah, Tarwiyah dan Arafah sama dengan puasa pada umumnya.

Bulan Dzulhijjah merupakan bulan yang ke-12 dan terakhir dalam kalender Hijriyah. Di bulan ini terdapat hari raya yang dinantikan umat Islam, yakni Idul Adha atau biasa dikenal lebaran haji.

Bulan Dzulhijjah juga memiliki keutamaan yang dimiliki oleh waktu istimewa yang bernama sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Karena itu, Allah lebih mencintai suatu amalan ibadah tertentu yang dilakukan di hari-hari tersebut.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hari-hari di mana amal shaleh di dalamnya lebih dicintai Allah SWT daripada hari-hari ini, sepuluh pertama bulan Dzulhijjah.” Para sahabat lantas bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, termasuk jihad fi sabilillah?” Rasulullah bersabda, “Termasuk jihad fi sabilillah. Kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak ada yang kembali sama sekali.”

Karena keutamaannya itulah, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk memperbanyak amal shaleh pada bulan Dzulhijjah, salah satunya dengan melaksanakan puasa. Menjelang Idul Adha pada 10 Dzulhijjah, umat Muslim disunnahkan untuk melakukan puasa.

Puasa sunnah di bulan Dzulhijjah itu di antaranya puasa dari 1-7 Dzulhijjah, puasa Tarwiyah dan puasa Arafah. Puasa ini dilakukan ketika sebagian orang Islam menjalankan ibadah haji di Tanah Suci.

Dari Said bin Jubair, Rasulullah SAW bersabda, “Jika kamu masuk ke dalam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, maka bersungguh-sungguhlah sampai hampir saja ia tidak mampu menguasainya (melaksanakannya).” (HR. Ad Darimi, hadits hasan)

Mengutip buku berjudul “Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah” oleh Nur Solikhin, disebutkan bahwa puasa Tarwiyah dan Arafah adalah puasa dalam rangka memperingati kisah keta’atan Nabi Ibrahim As saat beliau bermimpi menyembelih anaknya, Nabi Ismail As. Puasa Arafah merupakan puasa pada hari ‘Arafah, yakni hari kesembilan pada bulan Dzulhijjah. Puasa ini bertepatan saat jamaah haji melakukan wukuf di Padang Arafah.

Namun, Sayyid Sabiq dalam bukunya berjudul “Fiqih Sunnah 3” menyebutkan, dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa Nabi SAW tidak berpuasa pada Hari Arafah. Karena itu, para ulama memandang bahwa orang yang berhaji hendaknya tidak berpuasa pada hari tersebut atau hukumnya menjadi mubah. Baik puasa Arafah maupun Tarwiyah sangat dianjurkan bagi umat Islam yang tidak berangkat haji.

Syekh Al-Jurjawy dalam bukunya Hikmah at-Tasyri’ wa Falsafatuha menyatakan, tujuan disunahkannya puasa hari Arafah adalah agar kaum Muslimin yang sedang berpuasa di hari itu memikirkan keadaan orang-orang yang sedang melakukan wukuf di suatu tempat yang sangat luas (padang Arafah) sambil mengumandangkan kalimat talbiyah (memohon ampun dan rahmat Allah). Maka, seyogyanya mereka juga merasa rindu untuk datang ke tempat suci tersebut.

Sedangkan puasa Tarwiyah adalah puasa pada hari kedelapan Dzulhijjah atau sehari sebelum hari wukuf. Puasa ini memiliki keutamaan (fadhilah) bagi yang menjalankannya. Sebab pada hari Tarwiyah, Allah akan memberikan pahala yang amat besar.

Abu Qatadah Ra. berkata, “Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, kemudian beliau menjawab bahwa puasa itu melebur dosa satu tahun yang telah berlalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)

Secara syariat, pelaksanaan puasa sunnah Dzulhijjah, puasa Tarwiyah dan Arafah sama dengan puasa pada umumnya. Namun, yang membedakan adalah waktu pelaksanaan dan niatnya.

Adapun niat melaksanakan puasa di bulan Dzulhijjah sebagai berikut:

1. Niat Puasa dari 1-7 Dzulhijjah

“Nawaitu shouma syahri dzil hijjah sunnatan lillahi ta’ala.”

(Saya niat puasa sunah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta’ala).

2. Niat puasa Tarwiyah

“Nawaitu shouma tarwiyata sunnatan lillaahi ta’ala.”

(Saya niat puasa sunah Tarwiyah karena Allah Ta’ala).

3. Niat puasa Arafah

“Nawaitu shauma ‘arafata sunnatan lillaahi ta’ala.”

Artinya: Saya niat puasa Arafah, sunah karena Allah ta’ala.

IHRAM

5 Perkara yang Bisa Datangkan Azab Menurut Rasulullah

Terdapat 5 perkara maksiat yang bisa mendarangkan azab.

Takut terhadap azab menjadi keniscayaan bagi setiap insan, khususnya orang-orang yang beriman.

Dalam Alquran surat al-Ma’arij ayat 27 disebutkan, takut kepada azab Allah ini merupakan di antara ciri orang-orang yang jiwanya tenang, tidak banyak keluh kesah dan tidak galau hidupnya. Sebab, dengan tertanamnya rasa takut terhadap azab Allah akan melahirkan kekuatan iman dan rasa syukur.

وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ

“Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.”   Hakikatnya, Allah SWT Mahapengasih dan Penyayang kepada setiap makhluk- Nya, terutama manusia sebagai penyandang makhluk yang telah dimuliakan. Maknanya, Allah tidak menghendaki hamba-Nya tersebut mendapatkan azab-Nya. Hanya saja, ulah hamba-Nya sendiri yang memilih jalan kebatilan dan berpaling dari kebenaran. 

Dalam sebuah riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim dengan sanad sahih, Rasulullah SAW pernah memberikan nasihat yang sangat penting dan berharga kepada kita tentang masalah azab ini. Di hadapan kaum Muhajirin dan Anshar, beliau SAW menyebut lima hal yang dapat mengundang turunnya azab dan kemurkaan Allah SWT, sebagai berikut: 

نْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ فَقَالَ ‏ “‏ يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا ‏.‏ وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤُنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ ‏.‏ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلاَّ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ ‏.‏ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلاَّ جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ 

Pertama, dosa zina yang dilakukan secara terang-terangan di suatu kaum. Perbuatan maksiat ini akan menyebabkan turunnya tha’un (wabah) dan penyakitpenyakit yang tidak pernah ada pada generasi sebelumnya.

Kedua, perilaku curang, seperti mengurangi takaran dan timbangan. Termasuk kezaliman penguasa, seperti pembunuhan, kerusakan, khianat, korupsi, dan lain-lain. Maka, ragam kejahatan ini akan menyebabkan kebangkrutan, paceklik, banyaknya tekanan, dan kesulitan hidup.

Ketiga, enggan membayar zakat dan suka menahannya. Akibatnya, hujan dari langit pun akan ditahan. Sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan.

Keempat, melanggar perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya. Karena perbuatan ini, Allah akan menjadikan pihak musuh dari kalangan orang kafir dan munafik berkuasa ke atas mereka. Lalu, pihak musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki.

Kelima, menyelisihi syariat Islam. Artinya, selama para pemimpin yang diberikan amanah kekuasaan itu tidak menjadikan agama sebagai dasar hukum dalam menjalankan kepemimpinannya, Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Agar Doa Dikabulkan

Orang yang berdoa artinya mengimani Allah Yang Maha perkasa atas segala sesuatu.

Doa sejatinya kekuatan bagi seorang Muslim dalam setiap menghadapi persoalan hidup. Dengan berdoa, seseorang mengakui kelemahan dan ketidak berdayaan diri tanpa pertolongan Allah.

Seorang hamba yang mau berdoa, juga menandakan keimanan hamba tersebut. Sebab, orang yang berdoa artinya mengimani Allah Yang Maha perkasa atas segala sesuatu. Ustaz Oemar Mita pun menganggap doa bukanlah perkara yang dapat dianggap biasa.

“Doa itu menegaskan kita telah beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa. Pasti orang yang telah beriman, dia akan berdoa pada Allah,” kata Ustaz Oemar dalam kajian bersama Ustaz Bobby Herwibowo dan KH Abdullah Gymnastiar yang diselenggarakan Wakaf Adventure, beberapa hari lalu. Orang yang tidak berdoa menandakan tipisnya keimanan dan ketakwaannya.

Menurut dia, orang tidak mau berdoa ke pa da Allah dapat menjadi tanda ke ang kuh an dan kesombongan dirinya. Ustaz Oemar menjelaskan, orang yang tidak pernah ber doa akan mendapatkan murka Allah SWT. Menurut dia, orang tersebut tengah mengabaikan atau melupakan Allah sebagai Dzat Yang Mahakuasa untuk mengabulkan segala sesuatu. Ustaz Oemar Mita pun me nga takan, Rasulullah setiap harinya mem perbaharui berdoa kepada Allah.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, doa se ka ligus menjadi pembeda antara Khalik dan makhluk. Menurut Ustaz Oemar, hanya Kha lik yang tidak mempunyai limit atau batasan ketika hamba-Nya meminta pertolongan atas segara urusan dan masalahnya. Allah bahkan makin menyayangi orangorang yang banyak berdoa kepada-Nya.

Sementara makhluk memiliki batasan untuk mengabulkan atau memenuhi ketika dimintai pertolongan oleh sesama makhluk. Ustaz Oemar Mita juga mengajak dalam kondisi saat ini umat Islam untuk banyak memanjatkan doa kepada Allah. “Doa mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin, yang mustahil menjadi mustajab, kekuatan doa menjangkau yang tidak bisa dijangkau fisik manusia,” kata dia.

Dalam berdoa, seseorang pun harus bersungguh-sungguh melakukannya. Ustaz Bobby Herwibowo mengatakan, dalam ber doa hendaknya mengangkat telapak tangan hingga melebihi bahu. Ini sebagaimana dicontohkan Rasulullah. Ustaz Bobby me ng ungkapkan, agar doa lekas terkabul, akan lebih baik dibarengi dengan bersedekah. Sebab, dengan begitu Allah akan menolong segala urusan kita. “Agar urusan dimu ahkan genapi dengan membantu sesama,” kata ustaz Bobby yang juga pimpinan Yayasan Askar Kauny.

Lebih dari itu, Ustaz Bobby menjelaskan ada tiga cara yang dapat dilakukan seorang hamba agar doanya dikabulkan. Hamba itu harus menyedikitkan waktu tidur saat malam untuk diisi dengan Qiyamul lail. Selain itu, berdoa dengan penuh rasa cemas dan berharap penuh kepada Allah serta iringi doa dengan bersedekah.

KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym menjelaskan, dalam konsep tolong-me no long sejatinya orang yang memberikan pertolongan atau penolong lebih beruntung. Sebab, penolong hakikatnya tengah dibe rikan kepercayaan oleh Allah. Ia men con tohkan, seorang hamba yang menolong anak-anak yatim sejatinya orang tersebut sangat beruntung karena dipercaya Allah menyalurkan rezeki bagi anak yatim. Aa Gym juga mengingatkan agar menjauhi ujub dalam beramal karema hal itu akan me rusak segala amal.

“Rezekinya dari Allah, bertemu sama orang yang susah takdirnya Allah, kita punya keinginan bersedekah taufiknya juga dari Allah, jadi betul-betul kita berusaha beramal, tapi ketika sudah jadi amal jangan sampai merasa amal itu amal kita, sudah lupakan saja,” kata Aa Gym.

Aa Gym melanjutkan, syarat amal diterima pertama adalah meluruskan niat se mata-mata karena Allah. Amal yang diker jakan pun harus sesuai dengan tuntutan Rasulullah. Karena itu, kata dia, sebelum ber amal seseorang harus terlebih dahulu memastikan niatnya. Ketika amal itu dila kukan, yang harus dilakukan adalah mem perluas harapan kepada Allah agar amal itu dapat diterima. Namun, Aa Gym juga meng ingatkan agar mewaspadai pujian orang terhadap amal yang dilakukan. Sebab, menurut dia, dalam beramal seseorang harus berimbang antara raja’ atau berharap pada Allah dan perasaan khauf atau takut amal menjadi rusak.

“Maka, sebetulnya yang beramal ini sepenuhnya karunia Allah. Maka, hilanglah diri kita, tidak usah diingat-ingat, disebutsebut,” kata dia.

KHAZANAH REPUBLIKA