Serba-Serbi Bulan Haram (3)

Di antara keutamaan bulan haram ialah semua rangkaian ibadah haji dilaksanakan di bulan Dzulhijjah. Allah Ta’ala berfirman,

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ

Musim haji adalah beberapa bulan yang telah dikenal.” (QS. Al-Baqarah : 197)

Imam al-Bukhari mengatakan, “Ibnu ‘Umar menafsirkan ayat tersebut dengan bulan Syawal, Dzulqa’dah, dan 10 hari pertama Dzulhijjah.” (Shahih al-Bukhari)

Nabi pun dahulu melakukan umrah sebanyak 4 kali di bulan haram. Sebagaimana ucapan Ibnul Qayyim rahimahullah yang memberikan komentar mengenai hal tersebut, “Tidaklah Allah memilihkan untuk Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam umrahnya melainkan waktu yang paling utama dan mulia.” Beliau juga mengatakan, “Waktu terbaik untuk mengerjakan umrah adalah bulan-bulan haji dan pertengahan Dzulqa’dah. Inilah masa yang kita harapkan kebaikannya dari Allah. Barangsiapa memiliki kelebihan dalam ilmu, maka hendaknya ia berpedoman dengannya.” (Jami’ al-Fiqhi karya Ibnul Qayyim, dengan tahqiq dari Syaikh Yasri as-Sayyid Muhammad 3/467)

Demikian pula, di dalam bulan haram, terdapat 10 hari pertama Dzulhijjah yang mana Allah telah bersumpah dengannya di dalam kitab-Nya dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa 10 hari tersebut termasuk hari yang paling mulia. Bahkan, amal shalih yang dikerjakan di rentang waktu tersebut lebih agung pahalanya dibandingkan waktu selainnya.

Imam al-Bukhari dan Imam at-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ

Tiada hari dimana amal shalih yang dikerjakan di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada 10 hari ini.”
Kemudian para sabahat bertanya, “Wahai Rasulullah, walaupun jihad di jalan Allah?”
Nabi pun menjawab,

وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

Iya, meskipun jihad fi sabilillah. Kecuali seseorang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya, lantas ia tidak kembali pulang dengan membawa suatu apapun.” (HR. Al-Bukhari no. 969 dan Sunan at-Tirmidzi no. 757, dengan redaksi at-Tirmidzi)

Di bulan haram, juga terdapat hari ‘Arafah, hari Nahr (Idul Adha), dan hari Tasyriq yang semuanya termasuk hari yang paling utama di sisi Allah, sekaligus hari raya bagi umat Islam. Abu Dawud meriwayatkan hadis di dalam kitab Sunan dari ‘Abdullah bin Qurth bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ تَعَالى يَوْمُ النَّحْرِ، ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ

Sesungguhnya hari paling mulia di sisi Allah Ta’ala adalah hari Nahr (10 Dzulhijjah), kemudian hari Qarr (11 Dzulhijjah).” (Sunan at-Tirmidzi no. 1765 dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud 1/331 no. 1552)
***

Penulis: Dr. Amin bin Abdillah asy-Syaqawi
Penerjemah: Ummu Fathimah
Diterjemahkan dari https://www.alukah.net/sharia/0/121267/

Artikel Muslimah.or.id

Serba-Serbi Bulan Haram (2)

Apa saja keistimewaan, keutamaan, serta hukum yang berkaitan dengan bulan haram?

Di antara ciri khasnya adalah dosa yang dilakukan di bulan haram lebih besar dibandingkan dosa yang dikerjakan di bulan selainnya.

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan firman Allah Ta’ala, “Janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya” yakni di dalam bulan haram. Sebab, kezaliman di bulan haram lebih berat dan gawat dosanya daripada kezaliman di bulan yang lain. Sebagaimana maksiat yang dilanggar di tanah haram akan dilipatgandakan balasannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan barangsiapa bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya, niscaya Kami akan membuatnya merasakan sebagian siksa yang pedih.” (QS. Al-Hajj : 25)

Demikian pula dosa akan semakin parah jika diterjang di bulan haram.

Qatadah menjelaskan firman Allah “Janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya”, yaitu bahwa kriminalitas di bulan haram lebih fatal dosanya dibandingkan kriminalitas di bulan selainnya. Meskipun demikian, kezaliman tetaplah dosa besar di setiap kondisi. Akan tetapi, Allah memuliakan semua yang Dia kehendaki. Allah menetapkan manusia pilihan di antara makhluk-Nya, mengangkat utusan dari kalangan malaikat dan manusia, menentukan dzikir di antara kalam-Nya, memilih masjid daripada permukaan bumi selainnya, menunjuk Ramadhan dan bulan haram di antara bulan yang lain, mengutamakan hari Jum’at di atas hari selainnya, dan memuliakan lailatul qadar dibandingkan malam yang lain. Oleh karena itu, agungkanlah semua yang Allah agungkan. Namun, pengagungan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang paham dan berakal. (Tafsir Ibnu Katsir 7/198 secara ringkas).

Imam al-Qurthubi rahimahullah menerangkan, “Allah Ta’ala menyebutkan 4 bulan haram secara spesifik dan melarang kejahatan di dalamnya karena kemuliaan bulan tersebut. Meskipun demikian, kezaliman tetaplah diharamkan di semua waktu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

Maka tidak boleh berkata keji, berbuat fasik, dan berdebat kusir ketika menunaikan haji.” (QS. Al-Baqarah : 197) (Tafsir al-Qurtubi 10/199-200)

Di antara keistimewaan bulan haram adalah larangan memulai perang di bulan tersebut, yakni melancarkan serangan kepada musuh, menurut pendapat yang lebih kuat. Hal ini berlandaskan pada firman Allah Ta’ala,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melanggar syiar-syiar Allah dan jangan pula menodai kehormatan bulan haram.” (QS. Al-Maidah : 2)

Demikian juga firman Allah Ta’ala,

فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ

Apabila bulan-bulan haram telah berlalu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu.” (QS. At-Taubah : 5)

Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan memulai pertempuran di bulan haram telah dihapus dengan ayat yang mengharamkan kezaliman di bulan haram sebagaimana di bulan yang lain.

Namun, pendapat yang lebih rajih (kuat) adalah memulai mengawali perang, kecuali jika orang kafir menyerang terlebih dahulu atau melanjutkan pertempuran sebelumnya. Jika demikian, hukumnya diperbolehkan. (Ahkam min Al-Qur’an al-Karim karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 2/21)
***

Penulis: Dr. Amin bin Abdillah asy-Syaqawi
Penerjemah: Ummu Fathimah
Diterjemahkan dari https://www.alukah.net/sharia/0/121267/

Artikel Muslimah.or.id

MUSLIMAHorid

Serba-Serbi Bulan Haram (1)

Segala puji hanya milik Allah. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba sekaligus utusan-Nya. Wa ba’du.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dalam kitab Shahih mereka, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana kondisinya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram. Tiga bulan terletak berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Yang terakhir adalah Rajab, bulan Mudhar yang terletak di antara Jumada dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 4406 dan Muslim no. 1679, dengan redaksi Muslim).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan rincian bulan haram yaitu Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Penyebutan bulan haram ini juga terdapat di dalam firman Allah Ta’ala,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya terdapat empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus. Janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan haram itu dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 36).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan firman Allah Ta’ala, “Di antaranya empat bulan haram” yaitu tiga bulan yang berturut-turut, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Yang keempat adalah Rajab Mudhar yang terletak di antara Jumada dan Sya’ban.

Bulan Rajab dinisbatkan kepada suku Mudhar untuk menerangkan benarnya ucapan mereka mengenai Rajab yaitu bulan yang terletak di antara Jumada dan Sya’ban. Bukan seperti sangkaan suku Rabi’ah yang mengatakan bahwa Rajab adalah bulan yang terletak di antara Sya’ban dan Syawwal. Itulah bulan Ramadhan yang kita kenal saat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa Rajab yang dimaksud adalah Rajab Mudhar dan bukan Rajab Rabi’ah.

Beliau juga menyampaikan bahwa bulan haram hanya ada empat, tiga bersambungan dan satu terpisah. Hal tersebut dalam rangka manasik haji dan umrah.

1. Allah menjadikan Dzulqa’dah sebagai bulan haram, karena ia adalah satu bulan sebelum bulan haji. Dan bangsa Arab tidak melakukan peperangan di bulan haram.
2. Allah menjadikan Dzulhijjah sebagai bulan haram, karena mereka ketika itu melaksanakan ibadah haji dan sibuk menunaikan rangkaian manasik di bulan tersebut.
3. Allah haramkan bulan sesudahnya, yaitu Muharram agar mereka dapat kembali ke negeri yang paling jauh dalam kondisi aman.
4. Allah haramkan Rajab di tengah-tengah tahun supaya memberikan kesempatan untuk berziarah ke Baitullah dan melakukan umrah bagi mereka yang datang menuju tanah haram dari Jazirah Arab yang terjauh. Mereka pun mengunjungi Baitullah dan kembali ke tanah kelahirannya dengan aman di bulan tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir 7/197).

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Dr. Amin bin Abdillah Asy Syaqawi
Penerjemah: Ummu Fathimah
Diterjemahkan dari https://www.alukah.net/sharia/0/121267/

Artikel Muslimah.or.id

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/12338-serba-serbi-bulan-haram-1.html

Inilah Sebab Munculnya Kerajaan Islam Usai Masa Majapahit

Munculnya kerajaan Islam setelah Majapahit.

Sebelum lahir Indonesia, Nusantara terdiri dari kerajaan-kerajaan yang mendiaminya dengan corak Hindu-Buddha. Namun demikian, kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha itu secara berangsur diganti sistem kekuasaan yang bercorak Islam.

Dalam buku Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan karya Buya Ahmad Syafii Maarif disebutkan mengenai suatu teori tentang peralihan corak kekuasaan tersebut. Teori itu berasal dari Coedes yang mengambil contoh dari Kerajaan Majapahit.

Disebutkan, ada beberapa sebab mengapa Majapahit sebagai kerajaan yang bercorak India kemudian mengalami keruntuhan dan peralihan corak kekuasaan. Pertama, penyebab utama kejatuhan imperium Majapahit adalah munculnya Malaka sebagai pusat komersial yang dikuasai oleh Muslim. Atau dalam isitilah masa kini terjadi perubahan politik global. Ini ditandai dengan pusat ekonomi yang beralih dan munculnya kekuasaan baru dunia secara bertahap, yakni zaman kolonialisme Eropa di Asia.

Islam yang semula bertapak di kawasan pantai, secara berangsur merayap ke pedalaman sejak permulaan abad ke-15. Kedua, Majapahit dilanda perang saudara dalam perebutan kekuasaan. Raja Majapahit Rajasanagara wafat pada 1389 dan digantikan oleh menantu dan keponakannya yakni Wikramawardhana.

Setelah beberapa tahun di atas takhta, Wikramawardhana pada 1401 mendapat perlawanan dari Wirabhumi atau putra Rajasanagara dari selirnya. Perang saudara ini berlangsung pada 1406 dengan berujung pada kematian Wirabhumi.

Namun demikian, meski Wikramawardhana menang, keruntuhan Majapahit sudah tak dapat dibendung lagi. Sejarah mencatat, Majapahit bertahan selama 236 tahun, yakni dari 1298-1528 Masehi.

Ketiga, gangguan dari China. China di bawah Kaisar Yung Lo memaksakan kehendaknya untuk menggantikan kuasa Jawa atas seluruh Nusantara dan Semenanjung Malaya. Laksamana Cheng Ho yang merupakan seorang Muslim ditugaskan untuk melaksanakan misi global China ini.

IHRAM

Tuhanku Pasti Akan Memberi Jalan!

Kali ini kita akan mengenang sebuah kalimat yang di ucapkan oleh Nabi Musa as dan di abadikan di dalam Al-Qur’an Al-Karim dalam Firman-Nya :

قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهۡدِينِ

Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS.Asy-Syu’ara:62)

Kata-kata ini di ucapkan oleh Nabi Musa as ketika beliau bersama pengikutnya terjepit antara lautan yang ganas dihadapannya dan kejaran Fir’aun beserta pasukan dibelakangnya.

Kata-kata ini beliau ucapkan dalam keadaan sangat yakin dan percaya mutlak bahwa Allah Swt pasti akan membimbing beliau menuju jalan keselamatan.

Kata-kata ini terucap dari lisan Nabi Musa as sementara mata hati beliau memandang dengan gamblang janji Allah Swt tentang pertolongan dan kebersamaan Allah dengannya.

قَالَ لَا تَخَافَآۖ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسۡمَعُ وَأَرَىٰ

Dia (Allah) berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (QS.Tha-Ha:46)

Dan terbukti, janji Allah Swt datang saat itu juga dengan perantara satu pukulan tongkat Nabi Musa as yang membelah lautan dan menyelamatkan beliau beserta para pengikutnya dan menenggelamkan Fir’aun beserta seluruh bala tentaranya.

قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهۡدِينِ

Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS.Asy-Syu’ara:62)

Katakan Tidak ! Selama ada Allah, maka tidak perlu lagi rasa takut, yang ada hanyalah ketenangan.

Katakan Tidak ! Tidak ada kata mundur, teruslah bergerak maju karena dihadapanmu hanya ada dua pilihan. Yaitu keselamatan dan kemenangan atau kemuliaan syahid di jalan Allah.

قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهۡدِينِ

Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS.Asy-Syu’ara:62)

Nabi Musa as mengucapkan kalimat ini dengan keyakinan yang total dan kita pun harus selalu mengucapkan slogan ini dalam menghadapi situasi apapun !
Disaat masalah menghimpit dan kesedian memuncak…
Disaat musuh merongrong dan ketakutan meledak…
Disaat kemiskinan, rasa lapar dan rasa takut mendesak…
Disaat rasa sakit dan musibah menimpa…
Disaat rasa putus asa dan kegelisahan mulai tiba…
Disaat seakan engkau sudah tak memiliki kekuatan dan kesempatan untuk mencari jalan keluar…
Disaat hatimu merasa begitu sempit dan terasa sesak di dada…
Katakanlah dengan lantang !

قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهۡدِينِ

Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS.Asy-Syu’ara:62)

Bukankah Allah Swt telah berjanji akan mendatangkan pertolongan dan jalan keluar bagi orang-orang yang beriman?

Tidakkah engkau percaya kepada Dzat yang telah menjagamu sejak engkau berada dalam perut ibumu dan engkau tak memiliki kemampuan apa-apa?

Angkat kepalamu, bunuh rasa putus asa di hatimu dan berjalan lah maju. Karena pertolongan Allah Swt telah menanti di depanmu !

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH AL QURAN

Tetap Perhatikan Protokol Kesehatan Covid19

Wabah covid19 memang membuat beberapa pejabat pusing, memilih antara kesehatan atau ekonomi. Beberapa pejabat ada yang “defense mechanisms” nya dengan menolak fakta-fakta covid19, seperti presiden brazil yang tidak mau memakai masker, akhrinya presiden brazil positif covid19

Demikian juga keadaan rakyatnya sekarang yang angka kematian sudah di atas 100.000

Beberapa pejabat bisa berpikir jernih dan bijak, tetap menggerakkan ekonomi dengan memperhatikan protokol kesehatan

Silahkan anda beraktifitas terutama untuk mencari nafkah utama dan tetap memperhatikan protokol kesehatan

Jangan layani debat dan pedulikan pecinta konspriasi yang ujung-ujungnya meremehkan protokol kesehatan bahkan menghina dan menuduh tenaga kesehatan dengan tuduhan membisniskan covid19 dll

Fakta dan kenyataan covid19 semakin nyata dengan bertambahnya kasus, banyak korban meninggal dari pejabat, artis bahkan keluarga ustadz dll

Semoga Indonesia baik-baik saja. Aamiin

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen (Petugas Lab Covid19)

Artikel www.muslimafiyah.com

Mari Berlomba Meraih Shaf Pertama

Shalat berjamaah adalah ibadah yang sangat agung. Tentunya seseorang berharap akan mendapat pahala yang maksimal dalam melaksanakan ibadah ini. Salah satu yang penting untuk diperhatikan adalah berusaha untuk berada di shaf pertama. Terdapat keutamaan tersendiri bagi orang yang berada di barisan pertama dalam shalat berjamaah.

Keutamaan Shaf Pertama

Terdapat dalil-dali yang menunjukkan keutamaan shaf pertama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصُّفُوْفِ اْلأُوَلِ

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang shalat di shaf pertama.” (H.R Abu Dawud, shahih)
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إلاَّ أنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا

“Seandainya manusia mengetahui keutamaan yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidaklah akan medapatkannya kecuali dengan diundi, niscaya pasti mereka akan mengundinya.“ (H.R Muslim)

Hadits ini menunjukkan adanya keutamaan dan pahala khusus pada shaf pertama, dan bolehnya undian untuk mendapatkannya jika diperlukan. 

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

خيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا ، وَشَرُّهَا آخِرُهَا ، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا ، وَشَرُّهَا أوَّلُهَا

Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling jelek adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shaf bagi wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling jelek adalah yang paling depan.“ (H.R Muslim)

Hadits ini menunjukkan keutamaan shaf pertama bagi laki-laki. Hal ini juga menunjukkan bahwa amal itu bertingkat-tingat yang sekaligus juga menunjukkan bahwa pelaku amal bertingkat-tingkat. 

Imam An Nawawi rahimahullah menjelasakan bahwa shaf yang jelek pada laki-laki maupun wanita artinya sedikit pahala dan keutamaanya, karena berada pada posisi yang semakin jauh dari yang diperintahkan syariat. Adapun yang dimaksud dimaksud shaf pertama adalah shaf yang berada di belakang imam, baik orang itu datang ke masjid di awal waktu maupun datang belakangan. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa patokan shaf pertama adalah ditinjau dari awal kedatangannya ke masjid meskipun dia shalat di barisan belakang, maka ini tidak tepat. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

Catatan

Kondisi shaf wanita yang paling baik adalah di belakang, ini berlaku ketika para wanita shalat berjamaah bersama-sama di belakang shaf laki-laki. Adapun jika wanita shalat di belakang imam wanita, atau shalat di belakang imam laki-laki namun terpisah dari jamaah laki-laki di tempat tersendiri, maka yang terbaik adalah shaf yang terdepan. Hal ini berdasarkan keumuman hadits yang menunjukkan keutamaan shaf pertama. (Lihat Shahiih Fiqh Sunnah)

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan bahwa shaf terbaik bagi wanita adalah yang paling belakang. Hal ini disebabkan karena posisinya berada paling jauh dari barisan jamaah laki-laki. Berdasarkan alasan ini, maka seandainya para wanita shalat berjamaah di tempat khusus yang terpisah dari laki-laki, maka kita katakan bahwa sebaik-baik shaf wanita adalah yang di depan dan yang paling jelek adalah yang paling belakang. Demikian pula jika para wanita shalat bersama laki-laki namun terdapat pembatas yang memisahkan antara shaf wanita dan shaf laki-laki. (At Ta’liiq ‘alaa Shahih Muslim)     

Bahaya Kebiasaan Berada di Shaf Belakang 

Shaf laki-laki dalam shalat jamaah semakin di depan maka semakin baik dan utama. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda mengingatkan kepada salah seorang sahabat yang datang akhir dan berada di shaf belakang :

  لا يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمْ اللَّهُ

“Orang-orang yang terbiasa mengakhirkan hadir ketika shalat jamaah, niscaya Allah akan mengakhirkan urusan mereka “ (H.R Muslim)

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan yang dimaksud dalam hadits ini adalah orang-orang yang datang akhir sehingga tidak mendapat shaf pertama maka Allah pun akan mengakhirkan bagi orang tersebut rahmat-Nya, kemuliaan dan keutamaan, ketinggian kedudukan, ilmu yang bermanfaat, dan kebaikan lainnya. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengingatkan bahwa dalam hadits ini terdapat ancaman dari Nabi tentang bahaya mengakhirkan datang ke masjid. Apabila seseorang mengakhirkan dari shaf pertama, kedua, dan ketiga, maka Allah pun akan menghukum hatinya dengan menyukai mengakhirkan amal-amal shalih yang lainnya –wal ‘iyadzubillah-. Maka berusahalah untuk berada di barisan shaf terdepan ketika shalat berjamaah. (Lihat Syarh Rhiyadis Shaalihiin)

Oleh karena itu tidak selayakanya seseorang mempunyai kebiasaan mengakhirkan datang ke masjid sehingga malas berusaha untuk mendapat shaf pertama dalam shalat berjamaah. 

Tambahan Berbagai Kebaikan 

Dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan shaf pertama berarti juga menunjukkan dianjurkannya untuk bersegara ke masjid agar bisa mendapat shaf pertama. Setiap amalan kebaikan akan berbuah amal kebaikan yang lain. Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan shaf pertama tentu akan bersegera untuk menuju masjid. Dengan demikian menyebabkan dia akan berkesempatan untuk mendapatkan amalan kebaikan yang lain, di antaranya :

  1. Melaksanakan shalat sunnah baik shalat tahiyatul masjid atauapun shalat rawatib.
  2. Mendapat kesempatan waktu mustajab berdoa antara adzan dan iqomat
  3. Mendapat kesempatan takbiratul ihram bersama imam. 

Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan shaf awal dengan bersegera menuju masjid, maka dirinya pun akan berkesempatan untuk mendapatkan pahala semisal amalan di atas atau amal-amal kebaikan yang lain. 

Dalam Urusan Kebaikan Harus Berlomba-Lomba

Berada dalam shaf pertama jelas merupakan kebaikan dan keutamaan. Setiap orang mempunyai kesempatan dan hak yang sama untuk mendapatkannya. Semestinya seseorang dalam hal ini berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dia berusaha untuk datang awal di masjid agar bisa meraihnya. Inilah di antara bentuk bersegera dalam kebaikan. Allah Ta’ala berfirman :

فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.“ (Al Maidah :48)

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.“ (Al Imran : 133)

Sayangnya sebagain orang justru meremehkan kebaikan ini. Sebagian orang menunda-nuda untuk pergi ke masjid tanpa alasan yang dibenarkan. Ada pula yang  datang awal ke masjid, namun ia merasa cukup di barisan belakang shaf shalat dan merelakan orang lain untuk berada di shaf depan. Ini adalaha tindakan yang tidak tepat. Dalam perkara kebaikan akhirat, semestinya seseorang berusaha untuk bersegera mendapatkan yang terbaik. 

Semoga bermanfaat. Menjadi pengingat bagi kita dan memotivasi bagi kita untuk bersemangat dalam melaksanakan shalat berjamaah dan mendapat keutamaan shaf pertama.

Penulis : Adika Mianoki

Artikel: Muslim.or.id

Jangan Pernah Memastikan Apa yang Akan Kau Lakukan Besok!

Masih dalam seri 5 menit lebih dekat bersama Rasulullah saw di bulan kelahiran beliau.

Seri Kelima adalah jangan pernah memastikan bahwa “Besok aku akan melakukan ini dan itu…” tanpa menghubungkannya dengan Allah dengan ucapan “Insya Allah”.

Allah swt berfirman,

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا – إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ

Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi, kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” (QS.Al-Kahfi:23)

Inilah salah satu didikan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw.

Jangan pernah memastikan apa yang akan terjadi di hari esok. Karena manusia tidak mampu menentukan apa yang akan ia lakukan esok hari, bahkan seesaat setelah ini pun ia tak mampu memastikannya.

Hari esok adalah milik Allah. Kita hanya bisa merencanakan, namun ketentuan hanya di tangan Allah swt.

Bukankah Allah berfirman,

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا

“Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok.” (QS.Luqman:34)

Karenanya, ketika kita ingin berjanji atau berencana melakukan sesuatu di esok hari, jangan pernah lupa bahwa semua itu bergantung pada ketentuan dan kehendak-Nya. Jangan pernah lepas dari ucapan “Insya Allah”.

Apabila Allah tidak berkehendak, sematang apapun rencana kita, sebaik apapun kemampuan kita dan sekuat apapun persiapan yang telah dipersiapkan, semua tidak akan terjadi. Karena Allah swt berfirman,

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS.At-Takwir:29)

Jangan pernah mengumbar janji dan jangan pernah memastikan apa yang akan terjadi besok, kecuali kembalikan semuanya kepada Allah.

Dengan ungkapan ini pula kita mengakui kelemahan diri kita dihadapan Allah swt yang menentukan segalanya. Dan kita tidak menjadi orang yang congkak dengan merasa bahwa segalanya berada ditangan kita.

KHAZANAH ALQURAN

Natalia Iriani, Temukan Hidayah Usai Kaji Mendalam Alkitab

Natalia Iriani menemukan hidayah Islam usah mengkaji Alkitab.

Natalia Iriani, perempuan asal Malang Jawa Timur ini mengisahkan kegelisahan hatinya ketika dia berusaha mencari kebenaran dari kitab suci yang selama ini diyakininya. 

“Dulu saya masuk Islam bukan karena Alquran, tetapi karena Alkitab. Saya enggak pernah baca buku tentang Islam juga, enggak pernah nonton acara-acara Islam atau ceramah-ceramah ustadz, apalagi tentang perbandingan agama. Itu enggak pernah belajar,” ujar dia dalam video Youtube yang telah dikonfirmasi Republika.co.id, beberapa hari lalu.

Natalia bahkan mengaku bahwa awalnya dia tidak suka pada Islam. Mendengar adzan saja membuat hatinya terasa kurang nyaman. Dia akan langsung mematikan televisi ketika secara tidak sengaja menjumpai tayangan adzan atau ceramah keagamaan Islam.  

Dahulu, Natalia berusaha sebisa mungkin untuk menghindari hal-hal yang berhubungan dengan Islam. Orang tuanya juga kala itu cenderung mengamini stigma bahwa Islam bukanlah agama yang benar. “Bahkan, keluarga juga wantiwanti saya untuk jangan jadi seperti kakak saya yang dekat dengan orang Islam, menikah, dan menjadi mualaf,” ujar dia.  

Ketika Natalia semakin mendalami kitab suci agamanya yang dulu, dia menemukan hal yang membuatnya tercengang, yaitu bahwa Tuhan ternyata Esa. Natalia tentu bukanlah orang yang tak paham dengan agamanya di masa lalu.  

Ibunya yang dahulu sebenarnya seorang Muslimah pun ikut memeluk agama sang ayah. Namun, Natalia tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Semakin dia mempelajari kitab suci agamanya yang dulu, semakin dia merasa ragu terhadap apa yang diajarkan orang-orang di sekitarnya selama ini. 

Natalia sebenarnya telah merasakan keraguan batin tentang kepercayaan yang dipeluknya. Krisis itu dialaminya setidaknya sejak duduk di bangku sekolah. Dahulu, Natalia sangat menggemari kisah-kisah tentang Nabi Isa. Keimanannya bahkan semakin kuat karena sering melihat ayahnya melayani masyarakat dengan sepenuh hati. 

Akan tetapi, semakin dia mendalami cerita tentang nabi berjuluk al-Masih itu, semakin dia merasa ragu dengan agamanya kala itu. Ketika itu, Natalia memiliki beberapa teman Muslim. Dia telah mengetahui bahwa Tuhan dalam kitab sucinya dan Tuhan dalam Islam memiliki nama yang sama, yaitu Allah. Hanya saja, pelafalannya mungkin berbeda.

Natalia tidak berhenti mencari jawaban atas keraguannya. Dia kemudian melakukan penelitian dengan menguji apakah ajaran pendeta telah sesuai dengan isi kitab suci. Namun, dari semua pendeta yang ditemuinya, tidak ada yang membenarkan pernyataan dalam kitab suci bahwa Isa adalah utusan Tuhan. 

Natalia berprinsip bahwa agama itu benar jika isi kitab suci keseluruhan benar karena kitab suci berisi firman Tuhan. Bagi dia, firman Tuhan tidak pernah salah. Jika isi kitab suci saling bertentangan dan salah, kitab itu sudah diubah melalui campur tangan manusia. 

“Kedua setiap ayat Alquran itu saling mendukung dan tidak boleh bertentangan. Misalnya, di satu ayat tentang melarang sesuatu, kemudian di ayat selanjutnya jangan sampai membolehkan sesuatu yang dilarang sebelumnya,”ujar dia. Kemudian, dia bersahabat dengan teman Muslim lainnya. 

Saking dekatnya, dia sering berdiskusi mengenai kitab suci agama mereka masing-masing. Hal ini juga yang membuatnya lebih mengenal dan mendalami Bibel serta Alquran. Ternyata benar, ada 12 ayat yang ditemukannya di Bibel saling bertolak belakang. Namun, hal ini dianggap waktu itu masih dalam batas kewajaran.

Sebab, perbedaan latar belakang, waktu, bahasa dan tempat penulisan diakui ada. Bagaimanapun, jawaban sebatas itu tidak serta merta menghilangkan keraguannya. Dia yakin betul, seharusnya kitab suci meski dengan latar belakang tempat, bahasa, dan waktu penulisan yang berbeda berisikan hal yang tidak kontradiktif. Sebab, sumbernya satu dan sama saja, yaitu firman Ilahi. 

Dari sanalah, dia tidak hanya mulai meragukan ajaran pendeta. Kini, dia mulai merenungkan kembali ihwal kebenaran pada isi kitab sucinya. Untuk itu, Natalia pada saat itu terus mencoba untuk meneliti isi kitab suci.  

“Sampai-sampai saya menangis dan berdoa untuk menemukan kebe naran dan meyakini Tuhan itu satu, yakni Tuhan semesta alam yang harus disembah. Namun saat itu saya bingung Tuhan mana yang harus saya sembah, apakah Tuhan yang saya sembah itu sudah benar atau menyembah Tuhan yang salah?” tutur dia. 

Saat itu dia berdoa meminta ampun kepada Tuhan karena keraguannya, karena dia tidak tahu dan salah telah menghambakan diri. Karena dia meyakini bahwa dia menghambakan dii kepada Tuhan semesta alam dan eminta untuk ditunjukkan kebenarannya. Setelah berdoa, anehnya ayahnya kemudian menunjukkan ayat kitab suci yang menunjukkan Isa adalah tuhan. Di situ keraguan dia sempat agak berkurang.  

Beberapa hari kemudian, Natalia mendiskusikan temuannya itu bersa ma dengan kawannya yang Muslim. Dia lantas mendapatkan pertanyaan kembali. Apakah kitab aslinya menyebutkan hal yang sama? Setelah dia mencari di kitab suci yang sama, tetapi dengan bahasa aslinya, ternyata Nabi Isa ditegaskan tidaklah mengaku sebagai Tuhan. Sosok al-Masih menegaskan dirinya sebagai guru dan bapak (junjungan), yang dalam bahasa Ibrani diistilahkan sebagai kurios.

Akhirnya, hatinya mulai mantap. Dia telah menyadari betul, kebenaran datang dari Islam yang secara tegas menyatakan Nabi Isa AS hanyalah utusan-Nya, tidak pernah mengakuaku sebagai tuhan. Dengan penuh kesadaran, Natalia menerima ini sebagai fakta, dan langkah awal baginya untuk menemukan pijakan yang lebih teguh.  

Kepada kawannya, perempuan itu menyampaikan niat ingin menjadi seorang Muslim. Betapa gembira temannya itu saat mendengarkan curahan hati (curhat) Natalia.

Termasuk ketika dikatakannya, bahwa tidak ada satu pun ayat dalam kitab sucinya dahulu yang menyebutkan Nabi Isa AS sebagai tuhan. Padahal, lagi-lagi dirinya berkata gamblang, kitab suci seharusnya 100 persen benar, tidak saling kontra diktif dalam isinya. Untuk itulah, lanjut Natalia, dirinya mengakui kebenaran Alquran. Dan, dia ingin menjadi umat Nabi Muhammad SAW.

Hari yang bersejarah dalam kehidupannya terjadi pada 7 Oktober 2016. Dengan ditemani kawannya, dia mendatangi kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Malang Jawa Timur. 

Di hadapan para ustadz dan ulama setempat, Natalia menyatakan ingin memeluk Islam. Mereka pun membimbingnya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. Sesudah itu, hati Natalia bagaikan lepas dari beban berat. dIa merasa lega dan sangat bersyukur karenanya.  

KHAZANAH REPUBLIKA


Mengapa Dinamakan Bulan Muharram?

Muharram atau yang dikenal masyarakat jawa dengan sebutan bulan Suro, adalah salah satu dari empat bulan suci dalam Islam, ada Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharram dan Rajab. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ta’ala,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram” (QS. At Taubah : 36).

Diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Bakroh, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Satu tahun ada 12 bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan haram (suci), tiga diantaranya beurutan, yaitu , Dzulhijah dan Muharram. Kemudian Rajab Mudhar yang diapit bulan Jumada (al akhir) dan Sya’ban” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bulan ini juga terpilih menjadi bulan pertama dalam kalender hijriyah, setelah sahabat Umar bin Khathab pada tahun ke 16 Hijriyah selaku khalifah pada saat itu, bermusyawarah dengan para pemuka sahabat. Kemudian diputuskanlah bulan Muharom sebagai bulan pembuka untuk kalender hijriyah. Alasan memilih bulan ini sebagai bulan pertama dalam penanggalan hijriyah karena pada bulan inilah muncul tekad/azam untuk berhijrah ke kota Madinah. Sebagaimana diterangkan Ibnu Hajar –rahimahullah– dalam Fathul Bari (7/335).

Begitu mulianya bulan ini sampai Nabi menyebutnya sebagai Syahrullah (bulan Allah),

فْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Seutama-utama puasa setelah Ramadlan ialah puasa di bulan Allah yakni bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardlu, ialah shalat malam” (HR. Muslim).

Lantas mengapa bulan suci ini dinamai Muharram?

Ada dua pendapat yang menjelaskan alasan penamaan bulan ini :

Pertama, dinamakan Muharram dari kata haram yang maknanya adalah larangan, sebagai penegasan terhadap keharaman berperang di bulan ini. Karena dahulu orang-orang Arab mengubah-ubah urutan bulan ini, mereka menghalalkan perang pada suatu tahun kemudian mengharamkan pada tahun berikutnya.

Kedua, dinamakan Muharram karena bulan ini termasuk salah satu dari empat asyhur al hurum (Bulan-bulan haram) yang disinggung dalam surat At Taubah ayat 36 di atas. Imam Ibnu Katsir –rahimahullah– menyatakan,

ذَكَرَ الشَّيْخُ عَلَمُ الدِّينِ السَّخَاوِيُّ فِي جُزْءٍ جَمَعَهُ سَمَّاهُ «الْمَشْهُورُ فِي أَسْمَاءِ الْأَيَّامِ وَالشُّهُورِ » أَنَّ الْمُحَرَّمَ سُمِّيَ بِذَلِكَ لِكَوْنِهِ شَهْرًا مُحَرَّمًا، وَعِنْدِي أَنَّهُ سُمِّيَ بِذَلِكَ تَأْكِيدًا لِتَحْرِيمِهِ ؛ لِأَنَّ الْعَرَبَ كَانَتْ تَتَقَلَّبُ بِهِ فَتُحِلُّهُ عَامًا وَتُحَرِّمُهُ عَامًا

“Syaikh Alamuddin As Sakhowi menyebutkan dalam salah satu jilid karya yang beliau kumpulkan, yang beliau beri judul al masyhur fi asma-i al ayyam wa asy-syuhur, bahwa dinamakan Muharram karena bulan ini termasuk bulan haram. Adapun menurutku, dinamai Muharom sebagai penekanan terhadap keharaman berperang di bulan tersebut. Karena kaum Arab dahulu mengubah-ubah urutan bulan ini, mereka menghalalkan perang di suatu tahun lalu mengharamkan di tahun berikutnya” (Tafsir Ibnu Katsir 4/146).

Damikian, semoga tulisan ringkas ini memberikan manfaat. Washallallahu ‘ala nabiyyina muhammad wa aalihi washahbihi wa sallam.

***

Madinah An Nabawiyyah, 3 Muharom 1437
Ditulis oleh Ahmad Anshori

Artikel Muslim.or.id