Banyak orang menganggap ghibah sebagai dosa yang remeh. Apalagi ketika sudah berganti istilah menjadi gosip. Berikut ini pembahasan arti ghibah, dosanya dan bagaimana cara taubatnya.
Arti Ghibah
Ghibah (غيبة) berasal dari kata ghaib (غيب) yaitu tidak hadir. Ghibah adalah membicarakan sesuatu tentang orang yang tidak hadir yang jika orang tersebut mengetahuinya maka ia tidak suka. Dalam bahasa Indonesia, biasa diterjemahkan dengan menggunjing atau gosip.
Dalam hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah menjelaskan tentang ghibah dengan sabda beliau:
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
“Kamu mengatakan tentang saudaramu hal-hal yang tidak disukainya”
Ada sahabat yang bertanya, “bagaimana jika apa yang dikatakan itu memang fakta?” Beliau lantas menjawab:
إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Jika apa yang kamu katakan itu ada pada saudaramu, berarti kamu telah ghibah. Dan jika apa yang kamu katakan itu tidak ada pada saudaramu, berarti itu adalah fitnah.”
Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan, arti ghibah adalah engkau menyebut-nyebut orang lain yang tidak berada bersamamu dengan suatu perkataan yang ia tidak suka jika mendengarnya.
Bentuk dan Contoh Ghibah
Ghibah ini bisa beragam bentuk dan jenisnya. Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menjelaskan, ghibah bisa berupa perkataan tentang fisik. Misalnya, kepalanya botak, mata buta sebelah, gembrot, kurus kering, dan sebagainya.
Contoh pada zaman sekarang, “Fulanah itu masa pandemi corona begini kok malah semakin gemuk.”
“Iya, Mbak. Dia itu makannya banyak. Sampai makanan teman juga disikat.”
Kedua, menyangkut pakaian atau penampilan. Contoh, “Dia nggak pantas sama sekali pakai baju begitu. Kelihatan norak dan ndeso.”
Ketiga, menyangkut sifat atau perbuatan. Contoh, “Memang dia itu pemalas. Saya pernah ke rumahnya, jam 10 baru mandi.”
Keempat, menyangkut ibadah. Contoh, “Fulan itu hanya pandai ceramah. Dia sendiri jarang puasa sunnah. Saya tahu, karena sering bertemu.”
Bentuk Ghibah bisa berupa perkataan, tulisan maupun isyarat. Imam Ghazali mencontohkan, isyarat mata yang dimaksudkan untuk mencela juga termasuk ghibah. Contoh lain, seseorang yang kakinya pincang. Lalu orang lain mengisyaratkan dia dengan menirukan cara jalan tersebut dengan maksud menghinanya.
Dosa Ghibah dan Bahayanya
Banyak orang menganggap ghibah sebagai dosa kecil, hingga meremehkannya. Maka mereka pun tetap asyik melakukan tanpa merasa telah melakukan kesalahan besar.
1. Dosa Besar
Ghibah termasuk dosa besar. Karenanya Imam Adz Dzahabi memasukkannya dalam kitab Al Kabair.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan larangannya dalam Surat Al Hujurat ayat 12.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
2. Perusak Ukhuwah
Allah memfirmankan bahwa orang-orang beriman itu bersaudara. Bahkan persaudaraannya sangat kuat hingga Allah menyebut ikhwah dalam Surat Al Hujurat ayat 10. Setelah itu, pada ayat 11 dan 12, Allah menjelaskan tentang hal-hal yang bisa merusak ukhuwah. Salah satunya adalah ghibah.
3. Ibarat Makan Bangkai
Dalam Al Hujurat ayat 12 tersebut, Allah mengibaratkan ghibah dengan makan bangkai saudara sendiri.
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
..dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.. (QS. Al Hujurat: 12)
Setiap orang pasti tidak suka makan bangkai. Kata fakarihtumuuh (فكرهتموه) menggunakan fi’il madhi (kata kerja lampau), menunjukkan bahwa perasaan jijik itu adalah sesuatu yang pasti semua orang merasakannya.
“Yakni sebagaimana kamu tidak menyukai hal itu secara naluri, maka bencilah perbuatan tersebut demi perintah syara’” tulis Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini. “Karena sesungguhnya hukuman yang sebenarnya jauh lebih keras dari apa yang digambarkan.”
4. Mencederai Kehormatan Muslim
Dosa menggunjing tergolong besar karena ia mencederai kehormatan seorang muslim yang sebenarnya haram baginya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram atas diri kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksudnya, haram bagi seorang muslim menumpahkan darah sesama muslim. Haram pula mengambil harta muslim yang lain tanpa hak. Dan juga haram mencederai kehormatannya.
Ibnu Taimiyah menjelaskan, semakin besar iman seseorang yang ia cederai kehormatannya, semakin besar pula dosanya. Demikian pula semakin besar iman seseorang yang ia gunjing, semakin besar pula dosanya.
5. Allah Buka Aibnya
Seseorang yang hobi ghibah dan mencari-cari aib seorang muslim, Allah akan membuka aibnya meskipun ia menyembunyikan aib itu rapat-rapat.
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِى بَيْتِه
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lidahnya sedangkan iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian suka menggunjing orang-orang muslim dan mencari-cari aib mereka. Karena siapa yang mencari-cari aib muslim, Allah akan mencari-cari aibnya. Dan siapa yang Allah cari aibnya, maka Dia akan membuka aib itu meskipun ia bersembunyi di rumahnya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)
6. Keimanannya Jauh dari Sempurna
Orang yang suka menggunjing, keimanannya jauh dari sempurna. Bahkan Rasulullah menggunakan istilah iman belum masuk di hati untuk orang yang suka menggunjing sebagaimana hadits tersebut.
Sebab yang Mendorong Seseorang Menggunjing
Ibnu Qudamah Al Maqdisi menjelaskan ada banyak faktor yang mendorong seseorang menggunjing. Pertama, bisa jadi ia marah atau sakit hati kepada seseorang tetapi tidak berani menghadapinya. Maka ia pun menggunjing orang tersebut. Ini juga menunjukkan lemahnya karakter orang yang suka menggunjing.
Kedua, menyesuaikan dengan teman dan lingkungannya. Karena temannya suka menggunjing, ia pun ikut-ikutan. Awalnya mungkin ia tidak menggunjing, tetapi karena masuk dalam forum gosip, ia asyik mendengarkan dan akhirnya ikut terlibat. Bahkan menimpali atau menambahkan.
Ketiga, seseorang ingin mengangkat dirinya sendiri dan menjatuhkan orang lain. Ia merasa kalah dari orang lain, maka ia pun mencari keburukan orang tersebut dan menceritakannya. Jadilah ghibah.
Keempat, untuk canda dan lelucon. Awalnya sekedar obrolan ketika kumpul-kumpul. Lalu ingin bercanda hingga akhirnya menggunjing orang lain dan menceritakan keburukannya.
Kelima, karena buruk sangka. Ia selalu melihat orang lain dengan prasangka buruk. Karenanya ia menceritakan apa yang ia tahu dengan perspektif negatif.
Cara Bertaubat dari Ghibah
Ghibah adalah dosa yang menyangkut hak manusia. Karenanya untuk bertaubat, ia harus bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada orang tersebut. Sebagaimana Imam Nawawi menjelaskan dalam Riyadhus Shalihin ketika membahas taubat:
- Menyesali perbuatan ghibahnya
- Memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
- Berjanji tidak akan mengulangi
- Meminta maaf kepada orang yang telah ia gunjing
Taubat kepada Allah haruslah sungguh-sungguh. Jika menggunjingnya sudah sekian lama dan kepada begitu banyak orang, mungkin tidak cukup dengan istighfar. Sebagai bentuk taubat nasuha, perlu kiranya mengerjakan sholat taubat.
Terkait poin 4 ini, Ibnu Qudamah menjelaskan, jika ghibah belum didengar oleh orang yang digunjing, permohonan maaf cukup dengan memohonkan ampunan bagi orang tersebut. Agar ia tidak mendengar apa-apa yang belum diketahuinya. Sehingga hatinya bisa menjadi lebih lapang.
“Tebusan tindakanmu yang memakan daging saudaramu adalah dengan cara memuji dirinya dan mendoakan kebaikan baginya,” kata Mujahid. “Begitu pula jika orang tersebut telah meninggal dunia.”
Sedangkan Syaikh Yusuf Qardahwi dalam At Taubat ila Allah menjelaskan, kemudharatan yang timbul menjadi pertimbangan utama antara meminta maaf kepada orang yang digunjing atau tidak. Jika dengan meminta maaf dan memberitahukannya bisa menimbulkan kemudharatan yang lebih besar, maka cukup mendoakan dan memujinya. Atau meminta maaf secara umum tanpa menyebutkan apa yang ia gunjing. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
BersamaDakwah