Tiga Keutamaan Mengikuti Sunnah Nabi

Dalam kitab Sunan Ibnu Majah mengungkap ada tiga keutamaan mengikuti sunnah Nabi diantaranya, Pertama, anjuran untuk tidak masuk dalam perselisihan sunnah karena akan binasa

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ قَالَ أَنْبَأَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَخُذُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَانْتَهُوا

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ash Shabbah ia berkata; telah memberitakan kepada kami Jarir dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Biarkanlah apa yang telah aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena pertanyaan dan perselisihan mereka kepada para Nabinya. Jika aku perintahkan kepada kalian terhadap suatu perkara maka laksanakanlah semampu kalian, dan jika aku larang kalian dari suatu perkara maka jauhilah.” 

Kedua, Mentaati sunnah Rasulullah adalah wujud ketaatan kepada Allah SWT

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, dan Waki’ dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Barangsiapa menta’atiku maka ia telah ta’at kepada Allah dan barangsiapa durhaka kepadaku maka ia telah durhaka kepada Allah.”

Ketiga, Diberikan kebaikan dunia

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى بْنِ سُمَيْعٍ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْأَفْطَسُ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْجُرَشِيِّ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَذْكُرُ الْفَقْرَ وَنَتَخَوَّفُهُ فَقَالَ أَالْفَقْرَ تَخَافُونَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتُصَبَّنَّ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا صَبًّا حَتَّى لَا يُزِيغَ قَلْبَ أَحَدِكُمْ إِزَاغَةً إِلَّا هِيهْ وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ

قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ صَدَقَ وَاللَّهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكَنَا وَاللَّهِ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ

Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin ‘Ammar Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isa bin Sumai’ berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sulaiman Al Afthas dari Al Walid bin Abdurrahman Al Jurasyi dari Jubair bin Nufair dari Abu Darda` ia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kami, sementara kami sedang memperbincangkan masalah kefaqiran dan kami merasa takut darinya. Lalu beliau bersabda: ” Apakah kalian takut kepada kemiskinan? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh akan diberikan kepada kalian dunia, hingga hati salah seorang dari kalian tidak bisa berpaling kecuali akan menemuinya. Sungguh, telah aku tinggalkan untuk kalian perkara terang benderang, malam dan siangnya sama.” Abu Darda` berkata; “Demi Allah benar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah meniggalkan bagi kita perkara yang terang benderang, malam dan siangnya sama.”

IHRAM

Shalat di atas Kasur, Bolehkah?

Sebagian dari kita mungkin pernah melaksanakan sholat di atas kasur. Pasalnya, hanya ada kasur tempat yang suci untuk sholat. Bolehkah?

Pertama, shalat mengenakan sandal

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو مَسْلَمَةَ سَعِيدُ بْنُ يَزِيدَ الْأَزْدِيُّ قَالَ سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ

أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي نَعْلَيْهِ قَالَ نَعَمْ

Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Maslamah Sa’id bin Yazid Al Azdi berkata, “Aku bertanya kepada Anas bin Malik, “Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat dengan memakai sandal?” Dia menjawab, “Ya.”

Kedua, shalat mengenakan khuff,

حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْأَعْمَشِ قَالَ سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ يُحَدِّثُ عَنْ هَمَّامِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ رَأَيْتُ جَرِيرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ

بَالَ ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى فَسُئِلَ فَقَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَنَعَ مِثْلَ هَذَا

قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَكَانَ يُعْجِبُهُمْ لِأَنَّ جَرِيرًا كَانَ مِنْ آخِرِ مَنْ أَسْلَمَ

Telah menceritakan kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al A’masy berkata, aku mendengar Ibrahim menceritakan dari Hammam bin Al Harits berkata, “Aku pernah melihat Jarir bin ‘Abdullah kencing, lalu ia berwudlu dan mengusap dua sepatunya lalu berdiri shalat. Maka hal itu ditanyakan kepadanya, ia lantas menjawab, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat seperti ini.” Ibrahim berkata, “Yang jadi mengherankan mereka adalah karena Jarir adalah termasuk di antara orang yang masuk Islam belakangan”.

Ketiga, sholat di atas alas tidur atau kasur,

الرَّحْمَنِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ

كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَايَ فِي قِبْلَتِهِ فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا قَالَتْ وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ

Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Abu An Nadlr mantan budak ‘Umar bin ‘Ubaidullah, dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman dari ‘Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata, “Aku pernah tidur di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sementara kedua kakiku di arah Qiblat (shalatnya). Jika sujud beliau menyentuh kakiku, maka aku tarik kedua kakiku. Dan jika berdiri aku kembali meluruskan kakiku.” ‘Aisyah berkata, “Pada saat itu di rumah-rumah belum ada lampu penerang.”

IHRAM

5 Negara Mayoritas Muslim yang Perketat Aturan Suara Azan

Media asing menyoroti warga Jakarta yang takut menyuarakan keluhan mereka terkait volume azan terlalu bising. Sejumlah warga menilai keluhan azan di Indonesia adalah sebuah kegiatan yang sensitif.
Pada 2018 lalu, seorang perempuan beragama Buddha, Meiliana, dipenjara usai mengeluhkan suara azan.

Usai keluhan itu terungkap, ratusan pengunjuk rasa membakar hampir selusin kuil Buddha di Tanjung Balai Sumatera Utara, wilayah tempat tinggal Meiliana.

Manusia hidup berdampingan dengan satu sama lain. Banyak perbedaan yang ada di elemen masyarakat kadang berpotensi menjadi sumber konflik. Maka dari itu, diperlukan kesepakatan dari kedua belah pihak agar kegiatan yang dilakukan tidak merugikan keduanya.

Di negara-negara mayoritas penganut agama Islam, pengeras suara masjid termasuk azan justru diatur dengan ketat agar tak mengganggu warga lain.

Berikut merupakan beberapa negara mayoritas muslim yang memperketat aturan suara azan.

1. Arab Saudi
Menteri Urusan Islam Saudi, Sheikh Abullatif bin Abdulaziz Al Sheikh, mengeluarkan surat edaran kepada masjid di Arab Saudi. Surat edaran ini mengimbau masjid untuk tak memasang volume azan melebihi sepertiga kapasitas volume penuh pengeras suara.

Surat edaran ini juga membahas potensi pengeras suara yang mampu mengganggu aktivitas beribadah yang dilakukan di masjid terdekat.

“Jika salat yang berlangsung hingga 10 hingga 15 menit, dimainkan dengan kencang menggunakan pengeras suara, itu dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi mereka yang tinggal di sebelah masjid, termasuk (masyarakat) Muslim dan non-Muslim,” demikian dalam surat edaran itu dikutip dari The National News.

2. Bahrain
Kementerian Kehakiman dan Urusan Islam Bahrain mengimbau para imam untuk menggunakan sistem pengeras suara internal dalam melaksanakan ibadah Ramadhan. Walaupun begitu, kementerian mengizinkan penggunaan pengeras suara eksternal untuk azan, dikutip dari Gulf News.

Mengutip News of Bahrain, pengeras suara hanya boleh digunakan untuk mengumandangkan azan dan ikamah (panggilan pertama dan kedua dalam ibadah muslim). Pengeras suara juga tidak boleh digunakan di malam hari.

3. Uni Emirat Arab (UEA)
Mengutip The National News, warga yang merasa terganggu dengan volume adzan masjid dapat mengajukan pengaduan ke Departemen Urusan Islam dan Kegiatan Amal UEA (IACAD).
Pekerja Departemen Teknik IACAD, Jalal Obeid, mengatakan bahwa volume azan di masjid yang dekat dengan daerah pemukiman tidak boleh lebih dari 85 desibel. Terlalu sering terpapar suara yang bervolume 85 desibel dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

4. Mesir
Menteri Wakaf Mesir, Mohammed Mokhtar Gomaa, sebelumnya telah melarang penggunaan pengeras suara di luar masjid selama salat. Namun, seruan itu tidak dituruti oleh beberapa masjid di wilayah Mesir.

Sementara itu, Pakar Hukum Islam Ahmed Kareema dalam Egypt Today menyampaikan, penggunaan pengeras suara seharusnya dilarang selama salat. Sebab, kegiatan itu merupakan bentuk pelanggaran mencolok terhadap hukum Islam dan Alquran.

Kareema menambahkan, pengeras suara hanya boleh digunakan selama azan (panggilan untuk beribadah) dan iqama (panggilan kedua untuk beribadah).

5. Malaysia
Mengutip DW, aturan pengeras suara masjid di Malaysia bergantung pada masing-masing negara bagian. Selangor termasuk negara bagian yang melarang pengeras suara digunakan untuk kegiatan lain, kecuali azan.

Keputusan ini dikeluarkan oleh Sultan Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Syah pada 2017.

“Penggunaan pengeras suara untuk ceramah dan pembelajaran di seluruh Selangor harus dibatasi hanya pada kompleks masjid dan surau, dan tidak ke luar wilayah. Satu-satunya pengecualian ialah untuk azan dan pembacaan Al-Quran,” ucap Syah dalam New Strait Times.

CNN INDONESIA

Ketika Jibril Bertanya Kepada Rasulullah

Dalam satu kesempatan, Malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah. Pertanyaan ini dalam riwayat Shahih Bukhari disebutkan terkait iman, islam, ihsan, dan hari kiamat.

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَيَّانَ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ مَا الْإِيمَانُ قَالَ الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَبِلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ قَالَ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ قَالَ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ وَسَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتْ الْأَمَةُ رَبَّهَا وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةُ الْإِبِلِ الْبُهْمُ فِي الْبُنْيَانِ فِي خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ تَلَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

{ إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ }

الْآيَةَ ثُمَّ أَدْبَرَ فَقَالَ رُدُّوهُ فَلَمْ يَرَوْا شَيْئًا فَقَالَ هَذَا جِبْرِيلُ جَاءَ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِينَهُمْ

قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ جَعَلَ ذَلِك كُلَّهُ مِنْ الْإِيمَانِ

Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Abu Hayyan At Taimi dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah berkata; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari muncul kepada para sahabat, lalu datang Malaikat Jibril yang kemudian bertanya: “Apakah iman itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Iman adalah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari berbangkit”. 

Jibril berkata: “Apakah Islam itu?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Islam adalah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan suatu apapun, kamu dirikan shalat, kamu tunaikan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa di bulan Ramadlan”. 

Jibril berkata: “Apakah ihsan itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu”. 

Jibril berkata lagi: “Kapan terjadinya hari kiamat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari yang bertanya. 

Tapi aku akan terangkan tanda-tandanya; (yaitu); jika seorang budak telah melahirkan tuannya, jika para penggembala unta yang berkulit hitam berlomba-lomba membangun gedung-gedung selama lima masa, yang tidak diketahui lamanya kecuali oleh Allah”. 

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca Surah Luqman ayat 34,

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.

Setelah itu Jibril pergi, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata; “hadapkan dia ke sini.” Tetapi para sahabat tidak melihat sesuatupun, maka Nabi bersabda; “Dia adalah Malaikat Jibril datang kepada manusia untuk mengajarkan agama mereka.” Abu Abdullah berkata: “Semua hal yang diterangkan Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dijadikan sebagai iman.

IHRAM

13 Manfaat Sedekah Bagi Muslim

Sedekah merupakan amalan ibadah yang memiliki manfaat bagi pelakunya. Bersedekah sejatinya bukanlah perkara yang secara zahir terlihat membantu orang lain, melainkan juga membantu pelakunya dari berbagai hal perkara duniawi maupun ukhrawi.

Terkait sedekah telah disinggung dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 276, Allah berfirman, “Yamhaqullahu ar-ribaa wa yurbi as-shadaqaati,”. Yang artinya, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah,”.

Dilansir di El-Balad, Jumat (15/10), Wali Fatwa di Darul Ifta Mesir, Syekh Magdy Ashour menjelaskan 13 manfaat yang dihasilkan dari bersedekah. Berikut manfaatnya:

1. Memadamkan murka Allah dengan bersedekah. Terutama sedekah yang sifatnya rahasia, yakni diam-diam tanpa harus diperlihatkan ke khalayak luas. Meski mensyiarkan sedekah diperbolehkan, namun merahasiakannya adalah lebih utama.

2. Bersedekah dapat menghapuskan dosa. Bersedekah juga dapat memadamkan api neraka baginya, sedekah diibaratkan air yang memadamkan api.

3. Bersedekah juga dapat membuat seorang Muslim mencegah dirinya masuk ke dalam neraka. Sedekah dapat menjadi salah satu perisai diri menghindari neraka, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Ittaqunnara walaw bisyiqqi tamratin,”. Yang artinya, “Jagalah diri kalian dari neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma,”.

4. Sedekah dapat menjadi amalan pelindung yang membayangi pelakunya di hari kiamat. Dia (amalan sedekah) akan membentengi pelakunya.

5. Sedekah dapat menjadi obat dari penyakit hati maupun fisik.

6. Sedekah dapat menjadi tangga bagi seorang Muslim dalam menggapai derajat kebenaran.

7. Sedekah dapat menahan perilaku boros. Di mana sifat boros tidak dianjurkan dalam Islam karena menghasilkan kemudharatan.

8. Sedekah dapat mendatangkan keberkahan. Baik keberkahan secara materi di dunia, maupun keberkahan di hari hisab dengan hadirnya pahala-pahala.

9. Sedekah dapat menggandakan pahala seseorang.

10. Sedekah dapat menjadi alasan seseorang untuk masuk surga. Amalan sedekah dapat menjadi pemanggil seorang Muslim masuk ke dalam surga.

11. Sedekah dapat memberikan ketentraman dan kenyamanan hati. Secara psikologis sedekah dapat menghindari seseorang dari stres dan depresi sebab ada kepuasan sosial yang baik di dalamnya.

12. Sedekah dapat menjadi bukti keikhlasan seorang Muslim.

13. Sedekah dapat mensucikan harta.

IHRAM

Berkah tak Ternilai yang Kadang Luput Disyukuri Manusia

Nikmat Allah tidak boleh disepelekan.

Manusia umumnya kerap kali menghitung dan mengukur sesuatu berdasarkan kekayaan, seperti emas dan perak. Padahal, kekayaan dan modal manusia yang sebenarnya adalah kemampuan yang Tuhan berikan, seperti kecerdasan, kemampuan, dan kebebasan.

Namun, ada karunia tertinggi yang kadang kala luput dari rasa syukur manusia, sesuatu yang terkadang tak diperhitungkan dan dihargai, yakni tubuh yang sehat. Kesehatan tubuh, keutuhan organ-organ tubuh, dan kesempurnaan pancaindera adalah berkah yang tak ternilai.

Sebab, seberapa kaya pun seseorang, tidak akan ada yang bersedia untuk menjual kedua matanya atau organ tubuhnya yang lain. Hal-hal yang terkesan sepele seperti meneguk air minum pun sejatinya adalah nikmat dari Allah.

Seperti kisah Ibnu Samak, seorang ulama shalih, yang menghadiri undangan Khalifah Harun Al-Rasyid di istana di Baghdad untuk meminta fatwa dan nasihatnya. Di suatu hari yang sangat terik, khalifah meminta pelayannya untuk menyajikan minuman.

Sebelum meminum, Ibnu Samak bertanya kepada Khalifah, “Tuan, jika sekiranya seteguk air minum itu sulit diperoleh dan susah mencarinya, sedangkan tuan sudah sangat kehausan, berapakah kiranya seteguk air itu mau tuan hargai?”

“Biar habis setengah kekayaanku, aku mau membelinya,” ujar Khalifah Harun Al-Rasyid.

“Minumlah tuanku air yang seteguk itu yang kadangkala harganya lebih mahal daripada setengah kekayaan tuanku!” lanjut Ibnu Samak.

Setelah Khalifah minum, Ibnu Samak pun melanjutkan fatwanya. “Jika air yang tuan minum tadi tidak mau keluar dari diri tuan (tidak bisa buang air kecil), meski sudah bersusah payah berusaha tidak juga mau keluar, berapakah kiranya tuan mau membayar agar air itu dapat keluar?” tanya Ibnu Samak lagi.

Harun Al-Rasyid menjawab, “Kalau air itu tidak mau keluar lagi (tidak bisa buang air kecil), apalah gunanya kemegahan dan kekayaan ini. Biarlah habis seluruh kekayaanku ini untuk mengobati diriku sehingga air itu bisa keluar.”

Ibnu Simak melanjutkan pengajarannya, “Maka tidakkah tuan insyaf, betapa kecil dan lemahnya kita ini. Tibalah saatnya kita tunduk dan patuh serta bersyukur kepada-Nya dan menyadari akan kelemahan diri kita.” Mendengar fatwa itu Khalifah menangis tersedu.

Demikian kisah itu mengajarkan betapa nikmat Allah itu tidak boleh disepelekan. Bahkan meminum air dan membuangnya kembali dari tubuh pun adalah karunia Allah yang patut disyukuri.

Membiasakan hidup sehat terkadang membuat manusia lupa atau meremehkan betapa nikmatnya sehat itu. Tak jarang, manusia harus mengalami krisis atau kehilangan kesehatan untuk menghargainya. Meski di mata manusia hal itu seperti sepele, tetapi di hadapan Allah semua akan diperhitungkan.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seseorang akan datang pada hari kiamat dengan amal saleh yang jika diletakkan di atas gunung, akan membebaninya; maka hanya satu Nikmat Allah yang akan datang (dan mengambil apa yang layak dari perbuatan baik hamba) dan hampir menghabiskan semuanya, jika bukan karena Rahmat yang Allah berikan.” (Al-Tabarani)

Oleh karena itu, Allah berfirman dalam Alquran surat 16 ayat 18: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Sheikh Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya berjudul Renew Your Life, seperti dikutip di laman About Islam menuliskan semua kehidupan adalah hadiah yang layak disyukuri karena Allah telah menganugerahkan manusia jiwa dan rasa. Seluruh alam semesta diciptakan dengan dilengkapi segala kebutuhan manusia, dan di dalamnya terdapat tanda-tanda yang menunjuk kepada Sang Pencipta.

Allah-lah yang memberi kehidupan ketika manusia awalnya tidak memiliki kehidupan. Allah juga yang mematikan makhluk ciptaannya, kemudian menghidupkannya kembali.

Sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat 2 ayat 28: “Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Pancaindera adalah alat agar manusia bisa berinteraksi dengan alam semesta ini, menjelajahinya, dan belajar darinya. Karena itu, sudah sepatutnya timbul rasa syukur dalam hati manusia atas berbagai anugerah Allah dalam kehidupan ini. Rasa syukur itu diwujudkan dalam bentuk ibadah dan menyembah hanya kepada Allah.

Allah berfirman dalam Alquran surat 16 ayat 78: “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur (kepada Allah).” 

KHAZANAH REPUBLIKA

3 Hal yang Membuat Umat Muslim Lebih Unggul

Islam begitu memudahkan pemeluknya dalam menjalankan syariat. Dalam hal ibadah misalnya, seseorang yang telah bersusah payah mencari air untuk berwudhu namun tidak juga menemukannya, maka dapat menggantinya dengan bertayamum. Dengan tayamum maka seseorang tersebut suci dan dapat melaksanakan sholat.

Begitu pun terkait dengan tempat sholat. Seseorang yang kesulitan menemukan masjid ketika telah masuk waktu sholat maka dapat sholat di mana pun asalkan tempat tersebut suci atau tidak ada najisnya serta tubuh dan pakaian yang dikenakan pun suci. Misalnya sholat di rumput, sholat di atas batu, sholat di perahu dan lainnya.

Itu sebabnya umat Muslim itu lebih unggul dibandingkan dengan orang-orang lain di luar Islam. Yakni karena umat Islam itu diberikan berbagai kemudahan dalam beribadah serta diberikan kedudukan yang sangat tinggi.

Sebagaimana dalam kitab at Targib wat Tarhib menuliskan sebuah hadits Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan Imam Muslim:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : فُضِّلْنَاعَلَى النَّاسِ بِثَلَاثٍ جُعِلَتْ صُفُوْفُنَا كَصُفُوْفِ الْمَلَا ئِكَةِ , وَجُعِلَتْ لَنَاالْاَرْضُ كُلَّهَامَسْجِدًاوَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَالَنَا طَهُوْرً اِذَالَمْ نَجِدِالْمَاءَ.

Rasulullah ﷺ bersabda, kita diunggulkan atas manusia (maksudnya umat Islam lebih diunggulkan dari manusia lainnya di luar Islam) dengan tiga perkara, yaitu dijadikan shaf-shaf kita ketika berjamaah seperti shaf-shafnya para malaikat, dijadikan bagi kita bumi dan semuanya sebagai tempat bersujud, dan dijadikan tanah bagi kita sebagai alat untuk bersuci.

IHRAM

Letak Kesempurnaan Iman dalam Akhlak terhadap Istri

Artikel ini akan mencoba menelaah keterkaitan antara kesempurnaan iman dengan akhlak terhadap istri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu hadits telah mensejajarkan antara kesempurnaan iman dan akhlak terhadap istri untuk menjadi manusia terbaik di antara umatnya.

Betapa banyak saat ini rumah tangga yang sedang diguncang oleh permasalahan yang beraneka ragam. Mulai dari hal-hal yang terkesan sepele seperti perbedaan pendapat dalam mengambil suatu keputusan, salah pengertian dengan sikap pasangan, persoalan lauk pauk, warna pakaian, tipe kendaraan, hingga permasalahan besar seperti pengkhianatan dan perselingkuhan, -wal iyadzubillah- dan sebagainya.

Perceraian, Pilihan Tunggal Tawaran Iblis

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut), kemudian mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu.” Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatu pun.” Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda), hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti Engkau.” (HR. Muslim no. 2813)

Hadits ini menjadi bukti bahwa setan sangat menyukai permasalahan dalam rumah tangga yang berujung pada perpisahan atau perceraian. Apabila kita tidak dapat membentengi diri -dengan memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala-, maka kita akan sangat rentan menjadi korban bala tentara Iblis yang senantiasa membisikkan keputusan perceraian kepada para suami yang sedang dalam keadaan emosinal tingkat tinggi.

Akhlak dalam Kebaikan terhadap Istri

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَكْمَل الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya.” (HR. At-Tirmidzi, 3: 466;  Ahmad, 2: 250 dan Ibnu Hibban, 9: 483)

Secara umum diketahui bahwa pengertian iman adalah sebagaimana hadits Jibril, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab pertanyaan Jibril tetang iman, yaitu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir yang Allah Ta’ala tetapkan.

Lalu, bagaimana mengaitkan kesempurnaan iman yang dimaksud dalam hadits di atas kepada pengertian enam rukun iman ini?

Mari kita perhatikan ayat berikut,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan pergaulilah istrimu dengan (akhlak yang) baik. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah), karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allâh menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisâ’: 19)

Sebagai orang yang beriman kepada Allah Ta’ala, ketika membaca kalimat وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا  (padahal Allâh menjadikan padanya kebaikan yang banyak), maka seharusnya yang terlintas dalam pikiran kita adalah pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan “kebaikan yang banyak”?

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan makna “kebaikan yang banyak” dalam ayat tersebut, yaitu:

“Bahwa pemaksaan dirinya (suami) untuk bertahan, padahal ia membencinya adalah sebuah perjuangan melawan hawa nafsu dan menghiasi diri dengan akhlak yang luhur. Mungkin saja kebencian itu akan lenyap dan akan diganti dengan kecintaan sebagaimana yang nyata terjadi. Dan mungkin juga darinya ia akan diberikan rizki, yaitu anak yang shalih yang berguna bagi kedua orang tuanya di dunia dan akhirat.”

Oleh karenaya,  semestinya kita merenungi setiap hal yang menjadikan hati kita keruh khususnya permasalahan dengan istri/suami. Ketika kesabaran kita diuji dengan suatu sikap yang menimbulkan rasa benci kepada pasangan, hendaklah merenungi sejenak makna ayat di atas.

Mencari Kebaikan yang “Tersembunyi”

Ada sesuatu yang kadang tidak terlihat secara kasat mata, tersimpan dan akan sulit kita buktikan apabila hati ini selalu tertutupi dengan rasa benci yang notabene dihiasi oleh bisikan-bisikan setan yang senantiasa menginginkan keretakan dalam rumah tangga anak Adam.

Sikap-sikap yang mungkin kita tidak sukai seperti cemburu, over-protective, banyaknya permintaan, manja, suka berkeluh-kesah, dan berbagai hal yang selalu menimbulkan amarah; bisa jadi berangkat dari diri kita sendiri. Sebagaimana ungkapan seorang ulama,

إن عصيت الله رأيت ذلك في خلق زوجتي و أهلي و دابتي

“Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku dan hewan tungganganku.”

Bisa jadi sumber dari sikap-sikap pasangan yang tidak kita sukai itu merupakan dampak dari perbuatan maksiat yang kita lakukan. Jangan dulu salahkan istri/suami yang sikapnya berubah menjadi hal dibenci. Lihatlah diri sendiri, apa yang telah dilakukan oleh mata, telinga, tangan, kaki, hingga hari sedari pagi. Betapa banyak batasan-batasan syar’i yang telah kita kangkangi.

Karena betapa banyak kalimat perceraian yang telah terlanjur terucap ingin kembali diralat sebab begitu sangat disesali. Tapi hukum tetaplah hukum. Istri yang tadinya sah sebagai seorang pendamping hidup, yang sejatinya siap sedia untuk dituntun ke surga, kini tidak lagi bisa disentuh karena statusnya sebagai istri telah lepas sebab ucapan talak.

Oleh karenanya, kembali kepada kalimat “kebaikan yang banyak” pada diri istri/suami yang tidak kita ketahui saat tidak mampu mengendalikan diri ketika menghadapi sikap-sikap mereka yang tidak sesuai keinginan hati.

Allah yang Menyatukan Kita

Carilah kebaikan yang banyak sebagaimana Allah terangkan itu. Lihatlah istri, wanita yang sebelumnya tidak Engkau kenal kini telah menjadi istri yang setia mendampingi hidup-mati dimana kematian terasa sangat dekat ketika dia melahirkan anak-anakmu. Wanita yang dulunya dididik dan dibesarkan oleh kedua orang tuanya, kini mengabdikan diri kepadamu dengan sepenuh jiwa dan raga.

Lihatlah suami, lelaki yang dulu tidak pernah Engkau tau siapa. Kini telah menjadi tulang punggung rumah tanggamu dan ayah dari anak-anakmu. Lelaki yang menjadi tumpuan harapan ayah dan bundanya, kini sedang menghidupimu dengan hasil jerih payahnya meskipun nyawa menjadi taruhan.

Allah telah menyatukan hati antara seorang suami dengan istri. Segenap perbedaan dan warna yang dimiliki oleh masing-masing pasangan kini telah menyatu menjadi kesatuan yang semestinya harus utuh dalam rangka menggapai ridha-Nya.

Kesmpurnaan Iman dalam Akhlak terhadap Istri

Demikianlah secuil potret dari “kebaikan yang banyak” yang saat ini jelas terlihat secara kasat mata kita terhadap pasangan yang kini berada seatap dengan kita. Sayangi dan lindungilah dirinya sebagaimana Engkau menyayangi dirimu sendiri dengan niat ingin mendapatkan predikat akhlak terpuji sebagaimana Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah janjikan.

Inilah keterkaitan antara kesempurnaan iman dengan akhlak terhadap istri/suami. Akhlak terpuji kepada istri/suami menjadi bagian indikator kesempurnaan akhlak dan kesempurnaan iman. Perbuatan baik kepada mereka bukan sekedar menjadi ajang balas budi karena ketaatan dan kepatuhan mereka kepada kita. Tapi perbuatan dan akhlak yang terpuji itu sejatinya menjadi manifestasi dari keinginan menjadi hamba Allah dengan kesempurnaan iman. Wallahu Ta’ala A’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/69522-letak-kesempurnaan-iman-dalam-akhlak-terhadap-istri.html

Metode Beriman kepada Malaikat (Bag. 1)

Iman kepada malaikat itu bisa berupa beriman secara mujmal (global) dan tafshil (rinci). Iman secara mujmal adalah kadar minimal sehingga keimanan seseorang dianggap sah. Iman secara mujmal adalah dengan meyakini wujud (keberadaan) malaikat. Sekali lagi, ini adalah kadar minimal sahnya keimanan seseorang. Sehingga siapa saja yang mengingkari hal ini, dia telah kafir.

Iman terhadap Wujud Malaikat

Adanya malaikat ini adalah sesuatu yang diyakini oleh kaum muslimin bahkan mayoritas manusia secara umum. Hanya sedikit sekali orang-orang yang mengingkari keberadaan malaikat, yaitu orang-orang yang nyeleneh dan menyimpang seperti ahlul kalam.

Kaum terdahulu yang mendustakan para Rasul, mereka meyakini keberadaan malaikat. Oleh karena itu, mereka mengatakan sebagaimana yang diceritakan oleh Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an,

وَلَوْ شَاء اللَّهُ لَأَنزَلَ مَلَائِكَةً

Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat.” (QS. Al-Mu’minuun: 24)

Sampai-sampai kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, dan juga kaum Dir’an, mereka meyakini keberadaan malaikat.

Allah Ta’ala menceritakan kaum Nuh ‘alaihis salaam,

فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَوْمِهِ مَا هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُرِيدُ أَن يَتَفَضَّلَ عَلَيْكُمْ وَلَوْ شَاء اللَّهُ لَأَنزَلَ مَلَائِكَةً مَّا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الْأَوَّلِينَ

Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab, ‘Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.‘” (QS. Al-Mu’minuun : 24)

Allah Ta’ala mengatakan,

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِّثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ ؛ إِذْ جَاءتْهُمُ الرُّسُلُ مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ قَالُوا لَوْ شَاء رَبُّنَا لَأَنزَلَ مَلَائِكَةً فَإِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ

Jika mereka berpaling, maka katakanlah, ‘Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud.’ Ketika para rasul datang kepada mereka dari depan dan belakang mereka (dengan menyerukan), ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah.’ Mereka menjawab, ‘Kalau Tuhan kami menghendaki, tentu Dia akan menurunkan malaikat-malaikat-Nya, maka sesungguhnya kami kafir kepada wahyu yang kamu diutus membawanya.’” (QS. Fushshilat: 13-14)

Begitu juga Fir’aun, meskipun terang-terangan menampakkan ingkar terhadap wujud sang Pencipta (Allah Ta’ala), akan tetapi dia mengatakan,

فَلَوْلَا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِّن ذَهَبٍ أَوْ جَاء مَعَهُ الْمَلَائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ

Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya?” (QS. Az-Zukhruf: 53)

Tidaklah Fir’aun mengatakan hal itu kecuali setelah dia mendengar tentang adanya malaikat. Terlepas dari dia mengakui atau menolak keberadaan mereka. (Lihat An-Nubuwwah, 1: 195)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Di antara perkara yang mutawatir dari para Nabi tentang sifat malaikat adalah ilmu yang bersifat yakin tentang adanya malaikat di alam nyata (bukan khayalan).“ (Dar’u Ta’aarudh Al-‘Aql Wan Naql, 6: 109)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa dia melihat Jibril. Hal ini menunjukkan bahwa Jibril adalah malaikat yang ada di alam nyata, bisa dilihat dengan mata, dan dijangkau dengan penglihatan. Tidak sebagaimana perkataan orang-orang filsafat dan orang-orang yang mengikuti mereka bahwa malaikat itu hanya imajinasi, dan tidak bisa dilihat dengan penglihatan.

Hakikat malaikat menurut mereka adalah malaikat itu hanyalah khayalan (imajinasi, sesuatu yang abstrak) yang ada dalam benak pikiran, tidak ada wujud konkretnya. Keyakinan ini bertentangan dengan keyakinan para rasul dan pengikut rasul, dan keluar dari semua agama yang ada.

Oleh karena itu, urgensi penetapan tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Jibril (dalam bentuk aslinya) itu lebih penting daripada urgensi penetapan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Allah. Karena hal itu adalah landasan keimanan, yang iman terhadap perkara lainnya tidak bisa terwujud tanpanya. Siapa saja yang mengingkarinya, maka dia kafir.” (At-Tibyaan Fi Aqsaamil Qur’an, hal. 123)

Di antara dalil yang menunjukkan keberadaan malaikat, bahwa mereka adalah makhluk yang hidup dan bisa berbicara adalah berikut ini.

Allah Ta’ala berfirman,

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ ؛ إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَاماً قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُّنكَرُونَ ؛ فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاء بِعِجْلٍ سَمِينٍ ؛ فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mengucapkan, ‘Salaamun’. Ibrahim menjawab, ‘Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.’ Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata, ‘Silahkan anda makan.’” (QS. Adz-Dzariyaat: 24-27)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلَمَّا جَاءتْ رُسُلُنَا لُوطاً سِيءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعاً وَقَالَ هَـذَا يَوْمٌ عَصِيبٌ

Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata, ‘Ini adalah hari yang amat sulit.‘”

وَجَاءهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِن قَبْلُ كَانُواْ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ قَالَ يَا قَوْمِ هَـؤُلاء بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ فَاتَّقُواْ اللّهَ وَلاَ تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي أَلَيْسَ مِنكُمْ رَجُلٌ رَّشِيدٌ

Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata, ‘Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?’

قَالُواْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ

Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu, dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.’”

قَالَ لَوْ أَنَّ لِي بِكُمْ قُوَّةً أَوْ آوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ

Luth berkata, ‘Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).‘”

قَالُواْ يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَن يَصِلُواْ إِلَيْكَ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِّنَ اللَّيْلِ وَلاَ يَلْتَفِتْ مِنكُمْ أَحَدٌ إِلاَّ امْرَأَتَكَ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ

Para utusan (malaikat) berkata, “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat?” (QS. Huud: 77-81)

Datangnya malaikat menemui Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, kemudian Nabi Ibrahim menghidangkan daging agar mereka memakannya, juga mengucapkan salam kepada mereka. Lalu mereka pun pergi ke Nabi Luth ‘alaihis salam, berbicara dengan Nabi Luth, dan menghancurkan kampung kaum Luth. Semua ini menunjukkan wujud (keberadaan) malaikat, dan mereka adalah makhluk yang hidup dan bisa berbicara.

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: www.muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Haqiqatul Malaikat karya Ahmad bin Muhammad bin Ash-Shadiq An-Najarhal. 33-35. Kutipan-kutipan dalam artikel di atas adalah melalui parantaraan kitab tersebut.

Sumber: https://muslim.or.id/69520-metode-beriman-kepada-malaikat-bag-1.html

Hai Anak Muda, Islam Mengistimewakan Kalian

Bismillahirrahmanirrahim.

Bisa dikatakan, masa muda adalah penentu nasib untuk sejarah kehidupan seorang manusia. Jika ia gunakan dengan baik, maka hidupnya akan baik, sukses, dan bahagia. Namun, jika dia sia-siakan, hidupnya akan mendapatkan kegagalan dan kesedihan.

Fase Terbaik

Masa muda adalah fase terpenting dalam kehidupan manusia, karena puncak kekuatan jasmani dan rohani manusia ada di fase ini. Bila kita klasifikasikan, fase kehidupan manusia di dunia ini terbagi menjadi tiga fase, yaitu:

1. Fase kanak-kanak

Kondisi manusia ketika lemah dan tidak tahu apa pun.

2. Fase muda

Kondisi manusia ketika kuat dan semangat, namun dengan waktu pendek (usia 20 tahun-40 tahun).

3. Fase tua

Kondisi manusia ketika lemah karena usia.

Allah Ta’ala telah menerangkan tiga fase ini,

وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡـٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡـِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)

Sehingga kehidupan manusia, diawali dengan kondisi lemah (masa kanak-kanak) dan diakhiri dengan kondisi lemah pula (masa tua). Satu-satunya kondisi terbaik, di mana saat manusia berada pada puncak kekuatan akal, jiwa, dan raga, adalah saat masa muda. Satu kondisi saja, dan ini sebentar. Jangan sampai tersia-siakan untuk kesibukan yang tidak bernilai ibadah atau tidak bermanfaat, baik dunia maupun akhirat.

Ada Pertanyaan Khusus di Hari Kiamat

Saking pentingnya masa muda, sampai Allah Ta’ala siapkan pertanyaan khusus di hari kiamat tentang masa muda untuk apa digunakan.

Dari Ibnu Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu bahwa Rasūlullāh shallāllāhu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا تزول قدما ابن أدم يوم القيامة من عند ربه حتى يسأل عن خمس: عن عمره فيما أفناه ؟ وعن شبابه فيما أبلاه ؟ وماله من أين اكتسبه؟ وفيما أنفقه؟ وماذا عمل فيما عمل

Tidaklah beranjak pijakan kaki anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya sampai ia ditanya tentang lima hal:
– tentang usianya, untuk apa dihabiskan,
– tentang usia mudanya, untuk apa dipergunakan,
– tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan,
– serta tentang apa yang ia amalkan dengan ilmunya.” (HR. Tirmidzi, dinilai sahih oleh Syekh Albani dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah)

Coba perhatikan hadis di atas, Nabi shallāllāhu ‘alaihi wasallam mengabarkan akan ada dua pertanyaan tentang masa hidup manusia di hari kiamat nanti:

1. Tentang keseluruhan umur (dari lahir hingga kematian).

2. Tentang masa muda.

Bukankah masa muda itu bagian dari umur manusia?!

Iya tentu saja!

Namun, Allah Ta’ala akan menanyakan secara khusus tentang masa muda.

Menunjukkan ini perkara yang sangat serius. Ini menunjukkan masa muda itu sangat penting. Saat ini, Anda wahai para pemuda, sedang menyiapkan jawaban pertanyaan tersebut. Siapkanlah jawaban terbaik di hadapan Allah Ta’ala kelak. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kalian.

Manfaatkan Sebelum Menyesal

Saat nikmat itu berlalu, sering seseorang itu baru sadar tentang nilai nikmat yang pernah ia dapatkan. Masa muda ini sangat terbatas. Tidak terasa ia akan cepat kita tinggalkan. Bertambah hari, kita semakin dekat dengan ajal yang sudah Allah tetapkan. Maka manfaatkan sebaik-baiknya sebelum nikmat ini berakhir dan tidak pernah akan kembali.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallāhu ‘anhuma, Rasulullah shallāllāhu ‘alaihi wasallam bersabda,

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Manfaatkan 5 hal sebelum 5 hal:
– masa mudamu sebelum masa tuamu,
– masa sehatmu sebelum masa sakitmu,
– masa kayamu sebelum masa kefakiranmu,
– masa luangmu sebelum masa sibukmu,
– dan masa hidupmu sebelum kematianmu.

Perkataan Para Sahabat di Majelisnya, “Selamat Datang Anak Muda”

Nabi shallāllāhu ‘alaihi wasallam mewasiatkan kepada para ulama agar menaruh perhatian khusus dalam mendidik para pemuda. Anak-anak muda membutuhkan perhatian khusus dari para da’i dan ulama, dengan sentuhan lemah lembut dan kasih sayang.

Tugas orang tua dan para pendidik adalah menjadikan mereka cinta pada kebaikan dan orang-orang yang baik, agar jangan sampai direnggut oleh para pelaku kebatilan.

Suatu hari Abū Sa’īd Al-Khudrī radhiyallāhu ‘anhu, melihat sejumlah pemuda yang hadir di kajiannya. Dengan gembira, beliau menyambut mereka dengan mengatakan,

مرحبا بوصية رسول الله صلى الله عليه وسلم، أوصانا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نوسع لكم المجلس وأن نفهمكم الحديث فإنكم خلوفنا وأهل الحديث بعدنا

Selamat datang anak-anakku yang menjadi “wasiat” Rasūlullāh shallāllāhu ‘alaihi wasallam. Sungguh Rasūlullāh shallāllāhu ‘alaihi wasallam telah berpesan kepada kami untuk  melapangkan majelis untuk kalian dan memahamkan kalian hadis. Karena sesungguhnya kalian ini adalah penerus kami dan ahli hadis setelah kami.”

Masih tentang nasihat Abu Sa’id, dinukil dari riwayat yang lain,

شككت في شيء فسلني حتى تستيقن فإنك إن تنصرف على اليقين أحب إلي من أن تنصرف على الشك

(Putera saudaraku), jika kamu ragu tentang suatu hal, tanyakanlah kepadaku sampai kamu yakin. Kamu meninggalkan tempat ini membawa keyakinan, lebih aku sukai daripada kamu pergi, namun membawa keraguan.”

‘Abdullāh bin Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu, apabila beliau melihat pemuda yang sedang asyik belajar dan menuntut ilmu, beliau radhiyallāhu ‘anhu mengatakan,

مرحبا بينابيع الحكمة ومصابيح الظلم، خلقان الثياب، جدد القلوب، حلس البيوت، ريحان كل قبيلة

Selamat datang wahai mata air hikmah dan pelita kegelapan. Yang berpakaian sederhana (apa adanya), namun bersih hatinya, menerangi rumah-rumah, dan kebanggaan setiap kabilahnya.”

Sekian.

Penulis: Ahmad Anshori, Lc.

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Tulisan di atas adalah pemaparan dari kitab “Min Washoyas Salaf Lis Syabaab” (Nasehat Para Salaf Untuk Pemuda), karya Syekh Prof. Abdurrazaq Al-Badr –hafidzohullah-, yang disampaikan oleh Ustaz Ahmad Anshori di kajian rutin malam Rabu (Magrib – Selesai), di Masjid Abdurrahman bin Auf (Maba) Kasongan, Bantul.

Sumber: https://muslim.or.id/69518-hai-anak-muda-islam-mengistimewakan-kalian.html