Nisfu Syaban 2022 dan Keutamaannya, Apa Saja Amalannya?

Bulan Syaban termasuk dalam salah satu bulan yang istimewa dalam kalender Hijriah. Pada pertengahan bulannya atau Nisfu Syaban, Rasulullah SAW menyebutnya sebagai waktu pencatatan amalan kebaikan.

قَالَ حَدَّثَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ ‏.‏ قَالَ ‏ “‏ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ ‏”

Artinya: Usamah bin Zaid berkata. “Ya Rasulullah SAW, aku tidak pernah melihatmu berpuasa sebanyak di bulan Sya’ban.” Rasulullah SAW berkata, “Ini adalah bulan yang tidak banyak diperhatikan orang-orang antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan saat berbagai amalan diangkat kepada Allah SWT. Aku suka amalanku diangkat saat sedang berpuasa.” (HR Imam An-Nasa’i).

Di samping itu, Rasulullah SAW juga pernah menyebut Nisfu Syaban adalah waktu pengampunan dari Allah SWT. Dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah SAW bersabda,

إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن

Artinya: “Allah melihat kepada semua hambanya di malam Nisfu Sya’ban, kemudian memberikan pengampunan kepada mereka semuanya kecuali kepada orang musyrik dan orang yang selalu mengajak kepada perselisihan,” (HR Baihaqi dan An Nasa’i).


Riwayat lain dari Rasulullah SAW ada pula yang mengatakan malam Nisfu Syaban adalan Lailah Al Ijabah atau malam dikabulkannya doa-doa. Beliau menyebut, malam Nisfu Syaban masuk dalam salah satu malam yang tidak akan tertolak doanya.

“Lima malam tidak akan ditolak doa di dalamnya, malam Jumat, malam pertama di bulan Rajab, malam Nisfu Syaban, malam Lailatul Qadar, malam Hari Raya Idul Adha dan Fitri,” (HR Al Baihaqi).

Nisfu Syaban dan keutamaan yang dikandungnya ini menjadi momen yang tepat bagi umat muslim untuk memperbanyak amalan kebaikan. Untuk itu, detikEdu merangkum sejumlah amalan sunnah Nisfu Syaban dari agar dapat dimaanfatkan semaksimal mungkin.


3 Amalan pada Nisfu Syaban 2022


1. Memperbanyak doa

Sebagaimana disinggung sebelumnya, malam Nisfu Sya’ban disebut dengan Lailah Al Ijabah. Alangkah baiknya, umat muslim mengisi waktunya dengan memperbanyak doa pada malam tersebut.

Tata cara membaca doa pada malam Nisfu Syaban yang dapat dilafalkan menurut Doa dan Zikir Makbul oleh Abu Hurairah Abdul Salam, Lc., M.A adalah sebagai berikut.

– Dimulai membaca surat Yasin sebanyak tiga kali terlebih dahulu kemudian disusul dengan bacaan doa setelahnya. Berikut urutan bacaannya:

Setelah membaca Surat Yasin pertama, sesudah membaca lalu niat panjang umur
Setelah membaca Surat Yasin pertama, sesudah membaca lalu niat menolak bala
Setelah membaca Surat Yasin pertama, sesudah membaca lalu niat hanya berharap pada Allah

– Dilanjutkan dengan membaca doa Nisfu Syaban 2022 yang berbunyi:

اللَّـهُـمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُـحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ

Bacaan latin: Allaahumma innaka ‘afuwwung- kariimung-tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii. Allaahumma innii asalukal ‘afwa wal ‘aafiyata wal mu’aafaataddi imati fiddiini waddunyaa wal aakhiroh.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah, Engkau suka memaafkan maka maafkanlah aku. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon maaf, afiyah, dan keselamatan yang terus-menerus dalam agama dan dunia serta akhirat.”


2. Berpuasa

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, Rasulullah SAW menganjurkan umat muslim untuk berpuasa di siang hari pada Nisfu Sya’ban. Kemudian, anjuran mengerjakan salat pada malam harinya.

Rasulullah SAW bersabda dinukil dari riwayat Ali bin Abi Thalib yang berbunyi:

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا يَوْمَهَا، فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى السَّمَاء الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ، أَلَا مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهُ، أَلَا مِنْ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ، أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطَّلِعَ الْفَجْرَ

Artinya: “Nabi SAW bersabda, ‘Apabila tiba malam Nisfu Syaban maka salatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, karena rahmat Allah SWT akan turun ke langit dunia pada saat tersebut sejak terbenam matahari dan Allah SWT berfirman,

‘Adakah orang yang meminta ampun, maka akan Aku ampuni, adakah yang meminta rezeki, maka akan kuberikan rezeki untuknya, adakah orang yang terkena musibah maka akan Aku lindungi, adakah sedemikian, hingga terbit fajar,” (HR Imam Ibn Majah).


Meskipun demikian, hukum pengerjaan puasa Nisfu Sya’ban ini adalah sunnah. Cara mengerjakannya sama seperti melakukan puasa sunnah yang lain. Hanya saja, bacaan niat yang membedakannya dengan puasa lainnya, yakni:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ شَعْبَانَ لِلهِ تَعَالَى

Bacaan latin: Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’i sunnati Sya’bana lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku berniat puasa sunnah Syaban esok hari karena Allah Ta’ala,”


3. Membaca Al Quran

Amalan yang dapat dikerjakan selama Nisfu Syaban 2022 lainnya adalah membaca Al Quran. Menurut Kholidin dalam buku Aku Yakin Menjadi Kaya (Dilengkapi Doa dan Zikir), surat yang diutamakan dibaca adalah Surat Al Waqiah.

Selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5983850/nisfu-syaban-2022-dan-keutamaannya-apa-saja-amalannya.

Abu Mahzurah, Menistakan Adzan dan Reaksi Nabi

Berikut  ini merupakan penjelasan terkait Abu Mahzurah, seorang yang menistakan adzan. Lantas, bagaimana reaksi Nabi Muhammad terkait penghinaan agama tersebut? Simak penjelasan berikut.

Beberapa pekan terakhir, nitizen dibikin geger dengan pernyataan Menag soal azan. Pasalnya, Menag Yaqut Cholil Quomas, dituduhkan dan  diduga “menyamakan” adzan dengan gonggongan anjing.  Peristiwa tersebut, dituduhkan termasuk penistaan agama.

Pro-kontra pun menyeruak di tengah masyarakat. Ada yang mengkategorikan sebagai penistaan agama dan ada pula yang membantahnya. Kasus serupa, sudah terjadi pada Meliana di Medan yang diklaim menistakan azan, yang berujung penjara. 

Akan tetapi, tulisan ini tidak hendak menambah tanggapan pro-kontra tersebut, melainkan hanya memaparkan fakta sejarah tentang prilaku Nabi Muhammad ketika menghadapi penistaan agama.

Hal ini, bertujuan agar umat muslim dapat meneladani dan mengambil pelajaran bagaimana seharusnya mengedepankan kearifan dan kebijaksanaan menyikapi perlakuan seseorang terkait keagamaan, khususnya umat muslim Indonesia. Bukan malah mengedepankan arogansi dan tindakan anarkis apa lagi mengait-ngaitkan dengan politik.

Dalam kitab-kitab Tarikh dan Tafsir, diantaranya Sebagaimana dituturkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya [141/3] tercatat bahwa Konon, ada seorang sahabat pada masa Nabi Muhammad yang melakukan penistaan agama, yakni tentang adzan. Namun, pertanyaannya, bagaimana sikap Nabi menghadapinya? Apakah sekonyong-konyong bertindak anarkis, sebagaimana umat muslim era milenial?

Siang itu, Nabi dan beberapa sahabatnya sedang istirahat dari sebuah peperangan, yang dikenal dengan perang Hunain. Karena waktu shalat dzuhur sudah tiba, Nabi Muhammad langsung memerintahkan sahabat Bilal bin Abi Rabah yang ikut serta untuk mengumandangkan azan.

Ketika Bilal mulai mengumandangkan lantunan adzan terdengarlah suara lantangnya hingga ke kawanan pengembala-pun juga mendengarnya, diantaranya Abu Mahdzurah yang sedang menggembalakan kambingnya diperbukitan bersama teman-temannya. 

Mendengar lantunan adzannya Bilal, Abu Mahzurah sekonyong-konyong menyahuti panggilan shalat tersebut dengan nada melecehkan dan mencibir. Lantas saja, pandangan Nabi dan para sahabatnya tertuju pada sumber suara yang mengolok-olok adzan, yang tidak jauh dari lokasi Nabi berada, dan tindakan ini merupakan penistaan agama.

Nabi Muhammad akhirnya memanggil para pengembala itu dan mencari sosok yang menistakan adzan. Karena tidak mungkin untuk kabur, para pengembala itu akhirnya menghadap Nabi Muhammad. Sesampai di hadapannya, Rasulullah langsung melemparkan pertanyaan;

“Siapa gerangan tadi yang melantangkan suara adzan (mengikuti adzannya Bilal)?” Para pengembala seluruhnya ketakutan untuk menjawab pertanyaan Nabi, mengingat Nabi sedang bersama para militer perangnya. Sebab merasa terdesak, akhirnya sekawanan pengembala tersebut menunjuk Abu Mahzurah. Dan, ia tidak dapat mengelaknya karena membenarkan semuanya.

Sejurus kemudian, Nabi menghampiri Abu Mahzurah yang membuat bergidik ketakutan, khawatir di celakai oleh Nabi Muhammad. Akan tetapi, nabi justru memerintahkan untuk melantun adzan kepada Abu Mahzurah.

Bahkan Nabi mendoakannya agar mendapat hidayah, cahaya Islam seraya memegang kepada dan dada Mahzurah Nabi berdoa. Singkat cerita, Abu Mahzhurah akhirnya masuk Islam bahkan menjadi muadzin di Mekkah.

Apa yang bisa diambil dari cerita ini? Sudah sepantasnya, kita umat muslim, meneladani Nabi Muhammad termasuk menghadapi penista agama. Di mana Nabi lebih mengedepankan kedamaian daripada pertikaian. Padahal, mudah saja Nabi memerintahkan militernya untuk membinasakan orang yang menistakan adzan tersebut. 

Akan tetapi, Nabi tidak melakukannya. Tidak terbayang, seandainya Abu Mahzurah hidup di era sekarang, sudah pasti ia akan mendapatkan perlakuan buruk atau sekurang-kurangnya akan dipenjara sebab tindakannya. Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

Benarkah Isra Miraj Nabi Muhammad saw ke Planet Pluto?

Benarkah Isra Mikraj Nabi Muhammad saw ke Planet Pluto?

Pertanyaan:

Assalamu  ‘alaikum wr.wb.

Kepada Bapak Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang kami hormati. Kami ingin bertanya, ada orang yang mengatakan bahwa Nabi saw menjalankan Mikraj di planet Pluto. Tapi menurut analisa kami Nabi saw menjalankan Isra Mikraj dari Masjidil Haram ke Sidratul Muntaha pulang pergi hanya ditempuh selama 9 jam dari jam 19.00 sampai jam 04.00.

Kecepatan Buraq yang menyertai Nabi saw lebih cepat dari kecepatan cahaya, yaitu 300.000 km per detik. Sedangkan menurut kalkulasi, diperkirakan jarak Bumi ke Pluto = 6.059.600.000 km (menurut perhitungan pakar astronomi dalam Kamus Sain). Menurut perhitungan, kecepatan cahaya 300.000 km per detik. 1 jam = 1.080.000.000 km. Sehingga jarak Bumi ke Sidratul Muntaha ditempuh selama 9 jam = 9.720.000.000 km. Sidratul Muntaha lebih jauh terpaut = 3.660.400.000 km dengan planet Pluto. Mohon pendapat Bapak Tim Fatwa.

Wassalamu ‘alaikum wr.wb.

Kardji. M. Pd.I., Juru Dakwah Muhammadiyah Kepoh Baru, Bojonegoro, Jawa Timur (Disidangkan pada Jumat, 27 Rabiulawal 1442 H / 13 November 2020 M)

Jawaban:

Wa‘alaikumus-salam wr.wb.

Terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan. Dalam menjawab persoalan ini akan kami susun menjadi tiga jawaban.

Pertama, kami berpendapat bahwa peristiwa Isra dan Mikraj terdapat persoalan yang bersifat gaib yang tidak dijangkau oleh akal manusia. Perihal ini haruslah kita imani sebagaimana dalam QS. al-Baqarah (2) ayat 2-3. Pada ayat tersebut Allah swt berfirman,

ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ.

Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Kemudian dalam QS. al-Jin (72) ayat 26-27, Allah swt juga berfirman,

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا.

(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu, kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya.

Berdasarkan dua ayat di atas kami menghindari ta’wil yang terlalu jauh dalam persoalan ini, yakni persoalan mikraj-nya Nabi ke Sidratul Muntaha, dan kami dapat memastikan bahwa Sidratul Muntaha itu bukanlah Pluto. Hal ini berdasarkan Firman Allah dalam QS. al-Isra (17) ayat 1,

سُبْحَٰنَ ٱلَّذِى أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ.

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Hadis dari Malik bin Sha‘sha‘ah, diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda,

عَنْ مَالِكِ بْنِ صَعْصَعَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ … وَرُفِعَتْ لِي سِدْرَةُ المُنْتَهَى، فَإِذَا نَبِقُهَا كَأَنَّهُ قِلاَلُ هَجَرَ وَوَرَقُهَا  كَأَنَّهُ آذَانُ الفُيُولِ فِي أَصْلِهَا أَرْبَعَةُ أَنْهَارٍ نَهْرَانِ بَاطِنَانِ، وَنَهْرَانِ ظَاهِرَانِ، فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ، فَقَالَ: أَمَّا البَاطِنَانِ: فَفِي الجَنَّةِ، وَأَمَّا الظَّاهِرَانِ: النِّيلُ وَالفُرَاتُ …

Dari Malik bin Sha’sha’ah (diriwayatkan) Nabi saw. bersabda: … Aku melihat Sidratul Muntaha di langit ketujuh. Buahnya seperti kendi daerah Hajar, dan daunnya seperti telinga gajah. Dari akarnya keluar dua sungai luar dan dua sungai dalam. Kemudian aku bertanya, Wahai Jibril, apakah keduanya ini? Dia menjawab, Adapun dua yang dalam itu ada di surga sedangkan dua yang di luar itu adalah Nil dan Eufrat  [HR. al-Bukhari No. 2968].

Penjelasan lebih detail terkait Isra Mikraj dapat merujuk kepada hadis dari sahabat Anas bin Malik. Namun akan kami kutip intinya bahwa dalam hadis tersebut disebutkan:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : … ثُمَّ ذَهَبَ بِي إِلَى السِّدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَإِذَا وَرَقُهَا كَآذَانِ الْفِيَلَةِ …

Dari Anas bin Malik (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw. bersabda: … Kemudian Jibril dan aku pergi ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan [HR. Muslim No. 234].

Dalam QS. an-Najm (53) ayat 13-14 disebutkan,

وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَىٰ. عِندَ سِدْرَةِ الْمُنتَهَىٰ. عِندَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَىٰ.

Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (yaitu) Di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal.

Berdasarkan ayat dan hadis di atas Mikraj Nabi saw adalah ke Sidratul Muntaha, bukan Pluto, bahkan kami berpendapat bahwa teori Mikraj ke Pluto adalah teori yang tidak memiliki dasar. Hal ini dikuatkan dari tafsiran Sidratul Muntaha. Sidrah dalam bahasa Arab diartikan dengan pohon namun karena disifati dengan lafal Muntaha itu menunjukkan bahwa tempat itu tidak dapat dijangkau dengan pengetahuan manusia.

Dijelaskan bahwa di dekat Sidratul Muntaha terdapat surga. Surga merupakan alam akhirat yang sifatnya adalah gaib, terdapat gambaran dalam al-Qur’an tentang hal itu namun kita tidak tahu secara persis bentuk surga tersebut. Dari sini diketahui bahwa Mikraj itu perkara yang gaib yang manusia tidak tahu secara pasti, karena tujuan dari Mikraj itu sendiri adalah tempat tertinggi yang berada di dekat surga. Oleh sebab itu tidak perlu ditakwilkan secara jauh dalam persoalan ini karena akal pikiran manusia itu terbatas.

Kedua, kami berpendapat bahwa peristiwa Isra Mikraj termasuk mukjizat atau kehendak dan kekuasaan Allah swt yang diberikan khusus kepada Nabi saw yang harus diimani dengan sepenuh hati. Hal ini berdasarkan firman Allah swt dalam QS. al-Isra (17) ayat 1 sebagaimana yang telah diseebutkan di atas. Dalam tafsirnya dijelaskan bahwa, ayat itu dimulai dengan lafal Subhaana yang artinya penyucian terhadap Allah dan manusia harus mengakui kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan meyakini sifat-sifat keagungan-Nya yang tiada tara. Keterangan ini merupakan tanda bahwa Allah ingin mengabarkan tentang peristiwa yang luar biasa yang tidak masuk akal manusia, yang itu terjadi karena kehendak dan kekuasaan-Nya. Itulah Isra dan Mikraj.

Lafal Asraa menjelaskan bahwa Nabi saw diperjalankan oleh Allah swt bukan karena keinginannya sendiri. Kemudian peristiwa itu dilakukan dengan ruh dan jasad beliau saw, karena:

وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ …

Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula)….

Dari peristiwa yang terjadi pada Nabi saw, sebuah mukjizat atau kehendak dan kekuasaan Allah yang diberikan kepada Nabi saw untuk menerobos sunah-sunahnya dengan sunah-sunahnya yang lain, seperti contoh lainnya adalah mukjizat Nabi Musa as, yakni berubahnya tongkat menjadi ular yang besar, kemudian berubah lagi menjadi tongkat kecil seperti sedia kala dalam waktu yang singkat. Dari peristiwa ini harus diimani dengan sepenuh hati dan meyakini ini adalah kehendak dan kekuasaan-Nya.

Ketigaterkait hitung-hitungan antara jarak dan waktu yang ditempuh oleh Nabi saw dalam Isra Mikraj sebagaimana digambarkan penanya dalam pertanyaan, kami berpendapat bahwa tidak ada satu pun yang tahu kapan dan bagaimana persis peristiwa tesebut terjadi, kecuali Allah swt dan Nabi saw. Hal ini berdasarkan firman Allah swt dalam QS. al-Jin (72) ayat 26-27 yang sudah kami sebutkan di atas. Bahkan kami hendak mengkritisi penanya, bagaimana penanya bisa mengetahui secara pasti bahwasanya perjalanan Isra Mikraj itu terjadi pada pukul 19.00 sampai dengan 04.00, sedangkan pada saat itu belum ada jam dan lain sebagainya, bahkan untuk menunaikan salat pun Nabi saw dan para sahabat masih memperhatikan langit untuk memperkirakan waktunya, dan juga dalam dalil-dalil pun tidak ada yang menyebutkan secara spesifik waktu (jam berapa) kejadian itu terjadi.

Demikian jawaban yang dapat kami berikan.

Wallahu alam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 17 Tahun 2021

KHAZANAH REPUBLIKA

Tiga Makna Pesan Isra Miraj

Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menggelar peringatan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW dan Tarhib Ramadhan 1443 H/2022 M di Balai Kota Depok, Senin (14/3/2022). Hadir dalam acara tersebut Wali Kota Depok, Mohammad Idris dan Wakil Wali Kota Depok, Imam Budi Hartono serta seluruh pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Depok.

Wakil Wali Kota Depok, Imam Budi Hartono mengatakan, ada tiga hal dalam peristiwa Isra Mi’raj yang dapat dimaknai oleh umat Islam. Pertama, pentingnya peran perempuan bagi suksesnya seorang suami.

“Isra Mi’raj ini hadiah dari Allah SWT dilatarbelakangi oleh meninggalnya istri Nabi Muhammad SAW, Khadijah. Betapa seorang suami itu terpukul kalau istrinya meninggal, sehingga dihibur oleh Allah SWT untuk perjalanan dari Mekkah ke Masjidil Aqsa, Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha,” ujar Imam.

Hal kedua, lanjut Imam adalah sebuah gerakan, dengan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. “Jadi, kalau kita ada masalah segera move on, jangan diam saja, ayo move on  supaya berubah, supaya ada perubahan yang baik didalam permasalahan yang kita hadapi,” terangnya.

Terakhir yakni berbuat baik. Salah satunya dengan meluangkan waktu, bersedekah dan membaca Alquran.  “Luangkan waktu untuk baca Alquran. Jangan uang sisa dikasih untuk berinfak, tapi sisakan uang untuk berinfak,” tegas Imam. 

Wali Kota Depok, Mohammad Idris menyebut, kata kunci dari peringatan Isra Mi’raj dan Ramadhan adalah peningkatan. “Kata kunci dari pada peringatan Isra Mi’raj sekaligus Ramadan adalah peningkatan atau upgrade. Di-upgrade kerja-kerja kita, niatan kita, penampilan kita, dalam kerja-kerja pemerintahan dan pelayanan, intinya itu,” jelasnya. 

Ia mengungkapkan, meski Ramadhan tahun ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19 diharapkan masyarakat dapat beraktivitas seperti biasa. Termasuk ibadah selama bulan Ramadhan. “Tentu tetap memperhatikan protokol kesehatan (prokes), utamanya masker, dan hindari kerumunan, saya rasa warga masyarakat bisa. Kita umat Islam tetap melakukan terawih, tapi tidak ada kerumunan dan juga bisa berhari raya, ini harapan kita,” jelas Idris.

Selain itu, imbuhnya, saat ini sedang dilakukan persiapan-persiapan untuk pengetatan dalam rangka menetapkan status dari pandemi Covid-19 ke endemi. Salah satunya terkait masalah kesadaran masyarakat. “Termasuk juga peraturan-peraturan yang sudah disiapkan oleh pemerintah dan juga oleh pemerintah daerah. Misalnya kita sedang mengajukan Peraturan Daerah (Perda) tentang prokes. Perda ini nantinya bisa dilaksanakan ketika dalam kondisi endemi,” pungkas Idris. 

IHRAM

Hukum Menyebar Berita Hoax dalam Islam

Pada masa ini, ketika arus informasi demikian mudahnya, seringkali tanpa berfikir panjang kita langsung menyebarkan (men share) semua informasi dan informasi yang kita terima yang berhubungan dengan sikap fanatik yang dianjurkan oleh agama islam, tanpa terlebih dahulu meneliti kebenarannya.

Kita dengan sangat mudah men share informasi, entah dengan menggunakan media sosial semacam facebook, atau aplikasi whatsapp, atau media yang lainnya. Akibatnya, muncullah berbagai macam kerusakan, seperti kekacauan, fitnah dalam islam, provokasi, ketakutan, atau kebingungan di tengah tengah masyarakat akibat penyebaran informasi semacam ini.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas mengatakan tentang balasan bagi pendusta dalam islam, “Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta apabila dia mengatakan semua yang didengar.” (HR. Muslim no.7) Janganlah kita tergesa gesa menyebarkan informasi tersebut, karena sikap seperti ini hanyalah berasal dari setan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mencari ketenangan dalam islam, “Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa gesa datangnya dari setan.” (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 10/104 dan Abu Ya’la dalam Musnad nya 3/1054)

Pengertian Hoax

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sehubungan dengan media sosial menurut islam, ‘hoaks’ adalah ‘informasi hoax.’ Dalam Oxford English dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai ‘malicious deception’ atau ‘kehoaxan yang dibuat dengan tujuan jahat’. Sayangnya, banyak yang sebenarnya mendefinisikan ‘hoax’ sebagai ‘informasi yang tidak saya sukai’.

Dalam kehidupan sehari hari, kita sering mendengar desas desus yang tidak jelas asal usulnya. Kadang dari suatu peristiwa kecil, tetapi dalam pemberitaannya, peristiwa itu begitu besar atau sebaliknya. Terkadang juga berita itu menyangkut kehormatan seorang muslim. Bahkan tidak jarang, sebuah rumah tangga menjadi retak, hanya karena sebuah berita yang belum tentu benar.

Bagaimanakah sikap kita terhadap berita yang bersumber dari orang yang belum kita ketahui kejujurannya? ‘Hoax’ atau ‘fake news’ bukan sesuatu yang baru, dan sudah banyak beredar sejak Johannes Gutenberg menciptakan mesin cetak pada tahun 1439. Sebelum zaman internet, ‘hoax’ bahkan lebih berbahaya dari sekarang karena sulit untuk diverifikasi. Apa itu hoax dan bagaimana Hukum Menyebar Berita Hoax dalam Islam? Simak uraiannya berikut.

Hoax dalam Kehidupan Sehari Hari

Salah satu penyebabperpecahan umat yang sudah sangat mengkhawatirkan hari ini adalah menerimaberita dari orang lain tanpa menyaringnya dengan kritis. Menurut SyeikhAbdurrahman as Sa’di, sebagai makhluk yang diberi akal, kita harus hati hatidalam menerima sebuah isi berita. Harus melakukan proses seleksi, menyaring,dan jangan sembrono dengan menerimanya begitu saja.

Dalam literatur literatur ushul fiqh disebutkan dengan begitujelas definisi sebuah berita; sesuatu yang mungkin benar sekaligus mungkinsalah. Bahkan dalam diskursushadis, ada sebuah ilmu khusus yang membahas tentang para informan hadis (jarh wa ta’dil). Sebuah upayamemverifikasi kesahihan periwayatan melalui jalur para informannya. Lalubagaimana dengan berita yang lalu lalang di media sosial?

Apakah semua yang beredar di Facebook, Twitter, atau Berita online, bisa kita pastikan kebenarannya dan kita bagikan tanpa proses verifikasi kebenaran isi beritanya?  Mari muhasabah atau introspeksi diri kita agar tidak terjebak dan terjerembab dalam kubangan para pembual dan pemfitnah. Salah satu jalan menghindari hoax dengan memverifikasi berita.

Periksalah Kebenaransebuah Informasi dengan Cermat

Allah Ta’ala punmemerintahkan kepada kita untuk memeriksa suatu informasi terlebih dahulukarena belum tentu semua informasi itu benar dan valid. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang orang yang beriman, jikadatang kepadamu orang fasik membawa suatu informasi, maka periksalah denganteliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpamengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS. Al Hujuraat [49]: 6)

Allah Ta’ala memerintahkankita untuk memeriksa suatu informasi dengan teliti, yaitu mencari bukti buktikebenaran informasi tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menelusuri sumber informasi,atau bertanya kepada orang yang lebih mengetahui hal itu.

Oleh karena itu, sungguh saat ini kita sangat perlu memperhatikan ayat ini. Suatu zaman di mana kita mudah untuk men share suatu link informasi, entah informasi dari status facebook teman, entah informasi online, dan sejenisnya, lebih lebih jika informasi tersebut berkaitan dengan kehormatan saudara muslim atau informasi yang menyangkut kepentingan masyarakat secara luas. Betapa sering kita jumpai,

suatu informasi yangdengan cepat menjadi viral di media sosial, di share oleh ribuan netizen,namun belakangan diketahui bahwa informasi tersebut tidak benar.Sayangnya, klarifikasi atas informasi yang salah tersebut justru sepi dari peminformasian.

Hukuman bagi yangSembarangan Menyebar Informasi atau Berita Hoax

Bagi kita yang suka asaldan tergesa gesa dalam menyebarkan informasi, maka hukuman di akhirat kelaktelah menanti kita. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakanmimpi beliau,

Tadi malam aku bermimpi melihat ada dua orang yang mendatangiku, lalu mereka memegang tanganku, kemudian mengajakku keluar ke tanah lapang. Kemudian kami melewati dua orang, yang satu berdiri di dekat kepala temannya dengan membawa gancu dari besi. 

Gancu itu dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ditarik hingga robek pipinya sampai ke tengkuk. Dia tarik kembali, lalu dia masukkan lagi ke dalam mulut dan dia tarik hingga robek pipi sisi satunya. Kemudian bekas pipi robek tadi kembali pulih dan dirobek lagi, dan begitu seterusnya.”

Di akhir hadis,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendapat penjelasan dari malaikat, apa maksud kejadian yangbeliau lihat, “Orang pertama yangkamu lihat, dia adalah seorang pendusta. Dia membuat kedustaan dan dia sebarkan keseluruh penjuru dunia. Dia dihukum seperti itu sampai hari kiamat,kemudian Allah memperlakukan orang tersebut sesuai yang Dia kehendaki.” (HR. Ahmad no. 20165) [2]

Apabila kita sudahberusaha meneliti, namun kita belum bisa memastikan kebenarannya, maka diamtentu lebih selamat. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapayang diam, dia selamat.” (HR.Tirmidzi no. 2501) [3]

Bertanyalah, AdakahManfaat Menyebarkan suatu Informasi Tertentu?

Lalu, apabila kita sudahmemastikan keberannya, apakah informasi tersebut akan kita sebarkan begitusaja? Jawabannya tentu saja tidak. Akan tetapi, kita lihat terlebih dahuluapakah ada manfaat dari menyebarkan informasi (yang terbukti benar) tersebut?

Jika tidak ada manfaatnyaatau bahkan justru berpotensi menimbulkan salah paham, keresahan atau kekacauandi tengah tengah masyarakat dan hal hal yang tidak diinginkan lainnya, makahendaknya tidak langsung disebarkan (diam) atau minimal menunggu waktu dankondisi dan tepat. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapaberiman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.”(HR. Bukhari no. 6018 dan Muslimno. 74)

Larangan MenyebarkanBerita Hoax dalam Islam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernahmelarang Mu’adz bin Jabal radhiyallahu‘anhu untuk menyebarkan ilmu yang dia peroleh karena khawatir akanmenimbulkan salah paham di tengah tengah kaum muslimin. Diriwayatkan dariMu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Wahai Mu’adz, apakah kamu tahu apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba dan apa hak hamba yang wajib dipenuhi oleh Allah?’ Aku menjawab, ‘Allah dan Rasul nya yang lebih mengetahui.’ Beliau pun bersabda,

‘Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba Nya ialah supaya mereka beribadah kepada Nya saja dan tidak berbuat syirik sedikit pun kepada Nya. Adapun hak hamba yang wajib dipenuhi oleh Allah adalah Allah tidak akan mengazab mereka yang tidak berbuat syirik kepada Nya.’

Lalu aku berkata, ’Wahai Rasulullah, bagaimana kalau aku mengabarkan informasi gembira ini kepada banyak orang?’ Rasulullah menjawab, ’Jangan, nanti mereka bisa bersandar.’” (HR. Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 154)

Mari kita perhatikan baik baikhadits ini. Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam menyampaikan suatu informasi (ilmu) kepada Mu’adz binJabal, namun beliau melarang Mu’adz bin Jabal untuk menyampaikannya kepadasahabat lain, karena beliau shallallahu‘alaihi wa sallam khawatir kalau mereka salah paham terhadap kandunganhadits ini.

Artinya, ada suatu kondisisehingga kita hanya menyampaikan suatu informasi kepada orang tertentu saja.Dengan kata lain, terkadang ada suatu maslahat (kebaikan) ketika menyembunyikanatau tidak menyampaikan suatu ilmu pada waktu dan kondisi tertentu, atau tidakmenyampaikan suatu ilmu kepada orang tertentu.

Mu’adz bin Jabal akhirnyamenyampaikan hadits ini ketika beliau hendak wafat karena beliau khawatirketika beliau wafat, namun masih ada hadits yang belum beliau sampaikan kepadamanusia. Mu’adz bin Jabal juga menyampaikan kekhawatiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketikaitu, agar manusia tidak salah paham dengan hadits tersebut.

Semoga tulisan singkat inimenjadi panduan kita di zaman penuh fitnah dan kerusakan seperti sekarang ini,yang salah satunya disebabkan oleh penyebaran informasi yang tidak jelas asal usuldan kebenarannya. Sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

DALAM ISLAM

Anak Terlahir dari Orang Tua Kafir, Apakah Uzurnya Diterima?

Lahir dari orang tua muslim adalah nikmat terbesar

Merupakan salah satu nikmat terbesar yang Allah Ta’ala berikan kepada hamba-Nya adalah terlahir dari orang tua muslim sehingga secara otomatis ia pun menjadi seorang muslim. Lalu bagaimana dengan mereka yang terlahir dari orang tua non-muslim, baik itu Yahudi, Nasrani maupun agama selain Islam lainnya? Bisa jadi mungkin sebagian dari kita akan berpikir bahwa ini merupakan salah satu bentuk ketidakadilan Allah Ta’ala, waliyyadzubillah.

Perkataan semacam ini tidaklah benar. Tulisan pada artikel Tauhid, Fitrah Seluruh Manusia telah kita bahas bahwa semua anak yang terlahir ke dunia ini, sejatinya mereka terlahir dengan fitrahnya beragama Islam. Walaupun dia terlahir dari orang tua yang tidak memeluk agama Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ

“Tidaklah setiap anak kecuali dia dilahirkan di atas fitrah, maka bapak ibunyalah yang menjadikan dia Yahudi, atau menjadikan dia Nasrani, atau menjadikan dia Majusi. Sebagaimana halnya hewan ternak yang dilahirkan, ia dilahirkan dalam keadaan sehat. Apakah Engkau lihat hewan itu terputus telinganya?” (HR. Bukhari no. 1358 dan Muslim no. 2658).

Allah Ta’ala dengan kasih sayang dan hikmah kepada semua makhluk-Nya, telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab sebagai jawaban atas argumen dan bantahan makhluk-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. An-Nisa’: 165).

Di dalam kitab Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir disebutkan, “Maksudnya adalah sebagai alasan untuk diajukan hujah, sebagaimana dalam firman-Nya,

ولو أنا أهلكناهم بعذاب من قبله لقالوا ربنا لولا ارسلت إلينا رسولا فنتبع آياتك

‘Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al-Qur’an itu (diturunkan), tentulah mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau’‘ (QS. Tahaa: 34).

Sehingga tidak ada alasan bagi seorang pun yang dapat diajukan kepada Allah Ta’ala setelah Dia mengutus para Rasul.

Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah, maka dari itu Dia mengharamkan perbuatan-perbuatan keji baik itu yang nampak maupun yang tersembunyi. Dan tidak ada yang lebih menyukai pujian daripada Allah, maka dari itu Dia memuji diri-Nya. Dan tidak ada pula yang lebih suka untuk memberi alasan daripada Allah, maka dari itu Dia mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan.” (HR. Bukhari no. 4634 dan Muslim no. 2760)

Allah itu Mahaadil

Allah Ta’ala tidak akan menyalahkan siapapun dan tidak akan menghukumnya kecuali setelah tegaknya hujah dan sampainya syariat kepadanya. Sebagaimana firman-Nya,

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً

“Dan kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul” (QS. Al-Isra’: 15).

Syekh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah di dalam tafsirnya mengatakan,

“Allah adalah Dzat yang paling adil. (Allah) tidak akan mengazab seseorang sehingga hujah tegak atasnya melalui risalah. Kemudian orang itu (merespon dengan) menentangnya. Adapun orang yang tunduk dengan hujah atau belum sampai hujah Allah kepadanya, maka Allah tidak akan mengazabnya. Ayat ini dijadikan dalil bahwasanya Allah tidak akan mengazab ahlul fathrah (orang-orang yang hidup di masa transisi kenabian) dan anak-anak kaum musyrikin (yang meninggal sebelum dewasa), sampai Dia mengutus seorang rasul kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah itu suci dari segala bentuk tindak aniaya.”

Di dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُم مَّا يَتَّقُونَ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. At-Taubah: 115).

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata,

“Allah Ta’ala menceritakan perihal diri-Nya Yang Mahamulia dan hukum­-Nya yang adil. Sesungguhnya Dia tidak akan menyesatkan suatu kaum, melainkan sesudah disampaikan kepada mereka risalah dari sisi-­Nya. Sehingga hujah telah ditegakkan atas mereka. Seperti yang di­sebutkan di dalam firman-Nya,

وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَٰهُمْ فَٱسْتَحَبُّوا۟ ٱلْعَمَىٰ عَلَى ٱلْهُدَىٰ فَأَخَذَتْهُمْ صَٰعِقَةُ ٱلْعَذَابِ ٱلْهُونِ بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

“Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk. Akan tetapi, mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Fushshilat: 17)

Oleh karena itu, orang yang belum sampai kepadanya dakwah Islam atau telah sampai kepadanya dakwah Islam namun belum mukallaf (siap menerima pembebanan suatu kewajiban), maka keduanya termasuk orang yang uzurnya diterima dan dimaafkan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis,

“Ada empat jenis orang yang akan mengajukan banding pada hari kiamat nanti, yakni:

(1) orang tuli yang tak dapat mendengar sesuatu pun;

(2) orang dungu atau gila;

(3) orang tua renta lagi pikun; dan

(4) orang yang meninggal pada zaman fatrah.

Orang yang tuli berkata,’Ya Tuhanku, Islam datang namun aku tak mendengar sesuatu pun tentangnya.’

Orang yang dungu berkata,’Ya Tuhanku, Islam datang, namun anak-anak kecil melempariku dengan kotoran hewan.’

Orang tua renta lagi pikun berkata, ‘Ya Tuhanku, sungguh Islam telah datang, namun aku tidak mengerti/paham.’

Orang yang mati di zaman fatroh berkata, ‘Ya Tuhan, Rasul-Mu tidak mendatangiku.’

Lalu diambillah perjanjian dengan mereka untuk diuji. Kemudian akan diutus seorang utusan (Rasul) kepada mereka yang memerintahkan untuk memasuki api. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya mereka masuk ke dalam api tersebut, niscaya mereka akan merasakan dingin dan selamat (dari azab).” (HR. Ahmad dan Thabrani. Ibnul Qoyim menyatakan sanadnya sahih bersambung, dan disahihkan Al-Albani dalam As-Shahihah, no. 1434)

Nabi Shalallahu alaihi wasallam juga bersabda,

والذي نفس محمد بيده لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي ولا نصراني ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أصحاب النار

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini, baik Yahudi dan Nasrani, mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 218)

An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Dari pemahaman hadis ini, menunjukkan bahwa siapa saja yang tidak sampai kepadanya dakwah Islam, maka ia diberikan uzur dan dimaafkan”

Adapun yang sudah mendengar tentang dakwah ini, namun tidak beriman dan tidak menghiraukan dakwah ini serta lebih memilih kesyirikan dan kekufuran, maka mereka tidak dimaafkan dan tidak diberikan uzur.

Bagaimana dengan anak yang terlahir dari orang tua non-muslim?

Mereka yang terlahir dari kedua orang tua muslim, ini jelas merupakan salah satu bentuk kenikmatan dan keutamaan yang telah Allah Ta’ala berikan kepada hamba-Nya. Akan tetapi, bukan berarti mereka yang terlahir dari rahim non-muslim secara otomatis dimaafkan dan diterima uzurnya. Apalagi telah sampai kepadanya dakwah ini dan telah tegak kepadanya hujah Islam.

Faktanya, tidak ada satu hari pun berlalu kecuali ada seseorang di belahan dunia ini yang tidak dilahirkan dari orang tua muslim, namun pada akhirnya mendapatkan hidayah dan memeluk Islam. Dan di waktu yang sama, kita mendengar ada seseorang yang terlahir muslim, namun ia malah murtad dan memeluk agama orang-orang kafir. Oleh karena itu, perkara ini muaranya adalah firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقاً حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ

“Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’am: 125).

Sehingga ketika seseorang telah balig dan telah sampai kepadanya berita tentang agama Islam serta telah tegak hujah kepadanya, namun ia memilih tidak beriman, maka ia termasuk orang kafir yang akan diazab oleh Allah Ta’ala. Adapun para ulama berbeda pendapat tentang hukum mereka yang meninggal sebelum usia balig. Ada dua pendapat yang paling kuat.

Pertama, mereka diuji di hari kiamat. Sebagaimana yang akan didapatkan 4 orang yang disebutkan dalam hadis yang telah lalu. Bila mereka patuh, mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Namun bila mereka tidak patuh, mereka akan dimasukkan ke dalam neraka.

Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فمن دخلها كانت عليه برداً وسلاماً، ومن لم يدخلها سحب إليها

“Siapa (di antara orang-orang tersbut) yang memasuki neraka, maka neraka akan menjadi dingin dan tidak membahayakan. Namun siapa yang enggan masuk, maka akan dilemparkan ke neraka.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, Al-Baihaqi, dan disahihkan Al-Albani).

Kedua, mereka semua di surga. Berdasarkan kisah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bermimpi diajak seseorang melakukan perjalanan dan melihat beberapa hal gaib yang Allah Ta’ala tunjukkan. Beliau salah satunya melihat ada seseorang yang dikelilingi banyak anak kecil. Kemudian beliau bertanya tentang orang itu dan dijawab,

وَالشَّيْخُ فِى أَصْلِ الشَّجَرَةِ إِبْرَاهِيمُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – وَالصِّبْيَانُ حَوْلَهُ فَأَوْلاَدُ النَّاسِ

“Orang tua di bawah pohon adalah Ibrahim. Sedangkan anak-anak kecil yang ada di sekitarnya adalah anak-anak umat manusia (yang mati sebelum balig)” (HR. Bukhari no. 1386).

Yang dimaksud “anak-anak umat manusia” mencakup anak-anak kaum muslimin dan anak-anak orang kafir yang mati sebelum balig. Mereka semua belum mendapatkan beban syariat [1]. Wallahu A’lam bisshowaab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/72914-anak-terlahir-dari-orang-tua-kafir-apakah-uzurnya-diterima.html

Beriman terhadap Datangnya Kematian

Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan keimanan kita terhadap kematian.

Pertama, kematian itu pasti datang

Kita harus meyakini bahwa siapa saja yang ada di dunia ini, baik penghuni langit dan bumi, baik manusia, jin, dan malaikat, dan makhluk Allah Ta’ala lainnya, pasti akan menjumpai kematian. Allah Ta’ala berfirman,

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ

Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (QS. Al-Qashash: 88)

Allah Ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali ‘Imran: 185)

Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa,

أَعُوذُ بِعِزَّتِكَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَالْجِنُّ وَالْإِنْسُ يَمُوتُونَ

A’UUDZU BI’IZZATILLAHILLLADZII LAA ILAAHA ILLAA ANTAL LADZII LAA YAMUUTU WAL JINNU WAL INSU YAMUUTUUNA (Saya berlindung dengan kekuasaan-Mu yang tiada sesembahan yang hak selain Engkau, yang tidak pernah mati, sedangkan jin dan manusia pasti akan mati).” (HR. Bukhari no. 7383 dan Muslim no. 2717)

Kedua, ajal manusia sudah ditentukan, tidak akan lebih lama dan tidak akan lebih cepat

Allah Ta’ala berfirman,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ

Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu. Apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf: 34)

Allah Ta’ala berfirman,

وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُم بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُم بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُّسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan. Kemudian kepada Allahlah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al-An’am: 60)

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Ummu Habibah -istri Rasulullah- pernah berdoa sebagai berikut, ‘Ya Allah, berikanlah aku kenikmatan (panjangkanlah usiaku) bersama suamiku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ayahku Abu Sufyan, dan saudaraku Mu’awiyah.’”

Mendengar doa itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada istrinya Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha,

قَدْ سَأَلْتِ اللهَ لِآجَالٍ مَضْرُوبَةٍ، وَأَيَّامٍ مَعْدُودَةٍ، وَأَرْزَاقٍ مَقْسُومَةٍ، لَنْ يُعَجِّلَ شَيْئًا قَبْلَ حِلِّهِ، أَوْ يُؤَخِّرَ شَيْئًا عَنْ حِلِّهِ، وَلَوْ كُنْتِ سَأَلْتِ اللهَ أَنْ يُعِيذَكِ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ، أَوْ عَذَابٍ فِي الْقَبْرِ، كَانَ خَيْرًا وَأَفْضَلَ

Sesungguhnya kamu memohon kepada Allah ajal, kematian, dan rezeki yang telah ditentukan. Allah tidak akan mengajukan ataupun memundurkan sebelum waktunya. Apabila kamu memohon kepada Allah agar Dia menyelamatkanmu dari siksa neraka dan siksa kubur, maka hal itu lebih baik bagimu dan lebih utama.” (HR. Muslim no. 2663)

Adapun makna dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَه

Siapa yang ingin diluaskan rezekinya atau dipanjangkan umurnya, hendaklah dia menyambung silaturahim.” (HR. Bukhari no. 2067 dan Muslim no. 2557)

adalah “keberkahan dalam amal dan waktu”. Sehingga seseorang bisa mengerjakan banyak amal saleh di waktu yang sebentar (sedikit).

Ketiga, beriman bahwa tidak ada satu pun makhluk yang mengetahui kapan datangnya waktu kematian

Waktu datangnya kematian termasuk bagian dari ilmu gaib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Maka, tidak ada yang mengetahui kapankah kematian menjemputnya, kecuali Allah Ta’ala semata. Allah Ta’ala berfirman,

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri. Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan. Dan tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. Al-An’am: 59)

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ

Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman: 34)

Keempat, memperbanyak mengingat kematian dan menjadikan kematian itu ada di depan matanya

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan (yaitu, kematian).” (HR. Tirmidzi no. 3207, An-Nasa’i no. 1824, dan Ibnu Majah no. 4258, dinilai sahih oleh Al-Albani)

Kelima, mempersiapkan diri sebelum datangnya kematian

Seorang mukmin hendaknya mempersiapkan dirinya sebelum datangnya kematian, dan juga mempersiapkan dirinya dengan hal-hal setelah kematian, baik azab atau nikmat kubur, hari kiamat, dan seterusnya. Allah Ta’ala berfirman,

حَتَّى إِذَا جَاء أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحاً فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, ‘Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu’minuun: 99-100)

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al-Hasyr: 18)

Demikian, semoga bermanfaat.

***

@Rumah Kasongan, 30 Rajab 1443/ 3 Maret 2022

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/72920-beriman-terhadap-datangnya-kematian.html

Jangan Jadi Pendengki Saudara Sendiri

Sesungguhnya dengki adalah salah satu penyakit kronis yang bersemayam di dalam hati. Penyakit-penyakit hati itu tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan amal

Hidayatullah.com | ADA jenis manusia yang jika dengki atau pendengki, maka ia tidak menginginkan hilangnya nikmat orang yang ia dengki kepadanya. Namun ia berusaha mendapatkan nikmat yang sama dan ingin seperti dia.

Jika nikmat tersebut adalah nikmat dunia, maka tidak ada kebaikan di dalamnya. Hal ini seperti dikatakan orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, “Semoga kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun.”(QS: Al-Qashash: 79).

Namun jika yang diinginkan dari nikmat tersebut adalah nikmat akhirat, maka baik sekali. Karena Nabi ﷺ sendiri menginginkan mati syahid di jalan Allah Azza wa Jalla. Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Nabi ﷺ yang bersabda:

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh hasad (ghibtah/dengki) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR: Bukhari & Muslim).

Dengki yang diperbolehkan kepada kedua orang tersebut dinamakan ghibthah. Dinamakan dengki karena kiasan saja.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

لا تحاسدوا ، ولا تناجشوا ، ولا تباغضوا ، ولا تدابروا ، ولا يبغ

لم أو بعضكم على بيع بعض ، وكونوا عباد الله إخوانا ، المسن

نوی المسلم ، لا يظلمه ، ولا يخذله ، ولا يكذبه ، ولا يحقره ، القوى هاها – ويشير إلى صدره ثلاث مرات- بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم ، كل المسلم على المسلم حرام : دمه وماله

وعرضه .

“Kalian jangan saling dengki, jangan saling tanajasy, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, sebagian dari kalian jangan menjual jualan sebagian yang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Orang Muslim adalah saudara orang Muslim, ia tidak mendzaliminya, tidak menelantarkana tidak mendustakannya, dan tidak menghinanya. Takwa di sini –

beliau member isyarat ke dada beliau hingga tiga kali— cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap Muslim dengan orang Muslim lainnya haram darah, harta, dan kehormatan.” (Diriwayatkan Muslim).

Sabda Nabi ﷺ, “Kalian jangan saling dengki,” maksudnya, sebagian dari kalian jangan dengki kepada sebagian yang lain. Sifat dengki dicetak di watak manusia karena manusia tidak suka diungguli seseorang di keutamaan apa pun.

Dalam hal ini, manusia terbagi ke dalam beberapa kelompok. Di antara mereka, ada yang berusaha menghilangkan nikmat orang yang ia dengki dengan cara berbuat dzalim kepadanya; dengan perkataan dan perbuatan.

Di antara mereka, ada yang berusaha memindahkan nikmat tersebut kepada dirinya, atau berusaha menghilangkan nikmat tersebut dari orang yang ia dengki dan memindahkan nikmat tersebut kepada dirinya dengki terakhir merupakan dengki paling buruk. Karena itulah dengki yang tercela dan dilarang, sebagaimana Iblis kepada Nabi Adam Alaihissalam.

Iblis sangat benci kepada Nabi Adam karena melihat beliau mengungguli para malaikat. Allah menciptakan beliau (Nabi Adam) dengan tangan-Nya sendiri, menyuruh para malaikat sujud kepada beliau, mengajarkan nama segala hal kepada beliau, dan menempatkan beliau di dekat-Nya, hingga membuat Iblis tidak henti-hentinya berusaha mengeluarkan Nabi Adam Alaihis Salam dari Surga hingga akhimya beliau dikeluarkan darinya.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa Iblis berkata kepada Nabi Nuh Alaihis-Salam, “Aku membinasakan anak keturunan Adam dengan dua hal; Pertama dengki. Dengannya, aku dilaknat dan dijadikan sebagai syetan terkutuk. Kedua, ambisius. Dengan ambisius. Adam diperbolehkan menikmati surga dan seisinya kemudian aku berambisi kepadanya.” (Diriwayatkan Ibnu Abu Ad-Dunya).

Selain dengki itu adalah sifat Iblis, Allah Ta’ala telah menjelaskan di banyak ayat dalam Al-Qur’an bahwa sifat orang-orang Yahudi.  Allah Ta’ala menyampakan firmannya;

وَدَّ كَثِيْرٌ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ لَوْ يَرُدُّوْنَكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ اِيْمَانِكُمْ كُفَّارًاۚ حَسَدًا مِّنْ عِنْدِ اَنْفُسِهِمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۚ فَاعْفُوْا وَاصْفَحُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki dari din mereka sendiri setelah nyata lagi mereka kebenaran.” (QS: Al-Baqarah: 109).

Atau firman Allah Taala,

أَمْ يَحْسُدُونَ ٱلنَّاسَ عَلَىٰ مَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۖ فَقَدْ ءَاتَيْنَآ ءَالَ إِبْرَٰهِيمَ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَءَاتَيْنَٰهُم مُّلْكًا عَظِيمًا

“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah berikan kepadanya.”(QS: An-Nisa’: 54).

Imam Ahmad dan At Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Az-Zubair bin Al Awwam Radhiyallahu Anhuudari Nabi ﷺ yang bersabda;

دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ: اَلْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ، وَالْبَغْضَاءُ هِيَ الْحَالِقَةُ، حَالِقَةُ الدِّيْنِ لاَ حَالِقَةُ الشَّعْرِ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا، أَفَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

“Penyakit umat-umat sebelum kalian menyerang kalian dengki dan benci. Benci adalah pemotong pemotong agama dan bukan pemotong rambut. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR: At-Tirmidzi)

Imam Abu Daud meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi ﷺ yang bersabda, artinya: “Tinggalkan dengki oleh kalian, karena dengki memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar – atau kalau beliau bersabda rumput–”

Al-Hakim dan lain-lain meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhi yallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, yang artinya; “Penyakit umat-umat sebelum ini akan menyerang umatku. “Para sahabat berkata, “Wahai Nabi Allah, apa penyakit umat-umat tersebut?” Nabi ﷺ bersabda, “Rakus dan sombong, bermegah-megahan dan bersaing di dunia, saling membenci, saling dengki hingga kemudian kedzaliman lalu kekacauan”!

Syaikh as-Sa’di berkata, “Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” Kaum Mukminin harus saling mencintai dan menyayangi, tidak boleh saling membenci dan memusuhi. Mereka semua berusaha untuk kemaslahatan mereka secara umum yang menjadi pilar agama dan dunia mereka.  Orang yang terpandang tidak boleh berlaku congkak atas orang bawahan, dan tidak pula seseorang dari mereka merendahkan yang lainnya, karena darah mereka setara. Sebab, itu tidak disyaratkan dalam qishash kecuali kesetaraan dalam agama. Oleh karena itu seorang Muslim tidak dibunuh karena membunuh orang kafir, sebagai-mana dalam hadits, dan kesetaraan dalam kemerdekaan. Oleh karena itu orang merdeka tidak dibunuh karena membunuh hamba sahaya.”

Kata Syaikh As’Sa’di, “Adapun kriteria-kriteria lainnya maka kaum Muslimin itu sama. Barangsiapa yang membunuh atau memotong bagian tubuh secara sengaja lagi zhalim, maka mereka berhak menuntut balas (Qishash) kepadanya dengan syarat sepadan dalam hal anggota badan, Tiada bedanya antara yang muda dengan yang dewasa atau sebaliknya, pria dengan wanita dan seboliknya, orang pintar dengan orang bodoh, orang terpandang dengan orang bawahan, orang yang sempurna dengan orang yang cacat, atau sebaliknya dalam perkara-perkara ini.”

Dengki penyakit hati

Orang Mukmin adalah orang yang takut kepada Allah dengan menjaga seluruh anggota tubuhnya (dari berbuat dosa). Sebagaimana diungkapkan oleh seorang ahli fikih, Abu al-Laits, bahwa tanda takut seseorang kepada Allah akan tampak pada tujuh hal, yaitu:

Pertama, lidahnya

Ia akan mencegah lidahnya dari kebohongan, ghibah (menggunjing), mengadu domba, dusta, dan ucapan sia-sia. Hal ini membuatnya sibuk berzikir kepada Allah, membaca al-Quran, dan menelaah ilmu pengetahuan.

Kedua, hatinya

Ia akan mengeluarkan dari dalam hatinya rasa permusuhan dan kedustaan (juga hasud dengki) terhadap orang lain, karena dengki dan hasad dapat menghapus kebaikan-kebaikan, sebagaimana sabda Nabi, “Dengki dapat memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR: Abu Dawud).

Ketahuilah, sesungguhnya dengki adalah salah satu penyakit kronis yang bersemayam di dalam hati. Penyakit-penyakit hati itu tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan amal.

Ketiga, pandangannya

Ia tidak akan memandang kepada makanan haram, minuman haram, pakaian haram, dan lain-lain. Dia juga tidak memandang dunia dengan pandangan cinta, tetapi dia melihat dunia semata-mata untk mengambil pelajaran.

Dia juga tidak memandang kepada sesuatu yang tidak halal dilihat, sebagaimana sabda Nabi, yang artinya, “Barangsiapa yang memenuhi kedua matanya dengan keharaman, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api Neraka di hari kiamat.”( Al Fawaid Al Majmu’ah).

Keempat, perutnya

Perutnya tidak menyentuh makanan haram, karena hal itu merupakan dosa besar. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ yang artinya, “Jika satu suap makanan haram masuk ke dalam perut anak cucu Adam, maka semua malaikat melaknatnya, baik di bumi maupun di langit, selama suapan itu masih ada di dalam perutnya. Jika dia mening al dunia kalan kondisi seperti itu, maka tempat tinggalnya  di Neraka Jahannam.” (Terjemah Kitab Tahdzib Mukasyafah al-Qulub).

Kelima, tangannya

Tangannya tidak akan menyentuh benda haram, tetapi dia gunakan untuk melakukan ketaatan kepada Allah. Diriwayatkan, Ka’ab al-Ahbar berkata, “Sungguh, Allah menciptakan sebuah Negeri (Surga) dari zamrud hijau. Di dalam negeri itu terdapat 70.000 desa. Di setiap desa itu terdapat 70.000 rumah. Rumah itu tidak bisa ditempati kecuali oleh seseorang yang ditawari sesuatu yang haram, lalu dia meninggalkannya karena takut kepada Allah.”

Keenam, kakinya.

Kakinya tidak digunakan untuk berjalan menuju perbuatan durhaka kepada Allah, tetapi digunakan untuk melakukan ketaatan kepada Allah, mendapatkan keridaan-Nya, menemani para ulama dan orang-orang shaleh.

Ketujuh, ketaatannya

Ketaatannya dibangun atas dasar keikhlasan kepada Allah. Dan ia takut berbuat riya (pamer) serta takut berbuat kemunafikan.

Jika dia melakukan ketujuh hal ini, maka dia termasuk orangorang yang difirmankan oleh Allah:

والآخرة عند ربك للمتقين

“Sedangkan kehidupan akhirat disisi Tuhanmu disediukan bagi orangorang yang bertakwa.” (QS: az- Zukhruf [43]:35).

Banyak di antara kita sedih melihat orang senang.  Kita dengki dan hasad pada teman, tetangga, pada kelompok atau ormas lain, lalu tidak terasa tega menebar ‘teror’ dan kebencian dengan tudahan, hinaan, atau stigma-stigma buruk.

Sebagai penutup, karena itu sebagai Muslim, seharusnya kita menjauhkan diri dari sifat dengki.  Cara menjauhkan diri dari dengki adalah berusaha menghilangkan dan berbuat baik kepada orang yang ia dengki.

Ia lalu mengulurkan tangan kepadanya, mendoakannya, menceritakan kelebihan-kelebihannya, dan menghilangkan dengki pada dirinya hingga ia mampu menggantinya dengan cinta bahwa saudaranya yang Muslim memang lebih baik dan lebih utama darinya.*

HIDAYATULLAH

Hak Asuh Anak dalam Islam

Setiap pasangan suami istri pasti menginginkan langgeng hingga maut menjemput. Sehingga mereka pun akan selalu menjaga ikatan tali pernikahan dengan sebaik-baiknya. Apalagi jika sudah hadir anak yang lucu di tengah keluarga kecil mereka, maka lengkaplah kebahagiaan mereka.

Namun tidak banyak pula pasangan suami istri yang tidak bisa menahan emosi dan menyelesaikan problematika biduk rumah tangga yang berakhir dengan perceraian. Anak-anak mereka yang tak tahu apa-apapun menjadi imbasnya. Lalu, jika terjadi perceraian, hak asuk anak jatuh kepada siapakah? Suami atau istri?

Di dalam kitab Taqrib karya imam Abu Syuja’ bab al-hadhanah (hak asuh anak) dijelaskan bahwa jika suami mencerai istrinya dan mempunyai seorang anak dari istri itu, maka istrilah yang lebih berhak merawat anak tersebut.

Dan Imam Abu Qasim al-Ghazi di dalam kitab Fathul Qarib menjelaskan bahwa istri lebih berhak dengan segala sesuatu yang menjadikan kebaikan anak dengan jalan mendidiknya, merawatanya, memberikan makan, minum, memandikan badannya, mencuci bajunya, merawatnya bila sakit dan kemaslahatan-kemaslahatan lainnya. Adapun biaya perawatan itu ditanggung oleh ayah yang wajib atasnya memberi nafkah kepada anaknya.

Namun jika istri menolak untuk merawat anaknya, maka perawatan itu beralih kepada para ibunya istri (nenek, buyut dst). Dan perawatan itu berlangsung hingga usia tujuh tahun. Usia tujuh tahun ini adalah usia tamyiz menurut kebiasaan usia anak yang sudah pandai melakukan aktivitas dengan mandiri. Keterangan ini sangatlah selaras dengan hadis Nabi Saw:

عن عبد الله بن عمرو أن امرأة قالت: يارسول الله، كان بطني له وعاء وثديي له سقاء وحجري له حواء وان اباه طلقني واراد أن ينزعه مني فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم أنت أحق به مالم تنكحي رواه أحمد وأبو داود وصححه الحاكم

“Dari Abdullah bin Amru bahwasannya ada seorang wanita yang bertanya: “Wahai Rasulullah, perutku baginya (anakku) adalah tempat, putingku baginya adalah wadah, dan pangkuanku baginya adalah tempat, dan sungguh ayahnya telah menceraikanku dan ia ingin merebutnya dariku, Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Kamu lebih berhak dengannya selama kamu belum menikah.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan disahihkan oleh imam Alhakim).

Kemudian, setelah usia tujuh tahun, maka anak yang telah pandai (tamyiz) tersebut diperintah agar memilih antara (ikut) bapak atau ibunya, mana yang dipilih antara keduanya, maka hendaknya anak diserahkan kepada pihak yang dipilih. Hal ini sesuai hadis Nabi Saw.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن امرأة قالت: يا رسول الله أن زوجي يريد أن يذهب بابني، وقد نفعني وسقاني من بئر عنبة، فجاء زوجها فقال النبي صلى الله عليه وسلم: يا غلام، هذا ابوك وهذه أمك، فخذ بيد أيهما شئت. فأخذ بيد أمه، فانطلقت به. رواه أحمد والأربعة وصححه الترمذي.

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya ada seorang perempuan berkata: “Wahai Rasulullah Saw. sungguh suamiku ingin mengasuh anakku, sedangkan ia sungguh telah bermanfaat bagiku, dan ialah yang memberikan aku minum dari sumur Inabah, lalu suaminya pun datang (kepada Nabi Saw.) Nabi Saw. bersabda: “ Wahai anak laki-laki, ini adalah bapakmu, dan ini ibumu, pilihlah diantara keduanya yang kamu mau,” Ia mengambil tangan ibunya yang kemudian pergi dengannya. HR. Ahmad dan imam empat (Abu Daud, At Tirmidzi, Annasai dan Ibn Majah), dan dishahihkan oleh imam Altimidzi.

Namun bila salah satu di antara keduanya (bapak dan ibu) ada kekurangan, misalnya gila, maka yang berhak adalah pihak lain, selama kekurangan itu selalu tetap ada padanya. Dan jika bapak tidak ada, maka anak disuruh memilih antara kakek dan ibu. Demikian pula pemilihan terjadi antara ibu dan orang yang ada rentetan nasab, misalnya saudara laki-laki dan paman (dari pihak bapak).

Demikianlah penjelasan hak asuh anak jika orang tuanya bercerai. Jika ia masih kecil dibawah usia tamyiz atau sekitar tujuh tahun, maka hak asuh dipihak istri. Namun, jika sudah tamyiz maka ia disuruh memilih lebih ingin diasuh bapak atau ibunya.

Wa Allahu A’lam bis Shawab.

BINCANG SYARIAH

Doa Saat Memasuki Rumah Kosong

Tradisi masyarakat Indonesia saat hendak memasuki rumah orang lain baik yang dikenal maupun tidak itu biasanya si tamu permisi terlebih dahulu pada pemilik rumah. Permisi dilakukan dengan cara mengetuk pintu atau memencet bel, kemudian setelah tuan rumah menemui, barulah kita mengucapkan salam kepadanya.

Mengucapkan salam juga disunahkan saat kita memasuki rumah sendiri. Hal ini sebagaimana hadis riwayat Anas bin Malik yang pernah mendengar pesan Nabi saw.

“Nak, saat kamu hendak masuk rumah, ucapkanlah salam untuk keluargamu yang sedang menantimu di rumah. Ucapan salam itu akan menjadi keberkahan bagimu dan keluarga” (HR Tirmidzi).

Ucapan salam yang disampaikan tentu sama seperti salam pada umumnya, yaitu assalamu’alaikum. Namun, saat rumah kita sedang kosong, ucapan salam yang kita baca berbeda dengan salam pada umumnya. Ucapan salam yang dianjurkan saat di rumah sedang tidak ada orang adalah sebagai berikut.

Pertama, membaca basmalah sebelum masuk rumah.

Kedua, membaca doa berikut.

اللهم إني أسألك خير المولج وخير المدخل. بسم الله ولجنا، وبسم الله خرجنا، وعلى الله توكلنا

Allohumma inni as’aluka khoirol maulij wa khoirol madkhol. Bismillah walajna, wa bismillah khorojna, wa ‘alallahi tawakkalna.

Ya Allah, aku memohon tempat masuk yang terbaik. Dengan pertolongan-Mu, kami masuk dan keluar. Hanya pada-Mu, kami pasrah dan tawakal.

Ketiga, membaca salam berikut.

السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين.

Assalamu’alaina wa ‘ala ‘ibadillahis sholihin.

Semoga keselamatan menyertai kami dan hamba-hamba Allah yang saleh.

Doa ini juga dapat dibaca saat memasuki rumah siapa pun yang memang tidak berpenghuni agar kita selalu dilindungi oleh Allah Swt. Penjelasan tersebut merupakan ringkasan dari beberapa kutipan Syekh Abu Bakar Syatha dalam I’anatut Thalibin. Wallahualam

BINCANG SYARIAH