Ziarah Makam Sayyidina Al-Husain radhiyallahu ‘anhu

Fatwa Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu ta’ala

Pertanyaan:

Ada banyak pendapat orang dan berbeda-beda mengenai makam Sayyidina Al-Husain radhiyallahu ‘anhu, di manakah tempatnya. Apakah kaum muslimin mendapatkan faedah dari mengetahui lokasinya dengan tepat?

Jawaban:

Realitanya, orang-orang berselisih pendapat dalam hal ini. Ada yang mengatakan bahwa beliau dimakamkan di Syam. Ada juga di Iraq. Dan Allah lebih tahu dengan realitanya. Adapun kepala beliau, maka diperselisihkan. Dikatakan ada di Syam. Dikatakan juga ada di Iraq. Dan dikatakan juga di Mesir.

Yang benar adalah bahwa yang ada di Mesir bukanlah kuburan jasad beliau. Bahkan, ini adalah kesalahan dan juga bukan (kuburan) kepala Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma. Sebagian ahli ilmu sudah menuliskan tulisan tentang itu dan menjelaskan bahwasanya tidak ada dasar yang menunjukkan keberadaan kepala beliau di Mesir dan tidak juga ada petunjuk tentangnya. Kemungkinan terbesar adalah bahwasanya ia berada di Syam. Hal ini dikarenakan (jasad) beliau dibawa kepada Yazid bin Mu’awiyah yang berada di Syam. Tidak ada petunjuk atas pendapat bahwasanya beliau dibawa ke Mesir. Maka, kepala beliau bisa disimpan di Syam, di makhazin Syam, atau dikembalikan ke jasadnya di Iraq.

Apapun itu, tidak ada hajat (kebutuhan) bagi manusia untuk mengetahui di mana beliau dimakamkan dan di mana sebelumnya (makam sebelum dipindahkan). Sesungguhnya yang disyariatkan adalah mendoakannya dengan ampunan dan rahmat. Semoga Allah mengampuninya dan meridainya. Ghafarallahu wa radhiya ‘anhu. Sungguh beliau telah dibunuh secara zalim. Hendaknya beliau didoakan dengan maghfirah dan rahmah (agar beliau diberi ampunan dan rahmat dari Allah Ta’ala). Dan diharapkan untuk beliau kebaikan yang banyak. Sesungguhnya beliau dan kakaknya, Al-Hasan adalah sayyid (pemimpin) para syabab (pemuda) penduduk surga sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Radhiyallahu ‘anhuma wa ardhaahumaa (Semoga Allah meridai keduanya).

Bagi yang mengetahui makam beliau dan mengucapkan salam kepada beliau dan mendoakan beliau, maka tidak mengapa. Sebagaimana engkau menziarahi makam yang lain, tanpa ghuluw (berlebih-lebihan) dan beribadah kepadanya. Tidak boleh untuk meminta darinya syafaat dan yang selainnya, sama seperti mayit-mayit yang lain. Karena mayit (orang yang telah wafat) tidak bisa dimintai darinya sesuatu pun. Hanya saja, mereka didoakan dan didoakan rahmat atasnya jika dia muslim. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu wa’alaihi wasallam,

“زوروا القبور فإنها تذكركم الآخرة”.

Ziarahilah kubur. Sesungguhnya (hal) itu mengingatkan kepada akhirat.” (HR. Muslim)

Barangsiapa yang menziarahi makam Al-Husain, Al-Hasan, dan selainnya dari kaum muslimin, untuk mendoakan mereka, mendoakan rahmat untuk mereka, dan memintakan ampunan untuk mereka sebagaimana yang dikerjakan untuk selainnya dari kubur kaum muslimin, maka ini adalah sunah. Adapun ziarah kubur untuk meminta doa penghuninya, ber-isti’anah (meminta tolong) kepada mereka, atau meminta kepada mereka syafa’at, maka ini semua adalah kemungkaran. Bahkan ini adalah syirik akbar.

Tidak boleh dibangun di atasnya masjid, tidak juga kubah, dan selainnya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد”( متفق على صحته)،

Allah melaknat Yahudi dan Nasrani. Mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah).” Muttafaqun ‘alaih.

Dan juga karena apa yang Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma riwayatkan dalam Ash-Shahih (Muslim) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau melarang dari memplester kubur, duduk-duduk di atasnya, dan membangun bangunan atasnya. Tidak boleh untuk memplester kuburan, memperindahnya, memberinya kain penutup, atau membuat bangunan di atasnya. Ini semua dilarang dan termasuk dari wasilah kepada kesyirikan. Tidak boleh salat di sisinya. Hal ini dikarenakan sabda Nabi ‘alaihi ash-holatu assalaam,

“ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم وصالحيهم مساجد ألا فلا تتخذوا القبور مساجد فإني أنهاكم عن ذلك”

Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kalian, dahulu mereka menjadikan kubur-kubur nabi-nabi mereka dan orang-orang salih mereka sebagai masjid-masjid. Ingatlah! Jangan jadikan kuburan-kuburan sebagai masjid-masjid. Sesungguhnya Aku melarang kalian dari hal itu!” (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa sesungguhnya tidak boleh salat di makam dan tidak boleh menjadikannya sebagai masjid-masjid. Karena sesungguhnya itu adalah wasilah kepada kesyirikan. Dan peribadatan kepada selain Allah dengan berdoa kepadanya, meminta tolong dengannya, bernazar untuknya, dan mengusap kuburnya sebagai bentuk meminta berkahnya. Karena ini, Nabi ‘alaihish shalatu wassalaam memperingatkan dari hal itu. Sesungguhnya makam itu diziarahi dengan ziarah yang syar’i saja, untuk memberi salam kepada mereka, mendoakan mereka, memintakan rahmat untuk mereka, tanpa mengadakan perjalanan jauh untuk itu. Allah Mahapemberi taufik, dan Mahapemberi hidayah ke jalan yang lurus.

***

Penerjemah: Muhammad Fadhli, S.T.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77340-ziarah-makam-sayyidina-al-husain-radhiyallahu-anhu.html

Revolusi Akhlak Menuju Negeri Berkah dan Diridhoi

Allah mencabut nikmat negeri Saba’ yang awalnya makmur dan damai berupa musibah dan kehancuran akibat kekufuran mereka

MEMBANGUN sesuatu itu tidak mudah dan tidak sederhana. Membangun itu memerlukan proses yang konstan (jangka panjang) dan tidak dengan cara instan.

Membangun tidak seperti membalik telapak tangan,  bim salabim, langsung jadi. Itulah sunnatullah fil kaun (hukum alam yang berlaku di jagat raya). Dalam membangun itu juga harus lebih utuh, seimbang.

Pujangga Arab mengatakan:

مَتَى يَبْلغُ البُنيانُ يومًا تَمامَه # اِذا كُنت تبنِيْه وَغَيْرُك يَهْدِمُ

فَلَوْ اَلْفُ بَانٍ خَلْفَهُم هادِمٌ كَفَى # فَكَيْف بِبَانٍ خَلْفَهُ اَلْفُ هَادِمٍ

Kapan bangunan bisa sempurna,

Bila kalian membangun, sedangkan selainmu merobohkan?

Jika ada seribu pembangun satu merobohkan, cukuplah sudah, bagaimana jadinya jika satu membangun seribu yang meruntuhkan ?

Pada peristiwa Uhud yang dipimpin langsung oleh qoidul mujahidin, imamul muttaqin, pertolongan Allah tidak jadi diturunkan karena pasukan tidak solid dan tidak disiplin. Ada sebagian yang menginginkan akhirat dan ada pula yang memburu dunia.

Sebagian ada yang niatnya suci, tapia da juga yang lain, yang motivasinya kotor.  Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُۥٓ   إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِۦ  ۖ حَتّٰىٓ إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنٰزَعْتُمْ فِى الْأَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِّنۢ بَعْدِ مَآ أَرٰىكُمْ مَّا تُحِبُّونَ  ۚ مِنْكُمْ مَّنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَّنْ يُرِيدُ الْأَاخِرَةَ  ۚ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ  ۖ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ  ۗ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Dan sungguh, Allah telah memenuhi janji-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mengabaikan perintah Rasul setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada (pula) orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk mengujimu, tetapi Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang diberikan) kepada orang-orang mukmin.” (QS: Ali ‘Imran 3:152).

Oleh karena itu, pendiri negeri kita telah meletakkan rambu-rambu, memberi arah  pembangunan ke depan. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, demikian kutipan lagu Indonesia Raya.

Membangun itu mendahulukan mental sebelum fisik. Mensinergikan antara imtak dan iptek. Keduanya tidak perlu dipertetangkan. Sebab manusia tanpa ruh, ibarat mayat berjalan.

Karena itu, janganlah menjadi manusia instan. Jangan menjadi manusia yang ingin sukses tapi enggan bersulit-bersulit.

Jika ingin panen, maka kita tidak mau menanam. Dan jika ingin meraih cita-cita maka, kita harus rela memburunya.

Jika ingin menduduki kursi maka tidak bisa dengan jalan pintas. Dan jika ingin berkuasa, maka jangan pula dengan menghalalkan segala cara.

Karena yang demikian adalah karakteristik insan. Seseorang selalu dibentuk oleh lingkungan sosialnya  (nahnu ibnul biah).

Apa yang dirasakan oleh generasi pelanjut – baik maju dan mundurnya –  merupakan akumulasi (tumpukan) kontribusi positif dan destruktif para pendahulunya.

اِنّمَا الْاُمَمُ الاَخلاقُ مَا بَقِيَتْ # وَاِن هُمو ذَهَبَت اَخْلاقُهم ذَهَبُوا

(Sungguh, eksistensi sebuah negeri berbanding lurus dengan kualitas moral penduduknya, jika minus moralnya negeri tersebut akan hilang bersama waktu)

Sesungguhnya kemajuan yang dialami bangsa ini merupakan akumulasi kontribusi pendahulu kita pada masa yang silam. Oleh karena itu jangan menyederhanakan kebaikan sekalipun hanya berupa senyum, karena mentransfer aura positif pada lingkungan social itu dampaknya baik.

Demikian pula kehancuran, kehinaan, ketertinggalan suatu peradaban tidak terjadi sekaligus. Tetapi melalui proses yang panjang.

Sebagaimana kebaikan yang terakumulasi dalam kurun tertentu dan melahirkan kemajuan peradaban, akumulasi keburukan (destruktif) juga akan menggiring kepada sebuah kepunahan peradaban.

Oleh karena itu, jangan mendekati perbuatan zina, jangan mendekati harta anak yatim, jangan mendekati tindakan keji baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, demikianlah taujih rabbani dalam Al-Quran.

Penyakit yang menimpa kita juga tidak datang secara tiba-tiba, tetapi karena banyak pengaruh. Penyakit yang kita derita bisa karena efek pola makan, pola hidup, pola pikir yang kita terapkan dalam jangka waktu yang panjang.

Pendiri negeri ini kita ketika membangun pondasi Indonesia memunculkan rumusan istilah yang menggambarkan visi besar yang ingin diraihnya. Yaitu baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang baik dan mendapatkan ampunan dari yang Maha Pengampun). Istilah tersebut diserap dari Surat Saba (34). Nama sebuah negeri yang makmur dan sejahtera, dipimpin oleh seorang ratu yang sangat adil bernama Bilqis.

Kemakmuran Negeri Saba’

Dalam hadits Farwah bin Musaik, Rasulullah ﷺ pernah ditanya oleh seorang laki-laki, “Ya Rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang Saba’ ? Apakah Saba’ itu ? Apakah ia adalah nama sebuah tempat ataukah nama dari seorang wanita ?” Beliau pun menjawab,

لَيْسَ بِأَرْضٍ وَلَا امْرَأَةٍ وَلَكِنَّهُ رَجُلٌ وَلَدَ عَشْرَةً مِنَ العَرَبِ فَتَيَامَنَ سِتَّةٌ وَتَشَاءَمَ أَرْبَعَةٌ

“Dia bukanlah nama suatu tempat dan bukan pula nama wanita, tetapi ia adalah seorang laki-laki yang memiliki sepeluh orang anak dari bangsa Arab. Enam orang dari anak-anaknya menempati wilayah Yaman dan empat orang menempati wilayah Syam.” (HR: Abu Dawud, no. 3988 dan Tirmidzi, no. 3222).

Dalam riwayat Ibnu Abbas ra. terdapat tambahan :

انّ رجلاً سَاَل رسولَ الله صلى الله عليه وسلّم عَن سباٍ ماهو

اَرَجلٌ ام امراةٌ ام ارضٌ فقال :  بل هو رجلٌ ولد عشَرةً فسكن اليمن منهم ستّة وبالشام منهم اربعةٌ فامّا اليمانيّون فمَذْحِج والكِنْد والاَزْد والْاَشْعَريّون واَنمارٌ وحِمْيَرُ عَربًا كلّها وَاَمّا الشّامِيةُ فلخمٌ وجُذام وعامِلة وَغَسَّان

“Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah ﷺ  tentang Saba, apakah itu ? apakah dia laki-laki atau perempuan atau bumi (nama negeri) ?. Beliau pun bersabda : Bahkan dia itu seorang laki-laki yang memiliki sepuluh anak, enam orang diantaranya tinggal di Yaman, dan empat lainnya tinggal di Syam. Mereka yang tinggal di Yaman adalah Madzhij, Kindah, Al Azd, Al-Asy’ariyyin, Anmar dan Himyar, semuanya bangsa Arab. Adapun mereka yang berada di Syam adalah Lakhm, Judzam, ‘Amilah dan Ghassan.” (HR: Ahmad, no. 2898).

Secara garis besar wilayah Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian, bagian Utara dan bagian Selatan. Arab bagian Selatan lebih maju dibandingkan Arab bagian Utara. Masyarakat Arab bagian Selatan adalah masyarakat yang dinamis dan memiliki peradaban, mereka telah mengenal kontak dengan dunia internasional karena pelabuhan mereka terbuka bagi pedagang-pedagang asing yang hendak berniaga ke sana.

Sementara orang-orang Arab Utara adalah mereka yang terbiasa dengan kerasnya kehidupan padang pasir, mereka kaku dan lugu karena kurangnya kontak dengan dunia luar. Tentu saja geografi kerajaan Saba’ sangat mempengaruhi bagi kemajuan peradaban mereka.

Kerajaan Saba’  memiliki bala tentara yang kuat. Hal itu bisa pahami dari perbincangan petinggi negeri untuk membalas kiriman surat dari Nabi Sulaiman yang diantarkan burung Hud-hud.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قَالُوا نَحْنُ أُولُوا قُوَّةٍ وَأُولُوا بَأْسٍ شَدِيدٍ وَالْأَمْرُ إِلَيْكِ فَانْظُرِى مَاذَا تَأْمُرِينَ

“Mereka menjawab, “Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan.”” (QS. An-Naml 27: Ayat 33).

Nege Saba’ juga dikenal dengan hasil alamnya yang melimpah, orang-orang pun banyak berhijrah dan bermitra dengan mereka. Perekonomian mereka begitu menggeliat hidup dan sangat dinamis.  Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang kemakmuran kaum Saba’ dalam firman-Nya.

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun, di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’: 15)

Kedua kebun tersebut sangat luas dan diapit oleh dua gunung di wilayah Ma’rib. Tanahnya pun sangat subur, menghasilkan berbagai macam buah dan sayuran.

Qatadah dan Abdurrahman bin Zaid rahimahumallah mengisahkan, apabila ada seseorang yang masuk ke dalam kebun tersebut dengan membawa keranjang di atas kepalanya, ketika keluar dari kebun itu keranjang tersebut akan penuh dengan buah-buahan tanpa harus memetik buah tersebut. Abdurrahman bin Zaid menambahkan, di sana tidak ditemukan nyamuk, lalat, serangga, kalajengking, dan ular (Tafsir ath-Thabari, 20: 376-377).

Menurut al-Qusyairi, penyebutan dua kebun tersebut tidak berarti bahwa di Saba’ kala itu hanya terdapat dua kebun itu saja, tapi maksud dari dua kebun itu adalah kebun-kebun yang berada di sebelah kanan dan kiri lembah atau di antara gunung tersebut. Kebun-kebun di Ma’rib saat itu sangat banyak dan memiliki tanaman yang bervariasi (Fathul Qadir, 4: 422).

Yang membuat tanah di Ma’rib menjadi subur adalah pusaka nenek moyang mereka berupa bendungan monumental Ma’rib atau juga dikenal dengan nama bendungan ‘Arim, bendungan yang panjangnya 620m, lebar 60m, dan tinggi 16m ini mendistribusikan airnya ke ladang-ladang penduduk dan juga menjadi sumber air di wilayah Ma’rib.

Dalam buku-buku tafsir mencatumkan nama Ratu Bilqis sebagai pemrakarsa dibangunnya bendungan ini. Ratu Bilqis berinisiatif mendirikan bendungan tersebut lantaran terjadi perebutan sumber air di antara rakyatnya yang mengakibatkan mereka saling bertikai bahkan saling membunuh.

Dengan dibangunnya bendungan ini, orang-orang Saba’ tidak perlu lagi khawatir akan kehabisan air dan memperebutkan sumber air, karena bendungan tersebut sudah menjamin kebutuhan air mereka, mengairi kebun-kebun dan memberi minum ternak mereka.

Kehancuran Negeri Saba’

Sebelum Ratu Bilqis masuk Islam, kaum Saba’ menyembah matahari dan bintang-bintang. Setelah ia memeluk Islam, maka kaumnya pun berbondong-bondong memeluk agama Islam yang didakwahkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam.

Sampai kurun waktu tertentu, kaum Saba’ tetap mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun dengan bergulirnya waktu, mereka kembali ke agama nenek moyang mereka, menyembah matahari dan bintang-bintang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus tiga belas orang rasul kepada mereka (dalam Tafsir Ibnu Katsir, 6: 507), akan tetapi mereka tetap tidak mau kembali ke agama monotheisme, mentauhidkan Allah  dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apa pun. Allah pun mencabut kenikmatan yang telah Dia anugerahkan kepada mereka,

فَأَعْرَضُوْا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ العَرِمِ

“Tetapi mereka berpaling, maka kami datangkan kepada mereka banjir al-‘arim.” (QS: Saba’: 16)..

Penyebab kehancuran bendungan tersebut tentu saja adalah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akibat dari penduduk Saba’ yang kufur akan nikmat Allah terhadap mereka. Namun, Allah menciptakan suatu perantara yang bisa diterima oleh logika manusia agar manusia lebih mudah untuk merenungi dan mengambil pelajaran.

Di dalam buku-buku tafsir disebutkan, seekor tikus yang lebih besar dari kucing sebagai penyebab runtuhnya bendungan Ma’rib. Subhanallah! Betapa mudahnya Allah menghancurkan bendungan tersebut, meskipun dengan seekor makhluk kecil yang dianggap eremah, tikus.

Sebab lain yang disebutkan oleh sejarawan adalah terjadinya perang saudara di kalangan rakyat Saba’ sementara bendungan mereka butuh pemugaran karena dirusak oleh musuh-musuh mereka (at-Tahrir wa at-Tanwir, 22 : 169), perang saudara tersebut mengalihkan mereka dari memperbaiki bendungan Ma’rib. Allahu a’lam mana yang lebih benar mengenai berita-berita tersebut.

Bendungan ini hancur sekitar tahun 542 M. Setelah itu, mereka hidup dalam kesulitan, tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh subur di tanah mereka tidak lagi menghasilkan buah seperti sebelum-sebelumnya dan Yaman saat ini termasuk salah satu negeri termiskin dan terkering di Jazirah Arab.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنٰهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَىْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَىْءٍ مِّنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ

“Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Asl dan sedikit pohon Sidr.” (QS: Saba’ 34 : 16).

Dalam firman-Nya yang lain

وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا قَرۡيَةٗ كَانَتۡ ءَامِنَةٗ مُّطۡمَئِنَّةٗ يَأۡتِيهَا رِزۡقُهَا رَغَدٗا مِّن كُلِّ مَكَانٖ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ } { وَلَقَدۡ جَآءَهُمۡ رَسُولٞ مِّنۡهُمۡ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ ٱلۡعَذَابُ وَهُمۡ ظَٰلِمُونَ

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nahl: 112 – 113).

Kalau kita renungkan kisah kaum Saba’ dengan perenungan yang mendalam, tentu saja kita menemukan suatu ibrah kengerian, bagaimana sebuah negeri yang teramat sangat subur, lalu menjadi negeri yang kering dan tandus. Allah mengabadikan kisah kaum Saba’ ini di dalam Al-Quran dan memberi nama surat yang memuat kisah mereka dengan surat Saba’.

Hal ini tentu saja dimaksudkan agar manusia senantiasa mengingat-ingat apa yang terjadi kepada kaum ini. Demikian pula negeri kita, Indonesia, yang disebut sebagai jamrud katulistiwa.

Karena itu Ibn Mas’ud ra menyatakan bahwa kehidupan dunia ini akan berjalan baik, menghasilkan kebaikan dan kesejahteraan bagi masyarakat, jika ditopang lima kelompok (pilar) orang yang memiliki akhlaqul karimah:

“Tegaknya urusan dunia itu (karena ditopang) oeh lima pilar utama yaitu: Ilmunya para ulama, adilnya para penguasa, kepemurahannya orang kaya, doanya orang-orang fakir, dan jujurnya para pegawai.” (HR. Ibn Mas’ud).*/Sholeh Hasyim

HIDAYATULLAH

Hukum Shalat Memakai Pakaian Curian Menurut Ulama 4 Mazhab

Pada suatu kesempatan, ada seseorang yang bertanya kepada penulis mengenai hukum mengenakan pakaian haram saat shalat. Pasalnya ia pernah menunaikan shalat dengan mengenakan pakaian haram. Dikatakannya haram karena ia mengenakan pakaian tersebut tanpa seizin pemiliknya (ghasab). Lantas apakah hukum shalat memakai pakaian curian  menurut ulama 4 mazhab? Apakah shalat tersebut sah?

Perlu diketahui bahwa pakaian haram tidak hanya tertentu kepada pakaian hasil ghasab melainkan semua pakaian yang berstatus haram. Baik haram secara dzat seperti pakaian sutra (bagi laki-laki) maupun haram secara perolehan seperti pakaian curian dan pakaian yang dibeli dengan uang haram.

Hukum Shalat Memakai Pakaian Curian

Pertama, menurut Malikiyyah dan Syafi’iyyah, shalat dengan mengenakan pakaian haram atau curian hukumnya sah tapi haram. Sebab, dalam pandangan mereka shalat dan status haram-halalnya pakaian adalah dua hal yang berbeda. Mereka tidak mensyaratkan pakaian yang dikenakan shalat harus halal. Selama pakaian yang dikenakan suci, maka shalat yang dilakukan sah-sah saja.

Hal ini sebagaimana paparan Syekh Wahbah al-Zuhailiy dalam kitabnya Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu juz I halaman 740;

‌‌الصلاة في الثوب الحرام: يصح الستر مع الحرمة عند المالكية والشافعية، وتنعقد الصلاة مع الكراهة التحريمية عند الحنفية: بما لا يحل لبسه كثوب حرير للرجل

Shalat dengan mengenakan pakaian haram: menurut Malikiyyah dan Syafi’iyyah, sah-sah saja menutup aurat dengan pakaian yang haram dikenakan seperti pakaian sutra bagi laki-laki. Namun keabsahan itu disertai keharaman. Sedangkan menurut Hanafiyyah, sah tapi makruh tahrim.

Sementara menurut Hanabilah, shalat dengan mengenakan pakaian haram hukumnya tidak sah apabila dilakukan dalam keadaan tahu dan sadar bahwa pakaian tersebut benar-benar pakaian haram. Akan tetapi, kalau yang bersangkutan tidak tahu atau tidak sadar bahwa    dikenakan adalah pakaian haram, maka hukum shalatnya sah.

Hal ini juga disampaikan Syekh Wahbah al-Zuhailiy dalam kitabnya Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu juz I halaman 740;

وقال الحنابلة: لا تصح الصلاة بالحرام كلبس ثوب حرير، أو صلاة في أرض مغصوبة ولو منفعتها أو بعضها، أو صلاة في ثوب ثمنه كله أو بعضه حرام أو كان متختماً بخاتم ذهب، إن كان عالماً ذاكراً

Hanabilah mengatakan, tidak sah shalat dengan mengenakan pakaian haram seperti sutra (bagi laki-laki) atau shalat di tanah ghasab. Tidak sah pula shalat dengan mengenakan pakaian yang dibeli dengan uang haram (baik keseluruhan atau sebagiannya) dan shalat dengan memakai cincin emas (bagi laki-laki). Dengan catatan, itu semua dilakukan dalam keadaan tahu    sadar (ingat).

Lebih lanjut beliau mengemukakan pandangan Hanabilah tersebut;

فإن جهل كونه حريراً أو غصباً، أو نسي كونه حريراً أو غصباً، أو حبس بمكان غصب أو نجس، صحت صلاته؛ لأنه غير آثم.

Namun, kalau yang bersangkutan tidak tahu atau tidak sadar bahwa yang dikenakan adalah pakaian yang terbuat dari sutra atau pakaian ghasab maka shalatnya sah karena pada saat itu dia tidak berdosa. Demikian pula sah shalatnya seseorang yang di penjara di tempat hasil ghasab atau tempat yang najis.

Sampai disini bisa disimpulkan, secara garis besar pandangan ulama 4 mazhab terkait hukum shalat dengan mengenakan pakaian haram terbagi menjadi dua; (pandangan pertama) mutlak sah tapi haram; (pandangan kedua) bisa sah dan bisa tidak sah sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas.

Demikian penjelasan mengenai hukum mengenakan atau memakai pakaian haram atau hasil curian menurut ulama 4 mazhab. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Kemuliaan Bulan Muharram dalam Hadits Rasulullah

Dalam bulan Islam, bulan Muharram  berada dalam urutan pertama. Bulan Muharram juga menjadi penanggalan resmi  bulan Hijriyah. Bulan ini mengandung pelbagai keutamaan dan kemuliaan yang besar di sisi Allah. Inilah kemuliaan Bulan Muharram dalam hadits Rasulullah. 

Imam Fakhruddin Ar Razy dalam kitab Tafsir Mafatih Al-Ghayb mengatakan bulan Muharram  termasuk dalam salah satu empat bulan yang dimuliakan oleh Allah, selain tiga bulan lainnya yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab.  

Untuk itu, bulan-bulan yang diistimewakan tersebut mengandung kemuliaan dan keistimewaan. Antara lain, amal kebajikan akan dilipat gandakan, dosa yang diperbuat akan diampuni Allah. Demikian juga segala perbuatan akan mendapatkan ganjaran yang berlimpah. 

وَمَعْنَى الْحُرُمِ: أَنَّ الْمَعْصِيَةَ فِيهَا أَشَدُّ عِقَابًا، وَالطَّاعَةَ فِيهَا أَكْثَرُ ثَوَابًا

 Artinya: Yang dimaksudkan dengan bulan-bulan yang dimuliakan di sini, sesungguhnya maksiat dalam bulan ini siksanya lebih berat, dan menjalankan ketaatan di dalam bulan ini pahalanya dilipatgandakan. 

Kemuliaan dan keistimewaan bulan Muharram juga banyak sekali dijelaskan Nabi Muhammad lewat hadits beliau. Dalam sabda Rasulullah itu tergambar jelas keindahan dan kemuliaan Muharram. Berikut beberapa hadits tentang kemuliaan dan keistimewaan bulan Muharram. 

Pertama, hadits yang ada dalam kitab shahih Bukhari, yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, menjelaskan tentang bulan Muharram yang diisi dengan puasa Asyuro. Yang dalam hadist tersebut terdapat anjuran untuk melaksanakan puasa dan amal kebajikan. 

    قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ فَرَأَى اليَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: «مَا هَذَا؟»، قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى، قَالَ: «فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ»، فَصَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ   

Artinya: Nabi Muhammad datang ke kota Madinah. Beliau kemudian melihat orang Yahudi puasa pada hari Asyura. Lalu Rasul bertanya: Ada kegiatan apa ini? Para sahabat menjawab: Hari ini adalah hari baik yaitu hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka kemudian Nabi Musa melakukan puasa atas tersebut.

Rasulullah lalu bersabda: Saya lebih berhak dengan Musa daripada kalian. Nabi kemudian berpuasa untuk Asyura tersebut dan menyuruh pada sahabat menjalankannya.  (Baca:Sejarah Asal Usul Bulan Muharram)  

Kedua, hadits kedua yang juga membahas terkait juga dengan puasa Asyura yang ada di bulan Muharram. Puasa Asyura merupakan puasa yang dianjurkan atau diwajibakan Nabi  Muhammad sebelum ada perintah wajib puasa Ramadhan.

Ini juga merupakan keistimewaan dan kemuliaan bulan Muharram, yang bersumber dari hadits yang bersumber dari  Aisyah, Nabi Muhammad:

    كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ، فَلَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ صَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ    

Artinya: Puasa Asyura adalah puasa yang dilakukan oleh orang Quraisy pada zaman jahiliyah dan Rasulullah juga melakukan puasa pada hari itu. Ketika Nabi datang ke Madinah juga melakukan puasa dan menyuruh para sahabat menjalankan puasa Asyura.

Namun ketika puasa Ramadhan mulai diwajibkan, Nabi meninggalkan puasa Asyura. Maka barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan, dan siapa saja yang ingin meninggalkan, juga silakan. (HR Bukhari: 2002). 

Ketiga, hadits Nabi Muhammad menjelaskan bahwa bulan Muharram termasuk bulan untuk melakukan puasa setelah bulan Ramadhan. Untuk itu, sudah sepatutnya mengisi bulan ini dengan puasa dan amal kebajikan lain. Nabi Muhammad sebagaimana bersabda berdasarkan Riwayat Muslim. 

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ

“Puasa yang paling utama Setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu bulan Muharram,” (HR. Muslim).

Keempat, hadits Nabi Muhammad yang menjelaskan bahwa  bulan Muharram termasuk dari salah satu dari empat bulan haram (asyhurul hurum), yaitu empat bulan mulia. Dalam salah satu Riwayat hadits Bukhari dan Muslim Nabi bersabda terkait kesucian bulan Muharram. 

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Artinya; Satu tahun ada 12 bulan. Ada empat bulan diantaranya adalah bulan haram, tiga diantaranya beurutan, yaitu , Dzulhijah dan Muharram. Kemudian Rajab Mudhar yang diapit bulan Jumada akhir dan Sya’ban. (HR. Bukhari dan Muslim).

BINCANG SYARIAH

Jamaah Haji Terkapar Usai dari Gua Hira Diharap Jadi Pelajaran bagi KBIH

Hariyanto akhirnya harus dilarikan ke Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah setelah naik Gua Hira dalam kondisi badan tidak vit setelah menyelesaikan rangkaian ibadah haji. Kepada Republika Hariyanto bercerita bahwa dia, naik ke Gua Hira itu setelah melaksanakah tawaf ifadah, diajak salah satu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) asal Jawa Timur.

“Diajak teman-teman karena memang ada programnya dari KBIH,” kata Hariyanto yang siap dievakuasi ke KKHI Madinah, Selasa (2/8/2022) pagi.

Hariyanto mengaku, lupa tanggal berapa dia naik Gua Hira itu. Tapi yang dia ingat tiga hari sebelum naik Gua Hira itu sudah diworo-woro akan ada program masuk Gua Hira, karena senang akan ada jalan-jalan, dia lupa minum obat untuk penyakit diabetes dan hipertensi. 

“Lupa dek tanggal berapa, tapi sebelum berangkat itu saya lupa minum obat,” kata Hariyanto yang siap dievakuasi ke KKHI Madinah, Selasa (2/8/2022) pagi.

Hariyanto mengakui, saat naik Gua Hira itu tidak memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya. Karena dia memiliki penyakit diabetes dan darah tinggi yang harusnya tidak boleh melakukan aktivitas yang berlebihan.

“Waktu itu saya tidak menghiraukan (bawa obat-obatan). Saya hanya bawa obat pegal linu,” katanya.

Hariyanto mengatakan, selain ingin menghilangkan pegal-pegal, mendatangi Gua Hira itu untuk mengenang perjalan Nabi Muhammad mendapat wahyu pertama di Gua Hira.

“Saya ingin merasakan bagaimana waktu Rasulullah itu ada di Gua mendapatkan wahyu pertama,” katanya.

Jika melihat medannya Haryanto mengaku tidak akan bisa naik Gua Hira, berhubung sudah ada di lokasinya dan semua teman-temannya sesama jamaah begitu semangat, akhirnya dia memaksakan diri meskipun dengan cara merangkak.

“Saya paksa sampai engos-engosan berangkak menuju Gua Hira,” katanya.

Melihat keadaan Hariyanto naik Gua Hira dengan cara merangkak, Tiyas Munarni menangis sesegukan, meminta agar Haryanto turun tidak melanjutkan naik ke Gua Hira apalagi dengan cara merangkak.

 “Saya menangis itu supaya dia turun, tapi malah naik aja,” kata Tiyas yang berada di samping suaminya yang sedang berada di kursi roda.

Setelah sampai di atas akhirnya dia kecewa, di Gua Hira tidak bisa masuk karena di dalam penuh sesak oleh jamaah dari seluruh dunia yang sama-sama naik ingin masuk ke Gua Hira. Akhirnya dia shalat di luar Gua Hira. 

Hariyanto mengatakan dia sudah sampai sebelum subuh di Gua Hira dan baru bisa turun ke bawah sekitar setengah tujuh. Sama dengan naik, turunnya juga Hariyanto merangkak. 

Untuk memulihkan tenaganya istrinya Tiyas membuatkan mie dalam kemasan gelas di kaki gunung Gua Hira. Namun, sama sekali tidak dimakan karena merasakan lelah yang amat dahsyat.

Ketika itu, Hariyanto hanya minta segera pulang ke pemondokannya di sektor satu Hotel Arkan Bakkah daerah Mahbas Jin. Sesampainyadi hotel, kondisi Hariyanto semakin menurun sehingga harus segera ditangani secara intensif. 

Di saat tim dokter akan merujuk ke KKHI Makkah, Hariyanto tidak sadarkan diri saturasinya menurun drastis. Karena kondisi inilah Hariyanto harus dilakukan resusitasi jantung paru alias (RJP) di KKHI Makkah untuk mengembalikan fungsi jantungnya. 

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT, dan kegigihan tim keshatan, akhirnya Haryanto yang tidak sadarkan diri kembali sadar. Untuk penanganan lebih lanjut akhirnya Hariyanto dibawa ke RSAS Al-Nur. 

Setelah kejadian itu Hariyanto di rawat di rumah sakit Al-Nur selama 3 hari dan di KKHI Makkah selama 6 hari. Atas kejadian ini Hariyanto mengaku kapok dan menyesal tidak ingin mengulangi lagi. 

Untuk itu dia menyarankan kepada jamaah lainnya agar tidak memaksakan diri ikut program KBIH. Jangan sampai kejadian yang menimpa dirinya hampir meninggal karena terulang kepada jamaah lain. 

“Saya sarankan jangan paksakan diri kalau fisiknya tidak kuat. Pengalaman saya mau lewat jangan terulang sama jamaah lain,” katanya.

Sementara, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi bidang kesehatan akan terus berupaya agar jamaah haji tidak melakukan aktivitas yang berlebihan. Tahun depan jamaah haji yang akan mengikuti program di luar rukun dan wajib haji perlu ada rekomendasi dari Tenaga Kesehatan haji (TKH) kelompok terbang (kloter).

“Jika dimungkinkan ke depannya, untuk ritual ibadah sunnah, para KBIH membawa jamaah konsul dulu ke dokter kloter untuk mendapatkan izin. Sehingga betul betul jemaah sehat yang bisa lakukan ibadah sunnah,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Budi Sylvana belum lama ini.

Budi memastikan apa yang dilakukan pemerintah melalui Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan demi keselamatan jamaah. Karena berdasarkan laporan dari tenaga kesehan, banyak jamaah haji kritis dibawa ke KKHI Makah setelah melakukan aktivitas berlebihan di luar rukun dan wajib haji.

“Hal ini demi kemaslahatan jamaah,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, TKH kloter MES 09 dokter Ernawati mengaku setuju jika rekomendasi itu menjadi sebuah kebijakan yang harus dijalankan jamaah haji. Karena jika hal itu diatur, TKH memiliki kekuatan menghimbau jamaah haji dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) tidak membuat program yang menyebabkan jamaah sakit karena kelelahan. 

“Soal rekomendasi itu saya setuju,” katanya.

Erna mengatakan banyak program di luar rukun dan wajib haji yang dibuat KBIH untuk diikuti para jamaah haji. Program seperti umroh sunnah dan ziarah ini dilaksanakan sebelum Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) maupun setelahnya.

“Karena terkadang dari KBIH nya mereka sudah punya program tersendiri, umroh sunnah bisa sampai delapan kali, sementara kondisi fisik nya tidak memungkinkan,” katanya.

Erna mengaku tidak bisa berbuat banyak ketika KBIH membawa jamaah haji mengikuti program di luar rukun wajib. Karena itulah dia tak bisa melarang ketika jamaah haji ikut program yang dibuat KBIH.

“Tetapi satu sisi saya juga tidak berhak melarang mereka dengan alasan mereka ke Tanah Suci memang untuk ibadah. Kalau sudah ini jawabannya saya tidak tau harus bilang apa,” katanya.

Erna mengatakan selama ini KBIH tidak pernah memberitahu banyak program di luar rukun wajib haji yang harus diikuti jamaah. Seharusnya KBIH menyampaikan pemberitahuan jika ada jadwal perjalanan umroh sunnah dan ziarah.

“Jadi kita bisa memantau jamaah mana yang bisa atau tidak untuk mengikutin kegiatan tersebut. Selama ini kami tidak diberitahu mengenai rencana perjalanan KBIH dan tiba-tiba sudah berjalan saja,” katanya.

Dihubungi terpisah TKH JKG 03 dr Puti Kalindan Suto mengakui tak bisa mencegah jamaah haji untuk tidak ikut program yang dibuat KBIH.  Karena faktanya di lapangan KBIH memiliki kekuatan penuh membawa jamaah haji kemanapun mereka mau. 

“Berdasarkan pengalaman saya bertugas tahun ini memang kami para petugas kloter kadang kalah power terhadap KBIH yang sudah bertahun-bertahun pengalamannya antar jamaah ke Tanah Suci,” katanya.

Meski demian kata dia, sebagai dokter kloter sudah mengingatkan jamaah sejak di Tanah Air, mana saja ibadah yang harus diprioritaskan jamaah haji. Jamaah terus diedukasi mana ibadah wajib dan sunnah yang harus dijalankan.

“Jadi peran TKH sangat penting dalam penentuan aktivitas jamaah haji, tapi tidak sedikit KBIH yang sudah tau porsinya dokter untuk kegiatan sunnahnya,” katanya.

Puti menceritakan, di kloternya ada satu yang mengeluh kaki bengkak setelah melaksanakan umroh sunnah dua kali. Meski kakinya bengkak, jamaah tersebut akan melaksanakan umroh lagi. 

Karena hal itu, Puti meminta jamaah tersebut tidak memaksakan diri ikut melaksanakan umroh, karena jamaah itu didiagnosa mengalami gagal jantung kongestif (CHF). Akhirnya setelah dilakukan komunikasi persuasif dengan memberikan penjelasan kepada karomnya bahwa jamaah tersebut tidak bisa ikut umroh sunnah dan harus dibawa ke KKHI. 

“Dan Alhamdulillah teratasi dengan baik dan jamaah haji tersebut bisa menjalani proses haji sampai tuntas. Alhamdulillah karom/KBIH maupun mandiri di JKG03 sangat kooperatif dan mengerti,” katanya.

IHRAM

Abu Bakar Ba’asyir Menerima Pancasila, Inilah Pandangan Ulama tentang Tauhid dalam Pancasila

Baru-baru ini Pendiri Ponpes Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo ini mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Dalam sebuah video yang viral Ba’asyir menegaskan : Indonesia berdasar Pancasila itu mengapa disetujui ulama, karena dasarnya tauhid, Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini pun pengertian saya terakhir.

Sebelumnya, Abu Bakar Ba’asyir hingga saat pembebasan juga konsisten tidak mengakui kesetiaan pada Pancasila. Pernyataan ABB cukup jelas bahwa “Saya hanya setia kepada Allah, saya hanya patuh pada Allah, dan saya tidak akan patuh pada selain itu,”. Pandangan yang dia bangun selalu menempatkan kesetiaan terhadap Tuhan sebagai hal yang akan bertentangan dengan kesetiaan pada selain Tuhan. Karena itulah, hanya hukum Tuhan yakni Islam yang layak untuk menjadi dasar negara.

Memang perdebatan tentang dasar negara sempat menjadi isu kontroversi. Bahkan Sebagian kelompok hari ini masih tidak mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Alasan keagamaan menjadi cukup tegas dilontarkan. Pancasila sebagai syirik sebagai keyakinan lama Abu Bakar Ba’asyir masih dipegang oleh beberapa kelompok dan individu.

Lalu, bagaimana rumusan para ulama yang diakui oleh Ba’asyir telah merumuskan dan menerima Pancasila sebagai dasar negara yang sesuai tauhid?

Salah satu perkumpulan ulama yang memberikan rumusan tentang hubungan Pancasila dengan Islam sebagaimana dalam Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama tahun 1983 di Sukorejo, Situbondo. Tepatnya di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukurejo.

Deklarasi tentang Hubungan Pancasila dengan Islam

Bismillahirrahmanirrahim

  1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
  2. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.
  3. Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syari’ah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.
  4. Penerima dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya.
  5. Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.

Di kalangan ulama sejatinya persoalan penerimaan Pancasila telah selesai sejak negeri ini disepakati sebagai negara yang berketuhanan bukan negara sekuler. Persoalan hubungan antara agama dan Pancasila merupakan konsensus yang terus dijaga dan dirawat. Dan ijtihad para ulama hingga hari ini terbukti mempersatukan seluruh kebhinekaan yang dimiliki bangsa ini.

ISLAM KAFFAH

Hukum Orang yang Menyeru kepada Penyatuan Agama-Agama

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah Ta’ala

Pertanyaan:

Ada orang yang menyeru untuk mendekatkan antar agama. Diserukan bahwa orang Islam, yahudi, dan nasrani, bersepakat pada pokok tauhid. Apakah ia dihukumi kafir? Apa pendapatmu tentang hal ini?

Jawaban: 

Saya berpandangan bahwa (orang) ini kafir. Orang yang berpendapat bahwa agama Islam, yahudi, dan nasrani bersepakat di atas tauhid adalah kafir. Ia telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Apabila ia berpendapat bahwa orang-orang nasrani yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah adalah salah satu dari yang tiga (trinitas)” adalah orang yang bertauhid (mengesakan Allah), maka dia -orang yang berpendapat tersebut- bukanlah orang yang bertauhid. Karena dia telah rida atas kekufuran dan kesyirikan. Bagaimana bisa bersepakat antara orang yang mengatakan “Sesungguhnya Isa adalah anak Allah”, dan “‘Uzair adalah anak Allah”, dengan orang yang mengatakan,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ۞ اللَّهُ الصَّمَدُ ۞ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ۞ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ

Katakanlah, ‘Dialah Allah yang Mahaesa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada satu pun yang setara bagi-Nya.’” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Oleh karena itu, saya katakan kepada orang ini, “Bertobatlah kepada Allah ‘Azza Wa Jalla, karena ini adalah perbuatan murtad, yang dengannya dihalalkan darah dan harta anda, pernikahan anda menjadi batal. Dan jika anda mati, maka tidak ada kehormatan untuk anda. Anda akan dilemparkan ke liang lahat supaya manusia tidak terganggu dengan bau Anda. Tidak dibolehkan seorang pun untuk memintakan ampun untuk Anda jika mati dalam keadaan seperti ini.”

Sampai-sampai Nabi ‘alaihish shalatu wassalaam bersabda,

«والذي نفسي بيده لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي أو نصراني ثم لا يؤمن -أو قال:« لا يتبع ما جئت به»- إلا كان من أصحاب النار».

Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang pun dari umat ini yang mendengar tentang ajaranku, baik dari kalangan yahudi atau nasrani, lalu ia tidak beriman,” (atau beliau bersabda), “Dia tidak mengikuti apa yang aku datang dengannya, kecuali termasuk dari penghuni neraka.

Agama-agama samawi adalah agama selama belum dihapus. Apabila telah dihapus, maka tidak bisa dikatakan sebagai agama. Orang yahudi yang ketika syariat Nabi Musa masih berlaku, mereka mengikuti ajarannya, maka mereka berada di atas agama Islam. Orang nasrani yang ketika syariat Nabi Isa berlaku, dan mereka mengikuti ajarannya, maka mereka termasuk orang Islam. Akan tetapi, setelah pengutusan Rasul (Muhammad) ‘alaihish shalatu wassalaam, mereka semua menjadi kafir dan amalan mereka tidak akan diterima (jika mereka tidak beriman dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam). Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْأِسْلامِ دِيناً فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama) itu, dan dia di akhirat kelak termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85)

***

Penerjemah: Muhammad Fadhli, S.T.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77338-hukum-orang-yang-menyeru-kepada-penyatuan-agama-agama.html

Hadits: Puasa di Bulan Muharram adalah Sebaik-baik Puasa

Muharram disebut syahrullah yaitu bulan Allah, karena di dalamnya ada puasa Asyura

DARI Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda, tentang kemuliaan bulan Muharram yang dijuluki “sahrullah” (bulan Allah), yang di dalamnya ada puasa Asyura.

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).

Muharram disebut syahrullah yaitu bulan Allah, itu menunjukkan kemuliaan bulan tersebut. Ath-Thibiy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan puasa di syahrullah yaitu puasa Asyura. Sedangkan Al-Qori mengatakan bahwa hadits di atas yang dimaksudkan adalah seluruh bulan Muharram. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 2: 532).

Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa bulan Muharram adalah bulan yang paling afdhol untuk berpuasa. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 50). Sedang Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan, “Puasa yang paling utama di antara bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram, Rajab -pen) adalah puasa di bulan Muharram (syahrullah).” (lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 67)

Hadits di atas menunjukkan keutamaan puasa di bulan Muharram secara umum, termasuk di dalamnya adalah puasa Asyura.*

HIDAYATULLAH

Istimewa, Inilah Nama Lain bulan Muharram

SAHABAT Islampos, sebelum ada penanggalan kalender hijriah, periode yang sekarang kita sebut sebagai bulan Muharram memiliki sebutan lain. Menurut catatan sejarah, terdapat beberapa nama lain bulan Muharram.

Di masa sebelum Islam datang, bangsa Arab sudah memuliakan bulan Muharram. Bangsa Arab juga sudah menggunakan nama tertentu sebagai sebutan yang merujuk pada bulan Muharram.

Lantas, apa sebutan atau nama lain bagi bulan Muharram tersebut?

Nama lain bulan Muharram: Syahrullah al-Ashom

Bangsa Arab biasa menyebutnya sebagai Syahrullah al-Ashom, yang berarti bulan Allah yang sunyi. Penyebutan ini dikarenakan begitu kerasnya larangan-larangan terhadap suatu perbuatan selama bulan tersebut.

Dalam Islam, salah satu ketentuan terhadap bulan Muharram adalah larangan memulai peperangan selama sebulan penuh. Ibnu Katsir menjelaskan, para ulama berbeda pendapat tentang larangan berperang selama bulan Muharram, yakni terkait apakah ketentuan tersebut dihapuskan atau diubah.

Salah satu pendapat populernya ialah pendapat bahwa ketentuan larangan berperang selama bulan Muharram itu dihapuskan, dibatalkan, atau, dalam bahasa Arab, di-mansukh-kan. Hal ini karena Allah SWT berfirman:

“…maka janganlah kamu menzalimi diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS At-Taubah ayat 36)

Pendapat lainnya menyebut bahwa memulai peperangan dalam bulan yang suci, itu haram. Sedangkan larangan untuk memulai peperangan itu bukan tidak hapuskan. Dasarnya ialah firman Allah SWT:

“Bulan haram dengan bulan haram, dan (terhadap) sesuatu yang dihormati berlaku (hukum) qisas. Oleh sebab itu barangsiapa menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS Al-Baqarah ayat 194)

Selain aturan terkaitperbuatan yang diarang, di bulan Muharram juga dianjurkan memperbanyak amal ibadah, terutama puasa.

Hadits riwayat Abu Hurairah menyebutkan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Puasa yang paling afdhol untuk dikerjakan setelah (puasa) Ramadhan adalah bulan Allah yang kalian sebut Muharram. Dan sebaik-baik sholat setelah sholat wajib adalah sholat malam.” (HR Muslim) []

SUMBER: EL BALAD

ISLAMPOS

Inilah 8 Adab Bertamu

BERTAMU adalah bagian dari cara bersillaturrahim, merupakan amalan utama yang dicontohkan Rasululah ﷺ. Beliau memberikan contoh dan petunjuk serta mengajarkan adab bertamu yang baik, sebagaimana sebaiknya kita bertamu.

Selain itu, bertamu adalah kegiatan yang lumrah dilakukan oleh banyak orang. Terutama saat Hari Raya Lebaran, di mana umat muslim melakukan silaturahmi di kampung halaman.

Namun dalam proses bertamu, tentunya Islam mengajarkan sebuah adab yang harus dijaga agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan dan perselisihan. Allah ﷻ berfirman bahwa sebaik-baik tamu adalah yang membawa kabar gembira. Hal ini tercantum pada surat Al Hijr ayat 51-54:

وَنَبِّئۡهُمۡ عَن ضَيۡفِ إِبۡرَٰهِيمَ ٥١ إِذۡ دَخَلُواْ عَلَيۡهِ فَقَالُواْ سَلَٰمٗا قَالَ إِنَّا مِنكُمۡ وَجِلُونَ ٥٢ قَالُواْ لَا تَوۡجَلۡ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَٰمٍ عَلِيمٖ ٥٣ قَالَ أَبَشَّرۡتُمُونِي عَلَىٰٓ أَن مَّسَّنِيَ ٱلۡكِبَرُ فَبِمَ تُبَشِّرُونَ ٥٤

Artinya: “Dan kabarkanlah kepada mereka tentang tamu-tamu Ibrahim; Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan: “Salaam”. Berkata Ibrahim, “Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu.” Mereka berkata, “Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim.” Berkata Ibrahim, “Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini?”

Maka, inilah delapan adab saat bertamu :

1 Adab bertamu:  Menggunakan Pakaian yang Sopan dan Rapi

Adab bertamu pertama yang baik dalam Islam adalah menggunakan pakaian yang sopan dan rapi. Namun, ini adalah hal yang seharusnya diperhatikan saat berpergian kemanapun.

Karena, saat kita mengenakan pakaian yang sopan dan rapi itu akan membuat kita menjadi enak dipandang, tak hanya itu, berpakaian yang rapi juga merupakan salah satu bentuk menghargai diri dan pemilik rumah. Dengan memakan pakaian yang sopan dan rapi, tak hanya kamu yang merasa nyaman, orang yang kamu jumpai juga akan merasakan hal serupa.

Meski dengan pakaian yang sederhana, usahakan agar penampilan kita rapi. Jangan memakai baju yang kusut atau bau.

2 Adab bertamu:  Mengetuk atau Menekan Bel 3 Kali

Saat bertamu, kita harus meminta izin untuk masuk ke rumah tuan rumah. Itu adalah adab bertamu yang meski kita tanamkan selalu.

Mengetuk atau menekan bel merupakan bentuk meminta izin kepada tuan rumah. Hal yang perlu diperhatikan adalah cara mengetuk pintu, kamu harus melakukannya dengan sopan jangan asal-asalan.

Mengetuk pintu yang asal-asalan atau terlalu keras bisa berakibat mengganggu pemilik rumah. Karena itu, Nabi mengajarkan untuk mengetuk rumah sebanyak tiga kali ketukan yang berjeda.

Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya:

“Meminta izin itu tiga kali, jika diizinkan maka masuklah, jika tidak, maka pulanglah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di dalam Al-Qur’an surat An Nuur ayat 28 juga dijelaskan mengenai izin bertamu dengan mengetuk pintu.

“Dan jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, ‘Kembalilah!’ Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.An-Nur:28)

3 Adab bertamu:  Mengucapkan Salam

Tentunya, ini adalah adab bertamu yang tidak boleh terlewat. Setelah mengetuk dan mendapatkan izin dari pemilik rumah, kita sebagai sseorang tamu juga hendaknya meminta izin untuk masuk rumah dan terlebih dahulu mengucapkan salam agar lebih sopan.

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. ” (Q.S. AN-Nur:27)

4 Adab bertamu:  Dilarang Mengintip ke dalam Rumah

Ini adalah adab bertamu yang buruk. Jika memang tidak ada orang yang keluar saat kita mengetuk pintu, jangan sekali-kali mengintipnya.

Mengintip ke dalam rumah merupakan adab bertamu yang tidak sopan dan dapat menimbulkan kesan yang kurang baik seolah-olah seperti orang yang akan mencuri.

Larangan mengintip ke dalam rumah saat bertamu juga telah di sampaikan Rasulullah saw. Sebagaimana Beliau bersabda yang artinya;

“Dari Sahal bin Saad ia berkata: ada seorang lelaki mengintip dari sebuah lubang pintu rumah Rasulullah saw. dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.’” (HR.Bukhari).

5 Adab bertamu:  Beramah tamah

Adab bertamu selanjutnya adalah beramah tamah kepada pemilik rumah, tujuannya tentu saja agar pemilik rumah juga merasa nyaman saat menerima tamu. Terutama jika kamu baru pertama kali mengunjungi rumah dan pemilik rumah belum mengenali sama sekali tamunya.

Bahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dijelaskan apabila seorang tamu ditanya “siapa kamu?” Harus di jawab dengan jelas, agar si pemilik rumah paham sehingga tidak timbul rasa curiga.

Karena itulah, usahakan untuk bertanya tentang kabar dan memberikan kabai baik bagi sang tuan rumah. Dan jangan menyinggung hal yang akan membuat tuan rumah tersinggung.

6 Adab bertamu:  Duduk dengan Sopan

Saat bertamu, biasakan untuk duduk dengan sopan, jangan menebar pandangan ke sembarang arah karena akan membuat tuan rumah menjadi tidak nyaman dan curiga.

Walaupun terlihat sederhana kebiasaan duduk yang baik dan sopan juga harus dibiasakan sejak kecil serta dilatih saat di rumah sendiri agar menjadi kebiasaan saat kita tidak berada di rumah sendiri.

7 Adab bertamu:  Jangan Terlalu Lama Saat Bertamu

Bertamu sebaiknya jangan terlalu lama, dikhawatirkan tuan rumah akan bosan ataupun memiliki kesibukan lain.

Namun, karena adanya tamu si pemilik rumah merasa kurang enak apabila ia meninggalkan apalagi mengusir tamu yang berkunjung.

Untuk itu, tamu juga harus bisa paham dan mengerti batasan waktu bertamu.

8 Adab bertamu:  Waktu Bertamu yang Baik

Di samping itu semua, poin terakhir ini adalah adab bertamu yang paling utama.

Dalam Islam, salah satu waktu yang baik untuk bertamu adalah sebelum waktu isya sehingga tidak terlalu malam dan tidak mengganggu jam istirahat pemilik rumah.

Hindari bertamu pada waktu-waktu sehabis Zuhur, sesudah Isya, dan sebelum Subuh.

Sebab, waktu-waktu tersebut sering kali digunakan untuk tidur atau beristirahat, sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Anas yang berkaitan dengan waktu yang baik untuk bertamu.

“Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Biasanya ia datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.” (Muttafaqun ‘Alaihi) []

ISLAMPOS