Kiat Jaga Kebugaran Tubuh untuk Lansia

Calon jamaah haji lansia diimbau menjaga kebugaran tubuh menjelang keberangkatan haji.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengimbau calon jamaah haji lansia untuk menjaga kebugaran tubuh menjelang keberangkatan haji pada 24 Mei 2023.

Kepala Dinkes Kepri Mohammad Bisri mengatakan, dalam pelaksanaan manasik haji yang dilakukan di tingkat kota dan kecamatan telah disampaikan kiat-kiat atau tips menjaga daya tahan tubuh saat menjalan ibadah di Tanah Suci.

“Jamaah harus ikuti instruksi yang telah disampaikan dalam manasik haji. Apa saja yang harus dilakukan dan menjaga kesehatannya. Perlu menjaga kesehatan agar selalu bugar saat pelaksanaan haji,” kata Bisri saat dihubungi di Batam, Kamis.

Ia menyampaikan untuk tetap menjaga kebugaran tubuh pada saat menjalankan ibadah haji, lansia juga harus dalam pengawasan tim medis selama di Tanah Suci.

“Kalau yang harus minum obat, ya harus teratur minumnya, ikuti arahan dokter. Jadi ambil jalan tengahnya, yang penting jamaah lansia itu dalam pengawasan dan terkontrol kondisi kesehatannya. Lansia itu risiko dari sisi sakit,” kata dia.

Lebih lanjut, Bisri memastikan sebelum diberangkatkan ke Tanah Suci, jamaah calon haji akan dilakukan pengecekan kesehatan secara berkala. “Semua jamaah diperiksa kesehatannya sebelum berangkat, makanya di dalam kloter ada nakes yang mengawal mereka,” ujar dia.

Kata Bisri, jika dari hasil pemeriksaan yang menyatakan kemampuan fisik calon haji lansia tidak diperbolehkan berangkat karena alasan medis, calon haji yang bersangkutan tidak akan diberangkatkan.

“Begitu juga sebaliknya, walaupun tua tidak bisa jalan tapi fisiknya kuat dan sehat tetap boleh berangkat. Walaupun dia di kursi roda, yang penting jantungnya terkontrol, misalnya kena sakit kencing manis, tapi terkontrol juga tidak apa, yang dipastikan itu,” ujar dia.

sumber : Antara

Nasihat Sebelum Berhaji, Luruskan Niat

Ikhlas adalah landasan utama agar ibadah haji diterima oleh Allah SWT.

Ibadah haji tahun ini akan digelar dalam beberapa bulan mendatang. Bagi calon jamaah haji, hendaknya kembali memperhatikan niatnya dalam ibadah yang mulia ini.

Dikutip dari buku Panduan Ibadah Haji Sesuai Sunnah Nabi karya Ustadz Abu Ubaidah, terdapat beberapa nasihat dan pesan penting sebagai bekal untuk jamaah haji dan umroh sebelum mereka berangkat menuju tanah suci, di antaranya meluruskan niatnya.

Sebelum jamaah haji berangkat hendaknya menata niat bahwa ibadah haji yang ia lakukan hanya mengharap pahala Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan untuk pamer, kebanggan, atau agar dipanggil oleh masyarakat “pak haji” atau “bu haji”.

Ikhlas adalah landasan utama agar ibadah haji diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

“Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan.” (QS. Al-Bayyinah ayat 5).

Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu berkata: “Sewaktu Nabi SAW berangkat haji beliau memakai kendaraan yang sudah tua dan baju yang nilainya tidak sampai empat dirham, beliau berkata:

اللهم حجةً لا رياءَ فيها ولا سمعةَ

“Ya Allah, semoga ini adalah ibadah haji yang tidak ada riya dan sum’ah di dalamnya.” (HR. Ibnu Majah)

IHRAM

Ini Dia Jamaah Haji Usia 103 Tahun dari Tasikmalaya dan Cerita Mau Naik Haji

Jamaah haji dari Tasikmalaya sudah bersiap untuk diberangkatkan ke Tanah Suci.

Usia tak menjadi halangan bagi Mutiroh untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Di usia yang sudah menginjak 103 tahun, warga asal Kampung Kabandungan, Desa Pakalongan, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, itu tetap semangat untuk melaksanakan rukun Islam kelima.

Republika mencoba mengunjungi rumah Mak Mut –sapaan akrab Mutiroh, yang terletak di Kampung Kabandungan, Kamis (18/5/2023). Rumahnya nampak sederhana, selayaknya kondisi rumah di perdesaan pada umumnya. Berdinding kayu dan tidak ada gerbang yang menghalanginya. 

Di rumah itu, Mak Mut tinggal seorang diri. Suaminya telah meninggal pada 2017. Namun, anak-anak Mak Mut juga tinggal di kampung itu, sehingga ketika malam perempuan kelahiran Februari 1920 itu tidur di rumah anaknya.

Keseharian Mak Mut kini lebih banyak dihabiskan di rumah. Meski begitu, ia masih sering ikut pengajian yang ada di sekitar kampungnya.

Mak Mut mengisahkan, keinginannya untuk naik haji sudah lama muncul. Namun, baru sejak sekitar 13 tahun lalu, ia bersama almarhum suaminya memantapkan niat pergi ke Tanah Suci. Salah satu usaha yang dilakukan pasangan suami istri itu adalah menjual sawah dan kolam ikan untuk biaya berangkat ibadah haji bersama. Uang hasil jual tanah itulah yang digunakan untuk mendaftar haji pada 2017.

“Saya daftar bersama suami,” kata Mak Mut.

Suami wafat 

Nahas, tak sampai setahun usai pendaftaran, suami Mak Mut meninggal dunia. Uang pendaftaran milik suaminya pun dikembalikan, karena keluarganya memilih jatah itu tak diwariskan kepada anaknya yang lain. Kendati demikian, Mak Mut tetap mantap dengan niatnya untuk pergi haji, meski harus berangkat tanpa didampingi keluarganya.

“Tidak takut. Tetap semangat, karena ke Makkah adalah cita-cita saya,” ujar dia.

Mak Mut termasuk beruntung…

Karena masa tunggunya untuk bisa berangkat ke Tanah Suci cenderung sebentar, tak sampai belasan tahun.

Perempuan itu semula dijadwalkan berangkat pergi haji pada 2021. Pandemi Covid-19 membuat jadwal itu berantakan, lantaran ketika itu lansia tak diperkenankan pergi ke Arab Saudi untuk beribadah haji.

Namun, kini Mak Mut telah mendapatkan kepastian. Ia dijadwalkan berangkat dari Tasikmalaya ke Tanah Suci pada 4 Juni 2023. 

“Saya bahagia bisa berangkat. Alhamdulillah masih sehat,” kata dia.

Mak Mut meyakini dirinya siap untuk menunaikan ibadah haji. Ia mengaku sudah menjalani berbagai pemeriksaan kesehatan. Fisiknya masih dianggap kuat untuk ibadah di Tanah Suci.  

Perempuan yang kini memiliki tujuh anak, 20 cucu, dan 14 cicit, itu pun tak banyak memiliki kekhawatiran. Meski berangkat seorang diri dari rumah, ia meyakini petugas haji dari Kabupaten Tasikmalaya akan menuntunnya saat menjalani ibadah di Arab Saudi. 

“Nanti ada yang menuntun lansia dari kantor (Kemenag),” ujar Mak Mut. 

Anak Mak Mut, Suartika (44 tahun), mengatakan orang tuanya itu sudah sangat ingin menunaikan ibadah haji sejak lama. Keinginan itu mungkin sudah dimiliki orang tuanya sejak muda. Namun, nasib membawa orang tuanya baru dapat pergi ke Tanah Suci di usia senja.

Menurut dia, Mak Mut bersama almarhum ayahnya mendaftar untuk pergi haji pada 2017. Ketika itu, usia Mak Mut sudah 97 tahun. Uang untuk mendaftar haji itu diperoleh dari hasil jual sawah dan kolam ikan. 

Namun, pada akhir 2017 ayahnya meninggal dunia. Keinginan Mak Mut untuk pergi haji bersama suaminya pun pupus. Meski begitu, Mak Mut tetap bertekad untuk pergi menunaikan ibadah haji. 

“Sebenarnya (Mak Mut) harusnya pergi pada 2021. Namun terhalang pandemi Covid-19,” kata anak keenam dari tujuh bersaudara itu.

Meski harus tertunda dua tahun, Suartika menilai semangat ibunya untuk pergi haji tak pernah padam. Bahkan, seluruh kegiatan bimbingan manasik diikuti ibunya tanpa pernah absen, kecuali kegiatan manasik terakhir karena kondisi Mak Mut kurang fit. 

Menurut dia, ibunya itu masih sehat dari segi fisik. Mak Mut masih bisa berjalan dengan normal. Hanya penghilatan dan pendengaran Mak Mut yang mulai terganggu karena usia tak lagi muda. Namun, pihak keluarga tetap terus mendukung Mak Mut untuk menggapai cita-citanya itu. 

Kini, Mak Mut telah mendapatkan jadwal untuk berangkat ke Tanah Suci. Seluruh persiapan pun telah dilengkapi untuk bisa menunaikan ibadah haji.  

“Kami sangat mendukung. Semoga di sana tetap sehat dan selamat sampai kembali lagi,” kata Suartika. 

Sebelumnya, Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kantor Kemenag Kabupaten Tasikmalaya, Yayat Kardiyat, mengatakan terdapat 1.514 calhaj yang akan berangkat dari Kabupaten Tasikmalaya pada tahun ini. Sekitar 20 persen di antaranya merupakan lansia. 

“Kalau dari Kabupaten Tasikmalaya, hanya 20 persen calhaj lansia. Usia paling tua dari Kabupaten Tasikmalaya 103 tahun,” kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (17/5/2023).

Menurut Yayat, pihaknya telah menyiapkan penanganan untuk para calhaj lansia agar dapat menjalani ibadah haji dengan lancar. Apalagi, tagline penyelenggaraan haji tahun ini bertema haji berkeadilan dan ramah lansia, lantaran hampir 40 persen calhaj dari Jawa Barat (Jabar) adalah lansia.

“Kami juga sudah siapkan pembimbing yang sudah terlatih dalam menangani lansia,” kata dia.

IHRAM

Dua Hal yang Menjauhkan Kita dari Al-Qur’an

Saudaraku, pernahkah engkau meluangkan waktu khusus dengan Al-Qur’anmu? Bersuci sebelum menyentuhnya? Bersiwak sebelum melantunkannya? Dan berniat untuk mendapatkan rida Allah sebelum membaca dan mentadabburinya? Kemudian, pernahkah engkau bertekad untuk dirimu sendiri bahwa setiap kata yang engkau lantunkan dari kalimat-kalimat Allah itu terlebih dahulu engkau pahami maknanya dan memperdalam tafsirnya sebelum beranjak ke ayat-ayat berikutnya?

Saudaraku, jika engkau belum pernah melakukannya, maka mulai saat ini didiklah diri untuk mengamalkannya. Bulan suci Ramadan telah berlalu. Kita begitu sangat antusias berinteraksi dengan Al-Qur’an di bulan mulia tersebut. Akan tetapi, adakah kita berkomitmen untuk menjaga interaksi itu di bulan-bulan lainnya? Bukankah tanda amalan diterima adalah mudahnya kita melakukan amalan-amalan saleh setelahnya?

Ajaibnya Al-Qur’an

Al-Qur’an ketika dibawa oleh Malaikat Jibril, maka beliau ‘alaihissalam menjadi sebagai sayyidul malaikah (Pemimpin para malaikat). Ketika Al-Qur’an turun di kota Makkah dan Madinah, maka jadilah kota tersebut sebagai tempat paling suci bagi umat. Ketika Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka jadilah beliau sebagai sayyidul anbiya’ (pemimpin para nabi). Ketika Al-Qur’an diturunkan di bulan Ramadan, maka jadilah bulan tersebut sebagai sayyidul asyhur (bulan paling utama). Dan ketika Al-Qur’an diturunkan pada malam lailatulqadar, maka jadilah malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana pula jika Al-Quran itu ada di hati kita?

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya (kepada orang lain).” (HR. Bukhari no. 4739)

Syekh Syamsuddin Al-Barmawi menjelaskan tentang maksud hadis di atas dengan berkata,

“Bahwa sebaik-baik manusia yang dimaksudkan dalam hadis tersebut adalah mereka yang hanya mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an, bukan selainnya. Karena, apabila sebaik-baik ‘kalam’ adalah ‘kalam’ Allah Ta’ala, maka begitu pula dengan sebaik-baik manusia setelah para nabi adalah mereka yang menyibukkan diri dengan Al-Qur’an.” (Lihat Kitab Al-Lami’ As-Shabih Bi Syarhi Al-Jami’ As-Shahih, Nomor 13: 129 )

Saudaraku, renungkanlah! Ketika kita membaca Al-Qur’an, mentadabburinya, menghafalnya, dan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah yang termaktub dalam kandungannya? Bukankah engkau akan menjadi hamba Allah yang terpuji?

Hal yang membuat kita jauh dari Al-Qur’an

Pertama: Belum mengenali Al-Qur’an

Ketertarikan kita terhadap sesuatu tentu saja karena kita mengenal dan mengetahui dengan baik apa yang kita sukai tersebut. Begitu pula dengan Al-Qur’an, bagaimana kita dapat mencintai kitab suci mulia ini jika kita belum mengenal dan mengetahui dengan pemahaman yang baik tentang Al-Qur’an?!

Oleh karenanya, hal pertama kali yang wajib kita yakini adalah bahwasanya Al-Qur’an adalah kalamullah sebagaimana firman-Nya,

الر ۚ كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ

“Alif lam ra, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana lagi Mahatahu.” (QS. Hud: 1)

Bagaimana perasaan kita jika membaca kalimat-kalimat yang bersumber langsung dari Allah Ta’ala Rabbul ‘Alamin?! Di dalamnya terdapat petunjuk bagi umat manusia. Bukankah dengan hanya mendengarnya saja, seorang yang beriman hatinya akan bergetar?!

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati mereka bergetar. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, iman mereka bertambah karenanya. Dan mereka bertawakal hanya kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)

Selain itu, kita perlu menyadari bahwa Allah Ta’ala telah memberikan anugerah kepada kita berupa kemudahan-kemudahan dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Oleh karena itu, jemput dan ambillah anugerah itu dan jadilah ahli Al-Qur’an!

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ٱلْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran.” (QS. Al-Qamar:17)

Maka, mengenal Al-Qur’an melalui jalan pemahaman para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum adalah bagian dari cara agar kita tidak jauh dari Al-Qur’an.

Kedua: Kemaksiatan

Saudaraku, sadarilah bahwa Allah Ta’ala telah memberikan kepada kita jalan terbaik, mudah, dan terjangkau untuk menuju keridaan-Nya. Yaitu, dengan meninggalkan segala hal yang dilarang, dan mengerjakan segala yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

ما نهيتكم عنه فاجتنبوه، وما أمرتكم به فأْتُوا منه ما استطعتم، فإنما أَهلَكَ الذين من قبلكم كثرةُ مسائلهم واختلافهم على أنبيائهم

“Apa yang telah aku larang untuk kalian, maka jauhilah! Dan apa yang telah aku perintahkan kepada kalian, maka lakukanlah semampu kalian! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa disebabkan oleh banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Lihat kitab Takhrij Musykil Al-Atsar, hal. 548.)

Perhatikanlah kalimat pertama pada hadis di atas! Larangan adalah yang terlebih dahulu diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Artinya, tidak ada tawar-menawar dalam kemaksiatan sekecil dan sebesar apapun jenisnya. Sementara untuk perintah, kita diminta untuk melaksanakan sesuai kemampuan kita.

Oleh karenanya, mohonlah pertolongan kepada Allah Ta’ala agar diberikan kekuatan untuk menjaga diri dari segala perbuatan maksiat. Sehingga dengannya kita lebih dimudahkan untuk dapat berinteraksi dengan kalamullah (Al-Qur’an).

Azam untuk Al-Qur’an dan meninggalkan maksiat

Saudaraku, telah kita ketahui bahwa di antara hal-hal yang dapat menjauhkan kita dari Al-Qur’an adalah karena belum mengenal lebih jauh tentang Al-Qur’an dan kemaksiatan yang selalu menguasai diri. Maka, saat ini juga, mohonlah pertolongan kepada Allah untuk dua hal ini. Kemudian, berikhtiarlah dengan semaksimal mungkin mempelajari lebih dalam faedah dan keutamaan Al-Qur’an. Serta bertekadlah untuk membaca, mentadabburi, dan menghafalnya setiap hari semampu yang kita bisa.

Terhadap kemaksiatan yang dapat menghalangi ikhtiar kita, hal yang perlu kita lakukan adalah menyibukkan diri dengan berbagai macam aktivitas ketaatan kepada Allah Ta’ala. Jauhi lingkungan yang berpotensi membawa kita kepada jurang kemaksiatan.

Namun, apabila kita saat ini sedang terjatuh dalam bermaksiat kepada Allah, segeralah bertobat dan bertekadlah untuk tidak mengulangi. Yakinlah bahwa Allah Ta’ala Maha Pengampun dan akan memberikan jalan terbaik bagi kita untuk kehidupan dunia dan akhirat.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84861-2-hal-yang-menjauhkan-kita-dari-al-quran.html

Berhala Kedua di Muka Bumi: Kisah Kaum ‘Ad

Pada artikel sebelumnya (Berhala Pertama di Muka Bumi) telah dibahas mengenai asal usul berhala pertama di dunia yang menjadi sumber dosa yang paling besar, yaitu kesyirikan yang terjadi pada zaman Nabi Nuh ‘alaihis salam. Beberapa riwayat menerangkan bahwa jarak antara Nabi Adam ‘alaihis salam dan Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah 10 generasi. Padahal umur manusia kala itu bisa mencapai ribuan tahun. Selama itu pula, tidak ada rasul yang diutus di muka bumi. Kemudian, Allah Ta’ala mengutus Nabi Nuh ‘alaihis salam sebagai rasul pertama ke muka bumi kepada kaum Bani Rasib karena semakin merebaknya penyembahan terhadap berhala yang dilakukan.

Dikisahkan dalam hadis Bukhari bahwa pada masa Nabi Nuh ‘alaihis salam, ada orang-orang saleh dari kaumnya. Ketika orang-orang saleh tersebut meninggal, maka setan membisikkan kepada kaumnya, “Buatlah patung-patung di bekas majelis-majelis pertemuan mereka (sebagai simbol dan untuk mengenang kesalehan mereka)! Kemudian namailah patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka!” Maka, kaumnya melaksanakannya dan belum menyembah patung-patung tersebut. Ketika mereka meninggal, dan ilmu telah hilang, maka patung-patung tersebut disembah oleh generasi setelahnya.

Selama Nabi Nuh ‘alaihis salam hidup (menurut Ibnu Abbas, beliau berumur 1.050 tahun), beliau tinggal di tengah-tengah kaumnya untuk berdakwah dan mengajak kaumnya menyembah Allah selama 950 tahun. Karena hanya sedikit sekali yang beriman, maka Allah memberikan azab berupa thufan (banjir bandang).

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ (١٤)فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَصْحَابَ السَّفِينَةِ وَجَعَلْنَاهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ (١٥

“Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Maka, dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zalim. Maka, Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang berada di kapal itu, dan menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran bagi semua manusia.” (QS. Al-Ankabut 14-15)

Di antara orang-orang mukmin yang selamat dan Nabi Nuh ‘alahis salam tersebut, hanya dari beliaulah yang Allah karuniakan keturunan. Ham, Sam, dan Yafits membawa keturunan manusia selanjutnya. Sam adalah kakek moyang bangsa Arab. Ham adalah moyang orang Habsy/Afrika (termasuk India). Dan Yafits adalah moyang Ya’juj-Ma’juj, Turki, Rusia, dan negara pecahan Uni Soviet sekarang, Perancis, Yunani, Amerika, Salves, Cina, Jepang, dan bangsa Melayu. Oleh karenanya, Nabi Nuh juga disebut Bapaknya atau nenek moyangnya seluruh umat manusia.

Allah Ta’ala berfirman,

(77) وَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ (76) وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ

“Kami telah menyelamatkan dia dan pengikutnya dari bencana yang besar. Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan”. (QS. Ash-Shaffat: 76-77)

Daftar Isi

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84838-kisah-kaum-ad.html

Nabi Muhammad Jelaskan Keutamaan Sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram

Nabi Muhammad sebut kebaikan sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa sholat di Masjid Nabawi lebih baik daripada di masjid-masjid lain. Namun, sholat di Masjidil Haram jauh lebih baik dari sholat di Masjid Nabawi.

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ عَبْدٌ أَخْبَرَنَا وَقَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ مِنْ الْمَسَاجِدِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sholat di masjidku ini, lebih baik daripada seribu sholat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.” (HR Muslim)

حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ عَدِيٍّ أَنْبَأَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sholat di masjidku lebih utama seribu kali dari sholat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram. Sholat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu kali dari sholat di tempat selainnya.” (HR Ibnu Majah)

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa sholat di Masjid Nabawi yang terletak di Madinah bernilai 1.000 kali dibanding sholat di masjid-masjid lain.

Sementara, sholat di Masjidil Haram di Makkah bernilai 100.000 kali dari sholat di masjid-masjid lainnya. Hal ini menunjukan keutamaan sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

IHRAM

Nabi Muhammad Jelaskan Keutamaan Sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram

Nabi Muhammad sebut kebaikan sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa sholat di Masjid Nabawi lebih baik daripada di masjid-masjid lain. Namun, sholat di Masjidil Haram jauh lebih baik dari sholat di Masjid Nabawi.

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ عَبْدٌ أَخْبَرَنَا وَقَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ مِنْ الْمَسَاجِدِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sholat di masjidku ini, lebih baik daripada seribu sholat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.” (HR Muslim)

حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ عَدِيٍّ أَنْبَأَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sholat di masjidku lebih utama seribu kali dari sholat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram. Sholat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu kali dari sholat di tempat selainnya.” (HR Ibnu Majah)

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa sholat di Masjid Nabawi yang terletak di Madinah bernilai 1.000 kali dibanding sholat di masjid-masjid lain.

Sementara, sholat di Masjidil Haram di Makkah bernilai 100.000 kali dari sholat di masjid-masjid lainnya. Hal ini menunjukan keutamaan sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

IHRAM

Nasihat bagi Penuntut Ilmu

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسوله، نبينا محمد وآله وصحبه

Tidak ada keraguan lagi bahwa menuntut ilmu (agama) merupakan metode terbaik dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Menuntut ilmu menjadi sebab kesuksesan di akhirat kelak dengan balasan surga serta menjadi sebab kemuliaan bagi mereka yang mengamalkan ilmunya. Di antara poin penting dalam menuntut ilmu adalah ikhlas. Belajar agama dengan niat karena Allah Ta’ala semata, bukan selain-Nya. Karena hal tersebut yang akan menjadikan ilmu itu bermanfaat dan menjadi sebab datangnya taufik agar meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat.

Telah datang hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda,

من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة

Barangsiapa yang mempelajari ilmu agama dengan apa yang seharusnya ditujukan untuk mencari wajah Allah Ta’ala, namun ia mempelajarinya untuk mendapat bagian dari kehidupan dunia, maka tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Hadis diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanad dha’if, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من طلب العلم ليباهي به العلماء أو ليماري به السفهاء أو ليصرف به وجوهه الناس إليه أدخله الله النار

Barangsiapa menuntut ilmu agama dengan niat untuk mendebat ulama atau berbangga di depan orang dungu atau agar memalingkan wajah manusia kepadanya, Allah akan masukkan dia ke dalam neraka.”

Maka, aku wasiatkan kepada setiap penuntut ilmu dan kepada setiap muslim yang membaca tulisan ini, hendaknya kalian mengikhlaskan seluruh amal karena Allah Ta’ala semata.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ

Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.’ Maka, barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Dalam Shahih Muslim, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

يقول الله عز وجل: أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك معي فيه غيري تركته وشركه

“Allah ‘Azza Wajalla berfirman, “Aku paling tidak butuh terhadap sekutu. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang dalam amalan tersebut menyekutukan-Ku pada sesuatu selain-Ku, maka Aku akan tinggalkan dia bersama sekutunya.”

Begitu pula aku wasiatkan kepada setiap penuntut ilmu dan setiap muslim, untuk takut kepada Allah Ta’ala dan merasa selalu diawasi oleh Allah Ta’ala dalam setiap keadaan. Hal ini mengamalkan firman Allah Ta’ala,

اِنَّ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ كَبِيْرٌ

Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka yang tidak terlihat, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Mulk: 12)

وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ جَنَّتٰنِۚ

Dan untuk yang takut akan kedudukan Tuhannya ada dua surga.” (QS.Ar-Rahman: 46)

Sebagian salaf berkata,

رأس العلم خشية الله

Puncak ilmu adalah rasa takut kepada Allah.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

كفى بخشية الله علما، وكفى بالاغترار به جهلا

Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai (wujud) ilmu. Dan cukuplah terperdaya darinya sebagai (wujud) kebodohan.”

Sebagian salaf berkata,

من كان بالله أعرف كان منه أخوف

Barangsiapa yang lebih mengetahui tentang Allah, maka lebih besar pula rasa khaufnya (takut, pent).

Hal yang menunjukkan benarnya makna perkataan salaf di atas adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabatnya,

أما والله إني لأخشاكم لله وأتقاكم له

Demi Allah, aku (Muhammad, pent) adalah orang yang paling takut (kepada Allah) dan paling bertakwa di antara kalian.”

Maka, setiap bertambah kuatnya ilmu seorang hamba tentang Allah Ta’ala akan menjadi sebab kesempurnaan takwa dan ikhlasnya kepada Allah Ta’ala, dan menahan diri dari larangan serta memperingatkannya akan maksiat.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُا

Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.” (QS. Al-Fatir: 28)

Seorang yang alim tentang Allah Ta’ala dan juga dengan agamanya adalah orang yang paling takut kepada Allah Ta’ala di antara para manusia, paling bertakwa, dan paling depan dalam menegakkan agamanya. Pemimpin mereka adalah para rasul dan nabi ‘alaihim shalatu wasalam dan para pengikut mereka dengan ihsan.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengabarkan bahwa di antara tanda kebahagiaan adalah seseorang yang dipahamkan dalam perkara agamanya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, akan dipahamkan dalam perkara agama.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Sahabat Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu)

Hal tersebut (paham agama) akan memandu hamba dalam menegakkan perintah Allah Ta’ala, menumbuhkan rasa takut kepada-Nya, membantu untuk melaksanakan kewajibannya, waspada terhadap murka-Nya, mengajaknya untuk berakhlak mulia, memperbaiki amal ibadahnya, dan nasihat untuk Allah dan hamba-hamba-Nya.

Aku memohon kepada Allah ‘Azza Wajalla agar melimpahkan kepada kami dan seluruh penuntut ilmu dan seluruh kaum muslimin pemahaman agama, istikamah di atasnya, dan menjauhkan dari segala keburukan diri dan amal-amal kami. Sesungguhnya Allah Zat yang mampu melakukan segala sesuatunya.

وصلى الله وسلم على عبده ورسوله محمد وعلى آله وصحبه

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

Artikel: Muslim.or.id

Sumber:

نشرت في مجلة التوحيد المصرية، ص 11- 12، (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 2/ 322).

Diterjemahkan dari: https://binbaz.org.sa/articles/64/ نصيحة-لطلبة-العلم

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84836-nasihat-bagi-penuntut-ilmu.html

Lima Amalan yang Pahalanya Setara dengan Ibadah Haji

Haji merupakan amalan ibadah yang paling utama setelah jihad di jalan Allah Ta’ala. Amal ibadah yang membutuhkan harta, kesehatan, dan persiapan yang matang untuk melaksanakannya. Terlebih lagi di Indonesia, haji membutuhkan masa tunggu yang tidaklah sebentar. Di sebagian daerah, bahkan kita dapati memiliki masa tunggu sampai 30 tahun lamanya.

Tidak mengherankan bila kita sering mendengar seseorang telah Allah Ta’ala panggil dan Allah wafatkan terlebih dahulu, sedangkan ia belum sempat melaksanakan haji yang didambakannya. Selain faktor masa tunggu yang lama, kondisi badan yang tak lagi prima, dan keterbatasan harta, juga menjadi penghalang seseorang sehingga ia belum dimampukan untuk melaksanakannya.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya telah mensyariatkan beberapa amal ibadah yang jika dilakukan oleh seorang hamba, maka pahalanya dapat menyamai pahala haji ataupun umrah. Amalan-amalan yang perlu untuk kita ketahui, lalu kita amalkan. Sehingga bisa menjadi tabungan amal kita di akhirat nanti.

Perlu kita garis bawahi, maksud dari amalan-amalan yang setara dengan ibadah haji ini adalah setara dalam hal pahala dan balasan, bukan pada pengesahan, pencukupan, dan pengguguran kewajiban sebuah ibadah. Kewajiban haji tidak akan gugur dari seseorang yang telah mampu serta tidak memiliki penghalang, meskipun ia telah melakukan amalan-amalan yang pahalanya setara dengan ibadah haji ini.

Saat seseorang benar-benar sudah tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena adanya penghalang, baik itu karena sakit, adanya wabah, ataupun penghalang-penghalang lainnya, maka melakukan amalan-amalan yang pahalanya setara dengan pahala ibadah haji ini lebih ditekankan untuk dilakukan. Lalu, amalan apa saja yang akan memberikan seorang hamba pahala yang setara dengan pahala ibadah haji ini?

Pertama: Niat yang tulus untuk menunaikan ibadah haji

Niat yang tulus memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ibadah seorang hamba. Diriwayatkan dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنَّا مع النَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ في غَزَاةٍ، فَقالَ: إنَّ بالمَدِينَةِ لَرِجَالًا ما سِرْتُمْ مَسِيرًا، وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا، إلَّا كَانُوا معكُمْ؛ حَبَسَهُمُ المَرَضُ. وفي رواية: إلَّا شَرِكُوكُمْ في الأجْرِ

“Kami berada bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu peperangan. Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya di Madinah itu ada beberapa orang lelaki yang kalian tidaklah menempuh suatu perjalanan dan tidak pula menyeberangi suatu lembah, melainkan orang-orang tadi ada besertamu (yakni sama-sama memperoleh pahala). Mereka itu terhalang oleh sakit (maksudnya uzur karena sakit, sehingga andaikan tidak sakit pasti ikut berperang).’”

Dalam salah satu riwayat dijelaskan, “Melainkan mereka (yang tertinggal dan tidak ikut berperang) berserikat denganmu dalam hal pahala.” (HR. Muslim no. 1911)

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadis ini terdapat keutamaan niat untuk melakukan kebaikan. Dan sesungguhnya bagi siapapun yang berniat ikut berperang ataupun melakukan amal kebaikan lainnya, lalu ia mendapati uzur yang menghalanginya (dari melakukan amal tersebut), maka ia tetap mendapatkan pahala atas apa yang telah ia niatkan.” (Syarh Shahih Muslim)

Di hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan hal yang semakna,

من سألَ اللَّهَ الشَّهادةَ صادقًا بلَّغَه اللَّهُ منازلَ الشُّهداءِ وإن ماتَ علَى فراشِه

“Barangsiapa memohon dengan jujur kepada Allah agar mati syahid, maka Allah akan sampaikan ia kepada kedudukan para syuhada walaupun ia mati di atas ranjangnya.” (HR. Abu Dawud no. 1520)

Sungguh Allah Ta’ala tidak akan membiarkan niat tulus yang datang dari seorang dalam hal ibadah dan amal. Allah Ta’ala menilai seseorang berdasarkan apa yang ada di hatinya dan apa yang diniatkannya.

Kedua: Menjaga salat lima waktu secara berjemaah di masjid

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن خرَجَ مِن بيتِه متطهِّرًا إلى صلاةٍ مكتوبةٍ، فأجْرُه كأجرِ الحاجِّ المُحرِمِ، ومَن خرَجَ إلى تسبيحِ الضُّحى لايُنصِبُه إلَّا إيَّاهُ، فأجْرُه كأجرِ المُعتمِرِ، وصلاةٌ على أثَرِ صلاةٍ لا لَغْوَ بينَهما كتابٌ في عِلِّيِّينَ

“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk salat wajib berjemaah, maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji dan sedang berihram. Dan siapa saja yang keluar untuk salat sunah Duha yang dia tidak melakukannya kecuali karena itu, maka pahalanya seperti pahala orang yang berumrah. Dan (yang melakukan) salat setelah salat lainnya, tidak melakukan perkara sia-sia antara keduanya, maka pahalanya ditulis di ‘illiyyin (kitab catatan amal orang-orang saleh).” (HR. Abu Daud no. 558)

Baca juga: Apakah Shalat Jama’ah Wajib di Masjid?

Ketiga: Umrah di bulan Ramadan

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam baru saja kembali dari hajinya, beliau bertanya kepada Ummu Sinan Al-Anshariyyah radhiyallahu ‘anha,

ما مَنَعَكِ مِنَ الحَجِّ؟

“Apa yang menghalangimu untuk menunaikan haji?”

Perempuan tersebut menjawab,

أبو فُلَانٍ -تَعْنِي زَوْجَهَا- كانَ له نَاضِحَانِ، حَجَّ علَى أحَدِهِمَا، والآخَرُ يَسْقِي أرْضًا لَنَا

“Bapak si fulan, yang ia maksud suaminya, memiliki dua ekor unta yang salah satunya sering digunakan untuk menunaikan haji, sedangkan unta yang satunya lagi digunakan untuk mencari air minum buat kami.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

فإنَّ عُمْرَةً في رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً -أوْ حَجَّةً مَعِي-.

“Umrah pada bulan Ramadan sebanding dengan haji atau haji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863 dan Muslim no. 1256)

Keempat: Zikir setelah salat

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,

جاءَ الفُقَراءُ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فقالوا: ذَهَبَ أهْلُ الدُّثُورِ مِنَ الأمْوالِ بالدَّرَجاتِ العُلا، والنَّعِيمِ المُقِيمِ يُصَلُّونَ كما نُصَلِّي، ويَصُومُونَ كما نَصُومُ، ولَهُمْ فَضْلٌ مِن أمْوالٍ يَحُجُّونَ بها، ويَعْتَمِرُونَ، ويُجاهِدُونَ، ويَتَصَدَّقُونَ، قالَ: ألا أُحَدِّثُكُمْ إنْ أخَذْتُمْ أدْرَكْتُمْ مَن سَبَقَكُمْ ولَمْ يُدْرِكْكُمْ أحَدٌ بَعْدَكُمْ، وكُنْتُمْ خَيْرَ مَن أنتُمْ بيْنَ ظَهْرانَيْهِ إلَّا مَن عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وتَحْمَدُونَ وتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاةٍ ثَلاثًا وثَلاثِينَ، فاخْتَلَفْنا بيْنَنا، فقالَ بَعْضُنا: نُسَبِّحُ ثَلاثًا وثَلاثِينَ، ونَحْمَدُ ثَلاثًا وثَلاثِينَ، ونُكَبِّرُ أرْبَعًا وثَلاثِينَ، فَرَجَعْتُ إلَيْهِ، فقالَ: تَقُولُ: سُبْحانَ اللَّهِ، والحَمْدُ لِلَّهِ، واللَّهُ أكْبَرُ، حتَّى يَكونَ منهنَّ كُلِّهِنَّ ثَلاثًا وثَلاثِينَ.

“Ada orang-orang miskin datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka berkata, ‘Orang-orang kaya itu pergi membawa derajat yang tinggi dan nikmat yang tiada hingga. Mereka (orang-orang kaya) salat sebagaimana kami salat, puasa sebagaimana kami puasa. Namun, mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad, serta bersedekah.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas bersabda, ‘Maukah kalian aku ajarkan suatu amalan yang dengan amalan tersebut kalian akan mengejar orang yang mendahului kalian dan dengannya menjadi terdepan dari orang yang setelah kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kalian, kecuali orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan. Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir salat sebanyak tiga puluh tiga kali.’

(Abu Hurairah mengatakan), “Kami pun berselisih. Sebagian kami bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh empat kali. Aku pun kembali padanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ucapkanlah subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar, sampai tiga puluh tiga kali.’” (HR. Bukhari no. 843)

Kelima: Menghadiri majelis ilmu dan mengajarkannya

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن غدا إلى المسجدِ لا يُرِيدُ إلَّا أن يتعلَّمَ خيرًا أو يُعلِّمَه كان له كأجرِحاجٍّ تامًّا حجَّتُه

“Barangsiapa berangkat ke masjid, tidak ada yang ia inginkan kecuali untuk mempelajari satu kebaikan atau mengetahui ilmunya, maka ia akan mendapatkan pahala haji yang sempurna.” (HR. Thabrani 8: 111 dan dihukumi hasan sahih oleh Syekh Albani dalam kitabnya Shahih At-Targib)

Semoga Allah Ta’ala menuliskan kita sebagai salah satu hamba-Nya yang diberi kesempatan untuk berhaji dan mengunjungi rumah-Nya yang penuh dengan kemuliaan, menakdirkan kita untuk menjadi salah satu manusia yang bisa merasakan nikmatnya wukuf di padang Arafah, berjalan-jalan di antara tenda-tenda Mina, dan merasakan langsung atmosfer Makkah yang penuh kerinduan.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84818-lima-amalan-yang-pahalanya-setara-dengan-ibadah-haji.html

Berhala Pertama di Muka Bumi

Berhala adalah suatu patung atau benda yang disakralkan, disucikan dan disembah. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata berhala bermakna patung dewa atau sesuatu yang didewakan yang disembah dan dipuja (https://kbbi.web.id/berhala). Berhala juga dapat memiliki arti makhuk atau benda (matahari, bulan, pohon, hewan, malaikat, orang saleh baik yang hidup maupun mati) yang di sembah selain Allah Ta’ala.

Berhala merupakan sumber dosa yang paling besar dan terburuk, yaitu kesyirikan. Bahkan, berhala pertama di bumi yang dijadikan sesembahan bukanlah benda langit, alam, atau hewan, melainkan penyembahan terhadap orang-orang saleh, yakni lima pemuka agama dari umat Nabi Nuh ‘alaihissalam bernama Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا ەۙ وَّلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًاۚ

Dan mereka (Kaum Nabi Nuh) berkata, ‘Jangan kamu sekali-kali meninggalkan sesembahan-sesembahan kamu dan (terutama) janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’quq, maupun Nasr!’” (QS. Nuh: 23)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Ini adalah nama-nama orang saleh dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaumnya, ‘Buatlah patung-patung di bekas majelis-majelis pertemuan mereka (sebagai simbol dan untuk mengenang kesalehan mereka), kemudian namailah patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka!’ Maka, kaumnya melaksanakannya dan belum menyembah patung-patung tersebut. Ketika mereka meninggal dan ilmu telah hilang, maka patung-patung tersebut disembah oleh generasi setelahnya.” (HR. Bukhari)

Berhala, benda yang pertama kali dihancurkan Nabi

Ketika peristiwa Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah), benda yang pertama kali dihancurkan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam adalah berhala agar tidak dijadikan lagi sebagai sesembahan. Dengan adanya Fathu Makkah ini, Allah telah menyelamatkan kota Makkah dari belenggu kesyirikan dan menjadikannya kota yang mulia dengan tauhid dan suci dari segala bentuk peribadatan selain Allah.

Saat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam memasuki kota Makkah, beliau tetap rendah hati dengan menundukkan kepala tanpa ada keangkuhan sambil membaca firman Allah,

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا

“Sesungguhnya kami memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (QS. Al-Fath: 1)

Beliau kemudian mengumumkan kepada penduduk Makkah, “Siapa yang masuk masjid, maka dia aman. Siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, maka dia aman. Siapa yang masuk rumahnya dan menutup pintunya, maka dia aman.”

Beliau terus berjalan hingga sampai di Masjidil Haram. Beliau thawaf dengan menunggang onta sambil membawa busur yang beliau gunakan untuk menggulingkan berhala-berhala di sekeliling Ka’bah yang beliau lewati dan membaca firman Allah Ta’ala,

جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

“Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra’: 81)

Larangan Nabi memajang patung dan lukisan makhluk bernyawa di rumah

Nabi shallallahu ‘alahi wasallam melarang umatnya untuk menyimpan dan memajang patung atau lukisan makhluk bernyawa di rumahnya. Hal ini tidak lain adalah sebagai bentuk preventif (pencegahan) dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam agar patung dan lukisan tersebut tidak untuk diagungkan, bahkan disembah. Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

ألا تدع صورة إلا طمستها، ولا قبرًا مشرفًا إلا سويته

“Janganlah kamu tinggalkan/biarkan satu patung (atau gambar bernyawa) pun, kecuali kamu hancurkan dan satu kuburan pun yang tinggi (karena dikijing/disemen, penj.), kecuali kamu ratakan.” (HR. Muslim)

Dalam hadis lain beliau bersabda,

لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ

“Malaikat (pembawa rahmat, berkah, dan pengampunan, penj.) tidak akan masuk ke rumah yang terdapat anjing dan lukisan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lukisan yang bukan makhluk bernyawa, seperti lautan, pegunungan, kubus, dan lainnya dari benda-benda mati, tidaklah termasuk yang dilarang dalam hadis tersebut.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَاصْنَعْ الشَّجَرَ وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ

“Jika engkau ingin melakukannya, maka buatlah pohon, atau apa-apa yang tidak bernyawa.” (HR. Muslim)

Penghujung

Di antara faedah yang dapat kita petik dari penjelasan mengenai berhala di atas adalah bahwa berhala yang menjadi sumber kesyirikan pertama di muka bumi terjadi karena adanya pengkultusan terhadap orang saleh dan sikap ghuluw (berlebihan) kepada mereka. Semoga kita dijauhkan sejauh-jauhnya dari perbuatan syirik dalam berbagai bentuknya.

***

Penulis: Arif Muhammad N

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84766-berhala-pertama-di-muka-bumi.html