Hari kelahiran Rasulullah atau biasa disebut Maulid Nabi adalah sebuah tradisi untuk merayakan hari kelahiran Baginda Nabi. Mayoritas ahli sejarah Islam menyepakati hari kelahiran beliau tepat pada tanggal 12 Rabiul Awal penanggalan hijriah. Berdasarkan hal itu, umat Islam merayakan hari kelahiran beliau di tanggal tersebut, bahkan sepanjang bulan Rabiul Awal perayaan Maulid Nabi berlangsung.
Tak terkecuali umat Islam di Indonesia. Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam memperingati Maulid Nabi. Tradisi ini berlangsung dari dulu, sejak era awal masuknya Islam masa Wali Songo. Perayaan Maulid Nabi merupakan apresiasi dan ekspresi kecintaan umat Islam terhadap Rasulullah sebagai suri tauladan agung.
Bagaimana cara mengekspresikan cinta kepada Rasulullah? Pertama, menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dan rasul-Nya. Kedua, mengimplementasikan akhlak beliau dalam kehidupan nyata, seperti lemah lembut, kasih sayang, toleran, mudah memaafkan, selalu berdzikir, dan seterusnya. Ketiga, banyak menyebut nama beliau dengan bershalawat. Sebab siapa yang cinta pada sesuatu ia pasti banyak menyebutnya. Keempat menempatkan sosok Rasulullah dalam lubuk sanubari sehingga pancaran akhlak terpuji beliau selalu diingat dan amalkan.
Dengan demikian, membaca shalawat kepada Rasulullah merupakan ekspresi kecintaan dan sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam, justru sangat dianjurkan sebagaimana firman Allah dalam al Qur’an.
“Sungguh, Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian untuk Nabi. Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al Azhab: 56)
Di antara keutamaan membaca shalawat kepada Nabi sebagimana disabdakan sendiri oleh beliau:
“Siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali saja, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali”. (HR. Muslim).
Tidak diragukan lagi bahwa bershalawat merupakan anjuran kepada umat Islam. Bagaimana caranya? Membaca shalawat merupakan ibadah yang tidak terikat oleh tempat dan waktu, sebagaimana banyak dijelaskan dalam hadits Nabi dan perkataan para ulama. Shalawat boleh dibaca di mana saja yang penting bukan di tempat yang kotor seperti di WC dan tempat kotor yang lain.
Di antara tempat yang disunnahkan untuk membaca shalawat adalah disaat berkumpul di suatu majelis. Sebagimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar: “Hiasilah majelis-majelis kalian dengan bershalawat kepadaku. Karena shalawat kalian kepadaku adalah cahaya bagi kalian di hari kiamat”.
Lalu, bagaimana dengan Maulid Nabi? Adakah dalilnya?
Allah berfirman: “Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmat-Nya (Nabi Muhammad) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira”. (QS. Yunus: 58).
Ada ragam penafsiran tentang anugerah dan rahmat Allah pada di atas. Sebagian ulama menafsiri, dua kata tersebut bermakna al Qur’an. Ambil Fadhol Syihabuddin al Alusi dalam Ruhul Ma’ani (11/86), menjelaskan bahwa keutamaan bermakna ilmu sedangkan rahmat adalah Nabi Muhammad. Sebab ayat di atas berkolerasi dengan firman Allah tentang terputusnya Nabi sebagai rahmatan lil ‘alamin.
“Kami tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi semesta”. (QS. Al Anbiya: 107).
Dalam Ikhraj wa Ta’liq fi Mukhtasar Shirah an Nabawiyah, Sayyid Muhammad bin Alwi al Maliki, menjelaskan bahwa bergembira dengan adanya Nabi Muhammad adalah dianjurkan.
Memperingati kelahiran beliau adalah termasuk salah satu cara mengekspresikan kegembiraan terhadap adanya beliau. Sedangkan pembacaan shalawat dalam tradisi perayaan Maulid Nabi tentu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab membaca shalawat juga dianjurkan serta tidak terikat dengan waktu dan tempat kecuali di tempat yang kotor.
Sedangkan suguhan makanan di acara peringatan Maulid juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab diperuntukkan sebagai sedekah terhadap sesama. Ada sisi berbagai dan nilai sosial yang sangat dianjurkan dalam agama Islam.
Karenanya, tidak layak bertanya tentang dalil Maulid Nabi karena memang ada dalilnya. Bahkan, yang perlu dipertanyakan adalah: apa dalilnya mengatakan tradisi Maulid Nabi bertentangan dengan syariat Islam?
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Balitbang-Diklat Kementerian Agama terus mengembangkan layanan Al-Qur’an dengan mengikuti perkembangan teknologi informasi (TI). Salah satunya adalah layanan chatbot Al-Qur’an dengan teknologi Artificial Intelligence (AI).
Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala LPMQ, Abdul Aziz Sidqi, MA dalam Lokakarya Pengembangan Al-Qur’an Digital. Menurut Aziz, pengembangan layanan Al-Qur’an dengan teknologi AI saat ini menjadi kebutuhan yang urgen.
Masyarakat membutuhkan akses informasi yang cepat, tepat, dan akurat. Khusus di bidang Al-Qur’an informasi tersebut harus valid dengan sumber-sumber referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Di bidang Al-Qur’an, layanan AI yang tersedia di Dunia Maya masih banyak kelemahan. Teks ayat, terjemahannya, juga tafsirnya banyak yang tidak tepat. Untuk itu, kita harus mengembangkan layanan Al-Qur’an dengan teknologi AI. Dan langkah awal yang harus dilakukan adalah merumuskan grand designnya,” terang Aziz, Rabu (20/10) di Jakarta Selatan.
Selain chatbot Al-Qur’an, LPMQ juga akan mengembangkan layanan Sistem Informasi Layanan Tashih (Silat) dengan penambahan Software Tashih Otomatis. Software tersebut diperuntukkan sebagai sarana pentashihan master mushaf Al-Qur’an dalam bentuk file, sebelum ditashih atau diperiksa secara manual oleh tim pentashih.
“Dalam pengembangan aplikasi ini, LPMQ tetap akan mengikuti grand design dari biro Humas Data dan Informasi (HDI),” ujar Aziz menggarisbawahi.
Kepala Biro HDI, Kemenag, Ahmad Fauzin, sangat mendukung upaya LPMQ mengembangkan layanan Al-Qur’an berbasis teknologi kekinian. Namun, harus tetap mengikuti regulasi dan terintegrasi dengan Pusaka SuperApp Kemenag.
Menurutnya, saat ini, tercatat ada 2.258 sistem aplikasi di Kemenag, sebagian besarnya tidak aktif. Kemenag terus melakukan penataan sistem informasi dan mencoba mengintegrasikannya ke dalam Pusaka SuperApp.
“Pengembangan layanan Al-Qur’an dengan AI merupakan bagian dari upaya penjagaan Al-Qur’an. Saya mendukung hal baik ini. Tetapi, harus terintegrasi dengan Pusaka SuperApp Kemenag dan mengikuti regulasi yang ada,” pesan Fauzin.
Fauzin menambahkan, dalam proses digitalisasi ada empat hal yang harus dipenuhi, antara lain: 1. Skill digital atau keterampilan digital; 2. Digital Etik yaitu konten-konten digital yang positif, konstruktif, dan beretika; 3. Culture Digital atau membangun budaya digital yang baik; dan 4. Safety Digital atau keamanan digital.
“Jangan sampai, kita semangat membangun aplikasi tetapi lupa membangun keamanan digitalnya. Banyak aplikasi Kemenag di daerah banyak diretas, bahkan ada yang dipakai judi online,” ungkap Fauzin.*
Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat luar biasa dalam menghadapi bullying. Beliau pernah dihina, dilempar batu, bahkan dilempar kotoran oleh orang-orang kafir. Namun, beliau tidak pernah membalasnya dengan kekerasan. Sebaliknya, beliau justru mendoakan mereka agr mendapat hidayah dari Allah SWT. Nah berikut adalah beberapa cara Rasulullah SAW dalam menghadapi bullying.
Melihat kian maraknya kasus bullying di Indonesia sering kali memunculkan sejumlah stigma dan pertanyaan. Bagaimana jika kita dihadapkan dengan perundungan, apa yang harus kita lakukan?
Sedari dulu kasus perundungan atau bullying sudah ada. Bahkan Rasulullah SAW sering dihadapkan posisi tersebut. Pernah sekali waktu saat Nabi Muhammad saw sholat di Masjidil Haram, seseorang bernama Uqbah bin Abi Muith menghampirinya. Tatkala Nabi sujud, Uqbah langsung meletakkan kotoran dan usus unta yang masih berlumuran darah di pundaknya.
Nabi Muhammad tetap sujud dengan tenang. Sebelum akhirnya Siti Fatimah, putri Rasul, mengambil kotoran tersebut dari punggung ayahnya. Selain Uqbah, perempuan bernama Arwa binti Harb juga sering menyakiti Nabi Muhammad. Dalam Ath-Thabari disebutkan, ketika malam hari, istri Abu Lahab ini selalu meletakkan duri di sepanjang jalan yang biasa Rasulullah lalui.
Tidak hanya mendapat siksaan, kaum kafir Mekkah juga berkali-kali mencoba membunuh Rasulullah. Mereka menduga bisa merendahkan dan menjatuhkan mental Nabi, kemudian membuatnya menyerah dan berhenti berdakwah.
Cara Rasulullah Hadapi Bullying
Meski kerap kali menerima bullying dan intimidasi, keimanan Rasulullah tak pernah goyah. Nabi memiliki cara jitu untuk menghadapi perlakuan orang-orang yang memusuhinya, beberapa di antaranya:
Tidak membalas keburukan dengan keburukan
Ketika nabi Muhammad berdakwah di Thaif dan mengajak mereka masyarakatnya memeluk Islam. Celakanya, tak seorang pun di Thaif yang menerima ajakan Nabi Saw. Mereka justru dengan kejam mengusir Rasulullah Saw dari Negerinya. Sewaktu hendak keluar dari sana, Rasulullah saw dibuntuti orang-orang jahat dan budak-budak Thaif.
Mereka meneriaki dan mencaci-maki Nabi, bahkan juga melempari Rasul dengan batu. Lemparan mereka berhasil mengenai tumit Nabi Saw, hingga terompah yang dikenakannya berlumuran darah.
Setibanya di daerah Qarnul Manazil, Allah Swt mengutus Malaikat Jibril untuk menemui Nabi, ia pun mengabarkan Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung. Nabi Saw dapat memerintahkan apapun kepada mereka untuk membalas perlakuan orang Thaif.
“Wahai Muhammad, demikianlah aku diperintahkan, sekarang terserah apa maumu? Jika engkau menghendaki, akan ku balik dan ku timpakan dua gunung kepada mereka,” ucap malaikat penjaga gunung.
Rasul justru tidak meminta umat Thaif diberikan azab, Rasulullah Saw justru berkata “Aku berharap dari anak keturunan mereka akan muncul orang-orang yang hanya menyembah Allah Swt, yang tidak menyekutukan-Nya dengan apapun.”
Perbanyak teman dan dukungan
Makin hari, pendukung Nabi Muhammad Saw kian banyak. Orang kafir Mekkah menjadi tambah segan kepada Nabi Muhammad dan umat Islam.
Terlebih ketika Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab dengan penuh keyakinan mengucap kalimat syahadat. Nyali para penentang Rasulullah Saw menjadi kian ciut.
Hijrah berpindah ke tempat yang lebih baik
Tatkala kekejaman kaum kafir Mekah semakin menjadi-jadi, Allah Swt kemudian memerintahkan umat Muslim untuk hijrah ke Madinah.
Di sana, banyak masyarakat Madinah menyambut Nabi dengan tangan terbuka. Di kota yang dahulu bernama Yatsrib inilah umat Islam mulai membangun peradaban, hingga selanjutnya berhasil menaklukkan Kota Mekah.
Membela diri
Orang-orang kafir belum juga puas menghalangi dakwah Nabi. Allah Swt kemudian mengizinkan umat Muslim berperang. Syekh Ramadhan Al-Buthi menyatakan, peperangan yang terjadi sebelum perang Khaibar dilandasi sebab yang defensif, yakni untuk mempertahankan keberadaannya dari serangan musuh-musuh.
Dengan membela diri, para musuh Islam menjadi sadar bahwa pengikut Nabi bukanlah kaum yang lemah. Meskipun demikian, orang-orang yang tidak pernah memerangi Muslim tetap harus dilindungi dan tidak boleh diperangi.
Demikian cara yang diambil Rasulullah SAW dalam menghadapi bullying maupun penganiayaan. Semoga bermanfaat.
Berikut ini artikel tentang Islam mengutuk aksi bullying. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, termasuk menghormati dan menyayangi sesama manusia. Oleh karena itu, Islam melarang segala bentuk tindakan yang dapat menyakiti atau merendahkan orang lain, termasuk bullying.
Bullying adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menyakiti atau merendahkan orang lain secara fisik, verbal, atau emosional. Tindakan ini dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah, tempat kerja, atau bahkan di lingkungan keluarga.
Belum lama ini masyarakat Indonesia dihebohkan oleh sejumlah kasus kekerasan di kalangan anak. Dari mulai kasus anak SD yang matanya ditusuk sampai akibatkan kebutaan oleh rekannya. Hingga terbaru kasus perundungan senior pada adik tingkatnya di salah satu SMP Cilacap, Jawa Tengah.
Kasus tersebut kini viral lewat video di media sosial. Posisinya anak-anaknya masih mengenakan seragam batik berwarna biru, sang pelaku inisial MK (15) nampak menendang sang korban yakni FF (14).
Islam Mengutuk Aksi Bullying
Ajaran Islam melarang keras dan mengutuk tindakan kekerasan, termasuk dalam hal ini aksi bullying. Rasullullah termasuk orang yang paling banyak mendapat perundungan ketika menyiarkan agama Islam. Tak hanya mendapatkan olokan bahkan penganiyaayaan sering kali menimpa Rasulullah SAW.
Pernah sekali waktu Nabi salat di Masjidil Haram, seseorang bernama Uqbah bin Abi Muit menghampirinya. Tatkala Nabi sujud, Uqbah langsung meletakkan kotoran dan usus unta yang masih berlumuran darah di pundaknya. Nabi Muhammad tetap sujud dengan tenang.
Sebelum akhirnya Siti Fatimah, putri Rasul, mengambil kotoran tersebut dari punggung ayahnya.Tak cukup dengn penganiyayaan, kaum kafir Mekkah juga berkali-kali mencoba membunuh Rasulullah. Mereka menduga bisa merendahkan dan menjatuhkan mental Nabi, dengan harapan membuatnya menyerah dan berhenti berdakwah.
Hal ini Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 11;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. (QS. Al-Hujuraat/49: 11).
Ayat tersebut jelas melarang kita mengolok-olok, menghina, apalagi menyakiti secara fisik kepada sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok atau dihina lebih mulia dari yang mengolok-olok. Dalam tinjauan apapun, penghinaan adalah perbuatan tercela karena menyakiti hati orang lain.
Apalagi dilakukan di hadapan publik. Demikian halnya bullying di dunia nyata dan maya yang berisi umpatan, ujaran kebencian, caci maki, sumpah serapah, atau serangan fisik kepada pihak lain adalah perilaku keji (fahsya’).
Jadi, hukum bullying adalah haram, karena termasuk sikap dan perilaku menyakiti orang lain yang dapat merusak nama baik (citra) atau harkat kemanusiaan. Dengan alasan apapun, bullying tetap dilarang oleh Islam. Bagi para pelaku yang terlanjur melakukannya harus meminta maaf kepada korban agar dosanya diampuni oleh Tuhan.
Sebagai kesimpulan Islam mengutuk keras aksi bullying pada orang lain. Semoga kita tidak termasuk dalam pelaku kegiatan zalim ini.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes air mani (nuthfah) selama empat puluh hari. Kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari. Kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat, lalu ditiupkan padanya roh dan diperintahkan untuk ditetapkan (dituliskan) empat perkara, yaitu: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.
Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga, hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi, ketetapan telah ditetapkan baginya. Dia melakukan perbuatan ahli neraka, maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi, ketentuan telah ditetapkan baginya. Dia melakukan perbuatan ahli surga, maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Faedah hadis
Beberapa faedah dari hadis di atas:
Pertama: Kalimat “Beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan.”
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam adalah orang yang benar dan dibenarkan. Beliau ingin menekankan tentang kebenaran yang ada pada hadis di atas, karena dalam hadis tersebut akan disampaikan dua perkara gaib (kisah proses penciptan manusia dan kisah ditetapkannya takdir).
Kedua: Kalimat “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya.”
Nabi shallallahu ’alaihi wasallam menyebut ‘dikumpulkan’ karena awal mula proses penciptaan manusia adalah bertemunya dua kemaluan (bercampurnya dua cairan).
Ketiga: Kalimat “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes air mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari.“
Jika Allah Ta’ala berkendak menjadikan manusia langsung jadi, sungguh mudah bagi-Nya dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Allah Ta’ala menjadikan proses penciptaan manusia ada fase dan tahapan karena Allah hendak mengajarkan kepada hamba-Nya bahwa segala sesuatu ada prosesnya. Demikian pula, ketika Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi selama enam masa (hari).
Keempat: Kalimat “Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat.”
Ini menunjukkan betapa besarnya pertolongan Allah Ta’ala kepada umat manusia. Dimulai dari dalam kandungan, Allah Ta’ala telah mengutus malaikat untuk mengurusnya. Ketika ia terlahir, ia ditolong malaikat. Tatkala menjalani kesehariannya, ia juga dijaga dua malaikat. Ketika hadir di majelis ilmu, dinaungi para malaikat. Ketika meninggal dan dicabut rohnya, dihadiri dan dibawa oleh malaikat. Bahkan, saat di surga pun, dilayani oleh para malaikat. Maka, perbanyaklah syukur kepada Allah Ta’ala.
Kelima: Kalimat “lalu ditiupkan padanya roh”
Roh ditiupkan setelah janin berumur 4 bulan (120 hari). Sehingga roh dihukumi menjadi manusia saat kandungan berumur 4 bulan. Apabila terjadi keguguran saat janin berumur 4 bulan, maka berlaku padanya hukum-hukum penyelenggaraan jenazah sesuai dengan yang disyariatkan (dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dikuburkan). Janin tersebut juga dianjurkan diberi nama.
Keenam: Kalimat “diperintahkan untuk ditetapkan (dituliskan) empat perkara”
Kita wajib mengimani bahwa malaikat mempunyai sifat menulis sebagaimana firman-Nya,
“Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 17-18)
Ketujuh: Kalimat “ditetapkan (dituliskan) empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.”
Menunjukkan bahwa rezeki, ajal, amal, celaka, dan bahagia seseorang telah ditakdirkan oleh Allah Ta’ala. Hal ini bukan berarti kita pasrah dan tidak berusaha. Manusia juga diperintahkan untuk berusaha dan diberikan kehendak (pilihan).
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Dalam firman-Nya yang lain,
وَهَدَيْنَٰهُ ٱلنَّجْدَيْنِ
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al-Balad: 10)
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا
“Maka, Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. Asy-Syams: 8)
Kedelapan: Kalimat “Dia melakukan perbuatan ahli neraka, maka masuklah dia ke dalam neraka. Dia melakukan perbuatan ahli surga, maka masuklah dia ke dalam surga.”
Hadis di atas mengajarkan kepada kita agar jangan merasa puas dan bangga terhadap banyaknya amal yang telah dilakukan. Jangan pula kita merasa aman dari azab Allah Ta’ala karena kita tidak tahu pada akhir hayat kelak amal apa yang kita lakukan. Adapun terhadap orang lain, maka janganlah meremehkan para pelaku maksiat atau mengagungkan ahli ibadah atas banyaknya amalannya.
Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari)
***
Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.
Artikel: Muslim.or.id
Referensi:
Kitab Ushulul Iman karya Syekh At-Tamimi rahimahullahu
Selama bertahun-tahun Kleopas Daclan menduduki jabatan tertinggi gereja Ortodoks Filipina, yakni uskup dan telah melayani gereja selama 21 tahun. Dia juga merupakan seorang pakar Alkitab dan mempelajarinya dalam berbagai bahasa, mulai dari bahasa Yunani, Ibrani dan Aram.
Meski begitu, pada tahun 2018 di usianya yang ke 64 tahun, Kleopas Daclan meninggalkan agama Kristen dan masuk Islam. Dia pun mengganti namanya menjadi Musa Ibrahim.
Mengapa bisa begitu?
Kisahnya dimulai ketika ia menjadi seorang pendeta di Gereja Ortodoks. Suatu hari ia membaca tentang Islam dan membaca beberapa ayat Al-Qur’an. Dia sangat menyukai monoteisme murni dalam Islam, karena doktrin Trinitas sangat sulit dalam agama Kristen dan sulit dipahami oleh siapa pun, jadi dia terus membaca tentang Islam dan dia menemukan bahwa sulit untuk memikirkan agama lain.
Sekali lagi, ia mulai mempelajari Alkitab dalam bahasa Yunani, Ibrani, dan Aram, namun ia terkejut ketika menemukan banyak sekali kesalahan dan kontradiksi dalam Alkitab. Semakin dalam ia membaca, semakin banyak kontradiksi yang tampak baginya.
Dia memulai studi perbandingan terhadap berbagai terjemahan Alkitab untuk mengetahui bahwa kontradiksi-kontradiksi tersebut semakin meningkat.
Meyakini Al-Quran adalah Firman Tuhan
Setiap kali ia membaca Al-Qur’an, ia merasa dalam hatinya bahwa Al-Qur’an mengandung seluruh kebenaran dan jelas bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah. Hal yang paling beliau sukai dari Al-Qur’an selain menegaskan ketauhidan Allah Ta’ala adalah bahwa Al-Qur’an terpelihara dalam bahasa Arab, bahasa yang digunakan untuk menurunkannya.Adapun kitab-kitab suci Kristen tidak terpelihara dalam bahasa aslinya, dan semuanya mengandung kesalahan dan kontradiksi.
Meski Jadi Uskup, Hatinya Kosong
Namun, ia merasakan kesulitan meninggalkan agama Kristen untuk memeluk Islam, dan ia terus belajar dan melayani di gereja hingga menjadi uskup, yang merupakan tingkat tertinggi dari imamat di gereja, namun ia merasakan kekosongan di dalam hatinya yang hanya dapat diisi oleh al-Quran, sehingga ia meninggalkan agama Kristen dan memeluk Islam, dan ia berkata;“Saya menjadi seorang uskup. Tuhan Yang Maha Kuasa memberi saya kekuatan untuk mengatakan kepada mereka bahwa saya mengundurkan diri (dari gereja), maka saya tunduk pada kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, meskipun itu membuat saya kehilangan posisi tinggi saya di gereja dan kehilangan semua gelar yang telah saya dapatkan dalam hidup saya.”
Pada Akhirnya Memilih Islam
Daclan kemudian memilih menjadi seorang diakonia, kemudian dia menjadi seorang Biarawan (imam). Dia mempelajari Alkitab di Yunani selama beberapa tahun, di mana dia menjadi seorang ahli Alkitab dan akhirnya memilih Islam dan menjadi seorang Muslim.Dia berkata, “Saya banyak menangis ketika saya masuk Islam, karena Islam adalah kebenaran dan kebenaran itu mungkin menyakitkan bagi kita, tetapi itu tetaplah sebuah fakta dan melaluinya kita masuk surga, kehidupan yang kekal, jadi di tahun-tahun terakhir kehidupan saya, saya akan mengundang orang-orang untuk masuk Islam.”
Karmin adalah pewarna merah alami yang berasal dari serangga Cochineal. Serangga ini hidup di kaktus Opuntia, dan menghasilkan zat warna merah yang disebut karmin asam. Karmin asam ini kemudian diekstrak dan digunakan sebagai pewarna makanan, minuman, kosmetik, dan obat-obatan. Lantas bagaimana hukum karmin dalam Islam?.
Baru-baru ini viral pernyataan seorang kyai yang menyatakan bahwa karmin ini najis, sehingga haram untuk dikonsumsi. Demikian yang dinyatakan oleh Abah Yai Marzuki Mustamar, Ketua PWNU Jawa Timur yang mensosialisasikan hasil bahtsul masail (diskusi kasuistik fikih) LBM NU Jatim. Keputusan PWNU Jatim itu berbeda pandangan dengan fatwa MUI pusat yang mencetuskan fatwa semenjak tahun 2011 bahwa karmin ini halal. Lalu bagaimana menyikapi hukum karmin dalam Islam?
Pengertian Karmin
Sebelum membahas lebih lanjut, alangkah baiknya mengetahui definisi operasional dari karmin terlebih dahulu. Melansir dari laman CNN, karmin merupakan pewarna dari ekstrak serangga berjenis cochineal atau kutu daun. Pewarna karmin dapat ditemukan di antaranya dalam produk pangan komersial, seperti yoghurt, susu, permen, es krim, dan pangan lainnya yang berwarna merah hingga merah muda.
Hukum Karmin dalam Islam
Putusan hukum yang dicetuskan LBM PWNU Jawa Timur mengacu pada pandangan Madzhab Syafi’i dan jumhur madzhab yang menyatakan bahwa Karmin dihukumi seperti serangga. Yakni tidak halal untuk dimakan, dan bangkainya najis.
Sedangkan putusan MUI berlandaskan pada analogi karmin dengan belalang, sehingga mereka menghukuminya halal. Logika hukumnya bisa dibaca di putusan masing-masing ormas. Jika dicek dalam kitab komparasi Madzhab, dua pendapat yang diusung kedua ormas ini bisa disimak dalam keterangan berikut yang menjelaskan status serangga ditinjau dari segi makanan;
Artinya; Terkait masalah mengkonsumsi serangga, ulama terbagi menjadi 2 kubu. Menurut pendapat yang pertama, menghukumi haram. Karena menjijikkan dan watak yang sehat pasti menjauhinya, di samping itu juga mengikuti Nabi Muhammad Saw yang menyatakan keharamannya sesuatu yang menjijikkan. Pendapat ini dipedomani oleh 3 Madzhab, yaitu Syafi’i, Hanafi dan Hambali”. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz 17 H. 219)
Ulama yang Mengatakan Hukum Karmin adalah Halal
Adapun pendapat yang menghalalkan adalah sebagai berikut;
Artinya; Menurut pendapat yang kedua, semua jenis serangga dihukumi halal. Ini adalah pendapatnya Madzhab Maliki. Hanya saja sebagian ulama’nya menyatakan keharamannya, misalnya adalah Ibnu Arafah dan Al-Qarafi.
Adapun pendapat yang memukul rata kehalalannya semua jenis serangga, ini tidak universal. Karena mereka banyak berbeda pendapat terkait kehalalan beberapa hewan, contohnya semisal Tikus”. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz 17 H. 220)
Dengan demikian bisa diketahui bahwa mayoritas madzhab mengharamkan serangga, Madzhab Maliki pun juga berbeda pendapat di kalangan internalnya. Karena ini masalah makanan, seyogyanya memilih pendapat yang difatwakan oleh mayoritas. Karena pengaruh makanan haram ini berdampak pada berbagai aspek, misalnya adalah kesalehan spiritual.
Imam al-Ghazali dalam kitabnya yang berjudul Ihya’ Ulumiddin telah membahas ini dalam satu tema, di sana (Kitab Al-Halal Wa Al-Haram) beliau menjelaskan makanan haram dan dampaknya. Di antaranya adalah kutipan beliau atas riwayat dari Sahal al-Tusturi:
وقال سهل رضي الله عنه من أكل الحرام عصت جوارحه شاء أم أبى علم أو لم يعلم ومن كانت طعمته حلالاً أطاعته جوارحه ووفقت للخيرات
Sahl al-Tustari RA berkata, “Orang yang memakan sesuatu yang haram, maka tubuhnya telah bermaksiat. Baik dia mengetahuinya atau tidak. Adapun orang yang memakan sesuatu yang halal, maka tubuhnya telah taat kepada Allah dan dia akan diberi pertolongan untuk senantiasa melakukan banyak kebaikan.” (Ihya’ Ulum al-din, Juz 2 H. 21)
Al-Habib Abdullah Al-Haddad berkata;
ثم اعلموا رحمكم الله : أن أكـل الحـلال ينـور القلـب ويرفقه ، ويجلب له الخشية من الله والخشوع لعظمته ، وينشط الجوارح للعبادة والطاعة ، ويزهد في الدنيا ويرغب في الآخرة ، وهو سبب في قبول الأعمال الصالحة واستجابة الدعاء ؛ كما قال عليه الصلاة والسلام لسعد بن أبي وقاص رضي الله عنه : « أطب طعمتك تستجب دعوتك » . وأما أكل الحرام والشبهات فصاحبه على الضد من جميع : هذه الخيرات : يقسي القلب ويظلمه ، ويقيد الجوارح عن الطاعات ، ويرغب في الدنيا . وهو سبب في عدم قبول الأعمال الصالحة ورد الدعاء ؛ كما في الحديث : أنه عليه الصلاة والسلام ذكر الرجل أشعث أغبر ، يمد يديه إلى السماء يا رب يا رب ! ومطعمه حرام. الحديث ، وقد تقدم فاحرصوا على أكل الحلال وعلى اجتناب الحرام كل الحرص . وليس الورع خاصاً بالأكل فقط ، بل هو عام في جميع الأمور .
“Ketahuilah bahwa makanan halal bisa menyinari hati dan melunakkannya, mempertebal rasa takut kepada Allah menjadikan khusyuk, menggiatkan anggota tubuh untuk beraktivitas ibadah dan ketaatan, menzuhudkan dunia dan menjadikan suka akhirat, yang mana kesemuanya ini adalah sebab diterimanya amal baik dan dikabulkannya doa. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW kepada Sa’ad bin Abi waqqash “Perbaikilah makananmu, niscaya doamu dikabulkan”.
Adapun dampak dari makan makanan haram dan syubhat, maka yang mengkonsumsi akan mendapatkan hal-hal yang sebaliknya. Yakni keras dan matinya hati, memperberat jasmani untuk melaksanakan ketaatan, membuat senang atas dunia, yang mana kesemuanya ini adalah sebab tidak diterimanya amal baik dan ditolaknya doa sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW”. (Nashaih Al-Diniyyah, halaman 326)
Demikian penjelasan terkait hukum karmin dalam Islam. Semoga keterangan ini memberikan manfaat bagi semua.
Apa saja tips liburan bersama keluarga agar lebih menyenangkan dan bawa berkah?
Pertama-tama yang sebaiknya diingat, di balik kesibukan mencari nafkah dan bekerja, hendaklah seorang ayah menyediakan waktu berlibur dengan keluarganya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membenarkan apa yang disampaikan oleh Salman pada Abu Darda’ karena Salman melihat Abu Darda’ tidak memperhatikan istri dan keluarganya dengan baik (tidak ada waktu yang diberi untuk keluarga). Nasihat tersebut sebagai berikut,
“Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” (HR. Bukhari, no. 1968). Artinya, kita diperintahkan untuk membagi waktu dengan bijak, yaitu waktu untuk beribadah kepada Allah, waktu untuk keluarga, dan waktu untuk istirahat badan.
Wahai para ayah, sempatkanlah waktu berlibur bersama istri dan anak-anak. Kebersamaan bersama keluarga akan membangun kehangatan, komunikasi yang baik, bahkan akan mengurangi konflik dan kesalahpahaman yang selama ini terjadi.
TIPS LIBURAN BERSAMA KELUARGA AGAR LEBIH BERKAH
1. Sesuaikan isi dompet (jangan sampai berhutang).
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. Ath-Thalaq: 7).
Ayat ini mengajarkan agar memberi nafkah sesuai kemampuan. Maka berbelanja dan berlibur perhatikanlah kemampuan, bahasa lainnya adalah PERHATIKAN ISI DOMPET.
2. Perhatikan waktu shalat, pilih liburan yang mudah untuk menjalankan ibadah shalat lima waktu.
Semoga dengan rutin menjaga shalat meskipun dalam keadaan safar dan berlibur, Allah menghapus dosa kita antara shalat yang satu dan shalat yang berikutnya.
Dari ‘Utsman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang muslim memperbagus wudhunya, lantas ia mengerjakan shalat melainkan Allah mengampuni baginya dosa di antara shalat tersebut dan shalat berikutnya.” (HR. Bukhari, no. 160 dan Muslim, no. 227)
“Sesungguhnya Allah itu thayyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thayyib (baik).” (HR. Muslim, no. 1015)
5. Tetap memperhatikan aturan syariat, misalnya: jangan bermudah-mudahan membuka aurat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Dalam hadits disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim, no. 2128)
6. Perhatikan teman yang membersamai saat berlibur, yaitu teman yang senantiasa mengajak untuk ibadah dan menjauhi maksiat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada kita untuk mencari teman yang baik dengan membuat ibarat berteman dengan pemilik minyak wangi,
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; dan Ahmad, 2:344. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal. Sebagaimana kata pepatah Arab,
الصَّاحِبُ سَاحِبٌ
“ٍSifat sahabat itu bisa saling mempengaruhi.”
7. Manfaatkan waktu dengan baik. Walau bersafar, tetaplah menjaga dzikir pagi dan petang, serta amalan-amalan saleh lainnya.
Karena nikmat waktu akan ditanya,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Kemudian kamu pasti akan ditanya tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan di dunia itu)”. (QS At Takaatsur: 8)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, kita banyak lalai ketika sehat dan punya waktu luang sebagaimana disebutkan dalam hadits,
“Kaum muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram.”
9. Banyak bersabar dan tahan emosi karena waktu liburan akan banyak berinteraksi dengan orang dengan berbagai macam karakter.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka.” (HR. Tirmidzi, no. 2507. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).
10. Liburan ke Jogja yuk!
Kalau saran kami, liburan ke Jogja saja yuk mengikuti “Rihlah Keluarga Sakinah bersama MT. Shafiyah Shalehah dan Rumaysho”. Insya Allah tips-tips yang disampaikan di atas akan bisa didapatkan semuanya. Rihlah ini terbatas hanya untuk 50 keluarga dan akan dibersamai empat Ustadz:
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Ustadz Ammi Nur Baits
Ustadz Abu Salma Muhammad
Ustadz Erlan Iskandar
Tema yang diangkat dari Rihlah Keluarga Sakinah ini adalah seputar permasalahan keluarga, yaitu seni memahami pasangan, menjadi ayah dan ibu yang baik, mengatasi konflik keluarga, dan bagaimana timbul saling cinta di dalam keluarga.
Anda bisa berlibur bersama keluarga dan sambil mendapatkan ilmu agama, begitu pula bisa dapat kesempatan konsultasi secara khusus bersama empat pembicara di atas. Bagi yang membawa anak-anak akan ditemani oleh Ustadz Erlan Iskandar dan Tim AMCA.
Kenapa memilih liburan ke Jogja?
Jogja sendiri memiliki banyak keistimewaan, salah satunya penduduk yang ramah tamah, banyak tempat bersejarah, berbagai universitas di Jogja dijadikan tempat mengenyam pendidikan yang lebih baik, tempat wisatanya mengasyikkan (di antaranya pantai-pantai selatan yang indah), dan beli jajanan di Jogja masih relatif murah dibanding kota lainnya.
Dalam rihlah kali ini, para peserta selain gali ilmu, juga akan berkunjung ke Pantai Mesra Gunungkidul dan menikmati menu masakan ndeso (seperti sayur lombok ijo) di Pondok Pesantren Darush Sholihin, Panggang Gunungkidul (binaan Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal). Masakan tersebut dibuat khusus dari ibu mertua.
Semoga Allah mudahkan untuk berliburan bersama keluarga. Semoga Allah senantiasa berkahi dan memberi kemudahan.
Tonton Video Tips Liburan Bersama Keluarga oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
–
Selesai ditulis di YIA Kulonprogo, 9 Rabiul Awwal 1445 H, 25 September 2023
Apakah ketika Rasulullah berhasil membangun komunitas atau negara kecil di Madinah itu berarti Rasulullah diutus untuk membangun sebuah negara? Apakah karena Rasulullah menjadi pemimpin agama sekaligus pemimpin negara, berarti risalah Rasulullah termasuk risalah politik?
Penting ditegaskan sejak awal bahwa misi Rasulullah adalah menyampaikan risalah untuk membangun peradaban yang berakhlak mulia. Sangat kecil jika membicarakan Rasulullah hanya dalam konteks negara, tetapi sebuah peradaban manusia. Politik adalah salah satu sarana membangun masyarakat, tetapi tidak menjadi inti pokok dalam agama.
Inti pokok dalam Islam, adalah keimanan, syariah dan akhlak. Politik adalah sarana bagaimana keimanan itu tegak, syariah itu tertanam dan akhlak itu terimplementasi dalam kehidupan masyarakat.
Jangan d ibalik, politik menjadi inti dengan cara memperalat agama. Dalil agama diputar-putar dan dieksploitasi karena hanya ingin menegakkan politik kekuasaan. Pemikiran itu menyesatkan dan terlalu berlebihan dalam mikirin politik.
Kenapa ini penting ditegaskan? Kecenderungan saat ini adalah tokoh agama yang hanya membicarakan terus menerus politik dari A sampai Z sehingga lupa mengurusi keimanan, syariah dan akhlak umatnya. Ada pula media Islam yang isinya hanya mempersoalkan politik melulu dan porsi edukasi umatnya tentang pokok-pokok agama menjadi minor.
Jika yang diajarkan terus menerus tentang politik baik sistem politik, aliran politik, sekularisme, kapitalisme, sosialisme yang diangkat terus menerus tanpa henti, porsi membicarakan hal keimanan, praktek ibadah dan memperbaiki akhlak umat menjadi terbengkalai.
Bukan salah membicarakan politik, tetapi jadikanlah politik sebagai sarana bukan tujuan pokok dalam beragama. Misalnya, terus menerus mengkader anak-anak muda berbicara khilafah, memperjuangkan politik Islam, mengkritik sistem yang ada, dan sebagainya hanya menjerumuskan mereka pada hal sarana, bukan tujuan. Lahirlah kader-kader instan yang pintar berbicara politik, tetapi minim pengetahuan keagamaan.
Membangun peradaban yang islami dimulai dari keimanan yang kuat, konsisten dalam ibadah dan mempraktekkan akhlak yang mulia. Itu pilar Islam sebagaimana dalam hadist Nabi. Selanjutnya, kader-kader muda muslim harus diarahkan pada hal yang bermanfaat untuk peradaban manusia. Tidak semua kader muslim kita dicetak jadi aktivis politik yang hanya berbusa-busa berbicara khilafah.
Contoh-contohlah tokoh-tokoh Islam yang bisa membangun peradaban dengan pengetahuan yang kuat. Sebutlah Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Khawarizmi, Ibnu al-Haytham, Ibnu Khaldun, Jabir bin Hayyan, dan masih lagi ilmuwan muslim yang berpengaruh terhadadap peradaban dunia.
Peradaban pengetahuan kita saat ini dikuasai Barat dengan dinamika penemuan teknologi dan ilmu yang terus dikembangkan. Sementara anak-anak muslim kita selalu disibukkan dengan urusan politik dan pertentangan politik. Itu layaknya kondisi di Timur Tengah yang selalu disibukkan dengan perebutan politik kekuasaan, mudah diintervensi asing dan tidak mempunyai waktu yang cukup mengembangkan pengetahuan dan teknologi.
Jadi, jika kita jauh ketinggalan dengan dunia Barat bukan karena sistem politik yang ada tidak mendukung. Tetapi energi umat Islam saat ini hanya berbusa-busa dalam politik dan terkadang harus bertikai dengan sesama muslim.
Kita menjadi lupa mendidik kader handal dalam berbagai ilmu pengetahuan. Seolah kita hanya mau mendidik anak-anak militan yang selalu siap perang. Seolah-olah Islam sudah terkepung dari berbagai penjuru sehingga perlu kader handal dalam politik kekuasaan. Anak-anak muda muslim selalu didoktrin tentang peta politik dan impian membangun politik kekuasaan masa lalu.
Mari luruskan kembali tugas membangun umat dan peradaban Islam. Jangan selalu cekoki anak-anak muda muslim dengan berbagai politik aliran dan gairah politik kekuasaan. Kembangkan keahlian dan kreatifitas kader muda muslim dalam berbagai bidang. Munculkan kader-kader muslim yang handal dalam berbagai bidang yang dijiwai dengan keimanan yang kuat, konsisten dalam ibadah dan berperangai akhlak yang mulia.
Perbuatan buruk akan diganjar dosa berlipat ganda jika dilakukan di Makkah.
Oleh FUJI EP
Ibadah umrah di Tanah Suci kian populer di tengah masyarakat Indonesia. Terlebih, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mempermudah baik akses imigrasi, transportasi maupun akomodasi bagi mereka yang ingin berangkat umrah. Faktor lainnya, lamanya antrean haji membuat masyarakat memilih umrah sebagai alternatif.
Jamaah melaksanakan rangkaian ibadah umrah di Makkah al-Mukarramah yang artinya Makkah kota yang mulia. Makkah juga disebut sebagai Tanah Haram atau Tanah Suci.
Ibadah yang dilakukan di Tanah Suci dilipatgandakan pahalanya. Hal itu merujuk pada hadis yang disampaikan Abdullah bin Zubair bin Awwam yang juga dikenal sebagai Ibnu Zubair Radhiyallahuanhu.
Shalat di Masjidil Haram lebih utama dibanding shalat di masjidku dengan kelipatan pahala 100 ribu shalat
HR IMAM AHMAD
Rasulullah SAW bersabda, “Shalat di Masjidku (Masjid Nabawi di Madinah) ini lebih utama dibanding seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram (di Makkah). Sedangkan, shalat di Masjidil Haram lebih utama dibanding shalat di masjidku dengan kelipatan pahala 100 ribu shalat” (HR Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Jika ibadah yang dikerjakan di Tanah Suci dilipatgandakan pahalanya, lantas bagaimana perbuatan maksiat atau dosa yang dilakukan di Tanah Suci? Apakah dosanya akan berlipat ganda sebagaimana pahalanya berlipat ganda saat melakukan amal ibadah yang baik?
Menjawab pertanyaan tersebut, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi an-Naysaburi al-Faqih ash-Shufi asy-Syafi’i al-Asy’ari yang dikenal sebagai Imam al-Ghazali dalam kitab Asrar al-Haj menjelaskan bahwa para ulama mengatakan bahwa tinggal lama di Makkah (Tanah Suci) bagi jamaah haji merupakan tindakan yang makruh.
Alasan dihukumi makruh karena khawatir muncul kebosanan atau perasaan nyaman dengan Baitullah. Perasaan semacam itu boleh jadi akan berdampak pada hilangnya bentuk penghormatan kepada Baitullah.
Alasan lainnya, ditakutkan berbuat kesalahan dan dosa di Makkah (Tanah Suci). Hal itu dilarang karena akan menimbulkan kemurkaan Allah SWT karena betapa mulianya Tanah Suci. Ibnu Mas’ud berkata, “Tidak ada satu pun negeri, kecuali di Makkah, di mana seorang disiksa hanya berdasarkan niat buruknya dan belum sempat melakukannya.”
Kemudian Ibnu Mas’ud membaca surah al-Hajj ayat 25.
“Sesungguhnya orang-orang yang kufur dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan (dari) Masjidil Haram yang telah Kami jadikan (terbuka) untuk semua manusia, baik yang bermukim di sana maupun yang datang dari luar (akan mendapatkan siksa yang sangat pedih). Siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya pasti akan Kami jadikan dia merasakan sebagian siksa yang pedih.”
Maksudnya, orang mendapatkan siksa meski hanya sekadar berkehendak. Dikatakan bahwa keburukan akan dilipatgandakan dosanya jika dilakukan di Makkah, sebagaimana kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya. Para ulama menghukumi makruh berlama-lama tinggal di Tanah Suci karena khawatir manusia akan lupa dan berbuat dosa. Namun, jika manusia tersebut tidak lupa dan tidak berbuat dosa serta bisa memenuhi hak-hak Tanah Suci, ia tetap bisa mendapatkan keutamaan saat tinggal di Tanah Suci.
Meski jamaah dimakruhkan untuk berlama-lama di Tanah Suci, mereka tak perlu khawatir akan kehilangan panen pahala. Faktanya, ada amal ibadah yang bila dikerjakan oleh seorang Muslim maka diganjar dengan pahala seperti ibadah umrah dan haji. Hal itu berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Abu Umamah RA.
“Siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci menuju (untuk melaksanakan) shalat wajib maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji yang sedang ihram. Siapa yang keluar untuk shalat sunah Dhuha, yang dia tidak melakukannya kecuali karena itu, maka pahalanya (setara dengan) orang yang berumrah. Adapun menunggu shalat hingga datang waktu shalat lainnya, tidak melakukan perkara sia-sia antara keduanya, maka pahalanya ditulis di ‘illiyyin (kitab catatan amal orang-orang saleh)” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Dalam hadis ini Rasulullah SAW memberikan petunjuk tentang keutamaan pergi ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah dan menjelaskan pahala yang disiapkan bagi mereka yang terbiasa pergi ke sana. Bersuci maksudnya ialah dalam keadaan wudhu dan suci dari hadas kecil maupun besar. Jika itu dilakukan, pergi ke masjid untuk shalat berjamaah, maka pahalanya seperti jamaah haji yang sedang ihram.
Keadaan suci saat shalat ibarat memasuki ihram saat ibadah haji karena dengan ihramlah pahala haji menjadi sempurna
Keadaan suci saat shalat ibarat memasuki ihram saat ibadah haji karena dengan ihramlah pahala haji menjadi sempurna. Begitu pula dengan orang yang keluar untuk mendirikan shalat. Jika dia bersuci maka pahala shalatnya jadi sempurna. Adapun orang yang berjalan dengan niat murni untuk melaksanakan shalat Dhuha maka dia diganjar pahala yang setara dengan ibadah umrah.
Sedangkan, menunggu shalat sampai tiba waktu shalat berikutnya dan tidak melakukan sesuatu yang sia-sia di antara keduanya, maksudnya adalah tidak ada satu pun urusan duniawi mengalihkan perhatiannya kecuali berzikir dan berdoa.
Pahala yang tertulis di ‘illiyin adalah ketika seorang Muslim selesai melaksanakan shalat di masjid lalu dia tidak pergi keluar dan tetap berada di masjid untuk menunggu waktu shalat berikutnya dan tidak melakukan perbuatan batil selama rentang waktu tersebut. Adapun ‘illiyyin, malaikat naik ke ‘illiyyin untuk memuliakan orang-orang yang beriman atas amal saleh mereka. Pada dasarnya, hadis tersebut memerintahkan setiap Muslim untuk selalu dekat dengan masjid, dan shalat berjamaah di masjid.