Tuhanku Pasti Akan Memberi Jalan!

Kali ini kita akan mengenang sebuah kalimat yang di ucapkan oleh Nabi Musa as dan di abadikan di dalam Al-Qur’an Al-Karim dalam Firman-Nya :

قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهۡدِينِ

Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS.Asy-Syu’ara:62)

Kata-kata ini di ucapkan oleh Nabi Musa as ketika beliau bersama pengikutnya terjepit antara lautan yang ganas dihadapannya dan kejaran Fir’aun beserta pasukan dibelakangnya.

Kata-kata ini beliau ucapkan dalam keadaan sangat yakin dan percaya mutlak bahwa Allah Swt pasti akan membimbing beliau menuju jalan keselamatan.

Kata-kata ini terucap dari lisan Nabi Musa as sementara mata hati beliau memandang dengan gamblang janji Allah Swt tentang pertolongan dan kebersamaan Allah dengannya.

قَالَ لَا تَخَافَآۖ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسۡمَعُ وَأَرَىٰ

Dia (Allah) berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (QS.Tha-Ha:46)

Dan terbukti, janji Allah Swt datang saat itu juga dengan perantara satu pukulan tongkat Nabi Musa as yang membelah lautan dan menyelamatkan beliau beserta para pengikutnya dan menenggelamkan Fir’aun beserta seluruh bala tentaranya.

قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهۡدِينِ

Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS.Asy-Syu’ara:62)

Katakan Tidak ! Selama ada Allah, maka tidak perlu lagi rasa takut, yang ada hanyalah ketenangan.

Katakan Tidak ! Tidak ada kata mundur, teruslah bergerak maju karena dihadapanmu hanya ada dua pilihan. Yaitu keselamatan dan kemenangan atau kemuliaan syahid di jalan Allah.

قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهۡدِينِ

Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS.Asy-Syu’ara:62)

Nabi Musa as mengucapkan kalimat ini dengan keyakinan yang total dan kita pun harus selalu mengucapkan slogan ini dalam menghadapi situasi apapun !
Disaat masalah menghimpit dan kesedian memuncak…
Disaat musuh merongrong dan ketakutan meledak…
Disaat kemiskinan, rasa lapar dan rasa takut mendesak…
Disaat rasa sakit dan musibah menimpa…
Disaat rasa putus asa dan kegelisahan mulai tiba…
Disaat seakan engkau sudah tak memiliki kekuatan dan kesempatan untuk mencari jalan keluar…
Disaat hatimu merasa begitu sempit dan terasa sesak di dada…
Katakanlah dengan lantang !

قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهۡدِينِ

Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS.Asy-Syu’ara:62)

Bukankah Allah Swt telah berjanji akan mendatangkan pertolongan dan jalan keluar bagi orang-orang yang beriman?

Tidakkah engkau percaya kepada Dzat yang telah menjagamu sejak engkau berada dalam perut ibumu dan engkau tak memiliki kemampuan apa-apa?

Angkat kepalamu, bunuh rasa putus asa di hatimu dan berjalan lah maju. Karena pertolongan Allah Swt telah menanti di depanmu !

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH AL QURAN

Tetap Perhatikan Protokol Kesehatan Covid19

Wabah covid19 memang membuat beberapa pejabat pusing, memilih antara kesehatan atau ekonomi. Beberapa pejabat ada yang “defense mechanisms” nya dengan menolak fakta-fakta covid19, seperti presiden brazil yang tidak mau memakai masker, akhrinya presiden brazil positif covid19

Demikian juga keadaan rakyatnya sekarang yang angka kematian sudah di atas 100.000

Beberapa pejabat bisa berpikir jernih dan bijak, tetap menggerakkan ekonomi dengan memperhatikan protokol kesehatan

Silahkan anda beraktifitas terutama untuk mencari nafkah utama dan tetap memperhatikan protokol kesehatan

Jangan layani debat dan pedulikan pecinta konspriasi yang ujung-ujungnya meremehkan protokol kesehatan bahkan menghina dan menuduh tenaga kesehatan dengan tuduhan membisniskan covid19 dll

Fakta dan kenyataan covid19 semakin nyata dengan bertambahnya kasus, banyak korban meninggal dari pejabat, artis bahkan keluarga ustadz dll

Semoga Indonesia baik-baik saja. Aamiin

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen (Petugas Lab Covid19)

Artikel www.muslimafiyah.com

Mari Berlomba Meraih Shaf Pertama

Shalat berjamaah adalah ibadah yang sangat agung. Tentunya seseorang berharap akan mendapat pahala yang maksimal dalam melaksanakan ibadah ini. Salah satu yang penting untuk diperhatikan adalah berusaha untuk berada di shaf pertama. Terdapat keutamaan tersendiri bagi orang yang berada di barisan pertama dalam shalat berjamaah.

Keutamaan Shaf Pertama

Terdapat dalil-dali yang menunjukkan keutamaan shaf pertama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصُّفُوْفِ اْلأُوَلِ

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang shalat di shaf pertama.” (H.R Abu Dawud, shahih)
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إلاَّ أنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا

“Seandainya manusia mengetahui keutamaan yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidaklah akan medapatkannya kecuali dengan diundi, niscaya pasti mereka akan mengundinya.“ (H.R Muslim)

Hadits ini menunjukkan adanya keutamaan dan pahala khusus pada shaf pertama, dan bolehnya undian untuk mendapatkannya jika diperlukan. 

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

خيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا ، وَشَرُّهَا آخِرُهَا ، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا ، وَشَرُّهَا أوَّلُهَا

Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling jelek adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shaf bagi wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling jelek adalah yang paling depan.“ (H.R Muslim)

Hadits ini menunjukkan keutamaan shaf pertama bagi laki-laki. Hal ini juga menunjukkan bahwa amal itu bertingkat-tingat yang sekaligus juga menunjukkan bahwa pelaku amal bertingkat-tingkat. 

Imam An Nawawi rahimahullah menjelasakan bahwa shaf yang jelek pada laki-laki maupun wanita artinya sedikit pahala dan keutamaanya, karena berada pada posisi yang semakin jauh dari yang diperintahkan syariat. Adapun yang dimaksud dimaksud shaf pertama adalah shaf yang berada di belakang imam, baik orang itu datang ke masjid di awal waktu maupun datang belakangan. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa patokan shaf pertama adalah ditinjau dari awal kedatangannya ke masjid meskipun dia shalat di barisan belakang, maka ini tidak tepat. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

Catatan

Kondisi shaf wanita yang paling baik adalah di belakang, ini berlaku ketika para wanita shalat berjamaah bersama-sama di belakang shaf laki-laki. Adapun jika wanita shalat di belakang imam wanita, atau shalat di belakang imam laki-laki namun terpisah dari jamaah laki-laki di tempat tersendiri, maka yang terbaik adalah shaf yang terdepan. Hal ini berdasarkan keumuman hadits yang menunjukkan keutamaan shaf pertama. (Lihat Shahiih Fiqh Sunnah)

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan bahwa shaf terbaik bagi wanita adalah yang paling belakang. Hal ini disebabkan karena posisinya berada paling jauh dari barisan jamaah laki-laki. Berdasarkan alasan ini, maka seandainya para wanita shalat berjamaah di tempat khusus yang terpisah dari laki-laki, maka kita katakan bahwa sebaik-baik shaf wanita adalah yang di depan dan yang paling jelek adalah yang paling belakang. Demikian pula jika para wanita shalat bersama laki-laki namun terdapat pembatas yang memisahkan antara shaf wanita dan shaf laki-laki. (At Ta’liiq ‘alaa Shahih Muslim)     

Bahaya Kebiasaan Berada di Shaf Belakang 

Shaf laki-laki dalam shalat jamaah semakin di depan maka semakin baik dan utama. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda mengingatkan kepada salah seorang sahabat yang datang akhir dan berada di shaf belakang :

  لا يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمْ اللَّهُ

“Orang-orang yang terbiasa mengakhirkan hadir ketika shalat jamaah, niscaya Allah akan mengakhirkan urusan mereka “ (H.R Muslim)

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan yang dimaksud dalam hadits ini adalah orang-orang yang datang akhir sehingga tidak mendapat shaf pertama maka Allah pun akan mengakhirkan bagi orang tersebut rahmat-Nya, kemuliaan dan keutamaan, ketinggian kedudukan, ilmu yang bermanfaat, dan kebaikan lainnya. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengingatkan bahwa dalam hadits ini terdapat ancaman dari Nabi tentang bahaya mengakhirkan datang ke masjid. Apabila seseorang mengakhirkan dari shaf pertama, kedua, dan ketiga, maka Allah pun akan menghukum hatinya dengan menyukai mengakhirkan amal-amal shalih yang lainnya –wal ‘iyadzubillah-. Maka berusahalah untuk berada di barisan shaf terdepan ketika shalat berjamaah. (Lihat Syarh Rhiyadis Shaalihiin)

Oleh karena itu tidak selayakanya seseorang mempunyai kebiasaan mengakhirkan datang ke masjid sehingga malas berusaha untuk mendapat shaf pertama dalam shalat berjamaah. 

Tambahan Berbagai Kebaikan 

Dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan shaf pertama berarti juga menunjukkan dianjurkannya untuk bersegara ke masjid agar bisa mendapat shaf pertama. Setiap amalan kebaikan akan berbuah amal kebaikan yang lain. Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan shaf pertama tentu akan bersegera untuk menuju masjid. Dengan demikian menyebabkan dia akan berkesempatan untuk mendapatkan amalan kebaikan yang lain, di antaranya :

  1. Melaksanakan shalat sunnah baik shalat tahiyatul masjid atauapun shalat rawatib.
  2. Mendapat kesempatan waktu mustajab berdoa antara adzan dan iqomat
  3. Mendapat kesempatan takbiratul ihram bersama imam. 

Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan shaf awal dengan bersegera menuju masjid, maka dirinya pun akan berkesempatan untuk mendapatkan pahala semisal amalan di atas atau amal-amal kebaikan yang lain. 

Dalam Urusan Kebaikan Harus Berlomba-Lomba

Berada dalam shaf pertama jelas merupakan kebaikan dan keutamaan. Setiap orang mempunyai kesempatan dan hak yang sama untuk mendapatkannya. Semestinya seseorang dalam hal ini berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dia berusaha untuk datang awal di masjid agar bisa meraihnya. Inilah di antara bentuk bersegera dalam kebaikan. Allah Ta’ala berfirman :

فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.“ (Al Maidah :48)

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.“ (Al Imran : 133)

Sayangnya sebagain orang justru meremehkan kebaikan ini. Sebagian orang menunda-nuda untuk pergi ke masjid tanpa alasan yang dibenarkan. Ada pula yang  datang awal ke masjid, namun ia merasa cukup di barisan belakang shaf shalat dan merelakan orang lain untuk berada di shaf depan. Ini adalaha tindakan yang tidak tepat. Dalam perkara kebaikan akhirat, semestinya seseorang berusaha untuk bersegera mendapatkan yang terbaik. 

Semoga bermanfaat. Menjadi pengingat bagi kita dan memotivasi bagi kita untuk bersemangat dalam melaksanakan shalat berjamaah dan mendapat keutamaan shaf pertama.

Penulis : Adika Mianoki

Artikel: Muslim.or.id

Jangan Pernah Memastikan Apa yang Akan Kau Lakukan Besok!

Masih dalam seri 5 menit lebih dekat bersama Rasulullah saw di bulan kelahiran beliau.

Seri Kelima adalah jangan pernah memastikan bahwa “Besok aku akan melakukan ini dan itu…” tanpa menghubungkannya dengan Allah dengan ucapan “Insya Allah”.

Allah swt berfirman,

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا – إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ

Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi, kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” (QS.Al-Kahfi:23)

Inilah salah satu didikan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw.

Jangan pernah memastikan apa yang akan terjadi di hari esok. Karena manusia tidak mampu menentukan apa yang akan ia lakukan esok hari, bahkan seesaat setelah ini pun ia tak mampu memastikannya.

Hari esok adalah milik Allah. Kita hanya bisa merencanakan, namun ketentuan hanya di tangan Allah swt.

Bukankah Allah berfirman,

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا

“Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok.” (QS.Luqman:34)

Karenanya, ketika kita ingin berjanji atau berencana melakukan sesuatu di esok hari, jangan pernah lupa bahwa semua itu bergantung pada ketentuan dan kehendak-Nya. Jangan pernah lepas dari ucapan “Insya Allah”.

Apabila Allah tidak berkehendak, sematang apapun rencana kita, sebaik apapun kemampuan kita dan sekuat apapun persiapan yang telah dipersiapkan, semua tidak akan terjadi. Karena Allah swt berfirman,

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS.At-Takwir:29)

Jangan pernah mengumbar janji dan jangan pernah memastikan apa yang akan terjadi besok, kecuali kembalikan semuanya kepada Allah.

Dengan ungkapan ini pula kita mengakui kelemahan diri kita dihadapan Allah swt yang menentukan segalanya. Dan kita tidak menjadi orang yang congkak dengan merasa bahwa segalanya berada ditangan kita.

KHAZANAH ALQURAN

Natalia Iriani, Temukan Hidayah Usai Kaji Mendalam Alkitab

Natalia Iriani menemukan hidayah Islam usah mengkaji Alkitab.

Natalia Iriani, perempuan asal Malang Jawa Timur ini mengisahkan kegelisahan hatinya ketika dia berusaha mencari kebenaran dari kitab suci yang selama ini diyakininya. 

“Dulu saya masuk Islam bukan karena Alquran, tetapi karena Alkitab. Saya enggak pernah baca buku tentang Islam juga, enggak pernah nonton acara-acara Islam atau ceramah-ceramah ustadz, apalagi tentang perbandingan agama. Itu enggak pernah belajar,” ujar dia dalam video Youtube yang telah dikonfirmasi Republika.co.id, beberapa hari lalu.

Natalia bahkan mengaku bahwa awalnya dia tidak suka pada Islam. Mendengar adzan saja membuat hatinya terasa kurang nyaman. Dia akan langsung mematikan televisi ketika secara tidak sengaja menjumpai tayangan adzan atau ceramah keagamaan Islam.  

Dahulu, Natalia berusaha sebisa mungkin untuk menghindari hal-hal yang berhubungan dengan Islam. Orang tuanya juga kala itu cenderung mengamini stigma bahwa Islam bukanlah agama yang benar. “Bahkan, keluarga juga wantiwanti saya untuk jangan jadi seperti kakak saya yang dekat dengan orang Islam, menikah, dan menjadi mualaf,” ujar dia.  

Ketika Natalia semakin mendalami kitab suci agamanya yang dulu, dia menemukan hal yang membuatnya tercengang, yaitu bahwa Tuhan ternyata Esa. Natalia tentu bukanlah orang yang tak paham dengan agamanya di masa lalu.  

Ibunya yang dahulu sebenarnya seorang Muslimah pun ikut memeluk agama sang ayah. Namun, Natalia tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Semakin dia mempelajari kitab suci agamanya yang dulu, semakin dia merasa ragu terhadap apa yang diajarkan orang-orang di sekitarnya selama ini. 

Natalia sebenarnya telah merasakan keraguan batin tentang kepercayaan yang dipeluknya. Krisis itu dialaminya setidaknya sejak duduk di bangku sekolah. Dahulu, Natalia sangat menggemari kisah-kisah tentang Nabi Isa. Keimanannya bahkan semakin kuat karena sering melihat ayahnya melayani masyarakat dengan sepenuh hati. 

Akan tetapi, semakin dia mendalami cerita tentang nabi berjuluk al-Masih itu, semakin dia merasa ragu dengan agamanya kala itu. Ketika itu, Natalia memiliki beberapa teman Muslim. Dia telah mengetahui bahwa Tuhan dalam kitab sucinya dan Tuhan dalam Islam memiliki nama yang sama, yaitu Allah. Hanya saja, pelafalannya mungkin berbeda.

Natalia tidak berhenti mencari jawaban atas keraguannya. Dia kemudian melakukan penelitian dengan menguji apakah ajaran pendeta telah sesuai dengan isi kitab suci. Namun, dari semua pendeta yang ditemuinya, tidak ada yang membenarkan pernyataan dalam kitab suci bahwa Isa adalah utusan Tuhan. 

Natalia berprinsip bahwa agama itu benar jika isi kitab suci keseluruhan benar karena kitab suci berisi firman Tuhan. Bagi dia, firman Tuhan tidak pernah salah. Jika isi kitab suci saling bertentangan dan salah, kitab itu sudah diubah melalui campur tangan manusia. 

“Kedua setiap ayat Alquran itu saling mendukung dan tidak boleh bertentangan. Misalnya, di satu ayat tentang melarang sesuatu, kemudian di ayat selanjutnya jangan sampai membolehkan sesuatu yang dilarang sebelumnya,”ujar dia. Kemudian, dia bersahabat dengan teman Muslim lainnya. 

Saking dekatnya, dia sering berdiskusi mengenai kitab suci agama mereka masing-masing. Hal ini juga yang membuatnya lebih mengenal dan mendalami Bibel serta Alquran. Ternyata benar, ada 12 ayat yang ditemukannya di Bibel saling bertolak belakang. Namun, hal ini dianggap waktu itu masih dalam batas kewajaran.

Sebab, perbedaan latar belakang, waktu, bahasa dan tempat penulisan diakui ada. Bagaimanapun, jawaban sebatas itu tidak serta merta menghilangkan keraguannya. Dia yakin betul, seharusnya kitab suci meski dengan latar belakang tempat, bahasa, dan waktu penulisan yang berbeda berisikan hal yang tidak kontradiktif. Sebab, sumbernya satu dan sama saja, yaitu firman Ilahi. 

Dari sanalah, dia tidak hanya mulai meragukan ajaran pendeta. Kini, dia mulai merenungkan kembali ihwal kebenaran pada isi kitab sucinya. Untuk itu, Natalia pada saat itu terus mencoba untuk meneliti isi kitab suci.  

“Sampai-sampai saya menangis dan berdoa untuk menemukan kebe naran dan meyakini Tuhan itu satu, yakni Tuhan semesta alam yang harus disembah. Namun saat itu saya bingung Tuhan mana yang harus saya sembah, apakah Tuhan yang saya sembah itu sudah benar atau menyembah Tuhan yang salah?” tutur dia. 

Saat itu dia berdoa meminta ampun kepada Tuhan karena keraguannya, karena dia tidak tahu dan salah telah menghambakan diri. Karena dia meyakini bahwa dia menghambakan dii kepada Tuhan semesta alam dan eminta untuk ditunjukkan kebenarannya. Setelah berdoa, anehnya ayahnya kemudian menunjukkan ayat kitab suci yang menunjukkan Isa adalah tuhan. Di situ keraguan dia sempat agak berkurang.  

Beberapa hari kemudian, Natalia mendiskusikan temuannya itu bersa ma dengan kawannya yang Muslim. Dia lantas mendapatkan pertanyaan kembali. Apakah kitab aslinya menyebutkan hal yang sama? Setelah dia mencari di kitab suci yang sama, tetapi dengan bahasa aslinya, ternyata Nabi Isa ditegaskan tidaklah mengaku sebagai Tuhan. Sosok al-Masih menegaskan dirinya sebagai guru dan bapak (junjungan), yang dalam bahasa Ibrani diistilahkan sebagai kurios.

Akhirnya, hatinya mulai mantap. Dia telah menyadari betul, kebenaran datang dari Islam yang secara tegas menyatakan Nabi Isa AS hanyalah utusan-Nya, tidak pernah mengakuaku sebagai tuhan. Dengan penuh kesadaran, Natalia menerima ini sebagai fakta, dan langkah awal baginya untuk menemukan pijakan yang lebih teguh.  

Kepada kawannya, perempuan itu menyampaikan niat ingin menjadi seorang Muslim. Betapa gembira temannya itu saat mendengarkan curahan hati (curhat) Natalia.

Termasuk ketika dikatakannya, bahwa tidak ada satu pun ayat dalam kitab sucinya dahulu yang menyebutkan Nabi Isa AS sebagai tuhan. Padahal, lagi-lagi dirinya berkata gamblang, kitab suci seharusnya 100 persen benar, tidak saling kontra diktif dalam isinya. Untuk itulah, lanjut Natalia, dirinya mengakui kebenaran Alquran. Dan, dia ingin menjadi umat Nabi Muhammad SAW.

Hari yang bersejarah dalam kehidupannya terjadi pada 7 Oktober 2016. Dengan ditemani kawannya, dia mendatangi kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Malang Jawa Timur. 

Di hadapan para ustadz dan ulama setempat, Natalia menyatakan ingin memeluk Islam. Mereka pun membimbingnya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. Sesudah itu, hati Natalia bagaikan lepas dari beban berat. dIa merasa lega dan sangat bersyukur karenanya.  

KHAZANAH REPUBLIKA


Mengapa Dinamakan Bulan Muharram?

Muharram atau yang dikenal masyarakat jawa dengan sebutan bulan Suro, adalah salah satu dari empat bulan suci dalam Islam, ada Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharram dan Rajab. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ta’ala,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram” (QS. At Taubah : 36).

Diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Bakroh, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Satu tahun ada 12 bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan haram (suci), tiga diantaranya beurutan, yaitu , Dzulhijah dan Muharram. Kemudian Rajab Mudhar yang diapit bulan Jumada (al akhir) dan Sya’ban” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bulan ini juga terpilih menjadi bulan pertama dalam kalender hijriyah, setelah sahabat Umar bin Khathab pada tahun ke 16 Hijriyah selaku khalifah pada saat itu, bermusyawarah dengan para pemuka sahabat. Kemudian diputuskanlah bulan Muharom sebagai bulan pembuka untuk kalender hijriyah. Alasan memilih bulan ini sebagai bulan pertama dalam penanggalan hijriyah karena pada bulan inilah muncul tekad/azam untuk berhijrah ke kota Madinah. Sebagaimana diterangkan Ibnu Hajar –rahimahullah– dalam Fathul Bari (7/335).

Begitu mulianya bulan ini sampai Nabi menyebutnya sebagai Syahrullah (bulan Allah),

فْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Seutama-utama puasa setelah Ramadlan ialah puasa di bulan Allah yakni bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardlu, ialah shalat malam” (HR. Muslim).

Lantas mengapa bulan suci ini dinamai Muharram?

Ada dua pendapat yang menjelaskan alasan penamaan bulan ini :

Pertama, dinamakan Muharram dari kata haram yang maknanya adalah larangan, sebagai penegasan terhadap keharaman berperang di bulan ini. Karena dahulu orang-orang Arab mengubah-ubah urutan bulan ini, mereka menghalalkan perang pada suatu tahun kemudian mengharamkan pada tahun berikutnya.

Kedua, dinamakan Muharram karena bulan ini termasuk salah satu dari empat asyhur al hurum (Bulan-bulan haram) yang disinggung dalam surat At Taubah ayat 36 di atas. Imam Ibnu Katsir –rahimahullah– menyatakan,

ذَكَرَ الشَّيْخُ عَلَمُ الدِّينِ السَّخَاوِيُّ فِي جُزْءٍ جَمَعَهُ سَمَّاهُ «الْمَشْهُورُ فِي أَسْمَاءِ الْأَيَّامِ وَالشُّهُورِ » أَنَّ الْمُحَرَّمَ سُمِّيَ بِذَلِكَ لِكَوْنِهِ شَهْرًا مُحَرَّمًا، وَعِنْدِي أَنَّهُ سُمِّيَ بِذَلِكَ تَأْكِيدًا لِتَحْرِيمِهِ ؛ لِأَنَّ الْعَرَبَ كَانَتْ تَتَقَلَّبُ بِهِ فَتُحِلُّهُ عَامًا وَتُحَرِّمُهُ عَامًا

“Syaikh Alamuddin As Sakhowi menyebutkan dalam salah satu jilid karya yang beliau kumpulkan, yang beliau beri judul al masyhur fi asma-i al ayyam wa asy-syuhur, bahwa dinamakan Muharram karena bulan ini termasuk bulan haram. Adapun menurutku, dinamai Muharom sebagai penekanan terhadap keharaman berperang di bulan tersebut. Karena kaum Arab dahulu mengubah-ubah urutan bulan ini, mereka menghalalkan perang di suatu tahun lalu mengharamkan di tahun berikutnya” (Tafsir Ibnu Katsir 4/146).

Damikian, semoga tulisan ringkas ini memberikan manfaat. Washallallahu ‘ala nabiyyina muhammad wa aalihi washahbihi wa sallam.

***

Madinah An Nabawiyyah, 3 Muharom 1437
Ditulis oleh Ahmad Anshori

Artikel Muslim.or.id

Hukum “Membooking” Tempat di Masjid (Bag. 2)

Tidak mau merapatkan shaf 

Orang-orang yang membooking tempat tersebut, lebih-lebih ini kita saksikan di masjidil haram, jika mereka melihat shaf di depan atau di samping mereka ada celah, mereka tidak mau bergeser untuk merapatkannya. Hal ini karena mereka tidak mau kehilangan tempat yang telah dia “kuasai” tersebut. Mereka juga tidak mau merapatkan shaf, bahkan mereka meminta orang di sebelahnya untuk merapat, agar dia tidak bergeser dari tempatnya. Perbuatan semacam ini bertentangan dengan dalil-dalil syariat yang menuntunkan untuk merapatkan dan meluruskan shaf. 

Adapun orang yang sudah berada di masjid, lalu dia menempatkan tongkat atau sajadah di shaf bagian depan, kemudian dia shalat di tempat lain agar bisa bersandar ke tiang (sehingga bisa shalat lebih lama) atau untuk mengulang hapalan Al-Qur’an, atau karena yang lainnya, maka hal ini diperbolehkan. Namun dengan syarat dia tidak melangkahi pundak-pundak jamaah lain ketika kembali lagi ke shaf depan tersebut dan tidak mengganggu jamaah lain. Meskipun yang lebih utama adalah meninggalkan perbuatan tersebut, ketika dia mendapatkan tempat yang masih longgar (sehingga tidak perlu melangkahi pundak jamaah lainnya, pent.).” (Lihat Al-Fataawa As-Sa’diyyah, hal. 186)

Jika sudah hadir ke masjid, namun harus keluar sebentar karena batal wudhu atau keperluan lainnya

Siapa saja yang sudah hadir ke masjid dengan niat menunggu waktu shalat jamaah ditegakkan, kemudian ada keperluan sehingga dia harus keluar (misalnya, karena batal wudhu), maka tidak masalah jika dia ingin meletakkan tongkat, sajadah, atau penanda lainnya, dengan maksud agar orang lain tidak menempati tempat tersebut sampai dia kembali dari keperluannya tersebut. Ketika dia kembali dari keperluannya, dia lebih berhak atas tempat tersebut. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ مِنْ مَجْلِسِهِ، ثُمَّ رَجَعَ إِلَيْهِ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ

“Siapa saja di antara kalian yang berdiri dari tempat duduknya kemudian kembali lagi, maka dia lebih berhak atas tempat tersebut.” (HR. Muslim no. 2179 dan Abu Dawud no. 4853)

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan,

قال أصحابنا هذا الحديث فيمن جلس في موضع من المسجد أو غيره لصلاة مثلا ثم فارقه ليعود بأن فارقه ليتوضأ أو يقضي شغلا يسيرا ثم يعود لم يبطل اختصاصه بل إذا رجع فهو أحق به في تلك الصلاة فإن كان قد قعد فيه غيره فله أن يقيمه وعلى القاعد أن يفارقه لهذا الحديث هذا هو الصحيح عند أصحابنا وأنه يجب على من قعد فيه مفارقته اذا رجع الأول وقال بعض العلماء هذا مستحب ولايجب وهو مذهب مالك والصواب الأول

“Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan, “Ini berkaitan dengan hak seseorang yang sudah duduk di masjid atau tempat lainnya, untuk shalat misalnya. Kemudian dia pergi (sebentar) untuk kembali lagi ke tempat tersebut, seperti karena dia ingin berwudhu atau karena keperluan ringan lainnya, dengan maksud kembali lagi ke tempat tersebut. Kepergiannya itu tidaklah menghilangkan haknya atas tempat tersebut. Bahkan, ketika dia kembali lagi, dia lebih berhak atas tempat tersebut. Jika ada orang lain yang menempatinya, orang yang pertama tersebut boleh untuk meminta orang lain yang menduduki tempatnya untuk berdiri (pindah). Orang lain yang menduduki tempat tersebut hendaknya pindah tempat. Inilah pendapat yang shahih menurut madzhab kami (madzhab Syafi’i), bahwa orang yang datang belakangan tersebut wajib (harus) pindah tempat ketika orang yang pertama datang kembali. Sebagian ulama mengatakan bahwa orang kedua tersebut hanya dianjurkan pindah, tidak wajib pindah. Inilah madzhab Imam Malik. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama (bahwa orang kedua yang datang belakangan tersebut harus berpindah tempat).” 

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah juga mengatakan,

قال أصحابنا ولافرق بين أن يقوم منه ويترك فيه سجادة ونحوها أم لا

“Tidak ada perbedaan apakah orang tersebut pergi sebentar dan meninggalkan sajadah atau semacamnya (sebagai tanda) ataukah tidak. Wallahu a’lam.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 412)

Orang yang sudah hadir di masjid dan sudah menempati tempat tertentu di masjid, tidak boleh diminta berpindah tanpa alasan yang dibenarkan

Siapa saja yang sudah hadir di masjid dan menempati tempat (posisi) tertentu di masjid, maka dia lebih berhak atas tempat tersebut. Tidak boleh atas orang lain untuk mengusir atau memintanya pindah tempat tanpa alasan, baik orang yang sudah hadir tersebut adalah orang yang mulia atau orang biasa, baik anak kecil atau orang dewasa, tidak boleh diminta pindah tanpa alasan. Kecuali jika keberadaan dia di situ mengganggu orang lain, misalnya dia merokok, atau memiliki bau tidak enak karena makan bawang, maka boleh untuk dikeluarkan dari masjid, sebagaimana telah berlalu pembahasan tentang masalah ini [1]

Terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَقْعَدِهِ، ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وَتَوَسَّعُوا

“Janganlah kamu menyuruh saudaramu berdiri dari tempat duduknya, lalu kamu duduk di tempatnya, tetapi katakanlah kepadanya, “Marilah kita lapangkan tempat duduk kita!” (HR. Bukhari no. 5914 dan Muslim no. 2177)

Hadits tersebut khusus berkaitan dengan pertemuan (majelis) yang mubah, lebih-lebih di masjid. 

Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Semua manusia itu sama dalam perkara yang mubah. Siapa saja yang lebih dahulu mendapatkan sesuatu, maka dia yang lebih berhak. Siapa saja yang memiliki hak atas sesuatu, kemudian hak tersebut diambil oleh orang lain tanpa alasan, maka orang lain tersebut telah merampasnya. Sedangkan hukum merampas itu haram.” (Lihat Bahjatun Nufuus, 4: 194 karya Ibnu Abi Jamrah)

Hendaknya orang-orang yang sudah duduk di masjid atau yang lainnya melapangkan tempat dan merapatkan diri satu sama lain sehingga memungkinkan ada celah yang bisa ditempati oleh orang lain yang baru datang. Lebih-lebih jika kita berada di masjidil haram atau di masjid besar lainnya. Hal ini tentunya dengan syarat agar shaf tidak menjadi terlalu rapat sehingga mengganggu kenyamanan dalam ibadah, baik itu ibadah shalat atau ibadah lainnya. Karena tentu saja, orang yang lebih dulu datang ke masjid itu lebih berhak dari orang yang datang belakangan. [2]

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Inilah Hadis Nabi yang Membuat Abu Hurairah Pingsan

Ulama besar kelahiran Khurasan Imam Abu Laits As-Samarqandi (wafat 373 H) dalam Kitab Tanbihul Ghafilin menceritakan kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (RA) yang pingsan saat hendak menyampaikan Hadis Nabi. Kisah ini berkaitan dengan keikhlasan dalam beramal saleh.

Imam Abu Laits mengisahkan cerita yang didapatnya dari beberapa ulama dengan sanad mereka yang langsung dari Uqbah bin Muslim dari Samir Al-Ashbahi. “Ketika masuk di Kota Madinah ia melihat seorang yang dikerumuni orang ramai, lalu bertanya: “Siapakah orang itu?” Orang-orang menjawab: “Itu Abu Hurairah RA”.

Maka saya mendekatinya dan ketika tidak ada lagi keramaian, saya pun bertanya kepadanya: “Saya tuntut engkau demi Allah, ceritakan kepadaku satu Hadis yang telah engkau dengar dan engkau ingat langsung dari Rasullullah SAW“.

Abu Hurairah berkata: “Duduklah, akan saya ceritakan kepadamu Hadis yang saya sendiri mendengar langsung dari Rasullullah yang waktu itu tidak ada orang lain bersama kami.” Kemudian Abu Hurairah menarik nafas panjang lalu pingsan. Setelah tersadar dari pingsan itu dia pun mengusap mukanya sambil berkata: “Aku akan ceritakan HadisRasullullah SAW“.

Kemudian Abu Hurairah menarik nafas yang berat lagi dan kembali pingsan. Agak lama kemudian ia tersadar dan mengusap wajahnya lalu berkata: “Rasullullah SAW bersabda: ‘Apabila hari Kiamat kelak maka Allah Ta’ala akan menghukum di antara semua makhluk dan semua ummat bertekuk lutut.

Yang pertama dipanggil adalah orang yang mengerti Al-Qur’an (ahli Qur’an), orang yang mati fisabilillah, dan orang kaya. Maka Allah Ta’ala menanyakan kepada para ahli Qur’an: “Tidakkah Aku telah memberitahu kamu apa yang Aku turunkan kepada utusan-Ku? Jawab orang itu: “Benar, ya Tuhanku”. “Lalu kau berbuat apa terhadap apa yang telah engkau ketahui itu?” Jawabnya: Saya telah mempelajarinya di waktu malam dan mengerjakannya di waktu siang. Allah berfirman: “Engkau dusta”. Lalu Malaikat juga berkata: “Engkau dusta, kau hanya ingin disebut Qari, ahli dalam Al-Qur’an, dan sudah disebut yang demikian itu.

Lalu dipanggillah orang kaya dan ditanya: “Engkau berbuat apa terhadap harta yang Aku berikan padamu? Jawabnya: “Saya telah menggunakan untuk membantu kaum keluarga dan bersedekah. Allah berfirman: “Engkau dusta. Para Malaikat pun berkata: “Engkau dusta, kau berbuat begitu hanya karena ingin disebut sebagai seorang dermawan dan sudah terkenal demikian”.

Lalu dihadapkanlah orang yang mati berhijad fisabilillah kemudian ditanya: “Kenapa engkau terbunuh?” Jawabnya: “Saya telah berperang untuk menegakkan agama-Mu sehingga terbunuh. Allah Ta’ala berfirman: “Engkau dusta. Malaikat juga berkata: Engkau dusta, kau hanya ingin disebut sebagai seorang pahlawan yang gagah berani dan sudah disebut sedemikian”.

Kemudian Nabi Muhammad SAW memukul lututku (pahaku) sambil bersabda: “Wahai Abu Hurairah, ketiga orang itulah yang pertama-tama dibakar dalam api neraka pada Hari Kiamat.” Kemudian berita itu sampai kepada Mu’awiyah maka ia menangis dan berkata: “Sungguh benar firman Allah Ta’ala dan sabda Rasulullah SAW”. Kemudian ia membaca Surah Hud ayat 15-16 yang berbunyi:

مَنۡ كَانَ يُرِيۡدُ الۡحَيٰوةَ الدُّنۡيَا وَ زِيۡنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيۡهِمۡ اَعۡمَالَهُمۡ فِيۡهَا وَهُمۡ فِيۡهَا لَا يُبۡخَسُوۡنَ(15)‏
اُولٰٓٮِٕكَ الَّذِيۡنَ لَـيۡسَ لَهُمۡ فِىۡ الۡاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ‌ ‌ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوۡا فِيۡهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوۡا يَعۡمَلُوۡنَ(16)

Artinya: Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.

Abdullah bin Haanif Al-Inthoki berkata: “Pada hari Kiamat apabila seseorang mengharap amalnya kepada Allah Ta’ala maka dijawab: “Tidakkah Kami telah membayar kotan pahalamu. Tidakkah Kami telah memberi tempat padamu dalam tiap majlis. Tidakkah Kami telah terangkat sebagai pimpinan/ketua, tidakkah telah Kami permudah jual belimu (yakni selalu dapat potongan harga jika membeli sesuatu) dan seterusnya.

Seorang hakim berkata: “Orang yang ikhlas ialah orang yang menyembunyikan perbuatan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukannya”. Pendapat lain menyebutkan: Puncak ikhlas ialah tidak ingin pujian orang”.

Dzinnun Al-Mishri ketika ditanya: “Kapankah seseorang diketahui termasuk pilihan Allah? Jawabnya: “Jika tidak meninggalkan istirahat dan dapat memberikan apa yang ada, dan tidak menginginkan kedudukan dan tidak mengharapkan pujian atau celaan orang. (Yakni dipuji tidak merasa besar dan dicela tidak merasa kecil).

Demikianlah pesan Hadis yang mengguncang hati dan membuat Abu Hurairah RA pingsan. Ketahuilah bahwa amal yang sedikit namun ikhlas lebih baik daripada amal yang banyak tetapi ingin dipuji orang. Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita orang-orang yang ikhlas dalam beramal.

Wallahu Ta’ala A’lam

KALAM SINDO


Kisah Ibnu Fadlan: Penyebar Islam Di Tanah Viking dan Rusia

Penyebaran Islam di Rusia dan Bulgaria memang tak pernah bisa lepas dari peran Ahmed Ibnu Fadlan. Nama ini memang belum begitu dikenal di kalangan Muslim. Namanya kalah tersoroh misalnya dengan sosok pengelana Ibnu Batutah.

Tetapi catatan saksi mata terpenting tentang orang yang tinggal di wilayah Rus (Akar kata Rusia, Bulgaria, dan sekitarnya) memang tersemat kepada Ahmed ibn Fadlan ini. Jarang mengetahui bila dia  seorang penulis. Tetapi Risalah-nya telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Segmen-segmen utamanya dikutip secara universal dalam buku-buku modern tentang Viking. Dan ini telah  mengilhami novel yang ditulis tahun 1976 karya penulis Michael Crichton berjudul ‘Eaters of the Dead’. Atas dasar novel ini kemudian dibuat film The Thirteenth Warrior oleh Touchstone dan produsen Film Disney.

“Ibnu Fadlan unik dari semua sumber,” kata penulis sejarah Viking, Noonan. “Dia ada di sana, dan Anda dapat melacak jalur persisnya. Dia menjelaskan bagaimana karavan bepergian, bagaimana mereka akan menyeberangi sungai. Dia memberi tahu Anda tentang flora dan fauna di sepanjang jalan. Dia menunjukkan kepada kita dengan tepat bagaimana fungsi perdagangan. Ada tidak ada yang seperti itu. “


Ibnu Fadlan adalah seorang faqih, seorang ahli hukum Islam, yang menjabat sebagai sekretaris delegasi yang dikirim oleh Khalifah al-Muqtadir pada tahun 921 kepada raja Bulgaria. Kala itu  raja ini meminta bantuan untuk membangun benteng dan masjid, serta instruksi pribadi lainnya dalam soal ajaran Islam.

Bulgar adalah cabang suku bahasa Turki yang terbagi oleh Khazar pada abad ketujuh. Satu kelompok bermigrasi ke barat, di mana mereka berasimilasi dengan Slavia. Mereka kemudian mendirikan apa yang menjadi Bulgaria modern hari ini. Pengaruhnya hingga sampai ke sebelah barat Laut Hitam; yang lain berbelok ke utara menuju wilayah Volga tengah, di mana mereka terus marah di bawah kekuasaan Khazar, yang dominasinya atas wilayah Kaukasus utara dan Kaspia menandai batas utara kekuasaan Abbasiyah.

Dalam mencari bantuan dari Baghdad, raja Bulgars mencari aliansi melawan Khazar.

Dia diduga sengaja untuk menghindari tanah Khazar. Akibatnya rombongan khalifah yang hendak ke sana dari Baghdad mengambil rute yang panjang dan memutar ke ibukota Bulgar, melewati timur Laut Kaspia.

Sesampai di sana, Ibn Fadlan yang memberikan dakwah agama kepada raja Bulgar, sehingga membuatnya terkesan sehingga raja memberinya kunya, atau julukan, “al-Siddiq,” “yang jujur”. Julukan kunya ini sama yang pernah diperoleh oleh Abu Bakar, khalifah Islam pertama.



Secara keseluruhan, delegasi dari Bahdad ini menempuh jarak sekitar 4000 kilometer (2500 mil). Dalam Risalahnya, Ibn Fadlan menggambarkan banyak orang yang dia temui, dan kira-kira seperlima merupakan orang Rus.

“Saya belum pernah melihat spesimen manusia dengan fisik yang lebih sempurna, setinggi pohon kurma, pirang dan kemerahan,” tulisnya. “Setiap orang memiliki kapak, pedang, dan pisau dan disimpan setiap olehnya setiap saat.” Pria-pria itu, menurut pengamatannya, ditato dengan sosok-sosok hijau tua “dari kuku hingga leher”.



Seni perhiasan dan hiasan tubuh Viking berkembang dengan baik, dan Ibn Fadlan menggambarkan wanita Rus mengenakan cincin leher dari emas dan perak. “Satu untuk setiap 10.000 dirham yang berharga bagi suaminya; beberapa wanita memiliki banyak. Ornamen paling berharga mereka adalah manik-manik kaca hijau dari tanah liat, yang ditemukan di kapal. Mereka menukar manik-manik di antara mereka sendiri dan membayar satu dirham untuk sebuah manik. Mereka mengikatnya sebagai kalung.

“Mereka juga mengenakan hiasan manik-manik berwarna, bros oval besar yang menjuntai barang-barang seperti pisau, kunci dan sisir, dan apa yang digambarkan Ibn Fadlan sebagai “kotak dada yang terbuat dari emas, perak dan kayu.

“

Dia memiliki kata-kata kasar, bagaimanapun, untuk kebersihan Rus. Mereka adalah makhluk Tuhan yang paling kotor,” lanjtt Fadlam mengamati, dan meskipun dia mengakui bahwa mereka mencuci tangan, wajah dan kepala setiap hari, dia terkejut bahwa mereka melakukannya.

“Mereka punya cara yang paling kotor dan paling kotor karena memakai baskom komunal berisi air untuk bersama,” ujarnya lagi.

Hal itu merupakan kebiasaan Jerman kuno yang menyebabkan rasa jijik yang dapat dimengerti pada seorang Muslim yang biasanya melakukan wudhu hanya di air yang dituangkan atau mengalir. (Pada tahun yang sama, Ibn Rustah, bagaimanapun, memuji Rus yang dia amati sebagai “bersih dalam pakaian mereka dan baik kepada budak mereka.”)

Kontak mereka dengan Islam membuat beberapa orang Rusia memeluk agama tersebut, meskipun Ibun Fadlan dengan cerdik mencatat bahwa kebiasaan lama masih menarik: “Mereka sangat menyukai daging babi dan banyak dari mereka yang telah mengambil jalan Islam sangat merindukannya.

Orang Rus juga menikmati nabith, minuman fermentasi yang sering disebut Ibn Fadlan sebagai bagian dari makanan sehari-hari mereka.



Namun sebagian besar Rus terus menjalankan praktik keagamaan mereka sendiri, termasuk mempersembahkan korban. Ibn Rustah menyebutkan tentang seorang imam profesional dari dukun Rusia (yang dia sebut attibah) yang menikmati status yang sangat tinggi, dan yang memiliki kekuatan untuk memilih sebagai persembahan kepada dewa-dewa mereka, siapa pun pria, wanita atau ternak yang mereka sukai.



Bagkan, Ibnu Fadlan menyaksikan sekelompok pedagang Rus yang merayakan selesainya pelayaran Volga dengan selamat pada tahun 922 M. Ibn Fadlan menggambarkan bagaimana mereka berdoa kepada dewa-dewa mereka dan mempersembahkan korban kepada patung-patung kayu yang tertancap di tanah, dan mereka memohon kepada dewa-dewa mereka untuk mengirim pedagang dengan koin perak yang berlimpah ke membeli apa yang harus mereka jual.



Dia juga menyaksikan, di sepanjang Volga, pemakaman dramatis seorang kepala suku yang dikremasi dengan kapalnya. Penjelasannya yang sering dikutip tentang ritus ini adalah salah satu dokumen paling luar biasa dari Zaman Viking, diisi dengan rincian suram dari pemimpin yang meninggal yang diletakkan di kapalnya di tengah perbendaharaan barang-barang mahal, makanan kaya dan minuman keras, seperti juga seekor anjing, kuda, lembu, dan unggas, dan ditemani oleh tubuh seorang gadis budak yang secara sukarela disembelih dan dibakar bersama tuannya.



Di luar ini, Ibn Fadlan mengetahui rahasia adegan mabuk dan perilaku tidak senonoh yang jelas mengejutkan seorang sarjana saleh dan terpelajar dari Baghdad. Tapi dia bukan pemoral: Setelah mencatat perilakunya, dia melanjutkan ceritanya tanpa merendahkannya.



Penulis Muslim lainnya menganggap beberapa ciri Rus patut dipuji, terutama kehebatan mereka dalam berperang. Filsuf dan sejarawan Miskawayh misalnya menggambarkan mereka sebagai orang-orang dengan “kerangka besar dan keberanian besar” yang membawa persenjataan senjata yang mengesankan, termasuk pedang, tombak, perisai, belati, kapak, dan palu.

Dia mencatat bahwa pedang mereka “sangat diminati hingga hari ini karena ketajaman dan keunggulannya.”Sementara hubungan biasa antara Rus dengan Baghdad, Khazaria dan tanah Muslim lainnya adalah perdagangan yang damai, tidak selalu demikian.

Di sepanjang pantai Laut Kaspia, suku-suku Rus menyerahkan senjata mereka yang berharga untuk melawan Muslim dua kali pada abad ke-10, sekali menyerang Abaskun di Kaspia timur pada tahun 910 M, dan kemudian menembus negara minyak di sekitar Baku pada tahun 912 M, mengambil rampasan yang kaya dan membunuh ribuan orang.

Mengenai kampanye terakhir ini, al-Mas’udi menulis bahwa ketika rakyat negara bagian Khazar mendengar hal ini, sekitar 150.000 dari mereka bergabung dengan orang-orang Kristen dari kota Itil, dan pasukan gabungan ini bergerak ke Volga, tempat armada Rus telah kembali, dan menghancurkannya. Beberapa Rus yang lolos kemudian dihabisi oleh Bulgars dan lainnya.



Ibn Hawkal menceritakan bagaimana pada tahun 943 M armada Rus besar lainnya mencapai kota perdagangan Bardha’a yang makmur di pantai selatan Kaspia, tempat Rus membantai 5.000 penduduk. Tetapi pendudukan mereka di kota itu hancur dalam beberapa bulan kemudian, tampaknya sebagai akibat dari epidemi disentri yang dipicu di antara karena meminum bersama ditempat  yang tercemar  racun yang disebut  “secangkir kematian”. Minuman itu adalah minuman rahasia yang ditawarkan kepada mereka oleh para wanita di kota itu.



Selain Ibn Fadlan, hanya sedikit jika ada Muslim dari Timur Tengah atau Asia Tengah yang melakukan perjalanan ke kampung halaman Norsemen yang jauh. Namun, Muslim di Andalusia, di dua pertiga selatan Semenanjung Iberia, dapat melakukan perjalanan ke Skandinavia dengan relatif mudah melalui laut, dan beberapa tampaknya telah melakukannya, mungkin untuk berdagang.

Pada pertengahan abad ke-10, seorang pedagang Córdova bernama al-Tartushi mengunjungi kota pasar Hedeby di Denmark. Dia tidak terlalu terkesan, karena meskipun, di area seluas 24 hektar (60 acre), Hedeby adalah kota Skandinavia terbesar saat itu, al-Tartushi menganggapnya jauh dari keanggunan, pengaturan dan kenyamanan Córdoba.

Hedeby mengatakan tempat itu berisik dan kotor. Ini karena selaku orang pagan mereka menggantung hewan kurban di tiang di depan rumah mereka dengan begitu saja. Penduduk Hedeby juga hidup sebagai pencari ikan karena jumlah hewan air ini sangat sangat banyak jumlahnya di sana.

Dia mencatat bahwa wanita Norse menikmati hak untuk bercerai: “Mereka berpisah dengan suami kapan pun mereka mau.” Pria dan wanita, dia menemukan, menggunakan “riasan buatan untuk mata; ketika mereka menggunakannya kecantikan mereka tidak pernah pudar, tetapi meningkat.”



Tetapi kontak yang sedikit seperti itu tidak banyak membantu menjembatani jurang budaya yang luas. Ahli hukum Toledo Sa’id beralasan bahwa orang-orang Norsemen yang pagan dipengaruhi oleh asal musim dingin mereka: “Karena matahari tidak menumpahkan sinarnya langsung ke atas kepala mereka, iklim mereka dingin dan atmosfirnya mendung. Akibatnya temperamen mereka menjadi dingin dan humor mereka kasar , sementara tubuh mereka tumbuh besar, warna kulit cerah dan rambut panjang.”

Sejak tahun-tahun awal Zaman Viking, orang Arab di Andalusia menyebut orang Skandinavia sebagai al-majus, sebuah kata yang berarti “penyembah api ” dan biasanya ditujukan kepada orang Zoroastrian. Bahwa kedua kelompok ini disatukan ke dalam istilah yang sama membuat beberapa sarjana modern berspekulasi tentang kontak awal antara pedagang Norse dan Zoroastrian di Persia dan Mesopotamia. Dan Andalusia juga tidak luput dari serangan Viking yang dialami seluruh Eropa.

Sejarawan Ahmad al-Ya’qubi, menulis pada 843-844, menceritakan tentang serangan terhadap Ishbiliyya (Seville) oleh “Majus yang disebut Rus.” Ibn Qutiya, sejarawan Córdoba abad ke-10, menulis bahwa penyerang mungkin; Bajak laut Denmark yang berlayar di Sungai Guadalquivir. Mereka berhasil dipukul mundur oleh pasukan Andalusia, yang menggunakan ketapel untuk melemparkan bola api nafta yang menenggelamkan 30 kapal.

Amir ‘Abd al-Rah-man II kemudian berhasil mengatur gencatan senjata. Tahun berikutnya, menurut legenda, ia mengutus sebagai utusan raja al-majus seorang penyair tampan, Yahya ibn Hakam al-Bakri, yang dikenal sebagai al-Ghazal (“gazelle”) untuk rahmat penampilan dan syairnya , yang membawa hadiah untuk raja dan istrinya, Ratu Noud.

Perjalanan itu diduga membawa al-Ghazal ke Irlandia atau Denmark, di mana dia menulis bahwa ratu “menjaga matahari keindahan dari kegelapan.” Faktanya, misi al-Ghazal sama sekali bukan untuk orang-orang Norsemen, tetapi kepada kaisar Bizantium, dan kelangsungan legenda tersebut hingga hari ini menunjukkan betapa besar bangsa Viking tampak dalam imajinasi populer saat itu.



Meskipun ada gencatan senjata, Denmark kembali menyerang Spanyol pada tahun 859 M di bawah komando Hastein dan Bjorn Ironsides, dua pemimpin Viking yang paling terkenal. Tapi 62 kapal naga mereka bukan tandingan pasukan Umayyah.

Setelah kekalahan tersebut, para penyintas dari Denmark menyelinap melalui Selat Gibraltar untuk menyerang sepanjang pantai Maroko.Ini mendorong pengamat Muslim lainnya untuk mencatat bahwa “al-Majus — sebagai umpatan semoga Tuhan mengutuk mereka! — menyerang negara bagian Nakur di Maroko dan menjarahnya.

Mereka menawan semua penduduk, kecuali mereka yang menyelamatkan hidup mereka dengan melarikan diri. Armada perampok ini kemudian melanjutkan untuk mengganggu selatan Prancis dan Italia, di mana mereka menjarah kota Luna di pantai barat laut, percaya bahwa itu adalah Roma.

Beberapa sumber Arab mengatakan orang Viking ini mencapai Yunani dan bahkan Mesir. Ketika mereka kembali ke pantai Iberia dua tahun setelah serangan pertama mereka. Dan di situ mereka dikalahkan lagi, dan Viking tidak pernah kembali ke Mediterania.

 Begitu juga di Timur.

Zaman Viking, yang sangat bergantung pada perak Arab, tidak bisa bertahan dalam menyusutnya aliran dirham di akhir abad ke-10 ketika negara Samanid runtuh, tambang peraknya hampir habis. Sejarawan Noonan menunjukkan bahwa koin perak kala itu semakin merosot nilainya seiring berjalannya waktu:.”

“Kandungan perak sekitar 90 persen pada tahun 1000 M telah menurun menjadi kadar perak sekitar lima persen setengah abad kemudian. Maklum, para pedagang Rus tidak lagi menginginkan hal tersebut,” kata Noonan.

Maka orang dari wilayah Rus yang mencari perak mundur ke barat. Mereka yang belum sepenuhnya membangun kehidupan mereka di antara populasi lokal Rusia berlayar pulang, di mana kini negara-negara mereka yang mengkristal menjadi Norwegia, Swedia, Finlandia dan Denmark.

Satu milenium kemudian, para sarjana akan berpaling ke Ibn Fadlan, al-Tartushi, al-Mas’udi dan penulis Arab lainnya untuk melacak persinggahan mereka dan mencari di kuburan dan gundukan dirham yang dibawa pulang oleh orang-orang Norsemen.

Menurut Noonan, sekitar 100.000 koin dirham, sebagian besar disimpan antara tahun 900 dan 1030, telah digali hingga saat ini. di Swedia saja ada lebih dari seribu penimbunan individu lain mencatat dari lima atau lebih koin yang terdapat  di seluruh Skandinavia, negara-negara Baltik dan Rusia.

Selain prasasti, koin Muslim juga mencantumkan tahun dan tempat pencetakan — detail penting bagi ahli numismatis dan arkeolog modern. Ini terjejak dalam alah satu penemuan luar biasa di Uppland, Swedia. Dia ditemukan campuran koin yang dicetak di Baghdad, Kairo, Damaskus, Isfahan, dan Tashkent.

Dan kini jejak tersebut  tersedia secara luas. Katalog menimbun dirham sejarawan Noonan dari seluruh Eurasia barat segera akan diterbitkan oleh Numismatics Institute of the University of Stockholm. Buku pertamanya tentang masalah ini, berisi kumpulan artikel berjudul Dunia Islam, Rusia dan Viking, 750-900: Bukti Numismatik, diterbitkan oleh Ashgate pada tahun 1998 (ISBN 0-86078-657-9).



Demikian pula, di Norwegia, mantan arkeolog dan numismatis Universitas Teheran Houshang Khazaei telah menyelesaikan katalog koin perak Kufic berbahasa Inggris yang ditemukan di Norwegia, banyak di antaranya saat ini dipajang di Museum Warisan Budaya Universitas di Oslo.

“Kami mulai melihat minat baru terhadap subjek ini,” kata Khazaei, yang karyanya akan segera diterbitkan.

Peninggalan lain dari perdagangan Viking-Arab juga telah ditemukan di Skandinavia: manik-manik halus dari batu kristal atau akik, kaca Persia, sutra, bejana, dan ornamen. Selain itu, perdagangan dengan orang Arab meninggalkan jejak pada bahasa Nordik, dengan kata-kata serumpun seperti kaffe, arsenal, kattun (kapas), alkove, sofa dan kalfatre (aspal, digunakan untuk mendempul perahu).

Seorang sejarawan bahkan berpendapat bahwa inspirasi layar kapal Viking berasal dari kapal-kapal Arab yang pertama kali diamati oleh para pedagang Norse di Laut Hitam.

Tapi hutang terbesar orang Skandinavia kepada Muslim terletak pada halaman-halaman manuskrip yang sudah usang. Di sana, suara yang lama diam muncul untuk membantu sejarawan, arkeolog, dan ahli bahasa mengklarifikasi masa lalu yang banyak difitnah.

Haakon Stang, dalam disertasi Universitas Oslo tahun 1996 dengan judul ‘The Naming of Russia’ secara nyata berterima kasih kepada orang-orang Arab yang dahulu mengelana sampai ke tempatmya. Katanya, “Marilah kita mendengar dan melihat dan merasakan apa yang pernah terjadi — dan telah berlalu, jika tidak hilang yang tidak dapat diperbaiki.”

https://www.youtube.com/watch?v=m7_ZPYQPMJk&feature=youtu.be

IHRAM


Hukum “Membooking” Tempat di Masjid (Bag. 1)

Sebagian orang terbiasa membooking suatu tempat di dalam masjid, biasanya adalah shaf tepat di belakang imam. Mereka membooking tempat tersebut bisa jadi dengan meletakkan sajadah pribadi, atau meletakkan tongkat, atau meletakkan benda-benda lain dengan maksud sebagai “penanda” bahwa mereka telah menempati area tersebut. Adapun orang yang membooking bisa jadi masih santai di rumah, atau masih di tempat kerja, atau di tempat-tempat lainnya di luar masjid. 

Kebiasaan semacam ini banyak kita jumpai, terutama ketika bulan Ramadhan di masjidil haram atau masjid-masjid lainnya. Lebih-lebih lagi bagi orang yang ingin selalu shalat di masjid, namun mereka tidak bisa i’tikaf atau tidak bisa berlama-lama di masjid di luar waktu shalat. Mereka pun memesan tempat di masjid kepada anak-anak mereka, kerabat, teman, atau yang lainnya dengan kompensasi sejumlah uang agar mendapatkan tempat di masjid. 

Perbuatan semacam ini menyelisihi dalil-dalil syariat dari beberapa sisi:

Pertama, orang yang hendak shalat diperintahkan untuk datang ke masjid sendiri dan mendekat ke shaf pertama di dekat imam, bukan dengan menempatkan sajadah, tongkat, atau barang-barang lainnya di shaf sedangkan dirinya sendiri belum hadir di masjid. Mayoritas orang yang melakukan hal itu memang bersemangat untuk mendapatkan shaf pertama. Akan tetapi, semangat itu tidaklah boleh direalisasikan dengan cara-cara yang menyelisihi sunnah. 

Kedua, tindakan tersebut menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyempurnakan shaf pertama. Menyempurnakan shaf pertama itu disyariatkan sejak sebelum iqamah dikumandangkan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا

“Seandainya manusia mengetahui (keutamaan) yang terdapat pada azan dan shaf awal, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi, niscaya mereka akan melakukannya.” (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 437)

Siapa saja yang menyangka bahwa keutamaan shaf pertama itu akan dia dapatkan dengan membooking dulu tempat tersebut, dan dia sendiri datang ke masjid belakangan, maka dia telah salah dalam memahami dalil. Keutamaan shaf pertama itu tidaklah dia dapatkan dengan meletakkan sajadah pribadi sebagai tanda membooking tempat. Akan tetapi, dirinya sendiri yang dituntut untuk bersegera datang ke masjid.

Bahkan bisa jadi ada kemungkinan bahwa orang tersebut telah terlewat dari mendapatkan keutamaan sesuai dengan kadar keterlambatan dia untuk datang ke masjid. Bisa jadi dia berdosa karena telah menghalang-halangi orang lain dari mendapatkan shaf pertama dan karena telah menyelisihi perintah syariat. Bahkan bisa jadi akhirnya pahala shalatnya pun berkurang disebabkan oleh perbuatan maksiatnya tersebut. 

Ketiga, sesungguhnya semua orang itu sama saja kedudukannya ketika berada di masjid. Tidak ada hak untuk menempati shaf pertama kecuali mereka yang datang terlebih dahulu ke masjid. Bersegera menuju ke masjid adalah dengan badan (dirinya sendiri), bukan dengan meletakkan sajadah atau sejenisnya. 

Siapa saja yang membooking tempat di masjid, itu sama saja dengan merampas suatu tempat di masjid secara paksa, mencegah orang-orang yang datang awal untuk shalat di tempat yang telah dibooking tersebut, dan juga mencegah disempurnakannya shaf pertama dan shaf-shaf berikutnya. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang datang terlebih dulu itu lebih berhak atas tempat tersebut. Sedangkan orang yang membooking tempat tersebut telah menzhalimi hak orang-orang yang bersegera datang ke masjid. Sehingga dia pun telah bermaksiat atas tindakannya tersebut. 

Siapa saja yang bersegera datang ke masjid, dan mendapati shaf pertama telah dibooking, sehingga dia pun shalat di shaf belakangnya, maka dia tetap mendapatkan keutamaan dan pahala shaf pertama. Hal ini karena dia telah bersegera datang ke masjid dengan niat mendapatkan pahala dan keutamaan bersegera ke masjid dan keutamaan shaf pertama. Akan tetapi, dia terhalang dari menempati shaf pertama karena kezhaliman orang lain.

Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah berkata,

لَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يَتَحَجَّرَ مِنْ الْمَسْجِدِ شَيْئًا لَا سَجَّادَةً يَفْرِشُهَا قَبْلَ حُضُورِهِ وَلَا بِسَاطًا وَلَا غَيْرَ ذَلِكَ. وَلَيْسَ لِغَيْرِهِ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَيْهَا بِغَيْرِ إذْنِهِ؛ لَكِنْ يَرْفَعُهَا وَيُصَلِّي مَكَانَهَا؛ فِي أَصَحِّ قَوْلَيْ الْعُلَمَاءِ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

“Tidak boleh seorang pun untuk membooking tempat di masjid sedikit pun, baik dengan (meletakkan) sajadah atau karpet sebelum dia datang, atau selain itu, dengan maksud agar orang selain dirinya tidak boleh shalat di tempat tersebut tanpa seijin dirinya. Akan tetapi, (orang yang datang ke masjid) boleh menyingkirkan sajadah tersebut dan shalat di tempat tersebut menurut pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat ulama dalam masalah ini.” Wallahu a’lam.” (Majmu’ Al-Fataawa, 22: 123)

Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah juga berkata,

لَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يُقَدِّمَ مَا يُفْرَشُ لَهُ فِي الْمَسْجِدِ وَيَتَأَخَّرَ هُوَ وَمَا فُرِشَ لَهُ لَمْ يَكُنْ لَهُ حُرْمَةٌ بَلْ يُزَالُ وَيُصَلِّي مَكَانَهُ عَلَى الصَّحِيحِ

“Tidak boleh atas siapa pun untuk membooking tempat di masjid terlebih dahulu dengan menggelar sesuatu (misalnya, sajadah) sedangkan dia sendiri datang terlambat ke masjid. Tanda tersebut bukanlah sesuatu yang tidak boleh dilanggar (oleh orang lain). Akan tetapi, orang lain boleh menyingkirkannya dan shalat di tempat tersebut menurut pendapat yang paling shahih.” (Majmu’ Al-Fataawa, 23: 410)

Keempat, orang-orang yang membooking tempat tersebut akan menyebabkan dirinya berlambat-lambat datang ke masjid karena merasa telah membooking tempat. Ini adalah perkara yang bisa kita saksikan. Konsekuensinya, ketika dia kemudian datang ke masjid, dia akan melompati pundak-pundak jamaah yang telah hadir sehingga mengganggu mereka. Jadilah dia menggabungkan dua kesalahan sekaligus, yaitu datang terlambat dan melangkahi pundak jamaah lain dan mengganggu mereka.

Kelima, perbuatan itu akan menyebabkan dirinya merasa sombong dan merasa lebih tinggi kedudukannya dibandingkan orang lain. Dia akan merasa bahwa dirinya “berbeda” dari orang lain sehingga akhirnya dia pun sombong dan tertipu dengan dirinya sendiri, tanpa dia sadari. Kita bisa melihat hal ini dari orang-orang yang membooking tempat di masjidil haram, ketika mereka melangkahi pundak para jamaah tanpa peduli sedikit pun atau lewat di depan orang yang sedang shalat sunnah meskipun telah dipasang sutrah. Semua ini adalah indikasi adanya kesombongan dalam diri mereka.

Keenam, perbuatan tersebut akan menyebabkan perselisihan dan permusuhan di tempat yang paling mulia, yaitu di masjid. Masjid dibangun untuk menegakkan ibadah dan dzikir kepada Allah Ta’ala. Betapa kita melihat dan mendengar perselisihan yang terjadi di masjid disebabkan perbuatan semacam ini, ketika orang-orang yang merasa telah membooking tempat tersebut berusaha mempertahankan “wilayahnya” dari orang-orang yang juga ingin mendapatkan tempat tersebut.

Masih terdapat beberapa pembahasan fiqh terkait masalah ini yang akan kami uraikan di seri berikutnya.

[Bersambung]

***

Penulis: M Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id