Menangis dan Menceritakan Musibah Kepada Orang Lain

Salah satu tanda tinggi tauhid seseorang adalah menyandarkan diri kepada Allah. Allah adalah tempat paling pertama sebagai tempat ia mengadu semua permasalahannya, curhat dan bahkan menangis kepada Allah. Sebaliknya, salah satu tanda kurangnya tauhid seseorang adalah ia lupa kepada Allah. Ketika ada masalah, ia langsung mengadu kepada makhluk, mengadu kepada keluarga dan sahabat, bahkan menangis dan menceritakan masalahnya kepada keluarga dan sahabatnya.

Mengadu dan curhat kepada Allah pertama kali

Seorang hamba hendaknya memprioritaskan Allah dalam segala urusan, karena Allah adalah Rabbnya yang telah menciptakan dan memberikan segalanya. Ketika mendapatkan masalah dan musibah, hendaknya ia langsung mengadu kepada Allah pertama kali. Sebagaimana teladan dari para nabi dan orang shalih.

Nabi Ya’qub ‘alaihis salam ketika mendengar berita sangat menyedihkan, yaitu anak kesayangannya Nabi Yusuf diberitakan telah di makan oleh srigala. Beliau langsung mengadu kepada Allah dan berkata,

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ

Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.” (Yusuf : 86)

Demikian juga Nabi Ayyub ‘alaihis salam, yang sangat terkenal dengan cobaan yang sangat berat menimpa beliau dengan cobaan bertubi-tubi, ia sangat sabar dan mengadu kepada Allah. Allah berfirman,

إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ

“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia Amat taat (kepada Tuhan-nya)” (Shad : 44)

 

Orang yang bersabar dan tidak menceritakan masalah/musibah pada orang lain akan mendapatkan keutamaan yang besar. Allah berfirman dalam hadits qudsi,

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِى الْمُؤْمِنَ فَلَمْ يَشْكُنِى إِلَى عُوَّادِهِ أَطْلَقْتُهُ مِنْ إِسَارِى ثُمَّ أَبْدَلْتُهُ لَحْمًا خَيْرًا مِنْ لَحْمِهِ وَدَمًا خَيْرًا مِنْ دَمِهِ ، ثُمَّ يَسْتَأْنِفُ الْعَمَلَ

“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Jika Aku (Allah) memberikan cobaan (musibah) kepada hambaKu yang beriman sedang ia tidak mengeluh kepada orang yang mengunjunginya maka Aku akan melepaskannya dari tahananKu (penyakit) kemudian Aku gantikan dengan daging yang lebih baik dari dagingnya juga dengan darah yang lebih baik dari darahnya. Kemudian dia memulai amalnya (bagaikan bayi yang baru lahir).” [HR. Al Hakim, shahih]

Pertanyaan yang muncul, apakah benar-benar tidak boleh bagi seserorang untuk menceritakan musibahnya kepada orang lain secara mutlak? Jawabannya: boleh saja, asalkan ia menceritakan dalam keadaan tegar, memuji dan bersyukur kepada Allah serta dengan tujuan musyawarah dan untuk mencari solusi dari musibah yang sedang ia hadapi. Penting diperhatikan juga bahwa orang yang ia ceritakan itu adalah orang yang benar-benar bisa membantunya dalam masalah/musibah ini, bukan menceritakan musibah kepada semua orang.

Perharikan fatwa berikut, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya,

الأخت تقول في سؤالها أنا مريضة وأحيانا أبكي لما صارت إليه حالتي بعد مرضي فهل هذا البكاء معناه اعتراض على الله عز وجل وعدم الرضا بقضائه وهذا الفعل خارج عن إرادتي وكذلك هل التحدث مع المقربين عن المرض يدخل في ذلك ؟

Seorang wanita berkata: Aku sedang sakit dan kadang aku menangisi keadaanku ketika tertimpa penyakit. Apakah tangisan ini menunjukkan rasa tidak terima dan tidak ridha terhadap takdir Allah? Padahal perasaan sedih ini muncul begitu saja. Lalu apakah menceritakan keadaanku tersebut kepada teman-teman dekat juga termasuk sikap tidak ridha terhadap takdir?

Beliau menjawab:

لا حرج عليك في البكاء إذا كان بدمع العين فقط لا بصوت لقول النبي صلى الله عليه وسلم لما مات ابنه إبراهيم: ((العين تدمع والقلب يحزن ولا نقول إلا ما يرضي الرب وإنا لفراقك يا إبراهيم لمحزونون))، والأحاديث في هذا المعنى كثيرة ولا حرج عليك أيضا في إخبار الأقارب والأصدقاء بمرضك مع حمد الله وشكره والثناء عليه وسؤاله العافية وتعاطي الأسباب المباحة، نوصيك بالصبر والاحتساب وأبشري بالخير لقول الله سبحانه وتعالى: إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ[1]، ولقوله تعالى: وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ * الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ * أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ[2]، ولقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((لا يصيب المسلم هم ولا غم ولا نصب ولا وصب وهو المرض ولا أذى حتى الشوكة إلا كفر الله بها من خطاياه))، وقوله عليه الصلاة والسلام : ((من يرد الله به خيرا يصب منه)) نسأل الله أن يمن عليك بالشفاء والعافية وصلاح القلب والعمل إنه سميع مجيب

Anda boleh saja menangis, namun cukup dengan linangan air mata saja, jangan bersuara. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ketika anaknya, Ibrahim, meninggal,

العين تدمع والقلب يحزن ولا نقول إلا ما يرضي الرب وإنا لفراقك يا إبراهيم لمحزونون

Air mata berlinang dan hati bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu kecuali yang diridhai Allah. Dengan kepergianmu ini wahai Ibrahim, kami sangat bersedih.” (HR. Al Bukhari bab Al Jana’iz no 1241, Muslim bab Al Fadhail no.2315, Abu Daud bab Al Jana’iz no.3126, Ahmad 3/194)

Anda pun boleh mengabarkan teman dan sahabat anda tentang keadaan anda, namun dengan memuji Allah, bersyukur kepada Allah, dengan menyebutkan bahwa anda telah memohon kesembuhan kepada Allah dan telah menjalani upaya untuk sembuh yang mubah. Aku menasehatkan anda agar bersabar dan mengharap pahala dari Allah. Aku akan memberi anda kabar gembira, yaitu bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Qs. Az Zumar: 10)

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun“. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al-Baqarah: 156-158)

Juga sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,

لا يصيب المسلم هم ولا غم ولا نصب ولا وصب( وهو المرض) ولا أذى حتى الشوكة إلا كفر الله بها من خطاياه

Seorang Muslim tertimpa kesedihan, kesusahan, penyakit, gangguan walau sekedar tertusuk duri, pasti Allah akan menjadikannya penghapus dosa-dosa yang ia miliki.” (HR. Al Bukhari bab Al Mardhi no.5318, Muslim bab Al Birr Was Shilah Wal Adab no.2573, At Tirmidzi bab Al Jana’iz no.966, Ahmad 3/19)

Juga sabda beliau,

من يرد الله به خيرا يصب منه

Jika Allah menginginkan kebaikan kepada seseorang, Allah akan memberinya cobaan.” (HR. Al Bukhari bab Al Mardhi no.5321, Ahmad 2/237, Malik dalam Al Muwatha, 1752)

Aku memohon kepada Allah semoga anda diberikan kesembuhan dan kesehatan, serta kebaikan lahir dan batin. Sungguh Allah Maha Mendengar lagi mengabulkan doa.” [Majmu’ Fatawa 4/144]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44136-menangis-dan-menceritakan-musibah-kepada-orang-lain.html

Hikmah di Balik Tumbuhnya Bulu “Rahasia”

Apa hikmah di balik tumbuhnya bulu kemaluan?

Allah tidak menciptakan suatu yang sia-sia, atau tanpa hikmah sama sekali.

Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Meskipun yang kita tidak mengetahui manfaat atau hikmah pada sebagian yang kita lihat, namun ini tidak berarti semua itu diciptakan dengan sia-sia.

Jika manusia melihat pada dirinya, niscaya ia bisa melihat sesuatu yang mencengangkan. Firman-Nya:

“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak mau perhatikan?” (Adz-Dzariyat: 21)

Pada penciptaan wajah yang sedemikian rupa, hidung dengan dua buah lubang (ke arah bawah), dua telinga dengan dua lubang (di sebelah kanan dan kiri), sepasang mata berikut penutupnya (yang tidak ada pada hidung atau telinga). rambut di atas kepala, bulu di atas telapak tangan bukan di bawahnya, bulu di bawah ketiak dan sekitar kemaluan, kemaluan dengan bentuk yang mengagumkan dan letaknya yang tarpelihara (untuk laki-laki dan perempuan), berbeda dengan hewan dan selainnya, semua ini berisi seruan dari Allah agar merenungkan dan meniadakannya. Jika manusia mengetahui manfaat sebagian dari apa yang disebutkan, baik tampak maupun belum, maka ini harus tahu, semua itu tidak diciptakan dengan sia-sia, tapi untuk berbagai hikmah yang besar.

Di antara manfaat dan fungsi bulu kemaluan  di lihat dari sudut kesehatan, ialah menyerap keringat. Mengingat tempat ini tidak menerima udara. maka keluarnya keringat di dalamnya lebih banyak daripada selainnya.

Dengan demikian bulu di sekitar kemaluan berfungsi menyerap keringat tersebut. Demikian pula berfungsi sebagai penghalang terjadinya gesekan antara kulit buah zakar dengan kedua paha, hingga tidak mengakibatkan pengelupasan pada bagian tubuh yang peka ini.

Demikian pula ia memiliki manfaat seksual karena gesekan bulu pada kemaluan laki-laki dengan otot perasa yang terdapat pada klitoris perempuan akan membuatnya merasa nikmat dan bergairah sehingga mempercepat orgasmenya. [@paramuda/BersamaDakwah]

BERSAMADAKWAH

20 Tahun Terkena Tetesan Air Kencing Tetangga dan Bisikan Kalimat Syahadat

Imam Hasan Al-Bashri tinggal di sebuah rumah susun sederhana. Ia bertetangga dengan seorang Nasrani yang tinggal di lantai atas rumahnya. Tetangganya ini memiliki toilet yang letaknya persis di atas kamar tidur Sang Imam. Dia tidak tahu jika toiletnya bocor. Jadi, setiap dia buang air kecil sebagian airnya merembes dan menetes ke kamar tidur Imam Hasan Al-Bashri.

Hasan sabar dan tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali. Ia menyuruh istrinya meletakkan wadah untuk menadahi tetesan air kencing itu agar tidak menyebar ke mana-mana. Karena tak ingin menyinggung perasaan tetangganya, selama 20 tahun beliau mendiamkan hal ini.

Hasan ingin benar-benar mengamalkan sabda Rasulullah Saw yang berbunyi, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tetangganya.”
Suatu hari, Imam Hasan Al-Basri sakit.

Tetangganya yang Nasrani itu datang menjenguk beliau. Dia merasa aneh ketika melihat ada air menetes dari atas loteng ke dalam kamar Sang Imam. Dia melihat dengan saksama tetesan air yang terkumpul dalam sebuah wadah.

Ternyata, itu adalah air kencing yang berasal dari toiletnya yang bocor.

Dia langsung mengerti bahwa air kencingnya telah merembes ke kamar Imam Hasan Al-Bashri.

“Imam, sejak kapan engkau bersabar atas tetesan air kencing kami ini?” tanya si tetangga.

Imam Hasan Al Bashri diam tidak menjawab. Ia tidak mau membuat tetangganya merasa tidak enak.

“Imam, katakanlah dengan jujur. Sejak kapan engkau bersabar atas hal ini? Jika tidak engkau katakan, maka kami merasa akan sangat tidak enak,” desak tetangganya.

“Sejak dua puluh tahun yang lalu,” jawab Sang Imam lemah.

“Kenapa engkau tidak pernah memberitahuku?” tanya tetangganya heran.

“Nabi Muhammad Saw mengajarkan kepada kami untuk memuliakan tetangga. Beliau bersabda, ‘Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tetangganya!”
Si Nasrani terdiam mendengar jawaban Sang Imam. Tak terasa, air mata menetes. Beberapa saat kemudian tiba-tiba si Nasrani memeluk Imam Hasan Al-Bashri dengan sangat erat. Sambil terisak dan bercucuran air mata, dia berbisik ke telinga Sang Imam, Asyhadu allaa Ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah. [@paramuda/BersamaDakwah]

 

BERSAMADAKWAH

Tujuan Hidup: Sembah Allah dan Tak Menyekutukan-Nya

SEANDAINYA hidup ini hanyalah sebatas makan, minum, tidur, bekerja menikah, memperoleh keturunan, mencukupi diri dan keluarga, serta berbuat baik kepada orang sekitar. Maka kehidupan kita, tiada bedanya dengan kehidupan hewani.

Akan tetapi kehidupan itu memiliki tujuan yang benar. Yaitu menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya sedikitpun.

Seandainya kematian itu mengakhiri segalanya, tanpa ada pertanggung-jawaban lagi setelahnya. Maka sia-sia dan tiada berarti proses kehidupan yang kita jalani.

Akan tetapi setelah kematian itu ada pertanggungjawaban dan balasan. Dimana seluruh amalan kita akan dihisab, dan kita akan dibalas tanpa ada kezaliman sedikitpun.

Maka hendaknya kita hidup di atas Islam, yaitu mentauhidkan Allah serta bertakwa kepadaNya dengan sebenar-benarnya takwa (sampai batas kemampuan kita), agar semoga kita meninggalkan dunia ini, dalam keadaan muslim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kabar gembira yang dikatakan malaikat kepada seorang mukmin di alam kubur:

“dan dikatakan (malaikat kepadanya) Dahulu kamu hidup diatas keyakinan (Islam), dan mati di atas keyakinan (Islam), dan di atasnya pula insya Allah kamu akan dibangkitkan.” (HR. Ahmad, dishahiihkan oleh Syaikh Muqbil dalam ash-shahiihul musnad)

Berkata al Imam Ibnu Katsiir (dalam menafsirkan QS 3: 102):

“Peliharalah keislamanmu sepanjang waktu, supaya kamu mati dalam keadaan Islam. Dan di antara sunnatullah adalah barangsiapa yang hidup di atas sesuatu, maka ia akan mati dengan sesuatu tersebut. Dan barangsiapa yang mati atas sesuatu itu, maka Allah akan membangkitkannya dengan sesuatu itu. Maka kita berlindung kepada Allah dari (hidup) dalam keadaan menyalahi Islam.”

[Abu Zuhrie Rikhy]

INILAH MOZAIK

Ketika Penduduk Surga Menyesal

Imam Thabrani dalam hadis hasan shahih nya pernah menulis sepenggal kisah tentang surga. Surga digambarkan mempunyai tingkatan-tingkatan yang luasnya setara langit dan bumi. Suatu kali, setetes minyak harum dari seorang penduduk surga yang berada di atas jatuh menetes ke surga yang ada di bawahnya. Kejadian itu menghebohkan seisi surga yang ada di bawah.

Pasalnya, aroma harum dari setetes minyak harum tersebut mengalahkan wangi-wangian seisi jagad di surga bawah itu. Penduduk surga yang ada di bawah bertanya-tanya, dari manakah wangi harum itu? Semerbak wangi yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Dijawablah oleh malaikat penjaga surga, aroma yang sangat harum itu berasal dari tetesan minyak wangi dari seorang penduduk surga yang tinggal di atas mereka. Penduduk surga bawah itu pun makin penasaran, apa yang membuat orang tersebut bisa memasuki surga yang ada di atasnya? Betapa mulianya orang itu, hingga ditempatkan di surga yang ada di bagian atas.

Malaikat pun menjawab. Amal ibadah si pemilik parfum itu pada dasarnya sama dengan orang-orang yang ada di surga bagian bawah. Namun bedanya, si pemilik parfum itu memiliki zikir yang lebih banyak dari engkau sebanyak satu kali. Maka, ia pun ditempatkan di surga yang lebih tinggi, lanjut malaikat itu.

Saat itu, penyesalan pun meliputi penduduk surga yang di bawah. Mereka menyesal, mengapa sewaktu di dunia mereka menyia-nyiakan waktu. An dai kan saja, mereka mau lebih banyak untuk berzikir dan ber ibadah, tentu mereka bisa ditempatkan di surga yang lebih tinggi.

Di Akhirat, penyesalan tidak hanya datang dari penghuni neraka saja. Hadis Riwayat Thabrani ini membuktikan, penduduk surga sekalipun akan menyesali diri di dalam surga. Mereka menyesal, mengapa tidak menyibukkan diri dengan ibadah.

Mereka menyesal tidak disibukkan oleh urusan-urusan akhirat, kerja-kerja positif, ibadah, serta hal-hal kebaikan. Mereka beranggapan, mereka telah meremehkan akhirat yang saat itu mereka rasakan betapa besar nilainya. Hadis ini juga menunjukkan, betapa besarnya nilai sebuah zikir di hadapan Allah dan mendapat ganjaran yang besar.

Dalam hadis lain disebutkan, Ada dua kalimat yang ringan di lidah tapi berat timbangannya (di Akhirat). Kalimat itu adalah, ‘subhanallahi wabihamdihi’ dan subhanallahil ‘azhimi’. (HR Bukhari). Tidakkah hadis ini dapat memotivasi mereka yang ingin memburu akhirat? Jika sebuah zikir yang enteng di lidah saja dihargai dan diberi ganjaran sedemikian besar di akhirat, maka tentu ibadah-ibadah yang lebih berat akan mendapatkan ganjaran yang lebih berat pula.

Bagaimana kiranya ganjaran bagi mereka yang menunaikan haji, shalat tahajud sepanjang ma lam, dan orang-orang yang ber jihad/berperang di jalan Allah? Betapa besar pula ganjaran orang yang bersusah-payah menuntut ilmu, menghafal Alquran, mengabdikan diri pada kedua orang tua, dan berbagai aktivitas mulia lainnya.

Tentu itu semua mendapatkan ganjaran lebih baik di sisi Allah SWT. Dalam hadisnya Rasulullah SAW bersabda, Bentengilah diri kalian dari api neraka, walau dengan sebutir kurma. (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim). Bayangkan saja, dengan bersedekah hanya sebuah biji kurma atau memberi makan orang berbuka puasa dengan sebuah biji kurma bisa menjadi tameng dari api neraka.

Bagaimana pula lah kiranya mereka yang bersedekah dan membangun masjid, sekolah agama, fasilitas umum, dan sarana pendidikan? tentu mereka lebih terlindungi dari api negara selama semua itu ikhlas karena Allah SWT semata.

DIALOG JUMAT REPUBLIKA

Manusia Terbaik Jika Dilihat Bikin Ingat Allah

DALAM sebuah hadis disebutkan. Dari Asma bintu Yazid ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Maukah aku kabarkan kepada kalian orang yang terbaik?” Mereka berkata, “Mau wahai Rasulullah.”

Beliau bersabda, “Yaitu orang-orang yang apabila dilihat, membuat ingat kepada Allah.”

Beliau bersabda, “Maukah aku beritahu siapa orang terburuk?” Mereka berkata, “Mau wahai Rasulullah.”

Beliau bersabda, “Yaitu orang yang berjalan mengadu domba. Menceraikan orang-orang yang saling mencintai dan menyusahkan orang yang tak berdosa.” (HR Ahmad, dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

Itulah sebaik-baiknya manusia. Melihatnya membuat ingat Allah karena ketakwaan dan istiqomahnya. Karena ibadah dan ketaatannya dan selalu tunduk kepada perintah-Nya.

Sifat mereka tawadu dan rendah hati. Baju mereka dihiasi sunah. Lisan mereka memancarkan hikmah. Bahagialah, orang yang diberikan teman seperti itu.

[Ustaz Abu Yahya Badrusalam, Lc]

 

INILAH MOZAIK

Salat Sangat Berpengaruh Terhadap Rezeki

SELAIN kedudukan ibadah salat yang amat tinggi di sisi Allah, efek positif dari salat juga langsung menyentuh kehidupan manusia. Bukankah kita mendengar Firman Allah swt,
“Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.” (QS.Al-Ankabut: 45).

Salat yang benar akan membentuk diri manusia untuk antiterhadap perbuatan buruk dan kejam. Tapi di samping itu, salat juga memiliki hubungan erat dengan urusan rezeki. Coba kita perhatikan dua ayat berikut ini,

“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah- mudahan mereka bersyukur.” (QS.Ibrahim: 37)

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS.Thaha: 132).

Pada ayat pertama, Nabi Ibrahim meninggalkan keluarganya ditempat yang gersang di sekitar Mekah agar mereka melaksanakan salat. “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat.”

Setelah ungkapan ini ia sampaikan, baru kemudian Ibrahim berdoa agar Allah memberikan rezki kepada keluarganya: Dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.

Pada ayat kedua, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw untuk mengajak keluarganya melakukan salat: Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya.

Setelah berfirman mengenai perintah salat ini, Allah melanjutkan tentang masalah rezki: Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu.

Dua ayat ini selalu meletakkan urusan rezeki setelah urusan salat. Seakan ingin menjelaskan bahwa salatlah dengan baik, maka rezki akan datang setelahnya. Sering kita menunda salat karena ada urusan bisnis yang belum selesai. Sering kita mempercepat salat kita karena ada pembeli yang datang. Sering kita melalaikan salat hanya karena ada orang penting yang harus kita temui.

Coba pikirkan, kenapa kita harus mempercepat salat demi pembeli sementara kita sedang menghadap Sang Pengatur Rezki?

Kenapa kita harus menunda salat demi bertemu klien sementara Allah-lah Sang Pemegang urusan itu? Kenapa kita harus bertemu orang penting dan melupakan pertemuan dengan zat yang segala urusan ada ditangan-Nya?

Mari kita perbaiki cara berpikir kita agar tidak lagi mendahulukan sesuatu yang penting dan melalaikan sesuatu yang jauh lebih penting. Semoga Allah menerima salat-salat kita.[]

 

INILAH MOZAIK

Yakinlah! Allah Mencukupimu dengan Tiga Hal ini

AKHI ukhti. Semoga Allah menjagamu. Yakinlah dengan 3 hal:

1. Tiada yang lebih mengasihimu lebih daripada Allah Rabb mu

2. Tiada yang lebih mengetahui dengan kegundahan hatimu melainkan hanya Allah

3. Tiada yang lebih bisa menjauhkan marabahaya lebih dari Tuhanmu

Oleh karena itu.
Minta pertolongan kepada-Nya.
Bersandarlah kepada-Nya dalam semua perkara dan dalam semua kondisi.
Niscaya engkau akan mendapatkan lebih dari yang kau inginkan.

Tapi kau perlu menanamkan keyakinan tersebut di dalam hatimu

Ingatlah dengan Ibrahim tatkala dilemparkan di dalam api.
Ingatlah dengan Yunus ketika di dalam perut ikan paus.
Ingatlah dengan Luth ketika menghadapi kaumnya.
Ingatlah dengan Yaqub ketika dipisahkan dengan Yusuf.
Ingatlah dengan Musa ketika dikejar-kejar Firaun.

Tidak ada yang sulit dan mustahil bagi Allah.
Dia hanya tinggal berkata kun (jadilah) maka akan terjadi yang diinginkan-Nya.
Dan kau tinggal pasrah dan bersandar diri pada-Nya.
Kelak Dia akan mencukupimu.

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At Thalaq: 3)

[Ust. Dr. Syafiq riza Basalamah]

 

INILAH MOZAIK

 

Lima Sikap Seorang Pemimpin

Dari Ibnu Umar RA, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalian semua adalah pemimpin dan akan di mintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.'” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut menegaskan bahwa kepemimpinan memiliki tanggung jawab yang berat. Tidak hanya kepada sesama orang yang dipimpin, ma nusia, tapi juga kepada Allah Yang Ma hakuasa. Begitu besar pahala jika mampu menjadi seorang pemimpin yang diridhai Allah SWT. Hanya saja, dalam praktiknya, tidak semua orang mampu menja lankan peran kepemimpinan dengan baik.

Ada lima sikap yang harus ditanamkan dalam diri seorang pemimpin. Pertama, ikhlas menjalankan amanah kepemimpinan, hanya mengharap keridhaan Allah SWT semata. “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?” (QS an-Nisa: 125).

Seseorang yang menyerahkan dirinya kepada Allah Yang Mahakuasa, artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah SWT serta mengikuti Rasulullah SAW dan sunahnya. Kedua, sabar saat ikhlas sudah tertanam dalam hati. “Dan Kami jadi kan di antara mereka itu pemimpinpemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar, dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS as-Sajdah: 24).

Ketiga, istiqamah berkaitan dengan perkataan, perbuatan, keadaan, dan niat. Umar bin Khatab berkata, “Istiqamah artinya engkau teguh hati pada perintah dan larangan serta tidak menyimpang seperti jalannya rubah.” Sementara, Utsman bin Affan berkata, “Istiqamah artinya amal yang ikhlas karena Allah.”

Keempat, ikhtiar yang maksimal. Berusaha sekuat tenaga memberikan pelayanan dan pengabdian terbaik dengan cara-cara yang diridhai Allah SWT. Yakinilah bahwa sekecil apa pun ikhtiar kita, jika dimaksudkan untuk kemaslahatan, Allah akan hadirkan pertolongan-Nya.

Kelima, tawakal secara total. Bertawakal kepada Allah SWT adalah cara terbaik menghadirkan ketenangan dan kasih sayang-Nya. Allah SWT berfirman, “Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS Ali Imran: 159)

Demikianlah lima modal penting dalam proses kepemimpinan. Semua upaya itu adalah ikhtiar terbaik dengan kesadaran bahwa tiada daya dan kekuatan melainkan semuanya berasal dari kemahakuasaan Allah SWT. Oleh karena itu, sudah sepatut nya seorang pemimpin memiliki lima sikap tadi sebagai bekal menjalankan amanah. Wallahu a’lam.

Oleh: Mahmud

KHAZANAH REPUBLIKA

Hidup Sehat Cara Nabi

Pola hidup yang dipraktikkan Rasulullah SAW adalah pola hidup sehat yang menyeluruh dan sangat didambakan oleh manusia modern. Dengan demikian, sesungguhnya pola hidup Nabi SAW adalah pola hidup yang sangat cocok dijadikan panduan dan teladan oleh manusia modern, atau siapa saja yang menginginkan hidup sehat secara holistik.

Artinya, bukan hanya umat Islam, melainkan semua manusia di sepanjang zaman karena Nabi SAW diutus oleh Allah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.

Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS al-Anbiyaa’ [21]: 107).

Pola hidup Rasul sangat seimbang antara fisik, akal (intelektual), jiwa (psikis, emosional), dan rohani (spiritual). Pola hidup seperti inilah yang melahirkan ketenangan lahir batin dan menghadirkan kebahagiaan dunia akhirat. Sesungguhnya, salah satu mukjizat Rasulullah SAW adalah pola hidup, perilaku, dan akhlak beliau yang sangat agung.

Rasanya tidak ada seorang manusia pun di sepanjang sejarah yang ‘abjad” hidupnya begitu lengkap diperhatikan, diingat, dihafal, dituturkan, dipraktikkan, dan disebarluaskan oleh para pengikutnya, kecuali Rasulullah Muhammad SAW.

Meneladani perilaku Rasulullah SAW berarti menyambut datangnya kebahagiaan lahir dan batin karena kebahagiaan lahir batinlah yang membuat kita mudah mencapai taraf sehat secara holistik. Jasmani kita sehat karena pola asupan makanan yang tertib dan terjaga.

Akal dan psikis kita menjadi tenang karena tidak terbebani oleh keinginan mengejar dan memuaskan nafsu duniawi yang bersifat temporer dan spiritualitas kita tidak terganggu karena mendapatkan hak-haknya sebagaimana mestinya.

Ekspresi cinta kaum Muslim kepada Rasulullah SAW yang paling tepat adalah dengan meneladani perilaku beliau. Dan sesungguhnya kehormatan seorang Muslim adalah ketika dia menaruh hormat dan kepercayaan yang tinggi kepada Rasulullah SAW tanpa sedikit pun menyiratkan keraguan. Bahwa apa saja yang beliau sabdakan adalah kebenaran yang datang dari Allah dan apa saja yang beliau lakukan semua mengandung hikmah dan pelajaran bagi umat manusia. Tidak mungkin Allah mengutus seorang yang cacat moral atau serbakekurangan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta dan menjadi teladan bagi manusia.

Akhlak mulia Rasulullah SAW akan terus juga menjadi daya tarik bagi mereka yang mau sedikit saja menggunakan akal dan pikirannya, bukan nafsu duniawinya untuk menerima cahaya kebenaran. Manusia pada akhirnya akan memilih Rasulullah SAW menjadi teladan perilaku mereka sehari-hari baik secara sadar maupun tanpa mereka sadari. Hanya dengan meneladani pola hidup dan perilaku Rasulullah SAW, kita semua akan mendapatkan kesehatan secara menyeluruh. Insya Allah.

 

Oleh: Briliantono MS

KHAZANAH REPUBLIKA