Kiat Membuang Pikiran Kotor

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum,
Ustadz, saya ingin bertanya: Bagaimana caranya untuk menghilangkan pikiran kotor? karena hal itu membuat saya tidak bisa konsentrasi dalam belajar. Apakah saya harus diruqyah? dan apakah saya harus segera menikah? terima kasih. Wassalamu’alaikum.

Dian

 

 

Jawaban Ustadz:

‘Alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,
Cara untuk menghilangkan pikiran kotor dapat dilakukan dengan beberapa hal
berikut:

Pertama,
Menjauhi segala sebab yang dapat menimbulkan hal tersebut seperti menonton film, membaca cerita porno atau berita tentang terjadinya pemerkosaan, begitu juga melihat gambar porno, serta menjaga pandangan dari melihat wanita (apa lagi di negeri kita porno aksi sebagai santapan yang biasa dinikmati), semoga Allah melindungi kita dari fitnah wanita dan fitnah dunia.

Kedua,
Mengambil pelajaran dari kisah para nabi atau orang sholeh yang mampu menjaga diri ketika dihadapkan kepada fitnah wanita, seperti kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam, betapa beliau saat digoda oleh wanita yang bangsawan lagi cantik, tapi hal itu tidak mampu menebus tembok keimanan beliau, bahkan beliau memilih untuk ditahan dari pada terjerumus ke dalam maksiat.

Ketiga,
Ingat akan besarnya pahala diri di sisi Allah yang dijanjikan bagi orang yang mampu menjaga kehormatan diri sebagaimana yang disebutkan dalam hadits tujuh golongan yang akan mendapat naungan dari Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan Allah disebutkan di antaranya adalah seorang pemuda yang diajak untuk melakukan zina oleh seorang wanita cantik lagi bangsawan, anak muda itu menjawab: “Aku takut pada Allah”. Di samping mengingat tentang balasan yang akan diterimanya dalam surga yaitu bidadari yang senyumnya berkilau bagaikan cahaya, silakan baca bagaimana kecantikan bidadari yang diceritakan Allah dalam Al Quran.

Keempat,
Ingat betapa besarnya azab yang akan diterima bagi orang yang melakukan zina silakan baca ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengharamkan zina, seperti yang disebutkan dalam hadits bawa para pezina akan diazab dalam gerbong yang berbentuk kerucut, yang arah kuncupnya ke atas di bawahnya dinyalakan api bergelora dan membara, mereka melayang-layang dalam gerbong yang berbentuk kerucut tersebut karena disembur api dari bawah, tapi tidak bisa keluar karena lobang atas gerbong itu sangat kecil. Mereka berteriak dan memekik sekuat-kuatnya, sehingga pekik satu sama lainnya pun menyiksa. Semoga Allah menjauhkan kita dari api neraka.

Kelima,
Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat, jangan banyak menyendiri dan berkhayal. Di samping selalu berdoa kepada Allah supaya dihindarkan dari berbagai maksiat.

Keenam,
Bila memiliki kemampuan untuk berkeluarga ini adalah jalan yang paling terbaik yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bila tidak mampu maka usahakan berpuasa Senin Kamis, wallahu a’lam.

***

 
Dijawab Oleh: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra,M.A.

Artikel www.konsultasisyariah.com

Hukum Puasa setelah Nisfu Sya’ban

Apa hukum puasa setelah nisfu syaban, mohon penjelasan..!

Trim’s

 

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Terdapat hadis dari Abu Hurairahradliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ، فَلَا تَصُومُوا

“Jika sudah masuk pertengahanSya’ban, janganlah berpuasa.” (HR. Abu Daud 2337)

Dalam hadis yang lain, yang juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Bukhari 1914 dan Muslim 1082).

Di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkan puasa selama sya’ban. Bahkan beliau melakukan puasa sya’ban sebulan penuh. Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR. Bukhari 1970 dan Muslim 1156)

Demikian pula yang disampaikan Ummu Salamah radhiallahu ‘anha. beliau mengatakan,

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلَّا شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ

“Saya belum pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut selain di bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR. An Nasa’i 2175, At-Turmudzi 736 dan dishahihkan Al-Albani).

Dari beberapa hadis di atas, kita mendapatkan dua premis yang zahirnya bertentangan,

1. Dilarang melakukan puasa sunah setelah masuk pertengahan puasa syaban

2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa syaban hampir sebulan penuh, dan dipastikan setelah masuk pertengahan beliau juga puasa.

Namun sejatinya, jika kita perhatikan, tidak ada pertentangan dari hadis-hadis di atas. Para ulama telah menjelaskan, bagaiamana mengkompromikan beberapa hadis di atas, sehingga semuanya tetap berlaku. Salah satu penjelasan itu, disampaikan oleh Al-Qurthubi. Beliau menjelaskan tentang cara mengkompromikan hadis, hadis di atas. Beliau mengatakan,

لا تعارض بين حديث النهي عن صوم نصف شعبان الثاني والنهي عن تقدم رمضان بصوم يوم أو يومين وبين وصال شعبان برمضان

“Tidak ada pertentangan antara hadis yang melarang puasa setelah memasuki pertangahan Sya’ban, serta hadis yang melarang mendahului ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, dengan hadis yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambung puasa Sya’ban dengan puasa Ramadan.

والجمع ممكن بأن يحمل النهي على من ليست له عادة بذلك ويحمل الأمر على من له عادة حملا للمخاطب بذلك على ملازمة عادة الخير حتى لا يقطع

Kompromi memungkinkan untuk dilakukan, dengan memahami bahwa hadis larangan puasa berlaku untuk orang yang tidak memiliki kebiasaan berpuasa sunah. Sementara keterangan untuk rajin puasa di bulan Sya’ban dipahami untuk orang yang memiliki kebiasaan puasa sunah, agar tetap istiqamah dalam menjalankan kebiasaan baiknya, sehingga tidak terputus.” (Aunul Ma’bud, 6/330).

Sejatinya kompromi semacam ini telah dijelaskan dalam hadis Abu Hurairah di atas, tentang larangan berpuasa sehari atau dua hari menjelang ramadhan. Dalam hadis itu, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pengecualian, “kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” Puasa sunah ini mencakup puasa sunah selama setahun, seperti senin-kamis, daud, 3 hari tiap bulan, atau puasa sunah sya’ban yang sudah dirutinkan sejak awal.

Sementara bagi mereka yang tidak memiliki kebiasaan puasa sunah, baik puasa sunah tahunan atau dia tidak ada keinginan untuk rajin berpuasa selama sya’ban, maka tidak dibolehkan baginya untuk berpuasa setelah memasuki pertengahan sya’ban.

Kebiasaan ini sempat kita jumpai pada sebagian orang yang melakukan pemanasan dengan melatih diri untuk berpuasa ketika hendak memasuki ramadhan.

Allahu a’lam..

 

 

 

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembinawww.KonsultasiSyariah.com)

1 Juni, Ingatlah Sukarno, Tapi Jangan Sepelekan Jasa Tokoh Islam

Tak ada yang dapat membantah bahwa esok hari, yakni tanggal 1 Juni, adalah hari kelahiran Pancasila. Siapa penggalinya? Ya, tidak juga dapat dibantah karena tak lain dan tak bukan adalah Ir Sukarno.

Memang, pada awal tahun 1980-an, sempat ada usaha untuk membuang jasa Sukarno terhadap Pancasila. Namun, usaha itu gagal total. Publik tetap sadar dan mengakui bahwa Pancasila itu lahir dari karya pikir Sukarno. Tak urung Bung Hatta pun dengan tegas mengakuinya. Sikap ini sempat diulang kembali oleh putrinya, Meutia Hatta, ketika berpidato pada sebuah acara ormas pemuda beberapa waktu silam.

“Pancasila itu dasar negara kita. Dan yang melahirkannya adalah Bung Karno. Bahkan, penegasan ini dinyatakan langsung Bung Hatta dalam surat wasiatnya kepada putra Bung Karno (Guntur Soekarnoputra). Dan saya yakin surat wasiat itu pun masih ada dan disimpan Mas Guntur,” kata Meutia Hatta.

Meutia mengatakan, dalam surat wasiat yang ditujukan kepada Guntur itu sebenarnya berisi dua hal. Salah satunya adalah pernyataan dari Bung Hatta bahwa yang melahirkan Pancasila adalah Bung Karno. Ini penting karena pada saat surat wasiat dituliskan, yakni pada awal 1980-an, berkembang pernyataan yang meragukan Bung Karno adalah penggali Pancasila. Sedangkan, hal satunya lagi adalah wasiat ketidaksediaan Bung Hatta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Bila kemudian mengacu pada risalah sidang BPUPKI yang rangkumannya merupakan karya dua stenografer yang pada tahun 1945 mencatat seluruh pembicaraan sidang itu, yaitu Ibu Letjen (Pur) TB Simatupang dan Ibu Netty Karundeng, terbaca secara jelas peran seperti apa yang dimainkan Sukarno pada 1 Juni 1945 itu.

Dan memang, meski Sukarno berpidato bukan pada sidang hari pertama, apa yang diuraikannya begitu memukau. Suasana ini dalam risalah itu tercatat jelas. Berulang kali anggota BPUPKI bertepuk tangan riuh dan kadang tertawa menanggapi isi pidatonya.

Pancadharma, Pancasila, Trisila, dan Ekasila

Dari pidato tanggal 1 Juni 1945 itulah kemudian ada kata Pancasila untuk menyebut lima falsafah yang merupakan dasar Negara Indonesia. Sukarno menyebut nama “Pancasila” adalah nama yang diberikan oleh seorang temannya yang ahli bahasa Sanskerta (sebagian sejarawan mengatakan orang tersebut adalah M Yamin yang merupakan teman Sukarno dan memang ahli dalam bahasa-bahasa kuna).

Salah satu penggalan pidato yang menyebut lima dasar negara yang diucapkan Sukarno pada 1 Juni 1945 adalah:

“… Saudara-saudara, apakah prinsip kelima itu? Saya telah mengemukakan empat prinsip: (1) kebangsaan Indonesia, (2) internasionalisme, (3) mufakat atau demokrasi, (4) kesejahteraan sosial. (Prinsip kelima–Red) prinsip Indonesia merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Sukarno.

Dalam soal nama Pancasila (Lima Dasar) ini, Sukarno sempat menyebut nama lain, yakni “Pancadharma”. Namun, dia menyatakan tak tepat dengan nama itu sebab “Pancadharma” itu artinya lima kewajiban.

Pada bagian selanjutnya, Sukarno pun masih membuka kemungkinan bila usulan soal lima dasar (Pancasila) itu tidak disetujui. “… Atau barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka pada bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal tiga sila saja,” kata Sukarno.

Setelah itu, dia kemudian menyebut tiga prinsip negara itu dengan sebutan “Trisila”. “… Jadi, yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio-nationalisme, sosio-democratie, dan Ke-Tuhanan. Kalau tuan senang kepada simbol ini, ambillah yang tiga ini …,” tegas Sukarno lagi.

Dan, setelah menyebutkan Trisila, Sukarno pun masih menawarkan kepada anggota Sidang BPUPKI bila masih ada yang tidak setuju dengan tawaran “tiga dasar” tersebut:

“ … Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada Trisila ini, dan minta satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apalah yang satu itu? Sebagai tadi saya telah katakan, kita mendirikan negara Indonesia yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemoto yang kaya buat Indonesia, tapi Indonesia buat Indonesia! Jika saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia dengan yang tulen, yaitu perkataan ‘gotong royong’. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong!

Alangkah hebatnya! Negara gotong royong!” (tepuk tangan riuh rendah).

 

Benarkah Ki Bagus Ngotot Mendirikan Negara Beradasarkan Asas Islam?

Pada pidato tanggal 1 Juni, Sukarno memang menyebut nama Ki Bagus Hadikusumo (dalam ejaan lama ditulis dengan Ki Bagus Hadikoesoemo, 1890-1954) sebanyak dua kali. Pertama, ketika membahas soal dasar negara dan kedua ketika memberi ilustrasi soal pemilihan sistem pemerintahan yang memakai sistem presidensial, bukan sistem monarki atau kerajaan.

Lalu, mengapa nama Ki Bagus sempat disebut beberapa kali dalam pidato Sukarno itu? Jawabnya dengan mengutip  tulisan pengantar dari dua sejarawan yang menjadi tim penyunting untuk edisi keempat Risalah Sidang BPUPKI, Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati: memang ada kaitannya.

Analisis lain, itu karena Sukarno sangat hormat kepada Kasman selaku tokoh senior yang saat itu memimpin Persyarikatan Muhammadiyah. Ini dapat dimengerti karena Sukarno pernah menjadi konsul Muhammadiyah di Bengkulu. Dan dia pun menikahi Fatmawati yang juga merupakan putri tokoh penting Muhammadiyah di Sumatra. Khusus dengan Kasman, Sukarno pun enggan berdebat berkepanjangan dengannya.

”Sukarno cenderung menjaga perasaan Ki Bagus. Kalau ada soal, maka dia mencari Pak Kasman Singodimedjo untuk melobi dan meluluhkan hatinya,” kata Lukman Hakiem, mantan staf pribadi mantan perdana menteri M Natsir.

Sedangkan, khusus untuk buku Risalah Sidang BPUPKI edisi keempat (terbitan Sekneg RI tahun 1998) itu, memang ada materi penting di dalamnya. Menurut Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati, hal itu adalah adanya reproduksi pidato Ki Bagus Hadikusumo tanggal 31 Mei 1945 yang memuat usul beliau mengenai dasar negara. Naskah reproduksi ini diantarkan sendiri ke sekretaris negara oleh putra beliau, Kolonel Laut (P) Basmal Hadikusumo.

Dalam kata pengantar itu, tim penyunting menyatakan telah menelaah secara sungguh-sungguh materi pidato Ki Bagus Hadikusumo tersebut, khususnya dalam kaitan dengan keseluruhan pembahasan dasar negara dalam BPUPKI. Yang menjadi perhatian penyunting adalah dinamika perkembangan pembahasannya, yang meliputi pandangan awal, tanggapan para anggota BPUPKI lainnya, dan tanggapan balik dari yang bersangkutan sendiri. Sudah lama para penyunting (di situ disebut dengan kata kami–Red) berpendapat bahwa adalah tidak tepat untuk membaca pendapat para anggota BPUPKI sepotong-sepotong. Dalam bermusyawarah, sudah barang tentu ada proses memberi dan menerima sebelum mufakat dapat dicapai.

” … Menilik isinya, usul Ki Bagus Hadikusumo inilah yang merangsang tanggapan dari Prof Mr Dr Soepomo pada hari yang sama dan dari Ir Soekarno pada hari berikutnya. Tanggapan-tanggapan para anggota BPUPKI itu diperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh. Walaupun mulanya beliau menyarankan agar agama Islam dijadikan dasar negara, namun karena menyadari risiko terpecahnya bangsa jika usul itu dilaksanakan, beliau (Ki Bagus–Red) pula bersama Kiai Sanusi yang pada tanggal 14 dan 15 Juli 1945 mencabut kembali usulan itu,’’ tulis Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati.

Dalam kalimat berikutnya, keduanya kembali menuliskan, “… Apalagi karena tidak jelasnya arti anak kalimat yang tercantum dalam rancangan pembukaan UUD tanggal 22 Juli 1945, yaitu “ … Dengan menjalankan kewajiban syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Oleh karena itulah, kedua ulama itu kemudian dengan gigih menuntut agar kalimat tersebut dicoret saja. Mereka berpendirian bahwa jika BPUPKI tidak menyetujui negara berdasar agama (baca: agama Islam) agar negara bersikap netral saja terhadap masalah agama ini.

 

Radjiman dan Sukarno Justru Menolak Pencoretan

Dalam kata pengantar tim penyunting tersebut, Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati, keduanya menyatakan, sungguh mengherankan bahwa usul Ki Bagus Hadikusumo dan Kiai Sanusi itu justru ditolak dengan keras oleh Ketua BPUPKI Dr  Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Panitia Perancang Undang-Undang Dasar Ir Sukarno.

” … Keterangan yang kami peroleh dalam membaca risalah ini hanyalah bahwa sikap Radjiman dan Soekarno tersebut didasarkan pada argumen yang amat bersifat formal dan legalistik. Kedua beliau ini berpendapat bahwa rumusan tersebut (Piagam Jakarta–Red) merupakan kompromi yang dicapai dengan susah payah antara apa yang dinamakan ‘golongan Islam’ dan ‘golongan kebangsaan’. Pencoretan ‘tujuh kata’ tersebut dikhawatirkan akan mementahkan kembali masalah yang sudah diselesaikan,” tulis Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati.

Pendapat keduanya menyatakan, adanya pendirian Ki Bagus Hadikusumo dan Kiai Sanusi tanggal 14 dan 15 Juli di atas mengharuskan kita meninjau kembali dikotomi “golongan Islam” dan “golongan kebangsaan” yang dianut selama ini, Sebabnya ialah ternyata semangat kebangsaan itu juga terdapat dengan kuat pada kalangan yang disebut sebagai golongan Islam.

“Semangat kebangsaan Ki Bagus Hadikusumo dan Kiai Sanusi itu pulalah yang menyebabkan beliau-beliau pada tanggal 18 Agustus 1945 pagi para tokoh Islam–bersama KH Wachid Hasyim, Mr Tengku Mohammad Hassan, dan Mr Kasman Singodimedjo–dengan serta-merta menyambut baik permintaan tokoh-tokoh masyarakat Indonesia bagian timur kepada Drs Moh Hatta pada tanggal 17 Agustus sore agar kalimat itu dicoret saja. Sebab, ialah oleh karena justru beliau-beliau sendiri yang mengusulkan hal itu lebih dari sebulan sebelumnya,” tulis Saafroedin Bahar dan Nanie Hudawati.

Maka janganlah lupa sama sejarah itu. Sebab, seperti yang sering dikatakan sejak akhir 1970-an: “Disepakatinya Pancasila sebagai dasar negara adalah kado terindah dari umat Islam Indonesia.”

 

sumber: Republka Online

BPIH Turun, Kemenag Pastikan Berikan Pelayanan Terbaik

Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama RI Abdul Jamil mengatakan pihaknya berupaya pelayanan penyelenggaraan haji tahun ini lebih maksimal meskipun Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) turun.

Pelayanan tersebut, kata dia, misalnya dalam hal pembenahan embarkasi penuh di 12 lokasi, serta embarkasi antara seperti halnya di Gorontalo. “Kami memberi pelatihan kepada petugas di embarkasi untuk melayani jamaah dalam kloter nanti. Mereka harus dibekali hal-hal penting dalam melayani para calon haji,” ujarnya di Gorontalo, Senin (30/5).

Menurut dia, petugas harus melayani kebutuhan jamaah, termasuk membimbing dan memberi perlindungan kepada jamaah.
Selain itu, Kemenag telah menyewa 119 hotel di Mekkah yang sudah siap menampung jamaah Indonesia.

Penyewaan hotel juga dilakukan di Madinah, yang jaraknya tidak lebih dari 650 meter dari hotel ke Masjid Nabawi. “Dengan memilih hotel yang jaraknya dekat, jamaah bisa jalan kaki ke masjid,” ucap dia.

Peningkatan pelayanan juga diberikan dalam hal transportasi, dengan menggunakan bus yang lebih besar, lebih dingin dan bagasinya lebih luas dibandingkan bus yang dipakai 2015. Sementara untuk katering makanan jamaah haji di Madinah, Kemenag menyiapkan makanan dengan menu masakan Indonesia.

“Di Madinah jamaah akan diberikan dua kali yakni makan pagi dan malam, serta snack. Sedangkan di Mekkah akan mendapatkan makanan sebanyak 24 kali, tahun lalu hanya 15 kali,” kata dia menjelaskan.

Ia meyakinkan, penurunan BPIH sebanyak 132 dolar AS dibanding tahun sebelumnya tidak akan menurunkan kualitas pelayanan haji. Kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia pada 2016 adalah 168.800 orang, yang dibagi dua yakni 155.200 jamaah untuk haji reguler dan 13.600 jamaah untuk haji khusus.

 

 

Risalah Ibnu Sina

Ibnu Sina menulis tentang pengobatan patah tulang dalam dua risalah yang termuat dalam buku keempatal-Qanun. Risalah pertama berjudul, patah tulang secara keseluruhan dan yang kedua bertajuk patah tulang pada setiap bagian tulang secara terpisah.

Menurut Abdul Nasser Kaadan PhD, seorang dokter spesialis bedah tulang kelahiran Suriah, pada risalah pertama, Ibnu Sina mengupas penyebab patah tulang, jenis-jenisnya, bentuk-bentuk patah tulang, metode perawatan, dan komplikasi.

Patah atau fracture adalah hilangnya sambungan pada tulang, begitu Ibnu Sina mendefinisikan patah tulang dalam al-Qanun fi-l-Tibb.

Dalam risalah pertamanya, sang dokter legendaris itu kemudian menetapkan jenis-jenis patah tulang, seperti patah melintang, memanjang, atau campuran keduanya.

Menurut Ibnu Sina, gejala atau tanda-tanda patah biasanya berupa rasa sakit, bengkak, dan kelainan bentuk otot. Apabila tubuh mengalami tanda-tanda itu, Ibnu Sina menganjurkan agar segera dilakukan diagnosis.

Selain itu, Ibnu Sina juga memaparkan pengobatan patah tulang pada anak-anak lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Ibnu Sina juga sudah mampu menetapkan waktu penyembuhan beragam jenis patah tulang.

 

sumber: Republika Online

Ibnu Sina dan Pengobatan Tulang

Ibnu Sina sungguh luar biasa. Dokter Muslim legendaris sepanjang zaman itu terbukti menguasai berbagai macam pengobatan.

Berbagai jenis pengobatan telah ditulisnya dalam 43 kitab kedokteran, salah satunya yang paling monumental adalah Qanun fi-l-Tibb atau Canon of Medicine.

Pada abad ke-10 M dokter kelahiran Asfana, sebuah wilayah dekat Bukhara, Turkistan, itu juga telah menguasai pengobatan tulang patah.

Keahlian sang dokter dalam mengobati patah tulang diungkapkan Abdul Nasser Kaadan PhD, seorang dokter spesialis bedah tulang kelahiran Suriah dalam tulisannya bertajuk Bone Fractures in Ibn Sinas Medicine.

Penjelasan Ibnu Sina tentang pengobatan tulang patah hampir sama dengan buku-buku kedokteran modern, papar Kaadan yang juga seorang sejarawan kedokteran. Menurut Kaadan, Ibnu Sinamembahas pengobatan tulang secara runut.

Dia mengawali penjelasannya tentang patah tulang secara umum.Galen dari dunia Islam, begitu Ibnu Sina kerap dijuluki, membahaspengobatan patah tulang secara detail. Mulai dari penyebab, jenis-jenisnya, bentuk-bentuk patah tulang, metode perawatan, dan komplikasi.

Ibnu Sina telah menjelaskan beragam jenis patah tulang yang terjadi di setiap tulang, papar Kaadan yang tulisannya dimuat dimuslimheritage.com.

 

 

sumber: Republika Online

Ibnu Sina Jadi Dokter di Usia 17 Tahun

Ibnu Sina atau Avicenna memiliki nama lengkap Abu Ali al Huseyn bin Abdullah bin Hassan Ali bin Sina. Ilmuwan berdarah Persia ini menulis karya ilmiah pertamanya di usia 21 tahun. Al-Majmu demikian judul karya ilmiah tersebut, yang mengulas beragam ilmu pengetahuan.

Sejak kecil, Ibnu Sina memperlihatkan kepandaian yang luar biasa. Ilmu kedokteran dipelajarinya saat berusia 16 tahun. Tak hanya mempelajari teori kedokteran, dia juga merawat orang sakit berdasarkan pengetahuannya sendiri.

Berkat melayani orang sakit, Ibnu Sina pun menemukan metode-metode baru dalam perawatan. Dia menjadi seorang dokter sejak usia 17 tahun. Dia semakin terkenal sebagai dokter sejak berhasil menyembuhkan Raja Dinasti Samaniah, Nuh bin Mansur.

Tak hanya Nuh bin Mansur, ia juga berhasil menyembuhkan sejumlah penguasa lain, di antaranya Ratu Sayyidah dan Sultan Majdud dari Rayy, Syamsu Dawla dari Hamadan, dan Alaud Dawla dari Isfahan.

Ibnu Sina baru berusia 22 tahun ketika sang ayah wafat. Sepeninggal ayahnya, dia kemudian berkelana untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Kota pertama yang ia tuju adalah Jurjan.

Di salah satu kota kecil di Timur Tengah ini ia bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan al-Biruni yang kemudian menjadi gurunya. Setelah itu, dia berkeliling ke sejumlah kota di Iran seperti Rayy dan Hamadan.

Dari 450 karyanya, yang paling dikenal adalah As-Syifa dan Al-Qanun fi At-Tibb (The Canon of Medicine). Buku yang ditulis pada 1025 itu menjadi acuan dan referensi para dokter selama berabad-abad.

Karya-karya Ibnu Sina pernah disatukan dalam satu buku besar berjudul Essai de Bibliographie Avicenna yang disusun oleh Pater Dominican di Kairo. Kiprah gemilang Ibnu Sina di jagat ilmu pengetahuan berakhir ketika ia wafat pada Juni 1037 di Hamadan, Iran.

 

Sumber: Republika ONline

Ibnu Sina Hafal Alquran di Usia 10 Tahun

Ibnu Sina atau Avicenna memiliki nama lengkap Abu Ali al Huseyn bin Abdullah bin Hassan Ali bin Sina. Ilmuwan berdarah Persia ini menulis karya ilmiah pertamanya di usia 21 tahun. Al-Majmu demikian judul karya ilmiah tersebut, yang mengulas beragam ilmu pengetahuan.

Ibnu Sina lahir pada 980 M atau 370 H di Afsyanah, sebuah kota kecil di dekat Bukhara, Uzbekistan. Sepanjang hidupnya, Muslim jenius ini telah menghasilkan 450 karya ilmiah. Namun dari jumlah itu, hanya sekitar 240 karya yang tersisa.

Sebanyak 150 karya mengupas tentang filsafat, 40 kitab tentang kedokteran, dan karya-karya lainnya memuat beragam ilmu pengetahuan mulai dari filsafat, astronomi, kimia, geografi, matematika, geologi, psikologi, teologi, logika, fisika, hingga seni puisi.

Salah seorang temannya, Abu Ubaid al-Jurjani pernah bercerita, Ibnu Sina memiliki karakter yang cukup unik. Salah satunya, ia suka mengagumi diri sendiri. Dan faktanya, Ibnu Sina memang dikagumi banyak orang karena kejeniusannya.

Tak hanya menguasai beragam ilmu pengetahuan, Ibnu Sina juga memiliki perhatian besar kepada ilmu keagamaan. Hal inilah yang mendorongnya untuk menghafal Alquran. Beberapa sumber menyebut, Ibnu Sina telah hafal Alquran pada usia 10 tahun.

Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina juga dikenal sebagai sosok yang mandiri dalam pemikiran. Ayahnya yang berasal dari Balkh Khorasan adalah seorang pegawai tinggi pada masa Dinasti Samaniyah.

 

sumber: Republika Online

Lelaki dan Perempuan Harus Bersama Bangun Generasi

LELAKI ini dikenal sangat fanatis dalam beragama. Sayangnya fanatismenya itu tidak diserati dengan pengetahuan agama yang luas dan sempurna. Sangat biasa bahwa fanatisme tanpa pengetahuan seringkali menghadirkan potret keberagamaan yang emosional minus logika.

Lelaki ini dikaruniai 11 anak perempuan. Tak usah ditanya mengapa kok perempuan semua dan tak usah bertanya bagaimana supaya punya anak laki-laki. Bagi saya, punya anak atau tidak, laki-laki atau perempuan semua atau campuran adalah bukan aib dan kelebihan melainkan takdir yang harus dijalani. Nah, lelaki itu melarang semua puterinya sekolah karena, menurutnya, sekolah terlalu banyak efek negatifnya pada anak perempuan.

Menurutnya, wanita kalau berpengetahuan itu cenderung tidak taat sama suami dan tidak becus mengurus keluarga. Wanita tak hanya perlu tahu memasak, membersihkan rumah dan melahirkan. Suatu hari kesebelas puterinya itu sakit bersama-sama dengan penyakit yang berbeda-beda. Lelaki inipun bingung luar biasa karena kesulitan mencari dokter perempuan.

Kaum perempuan harus dididik dan disekolahkan. Kaum perempuan akan lebih paham tentang perempuan ketimbang pahamnya lelaki. Kaum perempuan lebih mudah sepaham dan sehati dengan sesama perempuan ketika ada masalah yang melibatkan rasa perempuan.

Namun, ini tak bermakna perempuan tak butuh laki-laki dalam memikirkan perempuan. Lelaki dan perempuan harus bersama membangun generasi yang pasti ada yang berjenis kelamin lelaki dan perempuan. Salam, AIM. [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2298933/lelaki-dan-perempuan-harus-bersama-bangun-generasi#sthash.Af9fkw3w.dpuf

Dan Tuhan Pun Tersenyum

“…Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr [59]: 9)

KETIKA menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir mengutip sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, bersumber dari Abu Hurairah. Suatu ketika datang seorang laki-laki menemui Rasulullah saw seraya berkata, “Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar.” Kemudian beliau mengutus seseorang untuk meminta sesuatu kepada salah seorang istri beliau. Namun dia juga tidak mempunyai apapun kecuali air minum. Kemudian utusan itu disuruh menemui istri beliau yang lain, namun jawabannya sama, begitu juga ketika menemui semua istri beliau. Maka beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di tempat itu, “Barangsiapa malam ini berkenan menjamu tamu, niscaya Allah akan merahmatinya.” Sejurus kemudian seseorang dari Anshar berdiri seraya berkata, “Aku wahai Rasulullah.” Kemudian orang Anshar itu pulang menemui istrinya dan bertanya, “Apakah engkau mempunyai makanan?” “Tidak ada, kecuali makanan untuk anak-anak,” jawab istrinya. “Hiburlah mereka dengan sesuatu. Jika mereka minta makanan malam, bujuklah agar mereka tidur. Jika tamu kita sudah datang, matikan lampu dan tunjukkan bahwa seolah-olah kita ikut makan.”

Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika tamu kita hendak makan, matikan lampu.” Ketika tamunya sedang makan, orang Anshar dan istrinya hanya duduk saja, sehingga malam itu mereka berdua harus menahan lapar. Pada keesokan harinya mereka berdua bertemu Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, “Allah pun merasa takjub–atau tersenyum–karena perbuatan kalian berdua terhadap tamu itu. Kemudian turunlah ayat ini.

Dari riwayat hadis di atas, terlihat jelas betapa Allah sangat mengagumi serta mencintai hamba-Nya yang dengan penuh keikhlasan jiwa dan ketulusan hati mau berbagi dengan orang lain, meskipun dirinya sendiri juga dalam kondisi membutuhkan.

Lebih khusus lagi, dari kisah di atas tampak jelas betapa memuliakan tamu adalah perbuatan yang sangat terpuji. Rasulullah saw pernah menegaskan, “…Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Al-Bukhari)

Berbagi, memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan, adalah tanda keimanan seseorang. Sikap ini juga menunjukkan bahwa pelakunya adalah seseorang yang mampu mengikis sifat bakhil dalam dirinya. Dia mampu melawan egonya. Dia berhasil menundukkan nafsunya yang cenderung menuntutnya untuk selalu merasa memilikinya. Dia sadar betul bahwa apa yang ada pada dirinya hanyalah titipan Allah semata.

Seseorang yang mengenali dirinya, maka dia akan mengenali Tuhannya. Demikian diungkapkan dalam sebuah hadis qudsi. Orang yang mampu menundukkan egonya adalah orang yang mengenali dirinya. Orang yang dapat mengalahkan nafsunya adalah orang yang memahami pribadinya. Dan orang-orang seperti inilah yang akan dapat mengenai Tuhannya. Dan, Tuhan pun akan tersenyum bangga melihat orang-orang yang seperti ini. [Didi Junaedi]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2298666/dan-tuhan-pun-tersenyum#sthash.e4pefnwc.dpuf