Ketika Shalat Jamaah Anak Menangis, Haruskah Membatalkan Shalat?

Ustadz, apa yang harus kami lakukan tatkala sedang shalat, sementara bayi kami menangis, apakah kami harus membatalkan salat atau bagaimana ya? Terlebih ketika salat berjamaah. Mohon penjelasannya, Ustadz.

Jawaban:

Alhamdulillaahi Rabbi-l aalamin, wa-sh sholaatu wa-s salaamu alaa asyrafi-l anbiyaa’i wa-l mursaliin, Nabiyyina Muhammad, wa alaa aalihi wa ash-haabihi ajma’iin, wa ba’d…

Ahlan wa sahlan saudaraku penanya.

Para ulama sepakat bahwa jika seseorang telah mulai melaksanakan salat fardhu, maka haram baginya untuk memutusnya/membatalkannya, tanpa ada alasan yang syar’i. Dan alasan-alasan tersebut telah disebutkan dalam sunah Nabi –shallallaahu alaihi wa sallam-, sebagaimana juga diterangkan oleh para ulama, di antaranya yaitu:

  • Untuk menyelamatkan diri dari sesuatu yang mengancam jiwanya, atau hartanya.
  • Untuk menyelamatkan orang lain dari sesuatu yang mengancam jiwanya, seperti menyelamatkan orang yang hampir tenggelam, terbakar, jatuh dari tangga, tertabrak mobil, dan yang semisalnya. (Lihat Raddu al-Muhtaar, Al-Mabsuuth, dan Kasysyaaf al-Qinaa’)

Dan uzur-uzur lain dapat kita bandingkan dengan uzur-uzur di atas, jika maknanya sesuai, maka berarti ia juga menyamai hukumnya. Para ulama menyebut ini dengan qiyas.

Adapun masalah bayi anda yang menangis, maka hukumnya dapat diketahui dari kondisi yang ada. Jika memang:

  • Tangisan tersebut dikhawatirkan membahayakannya (seperti meronta-ronta sehingga dikhawatirkan dapat terjatuh), atau disebabkan sesuatu yang membahayakannya (seperti gigitan sesuatu, atau rasa sakit tertentu). Atau…
  • Tangisannya mengganggu kekhusyukan jama’ah lain yang sedang salat, seandainya sedang berada pada situasi salat berjama’ah.
  • Tidak ada cara lain untuk mendiamkannya selain dengan membatalkan salat anda.

Maka tidak mengapa anda membatalkan salat anda.

Dan sebagai tambahan, bagi anda yang masih belum meyakini ketenangan anak ketika berada di masjid, maka sebaiknya untuk tidak membawanya ke masjid terlebih dahulu.

Bagi suami istri, jika memang mengetahui anaknya masih belum bisa anteng saat ditinggal salat, maka hendaklah salat secara bergantian, sehingga tidak perlu ada pembatalan salat ketika si anak menangis.

Dan juga untuk para imam, ketika mendengar tangisan anak, hendaklah meringankan durasi salatnya, sehingga sang ayah/ibu dapat segera menenangkan si anak tanpa harus membatalkan salatnya.

Wallaahu a’lam, semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan anda.

Dijawab oleh Ustadz Ustadz Muhammad Afif Naufaldi (Mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah)

Read more https://konsultasisyariah.com/35997-ketika-shalat-jamaah-anak-menangis-haruskah-membatalkan-shalat.html

Hukum Pulang Tanpa Ngasih Kabar untuk Surprise Kepada Istri

Klo ngasi surprise buat istri dgn pulang nggk bilang² dulu blh ngg?

Dari : Abdul Basith, di bumi Allah.

Jawaban:

Bismillah wal hamdulillah was sholaatu was salaam ‘ala Rasulillah, wa ba’du.

Dari Jabir dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قَدِمَ أَحَدُكُمْ لَيْلًا فَلَا يَأْتِيَنَّ أَهْلَهُ طُرُوقًا حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ وَتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ

Jika salah seorang dari kalian tiba (dari perjalanan) janganlah kalian pulang ke rumah keluargamu tengah malam, supaya keluarga yang ditinggalkan dapat bersiap-siap dan menyisir rambut (menyambut kedatanganmu). (HR. Muslim)

Hadis ini berisi larangan pulang ke rumah menemui istri setelah safar, seperti juga LDR, tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Larangan ini, dimaknai makruh oleh para ulama, diantaranya :

Imam Tirmidzi rahimahullah.

Dalam sunan Tirmidzi beliau memberi judul untuk hadis yang semakna,

باب ما جاء في كراهية طروق الرجل أهله ليلا

Bab: Tentang Makruhnya seorang suami menemui istrinya tiba-tiba di malam hari.

Imam Nawawi rahimahullah.

Beliau menyatakan,

معنى هذه الروايات كلها أنه يكره لمن طال سفره ، أن يقدم على امرأته ليلا بغتة فأما من كان سفره قريبا تتوقع امرأته إتيانه ليلا ، فلا بأس

Makna riwayat-riwayat ini (hadis di atas dan yang semakna, pent), seluruhnya menunjukkan makruhnya seorang yang lama tak berjumpa istri karena safar, untuk datang tiba-tiba. Adapun yang safarnya tidak lama, yang istri bisa mengira-ngira kedatangan suami meski di malam hari, maka tidak mengapa.

Mengapa Makruh?

Karena dua sebab (illat) berikut:

Pertama, agar istri bisa berdandan sebelum menyambut suaminya.

Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu bercerita,

“Kami pernah bersama Nabi dalam sebuah peperangan. Saat kami telah tiba di Madinah, kami percepat perjalan agar segera sampai rumah. Lalu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أَمْهِلُوا حتى نَدْخُلَ لَيْلًا – أَيْ عِشَاءً – كَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ ، وَتَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ

Pelan-pelan jalannya, nanti kita masuk rumah malam saja. Supaya para istri bisa bersiap-siap menyisir rambut dan membersihkan bulu. (HR. Bukhori dan Muslim).

Kedua, agar tidak menimbulkan penilaian buruk kepada istri, karena melihat aib-aib yang muncul akibat lama tak berjumpa dengan suami.

Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata,

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلاً يَتَخَوَّنُهُمْ أَوْ يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ

“Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam melarang seseorang mendatangi istrinya di malam hari untuk mencari-cari tahu apakah istrinya berkhianat kepadanya atau untuk mencari-cari kesalahannya.” (HR. Muslim)

Al–Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan,

يقع الذي يهجم بعد طول الغيبة غالبا ما يكره ، إما أن يجد أهله على غير أهبة من التنظف والتزين المطلوب من المرأة ، فيكون ذلك سبب النفرة بينهما

Setelah lama bepisah biasanya akan muncul kondisi-kondisi yang tak sedap dipandang. Bisa karena istri belum siap bersih-bersih atau berdandan. Sehingga hal tersebut menyebabkan munculnya kerenggangan antara mereka berdua. (Fathul Bari 9/123, dikutip dari Islamqa)

Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjaga kehormatan manusia dan mengupayakan segala yang dapat memunculkan keharmonisan kehidupan dan kerukunan. Sampai pada masalah sedetail dan sesederhana inipun dijelaskan oleh Islam. Agama yang sangat indah, menebar rahmat bagi seluruh makhluk. Maka bersyukurlah atas nikmat Islam.

Selain itu, ini juga menunjukkan motivasi untuk mendahulukan husnuzon (prasangka baik) kepada sesama muslim, apalagi pasangan. Dan larangan saling mencurigai antar pasangan selama keduanya komitmen menjalankan syariat Islam.

Sahabat Mu’awiyah semoga Allah meridhoi beliau, bercerita mengungkapkan pesan yang sangat berkesan yang beliau dengar dari kekasih beliau, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

إنك إن اتبعت عورات المسلمين أفسدتهم، أو كدت أن تفسدهم

Sungguh kamu jika mencari-cari aib kaum muslimin itu akan merusak mereka. Atau bisa jadi dengan sikap seperti itu kamu bisa merusak mereka. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

Wallahua’lam bis showab.

***

Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk AndroidDownload Sekarang !!

Read more https://konsultasisyariah.com/35986-hukum-pulang-tanpa-ngasih-kabar-untuk-surprise-kepada-istri.html

Hukum Transgender Dalam Islam

Transgender Dalam Islam

Assalamualaikum ustadz….zaman ini marak transgender, bgmn hukum mnrt Islam ttg hal trsbt ya Ustadz? Syukron atas penjelasannya…

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah wa ba’du.

Tercipta menjadi laki-laki atau perempuan, adalah takdir Allah, yang setiap keputusanNya selalu didasari rahmat, ilmu dan hikmah. Karena diantara sifat-sifat Allah adalah Ar-Rohim (Maha Penyayang), Al ‘Alim (Maha Mengetahui), Al Hakim (Maha Bijaksana). Setiap perbuatan Allah, adalah wujud dari sifat-sifatNya yang Maha Mulia.

Allah tahu mana makhlukNya yang lebih baik menjadi laki-laki dan mana yang lebih baik menjadi wanita. Maka kita sebagai manusia, yang sangat terbatas nalar dan ilmunya, sangat patut berserah diri kepada Tuhan kita, ridho sepenuhnya terhadap takdirNya.

Tekad Setan

Merubah-ubah ciptaan Allah, ternyata diantara visi yang direncanakan oleh setan dalam upayanya menyesatkan manusia.

Allah ta’ala berfirman dalam surat An-Nisa,

إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ إِلاَّ إِناثاً وَإِنْ يَدْعُونَ إِلاَّ شَيْطاناً مَرِيداً لَعَنَهُ اللَّهُ وَقالَ لَأَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبادِكَ نَصِيباً مَفْرُوضاً وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذانَ الْأَنْعامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْراناً مُبِيناً

‘’Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka,yang dilaknati Allah dan setan itu mengatakan: “Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya) dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya”. Barang siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisa : 117-119)

Setan berjanji, akan membisikan kepada manusia, agar mereka mau merubah ciptaan Allah. Kemudian manusia itu, benar-benar akan merubahnya. Rencana Ini, tidak hanya isapan jempol saja, namun sudah nyata terjadi, setan benar-benar menunaikan tekadnya. Diantara buktinya adalah, adanya para lelaki yang merubah dirinya menjadi wanita. Dan sebaliknya, wanita yang merubah dirinya menjadi laki-laki, melalui berbagai upaya seperti operasi plastik dll.

Sebab Setan Senang

Mengapa yang seperti ini sangat diingankan oleh setan?

Jawabannya, terdapat di keterangan dalam Tafsir As-Sa’di berikut,

وذلك يتضمن التسخط من خلقته والقدح في حكمته واعتقاد أن ما يصنعون بأيديهم أحسن من خلقة الرحمن، وعدم الرضا بتقديره و بتدبيره

Perbuatan mengubah-ubah ciptaan Allah itu mengandung:

– Ketidak senangan terhadap penciptaan Allah.
– Celaan kepada hikmahNya.
– Keyakinan bahwa yang mereka ciptakan dengan tangan mereka sendiri, lebih baik dari penciptaan Allah.
– Serta tidak ridho kepada takdir Allah.
(Tafsir As-Sa’di / Taisir Kariim Ar Rahman, hal. 204)

Batasan Mengubah Ciptaan Allah

Dalam Fatawa Islam, dijelaskan batasan mengubah ciptaan Allah yang dilarang. Yaitu saat perubahan itu bersifat permanen.

وفي كلام القرطبي رحمه الله إشارة إلى ضابط ما يكون تغييرا لخلق الله ، وأنه التغيير الذي يبقى ويدوم

Pada pernyataan Qurtubi rahimahullah terdapat penjelasan batasan mengubah ciptaan Allah, yaitu perubahan yang sifatnya permanen. (https://islamqa.info/amp/ar/answers/129370)

Seorang selakukan operasi kelamin, untuk mengubah gendernya, jelaslah itu adalah termasuk merubah ciptaan Allah yang dilarang.

Jika Allah melaknat seorang yang merubah sedikit dari tubuhnya, dengan bertato, menyambung rambut atau menyambung alis matanya, padahal dia masih berstatus sebagai wanita, lantas bagaimana dengan mereka yang tidak hanya sekedar mengubah rambut atau alis mata, tapi sudah merubah status gendernya?!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ

“Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya, wanita pembuat tato dan yang bertato.” (HR. Bukhari)

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُوتَشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ

“Allah melaknat wanita yang menato, wanita yang minta ditato, wanita yang menghilangkan bulu di wajah, wanita yang merenggangkan giginya agar terlihat cantik, serta wanita yang mengubah ciptaan Allah” (HR. Bukhari)

Jika sekedar menyerupai lawan jenis dalam lahiriyah mereka, seperti meniru gerak-gerik, intonasi bicara atau berpakaian layaknya lawan jenis, itu dapat mengundang laknat Allah. Lantas bagaimana dengan perbuatan yang tidak hanya sekedar meniru, tapi sudah melakukan perpindahan kelamin?!

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari 5885).

Adanya ancaman laknat, adalah diantara ciri dosa besar. Para ulama menerangkan,

كل ما لعن الله ورسوله فهو كبيرة

Setiap dosa yang diancam laknat Allah dan RasulNya, adalah dosa besar. (Lihat : Ad-Da’ wad Dawa’ hal. 293)

Dari paparan di atas, kita bisa menyimpulkan jelas, bahwa hukum transgender dalam Islam sangat diharamkan. Pengharaman ini semata karena sayang dan cinta kepada manusia. Bukan untuk mengekang atau merebut kebahagiaan mereka. Agar mereka kembali kepada jati dirinya yang sesungguhnya.

Allah berfirman,

طه ، مَآ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡقُرۡءَانَ لِتَشۡقَىٰٓ

Thoha, Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu bukan untuk membuatmu susah. (QS. Thoha : 2)

Bukan untuk menyusahkanmu, artinya Al-Qur’an diturunkan, untuk membuatmu hidup bahagia.

Manusia makhluk yang banyak kekurangan. Seringkali nalar kita keliru dalam menilai sesuatu. Kita pandang baik namun ternyata berbahaya untuk kita. Kita pandang menaikkan martabat, namun ternyata justeru menghinakan kita. Oleh karenanya, kita perlu bimbingan Tuhan yang maha hikmah, maha tahu dan maha sayang kepada kita. Kita, layaknya anak kecil yang senang bermain api. Namun sang ayah yang sayang dan tahu bahaya api, akan menegur sang anak dengan penuh kelembutan.

Demikian.
Wallahua’lam bis showab..

***

Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)

Read more https://konsultasisyariah.com/35610-hukum-transgender-dalam-islam.html

Pekerjaan Paling Utama di Mata Rasulullah

PEKERJAAN apakah yang paling baik dan paling mulia? Melalui empat hadis sahih ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menerangkannya kepada kita.

Dari Said bin Umair dari pamannya, dia berkata,

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan semua pekerjaan yang baik.” (HR. Baihaqi dan Al Hakim; shahih lighairihi)

Dari Khalih, ia berkata,

“Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya tentang pekerjaan yang paling utama. Beliau menjawab, “perniagaan yang baik dan pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri” (HR. Al Bazzar dan Thabrani dalam Al Mujam Kabir; shahih lighairihi)

Dari Ibnu Umar, ia berkata,”

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perniagaan yang baik.” (HR. Thabrani dalam Al Mujam Kabir; shahih)

Dari Rafi bin Khadij, ia berkata,

“Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap perniagaan yang baik.” (HR. Ahmad dan Al Bazzar; shahih lighairihi)

Dari keempat hadis tersebut, meskipun kadang Rasulullah ditanya dengan istilah “pekerjaan yang paling baik” dan kadang ditanya dengan istilah “pekerjaan yang paling utama”, ternyata jawaban beliau hampir sama. Yakni pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan perniagaan yang baik.

Pekerjaan dengan tangan sendiri maksudnya adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang tanpa meminta-minta. Pekerjaan itu bisa berupa profesi sebagai tukang batu, tukang kayu, pandai besi, maupun pekerjaan lainnya. Dalam hadis yang lain dicontohkan pekerjaan seseorang yang mencari kayu bakar. Profesi dokter, arsitek, dan sejenisnya di zaman sekarang juga termasuk dalam hadis ini.

Sedangkan perniagaan yang baik maksudnya adalah perniagaan atau perdagangan yang bersih dari penipuan dan kecurangan. Baik kecurangan timbangan maupun kecurangan dengan menyembunyikan cacatnya barang yang dijual.

Jadi, dalam Islam, pekerjaan apapun baik. Pekerjaan apapun bisa menjadi pekerjaan paling baik. Asalkan halal dan bukan meminta-minta. Baik menjadi karyawan, profesional, pebisnis maupun pengusaha, semua punya peluang yang sama. []

Sumber : bersamadakwah/ Shahih At-Targhib wa At-Tarhib dan Maktabah Syamilah

INILAH MOZAIK

Yang Jadi Pembantu Rasulullah Sejak Usia 9 Tahun

ANAS bin Malik radhiallahu anhu, adalah diantara daftar pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Selama hampir 9 tahun lamanya, sejak di usia 10 tahun, beliau melayani Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Berikut testimoni sahabat Anas:

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Suatu hari (sewaktu aku masih kanak-kanak), beliau menyuruhku untuk tugas tertentu. Aku bergumam: Aku tidak mau berangkat. Sementara batinku meneriakkan untuk berangkat menunaikan perintah Nabi Allah.

Aku pun berangkat, sehingga melewati gerombolan anak-anak yang sedang bermain di pasar. Aku pun bermain bersama mereka. Tiba-tiba Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memegang tengkukku dari belakang. Aku lihat beliau, dan beliau tertawa. Beliau bersabda: “Hai Anas, berangkatlah seperti yang aku perintahkan.” “Ya, saya pergi sekarang ya Rasulullah.” Jawab Anas.

Beliau memberi kesan: Demi Allah, aku telah melayani Nabi shallallahu alaihi wa sallam selama 7 atau 9 tahun. Saya belum pernah sekalipun beliau berkomentar terhadap apa yang aku lakukan: “Mengapa kamu lakukan ini?”, tidak juga beliau mengkritik: “Mengapa kamu tidak lakukan ini?” (HR. Muslim 2310 dan Abu Daud 4773).

Dalam cuplikan sejarah beliau yang lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sangat perhatian terhadap kebutuhan pembantunya. Bahkan sampai pada menyemangati untuk menikah.

INILAH MOZAIK

Rajinlah Membaca: Yaa Dzal Jalaali wal Ikram

Ya dzal jalali wal ikram bisa digunakan dalam doa, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perintah demikian.

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Ad-Da’awaaat (16. Kitab Kumpulan Doa)

بَابُ الأَمْرِ بِالدُّعَاءِ وَفَضْلِهِ وَبَيَانِ جُمَلِ مِنْ أَدْعِيَّتِهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –

Bab 250. Perintah untuk berdoa dan keutamaan berdoa serta penjelasan beberapa doa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Hadits #1491

وَعَنْ أَنَسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( أَلِظُّوا بِـ ( يَاذا الجَلاَلِ والإكْرامِ ) )) . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَرَوَاهُ النَّسَائِيُّ مِنْ رِوَايَةِ رَبِيْعَةَ بْنِ عَامِرٍ الصَّحَابِي ، قَالَ الحَاكِمُ : (( حَدِيْثٌ صَحِيْحُ الإِسْنَادِ )) .

(( أَلِظُّوا )): بِكَسْرِ اللاَّمِ وَتَشْدِيْدِ الظَّاءِ المُعْجَمَةِ ، مَعْنَاهُ : اِلزَمُوا هَذِهِ الدَّعْوَةَ وَأكْثِرُوا مِنْهَا .

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Selalulah kalian membaca dengan doa, ‘YAA DZAL JALAALI WAL IKROM (wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan).’” (HR. Tirmidzi dan An-Nasai dari riwayat sahabat Rabi’ah bin ‘Amir. Al-Hakim berkata sanadnya sahih) [HR. Tirmidzi, no. 3525. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly mengatakan bahwa hadits ini sahih dengan syawahidnya, karena ada penguatnya].

Lafal alizhzhu dengan kasrahnya lam dan tasydidnya zha’ mu’jamah, artinya: jagalah selalu doa ini dan sering-seringlah mengucapkannya.

Faedah hadits

  1. Kita diperintahkan untuk memperbanyak dan menjaga bacaan ini karena di dalamnya mengandung pujian yang sempurna pada Allah Ta’ala dan sifat yang mulia bagi Allah.
  2. “Yaa dzal jalaali wal ikrom” mengandung sifat rububiyah dan uluhiyah, artinya Allah itu agung dan mulia dalam segala perbuatannya, sehingga Allah yang layak untuk disembah.
  3. Sebagian ulama menyatakan bahwa “Yaa dzal jalaali wal ikrom”, nama yang disebut termasuk dalam al-ismu al-a’zhom (nama Allah yang Agung). Namun Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly hafizhahullah tidaklah menyetujui hal ini.

Referensi:

Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/22933-rajinlah-membaca-yaa-dzal-jalaali-wal-ikram.html

Hadis Maudhu (Palsu) dan Larangan Mengamalkannya

Ustadz Apa itu hadis maudhu dan ciri2nya, apakah hadis maudhu yg secara matan shahih bisa diamalkan ? Syukron

Jawab:

Alhamdulillah, shalawat dan salam atas Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya . Amma Ba’du:

Pertanyaan ini mengingatkan saya pada berita bombastis tentang sepeda Nabi Adam yang dijadikan pajangan di kota Jeddah, Saudi Arabia. Dikatakan oleh sebagian yang berkunjung ke kota tersebut, bahwa itulah sepeda Nabi Adam, begitu ceritanya. Cukup satu pertanyaan untuk menjelaskan, sejak kapan sepeda dibuat?

Dan sekarang ini bisa kita lihat, mulai sabun cuci sampai mesin suci ada label syar’i, mulai dari tanah sampai rumah mendapat stempel sunnah; mengingatkan pada zaman dulu bahwa salah satu sumber hadits-hadits palsu adalah para pedagang. Diantara hadits palsu yang banyak disebut para penuntut ilmu waktu itu adalah hadist tentang keutamaan terong.

Untuk memahami hadits palsu, kita harus memahami apa arti hadits yang asli dengan baik, sehingga kita bisa membedakan hadits asli dari yang palsu.

Hadits adalah perkataan, perbuatan, persetujuan (perkataan atau perbuatan shahabat disetujui oleh Nabi) dan sifat-sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits palsu artinya menisbatkan (menyandarkan) suatu perkataan, berbuatan, pengakuan atau sifat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal itu tidak dikatakan, tidak dilakukan, bukan merupakan persetujuan dan bukan merupakan sifat Nabi. Jadi, menisbatkan sesuatu kepada Nabi yang bukan merupakan darinya adalah hadits palsu.

Bagaimana kalau perkataan itu adalah perkataan yang baik dari seorang shahabat atau seorang ulama kemudian disandarkan kepada Nabi?

Tetap hadist palsu walaupun maknanya baik, karena yang palsu disini adalah penisbatan (penyandaran).

Berbeda halnya dengan Hadist Dhoif, yaitu hadits yang lemah penyandaran kepada Nabi, dan penisbataannya kepada Nabi adalah salah atau tidak kuat, dan hal itu karena kesalahan bukan kesengajaan. Bedanya dengan hadits palsu adalah bahwa hadits palsu diketahui bahwa itu bukan dari Nabi, akan tetapi tetap dinisbatkan kepada Nabi dengan sengaja

Maka hendaklah hati-hati yang menyandarkan sesuatu dengan sengaja kepada Nabi atau kepada sunnah (Nabi) padahal itu bukan darinya walaupun maknanya benar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia mengambil tempat duduknya di Neraka” (Hadits Mutawatir diriwayatkan Bukhari no. 1229, dll.).

Darimana kita mengetahui bahwa hadits itu palsu?

Kita mengetahui hadits itu palsu adalah dari penjelasan para ulama, diantaranya Imam Ibnul Jauzi mengarang kitab Al-Maudhu’at, kumpulan hadist-hadits palsu, untuk menjelaskan hal itu. Dan hadits menjadi palsu karena rawi di dalam sanadnya diketahui pernah sengaja berdusta atas nama Nabi, atau hadits tersebut tidak ada asal usulnya atau haditsnya dengan jelas bertentangan dengan al-Quran atau hadits shohih yang jelas, sehingga tidak mungkin bersumber dari Nabi.

Ibnu Qayyim al-jauziyah menyebutkan di dalam kitabnya al-Manar al-Munif 19 ciri-ciri hadits palsu, di antaranya adalah:

  1. Bertentangan dengan ayat al-Quran secara jelas, seperti hadits palsu: “Umur Dunia 7000 tahun, dan kita berada pada tahun yang ke-7000”. Bertentangan dengan ayat-ayat yang menjelaskan hanya Allah ta’ala yang mengetahui tentang waktu kejadian Hari Kiamat.
  2. Bertentangan dengan hadits yang shohih, seperti hadits palsu yang menjelaskan bahwa yang bernama Muhammad atau Ahmad tidak akan masuk Nereka, padahal sangat jelas di dalam hadits Nabi bahwa yang menyelamatkan seseorang itu adalah amalannya.
  3. Memiliki makna yang terlalu berelebihan, seperti Allah menciptakan seekor burung  yang memiliki 70 ribu lisan, setiap lisan bisa berbicara dalam 70 ribu Bahasa.
  4. Bertentangan dengan realita, seperti hadits palsu:”Terong menyembuhkan segala jenis penyakit”
  5. Maknanya tidak pantas dan hanya menjadi bahan ejekan, seperti hadits palsu:”Seandainya beras itu adalah seorang laki-laki, maka dia adalah seorang yang lembut, tidak ada yang memakannya kecuali menjadi kenyang”.
  6. Menyerupai resep dokter, seperti hadits palsu:”Al-Harisah (makanan) menguatkan punggung”

Ini adalah sebagian ciri yang disebutkan oleh Ibnu Qayyim di dalam kitabnya.

Apakah hadits palsu bisa diamalkan kalau maknanya shohih?

Sumber Syariat Islam adalah Al Quran dan Sunnah, kalau ada kata atau makna yang bagus bukan dari keduanya maka bukan bagian dari Islam dan tidak boleh diamalkan sebagai ibadah.

Akan tetapi kalau yang dimaksud bahwa hadits palsu tapi secara makna shohih, dalam arti makna yang terkandung di dalamnya adalah sesuai atau serupa dengan Ayat atau hadits yang lain. Hadits palsu tersebut tetap tidak boleh diamalkan, tapi kita beramal dengan ayat atau hadits shohih yang menunjukkan kepada makna tersebut.

Kita ulangi lagi, bahwa hadits palsu itu adalah palsu walau kandungan isinya bagus, karena maksud dari palsu itu adalah palsu penisbatan (penyandaran) kepada Nabi.

Hendaklah kita terus belajar, karena di zaman sekarang hadits palsu tersebar dengan mudah, dan banyaknya hadits-hadits palsu baru yang bermunculan.

Semoga Allah taala selalu memberi taufik kepada kita untuk mengamalkan hadits yang shohih dan mengetahui hadits-hadits palsu, dan mampu menjelaskan tentang hadits palsu kepada umat. Amiin…!!

Read more https://konsultasisyariah.com/36006-hadis-maudhu-palsu-dan-larangan-mengamalkannya.html

Menghadiri Undangan Natal

Bolehkah seorang muslim menghadiri perayaan natal jika diundang? Atau mungkin ada acara natal bersama yang diadakan di lingkungan kantor, bolehkah dihadiri?

Perlu diketahui bahwa seorang muslim diharamkan loyal pada orang kafir sebagaimana disebutkan dalam ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)

Di antara bentuk loyal pada orang kafir yang terlarang adalah menghadiri perayaan mereka.

Ibnul Qayyim berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم

“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”

Umar berkata,

اجتنبوا أعداء الله في أعيادهم

“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.”

Diriwayatkan pula oleh Al Baihaqi dengan sanad yang jayyid dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata,

من مَرَّ ببلاد الأعاجم فصنع نيروزهم ومهرجانهم وتشبه بهم حتى يموت وهو كذلك حشر معهم يوم القيامة

Siapa yang lewat di negeri asing, lalu ia meniru yang dilakukan oleh Nairuz dan Mihrajan serta menyerupai mereka hingga mati, maka kelak ia akan dikumpulkan bersama mereka“. Demikian apa yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 723-724.

Jadi, jelaslah tidak boleh menghadiri undangan non muslim berkenaan dengan hari raya mereka. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.

Referensi:

Fatwa Syaikh Sholeh Al Munajjid no. 11427: http://islamqa.com/ar/11427

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/19237-menghadiri-undangan-natal.html

Abu Darda Menyesal Terlambat Menjadi Muslim

Setelah menjadi Muslim, gaya hidup Abu Darda berubah total

Namanya Uwaimir bin Malik al-Khazraji, lebih dikenal dengan panggilan Abu Darda. Sebelum Islam, Abu Darda berteman akrab dengan Abdullah bin Rawahah. Setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dua orang teman akrab tersebut berbeda jalan.

Abdullah bin Rawahah segera menjadi Muslim sementara Abu Darda tetap dengan kemusyrikannya. Setiap hari dia menyembah berhala yang diletakkan di salah satu kamar rumahnya. Tiap hari pula berhala itu dibersihkan dan diberi wewangian.

Kesadarannya baru muncul tatkala pada suatu hari dia menemukan berhalanya itu hancur berkeping-keping karena dikapak oleh teman akrabnya sendiri, Abdullah bin Rawahah, secara diam-diam. Semula dia sangat marah, tetapi di ujung marahnya, kesadarannya muncul.

“Seandainya berhala itu benar Tuhan, tentu dia sanggup membela dirinya sendiri.” Ditemani Abdullah bin Rawahah, Abu Darda segera menemui Nabi dan masuk Islam. Tetapi, dia sangat menyesal terlambat menjadi Muslim.

Temannya tidak hanya lebih dahulu masuk Islam, tapi juga sudah ikut berjuang dalam Perang Badar. Untuk mengejar ketertinggalannya itu, Abu Darda mengurangi aktivitas dagangnya agar lebih banyak waktu menghafal Alquran dan beribadah sepuasnya.

Gaya hidup Abu Darda berubah total, sekarang dia memilih hidup zuhud. Tatkala suatu kali tamu-tamunya bertanya ke mana perginya kekayaannya selama ini, Abu Darda menjawab, “Kami mempunyai rumah di kampung sana. Setiap kali memperoleh harta, langsung kami kirim ke sana. Jalan ke rumah kami yang baru itu sulit dan mendaki sehingga kami sengaja meringankan beban kami supaya mudah dibawa.”

Pada masa Khalifah Umar bin Khatab, Abu Darda pernah ditawari jabatan yang tinggi di Syam, tapi dia tanpa ragu menolaknya. Tatkala Umar marah, Abu Darda menyatakan bersedia bertugas ke Syam bukan sebagai pejabat tinggi, melainkan jadi guru yang mengajarkan Alquran, sunah, serta membimbing umat. Umar setuju.

Maka, berangkatlah Abu Darda ke Damaskus. Dia tidak hanya mengajar di masjid, tapi juga berkeliling ke tengah-tengah masyarakat, masuk ke pasar-pasar. Jika ada yang bertanya, dijawabnya segera, jika bertemu dengan orang bodoh, diajarinya, jika melihat orang lalai, diingatkannya.

Abu Darda tidak mau kehilangan waktu sedikit pun dalam membimbing umat ke jalan Allah. Pada suatu hari, Abu Darda menyaksikan ada seorang laki-laki dipukuli orang banyak. Lalu, dia bertanya, “Apa yang terjadi?”

Dijelaskan bahwa laki-laki itu pendosa besar maka dipukuli. Dengan bijak, Abu Darda  bertanya, “Jika kalian melihat orang yang jatuh ke dalam sumur, apa yang akan kalian lakukan? Tidakkah kalian keluarkan dia dari sumur itu?”

Jawab mereka, “Tentu.” “Oleh sebab itu, janganlah kalian memukulinya, tapi berilah dia nasihat dan sadarkan dia.” Mereka bertanya, “Apakah engkau tidak membencinya?” Abu Darda menjawab, “Saya membenci perbuatannya. Apabila dia telah menghentikan perbuatan dosanya maka dia adalah saudara saya.”

Tatkala seorang pemuda meminta nasihat kepadanya, Abu Darda mengatakan, “Wahai, anakku! Ingatlah kepada Allah pada waktu kamu bahagia maka Allah akan mengingatmu waktu kamu sengsara.”

“Hai, anakku,” lanjutnya, “Jadilah engkau orang yang berilmu atau penuntut ilmu atau pendengar, jangan jadi yang keempat karena yang keempat pasti celaka.”

Sampai akhir hayatnya, Abu Darda—radhiyallahu ‘anhu—tetap menjalankan tugas yang mulia menjadi guru di Damaskus.

KHAZANAH REPUBLIKA

Benarkah Dada Rasulullah SAW Pernah Dibelah?

Kisah dada Rasulullah SAW dibelah diperdebatkan antarulama.

Umat Islam pasti mendengar kisah pembelahan dada Nabi Muhammad SAW, baik ketika masih kecil maupun saat malam Miraj. 

Namun, menurut pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, yang juga pakar tafsir Indonesia, Prof M Quraish Shihab, kesahihan sumber-sumber kisah itu diperdebatkan dan perincian kandungannya berbeda pula.  

Dalam kitab  Musnad Imam Ahmad, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir, Abdullah Putra Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan bahwa sahabat Nabi SAW, Ubay bin Ka’ab menuturkan, Abu Hurairah pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah hal pertama yang engkau alami menyangkut kenabian?”  

Rasulullah Menjawab, “Aku berada di padang pasir dan umurku ketika itu sepuluh tahun dan beberapa bulan. Tiba-tiba aku mendengar suara di atas kepalaku, (dan kulihat) ada seseorang berkata kepada seorang lainnya, ‘Apakah dia!’.

Kedua orang itu lalu menghadap kepadaku dengan wajah yang belum pernah kulihat sebelumnya, dengan keharuman yang belum pernah kudapatkan dari satu makhluk pun sebelumnya, dan dengan pakaian yang belum pernah kulihat dipakai sebelumnya.  

Mereka berdua menghampiriku hingga memegang bahuku, tetapi aku tidak merasa dipegang. Lalu salah seorang berkata kepada temannya, ‘Berbaringlah!’. Mereka berdua membaringkanku tanpa menarik (dengan keras) dan tidak juga mematahkan.  

Salah seorang berkata kepada temannya, ‘Belahlah dadanya!’. Ia memegang dan membelah dadaku. Temannya berkata, ‘keluarlah kedengkian dan iri hati!’. Ia mengeluarkan sesuatu seperti segumpal darah dan membuangnya. Kemudian temannya berkata, ‘Masukkanlah kasih sayang dan rahmat!’ Maka, kulihat serupa apa yang dikeluarkannya bagaikan perak.”  

Dalam buku berjudul “M Quraish Shihab Menjawab” dijelaskan bahwa tidak sedikit ulama yang menilai hadis tersebut sebagai hadits dhaif atau lemah. Di sisi lain ada sebagian ulama yang memahami ayat 1 dalam surah al-Insyirah sebagai ayat yang berbicara tentang pembelahan dadan Nabi Muhammad SAW.   

Ayat tersebut berbunyi: “Alam nasyrah laka shadrak.”  Bagi mereka, terjemahan ayat itu adalah, “Bukankah Kami telah membelah dadamu?”   

Seorang ulama tafsir, an-Naysaburi, memahami kata “nasyrah” itu dalam arti “pembedahan” yang menurutnya pernah dilakukan  para malaikat pada diri Nabi Muhammad SAW, baik ketika beliau remaja maupun ketika beberapa saat sebelum beliau melakukan Isra dan Miraj.  

Namun, Prof Quraish, cenderung tidak memahaminya demikian. Berdasarkan pengamatannya terhadap penggunaan kata “syaraha” yang terulang sebanyak lima kali dalam Alquran, ternyata tidak mendukung penafsiran yang demikian.  

Menurut Quraish, tidak ada ayat Alquran yang mengandung penafsiran pasti terkait pembedahan tersebut. Hadis Nabi pun hanya bersifat informasi perorangan. Karena itu, menurut dia, tidaklah wajib bagi seorang Muslim untuk mempercayai kisah pembelahan dada Nabi Muhammad tersebut.  

KHZANAH REPUBLIKA