Peka pada Ladang Amal

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanyalah milik Allah Swt. Hanya kepada Allah kita menyembah dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan perlindungan. Tiada yang patut disembah selain Allah, Tuhan semesta alam. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada kekasih Allah, baginda nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, ketika kita melihat seekor kucing yang kurus, mengeong-ngeong nampak kehausan atau kelaparan, maka berikanlah sebagian kecil saja dari makanan kita, yang bisa mencukupi rasa lapar dan hausnya. Atau ketika melihat tanaman yang layu dan mengering di sebuah pot, bersegeralah ambil segayung air, lalu siramilah tanaman itu.

Demi Allah, sesungguhnya Allah melihat perbuatan kita. Kucing dan tanaman tadi adalah makhluk Allah, sama seperti kita. Dan, menyayangi, merawat, menjaga, makhluk Allah berarti mencintai Pencipta-nya. Kita berbuat baik pada kucing itu bukan karena kucing itu bagus. Kita juga berbuat baik pada tanaman itu bukan karena tanaman itu mahal. Tapi karena kita yakin bahwa semua makhluk adalah ciptaan Allah, dan kita yakin bahwa tak ada amal yang sia-sia di hadapan Allah Swt.

Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Faathir [35] : 38).

Sehelai daun yang jatuh di tengah hutan belantara yang belum pernah terinjak oleh kaki manusia, pasti Allah mengetahuinya dan ada di dalam kekuasaan-Nya. Sesungguhnya Allah pasti melihat perbuatan kita menolong seekor kucing, menyirami tanaman yang layu dan kering, memungut secuil sampah dan menyimpannya pada tempat yang semestinya, atau sekadar mendoakan kebaikan di dalam hati untuk orang lain. Allah pasti mengetahui semua itu. Dan tidak ada yang sia-sia bagi Allah, semua pasti ada nilai dan balasannya.

Begitu banyak ladang amal yang nampak sederhana di sekitar kita. Namun, seringkali luput dari perhatian kita. Boleh jadi karena kita masih berpikir bahwa amal sholeh dan ibadah itu hanya pada sholat, pada tilawah Al Quran, pada shaum atau pada sedekah saja. Padahal masih banyak ladang amal ibadah lainnya yang jika kita ambil dan lakukan dengan ikhlas, insyaa Allah nilainya akan besar di sisi Allah Swt.

Ambillah setiap kesempatan beramal sholeh sekecil apapun. Jangan pernah merasa cukup dengan amal sholeh yang sudah kita lakukan. Sesungguhnya ladang amal sholeh tidak hadir begitu saja di dekat kita, melainkan karena atas izin Allah Swt. Maka syukurilah dengan bersegera mengambil ladang amal sholeh itu. Tepis segala bisikan syaitan yang selalu saja menyeret-nyeret hati kita kepada rasa riya, ingin dilihat orang lain. Semoga kita tergolong hamba-hamba Allah yang senantiasa peka menangkap kesempatan beramal sholeh sekecil apapun. Aamiin yaa Robbal aalamiin.[smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar |

INILAH MOZAIK

Ya Rabb, Takdirkan Kami Menjadi Dermawan

DALAM kitab Shifat al-Shafwah halaman 649 ada dua baris tulisan yang memuat kisah menarik dan menyentuh hati. Kisah ini disampaikan oleh Syekh Sirri bin Yahya berdasarkan cerita dari Malik bin Dinar yang terkenal zuhud itu.

Beliau bercerita bahwa ada seorang ibu yang anak bayinya direbut oleh binatang buas untuk disantap. Sang ibu dengan cepat bersedekah satu suapan makanan kepada seseorang. Tiba-tiba binatang buas itu melepaskan bayi itu dan membiarkannya hidup dan bebas. Ibu itu mendengar suara: “luqmah bi luqmah” (satu suapan dibalas satu suapan).

Sedekah satu suapan yang tak seberapa harganya dibalas dengan kebebasan dari satu suapan yang mematikan. Betapa apa yang kita lakukan dalam hidup ini berupa kebaikan-kebaikan diketahui olehNya dan dibalas olehNya dengan balasan yang dahsyat dan tak terduga. Masih tak yakinkah?

Mari kita buang karakter bakhil dari dalam diri kita. Bakhil itu hanya membuat kita terpuruk. Bakhil itu mengiming-imingi tumpukan kekayaan tapi faktanya justru menggerogoti kekayaan kita. Keberkahan dicabut sehingga yang muncul adalah keluhan tanpa ujung.

Ada banyak “binatang buas” yang akan memangsa kita dan milik kita. Tak inginkah kita selamat seperti selamatnya bayi si ibu di atas. Segelas air mungkin berharga murah bagi kita. Namun saat kita shadaqahkan, bisa jadi segelas air itu melancarkan mata air kehidupan kita yang telah sama mampet tak mengalir. Biarlah Allah yang membalas kebaikan kita, fokuslah terus menebar kebaikan, menjadi dermawan, manusia yang berderma bermacam bantuan kebaikan. Salam, AIM. [*]

 

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

Sujud Sangat Pengaruhi Kesehatan Tubuh Kita

TIDAK ada keadaan yang lebih baik ketika seseorang hamba sangat dekat dengan Allah kecuali dalam sujud. Dan dengan sujud menggambarkan betapa kecil dan lemahnya kita di hadapan Allah Yang Mahabesar dan Mahakuasa.

Tidak hanya manusia, bahkan seluruh makhluk, termasuk matahari, bulan, bintang, pepohonan bahkan sel yang sangat kecil dalam tubuh makhluk hidup bersujud kepada Allah. Semua atom di seluruh jagat raya ini semuanya juga bersujud kepada Allah. Sebagaimana Allah menegaskannya dalam firman:

“Tidakkah kau lihat sesungguhnya Allah, bersujud kepada-Nya semua yang ada di langit dan yang ada di bumi, begitu juga matahari, bulan, dan bintang-bintang, juga gunung-gunung, pepohonan, dan semua makhluk yang melata, serta kebanyakan manusia. Dan banyak manusia yang lebih berhak mendapat siksa. Dan barang siapa yang merendahkan Allah, tidak ada kemuliaan padanya. Sesungguhnya Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S Al-Hajj: 18)

Dan tahukah kita sujud sangat berpengaruh untuk kesehatan tubuh kita. Sujud merupakan olahraga, gerakan tubuh sederhana yang berfaedah mengeluarkan gelombang elektromagnetik yang berlebihan dalam tubuh, serta melancarkan peredaran darah, menambah kekuatan konsentrasi dan pikiran, serta melatih kita untuk bersabar dan tenang. Orang yang suka marah biasanya tidak akan bisa bersujud dalam waktu lama.

Perhatikanlah bagaimana Allah menyejajarkan sujud pada malam hari dengan kesabaran. Ini menjadi dalil bahwa memperbanyak sujud akan menyembuhkan manusia dari sifat-sifat buruk dan akan melekatinya dengan kesabaran.

Sujud menggambarkan ketundukan dan ketaatan kita sebagai manusia yang tidak ada daya dan upaya tanpa bantuan Allah Sang Pencipta. Dan ingatlah, iblis di usir dari surga karena ia tidak mau bersujud. Sikapnya itu menggambarkan kesombongan dan ketakaburan. Kita hanya makhluk ciptaan-Nya, sungguh sangat tidak pantas kita sombong dengan enggan bersujud memohon pada sang pemilik kehidupan. [Chairunnisa Dhiee]

Kumandang Azan Menyentuh Relung Hati Sarah Price

“Menjadi seorang jurnalis membuat saya belajar tentang Islam,” tutur jurnalis bernama lengkap Sarah Price itu mengawali kisah perkenalannya dengan Islam. Bagi perempuan asal Australia ini, hal terbaik menjadi jurnalis adalah kesempatan menciptakan perubahan bagi dunia, memberikan suara bagi orang yang lemah, serta mengenal manusia dan dunia di sekitarnya.

Islamis, jihadis, ISIS, larangan mengemudi untuk perempuan di Arab Saudi, burqa, dan peristiwa 11 September, kosakata-kosakata itu mengintai dalam setiap diskusi tentang Islam.

Untuk sebuah kata yang berarti penyerahan damai kepada Allah, kata Sarah, Islam adalah agama yang terhubung pada beberapa konotasi negatif dan sering menjadi pihak yang disalahkan di media massa, lanjut dia.

Sarah mengaku orang sering bingung ketika berjumpa dengannya. Beberapa orang Australia bertanya, dari negara mana dia berasal? Mereka terkejut ketika mendengar kata Australia. Australia dan Muslimah? Kombinasi itu tidak terpikirkan bagi sebagian orang.

Konversi Sarah menjadi Muslim tidak mudah. Dia berulang kali diselidiki, ditolak, dipecat dari pekerjaan, kehilangan teman-teman, dan mendapat tantangan berat dari keluarga. Mereka sulit menerima perubahan Sarah. Ia mendapat banyak komentar yang keras dan kasar tentang perpindahan agamanya. Beberapa orang menganggap dia rela dikonversi demi seorang pria.

Taat Sebelum masuk Islam, Sarah Price adalah pemeluk Kristen yang sangat taat. Sarah mengambil studi pascasarjana jurusan jurnalistik di Monash University, Australia.

Sarah mengaku, pengalamannya sebagai seorang Kristen adalah titik tolak perjalanan keimanannya. “Tanpa itu, saya tidak akan menjadi Muslimah,” kata dia. Cintanya kepada Yesus benar- benar membuat dia memilih Islam.

Perjalanan Sarah ke Malaysia mengubah keteguhan iman itu. Perjalanan saya ke Malaysia menjadi dasar konversi saya ke Islam. Saya pergi ke sana setelah memutuskan mengikuti pertukaran mahasiswa. Saya tidak membayangkan akan mengalami petualangan gila yang mengubah hidup saya, kenang gadis itu.

Negeri jiran itu membuka mata Sarah tentang Islam. Perjalanan itu membuat Sarah keluar dari zona nyaman. Gadis asal Gippsland itu terpapar hal-hal yang dia belum pernah kenal di kota kecilnya.

Sebelum ke Malaysia, dia tidak tahu apa- apa tentang Islam. Sarah, seingat dia, belum pernah bertemu seorang Muslim sebelum ke Malaysia. Yang ada di benaknya, Muslim begitu jauh, jauh dari peradaban. Dia juga mengira Muslimah tertindas. Mereka tidak bisa pergi kemana pun tanpa suami.

Mereka tidak bisa berkarier dan harus memakai pakaian hitam sepanjang waktu. Gambaran itu hancur ketika saya pergi ke Malaysia, kata Sarah. Dia menemukan gadis-gadis cantik Muslimah Asia Tenggara yang mengenakan pakaian dan jilbab warna-warni. Dia menjalin pertemanan dengan banyak Muslimah yang bisa pergi ke universitas dan merajut karier.

Beberapa mengenakan kerudung, meski yang lain tidak. Mereka semua tampak mencintai agama mereka. Islam dengan cepat menjadi sebuah agama yang ingin Sarah pelajari.

Mata dan pikirannya terbuka ketika, sebagai mahasiswa jurnalistik, dia harus membuat sebuah artikel tentang hak-hak Muslimah. Itulah awal dari segala nya. Pikirannya tetiba penuh dengan pengetahuan tentang Islam dan fakta bahwa perempuan mempunyai hak-hak istimewa dalam Islam.

Kali pertama Sarah melangkahkan kaki ke sebuah masjid di Malaysia, sekejap dia merasa tenang dan damai. Kumandang azan yang keras namun bersahaja menyentuh relung jiwanya, meruapkan perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Ketika pertama kali menundukkan kepala ke arah Ka’bah, dia seolah menemukan rumah di dalam hatinya. Sarah tidak masuk Islam di Malaysia. Dia baru bersyahadat setahun kemudian. Namun, pengalamannya di Malaysia telah membuat Sarah mengenal Islam dengan cara yang indah.

Wawancara Sekembalinya ke Australia, Sarah merasa ada sesuatu yang hilang. Dia mulai meneliti konsep-konsep kunci dalam agama Kristen. “Saya meneliti apa yang diajarkan Paulus, praktik para pemimpin agama selepas kematian Yesus, dan membaca Bible lebih cermat,”kata Sarah. Dia juga meneliti berbagai kontradiksi dalam Alkitab.

Menurut gadis Australia ini, ada kesamaan antara Alquran dan Alkitab. Yesus adalah tokoh penting dalam kedua agama. Islam juga banyak mewartakan kisah Yesus atau Nabi Isa dalam Alquran.

Kristen dan Yahudi sering disebut ahli kitab karena mereka memiliki akar yang sama dari Ibrahim. Satu-satu nya perbedaan adalah Islam menempatkan Yesus sebagai nabi dan tidak menyembahnya. Meski telah menemukan jawaban, Sarah tetap belum berpaling dari agamanya. Ia ingin meyakinkan diri.

Ketertarikan Sarah pada Islam kian mendapat momentum kala gadis ini berkesempatan mewawancarai Marina Mahathir. Marina adalah putri mantan perdana menteri Malaysia, Tun Mahathir Mohammad, penyabet gelar UN Person of the Year 2010, dan tokoh SIS (Sisters in Islam), penulis, sekaligus pendukung hak-hak perempuan.

Pertemuan Sarah dengan Marina memengaruhi pandangannya tentang Muslimah dan Islam secara umum. Saya ma sih ingat bagaimana telapak tangan sa ya berkeringat. Ini wawancara pertama saya dengan orang ternama, kisah Sarah ekspresif.

Sikap Marina yang tenang namun tegas membuat Sarah terkesan. Wawancaranya berlangsung lancar. Marina menjawab begitu banyak pertanyaan yang dia simpan sejak tiba di Malaysia.

Dia merasa mendapat pemahaman baru yang jauh lebih besar daripada yang pernah dia pikirkan. Itu salah satu wawancara terpenting yang mengubah hidup saya, tambah Sarah. Keyakinannya pada Islam kian mantap.

Sarah sepenuhnya sadar, jalan yang benar tidak selalu mudah. Terlepas dari betapa sulitnya masa-masa itu, Islam membawa rasa damai yang luar biasa dalam hidupnya. Itu semua membuat Sarah bahagia.

“Yang bisa saya katakan, saya menemukan kedamaian bersama Allah. Saya tahu saya tidak pernah sendiri dalam setiap sujud saya. Benar bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,”kesan perempuan Australia itu.

Ulama Ini Terjebak Riya Ketika Sholat Berjemaah

DICERITAKAN ada seorang ulama salaf yang selalu sholat di shaf terdepan. Suatu hari ia terlambat sehingga ia terpaksa sholat di shaf kedua. Di dalam benaknya terbersit rasa malu kepada jemaah yang lain (karena dia terlambat).

Maka pada saat itulah ia menyadari bahwa sebenarnya kesenangan dan ketenangan hatinya ketika sholat di shaf terdepan adalah karena ingin dilihat orang lain.

Saudaraku, masalah ikhlas memang sulit, sehingga sedikit pula orang yang tertarik terhadapnya, kecuali mereka yang mendapat taufik (pertolongan dan kemudahan) dari Allah.

Sedangkan orang yang lalai akan masalah ikhlas ini senantiasa melihat pada nilai kebaikan yang pernah ia lakukan. Padahal kebaikannya itu kelak di hari kiamat tidak akan bernilai apa-apa, bahkan berubah menjadi keburukan.

Dan itulah orang yang dimaksudkan Allah dalam Firman-Nya: “Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka keburukan apa yang pernah mereka perbuat” (QS Az-Zumar ayat 47-48)

Dan Firman-Nya pula : “Katakanlah: Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya” (QS Al-Kahfi ayat 103-104)

Berkata Yaqub: “Orang ikhlas adalah orang yang merahasiakan kebaikannya, sebagaimana ia merahasiakan keburukannya.”

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa pernah ditanyakan suatu perkara kepada Suhail: “Apakah yang paling berat bagi nafsu manusia?” Ia menjawab: “Ikhlas, sebab memang nafsu tidak pernah memiliki bagian dari ikhlas.”

Al-Fudhail berkata: “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya.”

Pendapat lain mengatakan : “Berbuat ikhlas sesaat berarti keselamatan seabad, akan tetapi ikhlas itu berat.”

Semoga Allah menjaga niat, amal dan ibadah kita murni dalam keikhlasan kepada-Nya. Aamiin.

INILAHMOZAIK

Mengapa Shaf Lelaki Paling Depan Lebih Utama?

TERPUJILAH Allah semesta alam yang menjadikan salat berjemaah di masjid memiliki keutamaan yang jauh lebih besar dibandingkan salat sendirian di rumah. Selain itu, bergegas memenuhi seruan muadzin demi mendapatkan shaf pertama pun menjadi hal penting sebagaimana yang kita ketahui selama ini. Namun, apakah benar bahwa shaf terdepan adalah yang paling utama?

Marilah kita simak untaian kalimat dari baginda kita Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berikut ini,

“Shaf salat laki-laki yang paling baik adalah yang paling depan, sedangkan shaf yang paling buruk adalah yang paling belakang. Sebaliknya, shaf salat perempuan yang paling baik adalah yang paling belakang, sedangkan shaf yang paling buruk adalah yang paling depan.” (HR Muslim)

Hadis ini menjelaskan bahwa tak selamanya shaf terdepan adalah yang paling utama apabila itu bagi perempuan. Hal ini disebabkan, shaf terdepan bagi perempuan lebih dekat kepada shaf laki-laki sehingga memungkinkan terjadinya fitnah dibandingkan shaf salat paling belakang yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya fitnah.

Selanjutnya, bagaimana cara mengantisipasi kondisi apabila shaf laki-laki berdekatan dengan shaf perempuan?

Adapun adab-adab yang dapat kita jaga di antaranya sebagai berikut:

1. Perempuan tidak mengangkat kepala dari ruku’ atau sujud sebelum laki-laki mengangkat kepala
2. Perempuan sebaiknya keluar dari masjid terlebih dahulu, bila tidak ada pintu khusus bagi masing-masing
3. Tidak memakai wewangian, perhiasan dan pakaian tertentu dengan tujuan memamerkan diri

Jadi, masihkah shaf terdepan menjadi yang paling utama bagi perempuan Shalihat? Mari berbenah bersama ya…

 

INILAH MOZAIK

PBNU: Muliakan Kalimat Tauhid dengan Cara-Cara Mulia

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini menyatakan kalimat tauhid harus dimuliakan dengan cara-cara yang mulia. Ia mengingatkan umat Islam untuk tidak sembarang menuliskannya.

“Saya hanya khawatir, kalau kalimat tauhid kita tulis di sembarang tempat, seperti di bendera kemudian terinjak-injak atau di kaos yang kemudian kita pakai juga saat masuk WC, bukankah ini sangat jauh dari niat kita untuk memuliakan kalimat tauhid,” ucapnya retoris.

Helmy menyerukan umat Islam untuk memuliakan kalimat tauhid dengan cara-cara yang mulia. Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk melakukannya, antara lain dengan taqorrub kepada Allah SWT melalui zikir, tahlil, dan sebagainya.

“Dengan zikrullah akan terpancar kebijaksanaan untuk kemudian mau berbagi dan membantu antarsesama,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (10/11).

Dalam pandangan Helmy, kalimat tauhid tepat digunakan untuk mempersatukan, bukan untuk mencerai-beraikan persatuan. Pernahaman seperti inilah yang penting untuk dimiliki bersama.

“Pengalaman di banyak negara Timur Tengah, seperti di Irak dan Suriah, mereka banyak yang berperang, hancur luluh lantah justru oleh politisasi kalimat tauhid melalui bendera, seperti ISIS dan Hizbut Tahrir,” ujarnya.

Seperti merujuk ke kasus temuan bendera tauhid di kediaman Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab di Makkah, Arab Saudi, Helmy mengatakan Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia melarang bendera tauhid berwarna hitam, meski tanpa tulisan Hizbut Tahrir. “Masalah ini sudah masuk ke dalam wilayah politik, di mana ada sekelompok yang memperalat bendera kalimat tauhid dalam menjalankan gerakannya”, kata Helmy.

Helmy juga mengingatkan agar rajutan persaudaraan harus terjaga dalam keberagaman. Ia tak ingin persaudaraan antaranak bangsa koyak oleh framing pihak-pihak yang mencoba memancing di air keruh.

Soal pembakaran bendera di Garut, Helmy menyatakan kasusnya telah diserahkan ke ranah hukum. PP GP Ansor pun telah memberikan sanksi kepada oknum yang membakar, karena melampaui prosedur yang seharusnya cukup bendera tersebut diserahkan kepada aparat keamanan.

Keluarga besar NU, menurutnya, juga menyayangkan peristiwa tersebut. “Marilah kita menatap Indonesia yang lebih baik ke depan,” ucapnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Subhanallah, Inilah Faedah Membaca Tahlil

KALIMAT tahlil yang berbunyi laa ilaaha illallaah atau la ilaaha illaa huwa dan laa ilaaha illaa anta adalah salah satu kalimat thayyibah yang sering kita gunakan untuk mengingat Allah Swt.

Dikatakan thayyibah, karena di dalamnya terdapat penyebutan nama Allah disertai dengan pengesaan kepada-Nya. Kalimat thayyibah semacam ini mempunyai keutamaan yang sangat besar. Sampai-sampai, Nabi pernah menyebut bahwa kalimat yang paling baik diucapkan oleh beliau dan para nabi adalah laa ilaaha illallaah.

Dalam sebuah hadis riwayat Abdus Shamad bin Maghfal menyebutkan, Wahb bin Munabbih berkata, “Aku membaca bagian akhir kitab Zabur Dawud As, sebanyak tiga puluh baris. Dalam kitab itu tertulis demikian:

“Wahai Dawud, apakah engkau tahu mukmin yang lebih aku sukai, sehingga Aku memanjangkan umurnya,” kata Allah bertanya.

“Tidak, Tuhanku,” jawab Dawud.

“Yaitu, orang yang apabila berucap laa ilaaha illallaah kulitnya mengencang dan persendiannya gemetaran. Sungguh, Aku enggan untuk mencabut nyawa orang itu, sebagaimana enggannya orangtua atas kematian anaknya. Akan tetapi, kematian adalah sesuatu yang niscaya. Oleh karena itu, Aku ingin membahagiakannya di suatu rumah selain rumah dunia. Sebab, kenikmatan di rumah dunia itu hanyalah cobaan. Di sana, terdapat musuh yang tidak segan memperlambat kerusakan dan kematian kalian. Musuh itu senang mengalirkan darah. Oleh sebab itu, Aku menyegerakan para kekasih-Ku untuk masuk surga. Seandainya tidak demikian, Adam dan anaknya yang saleh tidak akan mati sampai terompet tanda berakhirnya dunia ditiup.”

Berkaitan dengan riwayat di atas, terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa mengucapkan kata laa ilaaha illallaah dan memanjangkannya, maka empat ribu dosa besar akan hancur.” [sumber: buku Ushfuriyah]/Chairunnisa Dhiee

 

 

Tengoklah ke Bawah

Sungguh, musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT610 dua pekan lalu yang menewaskan 189 orang, membuat kita sangat berduka.Terlepas apa pun penyebabnya, apakah faktor teknis, nonteknis, ataupun kelalaian manusia, kejadian itu adalah malapetaka yang harus diterima dengan lapang dada.

Seraya mengembalikan segalanya sebagai ketentuan Allah SWT (takdir) dengan berucap, innalillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali).Ungkapan istirja’ inilah yang menguatkan iman dan menyadarkan kita akan hakikat kehidupan (QS 2: 155-156).

Ketika musibah terjadi, kita selalu diingatkan tentang kematian. Seakan-akan, ada yang menuju pintu kematian dan ada pula yang diselamatkan.Sejatinya, kematian itu tidak perlu sebab dan tidak pula bisa dipercepat atau diperlambat. Setiap orang akan menemuinya pada saat dan tempat yang ditentukan (ajal) dengan caranya sendiri (QS 3:145, 16: 61).

Tiada musibah yang terjadi kecuali atas izin Allah SWT (QS 57: 22). Untuk mengobati hati yang berduka, pesan Nabi SAW penting diresapi.”Tengoklah orang yang di bawah dan jangan menengok orang yang di atasmu. Hal itu akan lebih layak membuatmu tidak menyepelekan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepadamu.” (HR Muslim).

Nasihat Nabi SAW tersebut mengandung makna yang mendalam. Beliau ingin mengajarkan makna syukur dan sabar dalam menjalani kehidupan. Keduanya tidak terpisahkan, tetapi mesti hadir bersamaan. Dalam kenikmatan diperlukan syukur dan sabar, begitu pun dalam menghadapi kesusahan, dibutuhkan sabar dan syukur (QS 42: 27). Bukankah sesuatu yang menyenangkan belum tentu membawa kebaikan, begitu juga sebaliknya, kepahitan pun belum tentu mengandung keburukan (QS 2: 216).

Mengapa menengok ke bawah? Tiada lain, kecuali agar kita pandai menghargai nikmat yang diberikan Allah SWT. Jangan menengok ke atas, karena bisa menafikan karunia berharga dan diliputi penyesalan. Melihat orang yang punya suami atau istri, anak, dan harta akan membuat kita remeh terhadap nikmat yang ada. Padahal, karunia yang sudah kita dapatkan begitu banyak hingga tak terkira (QS 16: 18, 14: 34).

Setiap orang pasti pernah merasakan kehi langan, baik barang berharga maupun orang tercinta.Karunia yang didapatkan itu sungguh bukan milik kita, melainkan titipan yang cepat atau lambat akan diambil kembali Sang Pemiliknya. Sebesar apa pun kehilangan, tak boleh membuat kita pupus harapan, apalagi kehilangan Tuhan (QS 12: 87, 41:49). Sebab, tujuan akhir kehidupan ini adalah menemui Allah SWT kelak pada Hari Akhir dengan keridhaan dan ketenangan (QS 17: 110, 89: 27-30).

Petuah nan indah Dr `Ain al-Qarni, sang penulis Laa Tahzan(2014: 59), patutlah direnungkan.Jangan bersedih karena kesedihan itu akan membuat rumah yang luas, istri yang cantik, harta yang berlimpah, kedudukan yang tinggi, dan anak- anak yang cerdas tidak ada gunanya sedikit pun.Jangan bersedih karena Anda masih memiliki dua mata, dua telinga, dua bibir, dua tangan dan kaki, lidah dan hati. Jangan bersedih karena Anda masih memiliki kedamaian, keamanan, kesehatan, agama yang diyakini, dan rumah yang didiami…

Sekali lagi, tengoklah ke bawah supaya tumbuh rasa syukur dan optimistis menjalani masa depan. Banyak orang yang tetap tegar walau terimpit kesusahan. Jangan tengok ke atas, jika hanya menambah keluh kesah berkepanjangan.Keteladanan inilah pendidikan karakter terbaik buat anak kita dalam menanamkan syukur dan sabar. Allahu a’lam bish-shawab.

OLEH DR HASAN BASRI TANJUNG

Kisah Gurkha: Mogok Bertempur karena Adzan dan Takbir

‘’Kita bersaudara. Indonesia-Pakistan bersaudara!’’ begitulah pernyataan berbagai pejabat Pakistan ketika menerima kunjungan delegasi Indonesia. Menurut mereka jasa Indonesia sangat besar terhadap negaranya, terutama ketika India-Pakistan terlibat dalam konflik pada dekade 60-an.

Sosok Presiden Sukarno sangat terkenal di sana dan menghormatinya atau mendapat tempat khusus. Dia layaknya menjadi salah satu pemimpin penting di Asia yang juga menjadi Bapak Bangsa Pakistan: Muhammad Ali Jinnah.

‘’Merdeka…!’’ pekik perjuangan ini di Pakistan ternyata cukup dikenal. Ketua Parlemen Pakistan kerap menyatakannya ketika membuka percakapan dalam pertemuan dengan delegasi Indonesia. Mereka tampaknya juga tahu bahwa kata ‘merdeka’ itu serapan dari bahasa asal India (Sansekerta), yakni ‘maharddhi’ yang arti harfiahnya adalah kemakmuran, kesempurnaan besar, keunggulan, kesucian.

Tak hanya itu  kisah heroik angkatan perang Indonesia yang berani bertindak sebagai pihak pemisah ketika Pakistan dan India terlibat konflik. Keberanian para punggawa armada TNI angkatan laut ketika mencegah aksi penyerangan armada laut India terhadap armada kapal perang Pakistan mereka kenang sampai sekarang.

Namun, di antara sekian banyak tokoh Pakistan yang punya hubungan khusus dengan Indonesia setelah Ali Jinnah, adalah mendiang Presiden Muhammad Zia ul Haq. Bahkan, presiden yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat ini  punya hubungan emosi langsung dengan peristiwa pertempuran besar di Surabaya, pada 10 November 1945. Zia Ul Haq  pada saat itu datang bersama pasukan sekutu dan menjabat sebagai salah satu komandan Gurkha yang bertugas di Surabaya.

****

Namun ada yang abadi dalam mengenang pasukan Gurkha yang dahulu bertempur di Surabaya pada 10 Novermver 1945. Mereka ternyata sempat mogok bertempur karena mendengar suara adzan dan takbir!

Dan, sang komandannya yang pernah mengalami pertempuran langsung di Surabaya  pada 10 November 1945 itu adalah mantan Presden Pakistan Zia ul Haq. Semasa hidup dia selalu terkenang dengan kota yang terkenal dengan makanan rawon dan rujak cingurnya itu.

Bahkan, pada tahun 80-an, semasa Zia ul Haq menjabat sebagai presiden dan melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia, dia secara khusus meminta kepada Presiden Suharto agar bisa berkunjung ke Surabaya. Alasannya ingin melihat kembali kota itu.

Tentu saja, sebagai sesama mantan komandan tempur Suharto pun mengizinkannya. Dikabarkan saat Suharto menginyakan keinginannaya, wajah Zia ul Haq menjadi sumringah alias berseri-seri. Ini membutikan kenangan pertempuran besar antara tentara sekutu (Inggris dan Austalia yang di dalamnya ada legiun Gurkha) begitu dalam membekas dalam hatinya.

Memanhg Zia ul Haq saat itu hanya seorang tentara dan tidak tahu tetek bengek politik. Dia juga tak paham bahwa kedatangan bala tentaranya bersama pasukan Inggris yang saat itu sekutu saat itu diboncengi tentara Nica (Belanda) sebenarnya ingin menjajah kembali Indonesia.

Bagi kalangan rakyat yang sempat terlibat dalam peristiwa pertempuran itu, mereka juga melihat peran tentara Gurkha. Namun, mereka juga melihat keanehan ketika banyak diantara mereka yang mogok tak mau perang. Bahkan, beberapa orang malah melakukan disersi.

Mengapa demikian? Jawabnya karena tentara Gurkha yang salah satunya komandannya adalah Zia ul Haq tersebut terkejut ketika tiba di Surabaya dengan melihat banyaknya masjid dan meluasnya suara adzan ketika tiba waktu shalat. Mereka tiba-tiba sadar karena pihak yang mereka perangi adalah saudaranya sendiri, sesama Muslim. Maka mereka pun mogok tak mau bertempur.

Para legiun Gurkha itu pun kian kaget ketika ada seruan dari radio yang dikumandangkan Bung Tomo serta teriakan para pejuang di tengah pertempuran Surabaya adalah: ‘Allahu Akbar!’. Maka praktis secara diam-diam sebagian tentara sekutu mengalami ‘demoralisasi’. Apalagi tentara Gurkha pun pada saat itu aktif mengerjakan shalat berjamaah di berbagai masjid bersama warga lokal. Nah, kenangan itulah yang dirasakan Zia ul Haq ketika menjadi komandan pasukan Gurkha di Surabaya. Dan memori ini lestari hingga dia menjabat sebagai Presiden Pakistan.

Pekik ‘Allahu Akbar’ yang terdengar di tegah pertempuran memang menjadi pertanda bahwa pertempuran itu merupakan ajang perang kaum santri. Mereka bergerak setelah Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari menyatakan perlawanan kepada penjajah adaah kewajiban setiap Muslim: Cinta tanah air adalah sebagian dari iman! Seruan pendiri NU ini tentu saja membakar semangat para santri yang datang dari berbagai pesantren yang tersebar, tak hanya dari seputaran Surabaya dan Jawa Timur saja, tapi hingga meluas di berbagai pesantren yang ada di Jawa Tengah dan Cirebon. Para santri itu datang untuk bertempur dengan naik kereta api ke Surabaya.

”Dua orang saudara kakek kami gugur dalam pertempuran di Surabaya. Mereka datang ke sana dengan naik kereta api dan tertembak ketika hendak masuk kota Surabaya dari arah Sidaorjo,” begitu kata salah satu pengasuh pondok pesantren Somalagu, di desa Sumber Adi, Kebumen Jawa Tengah, beberapa waktu silam.

Dia mengatakan, mereka datang dan ikut bertempur melawan bala tentara Sekutu yang diboncengi Nica dengan semangat berjihad. Jadi masuk akal bila pasukan Gurkha yang salah satunya dikomandani Zia Ul Haq menjadi malas bertempur. Mereka tahu tak ingin tangannya berlumuran darah karena memerangi sesama Muslim.

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

REPUBLIKA