Perhatian Islam terhadap Kesehatan Mental

Kesehatan mental atau mental health adalah kesehatan yang berkaitan dengan kondisi emosi, kejiwaan, dan psikis seseorang. Hal ini bisa saja berpengaruh besar terhadap kepribadian dan perilaku seseorang. Dan lebih berbahaya lagi seandainya seseorang tidak bersegera untuk mencoba beradaptasi dengannya. Kondisi mental yang tidak sehat dari seorang muslim akan mempengaruhi bagaimana ibadahnya kepada Allah ‘Azza Wajalla.

Islam sangat memperhatikan 5 kebutuhan dasar dari seorang manusia, yang mencakup agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Dan jiwa seseorang tidak hanya terbatas pada fisiknya, melainkan juga kondisi mentalnya. Bahkan, Islam juga sudah menyediakan obatnya. Beberapa hal yang secara umum atau khusus menunjukkan kepada kita agar memperhatikan kesehatan mental adalah:

Larangan membahayakan diri sendiri

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuatbaiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Dalam ayat ini, Allah ‘Azza Wajalla melarang hamba-Nya untuk menjerumuskan diri dalam kehancuran. Syekh Abdurrahman As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

والإلقاء باليد إلى التهلكة يرجع إلى أمرين: ترك ما أمر به العبد, إذا كان تركه موجبا أو مقاربا لهلاك البدن أو الروح، وفعل ما هو سبب موصل إلى تلف النفس أو الروح, فيدخل تحت ذلك أمور كثيرة، فمن ذلك, ترك الجهاد في سبيل الله, أو النفقة فيه, الموجب لتسلط الأعداء، ومن ذلك تغرير الإنسان بنفسه في مقاتلة أو سفر مخوف, أو محل مسبعة أو حيات, أو يصعد شجرا أو بنيانا خطرا, أو يدخل تحت شيء فيه خطر ونحو ذلك، فهذا ونحوه, ممن ألقى بيده إلى التهلكة.
ومن الإلقاء باليد إلى التهلكة الإقامة على معاصي الله, واليأس من التوبة، ومنها ترك ما أمر الله به من الفرائض, التي في تركها هلاك للروح والدين.

Menceburkan diri dalam kehancuran ini merujuk pada dua hal, yaitu 1) meninggalkan sesuatu yang Allah perintahkan, yang bisa menyebabkan kehancuran bagi badan dan juga jiwanya dan 2) mengerjakan sesuatu yang bisa menghancurkan fisik dan jiwanya. Banyak sekali hal yang tercakup dalam kaidah ini. Di antaranya: meninggalkan jihad di jalan Allah, atau meninggalkan infak di jalan Allah, yang menjadikan kaum muslimin dikalahkan musuh, atau menjadikan dirinya kalah di peperangan atau safar yang menakutkan, atau sengaja masuk di sarang hewan buas dan ular, atau naik pohon dan rumah yang mudah runtuh, atau masuk ke tempat yang membahayakan. Ini semua adalah contoh menjerumuskan diri ke dalam kehancuran. Contoh lain misalnya berbuat maksiat kepada Allah, tidak bertobat kepada-Nya, meninggalkan perintah Allah seperti tidak mengamalkan perkara warisan, yang mana di dalam perkara-perkara ini terdapat kehancuran terhadap jiwa dan agama.” (Tafsir As-Sa’diy)

Maka, dengan sengaja menjadikan jiwa atau mentalnya rusak atau dirusak oleh orang adalah bentuk pelanggaran terhadap larangan Allah ‘Azza Wajalla di dalam ayat ini. Atau yang lebih parah menjadi sebab sakit hatinya seorang muslim adalah sesuatu yang dilarang. Demikian pula, yang disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dalam sabda beliau,

لا ضرر ولا ضرار

Tidak boleh melakukan hal yang berpotensi membahayakan orang lain dan tidak boleh pula membalas memberikan bahaya.” (HR. Malik secara mursal)

Larangan menyakiti hati orang lain

Islam sangat memperhatikan kondisi hati umatnya. Baik dengan melarang seseorang menyakiti orang lain maupun melarang dari memiliki penyakit hati. Contoh kecilnya adalah sebagaimana larangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dari berbuat najwa,

إذا كنتم ثلاثة فلا يتناجى رجلان دون الآخر حتى تختلطوا بالناس أجل أن يحزنه

Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa menyertakan orang yang ketiga sehingga kalian berbaur dengan yang lainnya. Karena hal tersebut melukai hatinya.” (HR. Bukhari no. 5816)

Begitu pun, ketika Islam melarang dari berkata dusta, karena bisa menyakiti sesama muslim. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,

لَا يَصْلُحُ ‌الْكَذِبُ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ: كَذِبِ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا، أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ، أَوْ كَذِبٍ فِي الْحَرْبِ

Tidak diperkenankan berdusta, kecuali dalam tiga kondisi, yaitu seorang suami yang ingin membuat pasangannya bahagia, saat memperbaiki hubungan sesama manusia, dan cerdik dalam strategi perang.” (HR. Ahmad no. 27608)

Islam juga melarang seorang menjadi sebab muslim lainnya merasa tidak aman dari gangguannya, baik gangguan tangan maupun lisannya. Dan seringkali lisan seseorang itu lebih tajam daripada senjata yang dipegangnya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

المُسْلِمُ مَن سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِن لِسَانِهِ ويَدِهِ، والمُهَاجِرُ مَن هَجَرَ ما نَهَى اللَّهُ عنْه

Muslim (yang sejati) adalah yang tidak mengganggu kaum muslimin yang lain, baik dengan lisan dan tangannya. Seorang yang berhijrah (yang sejati) adalah orang yang menjauhi hal yang dilarang oleh Allah ‘Azza Wajalla.” (HR. Bukhari no. 10)

Perhatian para ulama terhadap ilmu kejiwaan

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَفِیۤ أَنفُسِكُمۡۚ أَفَلَا تُبۡصِرُونَ

(Begitu juga ada tanda-tanda kebesaran-Nya) pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat: 21)

Syekh Abdurrahman As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

Bahwa di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah Allah menjadikan dalam diri seorang hamba pelajaran, hikmah, dan rahmat yang menunjukkan bahwa Dialah Allah yang Maha Esa yang tidak ada yang berhak dimintai pertolongan, kecuali hanya Dia. Dan Dia tidak menciptakan setiap makhluk dengan sia-sia.” (Tafsir As-Sa’diy)

Ayat tersebut dan ayat-ayat lain di dalam Al-Qur’an menunjukkan kepada kita agar memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah, bahkan yang ada dalam diri kita sendiri. Di antaranya adalah kondisi kejiwaan kita. Tentu saja, dengan memperhatikan rambu-rambu yang dijelaskan para ulama agar kita tidak terjerumus ke dalam keyakinan yang menyesatkan di dalam ilmu kejiwaan.

Perintah untuk berobat atau mengambil sebab kesembuhan

Beberapa di antara pemuda/i muslim pasrah dengan kondisi mentalnya dan menjadikan itu sebagai alasan untuk membenarkan setiap tindakannya. Maka, hal seperti ini tidaklah dibenarkan. Bahkan, mayoritas ulama menganjurkan agar seseorang mengambil sebab untuk menyembuhkan penyakit yang menimpa dirinya sendiri. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,

إن الله تعالى أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فتداووا ولا تداووا بالحرام

Sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan penyakit dan obatnya. Dan Allah menjadikan obat untuk setiap penyakit. Maka, berobatlah kalian dan janganlah berobat dengan yang diharamkan Allah ‘Azza Wajalla.” (HR. Abu Dawud no. 3874)

Di antara yang dianjurkan adalah menjadikan Al-Qur’an sebagai salah satu sebab syar’i yang ditempuh oleh seseorang yang memiliki kesehatan mental yang terganggu. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَا هُوَ شِفَاۤءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَۙ وَلَا يَزِيْدُ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا خَسَارًا

Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin. Sedangkan bagi orang-orang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS. Al-Isra: 82)

Syekh Abdurrahman As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

فالقرآن مشتمل على الشفاء والرحمة، وليس ذلك لكل أحد، وإنما ذلك للمؤمنين به، المصدقين بآياته، العاملين به، وأما الظالمون بعدم التصديق به أو عدم العمل به، فلا تزيدهم آياته إلا خسارًا، إذ به تقوم عليهم الحجة، فالشفاء الذي تضمنه القرآن عام لشفاء القلوب، من الشبه، والجهالة، والآراء الفاسدة، والانحراف السيئ، والقصود السيئة

Al-Qur’an mengandung kesembuhan dan rahmat, meskipun tidak untuk setiap orang. Sesungguhnya ia hanya untuk mereka yang beriman kepada Al-Qur’an, mengimani ayat-ayatnya, beramal dengannya. Adapun mereka yang berbuat lalim dan tidak percaya dengan Al-Qur’an, bahkan enggan mengamalkannya, maka tidaklah bertambah bagi mereka dengan ayat-ayat Allah, kecuali hanya kerugian belaka. Al-Qur’an kelak menjadi hujah atas perilaku mereka. Dan kesembuhan yang terkandung di dalam Al-Qur’an adalah umum, baik kesembuhan dari penyakit jiwa seperti syubhat, kebodohan, keyakinan batil, disorientasi yang jelek, maksud yang buruk.” (Tafsir As-Sa’diy)

Dengan kita mengetahui bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat obat, maka bagi mereka yang merasa kesehatan mentalnya tidak maksimal, segeralah mengambil sebab dengan banyak mendekatkan diri kepada Allah dengan membaca Al-Qur’an, menghafalkannya, mengamalkannya, kemudian menempuh sebab syar’i berupa datang ke psikolog atau psikiater agar ia bisa semakin menikmati ibadahnya kepada Allah ‘Azza Wajalla.

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

Artikel: Muslim.or.id

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87277-perhatian-islam-terhadap-kesehatan-mental.html

Hukum Berteman dengan Penghayat Kepercayaan

Bagaimana hukum berteman dengan penghayat kepercayaan? Hidup di Lingkungan yang sangat Heterogen seperti Indonesia ini, tidak menutup kemungkinan kita bekerja sama atau bahkan berteman dengan orang non Muslim atau Kaum Penghayat.

Perlu diketahui, bahwasa tidak ada larangan untuk berbuat baik kepada siapapun. Meski berbeda agama dan berbagai aspek lainnya, kita diperintahkan untuk berbuat baik kepadanya. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 8-9;

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

Artinya; Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (8) 

اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya; Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim (9). 

Ketika mengomentari ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsirnya;

وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ﴾ أَيْ لَا يَنْهَاكُمْ عَنِ الْإِحْسَانِ إِلَى الْكَفَرَةِ الَّذِينَ لَا يُقَاتِلُونَكُمْ فِي الدِّينِ، كَالنِّسَاءِ وَالضَّعَفَةِ مِنْهُمْ، ﴿أَنْ تَبَرُّوهُمْ﴾ أَيْ: تُحْسِنُوا إِلَيْهِمْ ﴿وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ﴾ أَيْ: تَعْدِلُوا … إلى أن قال… إِنَّمَا يَنْهَاكُمْ عَنْ مُوَالَاةِ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ نَاصَبُوكُمُ الْعَدَاوَةَ، فَقَاتَلُوكُمْ وَأَخْرَجُوكُمْ، وَعَاوَنُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ، يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنْ مُوَالَاتِهِمْ وَيَأْمُرُكُمْ بِمُعَادَاتِهِمْ.

Artinya; Allah Swt tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan adil pada Non Muslim (semisal perempuan dan kaum sipil yang lemah) yang tidak memerangi kalian dalam hal agama. Allah Swt hanya melarang kalian untuk berteman dengan mereka yang jelas-jelas memusuhi kalian, bahkan sampai mengusir atau membunuh. Maka kepada mereka dilarang berteman dan kita diperintahkan untuk melawannya”.(Tafsir Ibnu Katsir, QS; 60:8) 

Oleh karenanya, Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya memetakan menjadi 3 aspek terkait hukum berteman dengan Non Muslim. Beliau menyatakan; 

واعلم أن كون المؤمن موالياً للكافر يحتمل ثلاثة أوجه أحدها : أن يكون راضياً بكفره ويتولاه لأجله ، وهذا ممنوع منه لأن كل من فعل ذلك كان مصوباً له في ذلك الدين ، وتصويب الكفر كفر والرضا بالكفر كفر ، فيستحيل أن يبقى مؤمناً مع كونه بهذه الصفة . وثانيها : المعاشرة الجميلة في الدنيا بحسب الظاهر ، وذلك غير ممنوع منه . والقسم الثالث : وهو كالمتوسط بين القسمين الأولين هو أن موالاة الكفار بمعنى الركون إليهم والمعونة ، والمظاهرة ، والنصرة إما بسبب القرابة ، أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر إلا أنه منهي عنه ، لأن الموالاة بهذا المعنى قد تجره إلى استحسان طريقته والرضا بدينه ، وذلك يخرجه عن الإسلام

Artinya; Ketahuilah bahwa orang Muslim mencintai non-Muslim (kafir) melihat tiga situasi dan sikap :

1.Tidak boleh jika ridho akan kekafiran dan bahkan mencintai orang kafir lantaran kekafirannya. Hal ini dilarang, bahkan bisa menyebabkan ia kafir.

  1. Pergaulan dan interaksi sosial dengan baik di dunia,  hal ini boleh atau tidak dilarang.
  2. Menolong orang kafir, entah dengan sebab ada tali persaudaraan atau dengan sebab simpati, namun tetap meyakini bahwa agamanya adalah tidak benar. Yang demikian tidak membuatnya Kafir, hanya saja lebih baik dijauhi ketika ia mudah goyah. Sehingga ditakutkan ia ridho atas kekafirannya, yang mana ini bisa menyebabkan kekafiran”. (Marah Labid, Juz 1 H. 120)

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya diperbolehkan untuk berteman dengan hukum berteman dengan penghayat kepercayaan. Wallahu A’lam bi Al-Shawab.

BINCANG SYARIAH

Larangan Haji Berkali-kali dalam Tinjauan Islam

Berikut keterangan larangan haji berkali-kali dalam tinjauan Islam. Pasalnya, populasi pemeluk Agama Islam di dunia terus mengalami peningkatan, pada tahun 2023 Islam memiliki 2,01 miliar penganut, yang membentuk sekitar 24% populasi dunia. 

Tentunya jumlah ini berpengaruh pada ritual tahunan yang dilakukan, yaitu ibadah Haji. Jumlah yang sedemikian banyak mempengaruhi keberlangsungan ibadah tahunan ini, sebab sudah barang tentu lahan di Mekkah Madinah tidak bisa menampung seluruh jumlah tersebut. Sehingga ada pembatasan kuota, Indonesia sendiri pada tahun 2023 ini mendapat porsi 221 ribu. 

Dalam KMA yang ditandatangani Menag Yaqut tertanggal 13 Februari 2023 ini ditetapkan bahwa kuota haji Indonesia tahun 1444 H berjumlah 221.000, terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus.  

Karena banyaknya jumlah tersebut, ditambah lagi jumlah lain di seluruh penjuru dunia, maka terdapat masa tunggu keberangkatan. Bahkan estimasi waiting list jamaah haji ini sudah pada taraf tidak masuk akal, sebab durasi yang cukup lama. Yakni kisaran puluhan tahun, disesuaikan dengan daerah masing-masing.

Larangan Haji Berkali-kali 

Lalu bagaimana hukum Haji berkali-kali? Atau bagaiman tinjauan Islam terkait larangan haji berkali-kali? Mengingat di zaman sekarang ini ada pembatasan kuota bagi setiap Negara dan semakin banyaknya jumlah kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia?

Lembaga Fatwa Mesir, melalui Darul Ifta pernah membahas ini pada Fatwa nomer 4946, tepatnya tertanggal pada 7 Februari 1985 menyatakan bahwa pada dasarnya syariat tidak melarang seseorang untuk melakukan Haji dan Umrah berkali-kali. Hanya saja, lebih utama kekayaannya disalurkan kepada tetangganya yang kekurangan, jika sudah melaksanakannya. 

Syekh Abdul Latif Abdul Ghani Hamzah selaku Mufti yang menjawab pertanyaan ini, tentunya memberikan pandangan sesuai situasi dan kondisi yang terjadi pada tahun tersebut. Sehingga pada kurun selanjutnya, salah seorang elit agama yang cukup terkemuka di Mesir memberikan pandangan yang cukup progresif. 

Di mana Syekh Yusuf Al-Qardhawi -afallahu anhu- justru mengharamkan beribadah haji berkali-kali, memandang semakin banyaknya jumlah kaum Muslimin di penjuru dunia ini dan adanya pembatasan kuota bagi setiap negara. Jadi dalam pandangan beliau bukan hanya utama untuk mendermakan hartanya kepada tetangga yang membutuhkan, bahkan haram untuk naik haji lagi. Beliau menyatakan;

“(1) Allah Swt tidak akan menerima amalan Sunnah yang menyebabkan melakukan suatu yang haram, karena menjauhi dosa dari perbuatan haram ini lebih didahulukan dari pada memperoleh pahala dari kesunnahan.

Artinya, jika banyaknya orang yang sudah haji namun melaksanakan haji lagi (haji sunnah) ini bisa menyakiti kaum Muslimin, maka seyogyanya ia tidak haji lagi. Agar ia bisa memberikan kesempatan kepada mereka yang belum berhaji. 

(2) Mencegah keburukan ini lebih didahulukan dari pada mendatangkan kemaslahatan, terlebih dalam konteks keburukannya ini sifatnya publik (umum) dan maslahatnya hanya sebatas domestik (khusus). Maka jika mereka berhaji lagi dan menyebabkan kelebihan kapasitas yang berpotensi menyakiti diri mereka dan para jamaah, tentunya ia diperintahkan untuk mencegah ini.

 (3) Pintu kebaikan ini terbuka lebar, dan Allah Swt pun tidak menyempitkan ruang tersebut. Seyogyanya kaum Muslimin bersikap dengan hal yang pantas dan relevan bagi zaman dan lingkungannya.

Yakni jika haji sunnahnya ini menyebabkan dampak negatif bagi jamaah lainnya, maka sunggu ia telah diberi keluasan oleh Allah Swt untuk beribadah dengan melakukan kegiatan spiritual lain yang tidak mengganggu kaum Muslimin lainnya. Antara lain adalah mendermanan hartanya kepada mereka yang membutuhkan, khususnya pada sanak saudara. (Website Resmi Yusuf Al-Qardhawi

Pandangan serupa juga disampaikan oleh elit agama Nusantara yang masyhur di bidang ilmu Hadis, adalah Prof. KH. Ali Musthafa Ya’qub yang juga mengharamkan beribadah haji berkali-kali kecuali bagi mereka para petugas dan yang memiliki kewajiban. (Teror di Tanah Suci, halaman 88) Bahkan beliau menganjurkan kepada para elit yang memegang kebijakan negara untuk memberikan aturan atau himbauan terkait keharaman melakukan haji lagi. ( Wawancara, Via TvOne

Tentunya ini menjadi trobosan baru dan solusi atas antrian masa keberangkatan yang irasional, bayangkan saja jamaah harus menunggu puluhan tahun untuk bisa melaksanakan Haji. Tentunya ini harus ditindak lanjuti oleh para elit, bagi jamaah yang sudah Haji dan masih memiliki harta yang cukup untuk berangkat lagi juga harus sedia untuk mengalah.

Sebab masih banyak kaum Muslimin yang juga berkeinginan untuk menyempurnakan Rukun Islamnya, sehingga ini patut dijadikan renungan bagi mereka. Kaum Muslimin lainnya juga berhak untuk berangkat haji, sehingga mohon dimaklumi adanya. Justru menjadi egois ketika sudah pernah haji, namun berangkat lagi.

Memang benar adagium Fikih menyatakan bahwa  mendahulukan orang lain dalam ibadah adalah Makruh, namun jika ini berdampak pada maslahat publik, tentunya ia dengan kebesaran hatinya tidak akan mendaftar haji lagi. Syekh Yusuf Al-Qardhawi menyatakan;

هذا ما أنصح به الإخوة المتدينين المخلصين الحريصين على تكرار شعيرتي الحج والعمرة أن يكتفوا بما سبق لهم من ذلك، وإن كان ولابد من التكرار، فليكن كل خمس سنوات، وبذلك يستفيدون فائدتين كبيرتين لهم أجرهما: الأولى: توجيه الأموال الموفرة من ذلك لأعمال الخير والدعوة إلى الإسلام، ومعاونة المسلمين في كل مكان من عالمنا الإسلامي، أو خارجه حيث الأقليات المسحوقة. الثانية: توسيع مكان لغيرهم من المسلمين الوافدين من أقطار الأرض، ممن لم يحج حجة الإسلام المفروضة عليه؛ فهذا أولى بالتوسعة والتيسير منهم بلا ريب، وترك التطوع بالحج بنية التوسعة لهؤلاء، وتخفيف الزحام عن الحجاج بصفة عامة، لا يشك عالم بالدين أنه قربة إلى الله تعالى، لها مثوبتها وأجرها. 

“Seyogyanya para saudara kaum Muslimin yang berkeinginan hendak berangkat haji lagi, merasa cukup dengan haji yang sudah ia tunaikan dulu. Jika tidak bisa, 5 tahun sekali saja. Dengan demikian ia akan mendapatkan 2 faedah yang sangat agung, yaitu; (1) mendermakan hartanya kepada mereka yang membutuhkan dan untuk kepentingan dakwah Islam.

(2) memberikan kesempatan kepada kaum Muslimin yang belum haji, ini adalah suatu keutamaan. Meninggalkan haji yang sunnah (karena dia sudah melaksanakan haji) dengan niat memberikan keluasan pada mereka ini dipastikan mendapatkan pahala dan menjadi salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah swt”. (Website Resmi Yusuf Al-Qardhawi) 

Maka dari itu, seyogyanya para elit memikirkan hal ini. Mengingat antusias jamaah yang tidak sejalan dengan porsi yang ada, sehingga sepatutnya ada batasan pelaksanaan haji agar yang lainnya juga kebagian.

Demikian penjelasan terkait larangan haji berkali-kali dalam tinjauan Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Doa Sujud Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam

APA doa sujud yang dibaca oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam?

Doa Sujud Bacaan Pertama yang Diajarkan Rasulullah:

Bacaan ini yang diambil oleh Imam Mazhab

Dari hadits Hudzaifah, ia mengatakan, ia pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau mengucapkan ketika rukuk ‘SUBHANAA ROBBIYAL ‘AZHIM’ (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahaagung)’ dan ketika sujud, beliau mengucapkan

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى

‘SUBHANAA ROBBIYAL A’LAA’ (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi). (HR. Muslim, no. 772 dan Abu Daud, no. 871).

Doa Sujud Bacaan Kedua yang Diajarkan Rasulullah:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

“SUBHANA ROBBIYAL A’LAA WA BI HAMDIH (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi dan pujian untuk-Nya)”. Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud, no. 870, sahih)

Doa Sujud Bacaan Ketiga yang Diajarkan Rasulullah:

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu, ia berkata bahwa ketika sujud Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca,

اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الخَالِقِينَ

“ALLAHUMMA LAKA SAJADTU, WA BIKA AAMANTU WA LAKA ASLAMTU, SAJADA WAJHI LILLADZI KHALAQAHU, WA SHAWWARAHU, WA SYAQQA SAM’AHU, WA BASHARAHU. TABARAKALLAHU AHSANUL KHOOLIQIIN’ (artinya: Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu juga aku beriman, kepada-Mu juga aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah Sebaik-baik Pencipta).” (HR. Muslim, no. 771)

Doa Sujud Bacaan Keempat yang Diajarkan Rasulullah:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ketika sujudnya,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ : دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ

“ALLOHUMMAGH-FIR LII DZANBII KULLAHU, DIQQOHU WA JILLAHU, WA AWWALAHU WA AAKHIROHU, WA ‘ALAANIYATAHU WA SIRROHU (artinya: Ya Allah ampunilah seluruh dosaku, yang kecilnya dan besarnya, yang pertamanya dan terakhirnya, yang terang-terangannya dan rahasianya).” (HR. Muslim, no. 483)

Doa Sujud Bacaan Kelima yang Diajarkan Rasulullah:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

“SUBHANAKALLAHUMMA ROBBANAA WA BIHAMDIKA, ALLAHUMMAGHFIR-LII(artinya: Mahasuci Engkau Ya Allah, Rabb kami, pujian untuk-Mu, ampunilah aku)”. (HR. Bukhari, no. 817 dan Muslim, no. 484).

Doa Sujud Bacaan Keenam yang Diajarkan Rasulullah:

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ

“SUBBUHUN QUDDUUS, ROBBUL MALAA-IKATI WAR RUUH (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-).” (HR. Muslim, no. 487)

Doa Sujud Bacaan Ketujuh yang Diajarkan Rasulullah:

Dari Auf bin Malik Al-Asyja’i berkata, saya berdiri bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berdiri dan membaca surah Al-Baqarah, tidak melewati ayat rahmat kecuali berhenti dan memohonnya. Dan tidak melewati ayat siksa kecuali berhenti dan berlindung (darinya). Berkata, kemudian rukuk seperti waktu berdirinya dan membaca dalam rukuknya,

سُبْحَانَ ذِي الجَبَرُوْتِ وَالملَكُوْتِ وَالكِبْرِيَاء ِوَالعَظَمَةِ

SUBHAANA DZIL JABARUUTI WAL MALAKUUTI WAL KIBRIYAA’ WAL ‘AZHOMAH (artinya: Mahasuci Allah Yang mempunyai keperkasaan dan kerajaan (penuh) serta kesombongan dan keagungan). Kemudian sujud seperti waktu berdirinya kemudian mengatakan dalam sujudnya seperti itu. Kemudian berdiri dan membaca Ali Imran kemudian satu surah, satu surah. (HR. An-Nasai, no. 1132; Abu Daud, no. 873. []

ISLAMPOS

5 Orang yang Tak Dapat Mencium Bau Surga

ADA beberapa orang yang tak dapat mencium bau surga. Kenapa?

Surga Allah, bagi seorang Muslim tentunya menjadi tujuan utama dalam hidupnya. Harumnya Bau surga, dalam sebuah hadits, bisa tercium dari jarak 500 tahun perjalanan. Siapa yang tidak ingin menghirupnya?

Namun sayang sekali, beberapa orang ini tak dapat menginjak surganya Allah. Bahkan mencium harumnya surga saja, tidak.

1. Orang yang Tak Dapat Mencium Bau Surga: Orang yang sombong

Sikap sombong, tentu tak disukai oleh banyak orang. Darinya, seseorang bisa merendahkan orang lain. Hati-hatilah dengan sombong, ia mengharamkan pelakunya masuk surga.

Dari Uqbah bin Amir, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seorang laki-laki meninggal dunia, dan ketika ia meninggal di dalam hatinya terdapat sebiji sawi dari sifat sombong, (maka tidak) akan halal baginya mencium bau surga atau melihatnya.”

Abu Raihanah, seorang kaum Quraisy, berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, saya benar-benar menyukai keelokan dan menggemarinya hingga pada gantungan cemetiku dan juga pada tali sandalku!”

Rasulullah bersabda, “Itu tidaklah termasuk kesombongan, sesungguhnya Allah ‘azza wajalla itu Indah dan menyukai keindahan. Akan tetapi sombong itu adalah siapa yang menolak kebenaran dan meremehkan manusia dengan kedua matanya.” (HR. Ahmad).

2. Orang yang Tak Dapat Mencium Bau Surga: Wanita, berpakaian tapi telanjang

Berpakaian tapi telanjang, bukankah banyak kita saksikan dewasa ini. Ia menjadi sumber dosa bagi dirinya sendiri, dan tentunya bagi orang yang melihatnya.

“Dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat; kaum membawa cambuk seperti ekor sapi, dengannya ia memukuli orang dan wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, mereka berlenggak-lenggok dan condong (dari ketaatan), rambut mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan sejauh ini dan ini.” (HR. Muslim).

3. Orang yang Tak Dapat Mencium Bau Surga:  Wanita meminta dicerai tanpa alasan syar’i

Terkadang alasan sepele, menjadi biang terjadinya perceraian. Tanpa alasan yang dibenarkan secara syar’i, permintaan dicerai adalah gerbang menuju ditolaknya seorang wanita menuju surga Allah.

“Siapa pun wanita yang meminta talak pada suaminya tanpa alasan maka bau surga haram baginya.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

4. Orang yang Tak Dapat Mencium Bau Surga: Orang yang mengamalkan ilmu akhirat untuk mencari duniawi

Pun begitu, dengan mereka yang mengaku sebagai orang yang paham agama namun menjual jasa mereka dengan sejumlah uang. Mereka mengaku-ngaku ustadz atau ustadzah, menyatakan memiliki karomah, dan menarif sejumlah rupiah dari orang yang meminta tolong. Niscaya, bau surga pun tak kan pernah ia hirup.

“Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya untuk Allah, namun ia tidak menuntutnya kecuali untuk mencari dunia, maka pada hari kiamat ia tidak akan mendapatkan bau surga.”(HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan Ahmad; shahih).

5. Orang yang Tak Dapat Mencium Bau Surga: Bernasab bukan pada ayahnya

Mengakui seseorang sebagai orang tua—ayah—sendiri, meski tahu ia bukanlah ayah kandung, menjadi orang selanjutnya yang dijauhkan dari bau surga.

“Barangsiapa mengaku keturunan dari orang lain yang bukan ayahnya sendiri tidak akan mendapatkan bau surga. Padahal bau surga telah tercium pada jarak tujuh puluh tahun, atau tujuh puluh tahun perjalanan.” (HR. Ahmad; shahih). []

ISLAMPOS

Sufi Menurut Penilaian Imam Asy Syafi’i

DI beberapa tempat, Imam As Syafi’i telah memberi penilaian terhadap para sufi. Yang sering dinukil dari perkataan beliau mengenai sufi bersumber dari Manaqib Al Imam As Syafi’i yang ditulis oleh Imam Al Baihaqi.

Di dalam kitab itu, Imam As Syafi’i menyatakan, “Kalau seandainya seorang laki-laki mengamalkan tashawuf di awal siang, maka tidak tidak sampai kepadanya dhuhur kecuali ia menjadi hamqa (kekurangan akal).” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)

Beliau juga menyatakan,” Aku tidak mengetahui seorang sufi yang berakal, kecuali ia seorang Muslim yang khawwas.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)

Beberapa pihak secara tergesa-gesa menyimpulkan dari perkataan di atas bahwa Imam As Syafi’i mencela seluruh penganut sufi. Padahal tidaklah demikian, Imam As Syafi’i hanya mencela mereka yang menisbatkan kepada tashawuf namun tidak benar-benar menjalankan ajarannya tersebut.

Imam Asy Syafi’i Bedakan Antara Sufi Yang Benar dengan Sufi Klaim

Dalam hal ini, Imam Al Baihaqi menjelaskan, ”Dan sesungguhnya yang dituju dengan perkataan itu adalah siapa yang masuk kepada ajaran sufi namun mencukupkan diri dengan sebutan daripada kandungannya, dan tulisan daripada hakikatnya, dan ia meninggalkan usaha dan membebankan kesusahannya kepada kaum Muslim, ia tidak perduli terhadap mereka serta tidak mengindahkan hak-hak mereka, dan tidak menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah, sebagaimana beliau sifatkan di kesempatan lain.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/208)

Imam Al Baihaqi menjelaskan maksud perkataan Imam As Syafi’i tersebut, ”Sesungguhnya yang beliau ingin cela adalah siapa dari mereka yang memiliki sifat ini. Adapun siapa yang bersih kesufiannya dengan benar-benar tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla, dan menggunakan adab syari’ah dalam muamalahnya kepada Allah Azza wa Jalla dalam beribadah serta mummalah mereka dengan manusia dalam pergaulan, maka telah dikisahkan dari beliau (Imam As Syafi’i) bahwa beliau bergaul dengan mereka dan mengambil (ilmu) dari mereka. (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)

Imam Asy Syafi’i Mengambil Manfaat dari Sufi

Kemudian Imam Al Baihaqi menyebutkan satu riwayat, bahwa Imam As Syafi’i pernah mengatakan, ”Aku telah bersahabat dengan para sufi selama sepuluh tahun, aku tidak memperoleh dari mereka kecuali dua kalimat ini, ”Waktu adalah pedang” dan “Termasuk kemaksuman, engkau tidak mampu” (maknanya, sesungguhnya manusia lebih cenderung berbuat dosa, namun Allah menghalangi, maka manusia tidak mampu melakukannya, hingga terhindar dari maksiat).

Jelas, bahwa Imam Al Baihaqi memahami bahwa Imam As Syafi’i mengambil manfaat dari para sufi tersebut. Dan beliau menilai bahwa Imam As Syafi’i mengeluarkan pernyataan di atas karena perilaku mereka yang mengatasnamakan sufi, namun Imam As Syafi’i menyaksikan dari mereka hal yang membuat beliau tidak suka. (lihat, Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)

Bahkan Ibnu Qayyim Al Jauziyah menilai bahwa pernyataan Imam As Syafi’i yang menyebutkan behwa beliau mengambil dari para sufi dua hal atau tiga hal dalam periwayatan yang lain, sebagai bentuk pujian beliau terhadap kaum ini, ”Wahai, bagi dua kalimat yang betapa lebih bermanfaat dan lebih menyeluruh. Kedua hal itu menunjukkan tingginya himmah dan kesadaran siapa yang mengatakannya. Cukup di sini pujian As Syafi’i untuk kelompok tersebut sesuai dengan bobot perkataan mereka.” (lihat, Madarij As Salikin, 3/129)

Imam As Syafi’i Memuji Ulama Sufi

Bahkan di satu kesempatan, Imam As Syafi’i memuji salah satu ulama ahli qira’ah dari kalangan sufi. Ismail bin At Thayyan Ar Razi pernah menyatakan,”Aku tiba di Makkah dan bertemu dengan As Syafi’i. Ia mengatakan,’Apakah engkau tahu Musa Ar Razi? Tidak datang kepada kami dari arah timur yang lebih pandai tentang Al Qur`an darinya.’Maka aku berkata,’Wahai Abu Abdillah sebutkan ciri-cirinya’. Ia berkata,’Berumur 30 hingga 50 tahun datang dari Ar Ray’. Lalu ia menyebut ciri-cirinya, dan saya tahu bahwa yang dimaksud adalah Abu Imran As Shufi. Maka saya mengatakan,’Aku mengetahunya, ia adalah Abu Imran As Shufi. As Syafi’i mengatakan,’Dia adalah dia.’” (Adab As Syafi’i wa Manaqibuhu, hal. 164)

Walhasil, Imam As Syafi’i disamping mencela sebagian penganut sufi beliau juga memberikan pujian kepada sufi lainnya. Dan Imam Al Baihaqi menilai bahwa celaan itu ditujukan kepada mereka yang menjadi sufi hanya dengan sebutan tidak mengamalkan ajaran sufi yang sesungguhnya dan Imam As Syafi’i juga berinteraksi dan mengambil manfaat dari kelompok ini. Sedangkan Ibnu Qayyim menilai bahwa Imam As Syafi’i juga memberikan pujian kepada para sufi.

Demikianlah perkataan Imam Asy Syafi’i mengenai sufi, yang dipahami oleh para ulama besar, yakni Al Imam Al Baihaqi dan Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah. Kedua ulama besar itu lebih layak untuk diambil dalam memahami perkataan Imam Asy Syafi’i dibanding para individu yang tergesa-gesa menyimpulkan. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.

HIDAYATULLAH

Kapan Boleh Memukul Anak Menurut Islam

Dalam Islam, pukulan kepada anak dilakukan saat menginjak usia 10 tahun dan berkenaan dengan shalat, itupun tidak boleh sampai melukai 

Hidayatullah.com | SETAHUN belakangan di banyak media sering diberitakan orang tua atau para pendidik memukul anak hingga menyebabkan luka berat. Dengan menyebut nama Allah Swt, sesungguhnya agama Islam amatlah lengkap memberikan pedoman dalam masalah ini, termasuk masalah ‘pukulan’ kepada anak.

Dianjurkan bagi seorang hamba apabila disebutkan nama Allah di hadapannya untuk bersikap khusyu’, tunduk, malu, dan menyurutkan diri. Sehubungan dengan hal ini, Rasulullah ﷺ telah bersabda:

إذا ضرب أحدكم خادمه فذكر الله فارفعوا أيديكم

“Apabila seseorang di antara kalian memukul pelayannya, lalu pelayannya menyebut nama Allah, maka tahanlah tangan kalian (dari memukulnya).” (HR. Tirmidzi, dalam Kitabul Birri wash Shilah 1873).

Apabila hal ini dianjurkan, meskipun terhadap pelayan, maka terlebih lagi terhadap anak kecil. Dalam hal ini tidak bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan apa yang dikatakan oleh ahli debat yang menyebutkan bahwa anak yang bersangkutan bisa saja menjadikan hal ini sebagai kilah dan jalan keluar agar terbebas dari hukuman setiap kali dikenai hukuman.

Demikian karena sesungguhnya berkah, taufiq, dan hidayah, semuanya hanya ada pada ketaatan kepada Nabi. Allah telah berfirman:

وإن تطيعوه تهتدوأوماعلى الرسول إلا البلاغ المبين

“Dan jika kamu taat kepada-Nya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tiada lain kewajiban rasul hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS: An-Nuur (24): 54).

Memang benar bisa jadi ada sebagian anak yang berkilah dengan memakai cara ini, tetapi siapakah yang disalahkan bila anak-anak didik ada yang berani berbuat demikian dan memaksa mereka untuk menggunakan kilah dan tipu muslihat seperti ini?

Untuk itu, pihak pendidik dan orang tua harus melakukan introspeksi ke dalam, mengevaluasi segala kekeliruan, dan mulai lagi berangkat dari kaidah yang diakui oleh syari’at dalam masalah pendidikan secara ilmiah lagi benar, agar tidak terjadi ketimpangan dan kontradiksi dalam penerapannya.

Untuk itu, kembali saya katakan bahwa sesungguhnya tidak layak memperbanyak hukuman, karena pengaruhnya sangat buruk bagi anak didik. Kękerasan secara erus-menerus yang dilakukan terhadap anak didik dapat membahayakan tubuh, akhlaq, sosial, dan perasaan mereka.

Untuk itu, harus dicari cara lain yang bijak seperti yang dikatakan oleh pepatah: “Sedia payung sebelum hujan.”

Seorang pendidik yang bijaksana adalah orang yang menjauhkan anak didiknya dari lingkungan yang dapat menjerumuskannya ke dalam berbagai kekeliruan. (Al-Aulad wa Tarbiyatuhun fi Dhauil Islam hlm. 164, menukil dari Ath-Thil fisy Syari’atil Islamiah, karya Muhammad Shalih).

Larangan Memukul di Bagian Sensitif  Saat Emosi

Tidak diragukan lagi bahwa orang yang menghukum anaknya, sedang dia dalam keadaan marah, mnaka hukuman yang ditimpakannya akan berakibat:

1. Tidak bermanfaat,

2. Menimbulkan rasa antipati dan kebencian dalam diri anak,

3. Pukulan yang ditimpakan saat itu bukan untuk tujuan mendidik, melainkan untuk memuaskan diri dan menyalurkan kemarahan yang bergejolak dalam dada terhadap anak didik yang patut dikasihani.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda:

إذا ضرب أحدكم فليتق الوجة

“Apabila seseorang di antara kalian memukul, maka hindarilah bagian wajah.” (Muslim, Kitabul Birri wash Shilah 4729, Abu Dawud, Kitabul Hudud 3859, Ahmad, lanjutan Musnadul Mukstirin 10314 dengan teks sebagai berikut: “Apabila seseorang di antara kalian memukul saudaranya, hindarilah bagian wajah, karena sesungguhnya Allah menciptakan Adam dalam keadaan utuh menurut rupa aslinya).

Berangkat dari pengertian ini, kita dapat mengetahui rahasia yang terkandung di balik pesan berulang Nabi ﷺ kepada seorang lelaki Badui saat mengatakan kepadanya: “Berpesanlah kepadaku!” Nabi menjawab:

لا تغضب

“Janganlak Kamu suka marah!”

Lelaki itu berkata: “Setelah kurenungkan apa yang dipesankan oleh Nabi ﷺ, ternyata kujumpai bahwa sikap marah menghimpun semua keburukan.” (Bukhari, Kitabul Adab 5651, Ahmad, lanjutan Musnadul Anshar 22088. Teks hadits ini menurut apa yang ada pada Ahmad.)

Inilah patokan kebolehan menjatuhkan hukuman pukulan:

  1. Pukulan tidak boleh dilakukan sebelum sang anak menginjak usia 10 tahun. Hal inipun hanya berkenaan dengan masalah meninggalkan shalat. Karena shalat adalah rukun Islam paling besar sesudah membaca dua kalimah syahadat.
  2. Berupaya keras mengurangi hukuman pukulan dan menjadikannya seperti garan dalam masakan. Sedikit tetapi membuatnya bertambah lezat dan bila kebanyakan justru akan merusak rasanya. Begitu pula dengan pukulan, semakin banyak dilakukan, akan mengurangi keampuhan dan efektivitasya, bahkan membuat sang anak didik akan terbiasa dengannya, kemudian akan membuatnya bertambah bodoh.

Rasulullah ﷺ telah bersabda:

لا يجلد فوق عشر جلدات إلا في حد من حدود الله

“Tidak boleh melakukan hukuman cambuk lebih dari 10 kali dera, kecuali hanya dalam kasus pelanggaran yang ada hukuman hadnya.” (Bukhari, Kitabul Hudud 5342, Tirmidzi, Kitabul Hudud 1383, Abu Dawud, Kitabul Hudud 3849, dan Ahmad, Musnadul Madaniyyin 15894).

Berdasarkan hadits ini, dapat disimpulkan bahwa hukuman pukulan hanya diperbolehkan maksimal 10 kali pukulan dan hal ini pun hanya dilakukan terhadap orang mukallaf yang sudah baligh.

Bagaimanakah sikap kita terhadap anak yang belum mencapai usia taklif? Sudah barang tentu kita tidak boleh memukulnya sebelum mencapai usia 10 tahun.

Disebutkan bahwa dahulu Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengirim surat kepada semua gubernurnya yang ada di berbagai kota besar yang isinya antar lain mengatakan bahwa seorang mu’allim (guru) tidak boleh memukul lebih dari 3 kali secara berturut-turut, karena sesungguhnya cara ini akan menakutkan anak didik. (Ibnu Abud Dun-ya, Kitabul Iyal 1/531).

Yang dimaksud dengan pukulan di sini adalah bertujuan mendidik, bukan menghukum. Sebagai dalilnya ialah pesan Rasulullah ﷺ kepada Mu’adz bin Jabal yang mengatakan:

ولا ترفع عنهم عصاك أدبا وأخفهم في الله

“Janganlah mengangkat tongkatmu terhadap mereka untuk mendidik, tetapi perlakutilah mereka dengan Allah.” (Ahmad, 21060)

Al-Qadhi Syuraih berpendapat bahwa anak didik tidak boleh dipukul karena melakukan kesalahan dalam membaca Al-Qur’an, kecuali hanya sebanyak tiga kali. Sebagaimana Jibril menyekap Nabi Muhammad sebanyak tiga kali.

3. Ulama tafsir mengatakan bahwa pukulan memakai cambuk dianjurkan hanya mengenai bagian kulit semata dan tidak boleh melampauinya sampai menembus daging.

Setiap pukulan yang melukai bagian daging atau merobek kulit hingga menembus daging dan melukainya bertentangan dengan hukum Al-Qur’an. Yang dimaksud adalah apa yang disebutkan dalam firman-Nya: “Fajlíduu” yang artinya deralah bagian luar kulit tubuh manusia yang dikenainya. (Tafsir Surat An-Nuur karya Al-Maududi).

4. Sarana yang dipakai untuk memukul tidak boleh berupa cambuk yang keras atau cambuk yang ada pintalannya, karena ada larangan mengenai hal tersebut.

Zaid bin Aslam telah meriwayatkan bahwa dahulu pada masa Rasulullah  ﷺ pernah ada seorang lelaki mengakui dirinya telah berbuat zina. Rasulullah ﷺ pun meminta cambuk, lalu didatangkanlah kepadanya sebuah cambuk yang telah terurai ujungnya, maka beliau bersabda: “Di atas ini!” Lalu didatangkanlah sebuah cambuk baru yang masih ada pintalannya pada bagian ujungnya, maka beliau bersabda: “Di bawah ini!” Akhirnya, didatangkanlah kepadanya sebuah cambuk yang telah digunakan dan agak lunak ujungnya, kemudian Rasulullah ﷺ memerintahkan agar lelaki itu didera dengan cambuk tersebut.

Sesudah itu Rasulullah bersabda:

أيها الناس قد أن لكــم أن تنتهوا عن حدود اللـه من أصـاب من هذه القاذورات شيئا فليستتر بستر الله فإنه من يبدي لنا صفحته نقم عليه كتاب الله

“Hai sekalian manusia, sekarang sudah saatnya bagi kalian untuk menghentikan hukuman had Allah; barangsiapa yang melakukan sesuatu dari perbuatan yang keji ini, hendaklah ia menutupi dirinya dengan tirai Allah, karena sesungguhnya barang siapa yang mengakui perbuatannya terhadap kani, niscaya kami akan menegakkan terhadapnya hukum Allah.” (Muwaththa Imam Malik, Kitabul Hudud 2 199)

5. Seseorang yang menimpakan pukulan tidak boleh mengangkat tinggi ketiaknya, sebagaimana yang dikatakan oleh Unar terhadap juru pukulnya: “Janganlah kamu angkat ketiakmnu!” Makna yang dimaksud ialah agar pukulan yang ditimpakan tidak melukai, yakni tidak terlalu keras dan kuat, karena ada larangan dari Nabi mengenai hal ini sebagaimana yang akan diterangkan kemudian.* (diambil dari Terjemahan Athfaalul Muslimin Kaifa Rabbahumun Nabiyyul Amin, Jamal Abdul Rahman).

HIDAUYATULLAH

Umrah Secara Mandiri Lebih Murah, Begini Caranya!

Tanpa bantuan travel, biaya perjalanan umroh akan lebih murah.

Salah satu hal yang didambakan setiap Muslim adalah bisa melakukan umrah atau haji. Biasanya, untuk umrah para Muslim memanfaatkan agen travel, sehingga mereka tinggal duduk manis dan mengikuti setiap intruksi yang diberikan.

Namun, ada beberapa orang yang ingin melakukan umrah tanpa agen travel. Ada beberapa alasan yang menjadi pendorong sebagian orang ingin umrah secara mandiri, seperti fleksibelitas dan biaya. Namun, sebelum benar-benar pergi umrah secara mandiri, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 

1.Pelajari doa-doa umrah

Banyak orang yang ingin memahami lebih dalam tentang ibadah haji dan umrah sebelum berangkat. Ini bisa dilakukan dengan menghapalkan doa-doa serta apa saja yang perlu dikerjakan selama menjalankan umrah.

2. Menentukan jadwal 

Pastikan Anda menentukan jadwal umrah dengan cermat dan memperhitungkan waktu yang Anda miliki, kondisi fisik, dan jadwal kerja Anda.

3. Mempersiapkan berkas-berkas penting

Pastikan Anda memiliki dokumen-dokumen penting, seperti paspor, visa, dan berkas lain yang diperlukan untuk melakukan ibadah haji atau umrah.

4. Mencari informasi umrah 

Saat melakukan perjalanan umrah tanpa bantuan agen travel, Anda harus mencari informasi umrah secara mandiri. Ini bisa dilakukan dengan mencari informasi melalui internet atau dengan bertanya pada orang-orang yang sudah pernah melakukan ibadah haji atau umrah.

Setelah persiapannya sudah matang, selanjutnya adalah sejumlah langkah untuk berangkat melakukan ibadah haji atau umrah:

1. Membeli tiket pesawat 

Belilah tiket pesawat untuk perjalanan Anda ke Tanah Suci dengan cermat. Pastikan Anda membandingkan harga tiket dan memilih jadwal yang sesuai dengan jadwal umrah Anda.

2. Menyewa akomodasi

Carilah akomodasi yang sesuai dengan kebutuhan dan budget Anda. Bisa mencari informasi melalui internet atau dengan menghubungi pihak akomodasi secara langsung.

3. Mencari informasi rute perjalanan

Pastikan Anda mengetahui rute perjalanan Anda sebelum berangkat, termasuk juga informasi tentang transportasi umum dan waktu tempuh.

4. Melakukan registrasi visa

Pastikan Anda melakukan registrasi visa sebelum berangkat. Caranya, bisa dengan menghubungi kedutaan atau konsulat negara yang bersangkutan untuk informasi lebih lanjut.

5. Mempersiapkan uang dan mata uang asing

Pastikan Anda mempersiapkan uang dan mata uang asing yang dibutuhkan untuk perjalanan. Bisa mengecek kurs mata uang sebelum berangkat dan mempersiapkan uang sesuai dengan kebutuhan.

Melakukan perjalanan umrah mandiri tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya. Ini bisa menjadi pertimbangan jika Anda bingung akan menggunakan agen travel atau tidak.

Kelebihan

1. Fleksibilitas: Anda memiliki fleksibilitas untuk menentukan jadwal, rute, dan akomodasi yang sesuai dengan kebutuhan dan budget Anda.

2. Pengalaman yang lebih personal: Melakukan perjalanan umrah tanpa bantuan agen travel akan memberikan Anda pengalaman yang lebih personal dan memungkinkan Anda untuk lebih mengenal budaya dan tradisi negara tujuan.

3. Biaya lebih murah: Tanpa bantuan travel, biaya perjalanan umrah akan lebih murah karena Anda tidak perlu membayar biaya tambahan untuk jasa penyelenggara travel.

Kekurangan

1. Repot dan melelahkan

Melakukan perjalanan umrah tanpa bantuan agen travel akan membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak karena Anda harus mengatasi segala sesuatu secara mandiri.

2. Kurangnya dukungan

Tanpa bantuan agen travel, Anda tidak memiliki dukungan yang cukup dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pemecahan masalah yang mungkin terjadi selama perjalanan.

3. Risiko keterlambatan atau kehilangan dokumen

Tanpa bantuan agen travel, risiko keterlambatan atau kehilangan dokumen penting, seperti paspor atau visa akan lebih tinggi. 

Melakukan perjalanan umrah tanpa bantuan agen travel akan membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak.

IHRAM

Ilmu yang Wajib Dipelajari Menurut Syekh Muhammad Fadhil Al-Balkhi

Artikel ini akan menjabarkan tentang ilmu yang wajib dipelajari menurut pandangan ulama sufi, yaitu Syekh Muhammad Fadhil Al-Balkhi. Nama lengkap Syekh Muhammad Fadhil Al-Balkhi adalah Abu Abdullah Muhammad bin Fadil bin Abbas bin Hafsin Al-Balkhi. Beliau adalah ulama sufi yang hidup di abad ke 4 Hijriah. Meninggal pada tahun 319 Hijriah.

Syekh Abi Abdul Rahman Muhammad bin Husain Al-Sulami dalam karyanya Tabaqat Al-Sufiyah Juz 1, halaman 174, mengutip ungkapan Syekh Muhammad Fadhil Al-Balkhi tentang ilmu yang wajib dipelajari. Adapun kutipannya sebagai tertera sebagai berikut:

العلوم ثلاثة علم بالله، وعلم من الله، وعلم مع الله

Artinya: Ilmu itu ada tiga, ilmu tentang Allah, Ilmu dari Allah, dan ilmu bersama Allah.

Menurut penuturan Syekh Muhammad Fadhil Al-Balkhi, bahwa macam-macam ilmu yang telah disebutkan di atas, wajib untuk kita pelajari. Kemudian Syekh Muhammad Fadhil Al-Balkhi menambahkan terkait penjabaran ilmu tersebut:

فالعلم بالله، معرفة صفاته ونعوته، والعلم من الله، علم الظاهر والباطن، والحلال والحرام والأمر والنهى فى الأحكام، والعلم مع الله، علم الخوف والرجاء، والمحبة والشوق

Artinya: Ilmu tentang Allah, yaitu, mengetahui sifat-sifat Allah. Ilmu dari Allah yaitu, ilmu zahir dan batin, halal dan haram, dan berbagai perintah serta larangan dan aturan hukum-hukum agama. ilmu bersama Allah, yaitu, ilmu tentang takut, pengharapan, cinta, dan rindu kepada Allah

Dapat kita ketahui bersama bahwa kita diwajibkan untuk menuntut ilmu. Adapun ilmu yang wajib dipelajari itu ada tiga ilmu. Pertama, adalah Ilmu tentang Allah, yaitu, ilmu tauhid. Ilmu tauhid itu, mengulas tentang sifat yang wajib dan sifat yang muhal bagi Allah. Dengan mempelajari ilmu tauhid kita dapat mengenal Allah, dan dapat menguatkan keimanan kita, karena yang pertama yang wajib kita ketahui, yaitu, mengenal Allah. 

Kedua, ilmu dari Allah, yaitu, ilmu fikih. Ilmu fiqih adalah ilmu yang bersumber dari al-Qur’an, hadis, ijma’ dan qiyas. Ilmu fikih mengulas tentang halal, haram, kewajiban, larangan. dan juga konsep amar ma’ruf dan nahi mungkar. Ruang lingkup ilmu fikih itu, mengulas tentang hukum-hukum ibadah, muamalat, munakahat dan jinayat. 

Ketiga, ilmu bersama Allah, yaitu, ilmu tasawuf. Dengan ilmu tasawuf kita dapat membersihkan hati dan jiwa dari sifat-sifat yang jelek. Mempelajari ilmu tasawuf kita akan mengetahui proses mendekatkan diri kepada Allah, melalui, muraqabah, ridha, ikhlas, mahabbah, khauf, dan raja.

Ruang lingkup ilmu tasawuf lebih menekankan kepada membersihkan hati dari segala penyakit hati, seperti, riya’ ujub, takabur, cinta dunia, dan lain sebagainya. Demikian penjelasan ilmu yang wajib dipelajari menurut Syekh Muhammad Fadhil Al-Balkhi. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bissawab.

BINCANG SYARIAH

Kisah Mualaf: Satu Persatu Anggota Keluarganya Masuk Islam

Perkenalan seorang penganut Kristen Katolik bernama Bella dengan Islam terjadi beberapa tahun yang lalu. Bella adalah seorang ibu beretnis Hispanik dengan dua putra.

Kala itu, hubungan Bella dengan kedua putranya berada di titik terendah. Kedua putranya juga selalu menyebabkan masalah.

Salah satunya putus sekolah dan menghabiskan harinya dengan tidur dan malamnya dengan mabuk dan berbuat onar di jalanan. Yang satu lagi terlibat masalah besar dan sedang menjalani hukuman dua tahun penjara.

Bella tidak tahu apa yang harus dilakukan. Lima belas tahun yang lalu dia meninggalkan Kolumbia menuju Amerika Serikat dengan harapan kehidupan yang lebih baik.

Sejak itu Bella berusaha keras untuk mewujudkan mimpinya dan rela menjalani beberapa pekerjaan sekaligus.

Semua itu dilakukan Bella demi anak-anaknya.

Suatu hari, Jorge salah satu putranya yang doyan minum-minuman keras dan mabuk pulang ke rumah. Namun, raut wajah Jorge tidak seperti biasa. Ada sesuatu yang telah terjadi.

Awal Mula Perubahan

“Ketika Jorge pulang ke rumah pagi itu dia terlihat berbeda. Dia tampak lelah seperti biasanya. Tercium bau alkohol dan rokok, seperti biasanya. Tetapi ada sesuatu yang aneh,” kenang Bella.

Tapi Jorge tidak melihat ke arah ibunya. Dia membuat telur orak-arik, mandi dan kemudian masuk kamarnya. Bella mengikutinya. Sebelumnya, Bela tidak pernah mengganggu anaknya, tetapi pagi ini berbeda.

Ia mengetuk pintu kamarnya dan masuk. Jorge duduk di tempat tidurnya, tampak berpikir. Bella menanyainya apakah semuanya baik-baik saja, dan dia menjawab iya.

Tapi dia terus menunjukkan ekspresi aneh di wajahnya. Bella lantas duduk di sampingnya dan menyentuh punggungnya. Kemudian Jorge berkata bahwa dirinya harus berhenti minum. Itu kebiasaan yang tidak baik.

Ucapan sang anak membuat Bella tersentak kaget.

Selama ini, Bella selalu mendoakan agar anaknya berhenti maksiat dan mabuk-mabukan. Dengan hati yang berseri-seri Bella pun menjawab bahwa itu adalah ide yang bagus.

Ia lantas meninggalkan kamar sang anak. Namun, yang ia tak tahu. Peristiwa itu adalah awal dari sebuah perubahan besar dari anaknya.

Teman Baru

Sejak pagi itu, Jorge tidak minum-minuman keras dan mabuk lagi. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya di kamarnya. Terkadang ia pergi keluar dengan seorang teman yang menjemputnya.

Kepada situs About Islam, Bella menjelaskan bahwa teman baru Jorge bersikap sangat sopan.

“Dia selalu mengenakan pakaian putih cerah dan kopiah kecil. Dan ketika dia tersenyum, saya merasa ada cahaya yang memancar darinya.”

Suatu hari, Bella mengundang teman baru Jorge untuk makan malam di rumah mereka. Kedua pemuda itu mulai berbicara tentang Allah, Yesus dan Bunda Maria. Percakapan tersebut cukup mengejutkan bagi Bella.

Karena selama ini putranya tidak pernah berbicara tentang Tuhan dan agama. Meski tidak relijius, Bella sendiri setiap malam selalu berdoa di kamarnya kepada Bunda Maria, Allah dan Yesus.

Saya Benar-Benar Terkejut

Bella masih santai ketika putranya dan temannya berbicara tentang Allah dan Yesus. Tetapi kemudian Jorge mengungkapkan kepada ibunya bahwa ia sudah menjadi seorang Muslim dan mualaf.

Bella sangat terkejut. “Bukankah orang Muslim itu teroris? tanyanya.

Bingung dan tak bisa berkata-kata, Bella lantas membersihkan meja dan menyuruh mereka keluar dari rumahnya.

“Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya masuk ke kamar saya dan duduk di depan altar kecil saya.

Saya berdoa. Rasanya sangat aneh. Dan untuk pertama kalinya saya merasa berbicara langsung dengan Tuhan dan meminta bantuan-Nya,” ujar Bella.

Islam Mengubah Putra Saya

Berjam-jam Bella duduk bersimpuh di dalam kamarnya. Berdoa kepada Tuhan untuk membantu keluarga dan kedua putranya.

Usai diusir ibunya, Jorge tidak pulang. Hal itu membuat pikiran Bella tak karuan. Dia khawatir putra kembali ke kebiasaan lamanya yaitu mabuk-mabukan.

Dalam kesendiriannya, Bella merenungi perubahan anaknya. Jorge tidak lagi meminum minuman keras. Jorge tidak lagi keluar malam. Jorge tidak lagi terlibat perkelahian. Bella penasaran, apakah ini semua karena dia menjadi Muslim?

Bella mengaku dia punya banyak teman beragama Kristen yang relijius, namun mereka masih melakukan kebiasaan buruk seperti mabuk-mabukan.

Sedangkan agama yang disebut Islam ini telah mengubah anaknya menjadi orang yang baik.

Sekeluarga Masuk Islam

Setelah lebih dari dua minggu, Jorge pun pulang. Wajahnya bersinar dan dia memeluk sang ibu seperti dia tidak pernah memeluknya. Bella sangat bahagia. Penuh dengan sukacita dan harapan.

Jorge menyempatkan diri untuk duduk bersama ibunya. Keduanya berbincang-bincang dan berdiskusi panjang lebar. Jorge mengatakan kepada ibunya tentang Keesaan Allah dan bahwa Yesus adalah Nabi dan bukan anak Tuhan. Sang ibu bisa menerima hal itu.

Jorge juga bercerita tentang shalat lima waktu dan hal-hal penting lainnya dalam Islam.
Sang ibu mendengar secara seksama penuturan putranya.

Bella bisa menerima putranya menjadi seorang Muslim sekarang.

Tetapi ketika ditanya apakah dia ingin menerima Islam dan menjadi mualaf, Bella mengatakan dia butuh waktu.

Setelah sekitar setengah tahun, Bella masuk Islam di tangan anaknya. Itu adalah momen yang indah. Alhamdulilah.

Ketika putra Bella yang lain dibebaskan dari penjara, tidak butuh waktu lama dan dia juga menerima Islam dan menjadi mualaf. Dan sejak saat itu ia menjauhi masalah.

Melalui Islam, Allah mengembalikan kedua putra Bella yang luar biasa. Dia menyelamatkan mereka dari kekerasan dan kehancuran di jalanan.

Allahu akbar, Kita doakan semoga Allah terus memperkuat keimanan Bella sekeluarga. Amiin.*

HIDAYATULLAH