Tata Cara Shalat Bagi Jemaah Haji Lansia

Berikut tata cara shalat bagi jemaah haji lansia. Hal ini penting sekali dibahas, terlebih saat ini banyak jemaah haji yang lansia. Memasuki musim haji 2023 para jemaah asal Indonesia masih dalam proses pemberangkatan secara bertahap. Dimana gelombang terakhir nantinya akan berangkat pada tanggal 7 Juni 2023 nanti. 

Uniknya di tahun ini, penyelenggaraan haji Kementerian Agama (Kemenag) mengusung tema “Haji Ramah Lansia”. Harun bin Senar atau akrab disapa Mbah Harun menjadi salah satu di antara jemaah haji kategori lansia. 

Dengan usia 119 tahun, Mbah Harun bahkan mencatatkan namanya sebagai jemaah haji 2023 tertua asal Indonesia. Mengetahui banyaknya jamaah haji lansia Indonesia, tentunya ada bahasan menarik terkait bagaimana tata cara ibadah untuk golongan tersebut. Salah satunya yakni tata cara pelaksanaan shalat.

Perintah Shalat dalam Islam

Ibadah shalat sendiri merupakan tiang agama dan termasuk ke dalam rukun Islam yang kedua.Tentunya kaum muslimin wajib menjalankannya (shalat lima waktu), mulai dari Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Shalat-shalat tersebut merupakan shalat fardhu yang artinya wajib dilaksanakan, berbeda dengan shalat sunnah.

Perintah shalat sendiri termaktub dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya yaitu pada surat Al Isra ayat 78.

أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِدُلُوكِ ٱلشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ ٱلَّيْلِ وَقُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Artinya: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”

Sebagaimana kita ketahui, shalat ibadah wajib, maka  tidak ada pengecualian dalam pelaksanaannya. Meski ia sakit, tidak bisa menggerakkan tubuh, bahkan lansia sekalipun. Allah SWT memberi keringanan bagi mereka yang tidak bisa melaksanakan shalat secara normal. Ini membuktikan seberapa pentingnya ibadah shalat bagi kaum muslimin.

Dalam bahasan buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah untuk Lansia terbitan Kementerian Agama (Kemenag RI), selama seseorang berakal dan tidak ada penghalang syar’i untuk meninggalkan shalat, maka kewajibannya untuk mengerjakan ibadah tersebut tidak akan gugur. Lantas, bagaimana tata cara shalat bagi para lansia ketika mengerjakan ibadah haji?

Tata Cara Shalat bagi Jemaah Haji Lansia

Baik untuk golongan yang sudah lanjut usia (lansia) atau sakit tetap diwajibkan melaksanakan ibadah shalat lima waktu. Akan tetapi, ada sejumlah perbedaan mengenai tata caranya loh! Terdapat keringanan bagi para lansia dan orang sakit yang hendak mengerjakan shalat. Adapun tata caranya antara lain sebagai berikut :

Apabila tidak mampu berdiri, maka harus duduk atau rukhshah. Jika tidak mampu duduk, diperbolehkan shalat dengan cara berbaring Ketentuan di atas sesuai dengan hadits Rasulullah SAW dari Imran bin Hushain RA dia berkata, “Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi SAW tentang cara shalatnya. Maka Rasulullah SAW menjawab: ‘Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah.”

Cara Melakukan Shalat Sambil Duduk dan Berbaring

Dalam syariat shalat sambil duduk bisa saja dikerjakan untuk golongan lansia maupun yang tengah sakit. Yakni dengan cara menggerakkan anggota tubuh seperti biasanya. 

Contohnya seperti memulai dengan takbiratul ihram sembari mengangkat kedua tangan lalu bersedekap. Kemudian ketika ruku, maka seseorang yang shalat sambil duduk bisa membungkukan badan seperti hendak ruku. Sementara itu, gerakan sujud bisa dilakukan seperti biasanya.

Adapun, shalat sambil berbaring bisa dikerjakan dengan kedua kaki yang dihadapkan ke arah kiblat. Posisi kepala yaitu disandarkan dengan bantal hingga wajah menghadap kiblat. 

Usai membaca niat, maka bisa bertakbir dan bersedekap sambil lalu membaca semua bacaan shalat seperti biasanya. Ruku dalam keadaan berbaring bisa dengan menggerakkan kepala sedikit ke arah depan, sedangkan sujud menggerakkan kepala ke depan lagi. 

Akan tetapi ketika tidak mampu melakukan keduanya, baik itu shalat dengan cara duduk dan berbaring juga sulit maka dimaklumi. Yakni seseorang tersebut bisa melakukan amalan wajib Shalat  cukup dengan isyarat kepala atau mata. Apabila tidak mampu juga, diperbolehkan membaca dalam hati.

Selanjutnya, apabila mengerjakan shalat terasa berat bagi lansia atau orang yang sakit, maka diizinkan untuk melakukan jamak yang artinya menggabung shalat. Contoh dari jamak ini yaitu shalat Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya, baik itu jamak taqdim atau takhir serta memilih yang termudah.

Dari Ibnu Abbas RA, Nabi Muhammad bersabda: “Rasulullah SAW telah menjamak antara Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Ditanyakan kepada Ibnu Abbas RA: Mengapa beliau berbuat demikian? Dia menjawab: agar tidak menyusahkan umatnya.” (HR At-Tirmidzi)

Hadist diatas menjelaskan bahwa Rasulullah mengizinkan umatnya untuk menjamak shalat karena adanya rasa berat atau menyusahkan. Namun, ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukhsah jamak shalat bagi lansia tidak diperbolehkan kecuali karena kebutuhan mendesak.

Meskipun begitu, pendapat jumhur memperbolehkan jamak shalat pada selain haji karena alasan musafir dan hujan, boleh jamak shalat bagi lansia yang tidak memiliki alasan karena musafir dan hujan adalah umum dari hadits sebelumnya. Lansia yang fisiknya sudah lemah boleh menjamak shalatnya karena memiliki udzur syar’i serupa dengan sadar dan hujan.

Demikian penjelasan terkait tata cara shalat bagi jemah haji lansia. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Tips Menjaga Kesehatan untuk Jamaah Haji

Jamaah haji diimbau menggunakan APD saat keluar hotel.

Oleh Fuji Eka Permana dari Makkah, Arab Saudi

Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Makkah sangat mengimbau jamaah haji agar memperhatikan kondisi tubuhnya agar tetap sehat. Ada beberapa tips yang jamaah haji bisa lakukan untuk menjaga kondisi tubuhnya agar tetap sehat.

Kepala KKHI Makkah, Edy Supriatna mengatakan, ibadah haji adalah aktivitas fisik. Di samping itu, jamaah haji yang tiba di Madinah dan Makkah akan terpapar suhu udara yang panas dengan kelembabannya yang rendah.

“Untuk antisipasi itu, sehari-hari (jamaah haji) mengonsumsi makanan yang disediakan. Kemudian minum air ditambah oralit, minum 200 ml per jam ditambah oralit satu saset per hari itu support agar tidak dehidrasi,” kata Edy di Makkah, Sabtu (3/6/2023)

Ia mengingatkan, demi menjaga kesehatan, jamaah haji yang sudah ada di Makkah sebelum umroh wajib, sebaiknya istirahat dulu. Jika jamaah haji hendak keluar dari hotel, menggunakan payung, topi, semprotan wajah untuk mendinginkan wajah, dan pakai kacamata hitam, agar jamaah haji tidak kena terik matahari secara langsung.

Terkait jamaah haji lansia perlu didampingi. Di dalam kloter diterapkan strategi body system, artinya dalam satu kamar yang terdapat jamaah haji lansia didampingi oleh jamaah haji yang tidak lansia. Jadi sesama jamaah haji saling membantu.

“Kalau ingin melakukan aktivitas ibadah, itu (jamaah haji lansia) betul-betul didampingi, kalau perlu didampingi dalam melakukan ibadah gunakan kursi roda dan lain-lain dan terus didampingi sampai selesai ibadahnya,” ujar Edy.

Edy menambahkan, jika jamaah haji lansia memiliki komorbid, tetap minum obat yang rutin diminum sejak dari Indonesia. Ini untuk membantu agar penyakitnya tidak kambuh saat berada di Makkah.

“Nanti mulai tanggal 5 Juni 2023 coba kita fasilitasi pemeriksaan medical check up, harapannya jamaah haji dari Madinah yang tidak dilakukan medical check up di Madinah akan kita lanjutkan pemeriksaan fisik di sini,” ujarnya.

Edy menyampaikan, jamaah haji gelombang dua akan dilakukan Medical Check Up untuk persiapan Armuzna. Kemudian, saat kepulangan jamaah haji, mereka juga diperiksa lagi. Di KKHI juga ada program poli risti untuk mendukung jamaah haji lansia.

Ia mengingatkan, jamaah haji yang punya komorbid, saat beraktivitas harus tahu diri. Disesuaikan aktivitas fisiknya, jangan memaksakan diri kalau tidak memungkinkan.

“Konsultasi dengan dokter pendamping di kloter, di sektor juga sudah kami lengkapi dokter spesialis sehingga bisa berkonsultasi jika diperlukan bisa minta teman-teman sektor dan tenaga kloter, itu layanan yang diterima di KKHI Makkah, semoga jamaah sehat bisa menjalankan ibadah dengan baik jadi haji mabrur,” jelas Edy.

IHRAM

Temui Jamaah Haji Demensia, Dampingi, dan Ajaklah Bicara

Pemerintah menyiapkan pelayanan khusus untuk lansia.

Oleh Agung Sasongko dari Makkah, Arab Saudi

Marsini, 78 tahun, berulang kali menuju pintu keluar hotel tempat dia menginap. Dia lihat pintu tersebut, lalu kembali lagi duduk di tempatnya semula. Karena ekspresinya yang bingung, petugas mendekat dan bertanya. “Ibu mau ke mana?” kata salah seorang petugas.

“Ibu mau pulang, mau mandi, besok berangkat haji,” kata Marsini, jamaah asal Grobogan, Jawa Tengah.

Lain lagi cerita Yul bin Yunus, 65 tahun, jamaah haji asal Jakarta Timur. Ia baru tiba Sabtu (3/6/2023) pagi. Ia menginap di Royal Madinah, yang berjarak hanya 500 meter dari Masjid Nabawi. Ia ditemukan petugas setelah berputar-putar di sekitar hotel tempatnya menginap dengan mimik wajah bingung. 

“Saya mau pulang ke rumah,” kata dia.

“Ini di mana, ya, Mas?” kata di ke petugas.

Beruntung, Yul membawa kartu merah putih yang memudahkan petugas mengidentifkasi dari mana asal jamaah dan lokasi tempat mereka menginap. “Bapak rumahnya (penginapannya) di depan Pak,” kata petugas.

Kasus Marsini dan Yul banyak dialami jamaah haji lansia. Secara fisik keduanya terlihat sehat dan bugar. Yul misalnya dengan cuaca yang cukup terik dan menyengat tanpa topi dan hanya mengenakan seragam batik beralas kaki sendal jepit berputar beberapa kali. Ini tandanya secara fisik kemungkinan tidak ada kendala.

Namun, kasus keduanya menyiratkan ada potensi disorientasi dan demensia. Hal umum yang jamak dialami usia 65 tahun ke atas. Kasi Kesehatan Daerah Kerja Madinah, Tahsin Al Farizi, membenarkan adanya kasus tersebut. Menurut dia, banyak faktor yang memengaruhi, misalnya kurang istirahat, asupan cairan yang kurang, dan perbedaan geografis.

Faktor lainnya, kata dia, perbedaan geografis karena perjalanan dengan durasi panjang, yakni 9 hingga 12 jam Ditambah kondisi fisik jamaah yang lelah ini memberikan dampak kepada jamaah. “Karenanya penting bagi petugas untuk memperhatikan secara detail kondisi jamaahnya. Ini berkaitan dengan penanganan lanjutan,” kata dia.

Kepala Bidang Kesehatan Panitia Pernyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) Arab Saudi dr Imran mengungkapkan, penanganan jamaah haji yang alami demensia bisa dilakukan dengan mengajak yang bersangkutan bercerita untuk mengembalikan ingatannya. Paling tidak ingatan di kampung, lalu tujuannya dari Tanah Air ke Tanah suci.

Selanjutnya, kata dia, jamaah tersebut diberi minum untuk mengembalikan cairan tubuhnya. Selanjutnya, penderita demensia, menurut dokter Imran, perlu didampingi karena ia bisa kembali lupa ingatan. “Pendampingnya itu yang akan selalu mengingatkan, me-recall selalu memorinya. Tidak masalah, kalau misalnya (pendampingnya) tetangga, atau orang dikenal saat di asrama haji udah kenal itu bisa,” kata dokter Imran.

Soal ini, Menko Pembangunan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy dalam kunjungannya ke Madinah, Sabtu (3/6/2023) juga menyinggung masalah tersebut. Muhadjir mengapresiasi jamaah yang bersedia dan sukarela mendampingi jamaah lansia meski bukan keluarganya. Muhadjir pun mengusulkan agar Kementerian Agama memberikan insentif kepada mereka yang sukarela mendampingi dan memberikan layanan kepada jamaah lansia, utamanya yang berasal dari satu daerah.

“Kemarin saya lihat ada 4-5 orang lansia yang didampingi oleh jamaah. Itu saya kira bagus, mungkin nanti perlu dikembangkan juga oleh penyelenggaraan haji ini untuk memberikan semacam insentif, apalah gitu, untuk mereka yang bersedia menjadi pendamping,” kata dia.

Diakui Muhadjir, perlu kerja keras semua pihak untuk memberikan prioritas kepada jamaah. Hal itu bisa dimulai dengan hal sederhana semisal mendahulukan pada lansia menaiki lift. “Yang muda-muda naik tangga walaupun gedung delapan lantai,” kata dia.

Dari pantauan Republika, sejumlah imbauan berupa stiker banyak ditempel di seluruh hotel tempat jamaah menginap. Stiker-stiker ini memang dimaksudkan agar jamaah yang non-lansia dan petugas untuk tidak lupa ada prioritas yang harus didahulukan.  Stiker tersebut banyak berisi simbol-simbol kepedulian terhadap lansia. Seperti kursi roda. Juga ada tulisan seperti “Sayangi lansia” dan “Peduli Lansia”

Seperti diketahui, jumlah jamaah lansia dari Indonesia mencapai 60 ribu lebih. Kementerian Agama menyiapkan layanan khusus untuk jamaah haji Indonesia yang terkategori lansia. 

IHRAM

Cara Tobat Nasuha

Manusia adalah makhluk yang seringkali berbuat dosa. Namun, ada yang segera memperbaikinya dan ada yang tenggelam dalam kubangan kehinaan. Sebagai seorang mukmin sudah selayaknya kita menjaga perasaan takut kepada Allah dan yakin bahwa Allah ‘Azza Wajalla Maha Mengampuni dosa hamba-hamba-Nya, kemudian bertobat atas segala dosa.

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)

Dengan banyaknya kezaliman manusia kepada diri mereka sendiri berupa perbuatan maksiat, Allah membuka selebar-lebarnya pintu rahmat-Nya, yakni pengampunan bagi mereka yang bertobat dengan sungguh-sungguh kepada-Nya. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

Demikian (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan apa yang mereka kerjakan (perbuatan dosa itu) sedangkan mereka mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 135)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda, Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

يا ابنَ آدمَ إنك لو أتيتَني بقُرابِ الأرضِ خطايا, ثم لَقِيتَني لا تشركُ بي شيئًا, لأتيتُك بقُرابها مغفرةً 

Wahai anak Adam, seandainya engkau mendatangiku dengan kesalahan seluas bumi dalam keadaan tidak berbuat kesyirikan, Aku (Allah) akan membalasmu dengan seluas bumi ampunan.” (HR. At-Tirmidzi)

Daftar Isi

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85177-cara-tobat-nasuha.html

Penyimpangan terhadap Iman dan Takdir

Penyimpangan kepercayaan terhadap iman

Berbicara mengenai kelompok manusia yang menyimpang dari sudut pandang sikap mereka terhadap suatu kepercayaan, maka secara umum terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: ateisme dan agnostik.

Pertama, ateisme/ الإلحاد secara istilah adalah pengingkaran terhadap eksistensi Tuhan (Rabb), baik dari sisi nama-nama maupun sifat-sifat Allah[1]. Mereka hanya meyakini hal-hal yang bersifat materiil yang dapat dirasakan oleh pancaindra saja. Adapun hal-hal yang bersifat gaib, mereka mengingkarinya.

Kelompok ateis ini benar-benar mengingkari rububiyyah Allah Ta’ala. Mereka tidak meyakini bahwa ada Zat Yang Maha Mengatur segala hal yang terjadi pada alam semesta. Mereka tidak merasa diciptakan. Mereka telah jauh dari fitrahnya sebagai seorang makhluk yang lemah. Padahal Allah Ta’ala berfirman,

فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا

“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (QS. Ar-Rum: 30)

Apabila kita perhatikan sejenak, mereka seakan hanyut dengan anggapan dan ketergantungan yang berlebihan terhadap akal dan logika, serta keilmuan duniawi yang mereka miliki. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang memaksakan pemahaman ateisnya hanya untuk menunjukkan eksistensi diri di hadapan manusia. Padahal, mereka justru sebenarnya meyakini keberadaan Allah Ta’ala.

Banyak kisah yang menggambarkan betapa nurani seorang ateis membutuhkan pertolongan Allah Yang Maha Esa dalam kondisi-kondisi sulit. Seperti bencana alam tsunami, banjir, erupsi gunung merapi, gempa, dan angin kencang. Tanyakan pada mereka dengan jujur ketika menghadapi bencana itu. Apa yang mereka pikirkan dan kepada siapa mereka hendak meminta pertolongan saat tiada manusia yang mampu menolong karena semuanya sibuk menyelamatkan diri masing-masing?

Itu hanyalah gambaran kecil dari kehidupan akhirat kelak, di mana yang hanya dapat membantu kita adalah rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala. Bagaimana pula rahmat dan kasih sayang tersebut dapat diperoleh jika selama hidup di dunia tidak meyakini keberadaan Allah Ta’ala?

Kedua, agnostik/اللاأدرية. Yaitu kelompok sofis (orang yang suka menggunakan alasan (argumen) yang muluk-muluk, tetapi menyesatkan) yang dikatakan berhenti pada keberadaan dan pengetahuan tentang segala sesuatu, termasuk Tuhan[2]. Sebagian mereka meyakini eksistensi Tuhan, tapi mereka tidak melaksanakan ritual ibadah apapun yang mendekatkan diri kepada Tuhan.

Jika ditelisik lebih dalam, melalui berbagai sumber baik di media sosial ataupun media cetak, kita dapat memperhatikan bagaimana kelompok agnostik ini menjalani kehidupan spiritualnya. Mereka menganggap bahwa akal tidak dapat menembus pengetahuan tentang keberadaan Tuhan. Menurut mereka, ada atau tidak adanya Tuhan adalah sesuatu hal yang tidak dapat diketahui.

Sungguh sebuah pemahaman yang memaksakan akal dan sisi keilmiahan yang sebenarnya tidak ilmiah. Padahal, apabila mereka melihat dari sisi mereka sendiri yang kini hidup dan berpijak di atas bumi Allah Ta’ala, berada di bawah langit-Nya, serta dikelilingi alam semesta (yang luasnya hanyalah bagaikan sebuah gelang besi yang dicampakkan di tengah padang pasir), niscaya mereka kembali menggunakan akal dan pikiran sehat mereka untuk merenungi keberadaan Allah Ta’ala, berikut dengan tujuan penciptaan alam semesta tempat mereka berada.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما الكرسيُّ في العرشِ إلا كحلقةٍ من حديدٍ أُلقِيَتْ بين ظهري فلاةٍ من الأرضِ

“Kursi itu berada di ‘arsy, tiada lain hanyalah bagaikan sebuah gelang besi yang dicampakkan di tengah padang pasir.” (HR. At-Thabrani, No 5794)[3]

Tentang menyikapi rukun iman yang keenam

Apabila kita telusuri lebih dalam terhadap rukun iman yang enam, tidak banyak pengingkaran atau perselisihan dalam pemahaman kepada rukun iman kesatu, kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Artinya, iman kepada Allah, kepada malaikat, kepada para rasul, kepada kitab, dan kepada hari kiamat merupakan persoalan yang tidak begitu mendapatkan pertentangan oleh sebagian manusia, meskipun tetap saja ada yang keliru dalam pemahamannya.

Namun, apabila berbicara tentang rukun iman yang keenam, yaitu iman kepada takdir, maka terdapat beberapa kelompok manusia yang saling bertentangan dalam pemahaman terhadap takdir. Banyak dalil yang menyebutkan tentang takdir dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan tuntunan kepada kita tentang bagaimana pemahaman yang benar mengenai takdir.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tatkala ditanya oleh Jibril ‘alaihis salam tentang iman, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

أن تؤمِنَ باللهِ، وملائِكَتِه، وكُتُبِه، ورُسُلِه، واليَومِ الآخِرِ، وتُؤمِنَ بالقَدَرِ خَيرِه وشَرِّه

“(Iman yaitu) engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari Akhir, dan beriman kepada takdir baik maupun (takdir) buruk.” (HR. Muslim no. 8, dari Umar ibn Khattab radhiyallahu ‘anhu)

Oleh karenanya, penting pula bagi kita untuk mengenali pemahaman yang menyimpang terhadap pemahaman yang benar tentang takdir. Maka, terdapat dua kelompok besar manusia yang keliru dalam pemahaman mereka terhadap takdir, yaitu: Qadariyyah dan Jabariyyah.

Pertama, Qadariyyah. Merupakan kelompok yang mengingkari takdir (ketetapan) Allah dan meyakini bahwa manusia memiliki kekuatan yang menciptakan perbuatan dengan keunikan dan kemandiriannya tanpa Tuhan Yang Maha Esa[4]. Sungguh pemahaman yang sangat keliru. Mereka sangat percaya diri dengan logika berpikir mereka sendiri dan mengingkari keterbatasannya.

Padahal, sungguh kemampuan berpikir manusia sangatlah terbatas. Manusia sungguh sangat lemah dalam segala hal. Hanya saja, kesombongan diri terkadang menguasai sehingga tingkah laku keangkuhan memegang peranan besar yang menyebabkannya lupa diri, bahkan ingkar terhadap keberadaan Tuhan yang menciptakannya.

Allah Ta’ala berfirman menggambarkan sifat angkuh manusia yang ada pada Qarun,

اِذْ قَالَ لَهٗ قَوْمُهٗ لَا تَفْرَحْ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِيْنَ

“(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.’” (QS. Al-Qasas: 76)

Kedua, Jabariyyah. Kelompok yang berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kemauan, dan tidak memiliki kemampuan untuk mengupayakan kebaikan atau kekuatan. Mereka terpaksa oleh takdir karena tidak memiliki kemampuan untuk memilih dan berusaha untuk takdirnya[5].

Dampak dari keyakinan keliru ini adalah keengganan mereka untuk berikhtiar dalam rangka mendapatkan kebaikan dunia maupun akhiratnya. Mereka keliru dalam memahami takdir, memasrahkan segalanya terjadi tanpa berupaya untuk melakukan yang terbaik untuk dirinya. Padahal, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk senantiasa berikhtiar mendapatkan keridaan-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39)

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’ad: 11)

Kaidah-kaidah dalam memahami takdir

Tidak berandai-andai

Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,

وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْئٌ فَلاَ تَقُل:ْ لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ، كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ

“…Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah mengatakan, ‘Seandainya aku melakukannya, niscaya akan demikian dan demikian.’ Tetapi ucapkanlah, ‘Sudah menjadi ketentuan Allah, dan apa yang dikehendakinya pasti terjadi… .’” (HR. Muslim no. 2664 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)[6]

Sikap seorang yang beriman terhadap segala hal yang telah terjadi bukanlah dengan berandai-andai apabila hal tersebut tidak terjadi. Ini menunjukkan dangkalnya keimanan terhadap apa yang telah Allah Ta’ala tetapkan. Iman kepada takdir adalah iman terhadap kemahabesaran Allah dan bahwasanya Allah Ta’ala melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya dan dengan segala hikmah yang terkandung di dalamnya.

Semua telah Allah Ta’ala tetapkan

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)

Dalam hadis lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ

“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin adalah qalam (pena), kemudian Allah berfirman, ‘Tulislah!’ Pena berkata, ‘Apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya.’” (HR. Tirmidzi no. 2155. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih)

Allah Ta’ala telah menetapkan segala hal yang terjadi pada alam semesta ini. Mulai dari hal yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Kita wajib meyakini hal ini dengan haqqul yaqin dengan tanpa mengesampingkan pengetahuan bahwa segala yang telah Allah Ta’ala tetapkan mengandung hikmah yang dapat kita petik untuk kebaikan kehidupan kita di masa yang akan datang. Keyakinan tersebut juga harus disertai dengan ikhtiar yang maksimal untuk meraih keridaan Allah Ta’ala di setiap waktu.

Memahami maksud ketetapan Allah Ta’ala

Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid: 22-23)

Perhatikanlah! Orang yang mengerti dan memahami bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan segala hal yang terjadi dalam lauh mahfudz, maka akan menjadi hamba Allah yang lebih bijak dalam menghadapi segala problematika kehidupan. Apabila ia ditimpa cobaan, ia tidak larut dalam duka karena pemahamannya tentang takdir Allah. Sedangkan apabila ia mendapatkan nikmat, ia tidak berbangga diri karena pemahaman yang benar tentang rukun iman yang ke-6.

Apa yang telah ditetapkan Allah tidak akan keliru

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ

“Hendaklah engkau tahu bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu. Dan segala sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, pasti tidak akan menimpamu.” (HR. Ahmad 5: 185. Syekh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini qawiy (kuat))

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa segala hal yang telah Allah Ta’ala tetapkan tersebut wajib kita yakini bahwa banyak hikmah yang terkandung di dalamnya. Oleh karenanya, hadis di atas menggambarkan kemahaadilan Allah Ta’ala terhadap apa yang telah ditetapkan-Nya. Karena segala hal yang menjadi takdir kita (baik berupa kenikmatan maupun ujian/cobaan), tidak akan pernah meleset dari kehidupan kita. Begitu pula sebaliknya. Subhanallah!

Maksud dari pemahaman menyimpang

Saudaraku, memahami lebih jauh maksud dari penyimpangan-penyimpangan manusia terhadap rukun iman, maka akan kita dapati bahwa sebagian besar mereka justru hanya menginginkan kebebasan dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini.

Kebebasan yang mereka sendiri tetapkan definisinya. Bebas melakukan segala hal, baik secara fisik maupun nonfisik. Padahal, disadari atau tidak, kebebasan tersebut sebenarnya merupakan belenggu dari hawa nafsu mereka sendiri. Mereka berpikir berdasarkan logika dan hawa nafsu, sehingga meskipun mereka menganggap bahwa mereka telah meraih kebebasan dalam berpikir dan bertingkah laku, sesungguhnya merekalah yang terikat dan terbelenggu.

Sebaliknya, orang yang beriman dan memahami rukun iman dengan benar sebagaimana pemahaman yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan praktik yang dicontohkan oleh para generasi terbaik, yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum, maka itulah kebebasan sejati. Bebas menjadi hamba Allah Ta’ala dengan segala ketentuan-ketentuan-Nya yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kebebasan yang membawa seorang hamba menuju keridaan dan jannah-Nya Allah Ta’ala.

Wallahua’lam

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Catatan kaki:

[1]  Lihat kitab Syarah Qawaidul Saba min Al-Kitab At-Tadmuriyah, karya Syekh Yusuf Al-Ghafish, hal. 13.

[2] Lihat kitab Takmilatul Ma’ajim Al-Arabiyah, karya Reinhart Dozy, hal. 188.

[3] Lihat kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah, karya Ibnu Katsir, 1: 11.

[4] Lihat kitab Majallatu Al-Buhuts Al-Islamiyyah, hal. 235.

[5] Lihat kitab Mujmal Ushul Ahli As Sunnah, karya Nashir Al-‘Aql, hal. 21.

[6] Lihat kitab Majmu Al-Fatawa, karya Ibnu Taimiyah, 8: 73.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85175-penyimpangan-terhadap-iman-dan-takdir.html

Hukum Pergi Haji Bagi Anak yang Belum Baligh

Pergi haji ke tanah suci merupakan salah satu kewajiban agama dalam Islam yang harus dilakukan oleh setiap Muslim yang mampu secara fisik, finansial, dan mental. Haji merupakan ibadah yang penuh dengan makna dan nilai-nilai keagamaan yang tinggi. Namun, sering kali muncul pertanyaan mengenai hukum pergi haji bagi anak kecil yang belum baligh, apakah diperbolehkan pergi haji?

Hukum Pergi Haji Bagi Anak yang Belum Baligh

Menurut ulama anak kecil diperbolehkan untuk pergi haji, meskipun hukumnya bukan wajib. Pergi haji di usia dini dapat membentuk kecintaan dan kedekatan dengan Allah SWT, mengenalkan anak pada nilai-nilai agama, serta melatih mereka untuk melaksanakan ibadah yang penuh tanggung jawab.

Hal ini sesuai dengan sebuah hadis yang bersumber dengan Ibnu Abbas, Nabi bersabda;

عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم أنه لقي رَكبًا بالرَّوحاء، فقال: «مَنِ القَومُ؟» قالوا: المسلمون، فقالوا: مَن أنت؟ قال: «رسولُ اللهِ»، فرَفَعَت إليه امرأةٌ صَبِيًّا، فقالت: ألهذا حجٌّ؟ قال: «نَعَم، ولكِ أَجرٌ» رواه مسلم.

Dari Nabi saw, bahwasannya beliau bertemu dengan suatu rombongan di Rauha’, lalu beliau bertanya: “Kelompok siapa?” mereka menjawab: “Orang-orang muslim.” Merekapun bertanya: “Siapa kamu?” “Utusan Allah” jawab Nabi saw.

Seorang perempuan (di antara mereka) mengangkat anak kecil (menunjukkan) kepada Nabi saw. Lalu ia bertanya: “Apakah (anak kecil) ini juga melaksanakan haji?’ Nabi Saw menjawab: “iya, dan kamu pun mendapatkan pahala.” (HR. Muslim).

Hadis di atas menjadi dasar hukum dari Syafiiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah, yang menyimpulkan bahwa anak kecil itu hajinya sah, tetapi dianggap haji sunnah. Artinya, belum menggugurkan kewajiban haji yang menjadi rukun Islam. Pasalnya salah satu syarat wajib haji adalah telah memasuki usia balig. Ia berkata;

قال النووي فيه حجة للشافعي ومالك وأحمد وجماهير العلماء أن حج الصبي منعقد صحيح يثاب عليه وإن كان لا يجزئه عن حجة الإسلام بل يقع تطوعا

Artinya: Imam Nawawi berkata: Dalam hadits ini terdapat hujjah bagi Imam Syafi’i, Malik, Ahmad dan jumhur (mayoritas) ulama bahwa haji anak kecil sah dan mendapat pahala, meskipun tidak mencukupinya dari haji (rukun) Islam, namun jatuhnya adalah sunnah.

Pada sisi lain Al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ at-Tirmidzi, Jilid 3, halaman 110, bahwa melaksanakan ibadah haji hukumnya sunnah. Meskipun itu tidak menggugurkan kewajibannya ketika sudah dewasa kelak.

قال بن بطال أجمع أئمة الفتوى على سقوط الفرض عن الصبي حتى يبلغ إلا أنه إذا حج به كان له تطوعا عند الجمهور

Ibnu Batthâl berkata: “Para Imam Fatwa telah menentukan Ijma’ atas gugurnya kewajiban haji bagi anak hingga ia baligh, kecuali ia melaksanakannya maka baginya pahala sunnah berdasarkan pendapat mayoritas ulama.

Demikian penjelasan terkait hukum pergi haji bagi anak yang belum baligh. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Waktu Senggang, Jamaah Haji Indonesia Mulai Mencari Oleh-Oleh

Jamaah haji membeli oleh-oleh kala waktu senggang.

Waktu senggang jamaah haji Indonesia selama di Madinah coba dimanfaatkan untuk berburu oleh-oleh. Target perburuan para jamaah ini biasanya tak jauh dari hotel tempat mereka menginap.

Seperti yang dilakukan Nukidayanur, 60 tahun, jamaah haji asal Makassar, Sulawesi Selatan. “Saya beli parfum buat keluarga dan tetangga di kampung,” tuturnya saat kembali ke penginapannya di Hotel Safwa Al Madinah seusai melaksanakan ibadah sholat Zhuhur di Masjid Nabawi, Senin (29/5/2023). 

Selain harganya yang cukup murah, alasan lain mereka memborong oleh-oleh karena lokasi pusat perbelanjaan berada di jalur perlintasan antara penginapan dan Masjid Nabawi. “Sekalian lewat pulang ke penginapan jadi mampir beli oleh-oleh buat orang rumah,” ujarnya. 

Bukan hanya dari Makassar, jamaah haji Indonesia dari Lampung juga melakukan hal yang sama. Mereka berburu oleh-oleh untuk keluarga, anak, dan cucu-cucunya. 

“Saya beli baju buat anak dan cucu di rumah. Harganya enggak terlalu mahal, cuma Rp 100 ribu-an,” ujar Mursilah, jamaah kloter 1 asal Bandar Lampung yang tengah beristirahat di pelataran toko di Madinah. 

Meski belanja cukup banyak, Mursilah yakin kopernya bisa memuat seluruh oleh-oleh yang dibelinya. “Muatlah. Koper saya nanti kan dikosongin,” ucapnya. 

Begitu juga dengan jamaah asal Bangkalan, Madura, Rahmadira yang membeli tiga baju abaya untuk tetangganya di kampung. “Saya beli tiga baju, harganya Rp 100 ribu setiap bajunya untuk sedekah nanti di Kampung,” katanya. 

Dia mengaku belanja oleh-oleh di Madinah karena nanti di Makkah sudah tidak bisa belanja. Setelah puncak haji, dirinya bersama jamaah lainnya langsung pulang kampung. “Di Makkah gak bisa belanja, langsung pulang kampung habis haji,” ujarnya.

IHRAM

Jamaah Haji Diminta Perhatikan Larangan Merokok di Kawasan Markaziyah

Jamaah haji yang melanggar larangan merokok bisa didenda 200 riyal.

Jamaah haji Indonesia diminta memperhatikan larangan merokok yang berada di sejumlah titik di kawasan Markaziyah, Madinah. Dari pantauan Republika.co.id, imbauan tersebut terdiri dari dua pesan.

Pertama, imbauan berupa simbol larangan merokok. Kedua, selebaran berbahasa Arab yang tertulis merokok akan didenda 200 riyal. Keduanya tertempel pada dinding hotel.

Kepala Daerah Kerja (Daker) Madinah Zaenal Muttaqin membenarkan soal kebijakan larangan merokok dari otoritas atau pihak yang berwenang Madinah. Menurutnya, larangan berikut denda kepada pelanggar sudah ada sejak tahun-tahun sebelumnya.

“Jadi ada unsur-unsur kelembagaan yang berwenang di Arab Saudi, mengatur keamanan, kebersihan dan tata kota Madinah. Termasuk mengatur larangan merokok itu, ya memang ada, lihat situasi dan ikuti aturan. Itu seperti larangan memotret, di tempat-tempat tertentu, harus diikuti,” ujar Zaenal, Ahad (28/5/2023).

Zaenal meminta kepada jamaah betul-betul memperhatikan aturan di kawasan tertentu. Terutama yang berada di wilayah Markaziyah atau kawasan seputaran Masjid Nabawi. Dan tahun ini, penginapan jamaah haji asal Indonesia berada di Markaziyah.

“Jangan merokok di sembarang tempat, seperti teras toko, hotel, itu wilayah Markaziyah, masih di sekitar Masjid Nabawi,” kata Zaenal.

Bagaimana jika ada jamaah haji yang terkena masalah tersebut atau melanggar aturan? Zaenal menyatakan akan membantu berkomunikasi karena bisa dimungkinkan peristiwa itu terjadi akibat ketidakmengertian aturan.

IHRAM

6 Mukjizat Nabi Isa dalam Al-Qur`an

Berikut ini adalah beberapa mukjizat Nabi Isa As di dalam Al-Qur`an. Setiap Nabi utusan Allah Swt pasti memiliki mukjizat sebagai bukti dan penegas atas risalah yang diamanahkan kepada setiap Nabi tersebut.

Begitu juga Nabi Isa ada banyak sekali mukjizat yang dianugerahkan Allah Swt kepada nabi Isa dan terabadikan di dalam Al-Qur`an, yang mana tujuannya adalah agar diimani dan dijadikan pelajaran.

Berikut ini adalah enam mukjizat yang dianugerahkan Allah Swt kepada Nabi Isa As sebagai bukti kenabian atas beliau.

Enam Mukjizat Nabi Isa dalam Al-Qur`an

Pertama, Adapun kemukjizatan Nabi Isa As yang pertama adalah kelahiran beliau yang tidak seperti manusia biasanya. Beliau dilahirkan tanpa seorang ayah, Siti Maryam diberi keistimewaan dan anugerah yang besar dengan mengandung nabi Isa As tanpa seorang ayah.

Hal ini sebagaimana Al-Qur`an surat Maryam ayat 19-20;

قَالَ اِنَّمَآ اَنَا۠ رَسُوْلُ رَبِّكِۖ لِاَهَبَ لَكِ غُلٰمًا زَكِيًّا (19). قَالَتْ اَنّٰى يَكُوْنُ لِيْ غُلٰمٌ وَّلَمْ يَمْسَسْنِيْ بَشَرٌ وَّلَمْ اَكُ بَغِيًّا(20).

Artinya; “Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu seorang anak laki-laki yang suci (19). Dia (Maryam) berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!(20).

Kedua, Mampu berbicara ketika masih bayi, hal ini terjadi setelah banyaknya tuduhan keji dari orang orang di sekitar Siti Maryam karena beliau bisa melahirkan bayi tanpa seorang suami. Untuk membantah tuduhan tersebut akhirnya Allah memberikan mukjizat kepada nabi Isa kecil.

Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur`an surat Maryam ayat 30;

قَالَ اِنِّيْ عَبْدُ اللّٰهِ ۗاٰتٰنِيَ الْكِتٰبَ وَجَعَلَنِيْ نَبِيًّا

Artinya; “Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.”

Ketiga, Mampu menyembuhkan orang buta dan penyakit kusta. Allah Swt memberikan mukjizat kepada Nabi Isa As dengan mukjizat bisa menyembuhkan orang buta sejak lahir, dan mampu menyembuhkan penyakit kusta yang melanda masyarakat di zamannya. 

Hal ini diabadikan di dalam Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 110;

وَتُبْرِئُ الْاَكْمَهَ وَالْاَبْرَصَ بِاِذْنِيْ

Artinya; “Dan ingatlah ketika engkau menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit kusta dengan seizin-Ku.”

Keempat, Mampu membuat burung dari tanah dan menghidupkannya. Hal ini dibuktikan dengan firman Allah Swt dalam Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 110;

وَاِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّيْنِ كَهَيْـَٔةِ الطَّيْرِ بِاِذْنِيْ فَتَنْفُخُ فِيْهَا فَتَكُوْنُ طَيْرًاۢ بِاِذْنِيْ

Artinya; “Dan ingatlah ketika engkau membentuk dari tanah berupa burung dengan seizin-Ku, kemudian engkau meniupnya, lalu menjadi seekor burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku.”

Kelima, Menghidupkan orang mati yang sudah berada di alam kubur. Hal ini sebagaimana dalam Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 110;

وَاِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتٰى بِاِذْنِيْ

Artinya; “Dan ingatlah ketika engkau mengeluarkan orang mati (dari kubur menjadi hidup) dengan seizin-Ku.”

Keenam, Mengetahui hal ghaib, hal ini ditegaskan oleh Allah Swt di dalam Al-Qur`an surat Ali Imran ayat 49;

وَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُوْنَ وَمَا تَدَّخِرُوْنَ ۙفِيْ بُيُوْتِكُمْ

Artinya; “Dan aku beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.”

Demikan penjelasan terkait enam mukjizat Nabi Isa As di dalam Al-Quran. Semoga bermanfaat

BINCANG SYARIAH

Dunia di Mata Para Ulama

Dunia seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon, beristirahat dibawahnya hingga meninggalkannya, itulah dunia di mata para ulama

AL IMAM Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, beliau seorang ulama generasi tabi’in yang menetap di Basrah, Iraq. Beliau juga dikenal sebagai sosok ulama dan ahli zuhud.

Imam Hasan al-Bashri pernah berkata: “Tidaklah dunia ini seluruhnya dari awal hingga akhirnya kecuali ibarat seseorang yang tertidur sejenak, kemudian bermimpi melihat sesuatu yang disenanginya, kemudian terbangun.”

Makna tersebut diambil dari sabda Nabi ﷺ yang artinya: “Tidaklah aku di dunia ini melainkan (hanya) seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon lalu beristirahat dan kemudian meninggalkannya (pohon tersebut).” (HR. At-Tirmidzi no. 3277) (Mawa’izh Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri, hal. 170).

Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah, berkata: “Beramaklah untuk duniamu sesuai keadaan tinggalmu di sana. Dan beramallah untuk akhiratmu sesuai kadar kekekalanmu di sana.” (Mawa’izh Lil Imam Sufyan Ats-Tsauri, hal. 49).

Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Seandainya dunia dengan seluruh isinya berada di bawah kekuasaanku, (sama sekali) tidak membuatku bangga. Dan andaikata seseorang merampas seluruhnya dari tanganku, akupun tidak akan mengejarnya, tidak pula bersedih hati karenanya.” (Mawa’izh Lil Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh, hal. 117).*

HIDAYATULLAH