Ini Studi Kemenag Soal Dugaan Penistaan Agama di Car Free Day

Oleh Tim Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan

Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pemeluk agama, di satu sisi memberikan  konsekuensi   yang cenderung mengarah kepada kondisi kehidupan antarumat beragama yang potensial bagi timbulnya konflik di kalangan umat beragama akibat perbedaan kepentingan. Namun di sisi lain menunjukkan adanya dinamika kehidupan antarumat beragama yang terlihat harmonis.

Terkait dengan sisi yang pertama, sehubungan dengan adanya perbedaan kepentingan di atas, terlihat hubungan antarumat beragama tertentu di beberapa daerah terganggu akibat perlakuan dari oknum agama tertentu yang dirasakan merugikan atau menyinggung eksistensi umat beragama lain. Kasus demikian acapkali terjadi dalam hal penyiaran atau penyebarluasan ajaran suatu agama.

Sebagai contoh, akhir-akhir ini di Solo terdapat acara Car Free Day dimanfaatkan oleh oknum kelompok agama tertentu dengan memasang spanduk dan sejenisnya untuk promosi agama tertentu. Pada hal kegiatan semacam itu dilarang oleh Walikota Solo; di wilayah pengungsian Gunung Kelud, anak-anak pengungsi ketika itu diajak nyanyi-nyanyi kerohanian agama lain (tentang Tuhan Yesus), pada hal anak-anak tersebut memakai jilbab yang mengindikasikan beragama Islam.

Aktivitas-aktivitas keagamaan seperti itu apabila dibiarkan lambat-laun dapat mengganggu kerukunan antarumat beragama. Terkait dengan aktivitas keagamaan yang melibatkan umat lain di atas, di Sentul – Bogor pada tanggal 2 November 2014 terjadi semacam mobilisasi warga muslim sebanyak 7 bus dengan motivasi diajak jalan-jalan ke Jakarta  dalam rangka menghadiri gelar budaya di Tugu Monas.

Kegiatan yang disinyalir didanai oleh seorang warga Sentul City tersebut ternyata mengundang  reaksi dari sementara kalangan tokoh/pemuka Islam setempat karena diduga ada indikasi upaya kristenisasi. Sementara itu kegiatan gelar budaya tersebut bertepatan dengan acara Car Free Day di tempat yang sama.

Mencermati berbagai hal di atas, maka Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dalam hal ini Puslitbang Kehidupan Keagamaan menganggap penting untuk melakukan penelitian/studi lapangan terkait keikutsertaan warga Sentul – Bogor sebanyak 7 bus dalam kegiatan “gelar budaya” di Monas  pada tanggal 2 November 2014 di atas.

Permasalahan pokok dalam studi ini adalah “bagaimana warga Sentul – Bogor ikut serta dalam kegiatan gelar budaya yang diselenggarakan di Monas – Jakarta” pada tanggal 2 November 2014.

 

sumber: Republika Online

Sebelum Insiden, MUI Sudah Ingatkan Kapolres Tolikara

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sorong Ahmad Anderson Meage mengatakan umat islam di Tolikara telah mewaspadai surat yang diedarkan oleh kelompok Gereja Injil di Indonesia. Bahkan, mereka telah menghadap Kepala Kepolisian Resor Tolikara dan Bupati Tolikara.

“Tapi, mereka menjamin pada hari raya akan aman dan tak perlu memilkirkan edaran tersebut,” ujar Anderson ketika dihubungi Tempo, Ahad, 19 Juli 2015.

Anderson menyayangkan Kepolisian bisa kecolongan hingga akhirnya terjadi bentrokan.

Kelompok GIDI, kata Anderson, memang kerap berbuat seenaknya di tanah Tolikara. Menurut Anderson, tak hanya umat Islam yang dilarang beribadah, umat kristen yang tidak sealiran dengan GIDI-pun diperlakukan serupa. “Makanya kami semua menuntut kelompok itu dibubarkan,” ujar Anderson.

Selain itu, Anderson juga meminta Kepala Kepolisian Jenderal Badrodin Haiti dan Kepala Kepolisian Daerah Inspektur Jenderal Yotje Mende mengevaluasi kinerja Kapolres Tolikara. “Saya harap pak Kapolri dan Kapolda segera bertindak dan meninjau langsung,” katanya.

Bentrok dipicu dari surat edaran Ketua GIDI wilayah Tolikara Pendeta Nayus Wenea dan Sekretaris GIDI Pendeta Marthe Jingga kepada umat muslim di Tolikara. Surat yang juga disampaikan ke Kepolisian Resor Tolikara dan pemerintah daerah tersebut, berisi larangan umat Islam merayakan Idul Fitri di Karubaga, Tolikara.

Mereka juga meminta umat Islam tak berjilbab. Pada surat edaran yang sama, Nayus menjelaskan pihaknya juga melarang pemeluk agama mendirikan tempat ibadah di Tolikara.

Surat tersebut ditembuskan ke kepolisian resor dan pemerintah daerah Tolikara beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Namun, Jumat lalu masyarakat muslim Tolikara tetap menggelar salat Idul Fitri dan mengumandangkan takbir dengan pengeras suara, di lapangan Makoramil 1702/ Karubaga. Lapangan tersebut berdekatan dengan penyelenggaraan KKR jemaat GIDI.

Musala Baitul Mutaqin yang terletak di kompleks Makoramil ikut terbakar, bersama dengan beberapa kios dan rumah di sekitarnya.

TIKA PRIMANDARI

Pemuda Persis Minta GIDI Ikut Bertanggungjawab Peristiwa Tolikara

Hidayatullah.com–Pimpinan Pusat Pemuda Persatuan Islam (Persis) mendesak Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) bertanggungjawab atas aksi pembakaran Masjid di Tolikara Papua.

“Mengutuk keras tindakan GIDI yang melakukan pembakaran masjid saat tengah dilaksanakannya shalat Ied,” demikian salah satu pernyataan sikap Ketua Umum Pemuda Persis, Tiar Anwar Bachtiar  dalam rilisnya kepada hidayatullah.com hari Sabtu.

Selanjutnya, ia juga  mendesak kepada pihak-pihak yang  dinilai bertanggungjawab terutama pihak GIDI untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada umat Islam atas tindakan yamg mereka lakukan.

“Mengultimatum GIDI supaya membayar ganti rugi atas kerugian materil yang ditimbulkan atas tindakan mereka,” ujar  Tiar.

Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk segera memproses kasus ini secara cepat dan tidak diskriminatif.

Pemuda Persis juga mengajak umat Islam membangun kembali masjid di Tolikora yang lebih baik dan lebih lengkap.

“Mengajak kepada seluruh umat Islam menggalang solidaritas untuk membangun kembali Masjid di Tolikora lebih besar lengkap dengan fasilitas dakwah lain yang lebih besar,” ujarnya.*

Rep: Anton R

Editor: Cholis Akbar

Pagi Hari Idul Fitri, Masjid dan Puluhan Rumah Dibakar di Tolikara Papua

Warga yang sedang melaksanakan salat Id berlarian menyelamatkan diri ke kantor Koramil setempat. Warga ketakutan karena jarak pembakaran rumah dengan lokasi salat Id berdekatan, tak lebih dari 50 meter

Hidayatullah.com — Sebuah masjid dan puluhan rumah warga serta kios di Karubaga, ibukota Kabupaten Tolikara, Papua dibakar sekelompok orang tak dikenal sekitar pukul 07.00 WIT, tepat disaat umat muslim di Karubaga sedang melaksanakan shalat Idul Fitri 1436 H di Lapangan Koramil 1702/Wms.

Akibatnya, warga yang sedang melaksanakan shalat Id berlarian menyelamatkan diri ke kantor Koramil setempat. Warga ketakutan karena jarak pembakaran rumah dengan lokasi salat Id berdekatan, tak lebih dari 50 meter.

Juru bicara Polda Papua Kombes Pol Rudolf Patrige menuturkan, sekelompok orang juga sempat melempari masjid Baitul Mutaqien hingga berujung pada pembakaran masjid tersebut.

“Aparat gabungan TNI/Polri sudah mengamankan lokasi kejadian. Sampai saat ini kami terus menyelidiki motif di balik kejadian tersebut. Situasi Karubaga pada umumnya kondusif,” jelasnya dikutip laman Liputan6, Jumat (17/7/2015)

Dilaporkan pasca-pembakaran rumah dan kios, situasi di Karubaga kembali normal, walupun warga masih takut keluar rumah. Sesaat setelah kejadian, Bupati Tolikara Usman Wanimbo dan Ketua DPRD setempat mengimbau warga untuk menghentikan aksinya.

Sementara itu, Polisi Daerah Papua (Polda) mengaku berhati-hati dalam menyelidiki kasus kerusuhan di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua ini. Karena menyangkut sentimen agama, Polda Papua masih mempertimbangkan situasi yang berkembang saat ini.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Patridge Renwarin, pelaku penyerangan saat ini sudah diidentifikasi. “Penyerang dari kelompok tertentu,” kata Patridge kepada CNN Indonesia.

“Kami ingin menyelesaikan masalah dan tidak ingin timbul masalah baru,” katanya.

Pernyataan Wapres

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, mengatakan penyebab kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Tolikara, Papua pada Jumat pagi tersebut disebabkan oleh pengeras suara (speaker).

JK menjelaskan, di daerah tersebut ada dua acara yang letaknya berdekatan yang digelar dari dua umat agama berbeda, Islam dan Kristen Protestan.

“Ada acara Idul Fitri, ada pertemuan pemuka masyarakat gereja. Memang asal-muasal soalspeaker itu,” ujar JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat.

Ia menuturkan, masyarakat seharusnya dapat mengetahui bahwa ada dua kepentingan yang terjadi bersamaan.

“Satu Idul Fitri, satu karena speaker, saling bertabrakan. Mestinya kedua-duanya menahan diri. Masyarakat yang punya acara keagamaan lain harus memahami,” kata JK.

Sebelumnya, JK menyesalkan kerusuhan yang terjadi di Masjid Baitul Mustaqin di Kabupaten Tolikara, Papua, yang terjadi pada pelaksanaan shalat Idul Fitri 1436, Jumat (17/7) pagi tadi.

“Iya, itu di Tolikara, saya sesalkan,” ujar JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat.

Ia menuturkan, kerusuhan itu berdampak pada rusaknya beberapa kios di sekitar masjid yang rusak dilempari dan dibakar warga itu. Namun, ia mengaku yakin kepolisian dan pimpinan daerah setempat dapat menyelesaikan kerusuhan dengan baik.

Peristiwa bermula ketika umat Islam tengah melaksanakan shalat Id di halaman Koramil 1702/JWY. Ketika imam mengucapkan kalimat takbir pertama, jemaah secara tiba-tiba didekati oleh beberapa orang. Teriakan orang-orang tersebut membuat jemaah bubar dan menyelamatkan diri ke markas Koramil.

Selang satu jam kemudian, orang-orang itu melempari Masjid Baitul Mustaqin yang berada di sekitar lokasi kejadian. Para penyerang itu lantas membakar rumah ibadah itu.*

Rep: Ainuddin Chalik

Editor: Cholis Akbar

Kasus Pembakaran Masjid Tolikara, Police Watch Tuding Kapolda Papua Lalai

Neta pun mempertanyakan kenapa BIN dan jajaran Polda Papua tidak bisa mengantisipasi peristiwa ini. Padahal selama ini BIN memiliki catatan yang baik dalam urusan intelijen di Papua.

Hidayatullah.com — Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane memandang kasus pembakaran masjid di Kabupaten Tolikara, Papua saat umat Islam sedang menjalankan ibadah Sholat Idul Fitiri sebagai tindakan keji.

Namun, ia yakin tindakan itu bukan sekadar masalah pertikaian antarkelompok, tapi ada tujuan lain yang ingin ditunjukkan para pelaku.

IPW bahkan punya anggapan bahwa sebenarnya memang sudah ada koordinasi untuk mengantisipasi aksi biadab tersebut. Tapi, karena Kapolda Papua Irjen (Pol) Yotje Mende terlalu sibuk ikut uji kepatutan dan kelayakan Pimpinan KPK hingga lalai dengan tugasnya sebagai Kapolda.

“Kalau memang benar Kapolda meninggalkan tugas sampai akhirnya terjadi kasus seperti ini, lebih baik Yotje mundur dari pencalonan Pimpinan KPK,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (18/7/2015).

Pihaknya menilai peristiwa Tolikara bukan cuma pertikaian antarkelompok, tapi perbuatan ini sengaja dilakukan untuk mempermalukan Presiden Jokowi yang dilakukan oleh kelompok tertentu.

Kelompok itu, taka Neta, sengaja mengacak-acak Papua karena beberapa alasan. Yang pertama menurut Neta adalah kedekatan Jokowi dengan Papua. Istri Jokowi yang bernama Iriani juga memiliki sejarah dengan Bumi Cendrawasih.

“Bapaknya Iriani adalah salah satu orang yang ikut dalam Operasi Mandala, dan Iriani dilahirkan ketika bapaknya sedang bertugas di sana, makanya dinamakan Iriani, yang diambil dari nama Irian Jaya, nama Papua setelah perang kemerdekaan. Jadi, pembakaran masjid tentunya akan mempertaruhkan citra Jokowi,” paparnya.

Alasan lainnya adalah upaya menunjukkan keberatan atas keputusan Jokowi mengangkat tokoh seperti Sutiyoso sebagai Kepala BIN.

“Jadi memang ada pihak yang sengaja bermain untuk memperolok-olok Jokowi,” tegasnya.

Tidak cukup itu saja menurut Neta, kejadian di Papua yang berada di ujung Timur Indonesia ini bertepatan dengan kehadiran Jokowi di Aceh yang terletak di ujung Barat Indonesia.

“Jokowi lagi berada di ujung Barat Indonesia, kejadian di ujung Timur Indonesia. Jadi ini bukan masalah keamanan tapi ada kelompok yang ingin situasi memanas dengan mempermalukan Jokowi,” imbuhnya.

Neta pun mempertanyakan kenapa BIN dan jajaran Polda Papua tidak bisa mengantisipasi peristiwa ini. Padahal selama ini BIN memiliki catatan yang baik dalam urusan intelijen di Papua.

“Kenapa sekarang bobol? Padahal surat edaran yang berbau sara sudah beredar beberapa hari sebelumnya. Kenapa BIN tidak berkoordinasi dengan Polda, dan kenapa tidak ada reaksi saat surat edaran bermasalah itu keluar?” pungkasnya heran dikutip Jurnalparlemen.*

Rep: Ainuddin Chalik

Pembakaran Masjid di Papua Bisa Nodai Kredibilitas Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengimbau kepada umat Islam di Indonesia untuk membuktikan Islam sebagai agama yang damai, terutama pada suasana Idul Fitri, meskipun ada insiden penyerangan rumah ibadah di Papua.

“Saya mengimbau kepada umat Islam agar tetap menjaga keteduhan dan kedamaian di tengah masyarakat. Umat Islam harus membuktikan bahwa Islam adalah agama yang cinta perdamaian,” kata Saleh Partaonan Daulay, Sabtu (18/7).

Saleh meminta umat Islam untuk menghindari tindakan provokatif yang mungkin muncul sebagai reaksi atas insiden Tolikara, Papua. Penyelesaian insiden tersebut sebaiknya diserahkan kepada aparat keamanan.

“Biarkanlah aparat keamanan yang bertindak. Kita harus percaya bahwa aparat penegak hukum mampu mengusut tuntas kasus ini,” tuturnya.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyatakan mengecam keras tindakan pembakaran rumah ibadah yang dilakukan sekelompok orang di tengah suasana perayaan Idul Fitri.

Saleh menilai tindakan tersebut dapat melukai perasaan umat Islam. Selain itu, tindakan itu juga menodai kredibilitas Indonesia sebagai negara yang sangat toleran dalam konteks hubungan antar umat beragama.

“Saya sangat terkejut mendengar berita itu kemarin. Ini kejadian yang betul-betul di luar nalar sosial kita. Apalagi selama ini, umat Islam selalu menghormati seluruh perayaan hari besar agama-agama lain di Indonesia,” katanya.

Karena itu, Saleh meminta agar aparat keamanan segera melakukan tindakan penegakan hukum terhadap para pelaku. Dengan begitu, umat beragama di Indonesia merasakan adanya perlindungan negara terhadap praktik pelaksanaan ajaran agama.

Apalagi secara konstitusional, secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan pelaksanaan ajaran agama.

Pembakaran Masjid di Papua, Ini Tanggapan Ustaz Felix Siauw

Umat Islam diserang ketika mereka sedang menunaikan shalat Idul Fitri di lapangan Koramil l1702-11/Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, Jumat (17/7) pagi WIT. Saat takbir pertama, kelompok massa Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) langsung melempari umat Islam yang sedang menunaikan shalat Id.

Ustaz Felix Siauw ikut mengomentari tragedi yang menimpa umat Islam tersebut. Melalui akunTwitter, @felixsiauw, ia menilai tindakan massa yang menyerang orang shalat sebagai tindakan bar-bar. Berikut serial kicauannya:

1. berkaitan dengan insiden “Pembakaran Masjid di Papua” | ini jelas bagian kedzaliman besar yang harus dikecam dan diambil tindakan

2. kita memahami betul reaksi ummat Muslim yang sangat menyayangkan hal ini | apalagi kejadian ini terjadi disaat shalat Ied Fitri

3. dan perkara ini dalam Islam adalah bagian kedzaliman yang sangat besar | yaitu menghalangi manusia dari beribadah kepada Allah Swt

4. Dan siapa yang lebih aniaya dari orang yang menghalangi menyebut nama Allah di masjid-masjid-Nya, dan berusaha merobohkannya? (QS2:115)

5. kejadian pembubaran shalat Ied dan pembakaran masjid di Papua ini | menunjukkan pada kita beberapa pelajaran yang bisa diambil

6. pertama, saat Muslim mayoritas,mereka disudutkan dengan dalil toleransi | namun saat minoritas, mereka ditekan dengan dalil demokrasi

7. saat Muslim menjadi mayoritas, kita dipaksa mengorbankan akidah dengan dalil toleransi | membiarkan seluas-luasnya syiar agama lain

8. sebaliknya saat Muslim minoritas, kita dipaksa juga, menghormati yang banyak | juga dengan mengorbankan akidah, mengorbankan agama

9. kedua, lalainya negara memberikan jaminan perlindungan hukum | harusnya hal seperti ini ditindak keras agar tidak menyebar pada yang lain

10. bagaimanapun hal sepert ini berbahaya dalam menyulut konflik antar masyarakat | adalah peran negara untuk memberikan keadilan bagi ummat

11. hanya saja, hukum di negara ini memang rancu, mengapa? | karena tidak diterapkan syariat Islam untuk mengaturnya

12. dalam sistem hukum yang bukan berdasar Islam, baik ummat Muslim ataupun Non-Muslim | sama-sama terancam keberadannya, tidak aman

13. tapi dalam sistem Islam, Islam menjamin dan melindungi semua bentuk ibadah | apapun agamanya, akan dilindungi dan dijamin oleh Islam

14. lalu bagaimana kita menyikapi insiden kedzaliman di Papua ini? | ada beberapa juga yang perlu kita pegang sebagai panduan

15. pertama, harus adil dengan membatasi bahasan hanya pada insidennya dan pelakunya saja | bukan mengeneralisasi dan meluaskan masalah

16. karena kita Muslim dan kita diajarkan Allah dan Rasul-Nya | kita tidak membalas perlakuan dzalim dengan kedzaliman juga

17. kedua, setiap kedzaliman harus dihilangkan, dan ini adalah peran negara | maka negara harus mengambil langkah tegas terhadap insiden ini

18. pelakukanya diusut, ditindak dan dihukum setimpal agar jadi peringatan buat yang lain | dan dijamin agar tidak terjadi hal yang sama

19. ketiga, yang terpenting, kesadaran bahwa tidak akan ada kebaikan menyeluruh | tanpa penerapan syariat Islam secara total di negeri ini

20. sebab hanya syariat Islam yang bisa memberikan jaminan keadilan | karena hukumnya datang dari Yang Maha Adil, Allah Swt

21. haruskah membalas dengan kekerasan? tentu tidak | karena amal fisik itu bagiannya negara yang punya kekuasaan, alat fisik

22. karenanya penting sekali Khilafah yang menerap syariat | agar konflik seperti ini tidak berterus dan berpanjang

23. yang terakhir, kita doakan saudara kita Muslim Papua dan dimanapun mereka minoritas | semoga Allah kuatkan dan mudahkan mereka

24. semoga Allah berikan ganjaran terbaik atas keistiqamahan mereka | dan balasan terbaik berupa ridha-Nya, juga bagi kita semuanya

 

sumber: Republika Online

Begini Kondisi Terakhir Muslim Korban Penyerangan Shalat Ied di Tolikara

Sebanyak 153 korban kebakaran di Karubaga, Ibu Kota Kabupaten Tiom, hingga kini masih mengungsi ke tempat aman, kata Kepala Polda Papua Irjen Pol Yotje Mende.

“Para korban kebakaran yang terjadi Jumat (17/7) ditampung di sekitar Koramil Karubaga, di dalam tenda yang didirikan di sekitar halaman koramil,” katanya di Jayapura, Sabtu (18/7) malam.

Dia mengatakan para korban saat ini membutuhkan bantuan, terutama pakaian karena mereka hanya memiliki pakaian yang di badan.

“Kami masih menunggu data lengkap dari Polres Tolikara tentang korban kebakaran terutama jenis kelamin dan usia karena hingga kini belum ada,” katanya.

Ia mengemukakan pentingnya partisipasi masyarakat dalam membantu mereka.

Berdasarkan laporan yang diterimanya saat pertemuan dengan Bupati Tolikara Usman Wanimbo, Presiden GIDI Dorman Wandikbo, unsur pimpinan daerah, serta Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Fransen Siahaan, kebakaran menghanguskan 53 kios yang juga tempat tinggal dan mushalla.

Khusus mushalla, katanya, dari keterangan Presiden GIDI, tidak dibakar, namun karena letaknya berada di kawasan kios sehingga ikut terbakar.

“Mushalla ikut terbakar karena memang letaknya berada di lingkungan kios yang dibakar, ” kata Mende yang didampingi Wakapolda Papua Brigjen Pol Rudolf Roja dan Kabid Humas Polda Papua Kombes Patrige.

Dia mengatakan dua kompi aparat keamanan yang terdiri atas brimob dan TNI AD saat ini sudah diturunkan kee Karubaga.

Penambahan pasukan itu dilakukan karena jumlah personel Polres Tolikara terbatas, hanya sekitar 100 orang, kata Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende.

sumber: Republika Online

Nasehat al Ghazali Tentang Umur dan Waktu

Kita kebanyakan menghabiskan waktu hanya untuk tidur ketimbang untuk hal-hal yang bermanfaat dan ibadah

DALAM banyak riwayat hadits disebutkan usia umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam tidak lama.Berkisar sekitar 60-70 tahun.

Itu pun sudah tua: rambut mulai memutih, gigi mulai habis, pendengaran perlahan berkurang, dan tenaga mulai melemah.

Berbeda dengan usia umat Nabi sebelumnya yang panjang. Karena sedikitnya tempo usia umat Nabi Muhammad itu, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memuliakan diri dengan ilmu dan ibadah.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, Nabi Muhammad Shallallhu ‘Alaihi Wassallam berkata: “Umur umatku antara 60 dan 70 tahun, sedikit dari mereka yang melampauinya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Karenanya jika tidak dimanfaatkan dengan baik, maka waktu akan terbuang sia-sia. Dan, waktu yang telah berlalu tidak akan kembali. Dia akan pergi selamanya dengan segala kenangannya: baik kenangan yang penuh penyesalan atau kebahagiaan. Manusia harus memanfaatkan waktu. Hanya orang-orang yang mampu memanfaatkan waktu dengan baik yang akan jadi mulia.

Kalau mau jujur, sebenarnya kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak bermanfaat daripada yang bermanfaat. Kita lebih banyak bermain daripada belajar. Kita lebih banyak bersendagurau daripada berfikir. Kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk duniawi daripada ukhrowi. Kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk membuat dosa ketimbang memupuk pahala. Nauzubillah. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kealpaan kita. Aamiin.

Nasehat Al Ghazali

Ada nasihat penting yang disampaikan Imam Al Ghazali terkait waktu. Kita kebanyakan menghabiskan waktu hanya untuk tidur ketimbang untuk hal-hal yang bermanfaat dan ibadah. Coba bayangkan, jika rata-rata usia umat manusia di jaman Nabi Muhammad ini sekitar 60 tahun dan waktu yang digunakan untuk tidur sekitar 8 jam dalam sehari.

Seperti diketahui, kebanyakan orang—terutama di Indonesia—tidur mulai pada pukul 20.00 malam dan bangun sekitar pukul 05.00 pagi.

Iya kalau bangun tidur jam 05.00 pagi. Pasalnya, tidak sedikit di antara kita yang masih suka bangun tidur di atas jam 05.00 hingga ada yang telat dan tertinggal shalat shubuh.Nauzubillah!

Nah, kalau misalnya, rata-rata tidur 8 jam sehari itu dikali dengan masa usia rata-rata manusia yang mencapai 60 tahun, maka setidaknya kita menghabiskan masa 20 tahun untuk hanya tidur. Saya ulangi lagi: kita menghabiskan waktu 20 tahun hanya untuk tidur!

Sekarang, kita hitung lagi berapa banyak waktu yang kita manfaatkan untuk ibadah. Jika 20 tahun kita manfaatkan untuk tidur, maka sisa 40 tahun. Coba bayangkan berapa waktu untuk ibadah, berapa lama untuk belajar menuntut ilmu, dan berapa tahun waktu yang dihabiskan untuk main-main dan mencari kehidupan duniawi! Tentu jawabnya berbeda-beda. Tergantung pribadi masing-masing. Sebab, biasanya, manusia punya jadwal hidup (life schedule) masing-masing.

Bisa dibayangkan jika perhari kita habiskan berapa lama hanya untuk bermain atau sekedar bersendau gurau. Berapa lama waktu dihabiskan untuk membaca al-Quran, berzikir, dan belajar. Padahal, waktu itu terus berjalan dan tidak akan kembali. Waktu juga ibarat pedang tajam yang apabila tidak digunakan untuk memotong sesuatu dengan baik, maka pedang waktu tersebut akan memotong kita bahkan memutilasi kita perlahan-lahan.

Karenanya, yang membedakan kualitas kemuliaan seseorang adalah dari pemanfaatan waktu. Kalau waktunya habis dengan kerja-kerja intelektual, spiritual, dan kebermanfaatan kolektif maka dia akan menjadi pribadi yang mulia. Karenannya, seseorang akan jadi mulia dengan menghabiskan waktu-waktunya untuk belajar dan senantiasa berzikir pada Allah. Seseorang juga akan jadi mulia dan terhormat bila menghabiskan malam-malam yang gelap gulita itu dengan belajar, dan shalat tahajud.

Seperti kata pepatah Arab di atas: “Man tholabal ‘ula sahiral layali” (Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan maka seringlah bergadang pada malam hari).

Bergadang di situ tentunya bukan untuk sesuatu yang semu dan tidak manfaat. Seperti main, menonton film sepanjang malam, melihat pertandingan bola, dan hang out hingga larut malam. Tapi, bergadang di situ adalah dengan melakukan kerja-kerja spiritual dan intelektual: belajar dan beribadah.

Ada banyak kisah orang sukses yang memanfaatkan waktunya. Dan, hampir semua orang sukses adalah orang yang memanfaatkan waktunya dengan baik.

Sebaliknya, orang gagal adalah orang yang tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Waktu-waktu yang dimanfaatkan orang beriman itu seharusnya seperti yang dilakukan para sahabat dan pejuang jaman Rasulullah. Di mana pada siang hari mereka seperti singa di padang pasir yang berjuang tanpa lelah sedangkan malam harinya dihabiskan dengan beribadah seperti rahib-rahib.

Orang besar dan sukses adalah mereka yang memanfaatkan waktunya dengan baik. Dia tidak mau ada waktu—semenit saja—yang terbuang tanpa kebaikan dan kemanfaatan.

Imam Al-Ghazali menasihatkan agar setiap hari kita meluangkan waktu sesaat—misalnya selesai shalat Subuh—untuk menetapkan syarat-syarat terhadap jiwa (musyârathah).

“Aku tidak mempunyai barang dagangan kecuali umur. Apabila ia habis, maka habislah modalku sehingga putuslah harapan untuk berniaga dan mencari keuntungan lagi. Allah telah memberiku tempo pada hari yang baru ini, memperpanjang usiaku dan memberi nikmat.”

Al Quran Surat al ‘Ashr 1-3: mengingatkan; “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati dalam supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”*

sumber: Hidayatullah.com

Makna Idul Fitri

Hari raya Idul Fitri adalah merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah puasa. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang bertaqwa. Kata Id berdasar dari akar kata aada yauudu yang artinya kembali sedangkan fitri bisa berarti buka puasa untuk makan dan bisa berarti suci. Adapun fitri yang berarti buka puasa berdasarkan akar kata ifthar (sighat mashdar dari aftharo – yufthiru) dan berdasar hadis Rasulullah SAWyang artinya :”Dari Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi Muhammad SAW. Pergi (untuk shalat) pada hari raya Idul Fitritanpa makan beberapa kurma sebelumnya.” Dalam Riwayat lain: “Nabi SAW. Makan kurma dalam jumlah ganjil.” (HR Bukhari).

Dengan demikian, makna Idul Fitri berdasarkan uraian di atas adalah hari raya dimana umat Islam untuk kembali berbuka atau makan. Oleh karena itulah salah satu sunah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitria dalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa hari raya Idul Fitri 1 syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.

Sedangkan kata Fitri yang berarti suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata fathoro-yafthiru dan hadis Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alayh). Barangsiapa yang shalat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alayh) . Dari penjelasan ini dapat disimpulkan pula bahwa Idul Fitri bisa berarti kembalinya kita kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam kesucian (fitrah).

Jadi yang dimaksud dengan Idul Fitri dalam konteks ini berarti kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti petunjuk Islam yang benar. Bagi ummat Islam yang telah lulus melaksanakan Ibadah puasa di Bulan Ramadhan akan diampuni dosanya sehingga menjadi suci kembali seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan Ibunya. Sebagaimana Sabda Nabi SAW yang Artinya“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci.”

Dalam bahasa Jawa, hari raya Idul Fitri disebut juga dengan istilah “lebaran”. Lebaran mengandung maksud lebar-lebur-luber-labur. Lebar artinya kita akan bisa lebaran dari kemaksiatan. Lebur artinya lebur dari dosa. Luber artinya luber dari pahala, luber dari keberkahan, luber dari rahmat Allah SWT. Labur artinya bersih sebab bagi orang yang benar-benar melaksanakan ibadah puasa, maka hati kita akan dilabur menjadi putih bersih tanpa dosa,makanya wajar klo mau lebaran rumah-rumah banyak yang di labur hal ini mengandung arti pembersihan dhohir disamping pembersihan batin yang telah di lakukan.

Adapun terkait hidangan khas waktu lebaran yaitu ketupat, dalam bahasa Jawa ketupat diartikan dengan ngaku lepat alias mengaku kesalahan, bentuk segi empat dari ketupat mempunyai makna kiblat papat lima pancer yang berarti empat arah mata angin dan satu pusat yaitu arah jalan hidup manusia. Ke mana pun arah yang ingin ditempuh manusia hendaknya tidak akan lepas dari pusatnya yaitu Allah SWT.

Oleh sebab itu ke mana pun manusia menuju, pasti akan kembali kepada Allah. Rumitnya membuat anyaman ketupat dari janur mencerminkan kesalahan manusia. Warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan kebersihan setelah bermaaf-maafan. Butiran beras yang dibungkus dalam janur merupakan simbol kebersamaan dan kemakmuran. Janur yang ada di ketupat berasal dari kata jaa-a al-nur bermakna telah datang cahaya atau janur adalah sejatine nur atau cahaya. Dalam arti lebih luas berarti keadaan suci manusia setelah mendapatkan pencerahan cahaya selama bulan Ramadan.

Adapun makna filosofis santen yang ada di masakan ketupat adalah suwun pangapunten atau memohon maaf. Dengan demikian ketupat ini hanyalah simbolisasi yang mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah mohon ampun dari segala kesalahan hal ini merupakan makna filosofis dari warna putih ketupat jika dibelah menjadi dua. Sedangkan, janur melambangkan manusia yang telah mendapatkan sinar ilahiah atau cahaya spiritual/cahaya jiwa. Anyaman-anyaman diharapkan memberikan penguatan satu sama lain antara jasmani dan rohani.

Pemaknaan hari raya Idul Fitri hendaknya bersifat positif seperti menjalin silaturrahmi sebagai sarana membebaskan diri dari dosa yang bertautan antar sesama makhluk. Silaturahmi tidak hanya berbentuk pertemuan formal seperti Halal bi Halal, namun juga bisa dengan cara menyambangi dari rumah ke rumah, saling duduk bercengkerama, saling mengenalkan dan mengikat kerabat. Apalagi sekarang permohonan maaf dan silaturahmi sudah tidak mengenal batas dan waktu sebab bisa menggunakan jejaring media sosial seperti contoh lewat sms, up date status, inbox di facebook, twiter, yahoo mesenger, skype dan email.

Begitulah pentingnya silaturahmi sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan melainkan keduanya akan diampuni (dosanya) sebelum mereka berpisah. (HR.Daud,Tirmidzi&Ibnu Majah) . “

Kini kita dengan rasa suka cita dan senang karena kita menyambut hari kemenagan disamping itu kita juga bercampur sedih, dan dengan linangan air mata bahagia kita di tinggalkan bulan Ramadhan yang penuh berkah, maghfiroh dan Rahmat Allah SWT. Banyak pelajaran dan hikmah, faidah dan fadhilah yang kita dapatkan. Kini bulan Ramadhan telah berlalu, tapi satu hal yang tidak boleh meninggalkan kita dan harus tetap bersama kita yaitu spirit dan akhlakiyah puasa Ramadhan, sehingga 1 Syawal harus menjadi Imtidad lanjutan Ramadhan dengan ibadah serta kesalehan sosial. Sebab Kata Syawal itu sendiri artinya peningkatan. Inilah yang harus mengisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita.

Oleh Hadi Mulyanto

 

 

sumber: NU.or.id