Fatimah binti Qais, Sosok Ibu dan Mertua Teladan

Fatimah binti Qais adalah istri Abu Thalib, paman Rasul. Perempuan itulah yang merawat Rasulullah setelah kepergian sang kakek, Abdul Muthallib. Ia termasuk generasi pertama wanita yang masuk Islam dan berhijrah.

Syaikh Mahmud Al-Mishri dalam Biografi 35 Shahabiyah Nabi menyebutkan, Fatimah adalah wanita Quraisy disebut dalam sabda Nabi. “Sebaik-baik wanita yang menunggangi unta (wanita Arab) adalah wanita Quraisy; ia paling sayang anak saat masih kecil, dan paling menjaga harta suami.”

Fatimah mencintai Rasulullah seperti mencintai anak sendiri. Ia melihat keberkahan yang melimpah di rumahnya sejak kehadiran Muhammad. Abu Thalib adalah seorang fakir. Anak-anaknya tidak pernah makan sampai kenyang, sampai ketika Muhammad ikut makan bersama mereka.

Setiap kali Abu Thalib hendak memberi mereka makan, ia selalu berkata, “Tunggu dulu, sebelum anakku itu datang.” Setelah datang, Muhammad kecil ikut makan bersama mereka. Mereka semua makan hingga kenyang, sampai kadang-kadang bersisa.

Ketika nubuwah itu datang, Fatimah bergegas menyambutnya. Ia memiliki kedudukan luhur di hati para sahabat. Saat panggilan hijrah datang, ia ikut berhijrah ke Madinah. Nabi mencintai Fatimah seperti kecintaan anak kepada ibu. Beliau sering mengunjungi beliau dan membawakan sesuatu untuk menyenangkan hatinya.

Saat Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah binti Rasulullah, Fatimah binti Asad adalah sosok teladan agung bagi mertua yang baik sekaligus ibu penyayang. Ia sangat mencintai putri Rasulullah dan bekerja sama dengannya dalam mengurus pekerjaan-pekerjaan rumah.

Ali menuturkan, ibunya yang melakukan pekerjaan mencari air dan pergi untuk suatu keperluan, sementara Fatimah istrinya melakukan pekerjaan di dalam rumah; menumbuk dan membuat adonan.

Fatimah binti Qais meninggal saat Rasulullah masih hidup. Ia dimakamkan di Madinah. Rasulullah turun langsung ke liang lahat untuk menguburkannya, yang hanya dilakukan Rasul terhadap empat orang di dunia ini.

 

Sumber: Republika Online

Kisah Rasulullah Mendapatkan LAILATUL QADAR di Malam ke 27 (3)

Allah SWT berfirman dalam sebuah hadist qudsi: “Aku lebih suka mendengarkan rintihan para pembuat dosa ketimbang gemuruh suara tasbih. Karena gemuruh suara tasbih hanya menyentuh kebesaranKu, sedangkan rintihan para pembuat dosa menyentuh kasih sayangKu.”

YA ALLAH… Kami datang mengemis dihadapan pintuMu. YA ALLAH… Kami datang dengan deraian air mata, merengek dan memohon kasih sayang serta pengampunan-Mu yang begitu luas.

YA ALLAH… Jika pada bulan yang mulia ini, Engkau hanya menyayangi orang-orang yang mengikhlaskan shiam dan qiyamnya, maka siapa lagi yang menyayangi kami yang tenggelam dalam kubangan dosa dan kemaksiatan ini.

YA ALLAH… Jika Engkau hanya mengasihi orang-orang yang menaatiMu, maka siapa yang akan mengasihi kami yang berlumuran dengan dosa dan maksiat ini. YA ALLAH… Jika Engkau hanya menerima orang-orang yang tekun dalam beramal, maka siapa yang akan menerima orang-orang yang malas seperti kami ini.

YA ALLAH… Beruntunglah orang-orang yang berpuasa dengan sebenar-benarnya. Berbahagialah orang-orang yang shalat malam dengan sebaik-baiknya. Selamatkanlah orang-orang yang beragama dengan tulus. Sedangkan kami adalah hamba-hambaMu yang hanya bisa berbuat dosa dan maksiat. Sayangilah kami dengan kasihMu. Bebaskanlah kami dari api neraka dengan ampunanMu. Ampunilah dosa-dosa kami dengan kasih sayangMu. Wahai Yang Paling Penyayang dari semua yang Menyayangi, sayangilah kami.

YA ALLAH… Tuangkanlah kesabaran atas diri kami, kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap gangguan orang-orang kafir, baik itu gangguan dzahir maupun batih.

YA ALLLAH… Janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa dan bersalah. YA ALLAH… Janganlah Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.

Menggapai Kenikmatan Iktikaf Kala Umrah Ramadhan

Umrah Ramadhan sangat diincar oleh umat Muslim Indonesia agar bisa beriktikaf di Tanah Suci.

“Beriktikaf bisa dilakukan kapan saja. Namun, Rasulullah sangat menganjurkan di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Inilah waktu yang baik bagi kita untuk bermuhasabah dan taqarub secara penuh kepada Allah SWT guna mengingat kembali tujuan diciptakannya kita sebagai manusia,” ulas Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia Prof Ahmad Satori Ismail, beberapa waktu lalu.

Ia memaparkan, iktikaf, secara bahasa, berarti tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Jadi, i’tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Para ulama sepakat bahwa iktikaf, khususnya 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, adalah ibadah yang disunnahkan oleh Rasulullah. Beliau sendiri melakukanya 10 hari penuh di bulan Ramadhan.

Aisyah, Umar bin Khattab, dan Anas bin Malik menegaskan hal itu, “Adalah Rasulullah saw. beriktikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan, pada tahun wafatnya Rasulullah beri’tikaf selama 20 hari.

Para sahabat, bahkan istri-istri Rasulullah selalu melaksanakan ibadah ini. Sehingga Imam Ahmad berkata, “Sepengetahuan saya tak seorang ulama pun mengatakan iktikaf bukan sunnah.”

“Iktikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati beriktikaf dan bersimpuh di hadapan Allah, berkhalwat dengan-Nya, serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah,” begitu kata Ibnu Qayyim.

Urgensi iktikaf, terang Satori, ruh manusia memerlukan waktu berhenti sejenak untuk disucikan.

“Hati kita butuh waktu khusus untuk bisa berkonsentrasi secara penuh beribadah dan bertaqarub kepada Allah SWT. Kita perlu menjauh dari rutinitas kehidupan dunia untuk mendekatkan diri seutuhnya kepada Allah bermunajat dalam doa dan istighfar serta membulatkan iltizam dengan syariat sehingga ketika kembali beraktivitas sehari-hari kita menjadi manusia baru yang lebih bernilai,” ujar Satori.

Iktikaf sendiri yang disyariatkan ada dua macam, yaitu:

1. Iktikaf sunnah, yaitu iktikaf yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah. Contohnya iktikaf 10 hari di akhir bulan Ramadhan.

2. Iktikaf wajib, yaitu iktikaf yang didahului oleh nadzar. Seseorang yang berjanji, “Jika Allah SWT menakdirkan saya mendapat proyek itu, saya akan iktikaf di masjid tiga hari,” maka iktikaf-nya menjadi wajib.

 

sumber: Republika Online

Kisah Rasulullah Mendapatkan LAILATUL QADAR di Malam ke 27 (2)

Anas pun duduk kembali dan mendengarkan dengan seksama cerita Rasulullah SAW mengapa beliau begitu lama bersujud. Masya Allah….ternyata ketika tadi Rasulullah SAW, dan disaat hujan mulai turun, disaat itu pula malaikat dibawah pimpinan jibril turun dalam keindahan dan bentuk aslinya. Mereka berbaris rapi dengan suara gemuruh tasbih dan tahmid mereka bergema dilangit dan dibumi serta alam semesta saat itu dipenuhi dengan cahaya ilahi.

Inilah yang membuat Rasulullah SAW terpaku menyaksikan keindahan dan cahaya yang sama sekali tidak pernah dilihat oleh mata. Gema tasbih dan tahmid malaikat yang tak pernah didengar oleh telinga dan suasana yang tidak pernah bisa dibayangkan oleh pikiran manusia.

Itulah lailatul qadar. Tahukah kalian, apakah Lailatul Qadar ?

Lailatul qadar yang sesaat itu lebih baik dari pada seribu bulan. Di malam itu, para malaikat dibawah pimpinan Jibril turun atas izin Allah SWT, mereka menebarkan kedamaian, keselamatan, kesejahteraan dan mengatur segala urusan, mereka menyampaikan salam sampai terbitnya fajar keseluruh semesta alam.

Sekarang sudah hampir mencapai puncak terakhir dari Bulan Ramadhan, dan dipuncaknya seorang hamba akan mendapatkan pembebasan dari api neraka. Pada malam-malam terakhir, para malaikat turun dari langit untuk menaburkan kasih sayang Allah SWT kepada para hambanya dan menyampaikan salam kepada kaum beriman hingga terbitnya fajar, itulah yang dinamakan lailatul qadar, malam yang lebih afdhal daripada seribu malam.

Lailatul Qadar adalah malam kebesaran Allah SWT, malam keagungan-Nya, malam pengampunan-Nya, malam yang dimiliki-Nya untuk memberi maaf kepada para pembuat dosa dan menebarkan kasih sayang kepada para hamba-Nya. Dilangit ada kerajaan sangat besar yang mengatur dan mencatat segala amal manusia dimuka bumi ini.

Ketika para malaikat melihat kitab catatan amal manusia, mereka iri dengan amal yang hanya khusus dilakukan penduduk bumi dimalam-malam lailatul qadar. Malaikat pun tidak ada yang dapat menirunya. Salah satu di antaranya adalah rintihan taubat para pembuat dosa yang kemudian diampuni segala dosa-dosanya.

sumber: Palembang/TribunNews

Kisah Rasulullah Mendapatkan LAILATUL QADAR di Malam ke 27 (1)

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW sedang duduk i’tikaf semalam suntuk pada hari-hari terakhir Bulan Suci Ramadhan. Para sahabat pun tidak sedikit yang mengikuti apa yang dilakukan Nabi SAW ini.

Beliau berdiri shalat mereka juga shalat, beliau menegadahkan tangannya untuk berdo’a dan para sahabat pun juga serempak mengamininya. Saat itu langit mendung tidak berbintang. Angin pun meniup tubuh-tubuh yang memenuhi masjid. Dalam riwayat tersebut malam itu adalah malam ke-27 dari Bulan Ramadhan.

Disaat Rasulullah SAW dan para sahabat sujud, tiba-tiba hujan turun cukup deras. Masjid yang tidak beratap itu menjadi tergenang air hujan. Salah seorang sahabat ada yang ingin membatalkan shalatnya, ia bermaksud ingin berteduh dan lari dari shaf, namun niat itu digagalkan karena dia melihat Rasulullah SAW dan sahabat lainnya tetap sujud dengan khusuk tidak bergerak.

Air hujan pun semakin menggenangi masjid dan membasahi seluruh tubuh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang berada di dalam masjid tersebut, akan tetapi Rasulullah SAW dan para sahabat tetap sujud dan tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya.

Beliau basah kuyup dalam sujud. Namun sama sekali tidak bergerak. seolah-olah beliau sedang asyik masuk kedalam suatu alam yang melupakan segala-galanya. Beliau sedang masuk kedalam suatu alam keindahan. Beliau sedang diliputi oleh cahaya Ilahi.

Beliau takut keindahan yang beliau saksikan ini akan hilang jika beliau bergerak dari sujudnya. Beliau takut cahaya itu akan hilang jika beliau mengangkat kapalanya. Beliau terpaku lama sekali di dalam sujudnya. Beberapa sahabat ada yang tidak kuat menggigil kedinginan. Ketika Rasulullah SAW mengangat kepala dan mengakhiri shalatnya, hujan pun berhenti seketika.

Anas bin Malik, sahabat Rasulullah SAW bangun dari tempat duduknya dan berlari ingin mengambil pakaian kering untuk Rasulullah SAW. Namun beliau pun mencegahnya dan berkata “Wahai anas bin Malik, janganlah engkau mengambilkan sesuatu untukku, biarkanlah kita sama-sama basah, nanti juga pakaian kita akan kering dengan sendirinya. ”

 

sumber: Palembang/TribunNews

Smart Muslim! Jangan Lupa Jumatan dan Ini Sunnah Rasul di Hari Jumat

Memperbanyak Shalawat Nabi
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya,“Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata: Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah? Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.”(Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasai)

Maka, di sela waktu senggang di hari Jumat, sempatkanlah untuk banyak-banyak bershalawat.

Mandi Jumat
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berwudhu pada hari jumat maka itu baik, dan barangsiapa yang mandi -pada hari jumat- maka mandi itu lebih utama.” (HR. Abu Daud no. 354, At-Tirmizi no. 497, An-Nasai no. 1363, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami)

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, dilansirmuslimahcorner.com, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Jika salah seorang di antara kalian mendatangi shalat jumat maka hendaknya dia mandi.” (HR. Al-Bukhari no. 877 dan Muslim no. 844)

Menggunakan Minyak Wangi
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Barang siapa mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu sholat sesuai yang ditentukan baginya dan ketika imam memulai khotbah, ia diam dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bersegera Untuk Berangkat ke Masjid
Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur siang setelah sholat Jumat.” (HR. Bukhari). Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian sholat ketika matahari telah rendah panasnya.”(Lihat Fathul Bari II/388)

Salat Sunnah
Abu Huroiroh radhiallahu anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda,”Barang siapa mandi kemudian datang untuk sholat Jumat, lalu ia sholat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai jumat ini sampai jumat berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)

Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut
Sahl bin Muad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memegang lutut) pada saat sholat Jumat ketika imam sedang berkhotbah.” (Hasan. HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

Duduk memeluk lutut juga mencirikan sikap malas dan pesimis dalam menghadapi hari.

Membaca Surat Al-Kahfi
Nabi bersabda yang artinya, “Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka Allah akan meneranginya di antara dua Jumat.” (HR. Imam Hakim dalam Mustadrok, dan beliau menshahihkannya). (*)

 

sumber: Tribun Jabar

Anjuran Hubungan Intim pada Malam Jum’at

Di kalangan awam, terjadi pemahamann bahwa pada malam Jum’at itu disunnahkan. Bahkan inilah yang dipraktekkan. Memang ada hadits yang barangkali jadi dalil, namun ada pemahaman yang kurang tepat yang dipahami oleh mereka.

Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا

Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi no. 496. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ada ulama yang menafsirkan maksud  hadits penyebutan mandi dengan ghosala bermakna mencuci kepala, sedangkan ightasala berarti mencuci anggota badan lainnya. Demikian disebutkan dalam Tuhfatul Ahwadzi, 3: 3. Bahkan inilah makna yang lebih tepat.

Ada tafsiran lain mengenai makna mandi dalam hadits di atas. Sebagaimana kata Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad,

قال الإمام أحمد : (غَسَّل) أي : جامع أهله ، وكذا فسَّره وكيع

Imam Ahmad berkata, makna ghossala adalah menyetubuhi istri. Demikian ditafsirkan pula oleh Waki’.

Tafsiran di atas disebutkan pula dalam Fathul Bari 2: 366 dan Tuhfatul Ahwadzi, 3: 3. Tentu hubungan intim tersebut mengharuskan untuk mandi junub.

Namun kalau kita lihat tekstual hadits di atas, yang dimaksud hubungan intim adalah pada pagi hari pada hari Jum’at, bukan pada malam harinya. Sebagaimana hal ini dipahami oleh para ulama dan mereka tidak memahaminya pada malam Jum’at.

وقال السيوطي في تنوير الحوالك: ويؤيده حديث: أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته. أخرجه البيهقي في شعب الإيمان من حديث أبي هريرة.

As Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik dan beliau menguatkan hadits tersebut berkata: Apakah kalian lemas menyetubuhi istri kalian pada setiap hari Jum’at (artinya bukan di malam hari, -pen)? Karena menyetubuhi saat itu mendapat dua pahala: (1) pahala mandi Jum’at, (2) pahala menyebabkan istri mandi (karena disetubuhi). Yaitu hadits yang dimaksud dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari hadits Abu Hurairah.

Dan sah-sah saja jika mandi Jum’at digabungkan dengan mandi junub. Imam Nawawi rahimahullahmenjelaskan, “Jika seseorang meniatkan mandi junub dan mandi Jum’at sekaligus, maka maksud tersebut dibolehkan.” (Al Majmu’, 1: 326)

Intinya, sebenarnya pemahaman kurang tepat yang tersebar di masyarakat awam. Yang tepat, yang dianjurkan adalah hubungan intim pada pagi hari ketika mau berangkat Jumatan, bukan di malam hari. Tentang anjurannya pun masih diperselisihkan oleh para ulama karena tafsiran yang berbeda dari mereka mengenai hadits yang kami bawakan di awal.

Wallahu a’lam.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

sumber: Rumaysho.com

Kang Abik: Binatang Saja tak Kawin Sejenis

Pernikahan sejenis selalu menjadi pro dan kontra sejak dulu. Penulis novel-novel Islami, Habiburrahman El Shirazy menolak dengan tegas legalisasi pernikahan sejenis.

Penulis novel laris ‘Ayat-ayat Cinta’ yang biasa dipanggil Kang Abik ini menyebut pengesahan pernikahan satu jenis sebagai bentuk kemunduran peradaban. Ia bahkan menyindir perilaku tersebut dengan kelakuan hewan.

“Legalisasi pernikahan sejenis adalah kemunduran peradaban. Binatang saja nggak kawin dgn sejenis,” tulisnya dalam akun media sosial Twitter pribadinya, Senin (29/6).

Sejak diresmikan oleh Mahkamah Konstitusi Amerika Serikat, Jumat (26/6) lalu keputusan tersebut marak diperbincangkan. Ada pihak pendukung, ada pula yang menyebut kemunduran manusia. Padahal sejatinya pernikahan sejenis ini sudah dilegalkan hampir di 20 negara lainnya.

Sebelumnya musikus Sherina Munaf juga dibully akibat tulisan dukungannya di Twitter. Sherina menuliskan mimpinya agar pernikahan sejenis tersebut bisa disahkan di seluruh dunia.