Utang dalam Pandangan Nabi Muhammad SAW

Islam sangat memperhatikan masalah utang-piutang. Bahkan Rasulullah dalam setiap sembahyangnya sering memohon kepada Allah SWT supaya terhindar dari masalah utang, “Allahumma inni a’uudzu bika min al-ma’tsami wa al-maghram, Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari berbuat dosa dan lilitan utang.”  

Karena kebiasaan Nabi SAW berdoa dengan kalimat tersebut, seorang sahabat bertanya kepada Nabi, “Mengapa Engkau banyak meminta perlindungan dari utang, wahai Rasulullah?”

Jawab Nabi tegas, “Sesungguhnya seseorang apabila sedang berutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering mengingkarinya,” (HR Bukhori).

Siapa saja, di antara kita pasti pernah memiliki utang. Utang bisa membuat orang bersedih dan pikiran tidak tenang. Kepada para sahabatnya, Nabi menegaskan, bahwa utang-piutang adalah perkara yang harus disegerakan. Karena pentingnya melunasi utang, Rasulullah pernah mengajarkan doa kepada sahabatnya. 

Abu Umamah, sorang sahabat Nabi SAW pernah merasakan kegelisahan dan kebingungan karena memiliki utang yang tidak bisa dibayar. Suatu ketika ia sedang termenung di Masjid memikirkan utang-utangnya. Melihat sahabatnya gelisah, Rasulullah SAW langsung bersabda dan memberikan doa kepada Abu Umamah untuk diamalkan setiap pagi dan sore.

Doanya, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan pemaksaan dari orang lain.” (HR Abu Dawud).

Islam mengajarkan untuk tidak menganggap sepele masalah utang. Jika ada keluarga yang meninggal dunia, para ahli waris berkewajiban membereskan terlebih dahulu masalah utang-piutang, sebelum dikebumikan. Karena sensitifnya masalah utang, sampai Nabi sendiri tidak segera mensholatkan mayit sebelum utang-puitangnya dilunasi. 

Suatu ketika satu jenazah dihadirkan kepada Nabi SAW untuk dishalatkan. Nabi bertanya dulu kepada sahabatnya, apakah mayit tersebut punya utang atau tidak. Setelah ada kepastian, bahwa mayit tersebut tidak memiliki utang, Rasulullah SAW langsung menshalatkannya. 

Kemudian didatangkan lagi jenazah lain kepada Beliau, maka Beliau bertanya kembali, “Apakah orang ini punya utang?” Para sahabat menjawab: “Ya”. Maka Nabi bersabda: “Shalatilah saudaramu ini”. Berkata, sahabat Abu Qatadah: “Biar nanti aku yang menanggung utangnya”. Maka Beliau SAW mensolatkan jenazah itu. (HR Bukhori).

Utang  adalah penghalang untuk mendapatkan ridha Allah dan masuk ke dalam surga-Nya. Utang juga yang akan menggerogoti segala amal kebajikan yang dilakukan di dunia. Pahala jihad di jalan Allah adalah sebaik-sebaik pahala dan bekal di akhirat nanti. Dalam Islam, pahala jihad dapat menghapus segala macam dosa, tapi bisa terhalang jika punya utang. Sabda Nabi dalam riwayat Imam Muslim, “Seorang yang mati syahid akan diampuni segala dosa-dosanya kecuali utang.”

Jika utang dapat menjadi beban di sisi Allah, bagaimana dengan koruptor yang merampok uang rakyat miliaran rupiah? Pastinya, bahwa korupsi akan menjadi utang di akhirat kelak, yang membuat pelakunya bangkrut.

Hadis Nabi SAW dalam shahih Muslim, menyebut koruptor sebagai manusia bangkrut.  Kelak pada hari kiamat, semua pahala shalat, puasa dan zakat akan diambil Allah SWT hingga tak tersisa, dan diberikan untuk orang lain. Tidak hanya itu, koruptor juga akan membebani dosa setiap orang, yang hartanya saat di dunia, ia curi.  

Oleh: E Kusnandar 

(Alumnus Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya)

KHAZANAH REPUBLIKA

Nabi Marah Jika Umatnya Pelihara Kebodohan

Nabi Muhammad SAW pernah marah ketika salah seorang sahabat ‘memelihara’ kebodohannya

Islam menganjurkan agar umatnya tidak tenggelam dalam kebodohan. Mencari ilmu pengetahuan adalah penekanan tegas agama, bahkan Nabi Muhammad SAW pernah marah ketika salah seorang sahabat ‘memelihara’ kebodohannya.

Dalam buku Mazhabmu Rasulullah? karya Sutomo Abu Nashr dijelaskan, suatu ketika para sahabat Nabi melakukan suatu perjalanan. Salah satu di antara mereka mengalami luka di kepalanya. Luka yang cukup parah tersebut membuatnya berpikir untuk bertayamum karena apabila menggunakan air kemungkinan besar akan membahayakan dirinya. Tapi apakah benar sudah boleh untuk bertayamum? Dia pun ragu. Maka ia bertanya kepada para sahabat yang lain tentang apakah sudah boleh ada keringanan untuk bertayamum?

Lalu para sahabat yang ditanya itu dengan tegas memberikan jawaban bahwa dia tetap wajib berwudhu. Belum dibolehkan baginya untuk bertayamum. Namun yang terjadi, sahabat yang terluka tadi malah meninggal dunia.

Saat Rasulullah SAW dikabari peristiwa tersebut, beliau murka luar biasa. Beliau menyebut ketidaktahuan para sahabat ini sebagai penyakit. Obat penyakit tersebut tidak lain adalah dengan bertanya (mencari tahu, mencari ilmu).

Tentu saja, apa yang dilakukan oleh beberapa sahabat tersebut karena keyakinan bahwa Rasulullah akan menjawab yang sama jika ditanya hal serupa. Tapi ternyata pandangan Nabi berbeda. Dalam konteks tema umat saat ini, dari kisah ini setidaknya Nabi menunjukkan pada para sahabat yang hidup di zaman Nabi yang menyaksikan langsung hidup Rasulullah bisa salah dalam mengklaim pandangan Nabi.

Maka sudah jelas sekali argumentasi mengenai Mazhab Rasulullah yang menjadi fenomena umat Islam masa kini keliru. Mazhab dari ulama-ulama merupakan jalur pencarian ilmu yang bersumber dari Rasulullah secara autentik. Walaupun rentang masa hidup para ulama saling berjauhan dengan Nabi, namun ketersambungan guru serta ilmu yang mereka pelajari bukan main-main.

Ketelitian dalam mencari jalur ilmu yang sampai kepada Rasulullah melalui mazhab-mazhab ini sangat bisa diuji. Inilah jalur ilmu yang terbuka untuk umat Islam, dan dari ini pula diharapkan umat Islam dapat terhindar dari kebodohan yang menyengsarakan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Waspada Sikap Riya yang Muncul Saat Haji dan Umroh

 Melaksanakan ibadah haji ke Baitullah merupakan impian setiap Muslim. Namun, salah satu dari rukun Islam itu hanya diwajibkan bagi hamba Allah yang memiliki kemampuan saja. Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 97:

 فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Fīhi āyātum bayyinātum maqāmu ibrāhīm, wa man dakhalahụ kāna āminā, wa lillāhi ‘alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā’a ilaihi sabīlā, wa mang kafara fa innallāha ganiyyun ‘anil-‘ālamīn

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Namun, Syekh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam kitab Mausuu’atul Aadaab Islamiyah mengingatkan tentang perlunya meluruskan niat semata-mata karena Allah saat ibadah haji maupun umroh. Menurut Syekh Sayyid Nada, seseorang tidaklah mendapatkan balasan dari amal yang dikerjakannya,  kecuali sesuai dengan yang diniatkan.

Allah sendiri telah mewajibkan haji semata-mata untuk meraih keridhaan-Nya. ‘’Maka dari itu, hendaknya niat seseorang menunaikan haji atau umrah semata-mata karena Allah dan menunaikan kewajiban yang diperintahkan Allah,’’ tutur ulama terkemuka itu.

Ia mengingatkan janganlah naik haji karena riya supaya dianggap hebat atau hanya ingin mendapatkan gelar haji saja. Menurut Syekh Sayyid Nada, melakukan amal karena manusia  termasuk perbuatan syirik. Allah SWT berfirman dalam surah Az-Zumar ayat 2, ‘’Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.’’

IHRAM

Shalat, Kewajiban Seluruh Nabi (Bag. 2)

Baca artikel sebelumnya Shalat, Kewajiban Seluruh Nabi (Bag. 1)

Kisah Nabi Dawud ‘alaihis salaam

Ketika beliau melakukan suatu kesalahan, dan ingin bertaubat, beliau memulai taubatnya dengan segera mendirikan shalat. Allah Ta’ala berfirman,

وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعاً وَأَنَابَ

“Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya, maka ia meminta ampun (istighfar) kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.” (QS. Shaad [38]: 24)

Kisah Nabi Sulaiman bin Dawud ‘alaihimas salaam

Ditunjukkan kepada Nabi Sulaiman kuda di sore hari. Kemudian beliau tersibukkan diri dengan memandangi kuda-kuda tersebut sehingga beliau pun lupa mendirikan shalat Ashar dan shalat di akhir waktunya. Kemudian beliau pun menyesal. Allah Ta’ala berfirman,

وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَن ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ رُدُّوهَا عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحاً بِالسُّوقِ وَالْأَعْنَاقِ

“Dan Kami karuniakan kepada Dawud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Ingatlah) ketika ditunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore, maka ia berkata, ‘Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan. Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku.’ Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu.” (QS. Shaad [38]: 30-33)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

“Banyak salaf dan ahli tafsir menyebutkan bahwa beliau sibuk melihat (kuda) sampai terlewat dari waktu shalat ashar. Yang dapat dipastikan bahwa beliau tidaklah meninggalkan shalat Ashar secara sengaja, akan tetapi karena lupa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersibukkan diri saat perang Khandaq dari shalat Ashar sampai beliau mendirikan shalat Ashar setelah matahari tenggelam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7: 65)

Kisah Nabi Zakariyya ‘alaihis salaam

Allah Ta’ala berfirman,

فَنَادَتْهُ الْمَلآئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ

“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang dia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 39)

Kisah Nabi Isa ‘alaihis salaam

Ketika beliau mampu berbicara saat masih dalam gendongan, beliau berkata,

قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيّاً وَجَعَلَنِي مُبَارَكاً أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيّاً

“Isa berkata, ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.’” (QS. Maryam [19]: 30-31)

Kisah para Nabi Bani Israil

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيباً وَقَالَ اللّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلاَةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنتُم بِرُسُلِي

“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku …’” (QS. Al-Maidah [5]: 12).

Selain itu, Allah Ta’ala juga menyebutkan satu per satu Nabi, kemudian menceritakan tentang mereka,

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَن خَرُّوا سُجَّداً وَبُكِيّاً

“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam [19]: 58)

Allah pun mengabarkan bahwa seluruh Nabi beribadah kepada Allah Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah shalat. Kemudian Allah Ta’ala mengatakan,

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam [19]: 59)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersama Jibril

Sesungguhnya para Nabi terdahulu seluruhnya, mereka terus-menerus mendirikan shalat wajib lima waktu sebagaimana shalat yang diajarkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَّنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام عِنْدَ الْبَيْتِ مَرَّتَيْنِ، فَصَلَّى بِيَ الظُّهْرَ حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَتْ قَدْرَ الشِّرَاكِ، وَصَلَّى بِيَ الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ، وَصَلَّى بِيَ يَعْنِي الْمَغْرِبَ حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ، وَصَلَّى بِيَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ، وَصَلَّى بِيَ الْفَجْرَ حِينَ حَرُمَ الطَّعَامُ وَالشَّرَابُ عَلَى الصَّائِمِ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ صَلَّى بِيَ الظُّهْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ، وَصَلَّى بِي الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَيْهِ، وَصَلَّى بِيَ الْمَغْرِبَ حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ، وَصَلَّى بِيَ الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ، وَصَلَّى بِيَ الْفَجْرَ فَأَسْفَرَ

“Jibril ‘alaihis salam telah mengimamiku di sisi Baitullah dua kali. Dia shalat Zuhur bersamaku ketika matahari tergelincir (condong) ke barat sepanjang tali sandal, kemudian shalat Ashar denganku ketika panjang bayangan suatu benda sama dengannya, lalu shalat Maghrib bersamaku ketika orang yang berpuasa berbuka, kemudian shalat Isya’ bersamaku ketika awan merah telah hilang, dan shalat Subuh bersamaku tatkala orang yang berpuasa dilarang makan dan minum.

Besok harinya, dia shalat Zuhur bersamaku ketika bayangan suatu benda sama dengannya, lalu shalat Ashar bersamaku ketika bayangan suatu benda sepanjang dua kali benda itu, kemudian shalat Maghrib bersamaku ketika orang yang berpuasa berbuka, lalu shalat Isya’ bersamaku hingga sepertiga malam, dan shalat subuh bersamaku ketika waktu pagi mulai bercahaya.”

Kemudian Jibril menoleh kepadaku seraya berkata,

يَا مُحَمَّدُ، هَذَا وَقْتُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِكَ، وَالْوَقْتُ مَا بَيْنَ هَذَيْنِ الْوَقْتَيْنِ

“Wahai Muhammad, inilah waktu shalat para Nabi sebelum kamu, dan jarak waktu untuk shalat adalah antara dua waktu ini.” (HR. Abu Dawud no. 393, At-Tirmidzi no. 149, dan Ahmad no. 3322. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 1402)

Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita agar mengagungkan shalat dan senantiasa mendirikan shalat.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Apa Yang Dimaksud Khazanah Allah?

Allah Swt Berfirman :

وَإِن مِّن شَيۡءٍ إِلَّا عِندَنَا خَزَآئِنُهُۥ وَمَا نُنَزِّلُهُۥٓ إِلَّا بِقَدَرٖ مَّعۡلُومٖ

“Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya; Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (QS.Al-Hijr:21)

Dalam beberapa ayat Al-Qur’an kita temukan bahwa Allah Swt sering menyebutkan kata “Khazanah”, seperti Firman-Nya :

وَلِلَّهِ خَزَآئِنُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ

“Padahal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi.” (QS.Al-Munafiqun:7)

Lalu apa yang dimaksud Khazanah Allah dalam ayat-ayat di atas ?

Secara bahasa, خَزَانَة memiliki arti menjaga sesuatu. Yakni suatu tempat khusus untuk menjaga dan mengumpulkan harta atau semacamnya.

Jelas bahwa makhluk yang kemampuannya terbatas (seperti manusia), merasa perlu untuk menabung, mengumpulkan atau meng-investasikan hartanya demi keperluan masa depannya. Kata “khazanah” bisa di artikan sebagai tempat atau gudang yang berfungsi untuk menyimpan pundi-pundi harta tersebut.

Lalu, apakah makna ini bisa kita gunakan untuk menafsirkan arti “Khazanah Allah” ? Apakah Allah butuh tempat untuk menyimpan kekayaan-Nya? Dan apakah kekayaan Allah terbatas sehingga bisa di simpan dan di jaga ?

Nah, tentu makna khazanah bagi manusia tidak bisa di samakan dengan makna Khazanah Allah Swt. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa yang dimaksud Khazanah Allah adalah Kemampuan dan Kekuasaan-Nya. Yakni segala sesuatu berada di bawah Kuasa-Nya.

Kata “Khazanah” digunakan hanya sebagai istilah untuk mendekatkan pemahaman manusia. Agar mereka lebih mudah memahami besarnya kekuasaan dan kemampuan Allah Swt yang meliputi segala sesuatu.

Dan ada pula makna lain dari Khazanah Allah, yaitu :

Kumpulan segala unsur di alam ini dan semua sebab-sebabnya secara umum. Jadi segala sesuatu di alam ini dan semua sebab-sebab yang menjadi awal dari terjadinya sesuatu, semuanya berada dalam genggaman Allah Swt.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Pengertian Tauhid, Urgensi dan Keutamaannya

Sebagaimana kita bahas dalam pengertian aqidah, salah satu sinonim dari aqidah adalah tauhid. Jika aqidah merupakan istilah baru, tauhid adalah istilah yang telah digunakan sejak masa awal Islam. Berikut ini pengertian tauhid, urgensi dan keutamaannya.

Pengertian Tauhid

Tauhid berasal dari kata وحد  – يوحد  – توحيدا , yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Secara istilah, tauhid adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meyakini keesaan-Nya tanpa menyekutukan-Nya dalam rububiyah-Nya, uluhiyah dan ibadah kepada-Nya serta nama-nama dan sifat-Nya.

Jika istilah aqidah merupakan istilah baru yang kita tidak menjumpainya dalam Al Qur’an, istilah tauhid telah ada sejak awal Islam. Dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita akan menjumpai istilah ini. Di antaranya sabda beliau kepada Muadz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman:

إِنَّكَ سَتَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَىْهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ– وَفِيْ رِوَايَةٍ – : إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ – فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَـمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْـمَظْلُوْمِ ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum Ahli Kitab, maka hendaklah yang engkau sampaikan kepada mereka pertama kali adalah syahadat La ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasulullah -dalam riwayat lain disebutkan, ‘Sampai mereka mentauhidkan Allâh.’-

Jika mereka telah mentaatimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mentaati hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir.

Dan jika mereka telah mentaati hal itu, maka jauhkanlah dirimu (jangan mengambil) dari harta terbaik mereka. Dan lindungilah dirimu dari doa orang yang teraniaya karena sesungguhnya tidak satu penghalang pun antara doanya dan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Urgensi dan Keutamaan Tauhid

Tauhid memiliki urgensi yang sangat besar dalam Islam. Sebab dialah pondasi. Dialah yang paling utama membedakan orang mukmin dan orang kafir. Berikut ini delapan urgensi dan keutamaannya.

1. Tujuan penciptaan manusia

Tauhid merupakan tujuan penciptaan manusia. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzariyat: 56)

2. Hakikat dakwah para Rasul

Semua nabi dan rasul, mereka berdakwah kepada manusia sesuai zamannya. Dalam syariat termasuk ritual ibadah, bisa jadi tiap rasul berbeda. Misalnya puasa Puasa Nabi Adam tiga hari setiap bulan yang kini kita kenal sebagai puasa ayyamul bidh. Puasa Nabi Daud dan umatnya, sehari puasa sehari tidak. Yang kini kita kenal sebagai Puasa Daud. Keduanya kini menjadi sunnah. Sedangkan yang wajib bagi umat Nabi Muhammad adalah Puasa Ramadhan.

Demikian pula shalat. Umat terdahulu shalatnya bukan lima waktu seperti sekarang. Bahkan Nabi Isa dan umatnya hanya boleh shalat di mihrab. Tidak seperti sekarang yang mudah bisa kita lakukan di mana pun, khususnya ketika sedang safar.

Meskipun kadang syariatnya berbeda, tetapi inti dakwah semua Nabi dan Rasul sama. Yakni mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut” (QS. An Nahl: 36)

3. Intisari ajaran Islam

Ajaran Islam sangat luas. Ia mencakup segala segi kehidupan. Tidak ada satu pun bidang kecuali Islam punya aturannya. Mulai dari pribadi, keluarga, pendidikan, ekonomi, sosial, politik dan hukum. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi.

Islam adalah din yang komprehensif dan sempurna. Dan intisari ajarannya adalah tauhid. Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dalam rububiyah, uluhiyah maupun asma wa shifat.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. Al Anbiya’: 25)

4. Kunci keselamatan

Tauhid adalah kunci keselamatan hidup, terutama kehidupan di akhirat. Tanpa bertauhid, seseorang akan celaka, kekal abadi di neraka.

عَنْ مُعَاذٍ – رضى الله عنه – قَالَ كُنْتُ رِدْفَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ ، فَقَالَ يَا مُعَاذُ ، هَلْ تَدْرِى حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ . قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ . قَالَ فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ، وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا. فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَفَلاَ أُبَشِّرُ بِهِ النَّاسَ قَالَ لاَ تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا

Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ia berkata, aku pernah dibonceng Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas seekor keledai yang dinamakan Ufair. Maka beliau bersabda, “Wahai Muadz, tahukah engkau apa hak Allah yang wajib dipenuhi hamba-Nya dan apa hak hamba yang wajib dipenuhi Allah?”

Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau pun bersabda, “Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya adalah supaya mereka beribadah kepada-Nya saja dan tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya. Sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi Allah adalah, bahwa Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya.”

Aku bertanya, “Ya Rasulullah, tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang?” Beliau menjawab, “Janganlah engkau menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka, yang karenanya mereka akan menyandarkan diri (tak mau berbuat lebih).” (HR. Bukhari dan Muslim)

فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas, semata mengharap wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Kunci keamanan dan petunjuk

Tauhid adalah kunci keamanan dan petunjuk. Seseorang yang mentauhidkan Allah, di dunia mereka merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki dan di akhirat mereka aman dari siksa yang pedih. Dengan bertauhid, seseorang akan mendapat petunjuk Allah untuk melakukan kebaikan-kebaikan berikutnya yang tidak didapatkan orang-orang yang menyekutukan-Nya.

الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.  (QS. Al Anbiya’: 25)

6. Kunci masuk surga

Tauhid adalah kunci masuk surga. Tanpa tauhid, seseorang tak bisa memasukinya. Sebaliknya, sebanyak apa pun dosa seseorang, jika ia bertauhid kepada Allah, niscaya ia akan masuk surga meskipun terlebih dahulu harus mempertanggungjawabkan doa-dosa yang belum mendapat ampunan. Ketika dosanya Allah ampuni, ia akan masuk surga dan abadi di sana.

أَتَانِى جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – فَقَالَ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِكَ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ

Jibril ‘alaihis salam datang kepadaku dan mengatakan, “barangsiapa mati dari kalangan umatmu sedangkan dia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, maka ia masuk surga.” (HR. Bukhari)

7. Kunci ampunan Allah

Seseorang yang meninggal dalam kondisi bertauhid tanpa menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dosa-dosanya akan Allah ampuni. Meskipun dosa itu sebesar langit dan bumi.

قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Allah berfirman, “Hai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-ku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan ketika engkau bertemu denganku berada dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun, niscaya akan Aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi juga.” (HR. Tirmidzi)

8. Keutamaan besar

Kalimat tauhid laa ilaaha illallah memiliki keutamaan yang sangat besar. Di hadapan Allah, kalimat thayyibah ini lebih berat timbangannya daripada tujuh langit dan bumi.

قَالَ مُوسَى : يَا رَبِّ ، عَلِّمْنِي شَيْئًا أَذْكُرُكَ وَأَدْعُوكَ بِهِ ، قَالَ : قُلْ يَا مُوسَى : لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، قَالَ : كُلُّ عِبَادِكَ يَقُولُ هَذَا ، قَالَ : قُلْ : لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، قَالَ : لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ ، إِنَّمَا أُرِيدُ شَيْئًا تَخُصَّنِي بِهِ ، قَالَ : يَا مُوسَى ، لَوْ أَنَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَعَامِرَهُنَّ غَيْرِي وَالأَرَضِينَ السَّبْعَ فِي كِفَّةٍ ، وَلا إِلَهَ إِلا اللَّهُ فِي كِفَّةٍ مَالَتْ بِهِنَّ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ

Musa berkata, “Ya Tuhanku, ajarkanlah kepadaku sesuatu untuk berdzikir dan berdoa kepada-Mu.” Allah berfirman, “Katakan hai Musa, Laa ilaaha illallah.” Musa berkata lagi, “Semua hamba-Mu mengucapkan ini.” Allah berfirman, “Katakan hai Musa, Laa ilaaha illallah.” Musa berkata lagi, “Laa ilaaha illa anta. Aku hanya ingin sesuatu yang istimewa untukku.” 

Allah berfirman, “Hai Musa, seandainya ketujuh langit dan penghuninya selain Aku serta ketujuh bumi diletakkan pada salah satu daun timbangan, sedang Laa ilaaha illallah diletakkan pada daun timbangan yang lain, maka Laa ilaaha illallah niscaya lebih berat timbangannya.”(HR. Tirmidzi)

Kalimat tahlil laa ilaaha illallah juga merupakan dzikir paling utama. Rasulullah menganjurkan untuk memperbarui keimanan dengan kalimat thayyibah ini.

Demikian pengertian tauhid, urgensi dan keutamannya. Semoga Allah mengokohkan kita dalam tauhid dan istiqamah memegangnya. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH


Urutan Sedekah

Sayyid Sabiq menyebutkan orang yang paling layak menerima sedekah.

Sedekah merupakan salah satu ajaran dalam Islam untuk membantu orang lain. Lalu, siapa yang paling layak untuk menerima sedekah?

Sayyid Sabiq dalam kitabnya yang berjudul Fiqh Sunnah menyebutkan orang yang paling layak menerima sedekah ialah anak-anaknya, keluarga dan kaum kerabatnya. Tidak diperbolehkan sedekah kepada orang lain jika orang tersebut memerlukan untuk nafkah hidup dirinya dan keluarganya.

Dijelaskan dari hadits riwayat Ahmad dan Muslim, Rasulullah bersabda: “Jika salah seorang di antara kamu miskin, hendaklah dimulai dengan dirinya. Dan jika dalam itu ada kelebihan, barulah diberikannya buat keluarganya. Lalu bila ada kelebihan lagi, maka buat kaum kerabatnya” atau sabdanya “buat yang ada hubungan kekeluargaan dengannya. Kemudian bila masih ada kelebihan, barulah untuk ini dan itu”

Hadits lain mengatakan, akan mendapatkan dosa besar jika seseorang tersebut menyia-nyiakan tanggungannya. Riwayat Muslim dan Abu Daud, Rasulullah bersabda: “Cukup besarlah dosa seseorang jika ia menyia-nyiakan tanggungannya.”

Sabda Rasullah yang juga mengatakan bahwa paling utama sedekah diberikan kepada kaum kerabatnya.  “Sedekah yang paling utama ialah sedekah kepada kaum kerabat yang memendam rasa permusuhan.” (HR Tabhrani)

KHAZANAH REPUBLIKA

Meninggalkan Amalan Sunnah, Apakah Makruh?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang meninggalkan amalan sunnah, apakah makruh?
selamat membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaga ustadz dan keluarga. Saya mau bertanya ustadz.

Ustadz, jawaban dari hukum meninggalkan amalan dalam masalah Sunnah adalah makruh, bisa di beri penjelasan ustadz? Karena saya kira hal tersebut adalah mubah.

(Disampaikan oleh Fulan, Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Terkait dengan meninggalkan amalan sunnah ada beberapa keadaan yang dimaksudkan:

Bila yang dimaksudkan dengan meninggalkan sunnah karena keyakinannya bahwa amalan itu tidaklah wajib maka ia tidak berdosa, karena bukan kewajiban yang ia tinggalkan .

Namun bila dia meninggalkan sunnah dengan terus menerus, padahal tidak ada kesulitan untuk dilakukan, imannya tidak tergerak untuk melakukan apa yang telah dilakukan dan dicintai oleh Nabinya dan orang orang yang baik lainnya. Dengan keadaan seperti ini, menunjukkan ada masalah dan kelemahan dengan agama dan imannya. Karena tidak selayaknya seorang muslim meremehkan sunnah, karena bisa jadi adan indikasi yang menunjukkan ketidaksukaan dia dengan sunnah tersebut sehingga dikatakan meninggalkan sunnah adalah amalah yang tiada disuka/makruh. Sebagaimana sabda Rasulullah ,”

من رغب عن سنتي فليس مني

“Maka barangsiapa membenci sunnahku, maka dia itu bukan dari golonganku.”
(HR. Al Bukhory (5063) dan Muslim (1401) dari Anas -rodhiyallohu ‘anhu-).

قال الحافظ ابن حجر في فتح الباري عند شرح حديث الرجل الذي سأل عن الفرائض: وحلف ألا يزيد عليها.. قال القرطبي: في هذا الحديث وكذا حديث طلحة في قصة الأعرابي وغيرهما دلالة على جواز ترك التطوعات، لكن من داوم على ترك السنن كان نقصاً في دينه، فإن كان تركها تهاوناً بها ورغبة عنها كان ذلك فسقاً يعني لورود الوعيد عليه حيث قال صلى الله عليه وسلم: من رغب عن سنتي فليس مني. انتهى

Berkata Ibnu Hajar di dalam kittab Fathul baari, dalam menjelaskan maksud hadist yang terkait dengan seseorang yang berkata dan bertanya tentang perkara wajib, (setelah di jelaskan) ia bersumpah tidak akan menambahnya.
Berkata Qurtubi, ”Dalam hadist ini, juga pada hadist Thalhah pada kisah seorang badui, dan hadist selain keduanya, menunjukkan atas bolehnya meninggalkan perkara sunnah. Namun jika seseorang “selalu” meninggalakan sunnah berarti ia seorang yang lemah agamanya.
Maka barang siapa yang meninggalakan sunnah karena meremehkan dan tidak menyukainya maka ia seorang yang fasik. Yang demikian karena adanya ancaman atas orang tersebut, sebagai mana di katakan oleh Rasulullah sallahu alaihi wasallam,” barang siapa yanng membenci sunnahku maka ia bukan dariku ,”

Semoga Allah membimbing kita untuk selalu istiqomah dalam menjalankan sunnah sunnah Rasulullah sallahu alaihi wasallam sebagai tanda kecintaan kita kepada Allah dan rasulNya. Wallahua a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله
Kamis, 05 Rabiul Awwal 1442 H/ 22 Oktober 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Rahmat Allah SWT untuk Para Pedagang yang Jujur dan Ramah

Allah SWT memberikan rahmat kepada pedagang yang ramah dan jujur.

Timbang-menimbang barang merupakan bagian dari aktivitas muamalah jual beli. Penjual tidak boleh mengurangi timbangan dan menyembunyikan kecacatan barang yang dijualnya. 

“Jual beli harus menyamakan berat timbangan. Bila diabaikan akan menerima siksaan berat,” kata Imam al-Ghazali melalui Ikhtisar Ihya Ulumuddin.

Sang hujjatul Islam ini menyampaikan, jika penjual tidak menyamakan berat timbangannya dalam menjual barang maka Allah SWT akan melaknatnya. Ancaman Allah ditegaskan dalam QS al-Mutfhaffifin ayat

 وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ

“Celakalah bagi orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.” 

Ringkasnya, kata Imam al-Ghazali, semua bentuk manipulasi dalam transaksi jual beli hukumnya haram. Oleh karena itu, tidak boleh menghampiri suatu barang yang tidak ingin dibelinya sambil meminta harga di atas harga jual beli dengan tujuan menggerakkan keinginan pembeli lain pada barang tersebut.  

Penduduk kota juga dilarang melakukan jual beli dengan penduduk pedesaan. Maksudnya orang desa hendak menjual bahan makanan ke kota. Namun, sebelum sampai tujuan, dihadang salah seorang dari kota yang berniat memborong barang dagangannya dengan kemudian menimbunnya sampai harga naik tinggi. 

Misalnya, seseorang membeli barang karena memperoleh toleransi dari temannya atau anaknya, maka hendaklah menyebutkannya pada pembeli lain supaya pembelinya tidak dijadikan acuan. Hendaknya berbuat ihsan (bersikap baik) seperti tidak menipu orang lain dengan praktik muamalah yang berjalan tidak sesuai kebiasaan. “Saling memudahkan urusan jual beli sangat dianjurkan,” katanya.

Hal ini seperti yang disampaikan Nabi Muhammad SAW dari Jabir bin Abdullah RA: 

 عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: رحم الله عبداً سمحاً إذا باع، سمحاً إذا اشترى، سمحاً إذا اقتضى. 

“Allah merahmati orang yang mempermudah penjualan dan pembelian. Pelunasan utang dan penagihan.” 

KHAZANAH ISLAM

Anda mau Berdagang secara online? Join di sini agar bisa punya Toko Online-nya secara gratis!


Syarat untuk Pedagang yang Ingin Masuk Surga tanpa Hisab

Islam memberikan panduan Islami untuk para pedagang.

Para pedagang merupakan salah satu kelompok yang akan masuk surga tanpa hisab, jika perdagangan mereka tidak melalaikannya dari mengingat Allah SWT. 

Tidak lalai dalam menunaikan kewajiban inilah yang selalu dilakukan para sahabat Nabi Muhammad SAW. 

Syeikh Maulana Muhammad Zakkariya Al-Kandahlawi dalam kitabnya “Fadhilah Amal,” menceritakan, suatu hari, Abdullah Ibnu Umar RA sedang berada di pasar, dan tibalah waktu sholat berjamaah. Setiap pemilik toko langsung menutup toko mereka dan segera pergi ke masjid.   

Melihat hal ini Ibnu Umar mengatakan, mereka adalah orang yang difirmankan Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 37: 

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ 

“(Di dalam masjid terdapat) orang-orang (yang di pagi dan sore hari selalu mensucikan Allah dengan mengingat-Nya) yang perniagaan dan jual-beli mereka tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah, terutama mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Mereka takut terhadap keadaan suatu hari yang hati dan penglihatan menjadi goncang (hari kiamat).”

Ibnu Abbas RA mengatakan,  mereka sibuk dengan perniagaan dan jual-beli, tetapi jika mendengar suara adzan, mereka segera meninggalkannya dan pergi ke masjid.” 

Dia juga berkata, “Demi Allah mereka adalah para pedagang, tetapi perdagangan mereka tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah SWT. “

Baginda Nabi SAW bersabda, “Ketika seluruh manusia dikumpulkan di suatu tempat pada hari kiamat Allah SWT berfirman:  

“Di manakah orang-orang yang selalu memuji-Ku ketika senang dan susah? Maka sekelompok kecil manusia akan bangkit dan masuk ke surga tanpa hisab. Lalu diumumkan lagi, di manakah orang-orang yang meninggalkan tempat tidurnya dan menghabiskan malamnya dengan beribadah kepadaku dengan takut dan harap? Maka sekelompok kecil manusia bangkit dan masuk surga tanpa hisab.

Lalu diumumkan lagi di manakah orang-orang yang perniagaannya tidak menghalanginya dari mengingat-Ku? Mereka sekelompok kecil ketiga bangun dan masuk surga tanpa hisab. Setelah ketiga kumpulan itu masuk surga, dimulailah hisab terhadap manusia lainnya.”

KHAZANAH REPUBLIKA